Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Teori kelekatan meri andani
1. KESIMPULAN DARI VIDIO BOUNDING ATTACMENT
A. Teori kelekatan
Pada teori kelekatan (attachment theory) oleh John Bowlby dijelaskan
pentingnya kehadiran orangtua secara fisik terhadap perkembangan kognisi, emosi,
serta sosial pada anak. Ketika anak-anak berpisah dengan pengasuhnya (orangtua),
mereka akan mengalami penderitaan yang hebat meskipun terdapat pengasuh
pengganti. Keberadaan pengasuh pengganti tidak mampu menghilangkan rasa cemas
dan stres yang dialami oleh anak. Jarak yang tercipta antara anak dengan orangtua
tidak hanya disebabkan oleh perpisahan yang terjadi karena faktor eksternal. Tidak
jarang hubungan anak dan orangtua terganggu oleh faktor internal yang datang dari
kurangnya pengetahuan orangtua dalam mendidik anak, trauma bawaan orangtua,
atau bahkan ketidaksiapan menjadi orangtua.
Teori kelekatan (attachment theory) adalah model psikologi untuk
menjelaskan aspek tertentu dalam dinamika hubungan antarpersonal jangka panjang.
Kelekatan merupakan insting biologis untuk mencari kedekatan dengan sosok
kelekatan (attachment figure) ketika seorang anak merasakan ancaman atau
ketidaknyamanan, dengan harapan bahwa sosok keterikatan akan menghilangkan
ancaman atau ketidaknyamanan tersebut. Berkembangnya sebuah keterikatan ialah
karena adanya kebutuhan anak pada keamanan, keselamatan, dan perlindungan, hal
yang sangat diperlukan pada masa kecil dan masa kanak-kanak.
Orang tua yang konsisten atau senantiasa memberikan respon pada kebutuhan
anak akan membentuk anak yang terikat dengan aman. Anak akan melakukan
eksplorasi secara bebas sementara pemberi perhatian mereka hadir (biasanya berupa
keterlibatan dengan orang asing), sering kali kesal ketika pemberi perhatian mereka
itu pergi meninggalkan mereka, dan umumnya gembira melihat pemberi perhatian
mereka kembali. Anak yang terikat aman paling baik melakukan eksplorasi ketika
mereka mengetahui/memiliki tempat aman untuk kembali pada saat yang dibutuhkan.
Ketika bantuan diberikan, rasa keamanan mereka meningkat, dan juga
mengasumsikan bantuan dari orang tua bermanfaat, akan mendidik anak bagaimana
mengatasi masalah yang sama di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, seorang
anak menjadi terikat aman ketika orang tua mereka hadir dan bisa memenuhi
kebutuhan anak dengan responsif dan cara yang pantas. Anak-anak yang seperti itu
akan lebih cenderung mempunyai keterikatan aman.Orang dewasa yang terikat aman
2. akan lebih mempunyai pandangan positif mengenai diri mereka sendiri, pasangan, dan
hubungan yang mereka jalin. Mereka merasa nyaman dengan kedekatan dan
kemandirian, dan senantiasa menyeimbangkan keduanya.
Seorang anak dengan tipe keterikatan ini sedikit melakukan eksplorasi (dalam
situasi yang asing) dan sering waspada terhadap orang asing, bahkan dalam kehadiran
orang tua mereka. Ketika ibu mereka pergi, mereka sering kali merasa sangat
menderita. Namun anak tersebut bersikap ambivalen ketika ibu mereka kembali.
Karena respon/tanggapan pemberi perhatian yang tidak dapat diprediksi kepada anak,
reaksi anak akan menjadi marah atau tidak berdaya terhadap pemberi perhatian
mereka tersebut. Campuran antara mencari dan menahan kontak serta interaksi
menghasilkan kemarahan yang tidak terelakkan dan nada kemarahan tersebut
menandakan perilaku yang berlaku sebelum tahap perpisahan dengan pemberi
perhatian mereka. Kepasifan/ketidakpedulian dan aktivitas eksplorasi anak dengan
keterikatan kecemasan-ambivalen sangat terbatas. Perilaku interaktif mereka relatif
kurang dalam hal inisiasi aktif. Namun pada tahap pertemuan dengan orang
tua/pemberi perhatian mereka, mereka secara jelas menginginkan kedekatan dan
kontak, meskipun mereka lebih cenderung menggunakan sinyal/tanda-tanda daripada
pendekatan aktif, dan memprotes melawan saat ditinggalkan daripada secara aktif
mencegahnya. Orang dewasa yang terikat dengan kecemasan mencari kedekatan
dalam level yang tinggi, penerimaan dan responsivitas dari pasangan mereka,
sehingga menjadi sangat bergantung pada orang lain. Mereka cenderung kurang
percaya, memiliki pandangan yang kurang positif mengenai diri mereka sendiri dan
pasangan, dan kemungkinan menunjukkan ekspresi emosi dalam level yang tinggi,
serta memiliki perasaan khawatir dan impulsif dalam hubungan yang mereka jalani.
Anak dengan secure attachment akan lebih positif serta sersifat sosial terhadap
kelompoknya. Studi terhadap anak-anak prasekolah menunjukkan dengan jelas bahwa
anak yang mendapatkan secure attachment lebih mampu menjalin relasi dengan anak
lain daripada yang mengalami insecure atttachment (Hetherington & Parke, 1999).
Bowly, Ainsworth, Parke dan Allen (1973, 1978, 1999, 2003) menjelaskan ahrus
diperhatikan oleh orang tua adalah anak membutuhkan keleluasaan untuk
bereksplorasi, anak juga harus diberikan keseimbangan antara kelekatan attachment
dengan eksplorasi. Kelekatan berbeda dengan perlindungan yang berlebihan terhadap
anak.
3. Saat ini banyak orang tua yang bekerja dan menitipkan anak kepada pengasuh
atau ke tempat penitipan anak. Anak dengan ibu yang bekerja akan diasuh oleh
pengasuh pengganti baik itu pengasuh anak, keluarga di rumah atau pengasuh
pengganti di tempat penitipan anak. Fenomena yang terjadi di masyarakat, seorang
anak memiliki kelekatan dengan ibunya walaupun ibu bekerja. Kebutuhan akan
kelekatan pada ibu menjadi hal yang penting dalam kehidupan seorang anak. Selain
itu, kelekatan pada ibu merupakan suatu langkah awal dalam proses perkembangan
dan sosialisasi.
Penelitian mengenai hubungan antara anak dengan orang tua lebih lanjut
mengklasifikasi 4 pola kelekatan:
1. Kelekatan yang aman (Secure attachment)
Anak-anak yang memiliki kelekatan baik dengan orangtuanya akan memiliki
pandangan positif terhadap orang lain serta memandang dirinya sendiri berharga
sehingga anak-anak ini memiliki kepercayaan diri untuk meraih keberhasilan
dalam hidupnya. Tipe pola ini merupakan kondisi ideal hubungan kelekatan yang
didapat oleh anak dengan orangtuanya.
2. Kelekatan yang bersifat menghindar (Anxious avoidant attachment)
Anak-anak dengan pola kelekatan ini seringnya akan menghindari interaksi
sosial seolah-olah tidak membutuhkan orang lain dalam hidupnya, menarik diri
dari pergaulan, serta menolak meminta bantuan orang lain atau menjaga jarak.
Perilaku “kemandiriannya” tersebut merupakan upaya anak dalam berjaga-jaga
kemungkinan terjadinya stres yang pernah menimpa dirinya saat membuka diri
terhadap orang lain. Gangguan perkembangan kelekatannya yang dialami
biasanya berupa penolakan dari orangtua di masa kecilnya.
3. Kelekatan yang bersifat penolakan (Anxious resistant attachment)
Bertolak belakang dengan pola kelekatan menghindar (anxious avoidant
attachment), anak dengan pola ini justru sangat bergantung pada pengasuh
utamanya dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Hal ini terjadi sebagai
bentuk kurangnya kelekatan terhadap orangtua di masa kecilnya. Tidak jarang
individu ini akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah marah, cemburu, penuntut,
dan bergantung pada orang lain.
4. 4. Kelekatan yang tak beraturan (Disorganized attachment)
Pola ini merupakan campuran atau ambivalen. Anak dengan pola kelekatan ini
terkadang melihat orang lain sebagai ancaman sehingga menimbulkan perilaku-
perilaku agresif-defensif. Biasanya anak dengan pola ini tumbuh di lingkungan
keluarga yang lazim dengan tindakan kekerasan. Alih-alih mendapatkan kasih
sayang dari orangtua, upayanya mencari afeksi justru membuatnya menerima
perilaku kasar atau bahkan pukulan. Anak akan tumbuh dewasa menjadi individu
yang pada umumnya cepat mengalami perubahan suasana hati, satu waktu ia
merasa cemas sangat ingin disayangi namun berubah merasa tidak pantas
disayangi. Hal ini berdampak pada sulitnya mereka membangun suatu hubungan
yang sehat dengan orang lain.
Dari teori kelekatan (attachment theory) ini sangat jelas pentingnya peranan
orangtua dalam membesarkan anak dan menghasilkan individu-individu yang
sehat secara psikologis. Ketika Anda sebagai orangtua menemukan adanya
perilaku anak yang menunjukkan hal negatif, segera cari pertolongan atau
konsultasikan dengan pihak profesional yang dapat membantu.
Prinsip dibalik munculnya attachment adalah kebutuhan akan perasaan aman.
Perasaan aman yang dihasilkan dari attachment yang positif (secure attachment)
memiliki hubungan erat dengan kemampuan untuk mengembangkan kreatifitas
dan eksplorasi (menguasai lingkungan). Attachment bukanlah kebutuhan anak
yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan anak lebih cepat, tetapi merupakan
kebutuhan yang terpendam sepanjang hidup manusia.
Asumsi Dasar Teori Bowlby berkata jika seorang anak dibesarkan dengan
kepercayaan bahwa pengasuh utama (primary caregiver) mereka selalu ada,
mereka cenderung tidak akan mengalami ketakutan dibandingkan mereka yang
dibesarkan sebaliknya. Kepercayaan ini dibentuk selama masa kristis
perkembangan anak, dari bayi hingga dewasa, dan ekspektasi yang terbentuk
selama masa itu biasanya tidak berubah selama sisa hidup sang anak. Ekpektasi
tersebut terkait dengan pengalaman yang telah dilalui oleh anak. Ekspektasi di sini
maksudnya adalah pengasuh akan responsive terhadap kebutuhannya, karena
sebelumnya pun si pengasuh selalu memberikan respon.
5. Ciri-ciri Kelekatan menurut Hazan dan Shaver (1987) adalah:
a. Secure Attachment
1. Siap dalam memiliki hubungan yang erat
2. Merasa nyaman dalam bergantung pada pasangan lekat
3. Nggak khawatir pasangan lekat akan meninggalkannya.
b. Resistant Attachment
1. Beranggapan bahwa pasangan terlalu “jauh” (ada jarak antara ia dan pasangan)
2. Merasa pasangan nggak cinta sama dia
3. Merasa bahwa cinta pasangan ke dia, nggak sebesar cinta dia ke pasangan
4. Merasa bahwa pasangan lekat mungkin akan meninggalkannya
c. Avoidant Attachment
1. Kurang nyaman dalam memiliki hubungan yang intim
2. Gugup bila ada orang yang ingin dekat dengannya
3. Sulit mengizinkan dirinya untuk dekat dengan pasangan
Manfaat kelekatan (attachment):
a. Rasa percaya diri.
Perhatian dan kasih sayang orang tua yang stabil, menumbuhkan keyakinan pada
anak bahwa ia berharga bagi orang lain. Dengan orang tua yang selalu ada, anak
menjadi aman dan percaya diri.
b. Kemampuan membina hubungan yang hangat.
Kalau anak mendapat hubungan yang hangat dan aman dari orang tua, ia akan
menjadikan hal tersebut sebagai contoh dalam membina hubungan dengan orang
lain. Namun, kelekatan yang buruk dan traumatis membuat anak kesulitan
membina hubungan yang baik dan aman.
c. Mengasihi sesama dan peduli pada orang lain.
Remaja yang tumbuh dalam pola attachment yang aman, akan memiliki
sensitivitas atau kepekaan yang tinggi terhadap sekitarnya. Rasa pedulinya tinggi
dan memiliki kebutuhan untuk membantu orang lain.
d. Disiplin.
Pola secure attachment membantu orang tua untuk lebih mudah memahami
remaja. Hal ini membuat pemberian arahan dan nasihat menjadi lebih
proporsional, empatik, penuh kesabaran dan saling mengerti. Anak juga akan
6. belajar mengembangkan kesadaran diri dari sikap orangtua yang menghargai anak
untuk mematuhi peraturan dengan disiplin karena sikap menghukum akan
menyakiti harga diri anak dan tidak mendorong kesadaran diri.
e. Pertumbuhan intelektual dan psikologis yang baik.
Kelekatan yang aman dapat memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan
fisik, intelektual, dan kognitif, serta perkembangan psikologis individu.
B. Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi
IDAI 2008).
Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan
dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun setelah
kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-
ssebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.
Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital
yang timbul sejak priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau
organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat
mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun
bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.
1. Beritahu ibu bahwa keadaan anak dalam kondisi kelainan bawaan,
Ibu mungkin merasa kaget, menyangkal, sedih, dan bahkan marah. Ada baiknya
kita bicarakan tentang bagaimana kondisi bayi tersebut kepada anggota keluarga
lainnya.
2. Beritahu kepada ibu bahwa anak yang lahir merupakan augerah dari allah
bagaimanapun keadaan anak, kita harus bisa menerimanya dan memberikan kasih
sayang kepadanya.
3. Ibu tidak perlu takut menghadapi kenyataan, karena semakin majunya zaman
insya allah bayi ibu bisa kembali ke keadan normal walaupun tidak seutuhnya.
4. Jangan biarkan ibu larut dan terlalu memikirkan bagaimana keadaan bayinya,
bantulah ibu untuk tetap tenang dan tidak stress terhadap keadaan bayinya.
7. DAFTAR PUSTAKA
Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)
https://anandaayumauliantika.wordpress.com/2015/05/24/kelainan-kongenital-lengkap/
Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC