Makrifatullah itu adalah sebuah JENJANG atau MAQAM keilmuan yang sangat WAH, yang tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Inilah DISTORSI ILMU yang sangat parah yang telah terjadi dalam mempelajari ISLAM. Padahal makrifatullah adalah pelajaran yang PALING DASAR, yang akan menjadi PONDASI bagi siapapun juga, SEMUA ORANG,
dalam kehidupan BER-SYARIAH
yang akan kita amalkan dan dirikan di atasnya.
Makrifatullah adalah ilmu dasar
yang harus kita punyai agar kita bisa
menjalankan Syariat dengan tanpa beban.
Makrifatullah adalah pengetahuan kerohanian yang men-dalam yang membawa seseorang itu mengenal Allah.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
"Awal dari agama adalah ma’rifatullah, mengenal Allah”. Setelah itu barulah kita bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan. Mengingat Allah di dalam shalat, di luar shalat, ketika berdiri, duduk, berbaring, berjalan, maupun bekerja”. Hampir seluruh manusia di dunia ini, sejak dari dulu sampai sekarang, baik secara samar-samar ataupun secara tegas, meyakini bahwa alam semesta ini termasuk diri kita sendiri sedang berjalan di bawah sebuah “sistem kerja” yang sangat hebat. Keteraturan dan kepatuhan “perilaku” setiap penghuni alam semesta ini, mulai dari atom-atom yang sangat kecil sampai kepada bintang-bintang yang besarnya tak terperikan, kepada sistem yang mengatur itu sungguh mutlak. Seluruh penghuni alam semesta ini seperti tidak bisa melawan dan menentang aturan-aturan yang sangat tegas dari sistem itu. Melawan berarti hancur lebur dan musnah. Menentang berarti siksa dan derita yang sangat pedih.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Al Quran (Chapter 81): Surah At Takwir [The Enfolding]Dr Jameel G Jargar
1. Highlights: a) Main Topics, b) Listening: Recitation &
Translation, c) Elucidation
2. Structure: a) Meaning b) Statistics c) Reading
3. Message: Introduces the Central Theme of the Surah
4. References: Internet Sources
5. Quiz: Test the Knowledge About the Surah
Thank you.
Connecting with Allah 24/7, Who is Allah, What is Islam, Following Sunnah, Forms of Nafl Salah, Forms of Nafl Fasting, Optional Sadaqa, Remembering Allah, Dua, Adhkar, Zikr of Allah, Morning and Evening Adhkar
Hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
"Awal dari agama adalah ma’rifatullah, mengenal Allah”. Setelah itu barulah kita bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan. Mengingat Allah di dalam shalat, di luar shalat, ketika berdiri, duduk, berbaring, berjalan, maupun bekerja”. Hampir seluruh manusia di dunia ini, sejak dari dulu sampai sekarang, baik secara samar-samar ataupun secara tegas, meyakini bahwa alam semesta ini termasuk diri kita sendiri sedang berjalan di bawah sebuah “sistem kerja” yang sangat hebat. Keteraturan dan kepatuhan “perilaku” setiap penghuni alam semesta ini, mulai dari atom-atom yang sangat kecil sampai kepada bintang-bintang yang besarnya tak terperikan, kepada sistem yang mengatur itu sungguh mutlak. Seluruh penghuni alam semesta ini seperti tidak bisa melawan dan menentang aturan-aturan yang sangat tegas dari sistem itu. Melawan berarti hancur lebur dan musnah. Menentang berarti siksa dan derita yang sangat pedih.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Al Quran (Chapter 81): Surah At Takwir [The Enfolding]Dr Jameel G Jargar
1. Highlights: a) Main Topics, b) Listening: Recitation &
Translation, c) Elucidation
2. Structure: a) Meaning b) Statistics c) Reading
3. Message: Introduces the Central Theme of the Surah
4. References: Internet Sources
5. Quiz: Test the Knowledge About the Surah
Thank you.
Connecting with Allah 24/7, Who is Allah, What is Islam, Following Sunnah, Forms of Nafl Salah, Forms of Nafl Fasting, Optional Sadaqa, Remembering Allah, Dua, Adhkar, Zikr of Allah, Morning and Evening Adhkar
Hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.
“INTRODUCTION TO THE STUDY OF TAUHEED”
Intermediate Level Islamic course in English for Adultsconducted by Ustaz Zhulkeflee Hj Ismail
TAUHEED AS-SIFAAT20 ESSENTIAL
ATTRIBUTES OF ALLAH
This is one of the traditional approaches in ensuring the understanding of attributes of Allah, amongst Muslims who are exposed to other religious or philosophical views, does not deviate from that of the pious predecessors
(Salafus-Soleheen)
Bengkel kendalian Syaari Ab Rahman ini diadakan dengan hasrat untuk membantu para peserta memahami situasi sirah kepada setiap 114 surah yang diturunkan. Bengkel ini akan mendedahkan kepada para peserta ayat-ayat penting dalam 114 surah yang menjelaskan sirah di sebalik penurunan surah berkenaan. Diharapkan, pengetahuan mengenai keadaan emosi dan psikologi Nabi SAW semasa sesuatu surah diturunkan akan membantu para peserta menjiwai setiap surah dan sekaligus membantu proses tadabbur ayat-ayat Allah. Sesungguhnya, setiap surah seperti “oksigen” yang turun untuk membantu para Sahabat ra. kembali bernafas dengan stabil dan bertenang dengan pelbagai cabaran yang muncul sepanjang 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.
Sebelum mudik ingin berbagi inti sari dari khutbah idul fitri 1437 H. Moga bermanfaat bagi yang mau khotbah idul fitri . Eit...tapi ingat kalo khutbah Gak Usah pakai Power Point Ya?? (He.....)
SEMOGA ALLAH MENERIMA IBADAH PUASA KITA
GOAL MATERI AQIDAH 1
1.Peserta paham Tariqul Iman (Jalan menuju Iman )
bisa menjawab pertanyaan dasar dari mana asal muasal, manusia,
alam semesta dan kehidupan ini ?
(bisa berpikir menghubungkan dalil aqli dan naqli , melihat tanda
kekuasaan Allah
2.Peseta bisa menjawab pertanyaan untuk apa pencipta menciptakan
manusia ? why ada didunia ini ? apa visi misi kita hadir didunia ini
(PAHAM makna Ibadah), paham syahadat yang benar
(membedakan illah dan rab), paham artinya IMAN dan Taqwa baik menurut
bahasa taupun istilah syariat ). Paham tujuan hidupnya ....untuk apa didunia ?
3.Peserta bisa menjawab pertanyaan . Kemana nanti setelah mati ?
jawabannya surga atau neraka , ada 3 kelompok orang yang menyesal,
dan waktu didunia ini singkat. Gamabran Nikmatnya Surga dan
Dahsyatnya hari kiamat dan dna hari pembalasan
Slideshow presentation of the meaning and background information for Surat Al-Ikhlas.
This is a great resource for Islamic Studies and Quran teachers to use in the classroom.
-What are the virtues of Surah Al-Ikhlas?
-Why was this Surah revealed?
-What does this Surah mean?
-What Attributes of Allah (S) are mentioned in this Surah?
For a free digital copy and worksheets, DM quran4kidz on Instagram.
Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuannya. Dakwah merupakan amal mulia sebagaimana para Nabi dan Rasulpun mulia karena amal dakwah. Apa landasan dakwah bagi kita...?? Nikmati sedikit slide tentang dakwah berikut ini..!!
“INTRODUCTION TO THE STUDY OF TAUHEED”
Intermediate Level Islamic course in English for Adultsconducted by Ustaz Zhulkeflee Hj Ismail
TAUHEED AS-SIFAAT20 ESSENTIAL
ATTRIBUTES OF ALLAH
This is one of the traditional approaches in ensuring the understanding of attributes of Allah, amongst Muslims who are exposed to other religious or philosophical views, does not deviate from that of the pious predecessors
(Salafus-Soleheen)
Bengkel kendalian Syaari Ab Rahman ini diadakan dengan hasrat untuk membantu para peserta memahami situasi sirah kepada setiap 114 surah yang diturunkan. Bengkel ini akan mendedahkan kepada para peserta ayat-ayat penting dalam 114 surah yang menjelaskan sirah di sebalik penurunan surah berkenaan. Diharapkan, pengetahuan mengenai keadaan emosi dan psikologi Nabi SAW semasa sesuatu surah diturunkan akan membantu para peserta menjiwai setiap surah dan sekaligus membantu proses tadabbur ayat-ayat Allah. Sesungguhnya, setiap surah seperti “oksigen” yang turun untuk membantu para Sahabat ra. kembali bernafas dengan stabil dan bertenang dengan pelbagai cabaran yang muncul sepanjang 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.
Sebelum mudik ingin berbagi inti sari dari khutbah idul fitri 1437 H. Moga bermanfaat bagi yang mau khotbah idul fitri . Eit...tapi ingat kalo khutbah Gak Usah pakai Power Point Ya?? (He.....)
SEMOGA ALLAH MENERIMA IBADAH PUASA KITA
GOAL MATERI AQIDAH 1
1.Peserta paham Tariqul Iman (Jalan menuju Iman )
bisa menjawab pertanyaan dasar dari mana asal muasal, manusia,
alam semesta dan kehidupan ini ?
(bisa berpikir menghubungkan dalil aqli dan naqli , melihat tanda
kekuasaan Allah
2.Peseta bisa menjawab pertanyaan untuk apa pencipta menciptakan
manusia ? why ada didunia ini ? apa visi misi kita hadir didunia ini
(PAHAM makna Ibadah), paham syahadat yang benar
(membedakan illah dan rab), paham artinya IMAN dan Taqwa baik menurut
bahasa taupun istilah syariat ). Paham tujuan hidupnya ....untuk apa didunia ?
3.Peserta bisa menjawab pertanyaan . Kemana nanti setelah mati ?
jawabannya surga atau neraka , ada 3 kelompok orang yang menyesal,
dan waktu didunia ini singkat. Gamabran Nikmatnya Surga dan
Dahsyatnya hari kiamat dan dna hari pembalasan
Slideshow presentation of the meaning and background information for Surat Al-Ikhlas.
This is a great resource for Islamic Studies and Quran teachers to use in the classroom.
-What are the virtues of Surah Al-Ikhlas?
-Why was this Surah revealed?
-What does this Surah mean?
-What Attributes of Allah (S) are mentioned in this Surah?
For a free digital copy and worksheets, DM quran4kidz on Instagram.
Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuannya. Dakwah merupakan amal mulia sebagaimana para Nabi dan Rasulpun mulia karena amal dakwah. Apa landasan dakwah bagi kita...?? Nikmati sedikit slide tentang dakwah berikut ini..!!
AQIDAH salah satu pilar pertama dan utama dalam kehidupan seorang muslim. Dalam islam AQIDAH di ulas dalam ilmu TAUHID. Pada persentasi ini, kami membahas konsep konsep AQIDAH mulai dari mengenal Tuhan sampai penerapannya dalam kehidupan seorang muslim. Semoga bermanfaat. :)
Dalam Kajian Islam ada Istilah Ma'rifat atau pengetahuan, tahu , mengenal. Maka Ma'rifatullah bisa diartikan mengenal Allah melalui ayat-ayat Nya baik ayat
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Fitri Indra Wardhono
Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower, Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling mendekati :
Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah perdesaan.
Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan: pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun-tahun dan dengan cara yang disengaja.
Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo, melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat segalanya lebih baik.
Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota. Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra, beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan ekonomi perdesaan.
Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks. Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar.
Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun merupakan kombinasi.
Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil telah menjadi fenomena khas.
Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang, secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan spasial perkotaan.
Ini adalah kumpulan ayat Al Qur'an yang "semoga" dapat membantu untuk meruqyah diri sendiri, atau orang lain, jika diperkirakan sumber permasalahannya berupa gangguan dari luar,khususnya yang bersikap gaib. Bangguan tersebut dapat berupa kecanduan "game online", penyakit keturunan, badan yang dirasakan "tidak nyaman", dll.
Mohon maaf saya sendiri bukan peruqyah. Saya hanya mengkristalkan pengalaman berbagai peruqyah yang pernah mengunakan ayat-ayat tertentu, yang pengalaman ini cukup bertaburan di internet untuk dapat dimanfaatkan.
Pedoman RIPPDA beserta Lampiran A, B dan C berasal dari Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, yang berhasil penulis ‘selamatkan’, dari diubah dari format cetakan menjadi format tulisan. Karena itu pada beberapa tempat masih akan didapat kesalahan akibat proses pengubahan.
Sementara Lampiran D dan seterusnya, bersumber dari pengalaman mengerjakan berbagai kegiatan pengembangan kepariwisataan. Dari pengalaman tersebut penulis memperoleh sejumlah tulisan yang cukup berharga untuk sekedar disimpan di dalam laptop. Dengan niat untuk turut menyebar luaskan ilmu terkait kepariwisataan, maka kumpulan tulisan tersebut kami hadirkan bersama buku pedoman tersebut, sebagai Lampiran D dan seterusnya.
Tulisan pada Lampiran D dan seterusnya tersebut berasal dari berbagai sumber, yang ‘sayangnya’ sebagian besar tidak tercatat dengan baik. Karena itu, penggunaannya disarankan tidak untuk dijadikan rujukan/referensi ilmiah, di mana dalam lingkungan akademis, keabsahan rujukan/referensi merupakan suatu keharusan. Tulisan ini hanyalah sekedar penambah wawasan tentang kepariwisataan, serta membuka jalan bagi pencarian lebih lanjut rujukan/referensi dari aspek yang dibahas dalam kumpulan tulisan ini. Kepada pihak-pihak yang merupakan sumber dari tulisan tersebut, yang kebetulan tidak kami catat, kami hanya dapat berharap kiranya Allah jualah yang dapat membalas amal shalih tersebut dengan pahala yang mengalir tidak putus-putus, selama ilmu tersebut masih dapat dimanfaatkan. Sedangkan beberapa pihak yang ‘kebetulan’ terekam, dan dapat kami cantumkan dalam kumpulan tulisan ini, antara lain dari UGM, selain adanya balasan dari Allah tersebut, kami juga menghaturkan banyak terima kasih.
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahFitri Indra Wardhono
Untuk menjadi peruqyah perlu dibekali ayat-ayat khusus, disamping yang umum seperti Al Fatihah, Al Baqarah, Ayat Qursy, 3 Qul. Berikut ini ditampilkan ayat-ayat tersebut, serta evaluasi kita (jika ingin menjadi peruqyah) seberapa jauh/banyak kita sudah menguasainya.
Kejawèn adalah suatu paham keagamaan campuran yang dianut orang-orang Jawa, yang merupakan ramuan di antara adat keagamaan asli Jawa yang percaya pada alam ghaib dengan pengaruh Hindu-Budha dari zaman Majapahit dan pengaruh agama Islam dari zaman Demak. Dalam perkembangannya, paham keagamaan kejawèn tersebut kadangkala lebih condong kepada Hindu-Budha, kadangkala lebih condong pada Islam, atau lebih mengutamakan kejawaannya, dan atau kemudian ada pula yang condong pada Kristen-Katolik. Kecederungan itu ada yang sifatnya sebagai pedoman hidup dan ada yang sifatnya mengejek dan mencela antara satu dengan yang lain.
Upacara pokok kejawèn adalah slametan, yaitu perjamuan kerukunan sosio-religius yang diikuti oleh para tetangga bersama dengan beberapa sanak saudara dan sahabat. Upacara ini diadakan bertepatan dengan saat-saat penting di dalam kehidupan (perkawinan, kehamilan, kelahiran anak, kematian, dll.), peristiwa-peristiwa komunal yang setiap tahun diadakan (bersih desa, pesta dusun/kampung yang setiap tahun diadakan bersama dengan upacara pembersihan atau persucian tertentu) dan segala macam kesempatan bila kesejahteraan umum dan keseimbangan digoncangkan. Pandangan religius kejawèn dipusatkan pada kesatuan hidup. Dalam ungkapan upacara-upacara simbolis, pandangan ini berpusat pada kesatuan harmonis dalam lingkungannya sendiri, entah itu keluarganya, tetangganya atau desanya. Dalam ungkapan yang mistik, agama Jawa memusatkan perhatiannya kepada hubungan langsung dan pribadi seseorang dengan “Yang Tunggal”. Kebangkitan aliran kejawèn dewasa ini tidak terlepas dari pandangannya terhadap agama-agama yang ada di Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tidak berarti bangsa Indonesia seluruhnya beragama, karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan monopoli pemeluk agama saja, akan tetapi hak setiap orang sekalipun tidak mengikuti agama tertentu. Pengikut aliran kejawèn adalah orang yang ber-Tuhan, akan tetapi belum tentu beragama (resmi yang diakui di Indonesia). Mereka menghayati dan menyembah Tuhan dengan caranya sendiri di luar ajaran agama dan ternyata mendapatkan apa yang mereka cari. Atas dasar hal itu, selanjutnya mereka berusaha membentuk organisasi baru dan tersendiri yang serupa dengan agama. Mereka merasa lebih cocok dengan cara penghayatan yang mereka temukan daripada cara yang diajarkan agama yang mungkin pernah mereka peluk.
Ruqyah (dengan huruf ra’ di dhammah) adalah yaitu bacaan untuk pengobatan syar’i (berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama) untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna bagi penyakit hati dan fisik dan bagi penyakit dunia dan akhirat. Bagaimana mungkin penyakit itu mampu melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika firman-firman itu turun ke gunung makai ia akan memporakporandakan gunung gunung. Oleh karena itu tidak ada satu penyakit hati maupun penyakit fisik melainkan ada penyembuhnya.
Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun.
9. Mengusap yang sakit dengan tangan kanan.
10. Bagi yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang
Ruqyah adalah Seni Penyembuhan dari segala macam penyakit baik fisik, psikis, gangguan makhluk halus maupun serangan sihir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Sholallau ‘Alaihi wassalam (Seorang Nabi Utusan Tuhan Terahir di Muka Bumi ini). Selain itu Ruqyah juga merupakan seni perlawanan, perlindungan dan pembentengan diri dari segala macam mara bahaya yang bersifat fisik, maupun psikis.
Energi Ruqyah berasal dari keberkahan dan mu’jizat bacaan ayat Suci Al Qur’an dan Doa-doa Nabi Muhammad SAW.
Agar rumah tidak seram dan angker laksana kuburan. Agar rumah tidak menjadi tempat nongkrong Iblis dan syetan, supaya rumah menjadi sarang kebaikan dan keberkahan, maka hiasilah dengan sholat-sholat sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah. Beliau bersabda, “Kerjakanlah sholat kalian di rumah, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar).
Yang dimaksud di sini adalah sholat sunnah, sebagaimana diterangkan dalam riwayatnya yang lain, “Wahai manusia, sholatlah di rumah kalian. Karena sesungguhnya sholat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam sabdanya yang lain, “Apabila seseorang telah melaksanakan sholatnya di masjid, maka hendaknya ia memberikan bagian dari sholatnya untuk rumahnya. Karena Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya karena sholat yang dilakukannya.” (HR. Muslim)
Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Seperti halnya manusia yang merupakan bagian dari alam, maka karya manusia yang timbul itu pada hakekatnya merupakan sebagian dari alam itu juga.
Oleh karena itu suatu karya seharusnya tidak menimbulkan disharmoni dengan alam sekitarnya maupun disharmoni dengan manusia calon pemakai itu sendiri.
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasFitri Indra Wardhono
Secara umum, buku ini memuat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang dan
pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan serta pedoman praktis yang dapat digunakan
di dalam penataan ruang kawasan-kawasan spesifik seperti perkotaan, perdesaan, wilayah
pariwisata di pesisir, dan di kawasan rawan bencana longsor.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasFitri Indra Wardhono
Teori menyebutkan bahwa salah satu cara yang efektif dalam membangun
wilayah adalah melalui pengembangan kawasan, lebih khusus lagi melalui
pendekatan klaster. Dalam suatu klaster, berbagai kegiatan ekonomi dari para pelaku
usaha saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain menghasilkan barang
dan jasa yang unik. Bagaimana mengembangkan kegiatan usaha yang saling
mendukung itu merupakan kunci bagi pengembangan ekonomi suatu wilayah.
Buku “Penyusunan Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk
Percepatan Pembangunan Daerah” ini disusun berdasarkan penelaahan literatur
dan pengamatan lapangan. Banyak kajian telah dilakukan dan banyak buku telah
ditulis mengenai berbagai aspek pengembangan kawasan, namun yang
menggabungkan semua kajian dan buku tentang pengembangan kawasan-kawasan
itu menjadi satu masih belum ada. Buku ini dimaksudkan untuk mengisi kekurangan
itu.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi
Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun dan khususnya tingkat
kabupaten/kota, bahkan bagi tingkat kecamatan dan desa dalam menyusun
perencanaan pengembangan kawasan di wilayahnya, baik secara individual maupun
secara terpadu. Diharapkan buku ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun program, kebijakan dan rencana pengembangan kawasan.
Buku ini akan terus disempurnakan agar semakin memenuhi kebutuhan
semua pihak. Untuk itu saran perbaikan dari para pembaca dan pengguna buku ini
sangat diharapkan.
2. 2
Daftar Isi
Artikel 1 : Menelisik Anasir Diri ..........................................................3
Artikel 2 : Apakah Diri Ini ?.................................................................4
Artikel 3 : Proses Mati Sebelum Mati...............................................30
Artikel 4 : Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal............................................32
Artikel 5 : Menengok Kilasan Sandiwara Dzat..................................51
Artikel 6 : Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?....................76
Artikel 7 : Esensi Khalifatullah........................................................148
Artikel 8 : Makrifatullah, Sulitkah ?? ..............................................152
Artikel 9 : Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher .........................155
Artikel 10 : Sang Wajibul Wujud.....................................................221
Artikel 11 : Sang Fana.....................................................................273
3. 3
Artikel 1 :
Menelisik Anasir Diri1
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali :
• Orang-orang yang beriman, dan
• Mengerjakan amal soleh, dan
• Nasihat menasihati supaya tetap menaati kebenaran, dan
• Nasihat menasihati pula supaya tetap berada dalam
kesabaran.
1
http://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian-
1/
4. 4
Artikel 2 :
Apakah Diri Ini ?
Sepenggal pertanyaan ini telah terlontar sejak Nabi Adam As.
diciptakan pertama kali oleh Allah. Saat itu, MALAIKAT mau-
pun golongan JIN yang duduknya sudah disejajarkan dengan
Malaikat, terheran-heran dengan bentuk Adam As ini, sehing-
ga akhirnya, berdasarkan itu, tergelarlah sebuah SANDIWARA
ALLAH terhadap DZAT-NYA sendiri, yang telah membawa :
• Adam As turun ke muka Bumi untuk mengemban tugas
khalifatullah, yang memang telah di taqdirkan untuk beliau
sandang.
• Malaikatpun akhirnya menjalankan taqdirnya sendiri pula
sebagai anasir yang sangat patuh dan tunduk kepada Allah,
seperti halnya
• Golongan JIN yang tadinya sejajar dengan malaikat, juga
menjalankan taqdirnya sebagai anasir yang selamya tidak
akan patuh kepada Allah, sehingga ia pun kemudian dijuluki
dengan sebagai IBLIS.
Di antara sesama umat manusiapun sebuah pertanyaan itu
tadi seperti tak habis-habis dibahas, diteliti, diseminarkan, dan
dikira-duga sejak berbilang zaman yang lalu sampai dengan
sekarang ini, sehingga di depan kitapun saat ini terhidang
beragam menu yang kesemuanya bercita rasa diri dengan
racikan bumbu penelisikan yang sangat berbeda-beda.
5. 5
Ada cita rasa diri menurut racikan bumbu penelisikan :
• orang awam,
• orang agamis,
• orang atheis,
• orang sekuler,
yang variannya masing-masing sangat banyak sekali. Banyak
sekali, sehingga kitapun jadi bingung untuk mengenal diri kita
sendiri. Karena bingung, maka kitapun akhirnya banyak yang
salah dalam melangkah dan menempatkan diri di hadapan
Allah, apalagi di depan sesama manusia dan makhluk Allah
yang lainnya. Dan keadaan itulah yang telah menjadi penye-
bab dari penderitaan dan kepedihan kita yang seakan-akan
tidak habis-habisnya menghantui kita.
Anasir diri kita yang paling banyak racikan bumbu peneli-
sikannya adalah HATI, HEART, QALB. Mulai dari letaknya,
bentuknya, dan pembersihannya. Kemudian ada pula peneli-
sikan untuk RUH, JIWA, AKAL, PIKIRAN, BATIN, ROHANI, NYA-
WA, JASMANI, SANUBARI, NURANI, SUK-
MA, PERASAAN, ENERGI HIDUP, dan seba-
gainya yang ternyata racikan bumbunya
seringkali membuat kita meringis-ringis
“kepedasan”, karena saking berpilin-pilin-
nya. KUSUT.
Belum lagi kalau semuanya itu dihubungkan dengan masalah
MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, BERPIKIR, BERSUARA dan
termasuk masalah SYURGA dan NERAKA, yang sungguh telah
6. 6
menyita waktu kita, sehingga kitapun kehilangan waktu ter-
baik kita untuk mewujudkan fungsi kekhalifahan kita di muka
bumi ini. Padahal penelisikannya seringkali memakai ayat Al
Qur’an dan Al Ha-dist yang sama. Tapi hasilnya kok bisa
berbeda dengan sangat signifikan ? Oleh sebab itu, marilah
kita mencoba menerobos titik-titik kebingungan itu dengan
kembali berpikir sederhana terhadap beberapa ayat Al Qur’an
yang dengannya Allah me-nerangkan sendiri tentang diri kita
ini.
Saat Allah bercerita tentang ANASIR JASAD atau TUBUH kita,
maka SIFAT dari anasir tubuh kita itu adalah sama dengan
TANAH. Tanah yang dibentuk menjadi berbagai instrument
tubuh dengan qada dan qadarnya masing-masing. Instrumen
yang terpenting diantaranya adalah:
1. OTAK,
2. JANTUNG,
3. LEVER,
4. GINJAL,
5. ALAT-ALAT INDERA,
6. ALAT PEMBUANGAN SAMPAH,
dan
7. ALAT BERKEMBANG BIAK.
Alam JASAD atau TUBUH ini disebut juga ALAM FISIK. Alam
yang bisa di identifikasi dengan menggunakan alat pengindera
kita.
7. 7
Al Mu’minuun 14
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
ANASIR yang terkait kuat dengan JASAD ini adalah NYAWA.
Tanda-tanda kita masih bernyawa adalah adanya PERGE-
RAKAN dan PERTUMBUHAN saat kita masih berada di alam
rahim ibu kita, dan juga adanya NAFAS saat kita sudah berada
di LUAR alam rahim ibu kita. Sebagai orang yang HIDUP, kita
harus punya JASAD dan NYAWA. Tanpa Nyawa kita disebut
orang yang telah MATI.
Allah memberi tahu bahwa Allahlah yang menghidupkan tu-
buh kita itu dan Allah pulalah kelak yang akan mematikan
tubuh kita itu.
Yunus : 56
“Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Setelah Allah MENYEMPURNAKAN anasir JASAD dan NYAWA
kita di alam rahim ibu kita, Allah kemudian memasukkan ana-
sir baru ke dalam jasad yang sudah diberi Nyawa itu, yaitu
anasir RUH. Allah tidak menjelaskan kepada kita tentang
8. 8
anasir Ruh ini. Misalnya : Ia terbuat dari anasir apa, bentuknya
seperti apa, dan sebagainya. Ia tetap akan menjadi rahasia
Allah sepanjang masa. Hanya sedikit saja dari rahasia Ruh itu
yang diberitahukan kepada kita.
QS. Al Hijr (15 : 29).
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan ke dalamnya RuhKu, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud.”
QS. Al Israa’ (17 : 85).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ruh. Katakanlah:
“Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”
Sekarang kita sudah punya tiga anasir dari diri kita, yaitu
JASAD, NYAWA, dan RUH.
JASAD JASAD adalah Anasir FISIK dari diri kita, atau
bisa pula disebut sebagai anasir LAHIRIAH.
Sedang RUH adalah Anasir NON FISIK dari diri
kita, atau bisa pula disebut sebagai anasir
BATINIAH, atau ROHANI, atau ROHANIAH.
Jasad juga adalah alat pengembaraan kita di
alam LAHIRIAH, sedangkan RUH adalah alat
pengembaraan kita di alam RUHANIAH.
Sebagai alat, baik di alam lahiriah maupun di
9. 9
alam ruhaniah, kedua-duanya (JASAD dan
RUH) tidak akan bisa kemana-mana kalau
tidak ada PILOT atau SOPIR yang
mengendalikannya. Siapakah Sang Pilot ini ?
NYAWA NYAWA adalah anasir yang menghidupkan
JASAD kita. Ia adalah anasir yang akan tetap
terhubung dengan Jasad sampai akhir dari
umur kita yang telah ditentukan. Bisa 1
tahun, 20 tahun, 50 tahun, bahkan 100
tahun. Tanda-tanda bahwa nyawa kita masih
dikandung badan adalah adanya gerak nafas
kita dan gerak denyut jantung kita. Nyawa
itulah yang menjadi pertanda bahwa jasad
kita masih hidup. Nyawa itu bergerak
bersama NAFAS kita. Kalau nafas kita sudah
berhenti, maka nyawa kitapun akan hilang.
MATI. Sedangkan RUH adalah anasir diri kita
yang tidak pernah mati. Ruh akan tetap
hidup walaupun Jasad kita sudah mati.
RUH RUH adalah diri kita dalam bentuk Anasir
Batin yang bisa berada bersama JASAD dan
NYAWA, dan bisa pula terpisah sebagai
Anasir yang berdiri sendiri. Ruh akan terpisah
dari Jasad dan Nyawa ketika kita TIDUR.
10. 10
Nantinya, kalau kemudian Allah masih
berkenan, maka ketika kita bangun dari tidur
Ruh kita akan dikembalikan oleh Allah
kepada JASAD kita.
Tentang JASAD, NYAWA, hampir semua orang bisa memahami
dan menerima bahwa ia adalah CIPTAAN Allah. Hanya saja
tentang RUH, selama ini banyak orang yang ragu-ragu untuk
menyikapi apakah ia itu ciptaan Allah atau atau bukan. Sebab
Allah sendiri di dalam Al Qur’an juga menyebutkan RUH itu
sebagai MIN-RUHI (RUH-KU).
Maka sampai sekarang ada dua pendapat utama yang berke-
naan dengan RUH ini. Marilah kita lihat sejenak :
Pendapat
pertama
Ruh itu adalah murni ciptaan Allah seperti
juga dengan ciptaan-ciptaan Allah yang
lainnya.
Pendapat
kedua
Ruh itu adalah milik Allah sendiri yang
diberikan kepada manusia, sehingga dengan
begitu ada yang mengaku bahwa ia yang
hakiki adalah Ruh Allah.
Kedua pendapat ini sekilas seperti tidak ada titik temunya
sama sekali, sehingga tidak jarang pula terjadi pergesekan di
antara para pemegang pendapat yang satu dengan yang
11. 11
lainnya. Padahal kalau kita lihat dengan memakai Kacamata
Makrifatullah, maka kebingungan itu akan segera sirna.
Tapi sebelum melihat hakekat kesemuanya itu, marilah seje-
nak kita terlebih dahulu melihat sebuah lagi anasir diri kita
yang nyaris saja tetap menjadi sebuah rahasia yang luput
menjadi perhatian kita. Yaitu Sang Sopir, Sang Pilot. Anasir
yang dikatakan oleh Allah di dalam surat As Sajdah ayat 7-9,
yang kemudian diperkuat oleh surat Al Qiyamah ayat 14.
As Sajdah ayat 7-9
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-
baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniup-
kan kepadanya RUH-NYA dan Dia menjadikan bagi kamu pen-
dengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur”.
Al Qiyamah, ayat 14
“Bahkan pada manusia itu di atas dirinya ada yang tahu
(BASHIRAH)”.
Sang Sopir adalah anasir yang bisa :
1. melihat,
2. mendengar,
3. berpikir, dan
4. merasakan.
12. 12
Anasir ini bisa disebut dengan berbagai nama, misalnya:
1. HATI, atau
2. AKAL, atau
3. PIKIRAN, atau
4. HATI SANUBARI.
Pada anasir ini ada kemampuan yang membuat ia serba tahu
sehingga ia disebut juga sebagai bashirah, atau dalam bahasa
umum disebut sebagai :
1. MATA HATI, atau
2. MATA AKAL, atau
3. MATA PIKIRAN, atau
4. MATA SANUBARI.
Bashirah
Hati Mata Hati
Akal Mata Akal
Pikiran Mata Pikiran
Sanubari Mata Sanubari
13. 13
Jadi Mata Hati itu melekat pada Hati. Bahwa:
1. Hati adalah untuk mengingat, berpikir, dan merasakan;
dan
2. Mata hati untuk melihat dan mendengar.
Untuk anasir keempat ini, Sang Pilot, mari kita sederhanakan
sebutannya sebagai PIKIRAN atau MIND saja. Pikiran ini tidak
terikat kepada JASAD maupun RUH. Ia bisa berada bersama
JASAD dan bisa pula bersama RUH saja. Ia adalah anasir yang
BEBAS. MERDEKA.
Tempo-
tempo Sang
Sopir bisa
berada di
alam
JASADI
• Ia bisa MENGETAHUI seluk beluk Alam
Lahiriah baik melalui pengembaraan
bersama FISIK maupun melalui
pencitraan Panca Indera Lahiriah, dan
• Ia bisa pula BERPIKIR dan MERASAKAN
suka-duka yang menimpa Jasad kita
melalui aktifitas OTAK lahiriah yang
berada di dalam kepala kita.
Pengungkapan suka dan duka itupun bisa
kita lakukan melalui SUARA yang akan
terdengar oleh telinga lahiriah kita.
Tempo-
tempo Sang
Pilot juga
Ruhani yang bisa ia selancari dengan
mengendarai kendaraan RUH :
• Pengembaraan di alam ruhani ini bisa
14. 14
bisa berada
di alam
RUHANI
ia lakukan saat jasadnya TIDUR yang
wujudnya adalah perjalanan ke alam-
alam mimpi.
• Namun, tidak hanya melalui pintu
tidur, perjalanan ke alam ruhani ini
dapat pula ia lakukan apabila ia sudah
bisa memisahkan RUH dari JASAD
secara sadar, yang sering disebut
orang sebagai pengalaman OBE (out of
body experience), atau Perjalanan
Astral.
Namun, ada
satu lagi
perjalanan
yang bisa
dilakukan
oleh Sang
Pilot ini,
yaitu
Perjalanan
Ruhani
Perjalanan Ruhani yang terjadi dan
terlaksana HANYA dan HANYA dengan
sebab ia MENGINGATI ALLAH. Sungguh
Perjalanan Ruhani karena ia mengingati
Allah ini sangat-sangat berbeda dengan
Perjalanan Astral yang banyak dijajakan
oleh berbagai kalangan saat ini. Walau
keduanya adalah perjalanan Sang Pilot di
luar Alam JASADI untuk masuk ke Alam
Ruhani, tapi beda keduanya seperti
berbedanya langit dan bumi.
Kita sudah tahu bahwa untuk mendengar dan melihat di alam
jasmaniah kita membutuhkan MATA dan TELINGA. Akan tetapi
15. 15
untuk melihat dan mendengar di alam ruhaniah kita membu-
tuhkan MATA HATI atau MATA RUHANI. Begitu juga untuk
berpikir dan merasakan di alam jasmaniah kita membutuhkan
OTAK yang ada di rongga kepala
kita. Sedangkan untuk berpikir dan
merasakan di alam ruhaniah kita
hanya membutuhkan satu alat sa-
ja, yaitu HATI yang juga berkorelasi
sangat erat dengan OTAK RUHANI kita. Ya…, hati yang berguna
untuk melihat dan mendengarkan serba serbi alam ruhaniah
itu ternyata bukanlah terletak di DADA kita. Tidak. Ia lebih
dekat kepada OTAK yang berada di dalam kepala kita.
Alam
Jasmaniah
Alam Ruhaniah
Mendengar
dan Melihat
MATA dan
TELINGA
MATA HATI atau MATA
RUHANI
Berpikir dan
Merasakan
OTAK
HATI yang juga berkorelasi
sangat erat dengan OTAK
RUHANI
Hanya saja karena kita sudah terbiasa berkata bahwa hati kita
terletak di dalam dada kita, maka kita seakan-akan merasakan
hati kita itu memang adanya di dalam dada kita. Al Quran juga
seakan-akan mengiyakan bahwa hati itu terletak di dalam
16. 16
dada kita, SUDUR. Dan kalau kita sedang marah, dada kita
seperti sempit dan nafas kita tersengal-sengal seperti kita
sedang naik ke langit yang tinggi. Akan tetapi keadaan dada
kita yang seperti itu hanyalah sekedar sebuah AKIBAT saja dari
keadaan Hati, atau AKAL, atau PIKIRAN kita yang berada di
dalam otak kita. Tapi kalau ada yang tetap tidak setuju tentang
letak hati ini yang ada di dalam kepala, ya tidak apa-apa.
Begitu juga untuk mengekspresikan keadaan alam Ruhani itu,
bisa kita lakukan dengan tanpa berkata-kata atau bersuara,
yang disebut sebagai BAHASA HATI, yang juga keberadaannya
bukanlah di dalam dada kita. Tapi di dalam PIKIRAN atau HATI
kita. Bahasa hati adalah sebuah bahasa yang tanpa aksara,
tanpa nada, dan tanpa suara. Seperti halnya bahasa seorang
bayi yang sedang tidur lelap. Tapi dalam tidurnya, ia bisa
tersenyum bahagia, yang bahagianya itu bisa pula menyebar
dan menular kepada orang-orang yang melihatnya. Kalau bagi
kita, orang dewasa, bahasa hati ini lebih dekat kepada bahasa
INGATAN.
Ketika shalat,
. . . agar shalat kita itu khusyuk,
. . . kita sebagai Sang PILOT haruslah mampu melakukan dan
menjaga sebuah sinkronisasi yang sangat intens dan istiqamah
antara aktifitas jasmaniah dan aktifitas rohaniah kita pada saat
yang bersamaan:
17. 17
Mulut dan
lidah kita
mengucapkan bahasa LIDAH, dan
bahasa SIKAP tubuh kita yang berupa
puja-pujaan dan penghormatan kita
kepada Allah,
Sedangkan
hati kita
mengucapkan Bahasa HATI kita, berupa
INGATAN kita secara berketerusan
(istiqamah) kepada ALLAH yang kita
puja-puja dan hormati itu.
Bukan hanya itu, ketika :
Mata
lahiriah kita
melihat ke tempat sujud,
Mata hati
kita sudah
bisa pula
dengan
sangat tajam
memandang bahwa di sebalik tempat
sujud itu, bahkan juga di sebalik udara
yang kita hirup, yang wujud semata-
mata adalah kewujudan Dzat-Nya.
Mata
lahiriah
memandang tempat sujud,
18. 18
Mata hati memandang Dzat-Nya yang tidak
terlihat oleh mata lahiriah kita.
Karena aktifitas ruhaniah dan jasmaniah kita saat shalat itu
sudah sinkron tertuju kepada Allah semata, Dzikrullah, di
mana :
Ucapan-
ucapan dan
sikap kita
adalah ucapan dan sikap yang
memuliakan Allah,
Hati kita senantiasa mengingati Allah, dan
Mata Hati
kita
tak lepas-lepas dari memandang Dzat-Nya
yang meliputi segala sesuatu,
Maka Allahpun kemudian berkenan memberikan respon-
respon-Nya ke dalam HATI kita dalam bentuk gegaran, gon-
cangan, atau benturan keras ke dalam HATI kita.
Gegaran itu bukanlah seperti adanya GETARAN atau VIBRASI
yang melanda dan memasuki tubuh kita, dan bukan pula
seperti hasil dari kita mengulang-ngulang (wiridan) mengucap-
kan kalimat-kalimat HIPNOSA tertentu, seperti :
1. aku bahagia,
19. 19
2. aku tenteram,
3. aku tenang,
4. aku memakai POWER (bukan FORCE),
5. aku memaafkan,
6. aku melepaskan,
7. dan kalimat-kalimat HIPNOSA lainnya.
Bukan !!!
Boleh jadi tubuh kita tetap hanya diam. Boleh jadi lidah kita
juga hanya diam dalam sebuah sikap rukuk dan sujud yang sa-
ngat dalam. Akan tetapi HATI kita berkocak keras, seperti ber-
kocaknya lautan yang tengah dilanda oleh angin badai. Karena
ketika itu Mata Hati kita dikejutkan oleh KEWUJUDAN DZAT-
NYA yang mengisi setiap sudut RUANG, MATERI, dan WAKTU.
Dzat-Nya Yang Batin. Kemanapun Mata Hati kita memandang,
yang terpandang adalah Dzat-Nya yang Batin. Dzat-Nya yang
merupakan unsur awal, unsur azali, unsur azazi yang menza-
hirkan semua CIPTAAN, sehingga semua ciptaan bisa pula
disebut sebagai Dzat-Nya Yang Dzahir, yang bisa ter-pandang
oleh Mata Lahiriah kita. Makanya Allah dengan tegas bisa
berkata: “Akulah Yang Batin, dan Aku pulalah Yang Dzahir”.
Karena Yang Zhahir dan Yang Batin itu tak lain dan tak bukan
adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat-Nya yang sedikit dari kese-
luruhan Dzat-Nya yang Maha Indah.
Pada saat-saat seperti itulah hati kita juga seperti disayat-
sayat yang menimbulkan bekas luka yang sangat dalam, se-
hingga setiap kali kita mengingati Allah, setiap kali kita menye-
20. 20
but nama Allah, luka itu kembali merekah dan menganga
lebar. Keadaan hati yang seperti ini akan menyebabkan air
mata kita tak henti-hentinya keluar membanjiri kedua sudut
mata kita.
Untuk beberapa waktu, kita hanya bisa menangis dan me-
nangis. Bisa sehari, bisa pula dua atau lima hari. Itu semua
terjadi karena kita seperti menemukan kembali suasana alam
azali yang sudah lama kita tinggalkan dan lupakan. Sejak
berbilang tahun, kita sudah lupa pintu masuk ke alam azali itu.
Sebuah Alam yang saat itu kita sangat dekat dengan Allah,
sehingga kita bisa berbincang-bincang dengan Allah.
Yang mula pertama dijadikan oleh Allah ialah AKAL, MIND.
Maka Allah berfirman kepadanya, “Menghadaplah!”, lalu
menghadaplah dia. “Membelakanglah!”, lalu membelakanglah
dia (Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin, Bk 1, 308 (1991): Diriwa-
yatkan At Tabarani dari Abi Amaman dengan isnad Dhaif.
Al-A’raf : 172
“Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari
tulang-tulang sulbi mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas
Nafs (anfus) mereka : ‘Bukankah Aku Tuhan kamu ?’ ; Mereka
berkata : ‘Betul ! kami menyaksikan.’ ; Hal ini agar kamu tidak
dapat berkata dihari kiamat : ‘Sungguh kami lalai dari perjan-
jian ini’.
Alam azali itu ternyata bisa kita masuki kembali saat kita hidup
21. 21
di dunia ini dengan melalui PINTU MENGINGATI ALLAH, yang
salah satunya adalah melalui SHALAT. Pintu alam Azali itu
kembali dibuka oleh Allah ketika kita mengingat Allah. Karena
ketika kita mengingat Allah, maka Allahpun berkenan pula
mengingat kita. FADZKURUNI ADZKURKUM.
Sekarang kita sudah menjadi sederhana dalam menelisik
anasir diri kita. Bahwa ternyata anasir diri kita itu ada EMPAT
entity, yaitu :
• JASAD,
• NYAWA,
• RUH, dan
• AKAL (HATI).
Sementara bersama AKAL atau HATI itu ada pula : MATA AKAL
atau MATA HATI.
JASAD adalah tubuh Lahiriah kita, sedangkan RUH adalah
tubuh BATINIAH kita. NYAWA adalah pemberi kehidupan
terhadap JASAD. Jadi NYAWA dan JASAD akan selalu bersama
selama kita masih hidup. Namun nyawa itu TIDAK akan
memberikan kehidupan kepada RUH. Sebab RUH adalah anasir
yang selalu hidup dan tidak akan pernah mati.
Saat kita BANGUN dan SADAR, anasir JASAD, NYAWA, RUH,
dan PIKIRAN (AKAL atau HATI) kita berada dan berkumpul
menjadi satu di dalam JASAD kita. Dengan begitu, kita akan
bisa melakukan berbagai aktifitas kita di muka bumi ini. Kita
bebas pulang dan pergi ke berbagai pelosok dunia. Kita bisa
anasir diri kita
22. 22
menikmati keindahan alam dengan menggunakan panca
indera. Kita bisa merasakan suka dan duka kehidupan. Kita
bisa berpikir dan berkarya membangun peradaban umat
manusia.
Saat kita TIDUR, anasir yang ada di dalam JASAD kita hanyalah
NYAWA saja. Keberadaan nya ditandai dengan NAFAS kita
yang bergerak keluar-masuk paru-paru kita, dan Jantung kita
yang berdetak dengan teratur. Sedangkan RUH + PIKIRAN
dipegang oleh ALLAH di alam RUHANI, sampai nanti kita diba-
ngun kembali (kalau Allah masih menakdirkan kita untuk
hidup). Pikiran yang bersama RUH di alam RUHANI ini bisa
pula disebut sebagai JIWA atau AN NAFS. Kalau kita bangun,
maka AN NAFS ini akan dikembalikan oleh Allah ke dalam
Jasad kita, sehingga kemudian kita bisa kembali menjalani
aktifitas keseharian kita.
Beberapa kemungkinan keberadaan keempat anasir diri kita
itu adalah:
JASAD + NYAWA + RUH +
AKAL, semuanya berada
di dalam jasad kita,
Maka kita disebut Si Sadar
dan bisa berkarya.
JASAD + NYAWA, ada di
dalam tubuh kita,
sedangkan RUH + AKAL
Maka kita disebut TIDUR
yang Lelap.
23. 23
tengah kembali kepada
Allah,
JASAD + NYAWA, ada di
dalam tubuh kita,
sedangkan RUH + AKAL
tengah berkelana di
alam gaib, atau sedang
tersesat di suatu tempat,
Maka kita disebut sedang
BERMIMPI, atau OOBE, atau
TERSESAT tidak bisa pulang
kembali ke Jasad, atau bisa
pula COMA.
RUH sudah bersama
dengan JASAD dan
NYAWA kita, akan tetapi
AKAL kita masih
tertahan di luar JASAD
kita,
Maka kita disebut orang
yang hilang AKAL, GILA, atau
NGAHULEUNG. Kalau bagi
anak-anak, keadaan ini akan
berlangsung saat dia bangun
tidur dan itu terjadi untuk
beberapa waktu lamanya.
Satu atau dua menit. Kalau
bagi orang dewasa, keadaan
ini jelas sekali terlihat pada
Orang Gila.
AKAL sudah bersama
dengan JASAD dan
NYAWA kita, akan tetapi
Keadaan ini biasa
didapatkan oleh orang
dewasa yang disebut dengan
24. 24
RUH masih tertahan di
luar JASAD kita
EUREUP-EUREUP atau
TINDIHAN. Walaupun
rasanya kita sudah berteriak
sekuat tenaga minta tolong,
akan tetapi karena RUH kita
belum ada di JASAD, maka
suara kita itu tidak akan
yang mendengarnya.
RUH + AKAL + NYAWA
sudah diambil kembali
oleh Allah. JASAD sudah
terbaring kaku. Saat
itulah akhir dari hidup
kita.
MATI.
Proses kematian ini diawali dengan RUH kita ditarik kembali
secara paksa oleh Allah dalam sebuah peristiwa sakaratul
maut.
Kalau selama hidup kita, kita tidak pernah
menyerahkan RUH kita itu secara sukarela dan
ridha kepada Allah, maka saat sakaratul maut itu
kita akan gelisah, nafas kita tersengal-sengal. Kita
sangat tersiksa sekali.
25. 25
Kalaulah pada saat-saat yang genting itu TIDAK ada di antara
keluarga kita, yang paling afdal adalah anak kita, yang
membantu kita mengarahkan RUH kita kepada Allah dengan
sukarela, maka alangkah sengsaranya keadaan kita saat itu.
Akan tetapi kalau saat itu ada anak kita, atau saudara kita yang
sudah tahu jalan pulang, dan
dia mengantarkan kita untuk
pulang itu, maka tidak berapa
lama, nafas kita akan jadi
teratur, wajah kita akan tenang
dan damai. Dari ulu hati kita
akan mengalir ruh kita yang
rasanya dingin. Naik kekerong-
kongan, lalu masuk ke dalam kepala kita. Hitam bola mata kita
akan IKUT naik ke arah kening mengikuti perginya RUH kita
itu. Sang Ruh kemudian berputar ke arah belakang kepala kita
untuk kemudian berbalik dan keluar melalui KENING kita.
AKAL kita saat itu masih ada di JASAD kita. Kita masih bisa
mendengarkan suara-suara tangis dan pembicaraan orang-
orang yang ada di sekitar JASAD kita. Tetapi kita sudah tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sebab saat itu RUH kita sudah
meninggalkan JASAD kita untuk pulang kepada Allah.
Anak atau saudara kita yang mengantarkan kita saat itu kemu-
dian akan mendengarkan suara “KLEK”, yang merupakan per-
tanda bahwa saat itu AKAL sudah harus ikut dengan RUH
untuk kembali kepada Allah. AKAL + RUH, yang biasa disebut
dengan JIWA, akan mengalami prosesi untuk pulang ke Alam
26. 26
Barzakh:
Al Mukminun (23):100
“Dan di hadapan mereka ada Alam Barzakh (yang mereka
tinggal tetap padanya) hingga hari mereka dibangkitkan
semula (pada hari kiamat)”.
Setelah RUH dan AKAL meninggalkan JASAD, maka tidak lama
kemudian NYAWA kitapun diambil oleh Allah. Kalau nyawa itu
diambil dari kepala kita, maka kepala kita akan bergerak untuk
terakhir kalinya. Kalau NYAWA itu diambil dari kaki kita, maka
kaki kitalah yang akan bergerak untuk terakhir kalinya. Lalu
setelah itu tinggallah JASAD kita yang kaku dan yang dengan
cepat akan membusuk.
Kalaulah saat kita sakaratul maut itu, kita hadapi dalam ke-
adaan di mana :
• kita tidak pernah sekalipun menyerahkan RUH kita dengan
sukarela kepada Allah dalam sebuah proses Dzikir seperti di
dalam Shalat ataupun Dzikir di luar Shalat, atau
• tidak ada pula anak dan saudara kita yang bisa menun-
jukkan jalan pulang dan mengantarkan kita untuk pulang
kembali kepada Allah,
sungguh saat itu kita sedang berada dalam keadaan nestapa
yang sangat mencekam.
27. 27
Kita tidak pernah
sekalipun
menyerahkan RUH kita
dengan sukarela
kepada Allah dalam
sebuah proses Dzikir
seperti di dalam Shalat
ataupun Dzikir di luar
Shalat.
Kita sedang
berada dalam
keadaan
nestapa yang
sangat
mencekam
Tidak ada pula anak
dan saudara kita yang
bisa menunjukkan
jalan pulang dan
mengantarkan kita
untuk pulang kembali
kepada Allah.
28. 28
Al An’aam (6): 93.
“Alangkah dahsyatnya sekira kamu melihat di waktu orang-
orang zalim (berada dalam tekanan sakaratul maut”.
Sebab, saat RUH kita sudah dipanggil oleh Allah,
Namun AKAL kita masih sibuk dengan semua yang
jadi miliknya saat hidup di dunia,
Maka Perjalanan RUH itu akan terhambat.
Saat itulah AKAL kita akan dimintakan pertanggungjawab-
annya terhadap apa-apa YANG SELAIN DARI ALLAH, yang
membuat kita BINDING (TERIKAT) selama kita hidup di dunia.
Kita akan ditanyai dan dimintakan pertanggungjawaban kita
tentang itu semua. Dan itu dahsyat sekali.
POSISI IDAMAN yang harus dilatih terus oleh orang-orang yang
beriman adalah JASAD + NYAWA ada di dalam tubuh kita, se-
dangkan RUH dan AKAL tengah berada dalam keadaan DZIKIR
kepada Allah (DZIKRULLAH), MENGINGATI ALLAH, misalnya di
dalam SHALAT, dan juga berketerusan di luar SHALAT.
29. 29
POSISI IDAMAN
JASAD +
NYAWA
Ada di dalam tubuh kita
RUH dan
AKAL
Tengah berada dalam keadaan DZIKIR
kepada Allah (DZIKRULLAH),
MENGINGATI ALLAH, :
• di dalam SHALAT, dan juga
• berketerusan di luar SHALAT.
Posisi seperti inilah yang seharusnya kita asah dan kita lakukan
terus menerus (ISTIQAMAH). Oleh setiap orang yang beriman
kepada Allah.
30. 30
Artikel 3 :
Proses Mati Sebelum Mati
Dalam kitab Madarijus Salikin hal ini diterangkan dengan
sangat jelas:
HR. Ibnu Majah, dari Abi Ayyub dan Al Hakim, dari Sa’ad bin
Abi Waqqash, sanadnya shahih.
Apabila kalian melaksanakan shalat maka shalatlah seperti
shalatnya orang yang hendak meninggalkan dunia.
Berdasarkan hadist di atas Imam Al Ghazali menegaskan pen-
tingnya ruhani terfokus kepada Allah saja dalam melaksa-
nakan setiap ibadah, seperti keadaan menjelang kematian. Ia
harus :
• meninggalkan dirinya,
• meninggalkan hawa nafsunya,
• meninggalkan urusan dunianya dalam menuju Allah.
Karena ia sedang berhadapan dengan Allah. Inilah yang
dimaksud oleh Rasulullah, “Al inabatu ila daril khulud wa tajafi
an daril ghurur wa tahabu lil mauti qabla nuzulil maut. Kem-
bali menuju perjalanan ke kampung abadi (akhirat) mening-
galkan kampung penuh tipuan (dunia) merasakan mati sebe-
lum mati” .
Untuk prakteknya silahkan lihat kembali artikel "Mengingati
Allah", kalau berkenan. Sebab kalau kita sudah terbiasa de-
ngan aktifitas seperti inilah nantinya yang akan mempermu-
31. 31
dah kita saat menghadapi proses sakaratul maut bagi diri kita
sendiri, dan juga ketika kita mengantarkan orang tua atau
saudara kita yang sedang dalam keadaan sakaratul maut itu.
32. 32
Artikel 4 :
Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal
Sekarang kita sudah menjadi sederhana saat menelisik diri
kita, bahwa diri kita ini paling tidak terdiri dari 4 anasir utama,
yaitu: JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL.
AKAL AKAL kadangkala kita sebut juga sebagai
PIKIRAN, atau HATI, atau SANUBARI. AKAL
ini juga punya MATA yang disebut dengan
MATA AKAL, atau MATA HATI, atau MATA
SANUBARI.
AKAL/HATI
dan MATA
AKAL /
MATA
HATI
AKAL/HATI dan MATA AKAL / MATA HATI
adalah anasir yang bisa melihat,
mendengar, merasakan, berpikir, dan
mengingat, sehingga HATI dan MATA HATI
ini boleh juga dikatakan sebagai anasir
yang serba tahu (BASHIRAH). Ia adalah
SANG PILOT, SANG SOPIR, SANG KUSIR,
SANG HAKIM, SANG PENGENDALI atas DUA
KENDARAAN yang difasilitasi oleh Allah
kepadanya, yaitu JASAD dan RUH.
NYAWA Sedangkan NYAWA adalah anasir yang
33. 33
memberikan KEHIDUPAN kepada JASAD
sampai waktu yang telah ditentukan.
Kalau kita sudah paham tentang anasir-anasir diri kita ini, dan
kita sudah paham pula cara kerja dan taqdirnya masing-
masing, yang telah dibuatkan oleh Allah, maka kita sebenar-
nya sudah tidak perlu lagi ribet-ribet untuk memahami dan
bergumul setiap hari dengan istilah-istilah yang lainnya.
Misalnya:
• Pikiran Sadar (conscious mind),
• Pikiran Bawah Sadar (subconscious mind),
• Pikiran Tak Sadar (unconscious mind),
• Pikiran Super sadar (Supra conscious mind),
• Perasaan,
• Power,
• Force,
• Quantum ini dan itu (quantum-quantuman).
Lalu dari sana kita pasti selanjutnya akan dibawa ke dalam
dunia terapi-terapian, healing-healingan, power-poweran, dan
meditasi-meditasian. Misalnya, pemulihan jiwa, terapi ini dan
itu, metafisika ini dan itu, spiritualitas ini dan itu, hipnoterapy
ini dan itu, tenaga dalam ini dan itu, meditasi ini dan itu, dan
sebagainya. Dan ternyata kesemuanya itu hanyalah OBJEK
PIKIR yang akan menjadi objek PERMAINAN bagi AKAL atau
PIKIRAN, atau HATI belaka. Sang Pilot.
34. 34
Objek Pikir itu, yang pada awalnya adalah alat
untuk bermain-main bagi Sang pilot. Akan tetapi,
tanpa disadari oleh Sang Pilot, dia sendiri malah
berbalik menjadi objek yang dipermainkan oleh
Objek Pikir itu selama dia masih bertahan di pintu
ingatan kepada objek-pikir itu.
Dan itu tidaklah aneh.
Sebab kesemuanya itu hanyalah proses biasa saja yang terjadi
secara otomatis ketika PIKIRAN atau AKAL masuk ke PINTU
INGATAN tentang salah satu dari Objek Pikir tersebut di atas.
Sekali kita masuk ke PINTU INGATAN tentang Objek Pikir itu,
maka AKAL atau PIKIRAN akan disambut oleh cabang dan
ranting dari Objek Pikir itu yang jumlahnya sangat banyak dan
bervariasi. Objek pikir itu akan menawan kita, memperbudak
kita. Objek pikir itu akan memaksa :
• Kita untuk mengagung-agungkannya,
• Kita akan dipaksa untuk menjajakannya ke sana ke mari,
• Kita dipaksa berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain,
• Kita tidak akan dibiarkannya untuk istirahat barang sesaat-
pun, bahkan
• Kita akan dikejarnya sampai kealam mimpi sekalipun.
Tanpa kita sadari, begitu kita terikat (binding) dengan sebuah
Objek Pikir yang selain dari Allah, maka saat itu juga objek
pikir itu akan menghalangi RUH kita untuk kembali kepada
Allah.
35. 35
Ruh kita akan terpenjara di dalam Objek Pikir itu.
Dan itu sangatlah menyakitkan sekali, sehingga kita disebut
sebagai si Ruhani yang sakit. Tapi Sang RUH punya cara sendiri
untuk bisa terlepas dari penjara objek pikir kita itu. Ia
menggeliat, ya meronta, yang akibatnya akan berpengaruh
buruk terhadap JASAD kita. Rongga dada kita terasa sempit,
nafas kita tersengal-sengal, darah dan sistem hormonal kita
mengalir di luar takarannya yang normal, sehingga membuat
kita ambruk. SAKIT, atau bahkan bisa MATI.
Untuk menahan kita agar kita bisa terus menerus berada da-
lam Pintu Ingatan kepadanya, Objek pikir kita itu akan mem-
beri kita :
• Rasa Bisa,
• Rasa Memiliki,
• Rasa Tahu,
• Rasa Hebat,
• Rasa Senang,
• Rasa Diri.
• Aku…!
Ya… GUE banget begitu loh. Aku ada, Aku Wujud. Karena aku
ada, maka aku akan marah kepada siapun yang menolak aku.
Aku akan balik menghina orang-orang yang berani-beraninya
menghina aku itu. Aku akan hancurkan dia.
Objek pikir itu juga seperti ikut memberi NAFKAH kepada kita.
36. 36
REZKI kita ikut mengalir melalui objek pikir kita itu. Hanya saja
karena umumnya kita adalah orang yang beragama, maka
objek pikir kita itu kemudian kita poles dengan berbagai istilah
dari agama yang kita anut. Kalau tidak maka kita seolah-olah
telah menjadi orang yang lebih hebat dari orang-orang yang
beragama tertentu. Tanpa kita sadari kita telah menciptakan
agama untuk diri kita sendiri, yaitu
agama objek pikir kita.
Sebaliknya, aku akan tersenyum sum-
ringah ketika orang mau mengikutiku.
Aku akan JAIM (Jaga image) dengan
senyuman dan tingkah lakuku yang menandakan bahwa itulah
aku. Aku ada nih…!. Bisik kita kepada mereka, di dalam hati
kita.
Bahkan karena kita merasa ADA, kita merasa WUJUD, maka
kita bisa sampai pada taraf ingin BERBENTURAN atau BERGA-
DUH dengan Allah. Karena begitu kita mengaku wujud, maka
saat itu akan ada dua wujud, yaitu kita yang mengaku wujud
dan Dzat Yang Wajibul Wujud. Saat itu hilanglah Tauhid kita
dengan seketika. Lalu kita “seakan-akan” ingin selalu ME-
NENTANG TAQDIR. Seakan-akan apa yang sudah Allah Taqdir-
kan untuk kita, itu tidak cocok untuk kita.
“Allah kok begitu ya ?, harusnya kan begini. Ya Allah mohon
ubah dong jadi begini…”, rengek kita menghiba-hiba.
“Kenapa…., kenapa…., kenapa… ya Allah”,
37. 37
. . . protes kita hampir setiap hari.
Kalau setiap saat kita merasa bisa untuk menentukan taqdir
kita sendiri, karena kita ADA dan WUJUD untuk menetukan
taqdir kita itu, maka kita disebut sebagai orang yang berpa-
ham MUKTAZILAH atau QADARIYAH, Atau RASIONALIS. Biasa-
nya ungkapan yang kita pakai adalah: “Kita adalah apa yang
kita pikirkan. Kita bisa mengubah masa depan kita dengan
mengubah pikiran kita saat ini atas masa lalu yang telah kita
hadapi”. Jika dalam paham Rasionalis itu, kita poles dengan
istilah-istilah agama, maka kita disebut sebagai kaum RASIO-
NALIS-AGAMIS.
Kalau kita tetap merasa WUJUD,
namun pada saat yang sama kita
merasa tidak akan sanggup untuk
melawan Allah, maka kemudian
kita bersedia untuk tunduk,
menyerah dan takluk kepada
Allah, kita Pasrah saja kepada Allah, maka paham ini disebut
dengan paham JABARIYAH atau FATALIS, yang jika kita poles
dengan agama menjadi FATALIS-AGAMIS.
Paham jalan AMAN, yang paling banyak kita pakai, adalah
Paham ASY’ARIYAH, Pahan Jalan tengah. Dalam paham ini kita
TETAP merasa WUJUD. Cuma saja sesekali kita merasa bisa
meminjam pakai Paham Qadariyah kalau kita merasa bisa
mengubah taqdir kita, dan di lain waktu kita seperti berpegang
38. 38
teguh pada Paham Jabariyah kalau kita merasa tidak bisa
mengubah taqdir kita. Dalam paham ini, kita seperti duduk di
atas PAGAR. Sesekali kita mencondongkan diri kita kepada
Paham Qadariyah, sesekali kita merebahkan diri kita kepada
Paham Jabariyah. Aman.
Tetapi,
. . . ada sebuah paham yang hanya dianut oleh
sedikit umat manusia.
Ya…, hanya sedikit manusia saja bersedia untuk masuk ke
dalam paham ini. Paham yang akan membuat kita menjadi
orang yang aneh dan ganjil. Orang yang hidup “dalam
kesendirian” di tengah-tengah keramaian. Karena di tengah
keramaian itu kita merasa tidak wujud sama sekali. Kita tidak
ada. Kita tidak wujud.
Paham itu adalah Paham Makrifatullah.
Bahwa, semua pembicaraan kita tentang JASAD, NYAWA,
RUH, HATI, dan MATA HATI seperti yang diterangkan di atas,
pada hakekatnya barulah berbicara tentang SIFAT-SIFAT dari
diri kita. Karena masih dalam tatanan SIFAT, maka boleh jadi
ada pendapat lain yang jauh lebih baik dari pendapat ini. Ya…,
nggak apa-apa. Namanya juga berbicara tentang SIFAT. Kita
belum sampai dalam membicarakan diri kita dari segi
39. 39
HAKEKAT. Ya… Hakekat.
Kalau begitu, apa sih HAKEKAT dari semua anasir diri kita yang
telah kita bahas di atas ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus mempertajam
pandangan Mata Hati kita dengan memakai Kacamata Mak-
rifatullah. Tidak bisa tidak…!. Sebab dengan memakai Kaca-
mata Makrifatullah ini, kita akan dikejutkan oleh kenyataan
bahwa :
. . . kita sebenarnya, hakekatnya,
TIDAKLAH WUJUD.
Karena kita sudah dapat memandang dengan Mata Hati kita,
yang sudah menjadi sangat tajam, bahwa yang boleh wujud
hanyalah SATU, yaitu Dzat Wajibul Wujud. Apapun yang selain
dari Dzat Yang Satu itu tidaklah wujud, karena semuanya
hanyalah semata-mata . . .
. . . penzahiran dari Dzat-Nya yang sedikit,
. . . sehingga dengan begitu,
. . . kita tidak sedikitpun berkeinginan
untuk mengaku ADA, untuk mengaku Wujud.
40. 40
Bagaimana kita akan bisa mengaku wujud, sementara kita
hanyalah bagian kecil dari Dzat-Nya yang sedikit dari Dzat-Nya
Yang Maha Besar, dan Maha Agung. Inilah inti dari Tauhid.
Bahwa keempat anasir diri manusia itu, seperti juga ciptaan-
ciptaan yang lainnya, berada di dalam LAUHUL MAHFUZ, yang
dalam paham DZATIYAH dikatakan sebagai TEMPAT Allah
menciptakan seluruh Makhluk Ciptaan-Nya. Semua proses
penciptaan dan penghancuran makhluk yang berada di dalam
Lauhul Mahfuz itu adalah . . .
. . . AKTIFITAS ALLAH belaka terhadap sedikit dari
Dzat-Nya, yang besarnya tidak lebih dari sebesar
butiran pasir di padang pasir yang sangat luas,
atau setetes air masin di dalam samudera raya.
Tatkala itu,
. . . Allah berkata KUN kepada
Dzat-Nya yang sedikit itu,
. . . sehingga kemudian terzahirlah Rencana Induk (Lauhul
Mahfuz) dari semua ciptaan-Nya. Waktu kemudian mengan-
tarkan Rencana Induk itu untuk terzahir menjadi berbagai
ciptaan dan peristiwa-peristiwa dengan Qada dan Qadarnya
masing-masing. Proses penzahiran itu adalah bak sandiwara
belaka bagi Allah. Karena . . .
41. 41
. . . semuanya adalah perbuatan Allah sendiri
terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang telah Dia
isolasi dengan Tabir Nur dari keseluruhan
Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Tabir Nur itu akan membatasi dan memelihara semua ciptaan-
Nya yang berada di dalam Lauhul Mahfuz itu dari kemusnahan
akibat terbakar hangus karena terpandang pada Kemulyaan
Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Yang dicerita-ceritakan oleh Allah di dalam Al Qur’an, hampir
semuanya berkenaan dengan serba-serbi dan perlakuan Allah
terhadap Dzat-Nya yang sedikit itu, yang berada di Lauhul
Mahfuz. Sebutlah ayat mana saja. Misalnya, ayat tentang
Syurga dan Neraka. Maka ayat tentang Syurga dan Neraka itu
tidak lain hanyalah cerita Allah tentang penzahiran dari Dzat-
Nya yang sedikit itu yang nantinya akan diperuntukkan-Nya
pula untuk Dzat-Nya yang sedikit itu yang terzahir menjadi
manusia, jin, iblis, dan malaikat. Insyaallah, kalau Allah ber-
kenan, tentang hal ini akan kita bahas tersendiri pada saatnya.
Sedangkan terhadap Dzat-Nya secara keseluruhan Dia hanya
berkata sangat sederhana, bahwa Dzat-Nya yang keseluruhan
itulah Dzat Yang Awwal. dan Dzat-Nya yang keseluruhan itu
pulalah nantinya Yang Akhir. Dzat Yang Maha Indah, Dzat Yang
Maha Agung. Dzat yang akan membakar hangus apapun juga
yang terpandang oleh-Nya.
42. 42
Jadi SEMUA yang berkenaan dengan CIPTAAN, mestilah ber-
ada di dalam LAUHUL MAHFUZ. Tidak bisa tidak. Sebab apa-
pun juga yang di luar Lauhul Mahfuz, tetaplah Dia akan men-
jadi MISTERI yang ABADI Sepanjang Masa. Misteri yang tidak
sedikitpun disadari oleh para penganut :
• Paham Wihdatul Wujud,
• Paham Nur Muhammad, dan
• Paham Rabithah Mursyid.
Apalagi oleh orang-orang yang Mata Hatinya Buta dan Tuli.
Sedikit dari Dzat-Nya yang terkurung di Lauhul Mahuz itu bo-
leh kita sebut sebagai Dzat Yang Batin. Dzat yang tidak dapat
dilihat dengan mata. Dzat yang tidak dapat diumpamakan,
Dzat yang tidak ada rupa dan warna. Dzat yang tidak bisa
diserupakan dengan apapun juga. Sama halnya dengan Dzat-
Nya secara Keseluruhan yang ada di luar Lauhul Mahfuz. Ya…,
Dialah Dzat Yang Batin.
Dzat-Nya Yang Batin yang sedikit itu kemudian terkena kalimat
KUN dari-Nya, sehingga lalu dari Dzat Yang Batin itu terben-
tuklah Lauhul Mahfuz, atau Gambaran Besar, atau Rencana
Induk yang memuat skenario Allah yang sangat detail dan rinci
terhadap setiap makhluk yang akan Dia ciptakan sebagai
penzahiran dari Dzat-Nya Yang Batin itu. Salah empat dari
semua ciptaan-Nya itu adalah :
• JASAD,
• NYAWA,
• RUH, dan
43. 43
• PIKIRAN,
yang masing-masingnya telah diberikan pula taqdir oleh Allah
untuk dijalaninya.
Dengan begitu, maka RUH, seperti juga JASAD, NYAWA, dan
PIKIRAN, dapat dikatakan sebagai CIPTAAN ALLAH. Karena ia
adalah anasir diri kita yang terkurung dan berada di dalam
ruang penciptaan atau Lauhul Mahfuz. Akan tetapi karena Ruh
kita itu adalah akibat penzahiran dari sedikit Dzat-Nya, maka
Allah berhak pula mengatakan bahwa RUH itu adalah Milik-
Nya.
“Itu RUH-KU”, kata Allah. Bahkan Allah berhak
mengatakan bahwa RUH itu adalah Dia sendiri.
Pengakuan Allah itu sama halnya dengan pengakuan kita
terhadap kuku tangan kita yang kita akui sebagai diri kita,
sebagai milik kita, sehingga kalau ada orang lain menyakiti
kuku kita itu, maka kita berhak untuk berkata: “Kenapa eng-
kau sakiti aku ?” Padahal yang mereka sakiti adalah kuku kita.
Akan tetapi RUH KITA ITU BUKANLAH ALLAH.
Karena ia hanyalah berasal dari Dzat-Nya yang sedikit saja.
Seperti juga kuku tidak bisa mengaku sebagai kita, misalnya si
Deka. Prinsip ini adalah sangat penting untuk kita ketahui,
karena banyak orang yang sudah berada pada kesadaran RUH
44. 44
ini, kemudian malah menyatakan dirinya sebagai Allah. Seperti
yang terjadi pada orang-orang yang berpaham Wahdatul
Wujud.
Kalau kita paham tentang kepemilikan Allah terhadap Dzat-
Nya yang sedikit itu, yang kemudian dizahirkan-Nya menjadi
semua ciptaan, maka . . .
. . . kita tidak akan pernah lagi untuk menghina,
merusak, menghancurkan, atau bahkan hanya
sekedar untuk menyia-nyiakan sedikit dari
ciptaan-Nya yang lain yang diamanahkan-Nya
kepada kita, yang sebenarnya untuk
kita jaga, untuk kita kelola, dan untuk kita
manfaatkan dengan sangat lembut.
Dengan mengimani bawah JASAD, NYAWA, RUH, dan PIKIRAN
adalah ciptaan Allah dengan Taqdirnya masing-masing, maka
kita sudah tidak perlu takut-takut lagi untuk membahasnya
dalam hal fungsi dan aktifitasnya masing-masing. Kita akan
melihat SIFAT-SIFAT-NYA. Sebab kalau mengenai esensi atau
unsur dasarnya kita sudah tidak perlu membahasnya lagi.
Semuanya berasal dari Dzat-Nya yang sedikit. Ya…, hakekat
dari kesemuanya adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat Yang Batin.
Dari Dzat Yang Batin itu terzahirlah sebuah Rencana Induk
45. 45
(Lauhul Mahfuz) tentang perjalanan hidup seluruh makhluk
ciptaan-Nya, termasuk seluruh umat manusia. Proses penza-
hiran Dzat-Nya menjadi seluruh ciptaan-Nya itu mirip sekali
dengan proses kita membangun sebuah rumah dengan segala
isinya. Mari kita lihat :
1. Tahap Pertama, kita buat dulu rencana, gambaran menye-
luruh dari rumah yang akan kita bangun itu. Kita siapkan
gambar detailnya. Kita mengubah atau menzahirkan se-
suatu yang tadinya dalam bentuk batin, yang tidak terli-
hat, menjadi sebuah rencana yang sudah ada pola, ukur-
an, dan bentukmya. Padanannya adalah sama dengan
Lauhul Mahfuz yang dibuat oleh Allah. Hanya saja gambar
detail yang kita buat itu seringkali
ada saja hal-hal yang kita lupakan.
Sedangkan bagi Allah, semuanya
tidak ada yang terlupakan.
2. Tahap Kedua, dalam MASA tertentu, kita mulai menyiap-
kan SARANA atau INFRASTRUKTUR pembangunannya,
mulai dari tanah tempat berdirinya bangunan, pasir, se-
men, besi, atap, batu merah, kayu,
tegel, peralatan pertukangan, dan se-
bagainya. Kurun waktu bagi kita untuk
menyiapkan sarana dan prasarana itu
bisa dalam sebulan atau lebih.
Untuk kehidupan di langit dan di bumi ini, Allah juga me-
nyiapkan SARANA dan PRASARANA atau INFRASTRUKTUR
46. 46
langit dan bumi itu terlebih dahulu, yang lamanya adalah
8 MASA atau 16 Milyar tahun. Dari 16 Milyar tahun itu, 2
MASA (4 Milyad tahun) dipakai Allah untuk menciptakan 7
lapis langit, dan 6 MASA (12 Milyar tahun) untuk
menciptakan bumi dan segala kelengkapannya. Untuk
satu MASA lamanya adalah 2 milyar tahun.
3. Tahap ketiga, setelah semua infrastruktur tersedia, dalam
waktu atau umur tertentu, SATU-PERSATU kita mulai
membangun fondasi, dinding, lantai, pintu, jendela. Ka-
mar, atap, kamar mandi, meja dan kur-si,
taman, dan sebagainya. Apa yang tadi-
nya hanya berupa GAMBAR atau REN-
CANA, kemudian kita wujudkan menjadi
bagian-bagian Rumah dalam WAKTU
yang tertentu.
Jadi, WAKTU atau UMURLAH yang menyebabkan gambar
fondasi bisa tercipta menjadi fondasi benaran. Misalnya dalam
waktu 1 bulan, maka terciptalah fondasi. Begitulah seterusnya
sehingga dalam waktu atau 6 bulan selesailah kita mem-
bangun sebuah rumah utuh dari sebuah rencana yang telah
kita buat sebelumnya. Hanya saja kita tidak punya rencana
tentang berapa lama UMUR rumah kita itu akan bertahan dan
kemudian ia hancur kembali menjadi unsur tanah, kayu, batu,
dan sebagainya.
Begitu jugalah Allah memperlakukan langit dan bumi beserta
segala makhluk yang ada di dalamnya. Khusus untuk tujuh
47. 47
langit dan bumi, Allah memberikan tambahan UMUR kepada-
nya selama 12 Milyar tahun lagi, sebagai tempat untuk tum-
buhnya peradaban umat manusia berikut dengan semua pe-
ran-peran yang menyertainya. Semua Ciptaan yang terzhahir
itu dapat pula dikatakan sebagai perwujudan dari Dzat-Nya
yang Zhahir, sebelum semuanya kembali hancur luluh menjadi
Dzat-Nya Yang Batin (KIAMAT). Jadi ketika Allah berkata
bahwa Dialah Yang Zahir dan Dialah Yang batin, maka Dia
sebenarnya berkata terhadap Dzat-Nya yang terdapat di
dalam Lauhul Mahfuz. Bukan Dzat-Nya yang di luar Lauhul
Mahfuz.
Sekarang marilah kita sedikit lebih fokus terhadap perlakuan
Allah terhadap setiap anasir diri kita.
Allah memberi UMUR untuk kita yang akan menghubungkan
atau menyambungkan antara Rencana Induk Allah (Lauhul
Mahfuz) dengan terzahirnya kita menjadi Manusia. Misalnya,
untuk menzahirkan Rencana
Allah agar kita bisa terlahir
menjadi BAYI benaran, dari yang
sebelumnya hanya dalam
bentuk rencana induk itu, Alah
menakdirkan untuk berlang-
sung selama 9 bulan. Waktu se-
lama 9 bulan itu disebut sebagai
UMUR kita untuk menjadi bayi.
Kalau kita meninggal saat itu juga, maka selesailah tugas kita.
48. 48
Lalu kita berjalan untuk kembali menjadi Dzat-Nya yang batin.
Akan tetapi kalau UMUR kita masih ada, dan panjang pula,
maka kita akan diantarkan oleh WAKTU atau UMUR kita itu
untuk menjalani TAQDIR kita yang berikutnya, yang penuh
suka ataupun duka, menjadi anak-anak, terus remaja, dewasa,
tua lalu mati.
Rencana Allah terhadap kita
tidak hanya berhenti sampai
kita meninggal itu saja. Allah
ternyata masih punya rencana
lain yang harus kita jalani se-
telah kita meninggalkan alam
dunia ini dan kemudian me-
masuki kembali alam akhirat.
Alam yang dulu, di saat-saat awal penciptaan kita, pernah kita
diami.
Sungguh, kita memang adalah berasal dari Dzat-Nya Yang Ba-
tin lalu TERZAHIR menjadi Dzat-Nya Yang Zahir untuk kemu-
dian kita kembali menjadi Dzat-Nya Yang Batin.
• Dari-Dzat-Nya terzahirlah JASAD
• Dari Dzat-Nya terzahirlah NYAWA
• Dari Dzat-Nya terzahirlah RUH
• Dari Dzat-Nya terzahirlah PIKIRAN (Akal, atau Hati, dan juga
Mata Akal, atau Mata Hati).
Masing-masing terzahir dengan TAQDIRNYA sendiri-sendiri.
49. 49
Allahlah yang berbuat sekehendak-Nya, semena-
mena, dan bersandiwara terhadap sedikit dari
Dzat-Nya. Dan sandiwara itu tergelar tanpa henti
di atas panggung sandiwara yang sangat besar
yang disebut dengan Lahul Mahfuz. Kita masing-
masing adalah AKTOR dari sekian banyak aktor
yang terlibat di dalam sandiwara Allah itu.
Dia tidak akan ditanya atas semua perbuatan-Nya itu. Sungguh
celaka kita yang berani-berani berkata: “Mengapa ? Ada apa ?
Dan seharusnya ?”, kepada-Nya ketika kita menghadapi ber-
bagai duka dan nestapa, atau kita berbangga-bangga diri ke-
tika kita mendapatkan suka dan cita selama kita menjalani
peran kita di dalam sandiwara Allah itu.
Bagi kita peran itu bukanlah sandiwara.
Kita akan digiring untuk memerankan
peran kita dengan total.
Setiap skenario yang telah dibuatkan khusus untuk kita di
dalam sandiwara itu, mau tidak mau, terpaksa ataupun redha,
harus kita jalani. Kalau kita harus sakit, maka sakitnya terasa
betul oleh kita. Kalau kita harus berdarah-darah, maka
darahnya akan mengalir keluar dari pembuluh darah kita.
Kalau kita harus mati, maka matinya tidak bisa diundur walau
50. 50
sedetikpun. Kalau kita harus senang, maka senangnya
benaran. Kalau peran itu mengharuskan kita untuk susah,
maka susahnya juga benaran, sampai kita ampun-ampunan.
Sampai di sini, selesailah topik “Menelisik
Anasir Diri”. Selan-jutnya, INSYAALLAH, kita
akan lanjutkan pembahasan yang lebih
dalam melalui artIkel “MENENGOK KILASAN
SANDIWARA DZAT2
”.
2
http://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan-
sandiwara-dzat-bagian-1/
51. 51
Artikel 5 :
Menengok Kilasan Sandiwara Dzat3
Dari beberapa artikel terdahulu, secara berangsur-angsur, kita
telah mulai memahami bahwa :
Pada awalnya hanya Allah saja yang Wujud. Diri-
Nya disebut Dzat Yang Maha Indah.
Al Hadid (57 / 3) :
“Dialah (Dzat) Yang Awal.”
Segala sesuatu, selain Dzat Yang Maha Indah ini, belum ada.
“Tidak ada” juga tidak wujud pada saat awal itu, termasuk
“kosongpun” juga tidak wujud. Yang Wujud hanyalah Dzat-Nya
semata-mata. Karena kalau saat awal itu ada pula “tidak ada
atau kosong”, maka lunturlah TAUHID kita. Karena saat Awal
itu akan ada DUA wujud yang Ada, yaitu Wujud Allah dan ada
pula wujud “tiada” atau “kosong.”
3
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan-
sandiwara-dzat-bagian-1/
52. 52
Kemudian Dia Bersabda :
1. “KUN” kepada sedikit dari Dzat-Nya,
yang besarnya tidak lebih dari
sebutir pasir di padang pasir, atau
Sedikit dari
Dzat-Nya
setetes air asin di dalam samudera.
Dzat Yang sedikit itu kemudian
ditirai oleh 70 tirai cahaya terhadap
Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Ditirai Oleh 70
Tirai Cahaya
Sehingga Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian berubah
menjadi sebuah Ruang Tertutup yang nanti akan
berfungsi sebagai tempat terselenggaranya Pertunjukan
atau Pagelaran Sandiwara Allah terhadap sedikit dari
Dzat-Nya itu, yang akan diubah-suaikan atau dijadikan-
Nya menjadi berba-gai bentuk CIPTAAN dengan peran
yang PERANAN tententu pula. Panggung Sandiwara,
tempat Allah bermain-main dan bersenda gurau dengan
CIPTAAN-Nya itu, disebut LAUHUL MAHFUZ.
2. “KUN”, maka Dzat-Nya yang sedikit
itu kemudian menjadi BATIN dari
semua bakal ciptaan yang akan
diciptakan oleh Allah melalui Dzat-
Nya yang sedikit itu. Sehingga Dzat-
Dzat-Nya yang
sedikit itu
kemudian
menjadi BATIN
Nya yang sedikit itu boleh pula disebut-NYa sebagai
Dzat-Nya Yang Batin. Al Qur’an kemudian mengatakan :”
Dialah (Dzat) Yang Batin.”
53. 53
3. Dari Dzat Yang Batin, kemudian ter-
zahir menjadi Lauhul Mahfuz, yang
merupakan sebuah Skenario Induk
dari Sandiwara Kehidupan yang
akan dilakoni oleh Seluruh Ciptaan-
Nya. Skenario itu sangatlah detail
dan sempurna sekali. Tidak ada satu
skenariopun, walau untuk peran se-
kecil apapun, yang Dia lupakan. Se-
mua tertulis dan terencana dengan
rapi. Sebutlah peran sebuah atom,
sebuah sel, sebuah molekul, atau
seorang manusia, sebuah bintang,
selapis langit, dan sebagainya, maka
Dari Dzat Yang
Batin,
kemudian
terzahir
menjadi
Lauhul
Mahfuz, yang
merupakan
sebuah
Skenario Induk
dari Sandiwara
Kehidupan
TAKDIR untuk masing-masing-masingnya sudah di tulis di
dalam Buku Rencana Induk atau Lauhul Mahfuz itu.
4. Kemudian dari Dzat Yang Batin itu
terzahir WAKTU, UMUR, dan TEM-
PAT, yang boleh dikatakan sebagai
QADA dan QADAR dari berbagai
ciptaan.
a. WAKTU akan mengantarkan
saat awal terzahirnya sebuah
ciptaan yang akan memerankan
peranan tertentu, seperti apa
yang sudah ditulis dan
Dzat Yang
Batin itu
terzahir
WAKTU,
UMUR, dan
TEMPAT, yang
boleh
dikatakan
54. 54
direncanakan oleh Allah di
dalam Lauhul Mahfuz.
b. UMUR akan menentukan
berapa lama ciptaan itu akan
menjalankan peranannya.
sebagai QADA
dan QADAR
dari berbagai
ciptaan.
c. Dan TEMPAT akan mendukung agar ciptaan itu bisa
berlakon dengan sangat sempurna sesuai dengan
SKENARIO atau Qada dan Qadarnya masing-masing.
Qada dan Qadar itu TIDAK akan pernah berubah. Ia
sudah ditetapkan oleh Allah dengan sangat RIGID.
Al A’raaf (7 / 183) :
“Sungguh rencana-Ku amatlah teguh.”
Al Ahzab (33 / 62) :
“Kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada Sun-
nah Allah.”
Tidak ada seorangpun yang bisa mengubah Qada dan Qadar
atau TAKDIR yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya.
Takdir kita masing-masing sudah digantungkan
oleh Allah pada LEHER kita untuk kita jalani.
Waktu, Umur, dan Tempat akan mengantarkan kita untuk
menjalankan peran kita sesuai dengan takdir kita itu, yang bisa
disebut sebagai AMALAN kita. Amalan kita itu akan persis
55. 55
sama dengan catatan takdir kita itu. Nanti diakhirat, kita itu
akan melihat buku catatan amal kita itu dengan sangat jelas,
bahwa amalan kita tidak melenceng sedikitpun dari buku ca-
tatan takdir kita yang telah ditetapkan Allah buat kita. Tidak
ada perubahan sedikitpun dari renca-
na awal takdir kita dengan penza-
hirannya. Semuanya SAMA. Kita tidak
punya pilihan dalam hal ini.
Al Isra (17 / 13) :
“Tiap-tiap manusia itu telah Kami kalungkan catatan amal
perbuatannya pada lehernya.”
Dari Dzat Yang Batin, pada Waktu yang telah ditentukan, ter-
zahirlah berbagai ciptaan, termasuk kita, yang akan menja-
lankan perannya pada tempat dan umur yang tertentu sesuai
dengan takdir yang telah ditentukan. Semua ciptaan yang ter-
zahir itu disebut sebagai Dzat-Nya Yang Zahir. “Dialah (Dzat)
Yang Zahir.”
Karena semuanya adalah Dzat-Nya sendiri, yang berasal dari
sedikit Dzat-Nya, maka oleh sebab itu Allah berhak untuk me-
negaskannya di dalam Al Qur’an bahwa :
Al Hadid (57 / 3) :
“Dia-lah (Dzat) Yang Zahir, dan Dialah (Dzat) Yang Batin.”
Umur akan mengantarkan kita untuk menjalankan peran kita
56. 56
di alam dunia dan di alam akhirat. Untuk menjalankan peran
kita itu, Allah telah memfasilitasi kita dengan empat anasir diri
kita, yaitu : JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL, yang telah kita
bahas dalam artikel “Menelisik Anasir Diri”4
.
Sekarang marilah kita menengok secara sekilas tentang bagai-
mana Jasad, Nyawa, Ruh dan Akal ini menjalankan peranannya
dalam Lakonan Sandiwara Dzat :
Lakonan Sandiwara Dzat
• Panggungnya adalah Lauhul Mahfuz,
• Arena permainannya adalah Bumi dan Langit. Bumi
menggambarkan Alam Dunia, dan Langit
menggambarkan Alam Akhirat.
• Sedangkan Para Pelakon Utamanya adalah kita umat
Manusia, Jin, dan para Malaikat.
• Dekorasi panggungnya adalah Bulan, Matahari, dan
Bintang-bintang.
• Peran pembantunya adalah berbagai Hewan dan
Tumbuhan.
Kalau tentang Arena Permainan (Bumi dan Langit), Dekorasi
Panggung (Bulan, Matahari, dan Bintang-bintang), Pemeran
Pembantu (Hewan dan Tumbuhan), bagi orang yang TIDAK
4
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian-
1/
57. 57
BERIMAN akan terlihat semuanya itu seperti BEREVOLUSI de-
ngan sendirinya. Seakan-akan mereka punya kecerdasan sen-
diri untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan segala kesu-
litan dan tantangan yang disediakan oleh alam. Yang kelihatan
oleh mereka adalah SIFAT yang berubah-ubah, BENTUK yang
bergerak-gerak, TINGKAH yang meliuk-liuk. Mereka TERHIJAB
oleh SIFAT untuk menyadari HAKEKAT. Makanya mereka dise-
but sebagai kaum MATERIALISTIS.
Akan tetapi . . .
. . . bagi orang yang sudah memakai Kacamata
Makrifatullah, semua Sifat yang berubah, Bentuk
yang bergerak, dan Tingkah yang meliuk itu, sudah
direncanakan sejak awal sabda KUN oleh Allah di
dalam Lauhul Mahfuz.
Qada dan Qadarnya sudah ditetapkan oleh Allah sesuai
dengan Waktu yang telah ditentukan. Ketika mulai waktu ber-
jalan, maka segala sifat, bentuk, dan tingkah dari semua Pe-
meran Sandiwara Dzat itupun ikut pula berubah. Karena WAK-
TU adalah JEMBATAN PENGHUBUNG antara Rencana Induk
(Lauhul Mahfuz) dengan Penzahiran atas Rencana Induk
tersebut menjadi segala Sifat, Bentuk, danTingkah dari semua
Ciptaan.
“KUN”, Dzat-Nya yang sedikit (Dzat Yang Batin) diberi Qada
58. 58
dan Qadar oleh Allah, Lalu dari Dzat-Nya itu terzahir menjadi
Rencana Induk (Lauhul Mahfuz). Lalu Dzat-Nya itu diberikan-
Nya pula Waktu dan Umur, sehingga kemudian dari Dzat-Nya
itu terzahirlah Semua Ciptaan-Nya (Dzat Yang Zahir).
Dengan memakai Kacamata Makrifatullah, kita bisa mema-
dang dengan Mata Hati kita bahwa . . .
. . . ternyata ADA Allah yang mengatur SEDIKIT
dari Dzat-Nya yang sudah Dia kurung di dalam
Lauhul Mahfuz dengan 70 Tabir Cahaya, sehingga
dari Dzat-Nya yang sedikit itu terzahir
menjadi SEMUA Ciptaan.
Dia Maha Menciptakan semua makhluk-Nya
melalui Dzat-Nya yang sedikit.
Bukan hanya itu, DI DALAM Lauhul Mahfuz itu;
• Dia Maha Mengetahui semua sifat, bentuk, dan tingkah
dari semua Ciptaan itu. Karena Dia memang Maha Melihat,
Maha Mendengar, Maha Mengawasi MELALUI Dzat-Nya
yang sedikit itu.
• Dia Maha Berkuasa, Maha Mengatur, Maha Menggerakkan,
dan Maha Berkehendak terhadap semua Ciptaan-Nya
MELALUI Dzat-Nya yang sedikit itu.
• Dia Maha Mengaktualisasikan 99 Nama-nama-Nya Yang
Maha Indah terhadap semua Ciptaannya MELALUI Dzat-
Nya Yang sedikit itu.
59. 59
Sedangkan DI LUAR Lauhul Mahfuz, semuanya
akan Hangus dan Musnah “terbakar” oleh
Keagungan Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Dan, untuk menjadi SAKSI atas semua Kehebatan-Nya itu, ma-
ka Allahpun kemudian menciptakan Manusia, Jin, dan Malai-
kat yang akan menjalankan perannya masing-masing. Peran-
peran itu sudah kita bahas pula di lain artikel sebelumnya.
Namun secara garis besar peran-peran itu bisa dibagi dua,
yaitu :
• Ada peran-peran yang menggambarkan siapa yang BISA
untuk bersaksi terhadap Allah, dan
• Ada pula peran-peran yang memperlihatkan siapa yang
TIDAK BISA untuk bersaksi tentang Allah.
Dan tentu saja untuk setiap peran itu ada pula AKIBAT atau
HASIL yang akan diperoleh oleh setiap pemeran dari peran-
peran itu di setiap perputaran waktu.
• Malaikat ditakdirkan untuk bisa bersaksi sepanjang masa.
• Iblis yang tadinya adalah makhluk Jin yang tingkatannya
sudah sama dengan Malaikat, ditakdirkan pula semenjak
ada Adam sampai dengan akhir masa menjadi makhluk-Nya
yang tidak bisa lagi bersaksi terhadap Allah.
• Sedangkan manusia, ada yang ditakdirkan bisa bersaksi
bulat selama hidupnya, seperti Nabi-nabi, Rasul-rasul, dan
orang-orang shaleh; ada yang lebih banyak bisa bersaksi
dibandingkan dengan kelupaan; ada yang lebih banyak
60. 60
lupanya dibandingkan dengan kesaksiannya; dan ada yang
lupanya berketerusan kepada Allah (kafir).
Hanya orang-orang yang sudah bersaksi secara bulatlah yang
akan bisa BERIMAN yang BULAT pula kepada Allah. Untuk
pembuktiannya, akan mengharuskan kita pula untuk BERIMAN
kepada TAKDIR Allah, yang alangkah sulitnya untuk diimani,
kecuali kalau hanya ucapan dibibir saja. Untuk bisa percaya
kepada Allah dan kepada Takdir-Nya dengan bulat, maka di
sinilah dibutuhkan pengenalan kita yang utuh tentang Allah,
Makrifatullah ! Karena dengan ilmu makrifatullah inilah kita bi-
sa melihat bahwa semua ciptaan ternyata adalah penzahiran
dan perlakuan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya sendiri.
Sehingga dengan begitu kita bisa mengerti dengan mudah
bahwa Nabi Adam dan Hawa memang sudah seharusnya ke-
luar dari Syurga, karena takdir Beliau memang sudah ditetap-
kan sebagai Khalifah untuk membangun Bumi yang sudah di-
siapkan oleh Allah sebelumnya. Iblispun sudah takdirnya pula
untuk menjadi makhluk yang akan selalu berkubang dengan
angkara murka, sebagaimana juga Malaikat yang harus men-
jalani takdirnya sebagai makhluk yang akan selalu menyucikan
Allah. Dan Allah sudah menakdirkan pula ketiga macam makh-
luk ini (Manusia, Jin, dan Malaikat) untuk saling berinteraksi
dalam Sandiwara Dzat sampai Akhir Umur dari semua Ciptaan.
Akhirul Kalam, semua ciptaan kembali MUSNAH dan kembali
menjadi Dzat-Nya. Sehingga Dialah Yang Akhir. Dengan begitu
lengkaplah ayat 3 dari Surat Al Hadid berikut ini :
61. 61
Al Hadid (57 / 3) :
“Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Bathin,
dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
• Yang Awal adalah Dzat-Nya Keseluruhan Yang Maha Indah.
• Yang Akhir adalah Dzat-Nya Keseluruhan yang Maha Indah.
• Yang Zahir adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang TERZAHIR
dalam bentuk semua Ciptaan.
• Yang Batin adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang menjadi
Unsur AZASI dari semua Ciptaan.
• Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu yang Terjadi di
dalam Lauhul Mahfuz, di mana Dia Bersandiwara dengan
Dzat-Nya yang sedikit, yang dikurung-Nya dengan 70 Tabir
Cahaya di dalam Lauhul Mahfuz itu.
• Yang Zahir adalah Dzat-Nya, Yang Bathin juga adalah Dzat-
Nya. Dzat-Nya yang sedikit.
Dzat-Nya Yang Zahir akan terlihat oleh PANCA INDERA kita
sebagai SIFAT dari semua Ciptaan, Dzat-Nya Yang Batin akan
terlihat oleh MATA HATI kita sebagai HAKEKAT dari semua Cip-
taan. Kalau sudah begitu maka HATI kita akan mantap untuk
Bermakrifat kepada Allah. MAKRIFATULLAH. Bahwa segala
Sifat dan Hakekat itu hanyalah bercerita tentang SEDIKIT dari
Dzat-Nya, yang besarnya tak lebih dari sebesar sebutir pasir di
padang pasir yang sangat luas, atau setetes air masin di
tengah-tengah samudera, terhadap KESELURUHAN Dzat-Nya
Yang Maha Indah.
62. 62
Wahai sahabat, masihkah kita bisa mengaku ?
• Tidakkah lidah kita ini menjadi KELU saat kita mengingat
Kemahabesaran dan Keagungan Allah kita ?
• Tidakkah kita menjadi MALU untuk menghina sesama cip-
taan ini ?
• Tidakkah kita menjadi SUNGKAN untuk menyiksa sesama
ciptaan ini ?
• Tidakkah kita menjadi TERGETAR saat kita menyakiti se-
sama ciptaan ini ?
• Tidakkah kita menjadi TIDAK ENAK HATI saat kita meng-
hancurkan sesama ciptaan ini ?
• Bukankah kita ini sama-sama Dzat-Nya Yang Zahir ?
• Bukankah kita ini sama-sama berasal dari Unsur Asazi yang
sama, yaitu Dzat-Nya Yang Batin ?
• Dan, bukankah hakekatnya kita semua ini adalah SATU,
yaitu Dzat-Nya Yang sedikit ?
• Dzat-Nya yang Sedikit, yang TIDAK TERPISAH dari Dzat-Nya
Keseluruhan.
• Seperti tidak terpisahnya jari tangan kita dengan diri kita.
• Seperti tidak terpisahnya Belalai dari diri Gajah.
• Seperti tidak terpisahnya setetes air masin dari Samudera.
Sehingga,
• Saat kita menghina sesama ciptaan, Allah berhak untuk
berkata : “Kenapa engkau hina Aku ?”
• Saat kita menyiksa sesama ciptaan, Allah berhak untuk
berkata : “Kenapa engkau siksa Aku ?”
• Saat kita menyakiti sesama ciptaan, Allah berhak untuk
63. 63
berkata : “Kenapa engkau sakiti Aku ?”
• Saat kita menghancurkan sesama ciptaan, Allah berhak
untuk berkata : “Kenapa engkau hancurkan Aku ?”
• Sebaliknya.
• Tatkala kita bisa menabur kebaikan bagi sesama, Allah akan
memperkenalkan, menyanjung, dan membangga-bangga-
kan kita kepada para Malaikat dan Jin.
• Saat kita saling berbagi rezki, Allahpun memperkenalkan
kita sebagai : “Abdur Razak.”
• Lain kali kita disanjung-Nya sebagai Abdul Hadi, Abdul
Salam, Abdul Rahman, Abdul Rahim, dan sebagainya.
• Tapi, perkataan serta sanjungan Allah ini hanya akan bisa
“didengar” oleh orang-orang Allah. Orang-orang yang selalu
berkata : “Cukuplah Allah bagiku….” Dan itu sangatlah
menggetarkan sekali.
Dan yang terpenting di atas semua itu adalah bahwa SEGA-
LANYA sudah ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi. Namun,
BAGI ALLAH, semuanya itu hanyalah SANDIWARA
BELAKA. Sandiwara atas Dzat-Nya sendiri.
Sedangkan . . .
BAGI KITA, peran yang kita sandang dalam
sandiwara itu haruslah kita jalani dengan
BERSUNGGUH-SUNGGUH.
64. 64
Peran yang membuat kita kadang-kadang merasa kembang-
kempis, tunggang-langgang, luluh-lantak, kacau-balau, lintang-
pukang, dan bahkan hancur-lebur, MATI; adakalanya kita bisa
bercengar-cengir, cengengesan, cekikikan, bahkan sampai
mati ketawa; tempo-tempo kita bisa merasa haru-biru, riang-
gembira, asyik-masyuk, dan sebagainya. Dan kesemuanya itu
adalah peristiwa SUNGGUHAN.
Salah satu Sandiwara Dzat yang sedang berlangsung di Indo-
nesia saat ini adalah proses PILPRES 2014-2019. Mari kita lihat
Pilpres ini dengan memakai Kacamata Makrifatullah.
“KUN”, lalu dari Dzat-Nya yang sedikit terzahirlah sebuah
RENCANA BESAR yang sangat
sempurna (Lauhul Mahfuz) ten-
tang sebuah Sandiwara Kolosal
yang kelak para pemainnya ada-
lah semua CIPTAAN. Setiap cipta-
an itu telah dibuatkan oleh Allah
TAKDIRNYA masing-masing. Tepat
SATU TAKDIR untuk setiap cipta-
an. Walaupun terlihat Lautan Kemunginan Takdir di depan
mata kita, namun tetap hanya satu Takdir yang cocok untuk
kita.
Takdir inilah nantinya yang akan mengawal agar setiap ciptaan
itu menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan apa-apa
yang telah ditetapkan untuknya. Takdir itu tidak akan pernah
saling tertukar. Masing-masing tidak akan bisa keluar dari
65. 65
takdirnya itu.
Kemudian Allah menciptakan WAKTU yang akan menjemba-
tani antara rencana Allah dengan penzahiran dari Rencana-
Nya itu di TEMPAT-TEMPAT tertentu. Dari situlah kemudian
terbentuk episode-episode kehidupan yang salah satunya
adalah episode PILPRES Indonesia 2014-2019 yang sedang kita
jalani.
Siapa Presiden kita untuk 2014-2019 itu, sebenarnya sudah
TERTULIS dengan sangat terang benderang di LAUHUL
MAHFUZ. Tapi bagi kita saat ini, misalnya pada tanggal 10 Juni
2014, Presiden itu masih berupa Rencana yang belum terzahir.
Untuk penzahiran Presiden itu, di samping diberi waktu :
• Allahpun MENGILHAMKAN kepada sekian ratus juta pendu-
duk Indonesia untuk membuat aturan-aturan dan kesepa-
katan-kesepakatan. ILHAM itu ada ILHAM FUJUR dan
adapula ILHAM TAQWA.
• Allah mengilhamkan kepada rakyat Indonesia untuk mem-
bentuk kelompok-kelompok yang telah selesai melakukan
proses Pemilu Legistaltif. Kemudian waktulah yang akan
mengantarkan orang-orang yang telah diberi ilham itu
untuk terzahir menjadi koalisi partai-partai peserta pemilu
yang akan mengusung CAPRES/CAWAPRES untuk dipilih
oleh rakyat dalam sebuah PILPRES. Allah kemudian mengil-
hamkan kepada sekian banyak orang untuk mengangkat
PRABOWO/HATTA dan JOKOWI/JK untuk menjadi Capres/
66. 66
Cawapres yang akan dipilih dalam sebuah Pilpres nantinya.
• Pada waktunya, Allah mengilhamkan KEFUJURAN kepada
orang-orang yang takdirnya adalah untuk menjalankan
peran sebagai teman IBLIS. Allah mengilhamkan kepada
mereka cara untuk fitnah-memfitnah, mencaci-maki, ber-
bohong, dan aktifitas lain yang akan menimbulkan keka-
cauan. Lalu semua perkataan, perbuatan, dan taktik untuk
terzahirnya perilaku kefujuran itu, akan mereka lakukan
dengan sepenuh tenaga, waktu, uang, dan pikiran. Black
campaign, intimidasi, pembunuhan karakter, dan kampa-
nye negatif lainnya adalah sebuah kenicayaan saja di te-
ngah-tengah guyuran ilham fujur itu memasuki hati
mereka.
• Namun, pada waktu yang bersamaan, Allah mengilhamkan
pula tentang KETAQWAAN kepada orang-orang yang me-
mang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk menjalankan
peran sebagai orang-orang yang berteman dengan para
Malaikat. Allah mengilhamkan kepada mereka tentang
kebaikan, kejujuran, keharmonian, kebahagiaan, dan seba-
gainya. Dari pikiran mereka kemudian keluarlah perkataan,
perbuatan, dan taktik yang akan menunjukkan bahwa
mereka adalah orang-orang yang bertaqwa.
Boleh jadi pada masing-masing Capres/Cawapres itu orang
yang menjalankan kedua macam PERAN itu ada. Makanya
akan ramai sekali. Mereka tidak akan bisa keluar dari peran
yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk mereka seperti itu.
67. 67
Dalam sebuah debat di Teve, Allah kemudian mengilhamkan
kepada masing-masing Capres/Cawapres itu untuk saling ber-
tukar kata dan kalimat. Untuk kata-kata dan kalimat-kalimat
itu ada pula RASA yang terasa oleh mereka maupun oleh pen-
dukungnya masing-masing. Sehingga mereka bisa berkata
“YES, pilihan gue banget”, atau “terpojok lu, kalah lu dengan
Capres/Cawapres gue ! Dan mereka bisa pulang ke rumah
dengan sebuah mimpi bahwa calon merekalah yang akan
menjadi Presiden/Wakil Presiden dalam waktu dekat.
Semua orang di Indonesia akan menjalankan perannya ma-
sing-masing, sesuai dengan takdirnya, dalam proses Pilpres
itu. Ada yang mendukung dan mengelu-elukan calon tertentu,
ada yang menolak dan menjelek-jelekkan calon yang lain, ada
yang masih ragu-ragu, dan ada pula yang tidak peduli dengan
proses itu. Semuanya itu akan berperilaku sesuai dengan
ILHAM yang telah diberikan oleh Allah agar mereka bisa
menjalankan tugasnya tepat pada waktunya.
Demikianlah, dalam sudut pandangan Kacamata Makrifatullah,
Mata Hati kita akan melihat bahwa apa yang sedang dialami
oleh bangsa Indonesia saat ini,
PILPRES, tak lain hanyalah sebuah Episode Kecil
saja dari sebuah Sandiwara Dzat Yang Maha
Dahsyat. Sandiwara yang dilakukan oleh Allah
terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang sangat kecil.
68. 68
Eposide Kecil itu hanyalah bak sebuah Pagelaran Wayang Kulit
yang pelakonnya adalah kita semua, Bangsa Indonesia. Kita
masing-masing hanyalah sebuah wayang kulit yang secara
ZAHIR terlihat bergerak, berbicara, dan beraktifitas, sesuai
dengan peran kita sendiri, di antara wayang-wayang yang
lainnya. Episode Kecil itu ramai dan riuh rendah sekali. Akan
tetapi yang bergerak, berbicara dan beraktifitas itu ternyata
adalah SANG DALANG.
Kalau kita hanyalah sebuah wayang saja, lalu SIAPAKAH SANG
DALANG, yang membuat si wayang seperti bisa berbicara,
bergerak, dan beraktifitas itu ?
Untuk mengetahui Sang Dalang ini, ada beberapa alternative
pemahaman yang tersedia :
• Pemahaman yang paling banyak
dipakai orang adalah bahwa Sang
Dalang itu adalah ALLAH sendiri. Akan
tetapi paham seperti ini akan segera
Sang Dalang
itu adalah
ALLAH sendiri
membawa kita dengan sangat cepat menuju Paham
Wahdatul Wujud. Sehingga kalau kita mengakui bahwa
Allahlah yang mengge-rakkan kita setiap saat, maka itu
sama saja dengan membawa diri kita untuk lambat laun
mengatakan bahwa Allah adalah saya, atau saya adalah
Allah. Untuk lebih memahami paham ini, silahkan lihat
kembali artikel mengenai Paham Wahdatul wujud.
69. 69
• Ada juga yang memahami bahwa
Sang Dalang itu adalah Ruh yang
ditiupkan oleh Allah ke dalam diri
kita. Dalam paham ini, Ruh-lah yang
menyebabkan kita bisa bergerak,
melihat, mendengar, berbicara,
Sang Dalang
itu adalah Ruh
yang ditiupkan
oleh Allah ke
dalam diri kita.
merasa dan beraktifitas. Itu betul. Akan tetapi kalau kita
memakai paham ini untuk memaknai Sang Dalang, maka
kita akan kesulitan untuk memahami siapa yang mengge-
rakkan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bintang-bintang
yang bertebaran sampai keujung langit. Masak yang men-
jadi Sang Dalang untuk diri kita BERBEDA dengan Sang Da-
lang untuk Alam semesta ? Padahal hanya ada SATU Da-
langlah yang melakukan seluruh aktivitas yang terzahir di
dalam Panggung Pagelaran Wayang Kulit itu.
Jadi dengan memahami bahwa Sang Dalang adalah Ruh, maka
dapatlah dikatakan itu masih kurang tepat. Sebab Ruh
hanyalah salah satu dari empat anasir diri kita yang terdiri dari
JASAD, NYAWA, AKAL, dan RUH. Dan keempat anasir diri kita
itu merupakan penzahiran dari DZAT-NYA yang sedikit.
Oleh sebab itu, untuk bisa memahami siapa Sang Dalang ini
dengan clear, kita harus kembali memakai Kacamata Makri-
fatullah dalam memandang Pegalaran Wayang Kulit itu. Bah-
wa HAKEKATNYA :
• Sang Dalang-lah yang bergerak, melihat, mendengar, mera-
sa, berbicara, dan beraktifitas.
70. 70
• Sedangkan kita sebagai Sang Wayang hanyalah SIFAT-SIFAT
yang terzahir dari apa-apa yang dilakukan oleh Sang Da-
lang.
• Dan di belakang sang Dalang adalah SANG PENANGGAP.
Yaitu orang yang meminta Sang Dalang untuk memainkan
lakonan tertentu, episode tertentu, atau cuplikan tertentu
dari sebuah cerita besar Pewayangan. Sang Dalang hanya-
lah pihak yang Patuh dalam menjalankan perintah Sang Pe-
nanggap. Di belakang Sang Penanggap sudah tidak ada sia-
pa-siapa lagi.
Sang
Penanggap
Sang
Dalang
Sang
Wayang
Maka dengan begitu kita berhenti untuk berpikir lebih lanjut.
Berhenti berpikir itu namanya adalah kita telah
BERMAKRIFAT.
Jadi dengan bergerak . . .
. . . dari Sifat kepada Hakekat untuk kemudian
Bermakrifat,
. . . maka kita akan mudah untuk memahami bahwa . . .
71. 71
. . . kita, sebagai CIPTAAN, hanyalah semata-mata
WAYANG-WAYANG yang tidak bisa berbuat apa-
apa. Tidak bisa melihat, mendengar, merasa,
berbicara, dan beraktifitas.
Benar-benar tidak bisa apa-apa. Sebab pada Hakekatnya
semua itu dilakukan oleh Sang Dalang. Lalu melalui Sang
Dalanglah mengalir semua keinginan Sang Penanggap dalam
Pagelaran Wayang itu. Sang Dalang tidak bisa bermain-main
dan keluar dari pakem yang telah ditetapkan untuknya oleh
Sang Penang-gap.
Dengan begitu, maka kita akan bisa memahami bahwa . . .
. . . Sang Dalang itu adalah DZAT-NYA Yang Sedikit,
yang terkurung oleh 70 Tirai Nur,
di dalam Lauhul Mahfuzdari Keagungan
Keseluruhan DZAT-NYA Yang Maha Indah.
Karena dari Dzat-Nya yang sedikit itulah terzahir semua
aktifitas dari semua Ciptaan. Dan Perlakuan Allah terhadap
sedikit dari Dzat-Nya itulah yang menyebabkan aktifnya semua
Ciptaan-Nya.
Cuma saja bedanya dengan Pagelaran Wayang adalah :
• Ciptaan itu (wayang-wayang) adalah Dzat-Nya yang Zahir.
72. 72
• Dzat-Nya Yang Zahir itu berasal dari Dzat-Nya Yang Batin
(Sang Dalang), yang merupakan sedikit Dzat-Nya dari
keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah (Sang Penanggap).
Jadi . . .
. . . semua yang ada di dalam Panggung Pagelaran
Wayang itu tak lain dan tak bukan adalah
perlakuan Allah sendiri terhadap Dzat-Nya sendiri
pula yang telah dikurung-Nya
di dalam Lauhul Mahfuz.
Keadaan ini terjadi mirip seperti kita memperlakukan tangan
kita mulai dari pergelangan tangan sampai ke ujung-ujung jari.
Kita BATASI arena permainan kita hanyalah sampai sebatas
pergelangan tangan kita ke bawah saja. Kita gerak-gerakan
masing-masing jari tangan kita menjadi 5 karakter sifat yang
saling bermain-main satu sama lainnya.
Nah, mulai dari pergelangan tangan sampai
dengan ke ujung-ujung jari itulah yang bisa
disebut sebagai sedikit dari diri kita (Sang
Dalang) bila dibandingkan dengan keseluruhan diri kita (Sang
Penanggap). Sedangkan jari-jari tangan kita yang ber-gerak,
berbicara dan beraktifitas bisa kita sebut sebagai Sang
Wayang. Kita kurung jari-jari tangan itu di dalam di dalam
arena permaian yang besarnya hanya sebatas pergelangan
tangan kita saja yang boleh diartikan sebagai Lauhul Mahfuz.
73. 73
Jari-jari tangan kita itu tidak pernah bisa mewakili diri kita
secara keseluruhan, sehingga dengan begitu dapatlah kita
umpamakan bahwa Dzat-Nya yang sedikit itupun TIDAK akan
pernah bisa mewakil Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah,
sehingga dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud.
Kalau sudah memahami ini, maka barulah kita akan bisa me-
mahami ayat Al Qur’an yang berbunyi :
Al Anfal (8 / 17) :
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan
bukan kamu yang melempar ketika engkau melempar, tapi
Allahlah yang melempar.”
Sebenarnya Allah-lah yang berkehendak dan beraktifitas kepa-
da semua ciptaan-Nya MELALUI Dzat-Nya yang sedikit. Sehing-
ga dari Dzat-Nya yang sedikit itulah kemudian terjadi semua
aktifitas yang dilakukan oleh semua CIPTAAN. Sehingga lidah
kitapun jadi KELU untuk MENGAKU-NGAKU.
Kita hanya menjadi Wayang,
menjadi KOSONG,
menjadi NOL.
Dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud. Bagaimana
akan menjadi Wahdatul Wujud, wong semuanya itu terjadi ha-
74. 74
nya pada SEDIKIT dari Dzat-Nya saja kok ? Bukan pada kese-
luruhan Dzat-Nya Yang Maha Agung, Yang Maha Indah, Yang
Maha Tinggi, Yang Maha Segalanya.
Inilah pandangan MATA HATI bagi orang-orang yang sudah
tidak buta terhadap HAL atau KEADAAN yang sebenarnya (HA-
KEKAT).
Sehingga kita bisa RIDHO terhadap apa-apa yang
datang dan pergi menyinggahi kita. Artinya tidak
ada lagi PERTANYAAN-PERTANYAAN yang
terlontar dari mulut kita, yang akan menghalangi
kita untuk beriman kepada Rukun Iman yang ke-6.
Beriman TOTAL kepada Qada dan Qadar Allah tanpa reserve.
• Tidak ada lagi tanya KENAPA.
• Tidak ada juga kata SEHARUSNYA.
• Tidak ada pula kata KALAU dan ANDAIKATA.
• Yang ada hanyalah :
• Punya MATA pakailah untuk memandang,
• Punya TELINGA pakailah untuk mendengar,
• Punya TANGAN tepuk-tepuklah bertalu-talu.
• Buatlah diri TIDAK TAHU.
• Telanlah PAHIT ataupun MANIS.
• Namun MULUT tetap Diam.
• Diam tak berbicara.
• Diam tak mengeluh.
75. 75
• Diam dalam tangis ataupun tawa.
• Diam untuk menjadi LAKON.
• Diam dalam menjalankan PERAN.
• Diam untuk menjadi PESURUH SEJATI.
Sampai di sini selesailah artikel Menengok Kilasan Sandiwara
Dzat. Insyaallah, kalau Allah mengizinkan, kita akan lanjutkan
dalam artikel lainnya yaitu “Bagaimana Kalau Kita Buta”5
.
5
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita-
buta-dan-tuli-bagian-1/
76. 76
Artikel 6 :
Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?6
Apa yang akan terjadi kalau . . .
. . . kita tidak berhasil berada dalam posisi sebuah
Wayang terhadap Dalang,
. . . yang dalam Kacamata Makrifatullah adalah SERUPA
dengan posisi Semua Ciptaan terhadap Perlakuan dan Per-
buatan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya ?
Jawabannya adalah . . .
. . . kita akan berada pada sebuah keadaan yang
membuat kita identik dengan
orang yang BUTA dan sekaligus TULI.
Karena kita tidak mampu untuk untuk memandang dan men-
dengarkan KEBENARAN yang sebenar-benarnya Kebenaran
atau HAKIKAT.
Kita hanya akan bermain di tataran SIFAT saja.
6
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita-
buta-dan-tuli-bagian-1/
77. 77
Kalau kita selalu bercerita hanya tentang sifat dan sifat saja,
maka artinya kita hanya akan bercerita tentang semua alam
ciptaan ini dengan hanya memakai SETENGAH dari diri kita
sendiri, yaitu diri kita dari sisi LAHIRIAH saja. Kita hanya akan
bercerita tentang apa-apa yang bisa kita telisik dengan Panca
Indera kita saja. Makanya yang akan ketemu oleh kita adalah
istilah-istilah :
• EVOLUSI,
• Materi dan Energi,
• dualitas Partikel dan Gelombang,
dengan perilaku dan sifat-sifatnya masing-masing yang keli-
hatan bak Lautan Kemungkinan saja.
Dengan hanya memakai setengah diri kita seperti itu,
. . . kita akan luput untuk memahami tentang
SANG PENYEBAB dari terzahirnya
semua sifat-sifat itu, . . .
. . . yang alangkah sempurnanya. Saking sempurnanya Sang
Penyebab itu berbuat dan berperilaku, sehingga . . .
. . . kita seakan-akan bisa
melupakan-Nya sama sekali.
Sang Penyebab telah menirai Diri-Nya dengan sangat sempur-
na melalui tirai sifat-sifat-Nya yang terzahir pada semua
78. 78
ciptaan-Nya.
Kita lalu akan melihat bahwa . . .
. . . semua tumbuhan, binatang, dan manusia
seakan-akan berevolusi dengan sendirinya . . .
. . . untuk menyesuaikan dirinya terhadap tantangan-tantang-
an yang diberikan oleh alam pada waktu-waktu tertentu.
Pemikiran seperti inilah yang coba diformulasikan oleh DAR-
WIN, yang terkenal dengan TEORI EVOLUSI-nya. Sehingga kita
diajak oleh Darwin untuk tidak
malu-malu mengatakan bahwa kita
ini adalah keturunan MONYET yang
telah berevolusi menjadi MA-
NUSIA. Sementara monyetnya sen-
diri masih ada dan hidup berdam-
pingan di hutan sebelah kita.
Begitu juga kalau kita melihat tingkah polah :
• Materi dan Energi,
• Dualitas cahaya dalam bentuk Partikel dan Gelombang,
• Bintang-bintang dengan garis edarnya,
• dan lain-lain sebagainya,
semuanya seperti menari dan berlenggang lenggok dengan
sendirinya di depan mata kita membentuk keindahan yang sa-
ngat mencengangkan. Dan sekali lagi kita akan melupakan
Sang Penyebab dari semua kejadian dan peristiwa itu. Kitapun
79. 79
telah menjadi orang yang materialisitis.
Sebab hanya dan hanya dengan memakai setengah diri kita
yang lainnya sajalah kita akan bisa memandang dengan utuh
tentang Sang Penyebab dari terzahirnya semua sifat-sifat itu.
Dan setengah diri kita itu adalah diri kita yang bersifat
RUHANI, yaitu AKAL atau HATI.
Kalau Akal / Hati kita ini tidak hidup, MATI,
maka kita dikatakan sebagai
orang yang Buta dan Tuli secara hakiki.
Ya… kita seketika itu juga akan berubah menjadi orang yang
BUTA dan TULI. Tapi yang buta itu bukanlah mata kita, dan
yang tuli itu bukan pula telinga kita.
Yang buta dan tuli itu adalah HATI/AKAL kita.
Sebab, walaupun mata kita masih bisa melihat, telinga kita
masih bisa mendengar, tapi hati/akal kita tetap tertutup mati
(tercover) untuk memandang alam HAKIKAT dan MAKRIFAT.
Sehingga tatkala kita berkata-kata
kepada orang lain, kita seperti si bisu
dan si buta yang sedang bercerita
tentang BESARNYA seekor GAJAH de-
ngan hanya memegang ekor gajah,
atau belalainya, atau kupingnya, atau
80. 80
kakinya saja. Tepatnya, kita akan terjerembab untuk selalu
bercerita tentang segala hal tentang SIFAT-SIFAT.
Padahal . . .
. . . kalau kita buta, tuli, dan bisu selama kita
hidup di dunia ini, maka seperti itu pulalah kita
akan hidup kelak di akherat.
Buta, tuli, dan bisu di dunia saja sangatlah tidak enak, apalagi
kalau buta, tuli dan bisu itu terjadi di akhirat kelak. Sungguh
tak terbayangkan sengsaranya.
Sebab . . .
. . . kalau kita jadi SI BUTA di dunia ini, maka
kita akan segera ditangkap dan disandera
oleh berbagai SIFAT
yang ingin menjadikan dirinya sebagai diri kita.
Sifat-sifat itu, apa saja, akan memaksa kita untuk berkata
“aku” kepada siapapun, saat kapanpun, di manapun kita ber-
ada, dan ke manapun kita pergi.
Sifat-sifat itu menyelinap masuk ke dalam otak kita melalui
mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit kita. SEKALI sifat-sifat itu
masuk ke dalam PIKIRAN kita, maka ia akan menetap di sana
membentuk PINTU-PINTU INGATAN yang akan selalu melam-
81. 81
bai-lambai kepada kita untuk kita buka dan masuki di lain
waktu.
Begitu pintu ingatan terhadap sebuah SIFAT kita buka dan kita
masuki, maka ingatan kita akan dipe-
gang dengan sangat kuat oleh sifat itu.
Ingatan kita akan terikat seperti seekor
ikan yang terikat pada sebilah mata
pancing. Semakin kita menggeliat dan
melawan untuk melupakan sifat itu, kita malah akan semakin
tersangkut erat dalam cengkraman sifat itu.
• Kadangkala kita dipaksa oleh sifat itu untuk merasakan
sakit dan capek yang sangat luar biasa.
• Namun di lain waktu kita diiming-imingi oleh sifat itu
dengan rasa nikmat, senang, dan bahagia.
Sampai akhirnya kita akan mengikuti apa saja maunya sifat itu
terhadap diri kita. Lalu hari-hari kita akan disibukkan untuk
membesar-besarkan sifat itu. Kita puja, kita jajakan, kita
sebut-sebut kehebatan sifat itu dengan harapan orang lain
juga mau mengingat-ingat sifat itu setiap saat, seperti yang
kita lakukan.
Karena hati kita buta dan tuli, maka kita akan diperlihatkan
bahwa sifat itu seperti punya KUASA. Sifat itu kita anggap bisa
menentukan masa depan kita. Contoh yang sangat populer
saat ini, tentang kuasa sifat ini, adalah . . .
82. 82
. . . anggapan segelintir orang bahwa GETARAN
atau VIBRASI PIKIRAN dan PERASAAN yang kita
pancarkan bisa mempengaruhi MASA DEPAN
yang akan kita alami dan lalui.
Pertanyaannya nanti adalah bagaimana posisi dari Rukun Iman
yang keenam, percaya kepada takdir baik dan buruk yang
berasal dari Allah. Sebab kalau kita bisa menentukan takdir
dan nasib kita, maka kita sebenarnya telah menciptakan
Rukun Iman yang ketujuh, yaitu kita bebas mengatur masa
depan kita dengan mengatur-atur vibrasi atau getaran yang
berasal dari pengaturan pikiran kita.
Dengan berbagai cara, kita akan diperlihatkan bahwa seakan-
akan vibrasi pikiran dan perasaan (emosi) yang kita pancarkan
akan bisa mempengaruhi perolehan kita di masa depan. Maka
kita akan diperkenalkan dengan konsep POWER dan FORCE ala
David R. Hawkins yang memang sedang mendunia.
Bahwa kalau kalau kita bisa menggunakan
getaran pikiran dan emosi
dengan energi tingkat tinggi, maka kita disebut
sedang menggunakan POWER.
Sebaliknya kalau kita lebih banyak menggunakan
getaran pikiran dan emosi energi tingkat rendah,
83. 83
kita disebut sedang menggunakan FORCE.
• Kalau kita lebih banyak mengalami emosi negatif seperti
rasa minder, rasa bersalah, ketakutan dan depresi, marah
dan sombong, maka kita disebut . . .
. . . orang yang sedang menggunakan getaran
pikiran dan perasaan pada level FORCE dalam
menjalani kehidupan kita.
Hati kita digambarkan sebagai hati yang sempit dan sedang
sakit.
• Sebaliknya kalau kita bisa meningkatkan getaran pikiran
dan perasaan kita sampai ketahapan emosi positif seperti
kerelaan, penerimaan, cinta kasih, suka cita, kedamaian,
apalagi sampai ketahap mendapatkan pencerahan, maka
kita disebut . . .
. . . sedang berada pada wilayah getaran pikiran
dan perasaan pada level POWER.
Di mana keadaan hati kita saat itu digambarkan sebagai
hati yang lapang dan sehat.
Sebenarnya keadaan level perasaan atau emosi kita dalam
istilah Power dan Force ini tidak ada yang baru sama sekali.
84. 84
Dari dulu ya begitu-begitu juga adanya. Dalam bahasa agama
Islam bisa dipadankan dengan istilah :
• Taqwa untuk Power dan
• Fujur untuk Force.
Yang dibicarakan adalah SYMPTON atau GEJALA-GEJALA apa
yang ada di dalam perasaan kita ketika pikiran atau hati kita
tengah berhadapan dengan sebuah objek pikir tertentu. De-
ngan mengetahui sympton itu, kita seperti sudah bisa mera-
malkan atau memperkirakan bagaimana arah jalan kehidupan
yang akan kita jalani esok-esok hari, ketika sympton tersebut
sedang ada di dalam diri kita. Jadi dengan begitu kita sedang
memperbincangkan masalah umat manusia sepanjang masa
saja sebenarnya.
Masalah utama kitakan bukan terletak pada pengenalan symp-
ton-sympton itu. Hampir semua orang, baik yang beragama
ataupun bukan, sudah tahu dengan sympton-sympton itu.
Akan tetapi . . .
. . . bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari
hidup dalam keadaan sympton Force atau Fujur
itu untuk kemudian bisa masuk ke dalam hidup
dengan keadaan sympton Power atau Taqwa.
Inilah yang telah menjadi pencarian panjang umat manusia
sepanjang zaman.
Hanya saja karena kebanyakan kita saat ini benar-benar se-
85. 85
dang Barat-Minded, ditambah lagi dengan telah terjadinya
distorsi yang sangat hebat dalam pengajaran agama-agama,
terutama agama Islam yang notabene adalah agama yang sa-
ngat mutakhir, maka hampir saja praktek-praktek ibadah da-
lam agama Islam ditinggalkan oleh banyak umat islam sendiri.
Begitu juga sebenarnya yang terjadi dengan ibadah-ibadah
pada umat agama yang lainnya, tak terkecuali.
Banyak juga orang sekarang yang
sedang berbondong-bondong
mengikuti gerak langkah pemikir-
an tentang getaran Power, getaran
Force, NLP, Hypnotis dan Hypno-
terapi, serta beberapa varian pe-
mikiran lainnya. Walaupun nama-
nya berbeda-beda, namun ada sa-
tu kesamaan di dalam prakteknya, yaitu . . .
. . . semuanya berkenaan dengan bagaimana kita
mengelola cara berpikir kita dengan mengubah-
ubah OBJEK PIKIR kita, baik dengan usaha kita
sendiri ataupun dengan bantuan orang lain,
sehingga EMOSI kita juga bisa berubah-ubah
sesuai dengan Rasa dari Objek Pikir
yang sedang kita pikirkan itu.
Kalau tadinya emosi kita hanya berganti-ganti dari satu emosi
86. 86
negatif ke emosi negatif lainnya saja, seperti rasa minder, lalu
ke rasa bersalah, kemudian ke ketakutan dan depresi, lalu ke
marah dan sombong, setelah kita mengubah objek pikir kita
kepada sebuah Objek Pikir yang bisa memberikan kita rasa te-
nang dan bahagia, maka emosi kita akan bisa ikut-ikutan ber-
ubah menjadi emosi positif seperti kerelaan, penerimaan, cin-
ta kasih, suka cita, kedamaian, bahkan sampai kita merasa
mendapatkan pencerahan.
Jadi di sinilah menurut mereka kunci untuk mendapatkan per-
ubahan-perubahan emosi kita itu, yaitu cukup hanya dengan
cara mengubah-ubah objek pikir kita dari satu objek pikir ke-
pada objek pikir yang lainnya, sehingga kita seperti bisa mene-
mukan takdir kita sendiri yang katanya seperti lautan kemung-
kinan atau lautan kira-kira. Ah… masak sih Allah Yang Maha
Bijaksana, Maha Hebat hanya mempunyai kekuatan sebatas
kemungkinan atau kira-kira, yang akhirnya . . .
. . . akan sangat tergantung dari usaha kita atau
pola pikiran kita ?
Ya ndaklah ! Insyaallah hal ini akan kita bahas lebih dalam
dalam artikel “Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher7
”,
mohon bersabar.
7
http://yusdeka.wordpress.com/2014/09/24/kalung-yang-sudah-
terpasang-dileher/
87. 87
Misalnya, ketika objek pikir kita adalah masalah-masalah yang
sedang kita hadapi, yang menyebabkan kita dilanda oleh emo-
si negatif, untuk mengubahnya, kita cukup hanya mengubah
objek pikir kita kepada sesuatu yang pernah menggembirakan
dan menyenangkan kita. Dan benar saja, tidak lama kemudian
emosi kita seperti bisa berubah menjadi emosi positif. Kalau
objek pikir kita itu pernah membuat kita bahagia, maka kita
seperti bisa kembali merasakan rasa
bahagia itu. Kalau objek pikir itu suatu
saat dahulu pernah membawa kita
kepada kete-nangan, maka kitapun
seperti dapat kembali merasakan kete-
nangan itu dengan hanya mengingat
objek pikir itu kembali di saat ini. Wa-laupun kadarnya
mungkin sedikit lebih rendah dari ketenangan yang kita ra-
sakan sebelumnya.
Untuk mencapai keadaan seperti itu, nyaris sama sekali tidak
membutuhkan hal-hal yang berkenaan dengan praktek-prak-
tek agama islam yang kita anut, atau agama apapun juga.
Tidak perlu juga menyebut-nyebut nama Allah sekalipun. Bah-
kan menyebut nama Allah atau tidak, keadaannya akan sama
saja. Ini yang aneh !
Seakan-akan dampak dari agama Islam yang kita
anut ini sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan
tidak ada sama sekali.
88. 88
Ini yang sangat mengkhawatirkan sebenarnya.
Hanya saja untuk menimbulkan kesan bahwa kita adalah
orang yang beragama sejak kecil, maka muncullah pencam-
puradukan praktek-praktek agama dengan praktek-praktek
non-agama seperti menggabungkan SHALAT dengan TAICHI,
sehingga shalat kitapun berubah menjadi shalat yang lemah
gemulai seperti sedang berlatih taichi. Lalu saat shalat itu kita
sedang MENGINGAT SIAPA ? Mengingat GETARAN atau aliran
energi taichikah atau mengingat Allahkah ?
Bisa pula kita bermain-main dengan getaran (vibrasi) dari ber-
bagai objek pikir yang sedang kita pikirkan. Kita cukup memi-
kirkan sebuah objek pikir tertentu, baik itu gambar, konsep,
angka, tulisan, huruf, kata-kata, warna,
atau bisa pula kita masuk ke dalam spek-
trum suara atau bunyi tertentu dengan
cara kita mendengarkannya disertai se-
buah NIAT atau keyakinan kita bahwa itu
adalah bermanfaat, maka otak kita akan
meresponnya dengan sangat menakjub-
kan. Kita akan merasakan bahwa semua permainan itu adalah
sebuah KENYATAAN. Real dan terasa ada. Sekeresi hormon-
hormon kita akan terpengaruh, bentuk dari butiran-butiran
darah kita juga berubah-ubah, yang menyebabkan kita bisa
berayun dari satu perasaan ke perasaan yang lainnya.
Permainan seperti inilah memang yang sedang menggejala di
seluruh dunia. Sebutlah apa saja, seperti :
89. 89
• Hipnosis dan Hipnoterapi.
• NLP.
• Ho’oponopono.
• Sedona Method.
• Quantum macam-macam.
• Berbagai macam zikir (wirid).
• Ketawa-ketiwi, lompat-lompat,
goyang-goyang, angguk-angguk,
geleng-geleng.
• Tarik ulur nafas (termasuk zikir
nafas), meditasi cakra.
• Meditasi penelurusan getaran-getaran di dalam tubuh
sendiri maupun di alam sekitar.
• Pengolahan energi, aura, tenaga dalam.
• Jimat-jimat, wafak-wafak, rajah, dan sebagainya.
Sangat banyak sekali, sebanyak apa saja yang BISA dan PER-
NAH kita pikirkan, lihat dan bayangkan, rasakan, dan dengar-
kan. Atau dengan sebuah kata yang sederhana “Apa-apa yang
bisa kita INGAT (REMEMBER, DZIKR).”
Tapi, adakah pengaruhnya ? Ada !
Pengaruhnya untuk ketenangan pikiran dan
perasaan akan terjadi dengan sangat meyakinkan.
90. 90
Ada menangisnya, ada rasa nyaman, ada rasa
bahagia, ada rasa tenang, dan
ada pula ilmu-ilmu yang luar biasa
yang membuat hati kita terasa berbunga-bunga.
Seringkali ujung-unjungnya adalah hal-hal yang berhubungan
dengan alam metafisika dan kesehatan yang katanya adalah
pengobatan secara alaternatif, atau bahasa kerennya pengo-
batan dan olah ilmu secara spiritual. Sangat mengasyikkan
sekali. Tentu saja juga ada rasa marahnya, rasa militansinya,
rasa heroiknya, dan emosi-emosi lainnya.
Dan karena ada pengaruh seperti inilah yang menyebab-
kan . . .
. . . kita mengira bahwa apa yang kita lakukan
adalah BENAR adanya.
Apalagi kalau itu sudah kita tambah-tambahi dengan berbagai
terminologi agama, potongan-potongan ayat Al Qur’an dan Al
Hadist, atau dengan hanya sekedar bahasa arab tertentu, kita
akan terlihat semakin agamis dan meyakinkan. Lalu kita akan
tetap berada dalam keyakinan kita itu sampai ada hal-hal lain
yang lebih baik kita temukan selama dalam perjalanan hidup
kita. Dan tentu saja itu sangat ramai dan riuh rendah sekali.
Sejak lahir sampai dengan saat sekarang, kita telah menumpuk
91. 91
dan membangun berbagai macam ingatan dari berbagai ma-
cam objek pikir. Ingatan itu akan tersimpan dengan baik di
dalam pusat ingatan kita. Tumpukan dan bangunan ingatan
kita itu akan selalu bertambah sampai dengan saat kita kelak
meninggal dunia. Setiap ingatan itu akan mempunyai rasa
masing-masing. Jadi kita bisa merasakan sesuatu RASA yang
berbeda ketika kita mengingat sebuah objek pikir dibandingan
dengan objek pikir yang lainnya.
Rasa-rasa, atau emosi itu bisa dibedakan menjadi 6 bentuk
dasar, yaitu :
• Bahagia (happiness),
• Sedih (sadness),
• Takut (fear),
• Marah (angger),
• Kaget atau heran (surprise), dan
• Jijik (disgust).
Pada suatu saat, kita bisa merasakan salah satu dari rasa-rasa
itu, atau bisa pula gabungan dari dua rasa-rasa dasar itu
sekaligus, misalnya heran dan sekaligus bahagia, Jijik dan
sekaligus Takut. Kalau kita tidak bisa merasakan rasa-rasa di
atas, maka kita disebut sebagai orang yang bermuka datar
(neutral).
Yang menarik tentang ingatan ini adalah, bahwa kita bisa
kembali mengingat-ingat berbagai ingatan itu di lain waktu,
dan sekaligus kita bisa pula merasakan kembali RASA dari
ingatan itu. Caranya hanya sederhana saja, yaitu kita masuk
92. 92
kembali ke dalam ingatan itu melalui Pintu Ingatan yang di
dalamnya ada objek pikir yang bisa kita ingat (remember,
dzikiri). Jadi setiap kita mengubah ingatan kita tentang sebuah
objek pikir, maka sekaligus kita bisa pula mengubah rasa yang
kita rasakan.
Kalau kita tertahan (binding) pada sebuah ingatan, yang tentu
saja berhubungan dengan sebuah objek pikir tertentu, dalam
waktu yang lama, maka kita juga pasti akan terpenjara dalam
waktu yang lama di dalam emosi atau rasa dari ingatan kita
itu. Misalnya :
• Ketika kita ingin bertahan dalam waktu yang lama dalam
ingatan tentang objek pikir yang menimbulkan emosi
positif (senang dan bahagia), maka kita disebut sedang
MENCINTAI objek pikir itu.
• Sebaliknya ketika kita tertahan cukup lama dalam meng-
ingat sebuah objek pikir yang menimbulkan emosi negatif
(sedih, takut, marah, dan jijik), maka kita disebut sedang
MEMBENCI objek pikir itu. Membenci dalam waktu yang
lama itu bisa disebut juga sebagai TRAUMA.
Sedangkan emosi yang menyebabkan kita merasa surprise
(heran, kaget), adalah bentuk emosi yang bisa memperkuat
emosi positif ataupun emosi negatif yang sedang kita rasakan.
Misalnya, ketika kita sedang merasa bahagia saat kita meng-
ingat sebuah objek pikir dan kemudian kita diberikan ha-diah-
hadiah yang mengagetkan kita, maka kita bisa mencintai objek
pikir kita itu lebih dari rasa cinta kita yang sebelum-sebelum-
93. 93
nya. Kaget itu juga bisa memperkuat rasa benci kita terhadap
sebuah objek pikir yang sedang kita pikirkan, sehingga kita
semakin trauma dengan objek pikir kita itu.
Hal yang sederhana begini lalu menjadi sangat beragam dan
rumit ketika kita mencoba membahasnya dengan teori-teori
psikologi yang memang penuh tafsiran subjektif, sehingga
lahirlah berbagai ilmu seperti yang telah disebutkan di atas.
Padahal intinya hanyalah . . .
. . . bagaimana agar kita bisa keluar dari emosi
negatif akibat kita sedang memikirkan sebuah
objek pikir tertentu untuk kemudian berubah
sehingga kita bisa merasakan emosi positif.
Objek pikir yang kita ingat itu bisa bermacam-macam, mulai
dari keluarga kita (anak, istri, bapak, ibu, saudara), sampai
kepada benda-benda kepemilikan kita yang lainnya, seperti :
harta, ilmu, jabatan, emas dan perak, dan sebaginya. Dan kita
ingin agar semua objek pikir kepemilikan kita itu menjadikan
kita merasa senang dan bahagia. Kalaupun suatu ketika kita
merasakan emosi negatif terhadap objek pikir itu, kita ingin
agar emosi negatif kita itu berubah men-jadi emosi positif.
Misalnya, dengan mengingat seekor ku-cing, apalagi kalau
berdekatan langsung dengan kucing tersebut, kita merasa
takut atau jijik. Kita terlihat seperti membenci atau bahkan
trauma kepada kucing tersebut. Karena emosi negatif itu
94. 94
sangat melelahkan, ma-ka kita ingin agar
ketika kita melihat ku-cing atau
mengingat kucing itu, kita bisa merasa
senang. Jadi objek pikirnya masih tetap
sama, yaitu kucing, akan tetapi pe-rasaan
atau emosi yang kita rasakan bisa berubah dari takut dan jijik
menjadi senang.
Nah, khan bagaimana cara merubah perasaan atau emosi kita
terhadap sebuah objek pikir ini saja yang menjadi masalah kita
saat ini sebenarnya. Dan ini ternyata bisa menjadi ladang bis-
nis yang sangat menggiurkan, sehingga bermunculan berbagai
terapi dan ilmu-ilmu yang larisnya bak kacang goreng.
Salah satu ilmu yang sering dipakai orang adalah melalui . . .
. . . teknik mengubah-ubah objek pikir kita,
ditambah dengan memberikan suatu stimulasi
tertentu pada bagian tubuh kita yang tertentu,
yang bisa disebut sebagai ANCHOR (jangkar) dari
perasaan yang kita miliki.
Misalnya, kalau kita takut atau jijik
kepada kucing maka kita bisa mengubah
perasaan takut kita kepada kucing itu
menjadi senang dengan cara mem-
permainmain-kan otak kita. Sebab ternyata otak kita ini
95. 95
memang sangat mudah dan senang dipermainkan. Kita ber-
main-main atau kejadian betulan tentang sebuah objek pikir
tidaklah terlalu masalah bagi otak kita. Otak kita akan meres-
ponnya nyaris SAMA saja, yaitu dengan menksekresikan hor-
mon yang sama antara main-main atau kejadian betulan itu.
Yang pen-ting objek pikirnya harus sama.
Kita bisa melakukannya dengan mengingat kucing di satu saat,
dan di waktu yang lain kita meng-ingat satu objek pikir lainnya
yang bisa membuat kita merasa senang atau lucu. Kita lakukan
itu secara bergantian. Dua objek pikir yang berbeda itu harus
kita jangkarkan dengan dua bagian tertentu dari tubuh kita.
Yang paling mudah adalah kedua tangan kita, atau bisa pula
titik-titik lainnya, yang biasa dipakai da-
lam terapi EFT atau SEFT (setelah ditam-
bah dengan embel-embel agama).
Dalam permainan otak ini sebenarnya ki-
ta tidak perlu menghipnosis orang yang
akan kita ubah rasa traumanya. Hipnosis itukan hanya untuk
memfokuskan dia kepada sebuah objek pikir saja pada satu
saat, sehingga kita lebih mudah untuk menggiring objek
pikirnya sesuka hati kita.
Setelah dia fokus dengan sebuah objek pikir, ataupun dia ber-
ada dalam pengaruh hipnotis kita, maka mulailah kita jangkar
ingatannya kepada kucing yang menimbulkan rasa takut dan
jijik itu dengan tangan kanannya. Setiap kali kita ingatkan
dengan kucing, dia akan memberikan respon ketakutan. Lalu
96. 96
kita asosiasikan ingatannya akan kucing dan rasa takutnya
yang muncul itu dengan menjangkar di ta-ngan kanannya. Jadi
ingatan kepada kucing, rasa takut dan gerakan tangan ta-ngan
kanan yang berfungsi sebagai jang-kar itu telah membentuk
sebuah kesatuan di dalam memorinya.
Kemudian kita minta dia mengubah rasa atau emosinya men-
jadi emosi enak, nyaman, atau bisa pula
aneh dan lucu, de-ngan cara ia kita
menyuruhnya untuk mengingat sesuatu
yang membawanya bisa merasa enak atau
lucu, yang mem-buat dia bisa tersenyum
atau tertawa. Lebih baik dia sendiri yang
menentukan objek pikirnya itu. Misalnya
dia merasa lucu dengan kareakter film UPIN dan IPIN. Lalu kita
minta dia mengingat UPIN dan IPIN, ketika itu pasti dia akan
tersenyum atau me-rasa lucu.
Kemudian ingatan UPIN-IPIN dan
rasa lucunya itu kita aso-siasikan
dengan tangan kirinya. Jadi ingatan
UPIN-IPIN dan rasa lucunya itu
sudah terjangkar di tangan kiri-nya.
Sekarang dengan beberapa kali
permainan dan pemindahan objek pikir dan jangkar itu,
dengan sedikit kejutan, kita ubah atau balikkan jangkar dari
objek pikir semula. Tiba-tiba kita ubah jangkar ingatan kucing,
yang tadinya di tangan kanan, menjadi di tangan kirinya, dan