SlideShare a Scribd company logo
Tentang Ma’rifatullah 3
Oleh Yusdeka
2
Daftar Isi
Artikel 1 : Menelisik Anasir Diri ..........................................................3
Artikel 2 : Apakah Diri Ini ?.................................................................4
Artikel 3 : Proses Mati Sebelum Mati...............................................30
Artikel 4 : Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal............................................32
Artikel 5 : Menengok Kilasan Sandiwara Dzat..................................51
Artikel 6 : Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?....................76
Artikel 7 : Esensi Khalifatullah........................................................148
Artikel 8 : Makrifatullah, Sulitkah ?? ..............................................152
Artikel 9 : Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher .........................155
Artikel 10 : Sang Wajibul Wujud.....................................................221
Artikel 11 : Sang Fana.....................................................................273
3
Artikel 1 :
Menelisik Anasir Diri1
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali :
• Orang-orang yang beriman, dan
• Mengerjakan amal soleh, dan
• Nasihat menasihati supaya tetap menaati kebenaran, dan
• Nasihat menasihati pula supaya tetap berada dalam
kesabaran.
1
http://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian-
1/
4
Artikel 2 :
Apakah Diri Ini ?
Sepenggal pertanyaan ini telah terlontar sejak Nabi Adam As.
diciptakan pertama kali oleh Allah. Saat itu, MALAIKAT mau-
pun golongan JIN yang duduknya sudah disejajarkan dengan
Malaikat, terheran-heran dengan bentuk Adam As ini, sehing-
ga akhirnya, berdasarkan itu, tergelarlah sebuah SANDIWARA
ALLAH terhadap DZAT-NYA sendiri, yang telah membawa :
• Adam As turun ke muka Bumi untuk mengemban tugas
khalifatullah, yang memang telah di taqdirkan untuk beliau
sandang.
• Malaikatpun akhirnya menjalankan taqdirnya sendiri pula
sebagai anasir yang sangat patuh dan tunduk kepada Allah,
seperti halnya
• Golongan JIN yang tadinya sejajar dengan malaikat, juga
menjalankan taqdirnya sebagai anasir yang selamya tidak
akan patuh kepada Allah, sehingga ia pun kemudian dijuluki
dengan sebagai IBLIS.
Di antara sesama umat manusiapun sebuah pertanyaan itu
tadi seperti tak habis-habis dibahas, diteliti, diseminarkan, dan
dikira-duga sejak berbilang zaman yang lalu sampai dengan
sekarang ini, sehingga di depan kitapun saat ini terhidang
beragam menu yang kesemuanya bercita rasa diri dengan
racikan bumbu penelisikan yang sangat berbeda-beda.
5
Ada cita rasa diri menurut racikan bumbu penelisikan :
• orang awam,
• orang agamis,
• orang atheis,
• orang sekuler,
yang variannya masing-masing sangat banyak sekali. Banyak
sekali, sehingga kitapun jadi bingung untuk mengenal diri kita
sendiri. Karena bingung, maka kitapun akhirnya banyak yang
salah dalam melangkah dan menempatkan diri di hadapan
Allah, apalagi di depan sesama manusia dan makhluk Allah
yang lainnya. Dan keadaan itulah yang telah menjadi penye-
bab dari penderitaan dan kepedihan kita yang seakan-akan
tidak habis-habisnya menghantui kita.
Anasir diri kita yang paling banyak racikan bumbu peneli-
sikannya adalah HATI, HEART, QALB. Mulai dari letaknya,
bentuknya, dan pembersihannya. Kemudian ada pula peneli-
sikan untuk RUH, JIWA, AKAL, PIKIRAN, BATIN, ROHANI, NYA-
WA, JASMANI, SANUBARI, NURANI, SUK-
MA, PERASAAN, ENERGI HIDUP, dan seba-
gainya yang ternyata racikan bumbunya
seringkali membuat kita meringis-ringis
“kepedasan”, karena saking berpilin-pilin-
nya. KUSUT.
Belum lagi kalau semuanya itu dihubungkan dengan masalah
MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, BERPIKIR, BERSUARA dan
termasuk masalah SYURGA dan NERAKA, yang sungguh telah
6
menyita waktu kita, sehingga kitapun kehilangan waktu ter-
baik kita untuk mewujudkan fungsi kekhalifahan kita di muka
bumi ini. Padahal penelisikannya seringkali memakai ayat Al
Qur’an dan Al Ha-dist yang sama. Tapi hasilnya kok bisa
berbeda dengan sangat signifikan ? Oleh sebab itu, marilah
kita mencoba menerobos titik-titik kebingungan itu dengan
kembali berpikir sederhana terhadap beberapa ayat Al Qur’an
yang dengannya Allah me-nerangkan sendiri tentang diri kita
ini.
Saat Allah bercerita tentang ANASIR JASAD atau TUBUH kita,
maka SIFAT dari anasir tubuh kita itu adalah sama dengan
TANAH. Tanah yang dibentuk menjadi berbagai instrument
tubuh dengan qada dan qadarnya masing-masing. Instrumen
yang terpenting diantaranya adalah:
1. OTAK,
2. JANTUNG,
3. LEVER,
4. GINJAL,
5. ALAT-ALAT INDERA,
6. ALAT PEMBUANGAN SAMPAH,
dan
7. ALAT BERKEMBANG BIAK.
Alam JASAD atau TUBUH ini disebut juga ALAM FISIK. Alam
yang bisa di identifikasi dengan menggunakan alat pengindera
kita.
7
Al Mu’minuun 14
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
ANASIR yang terkait kuat dengan JASAD ini adalah NYAWA.
Tanda-tanda kita masih bernyawa adalah adanya PERGE-
RAKAN dan PERTUMBUHAN saat kita masih berada di alam
rahim ibu kita, dan juga adanya NAFAS saat kita sudah berada
di LUAR alam rahim ibu kita. Sebagai orang yang HIDUP, kita
harus punya JASAD dan NYAWA. Tanpa Nyawa kita disebut
orang yang telah MATI.
Allah memberi tahu bahwa Allahlah yang menghidupkan tu-
buh kita itu dan Allah pulalah kelak yang akan mematikan
tubuh kita itu.
Yunus : 56
“Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Setelah Allah MENYEMPURNAKAN anasir JASAD dan NYAWA
kita di alam rahim ibu kita, Allah kemudian memasukkan ana-
sir baru ke dalam jasad yang sudah diberi Nyawa itu, yaitu
anasir RUH. Allah tidak menjelaskan kepada kita tentang
8
anasir Ruh ini. Misalnya : Ia terbuat dari anasir apa, bentuknya
seperti apa, dan sebagainya. Ia tetap akan menjadi rahasia
Allah sepanjang masa. Hanya sedikit saja dari rahasia Ruh itu
yang diberitahukan kepada kita.
QS. Al Hijr (15 : 29).
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan ke dalamnya RuhKu, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud.”
QS. Al Israa’ (17 : 85).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ruh. Katakanlah:
“Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”
Sekarang kita sudah punya tiga anasir dari diri kita, yaitu
JASAD, NYAWA, dan RUH.
JASAD JASAD adalah Anasir FISIK dari diri kita, atau
bisa pula disebut sebagai anasir LAHIRIAH.
Sedang RUH adalah Anasir NON FISIK dari diri
kita, atau bisa pula disebut sebagai anasir
BATINIAH, atau ROHANI, atau ROHANIAH.
Jasad juga adalah alat pengembaraan kita di
alam LAHIRIAH, sedangkan RUH adalah alat
pengembaraan kita di alam RUHANIAH.
Sebagai alat, baik di alam lahiriah maupun di
9
alam ruhaniah, kedua-duanya (JASAD dan
RUH) tidak akan bisa kemana-mana kalau
tidak ada PILOT atau SOPIR yang
mengendalikannya. Siapakah Sang Pilot ini ?
NYAWA NYAWA adalah anasir yang menghidupkan
JASAD kita. Ia adalah anasir yang akan tetap
terhubung dengan Jasad sampai akhir dari
umur kita yang telah ditentukan. Bisa 1
tahun, 20 tahun, 50 tahun, bahkan 100
tahun. Tanda-tanda bahwa nyawa kita masih
dikandung badan adalah adanya gerak nafas
kita dan gerak denyut jantung kita. Nyawa
itulah yang menjadi pertanda bahwa jasad
kita masih hidup. Nyawa itu bergerak
bersama NAFAS kita. Kalau nafas kita sudah
berhenti, maka nyawa kitapun akan hilang.
MATI. Sedangkan RUH adalah anasir diri kita
yang tidak pernah mati. Ruh akan tetap
hidup walaupun Jasad kita sudah mati.
RUH RUH adalah diri kita dalam bentuk Anasir
Batin yang bisa berada bersama JASAD dan
NYAWA, dan bisa pula terpisah sebagai
Anasir yang berdiri sendiri. Ruh akan terpisah
dari Jasad dan Nyawa ketika kita TIDUR.
10
Nantinya, kalau kemudian Allah masih
berkenan, maka ketika kita bangun dari tidur
Ruh kita akan dikembalikan oleh Allah
kepada JASAD kita.
Tentang JASAD, NYAWA, hampir semua orang bisa memahami
dan menerima bahwa ia adalah CIPTAAN Allah. Hanya saja
tentang RUH, selama ini banyak orang yang ragu-ragu untuk
menyikapi apakah ia itu ciptaan Allah atau atau bukan. Sebab
Allah sendiri di dalam Al Qur’an juga menyebutkan RUH itu
sebagai MIN-RUHI (RUH-KU).
Maka sampai sekarang ada dua pendapat utama yang berke-
naan dengan RUH ini. Marilah kita lihat sejenak :
Pendapat
pertama
Ruh itu adalah murni ciptaan Allah seperti
juga dengan ciptaan-ciptaan Allah yang
lainnya.
Pendapat
kedua
Ruh itu adalah milik Allah sendiri yang
diberikan kepada manusia, sehingga dengan
begitu ada yang mengaku bahwa ia yang
hakiki adalah Ruh Allah.
Kedua pendapat ini sekilas seperti tidak ada titik temunya
sama sekali, sehingga tidak jarang pula terjadi pergesekan di
antara para pemegang pendapat yang satu dengan yang
11
lainnya. Padahal kalau kita lihat dengan memakai Kacamata
Makrifatullah, maka kebingungan itu akan segera sirna.
Tapi sebelum melihat hakekat kesemuanya itu, marilah seje-
nak kita terlebih dahulu melihat sebuah lagi anasir diri kita
yang nyaris saja tetap menjadi sebuah rahasia yang luput
menjadi perhatian kita. Yaitu Sang Sopir, Sang Pilot. Anasir
yang dikatakan oleh Allah di dalam surat As Sajdah ayat 7-9,
yang kemudian diperkuat oleh surat Al Qiyamah ayat 14.
As Sajdah ayat 7-9
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-
baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniup-
kan kepadanya RUH-NYA dan Dia menjadikan bagi kamu pen-
dengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur”.
Al Qiyamah, ayat 14
“Bahkan pada manusia itu di atas dirinya ada yang tahu
(BASHIRAH)”.
Sang Sopir adalah anasir yang bisa :
1. melihat,
2. mendengar,
3. berpikir, dan
4. merasakan.
12
Anasir ini bisa disebut dengan berbagai nama, misalnya:
1. HATI, atau
2. AKAL, atau
3. PIKIRAN, atau
4. HATI SANUBARI.
Pada anasir ini ada kemampuan yang membuat ia serba tahu
sehingga ia disebut juga sebagai bashirah, atau dalam bahasa
umum disebut sebagai :
1. MATA HATI, atau
2. MATA AKAL, atau
3. MATA PIKIRAN, atau
4. MATA SANUBARI.
Bashirah
Hati Mata Hati
Akal Mata Akal
Pikiran Mata Pikiran
Sanubari Mata Sanubari
13
Jadi Mata Hati itu melekat pada Hati. Bahwa:
1. Hati adalah untuk mengingat, berpikir, dan merasakan;
dan
2. Mata hati untuk melihat dan mendengar.
Untuk anasir keempat ini, Sang Pilot, mari kita sederhanakan
sebutannya sebagai PIKIRAN atau MIND saja. Pikiran ini tidak
terikat kepada JASAD maupun RUH. Ia bisa berada bersama
JASAD dan bisa pula bersama RUH saja. Ia adalah anasir yang
BEBAS. MERDEKA.
Tempo-
tempo Sang
Sopir bisa
berada di
alam
JASADI
• Ia bisa MENGETAHUI seluk beluk Alam
Lahiriah baik melalui pengembaraan
bersama FISIK maupun melalui
pencitraan Panca Indera Lahiriah, dan
• Ia bisa pula BERPIKIR dan MERASAKAN
suka-duka yang menimpa Jasad kita
melalui aktifitas OTAK lahiriah yang
berada di dalam kepala kita.
Pengungkapan suka dan duka itupun bisa
kita lakukan melalui SUARA yang akan
terdengar oleh telinga lahiriah kita.
Tempo-
tempo Sang
Pilot juga
Ruhani yang bisa ia selancari dengan
mengendarai kendaraan RUH :
• Pengembaraan di alam ruhani ini bisa
14
bisa berada
di alam
RUHANI
ia lakukan saat jasadnya TIDUR yang
wujudnya adalah perjalanan ke alam-
alam mimpi.
• Namun, tidak hanya melalui pintu
tidur, perjalanan ke alam ruhani ini
dapat pula ia lakukan apabila ia sudah
bisa memisahkan RUH dari JASAD
secara sadar, yang sering disebut
orang sebagai pengalaman OBE (out of
body experience), atau Perjalanan
Astral.
Namun, ada
satu lagi
perjalanan
yang bisa
dilakukan
oleh Sang
Pilot ini,
yaitu
Perjalanan
Ruhani
Perjalanan Ruhani yang terjadi dan
terlaksana HANYA dan HANYA dengan
sebab ia MENGINGATI ALLAH. Sungguh
Perjalanan Ruhani karena ia mengingati
Allah ini sangat-sangat berbeda dengan
Perjalanan Astral yang banyak dijajakan
oleh berbagai kalangan saat ini. Walau
keduanya adalah perjalanan Sang Pilot di
luar Alam JASADI untuk masuk ke Alam
Ruhani, tapi beda keduanya seperti
berbedanya langit dan bumi.
Kita sudah tahu bahwa untuk mendengar dan melihat di alam
jasmaniah kita membutuhkan MATA dan TELINGA. Akan tetapi
15
untuk melihat dan mendengar di alam ruhaniah kita membu-
tuhkan MATA HATI atau MATA RUHANI. Begitu juga untuk
berpikir dan merasakan di alam jasmaniah kita membutuhkan
OTAK yang ada di rongga kepala
kita. Sedangkan untuk berpikir dan
merasakan di alam ruhaniah kita
hanya membutuhkan satu alat sa-
ja, yaitu HATI yang juga berkorelasi
sangat erat dengan OTAK RUHANI kita. Ya…, hati yang berguna
untuk melihat dan mendengarkan serba serbi alam ruhaniah
itu ternyata bukanlah terletak di DADA kita. Tidak. Ia lebih
dekat kepada OTAK yang berada di dalam kepala kita.
Alam
Jasmaniah
Alam Ruhaniah
Mendengar
dan Melihat
MATA dan
TELINGA
MATA HATI atau MATA
RUHANI
Berpikir dan
Merasakan
OTAK
HATI yang juga berkorelasi
sangat erat dengan OTAK
RUHANI
Hanya saja karena kita sudah terbiasa berkata bahwa hati kita
terletak di dalam dada kita, maka kita seakan-akan merasakan
hati kita itu memang adanya di dalam dada kita. Al Quran juga
seakan-akan mengiyakan bahwa hati itu terletak di dalam
16
dada kita, SUDUR. Dan kalau kita sedang marah, dada kita
seperti sempit dan nafas kita tersengal-sengal seperti kita
sedang naik ke langit yang tinggi. Akan tetapi keadaan dada
kita yang seperti itu hanyalah sekedar sebuah AKIBAT saja dari
keadaan Hati, atau AKAL, atau PIKIRAN kita yang berada di
dalam otak kita. Tapi kalau ada yang tetap tidak setuju tentang
letak hati ini yang ada di dalam kepala, ya tidak apa-apa.
Begitu juga untuk mengekspresikan keadaan alam Ruhani itu,
bisa kita lakukan dengan tanpa berkata-kata atau bersuara,
yang disebut sebagai BAHASA HATI, yang juga keberadaannya
bukanlah di dalam dada kita. Tapi di dalam PIKIRAN atau HATI
kita. Bahasa hati adalah sebuah bahasa yang tanpa aksara,
tanpa nada, dan tanpa suara. Seperti halnya bahasa seorang
bayi yang sedang tidur lelap. Tapi dalam tidurnya, ia bisa
tersenyum bahagia, yang bahagianya itu bisa pula menyebar
dan menular kepada orang-orang yang melihatnya. Kalau bagi
kita, orang dewasa, bahasa hati ini lebih dekat kepada bahasa
INGATAN.
Ketika shalat,
. . . agar shalat kita itu khusyuk,
. . . kita sebagai Sang PILOT haruslah mampu melakukan dan
menjaga sebuah sinkronisasi yang sangat intens dan istiqamah
antara aktifitas jasmaniah dan aktifitas rohaniah kita pada saat
yang bersamaan:
17
Mulut dan
lidah kita
mengucapkan bahasa LIDAH, dan
bahasa SIKAP tubuh kita yang berupa
puja-pujaan dan penghormatan kita
kepada Allah,
Sedangkan
hati kita
mengucapkan Bahasa HATI kita, berupa
INGATAN kita secara berketerusan
(istiqamah) kepada ALLAH yang kita
puja-puja dan hormati itu.
Bukan hanya itu, ketika :
Mata
lahiriah kita
melihat ke tempat sujud,
Mata hati
kita sudah
bisa pula
dengan
sangat tajam
memandang bahwa di sebalik tempat
sujud itu, bahkan juga di sebalik udara
yang kita hirup, yang wujud semata-
mata adalah kewujudan Dzat-Nya.
Mata
lahiriah
memandang tempat sujud,
18
Mata hati memandang Dzat-Nya yang tidak
terlihat oleh mata lahiriah kita.
Karena aktifitas ruhaniah dan jasmaniah kita saat shalat itu
sudah sinkron tertuju kepada Allah semata, Dzikrullah, di
mana :
Ucapan-
ucapan dan
sikap kita
adalah ucapan dan sikap yang
memuliakan Allah,
Hati kita senantiasa mengingati Allah, dan
Mata Hati
kita
tak lepas-lepas dari memandang Dzat-Nya
yang meliputi segala sesuatu,
Maka Allahpun kemudian berkenan memberikan respon-
respon-Nya ke dalam HATI kita dalam bentuk gegaran, gon-
cangan, atau benturan keras ke dalam HATI kita.
Gegaran itu bukanlah seperti adanya GETARAN atau VIBRASI
yang melanda dan memasuki tubuh kita, dan bukan pula
seperti hasil dari kita mengulang-ngulang (wiridan) mengucap-
kan kalimat-kalimat HIPNOSA tertentu, seperti :
1. aku bahagia,
19
2. aku tenteram,
3. aku tenang,
4. aku memakai POWER (bukan FORCE),
5. aku memaafkan,
6. aku melepaskan,
7. dan kalimat-kalimat HIPNOSA lainnya.
Bukan !!!
Boleh jadi tubuh kita tetap hanya diam. Boleh jadi lidah kita
juga hanya diam dalam sebuah sikap rukuk dan sujud yang sa-
ngat dalam. Akan tetapi HATI kita berkocak keras, seperti ber-
kocaknya lautan yang tengah dilanda oleh angin badai. Karena
ketika itu Mata Hati kita dikejutkan oleh KEWUJUDAN DZAT-
NYA yang mengisi setiap sudut RUANG, MATERI, dan WAKTU.
Dzat-Nya Yang Batin. Kemanapun Mata Hati kita memandang,
yang terpandang adalah Dzat-Nya yang Batin. Dzat-Nya yang
merupakan unsur awal, unsur azali, unsur azazi yang menza-
hirkan semua CIPTAAN, sehingga semua ciptaan bisa pula
disebut sebagai Dzat-Nya Yang Dzahir, yang bisa ter-pandang
oleh Mata Lahiriah kita. Makanya Allah dengan tegas bisa
berkata: “Akulah Yang Batin, dan Aku pulalah Yang Dzahir”.
Karena Yang Zhahir dan Yang Batin itu tak lain dan tak bukan
adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat-Nya yang sedikit dari kese-
luruhan Dzat-Nya yang Maha Indah.
Pada saat-saat seperti itulah hati kita juga seperti disayat-
sayat yang menimbulkan bekas luka yang sangat dalam, se-
hingga setiap kali kita mengingati Allah, setiap kali kita menye-
20
but nama Allah, luka itu kembali merekah dan menganga
lebar. Keadaan hati yang seperti ini akan menyebabkan air
mata kita tak henti-hentinya keluar membanjiri kedua sudut
mata kita.
Untuk beberapa waktu, kita hanya bisa menangis dan me-
nangis. Bisa sehari, bisa pula dua atau lima hari. Itu semua
terjadi karena kita seperti menemukan kembali suasana alam
azali yang sudah lama kita tinggalkan dan lupakan. Sejak
berbilang tahun, kita sudah lupa pintu masuk ke alam azali itu.
Sebuah Alam yang saat itu kita sangat dekat dengan Allah,
sehingga kita bisa berbincang-bincang dengan Allah.
Yang mula pertama dijadikan oleh Allah ialah AKAL, MIND.
Maka Allah berfirman kepadanya, “Menghadaplah!”, lalu
menghadaplah dia. “Membelakanglah!”, lalu membelakanglah
dia (Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin, Bk 1, 308 (1991): Diriwa-
yatkan At Tabarani dari Abi Amaman dengan isnad Dhaif.
Al-A’raf : 172
“Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari
tulang-tulang sulbi mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas
Nafs (anfus) mereka : ‘Bukankah Aku Tuhan kamu ?’ ; Mereka
berkata : ‘Betul ! kami menyaksikan.’ ; Hal ini agar kamu tidak
dapat berkata dihari kiamat : ‘Sungguh kami lalai dari perjan-
jian ini’.
Alam azali itu ternyata bisa kita masuki kembali saat kita hidup
21
di dunia ini dengan melalui PINTU MENGINGATI ALLAH, yang
salah satunya adalah melalui SHALAT. Pintu alam Azali itu
kembali dibuka oleh Allah ketika kita mengingat Allah. Karena
ketika kita mengingat Allah, maka Allahpun berkenan pula
mengingat kita. FADZKURUNI ADZKURKUM.
Sekarang kita sudah menjadi sederhana dalam menelisik
anasir diri kita. Bahwa ternyata anasir diri kita itu ada EMPAT
entity, yaitu :
• JASAD,
• NYAWA,
• RUH, dan
• AKAL (HATI).
Sementara bersama AKAL atau HATI itu ada pula : MATA AKAL
atau MATA HATI.
JASAD adalah tubuh Lahiriah kita, sedangkan RUH adalah
tubuh BATINIAH kita. NYAWA adalah pemberi kehidupan
terhadap JASAD. Jadi NYAWA dan JASAD akan selalu bersama
selama kita masih hidup. Namun nyawa itu TIDAK akan
memberikan kehidupan kepada RUH. Sebab RUH adalah anasir
yang selalu hidup dan tidak akan pernah mati.
Saat kita BANGUN dan SADAR, anasir JASAD, NYAWA, RUH,
dan PIKIRAN (AKAL atau HATI) kita berada dan berkumpul
menjadi satu di dalam JASAD kita. Dengan begitu, kita akan
bisa melakukan berbagai aktifitas kita di muka bumi ini. Kita
bebas pulang dan pergi ke berbagai pelosok dunia. Kita bisa
anasir diri kita
22
menikmati keindahan alam dengan menggunakan panca
indera. Kita bisa merasakan suka dan duka kehidupan. Kita
bisa berpikir dan berkarya membangun peradaban umat
manusia.
Saat kita TIDUR, anasir yang ada di dalam JASAD kita hanyalah
NYAWA saja. Keberadaan nya ditandai dengan NAFAS kita
yang bergerak keluar-masuk paru-paru kita, dan Jantung kita
yang berdetak dengan teratur. Sedangkan RUH + PIKIRAN
dipegang oleh ALLAH di alam RUHANI, sampai nanti kita diba-
ngun kembali (kalau Allah masih menakdirkan kita untuk
hidup). Pikiran yang bersama RUH di alam RUHANI ini bisa
pula disebut sebagai JIWA atau AN NAFS. Kalau kita bangun,
maka AN NAFS ini akan dikembalikan oleh Allah ke dalam
Jasad kita, sehingga kemudian kita bisa kembali menjalani
aktifitas keseharian kita.
Beberapa kemungkinan keberadaan keempat anasir diri kita
itu adalah:
JASAD + NYAWA + RUH +
AKAL, semuanya berada
di dalam jasad kita,
Maka kita disebut Si Sadar
dan bisa berkarya.
JASAD + NYAWA, ada di
dalam tubuh kita,
sedangkan RUH + AKAL
Maka kita disebut TIDUR
yang Lelap.
23
tengah kembali kepada
Allah,
JASAD + NYAWA, ada di
dalam tubuh kita,
sedangkan RUH + AKAL
tengah berkelana di
alam gaib, atau sedang
tersesat di suatu tempat,
Maka kita disebut sedang
BERMIMPI, atau OOBE, atau
TERSESAT tidak bisa pulang
kembali ke Jasad, atau bisa
pula COMA.
RUH sudah bersama
dengan JASAD dan
NYAWA kita, akan tetapi
AKAL kita masih
tertahan di luar JASAD
kita,
Maka kita disebut orang
yang hilang AKAL, GILA, atau
NGAHULEUNG. Kalau bagi
anak-anak, keadaan ini akan
berlangsung saat dia bangun
tidur dan itu terjadi untuk
beberapa waktu lamanya.
Satu atau dua menit. Kalau
bagi orang dewasa, keadaan
ini jelas sekali terlihat pada
Orang Gila.
AKAL sudah bersama
dengan JASAD dan
NYAWA kita, akan tetapi
Keadaan ini biasa
didapatkan oleh orang
dewasa yang disebut dengan
24
RUH masih tertahan di
luar JASAD kita
EUREUP-EUREUP atau
TINDIHAN. Walaupun
rasanya kita sudah berteriak
sekuat tenaga minta tolong,
akan tetapi karena RUH kita
belum ada di JASAD, maka
suara kita itu tidak akan
yang mendengarnya.
RUH + AKAL + NYAWA
sudah diambil kembali
oleh Allah. JASAD sudah
terbaring kaku. Saat
itulah akhir dari hidup
kita.
MATI.
Proses kematian ini diawali dengan RUH kita ditarik kembali
secara paksa oleh Allah dalam sebuah peristiwa sakaratul
maut.
Kalau selama hidup kita, kita tidak pernah
menyerahkan RUH kita itu secara sukarela dan
ridha kepada Allah, maka saat sakaratul maut itu
kita akan gelisah, nafas kita tersengal-sengal. Kita
sangat tersiksa sekali.
25
Kalaulah pada saat-saat yang genting itu TIDAK ada di antara
keluarga kita, yang paling afdal adalah anak kita, yang
membantu kita mengarahkan RUH kita kepada Allah dengan
sukarela, maka alangkah sengsaranya keadaan kita saat itu.
Akan tetapi kalau saat itu ada anak kita, atau saudara kita yang
sudah tahu jalan pulang, dan
dia mengantarkan kita untuk
pulang itu, maka tidak berapa
lama, nafas kita akan jadi
teratur, wajah kita akan tenang
dan damai. Dari ulu hati kita
akan mengalir ruh kita yang
rasanya dingin. Naik kekerong-
kongan, lalu masuk ke dalam kepala kita. Hitam bola mata kita
akan IKUT naik ke arah kening mengikuti perginya RUH kita
itu. Sang Ruh kemudian berputar ke arah belakang kepala kita
untuk kemudian berbalik dan keluar melalui KENING kita.
AKAL kita saat itu masih ada di JASAD kita. Kita masih bisa
mendengarkan suara-suara tangis dan pembicaraan orang-
orang yang ada di sekitar JASAD kita. Tetapi kita sudah tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sebab saat itu RUH kita sudah
meninggalkan JASAD kita untuk pulang kepada Allah.
Anak atau saudara kita yang mengantarkan kita saat itu kemu-
dian akan mendengarkan suara “KLEK”, yang merupakan per-
tanda bahwa saat itu AKAL sudah harus ikut dengan RUH
untuk kembali kepada Allah. AKAL + RUH, yang biasa disebut
dengan JIWA, akan mengalami prosesi untuk pulang ke Alam
26
Barzakh:
Al Mukminun (23):100
“Dan di hadapan mereka ada Alam Barzakh (yang mereka
tinggal tetap padanya) hingga hari mereka dibangkitkan
semula (pada hari kiamat)”.
Setelah RUH dan AKAL meninggalkan JASAD, maka tidak lama
kemudian NYAWA kitapun diambil oleh Allah. Kalau nyawa itu
diambil dari kepala kita, maka kepala kita akan bergerak untuk
terakhir kalinya. Kalau NYAWA itu diambil dari kaki kita, maka
kaki kitalah yang akan bergerak untuk terakhir kalinya. Lalu
setelah itu tinggallah JASAD kita yang kaku dan yang dengan
cepat akan membusuk.
Kalaulah saat kita sakaratul maut itu, kita hadapi dalam ke-
adaan di mana :
• kita tidak pernah sekalipun menyerahkan RUH kita dengan
sukarela kepada Allah dalam sebuah proses Dzikir seperti di
dalam Shalat ataupun Dzikir di luar Shalat, atau
• tidak ada pula anak dan saudara kita yang bisa menun-
jukkan jalan pulang dan mengantarkan kita untuk pulang
kembali kepada Allah,
sungguh saat itu kita sedang berada dalam keadaan nestapa
yang sangat mencekam.
27
Kita tidak pernah
sekalipun
menyerahkan RUH kita
dengan sukarela
kepada Allah dalam
sebuah proses Dzikir
seperti di dalam Shalat
ataupun Dzikir di luar
Shalat.
Kita sedang
berada dalam
keadaan
nestapa yang
sangat
mencekam
Tidak ada pula anak
dan saudara kita yang
bisa menunjukkan
jalan pulang dan
mengantarkan kita
untuk pulang kembali
kepada Allah.
28
Al An’aam (6): 93.
“Alangkah dahsyatnya sekira kamu melihat di waktu orang-
orang zalim (berada dalam tekanan sakaratul maut”.
Sebab, saat RUH kita sudah dipanggil oleh Allah,
Namun AKAL kita masih sibuk dengan semua yang
jadi miliknya saat hidup di dunia,
Maka Perjalanan RUH itu akan terhambat.
Saat itulah AKAL kita akan dimintakan pertanggungjawab-
annya terhadap apa-apa YANG SELAIN DARI ALLAH, yang
membuat kita BINDING (TERIKAT) selama kita hidup di dunia.
Kita akan ditanyai dan dimintakan pertanggungjawaban kita
tentang itu semua. Dan itu dahsyat sekali.
POSISI IDAMAN yang harus dilatih terus oleh orang-orang yang
beriman adalah JASAD + NYAWA ada di dalam tubuh kita, se-
dangkan RUH dan AKAL tengah berada dalam keadaan DZIKIR
kepada Allah (DZIKRULLAH), MENGINGATI ALLAH, misalnya di
dalam SHALAT, dan juga berketerusan di luar SHALAT.
29
POSISI IDAMAN
JASAD +
NYAWA
Ada di dalam tubuh kita
RUH dan
AKAL
Tengah berada dalam keadaan DZIKIR
kepada Allah (DZIKRULLAH),
MENGINGATI ALLAH, :
• di dalam SHALAT, dan juga
• berketerusan di luar SHALAT.
Posisi seperti inilah yang seharusnya kita asah dan kita lakukan
terus menerus (ISTIQAMAH). Oleh setiap orang yang beriman
kepada Allah.
30
Artikel 3 :
Proses Mati Sebelum Mati
Dalam kitab Madarijus Salikin hal ini diterangkan dengan
sangat jelas:
HR. Ibnu Majah, dari Abi Ayyub dan Al Hakim, dari Sa’ad bin
Abi Waqqash, sanadnya shahih.
Apabila kalian melaksanakan shalat maka shalatlah seperti
shalatnya orang yang hendak meninggalkan dunia.
Berdasarkan hadist di atas Imam Al Ghazali menegaskan pen-
tingnya ruhani terfokus kepada Allah saja dalam melaksa-
nakan setiap ibadah, seperti keadaan menjelang kematian. Ia
harus :
• meninggalkan dirinya,
• meninggalkan hawa nafsunya,
• meninggalkan urusan dunianya dalam menuju Allah.
Karena ia sedang berhadapan dengan Allah. Inilah yang
dimaksud oleh Rasulullah, “Al inabatu ila daril khulud wa tajafi
an daril ghurur wa tahabu lil mauti qabla nuzulil maut. Kem-
bali menuju perjalanan ke kampung abadi (akhirat) mening-
galkan kampung penuh tipuan (dunia) merasakan mati sebe-
lum mati” .
Untuk prakteknya silahkan lihat kembali artikel "Mengingati
Allah", kalau berkenan. Sebab kalau kita sudah terbiasa de-
ngan aktifitas seperti inilah nantinya yang akan mempermu-
31
dah kita saat menghadapi proses sakaratul maut bagi diri kita
sendiri, dan juga ketika kita mengantarkan orang tua atau
saudara kita yang sedang dalam keadaan sakaratul maut itu.
32
Artikel 4 :
Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal
Sekarang kita sudah menjadi sederhana saat menelisik diri
kita, bahwa diri kita ini paling tidak terdiri dari 4 anasir utama,
yaitu: JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL.
AKAL AKAL kadangkala kita sebut juga sebagai
PIKIRAN, atau HATI, atau SANUBARI. AKAL
ini juga punya MATA yang disebut dengan
MATA AKAL, atau MATA HATI, atau MATA
SANUBARI.
AKAL/HATI
dan MATA
AKAL /
MATA
HATI
AKAL/HATI dan MATA AKAL / MATA HATI
adalah anasir yang bisa melihat,
mendengar, merasakan, berpikir, dan
mengingat, sehingga HATI dan MATA HATI
ini boleh juga dikatakan sebagai anasir
yang serba tahu (BASHIRAH). Ia adalah
SANG PILOT, SANG SOPIR, SANG KUSIR,
SANG HAKIM, SANG PENGENDALI atas DUA
KENDARAAN yang difasilitasi oleh Allah
kepadanya, yaitu JASAD dan RUH.
NYAWA Sedangkan NYAWA adalah anasir yang
33
memberikan KEHIDUPAN kepada JASAD
sampai waktu yang telah ditentukan.
Kalau kita sudah paham tentang anasir-anasir diri kita ini, dan
kita sudah paham pula cara kerja dan taqdirnya masing-
masing, yang telah dibuatkan oleh Allah, maka kita sebenar-
nya sudah tidak perlu lagi ribet-ribet untuk memahami dan
bergumul setiap hari dengan istilah-istilah yang lainnya.
Misalnya:
• Pikiran Sadar (conscious mind),
• Pikiran Bawah Sadar (subconscious mind),
• Pikiran Tak Sadar (unconscious mind),
• Pikiran Super sadar (Supra conscious mind),
• Perasaan,
• Power,
• Force,
• Quantum ini dan itu (quantum-quantuman).
Lalu dari sana kita pasti selanjutnya akan dibawa ke dalam
dunia terapi-terapian, healing-healingan, power-poweran, dan
meditasi-meditasian. Misalnya, pemulihan jiwa, terapi ini dan
itu, metafisika ini dan itu, spiritualitas ini dan itu, hipnoterapy
ini dan itu, tenaga dalam ini dan itu, meditasi ini dan itu, dan
sebagainya. Dan ternyata kesemuanya itu hanyalah OBJEK
PIKIR yang akan menjadi objek PERMAINAN bagi AKAL atau
PIKIRAN, atau HATI belaka. Sang Pilot.
34
Objek Pikir itu, yang pada awalnya adalah alat
untuk bermain-main bagi Sang pilot. Akan tetapi,
tanpa disadari oleh Sang Pilot, dia sendiri malah
berbalik menjadi objek yang dipermainkan oleh
Objek Pikir itu selama dia masih bertahan di pintu
ingatan kepada objek-pikir itu.
Dan itu tidaklah aneh.
Sebab kesemuanya itu hanyalah proses biasa saja yang terjadi
secara otomatis ketika PIKIRAN atau AKAL masuk ke PINTU
INGATAN tentang salah satu dari Objek Pikir tersebut di atas.
Sekali kita masuk ke PINTU INGATAN tentang Objek Pikir itu,
maka AKAL atau PIKIRAN akan disambut oleh cabang dan
ranting dari Objek Pikir itu yang jumlahnya sangat banyak dan
bervariasi. Objek pikir itu akan menawan kita, memperbudak
kita. Objek pikir itu akan memaksa :
• Kita untuk mengagung-agungkannya,
• Kita akan dipaksa untuk menjajakannya ke sana ke mari,
• Kita dipaksa berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain,
• Kita tidak akan dibiarkannya untuk istirahat barang sesaat-
pun, bahkan
• Kita akan dikejarnya sampai kealam mimpi sekalipun.
Tanpa kita sadari, begitu kita terikat (binding) dengan sebuah
Objek Pikir yang selain dari Allah, maka saat itu juga objek
pikir itu akan menghalangi RUH kita untuk kembali kepada
Allah.
35
Ruh kita akan terpenjara di dalam Objek Pikir itu.
Dan itu sangatlah menyakitkan sekali, sehingga kita disebut
sebagai si Ruhani yang sakit. Tapi Sang RUH punya cara sendiri
untuk bisa terlepas dari penjara objek pikir kita itu. Ia
menggeliat, ya meronta, yang akibatnya akan berpengaruh
buruk terhadap JASAD kita. Rongga dada kita terasa sempit,
nafas kita tersengal-sengal, darah dan sistem hormonal kita
mengalir di luar takarannya yang normal, sehingga membuat
kita ambruk. SAKIT, atau bahkan bisa MATI.
Untuk menahan kita agar kita bisa terus menerus berada da-
lam Pintu Ingatan kepadanya, Objek pikir kita itu akan mem-
beri kita :
• Rasa Bisa,
• Rasa Memiliki,
• Rasa Tahu,
• Rasa Hebat,
• Rasa Senang,
• Rasa Diri.
• Aku…!
Ya… GUE banget begitu loh. Aku ada, Aku Wujud. Karena aku
ada, maka aku akan marah kepada siapun yang menolak aku.
Aku akan balik menghina orang-orang yang berani-beraninya
menghina aku itu. Aku akan hancurkan dia.
Objek pikir itu juga seperti ikut memberi NAFKAH kepada kita.
36
REZKI kita ikut mengalir melalui objek pikir kita itu. Hanya saja
karena umumnya kita adalah orang yang beragama, maka
objek pikir kita itu kemudian kita poles dengan berbagai istilah
dari agama yang kita anut. Kalau tidak maka kita seolah-olah
telah menjadi orang yang lebih hebat dari orang-orang yang
beragama tertentu. Tanpa kita sadari kita telah menciptakan
agama untuk diri kita sendiri, yaitu
agama objek pikir kita.
Sebaliknya, aku akan tersenyum sum-
ringah ketika orang mau mengikutiku.
Aku akan JAIM (Jaga image) dengan
senyuman dan tingkah lakuku yang menandakan bahwa itulah
aku. Aku ada nih…!. Bisik kita kepada mereka, di dalam hati
kita.
Bahkan karena kita merasa ADA, kita merasa WUJUD, maka
kita bisa sampai pada taraf ingin BERBENTURAN atau BERGA-
DUH dengan Allah. Karena begitu kita mengaku wujud, maka
saat itu akan ada dua wujud, yaitu kita yang mengaku wujud
dan Dzat Yang Wajibul Wujud. Saat itu hilanglah Tauhid kita
dengan seketika. Lalu kita “seakan-akan” ingin selalu ME-
NENTANG TAQDIR. Seakan-akan apa yang sudah Allah Taqdir-
kan untuk kita, itu tidak cocok untuk kita.
“Allah kok begitu ya ?, harusnya kan begini. Ya Allah mohon
ubah dong jadi begini…”, rengek kita menghiba-hiba.
“Kenapa…., kenapa…., kenapa… ya Allah”,
37
. . . protes kita hampir setiap hari.
Kalau setiap saat kita merasa bisa untuk menentukan taqdir
kita sendiri, karena kita ADA dan WUJUD untuk menetukan
taqdir kita itu, maka kita disebut sebagai orang yang berpa-
ham MUKTAZILAH atau QADARIYAH, Atau RASIONALIS. Biasa-
nya ungkapan yang kita pakai adalah: “Kita adalah apa yang
kita pikirkan. Kita bisa mengubah masa depan kita dengan
mengubah pikiran kita saat ini atas masa lalu yang telah kita
hadapi”. Jika dalam paham Rasionalis itu, kita poles dengan
istilah-istilah agama, maka kita disebut sebagai kaum RASIO-
NALIS-AGAMIS.
Kalau kita tetap merasa WUJUD,
namun pada saat yang sama kita
merasa tidak akan sanggup untuk
melawan Allah, maka kemudian
kita bersedia untuk tunduk,
menyerah dan takluk kepada
Allah, kita Pasrah saja kepada Allah, maka paham ini disebut
dengan paham JABARIYAH atau FATALIS, yang jika kita poles
dengan agama menjadi FATALIS-AGAMIS.
Paham jalan AMAN, yang paling banyak kita pakai, adalah
Paham ASY’ARIYAH, Pahan Jalan tengah. Dalam paham ini kita
TETAP merasa WUJUD. Cuma saja sesekali kita merasa bisa
meminjam pakai Paham Qadariyah kalau kita merasa bisa
mengubah taqdir kita, dan di lain waktu kita seperti berpegang
38
teguh pada Paham Jabariyah kalau kita merasa tidak bisa
mengubah taqdir kita. Dalam paham ini, kita seperti duduk di
atas PAGAR. Sesekali kita mencondongkan diri kita kepada
Paham Qadariyah, sesekali kita merebahkan diri kita kepada
Paham Jabariyah. Aman.
Tetapi,
. . . ada sebuah paham yang hanya dianut oleh
sedikit umat manusia.
Ya…, hanya sedikit manusia saja bersedia untuk masuk ke
dalam paham ini. Paham yang akan membuat kita menjadi
orang yang aneh dan ganjil. Orang yang hidup “dalam
kesendirian” di tengah-tengah keramaian. Karena di tengah
keramaian itu kita merasa tidak wujud sama sekali. Kita tidak
ada. Kita tidak wujud.
Paham itu adalah Paham Makrifatullah.
Bahwa, semua pembicaraan kita tentang JASAD, NYAWA,
RUH, HATI, dan MATA HATI seperti yang diterangkan di atas,
pada hakekatnya barulah berbicara tentang SIFAT-SIFAT dari
diri kita. Karena masih dalam tatanan SIFAT, maka boleh jadi
ada pendapat lain yang jauh lebih baik dari pendapat ini. Ya…,
nggak apa-apa. Namanya juga berbicara tentang SIFAT. Kita
belum sampai dalam membicarakan diri kita dari segi
39
HAKEKAT. Ya… Hakekat.
Kalau begitu, apa sih HAKEKAT dari semua anasir diri kita yang
telah kita bahas di atas ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus mempertajam
pandangan Mata Hati kita dengan memakai Kacamata Mak-
rifatullah. Tidak bisa tidak…!. Sebab dengan memakai Kaca-
mata Makrifatullah ini, kita akan dikejutkan oleh kenyataan
bahwa :
. . . kita sebenarnya, hakekatnya,
TIDAKLAH WUJUD.
Karena kita sudah dapat memandang dengan Mata Hati kita,
yang sudah menjadi sangat tajam, bahwa yang boleh wujud
hanyalah SATU, yaitu Dzat Wajibul Wujud. Apapun yang selain
dari Dzat Yang Satu itu tidaklah wujud, karena semuanya
hanyalah semata-mata . . .
. . . penzahiran dari Dzat-Nya yang sedikit,
. . . sehingga dengan begitu,
. . . kita tidak sedikitpun berkeinginan
untuk mengaku ADA, untuk mengaku Wujud.
40
Bagaimana kita akan bisa mengaku wujud, sementara kita
hanyalah bagian kecil dari Dzat-Nya yang sedikit dari Dzat-Nya
Yang Maha Besar, dan Maha Agung. Inilah inti dari Tauhid.
Bahwa keempat anasir diri manusia itu, seperti juga ciptaan-
ciptaan yang lainnya, berada di dalam LAUHUL MAHFUZ, yang
dalam paham DZATIYAH dikatakan sebagai TEMPAT Allah
menciptakan seluruh Makhluk Ciptaan-Nya. Semua proses
penciptaan dan penghancuran makhluk yang berada di dalam
Lauhul Mahfuz itu adalah . . .
. . . AKTIFITAS ALLAH belaka terhadap sedikit dari
Dzat-Nya, yang besarnya tidak lebih dari sebesar
butiran pasir di padang pasir yang sangat luas,
atau setetes air masin di dalam samudera raya.
Tatkala itu,
. . . Allah berkata KUN kepada
Dzat-Nya yang sedikit itu,
. . . sehingga kemudian terzahirlah Rencana Induk (Lauhul
Mahfuz) dari semua ciptaan-Nya. Waktu kemudian mengan-
tarkan Rencana Induk itu untuk terzahir menjadi berbagai
ciptaan dan peristiwa-peristiwa dengan Qada dan Qadarnya
masing-masing. Proses penzahiran itu adalah bak sandiwara
belaka bagi Allah. Karena . . .
41
. . . semuanya adalah perbuatan Allah sendiri
terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang telah Dia
isolasi dengan Tabir Nur dari keseluruhan
Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Tabir Nur itu akan membatasi dan memelihara semua ciptaan-
Nya yang berada di dalam Lauhul Mahfuz itu dari kemusnahan
akibat terbakar hangus karena terpandang pada Kemulyaan
Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Yang dicerita-ceritakan oleh Allah di dalam Al Qur’an, hampir
semuanya berkenaan dengan serba-serbi dan perlakuan Allah
terhadap Dzat-Nya yang sedikit itu, yang berada di Lauhul
Mahfuz. Sebutlah ayat mana saja. Misalnya, ayat tentang
Syurga dan Neraka. Maka ayat tentang Syurga dan Neraka itu
tidak lain hanyalah cerita Allah tentang penzahiran dari Dzat-
Nya yang sedikit itu yang nantinya akan diperuntukkan-Nya
pula untuk Dzat-Nya yang sedikit itu yang terzahir menjadi
manusia, jin, iblis, dan malaikat. Insyaallah, kalau Allah ber-
kenan, tentang hal ini akan kita bahas tersendiri pada saatnya.
Sedangkan terhadap Dzat-Nya secara keseluruhan Dia hanya
berkata sangat sederhana, bahwa Dzat-Nya yang keseluruhan
itulah Dzat Yang Awwal. dan Dzat-Nya yang keseluruhan itu
pulalah nantinya Yang Akhir. Dzat Yang Maha Indah, Dzat Yang
Maha Agung. Dzat yang akan membakar hangus apapun juga
yang terpandang oleh-Nya.
42
Jadi SEMUA yang berkenaan dengan CIPTAAN, mestilah ber-
ada di dalam LAUHUL MAHFUZ. Tidak bisa tidak. Sebab apa-
pun juga yang di luar Lauhul Mahfuz, tetaplah Dia akan men-
jadi MISTERI yang ABADI Sepanjang Masa. Misteri yang tidak
sedikitpun disadari oleh para penganut :
• Paham Wihdatul Wujud,
• Paham Nur Muhammad, dan
• Paham Rabithah Mursyid.
Apalagi oleh orang-orang yang Mata Hatinya Buta dan Tuli.
Sedikit dari Dzat-Nya yang terkurung di Lauhul Mahuz itu bo-
leh kita sebut sebagai Dzat Yang Batin. Dzat yang tidak dapat
dilihat dengan mata. Dzat yang tidak dapat diumpamakan,
Dzat yang tidak ada rupa dan warna. Dzat yang tidak bisa
diserupakan dengan apapun juga. Sama halnya dengan Dzat-
Nya secara Keseluruhan yang ada di luar Lauhul Mahfuz. Ya…,
Dialah Dzat Yang Batin.
Dzat-Nya Yang Batin yang sedikit itu kemudian terkena kalimat
KUN dari-Nya, sehingga lalu dari Dzat Yang Batin itu terben-
tuklah Lauhul Mahfuz, atau Gambaran Besar, atau Rencana
Induk yang memuat skenario Allah yang sangat detail dan rinci
terhadap setiap makhluk yang akan Dia ciptakan sebagai
penzahiran dari Dzat-Nya Yang Batin itu. Salah empat dari
semua ciptaan-Nya itu adalah :
• JASAD,
• NYAWA,
• RUH, dan
43
• PIKIRAN,
yang masing-masingnya telah diberikan pula taqdir oleh Allah
untuk dijalaninya.
Dengan begitu, maka RUH, seperti juga JASAD, NYAWA, dan
PIKIRAN, dapat dikatakan sebagai CIPTAAN ALLAH. Karena ia
adalah anasir diri kita yang terkurung dan berada di dalam
ruang penciptaan atau Lauhul Mahfuz. Akan tetapi karena Ruh
kita itu adalah akibat penzahiran dari sedikit Dzat-Nya, maka
Allah berhak pula mengatakan bahwa RUH itu adalah Milik-
Nya.
“Itu RUH-KU”, kata Allah. Bahkan Allah berhak
mengatakan bahwa RUH itu adalah Dia sendiri.
Pengakuan Allah itu sama halnya dengan pengakuan kita
terhadap kuku tangan kita yang kita akui sebagai diri kita,
sebagai milik kita, sehingga kalau ada orang lain menyakiti
kuku kita itu, maka kita berhak untuk berkata: “Kenapa eng-
kau sakiti aku ?” Padahal yang mereka sakiti adalah kuku kita.
Akan tetapi RUH KITA ITU BUKANLAH ALLAH.
Karena ia hanyalah berasal dari Dzat-Nya yang sedikit saja.
Seperti juga kuku tidak bisa mengaku sebagai kita, misalnya si
Deka. Prinsip ini adalah sangat penting untuk kita ketahui,
karena banyak orang yang sudah berada pada kesadaran RUH
44
ini, kemudian malah menyatakan dirinya sebagai Allah. Seperti
yang terjadi pada orang-orang yang berpaham Wahdatul
Wujud.
Kalau kita paham tentang kepemilikan Allah terhadap Dzat-
Nya yang sedikit itu, yang kemudian dizahirkan-Nya menjadi
semua ciptaan, maka . . .
. . . kita tidak akan pernah lagi untuk menghina,
merusak, menghancurkan, atau bahkan hanya
sekedar untuk menyia-nyiakan sedikit dari
ciptaan-Nya yang lain yang diamanahkan-Nya
kepada kita, yang sebenarnya untuk
kita jaga, untuk kita kelola, dan untuk kita
manfaatkan dengan sangat lembut.
Dengan mengimani bawah JASAD, NYAWA, RUH, dan PIKIRAN
adalah ciptaan Allah dengan Taqdirnya masing-masing, maka
kita sudah tidak perlu takut-takut lagi untuk membahasnya
dalam hal fungsi dan aktifitasnya masing-masing. Kita akan
melihat SIFAT-SIFAT-NYA. Sebab kalau mengenai esensi atau
unsur dasarnya kita sudah tidak perlu membahasnya lagi.
Semuanya berasal dari Dzat-Nya yang sedikit. Ya…, hakekat
dari kesemuanya adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat Yang Batin.
Dari Dzat Yang Batin itu terzahirlah sebuah Rencana Induk
45
(Lauhul Mahfuz) tentang perjalanan hidup seluruh makhluk
ciptaan-Nya, termasuk seluruh umat manusia. Proses penza-
hiran Dzat-Nya menjadi seluruh ciptaan-Nya itu mirip sekali
dengan proses kita membangun sebuah rumah dengan segala
isinya. Mari kita lihat :
1. Tahap Pertama, kita buat dulu rencana, gambaran menye-
luruh dari rumah yang akan kita bangun itu. Kita siapkan
gambar detailnya. Kita mengubah atau menzahirkan se-
suatu yang tadinya dalam bentuk batin, yang tidak terli-
hat, menjadi sebuah rencana yang sudah ada pola, ukur-
an, dan bentukmya. Padanannya adalah sama dengan
Lauhul Mahfuz yang dibuat oleh Allah. Hanya saja gambar
detail yang kita buat itu seringkali
ada saja hal-hal yang kita lupakan.
Sedangkan bagi Allah, semuanya
tidak ada yang terlupakan.
2. Tahap Kedua, dalam MASA tertentu, kita mulai menyiap-
kan SARANA atau INFRASTRUKTUR pembangunannya,
mulai dari tanah tempat berdirinya bangunan, pasir, se-
men, besi, atap, batu merah, kayu,
tegel, peralatan pertukangan, dan se-
bagainya. Kurun waktu bagi kita untuk
menyiapkan sarana dan prasarana itu
bisa dalam sebulan atau lebih.
Untuk kehidupan di langit dan di bumi ini, Allah juga me-
nyiapkan SARANA dan PRASARANA atau INFRASTRUKTUR
46
langit dan bumi itu terlebih dahulu, yang lamanya adalah
8 MASA atau 16 Milyar tahun. Dari 16 Milyar tahun itu, 2
MASA (4 Milyad tahun) dipakai Allah untuk menciptakan 7
lapis langit, dan 6 MASA (12 Milyar tahun) untuk
menciptakan bumi dan segala kelengkapannya. Untuk
satu MASA lamanya adalah 2 milyar tahun.
3. Tahap ketiga, setelah semua infrastruktur tersedia, dalam
waktu atau umur tertentu, SATU-PERSATU kita mulai
membangun fondasi, dinding, lantai, pintu, jendela. Ka-
mar, atap, kamar mandi, meja dan kur-si,
taman, dan sebagainya. Apa yang tadi-
nya hanya berupa GAMBAR atau REN-
CANA, kemudian kita wujudkan menjadi
bagian-bagian Rumah dalam WAKTU
yang tertentu.
Jadi, WAKTU atau UMURLAH yang menyebabkan gambar
fondasi bisa tercipta menjadi fondasi benaran. Misalnya dalam
waktu 1 bulan, maka terciptalah fondasi. Begitulah seterusnya
sehingga dalam waktu atau 6 bulan selesailah kita mem-
bangun sebuah rumah utuh dari sebuah rencana yang telah
kita buat sebelumnya. Hanya saja kita tidak punya rencana
tentang berapa lama UMUR rumah kita itu akan bertahan dan
kemudian ia hancur kembali menjadi unsur tanah, kayu, batu,
dan sebagainya.
Begitu jugalah Allah memperlakukan langit dan bumi beserta
segala makhluk yang ada di dalamnya. Khusus untuk tujuh
47
langit dan bumi, Allah memberikan tambahan UMUR kepada-
nya selama 12 Milyar tahun lagi, sebagai tempat untuk tum-
buhnya peradaban umat manusia berikut dengan semua pe-
ran-peran yang menyertainya. Semua Ciptaan yang terzhahir
itu dapat pula dikatakan sebagai perwujudan dari Dzat-Nya
yang Zhahir, sebelum semuanya kembali hancur luluh menjadi
Dzat-Nya Yang Batin (KIAMAT). Jadi ketika Allah berkata
bahwa Dialah Yang Zahir dan Dialah Yang batin, maka Dia
sebenarnya berkata terhadap Dzat-Nya yang terdapat di
dalam Lauhul Mahfuz. Bukan Dzat-Nya yang di luar Lauhul
Mahfuz.
Sekarang marilah kita sedikit lebih fokus terhadap perlakuan
Allah terhadap setiap anasir diri kita.
Allah memberi UMUR untuk kita yang akan menghubungkan
atau menyambungkan antara Rencana Induk Allah (Lauhul
Mahfuz) dengan terzahirnya kita menjadi Manusia. Misalnya,
untuk menzahirkan Rencana
Allah agar kita bisa terlahir
menjadi BAYI benaran, dari yang
sebelumnya hanya dalam
bentuk rencana induk itu, Alah
menakdirkan untuk berlang-
sung selama 9 bulan. Waktu se-
lama 9 bulan itu disebut sebagai
UMUR kita untuk menjadi bayi.
Kalau kita meninggal saat itu juga, maka selesailah tugas kita.
48
Lalu kita berjalan untuk kembali menjadi Dzat-Nya yang batin.
Akan tetapi kalau UMUR kita masih ada, dan panjang pula,
maka kita akan diantarkan oleh WAKTU atau UMUR kita itu
untuk menjalani TAQDIR kita yang berikutnya, yang penuh
suka ataupun duka, menjadi anak-anak, terus remaja, dewasa,
tua lalu mati.
Rencana Allah terhadap kita
tidak hanya berhenti sampai
kita meninggal itu saja. Allah
ternyata masih punya rencana
lain yang harus kita jalani se-
telah kita meninggalkan alam
dunia ini dan kemudian me-
masuki kembali alam akhirat.
Alam yang dulu, di saat-saat awal penciptaan kita, pernah kita
diami.
Sungguh, kita memang adalah berasal dari Dzat-Nya Yang Ba-
tin lalu TERZAHIR menjadi Dzat-Nya Yang Zahir untuk kemu-
dian kita kembali menjadi Dzat-Nya Yang Batin.
• Dari-Dzat-Nya terzahirlah JASAD
• Dari Dzat-Nya terzahirlah NYAWA
• Dari Dzat-Nya terzahirlah RUH
• Dari Dzat-Nya terzahirlah PIKIRAN (Akal, atau Hati, dan juga
Mata Akal, atau Mata Hati).
Masing-masing terzahir dengan TAQDIRNYA sendiri-sendiri.
49
Allahlah yang berbuat sekehendak-Nya, semena-
mena, dan bersandiwara terhadap sedikit dari
Dzat-Nya. Dan sandiwara itu tergelar tanpa henti
di atas panggung sandiwara yang sangat besar
yang disebut dengan Lahul Mahfuz. Kita masing-
masing adalah AKTOR dari sekian banyak aktor
yang terlibat di dalam sandiwara Allah itu.
Dia tidak akan ditanya atas semua perbuatan-Nya itu. Sungguh
celaka kita yang berani-berani berkata: “Mengapa ? Ada apa ?
Dan seharusnya ?”, kepada-Nya ketika kita menghadapi ber-
bagai duka dan nestapa, atau kita berbangga-bangga diri ke-
tika kita mendapatkan suka dan cita selama kita menjalani
peran kita di dalam sandiwara Allah itu.
Bagi kita peran itu bukanlah sandiwara.
Kita akan digiring untuk memerankan
peran kita dengan total.
Setiap skenario yang telah dibuatkan khusus untuk kita di
dalam sandiwara itu, mau tidak mau, terpaksa ataupun redha,
harus kita jalani. Kalau kita harus sakit, maka sakitnya terasa
betul oleh kita. Kalau kita harus berdarah-darah, maka
darahnya akan mengalir keluar dari pembuluh darah kita.
Kalau kita harus mati, maka matinya tidak bisa diundur walau
50
sedetikpun. Kalau kita harus senang, maka senangnya
benaran. Kalau peran itu mengharuskan kita untuk susah,
maka susahnya juga benaran, sampai kita ampun-ampunan.
Sampai di sini, selesailah topik “Menelisik
Anasir Diri”. Selan-jutnya, INSYAALLAH, kita
akan lanjutkan pembahasan yang lebih
dalam melalui artIkel “MENENGOK KILASAN
SANDIWARA DZAT2
”.
2
http://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan-
sandiwara-dzat-bagian-1/
51
Artikel 5 :
Menengok Kilasan Sandiwara Dzat3
Dari beberapa artikel terdahulu, secara berangsur-angsur, kita
telah mulai memahami bahwa :
Pada awalnya hanya Allah saja yang Wujud. Diri-
Nya disebut Dzat Yang Maha Indah.
Al Hadid (57 / 3) :
“Dialah (Dzat) Yang Awal.”
Segala sesuatu, selain Dzat Yang Maha Indah ini, belum ada.
“Tidak ada” juga tidak wujud pada saat awal itu, termasuk
“kosongpun” juga tidak wujud. Yang Wujud hanyalah Dzat-Nya
semata-mata. Karena kalau saat awal itu ada pula “tidak ada
atau kosong”, maka lunturlah TAUHID kita. Karena saat Awal
itu akan ada DUA wujud yang Ada, yaitu Wujud Allah dan ada
pula wujud “tiada” atau “kosong.”
3
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan-
sandiwara-dzat-bagian-1/
52
Kemudian Dia Bersabda :
1. “KUN” kepada sedikit dari Dzat-Nya,
yang besarnya tidak lebih dari
sebutir pasir di padang pasir, atau
Sedikit dari
Dzat-Nya
setetes air asin di dalam samudera.
Dzat Yang sedikit itu kemudian
ditirai oleh 70 tirai cahaya terhadap
Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Ditirai Oleh 70
Tirai Cahaya
Sehingga Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian berubah
menjadi sebuah Ruang Tertutup yang nanti akan
berfungsi sebagai tempat terselenggaranya Pertunjukan
atau Pagelaran Sandiwara Allah terhadap sedikit dari
Dzat-Nya itu, yang akan diubah-suaikan atau dijadikan-
Nya menjadi berba-gai bentuk CIPTAAN dengan peran
yang PERANAN tententu pula. Panggung Sandiwara,
tempat Allah bermain-main dan bersenda gurau dengan
CIPTAAN-Nya itu, disebut LAUHUL MAHFUZ.
2. “KUN”, maka Dzat-Nya yang sedikit
itu kemudian menjadi BATIN dari
semua bakal ciptaan yang akan
diciptakan oleh Allah melalui Dzat-
Nya yang sedikit itu. Sehingga Dzat-
Dzat-Nya yang
sedikit itu
kemudian
menjadi BATIN
Nya yang sedikit itu boleh pula disebut-NYa sebagai
Dzat-Nya Yang Batin. Al Qur’an kemudian mengatakan :”
Dialah (Dzat) Yang Batin.”
53
3. Dari Dzat Yang Batin, kemudian ter-
zahir menjadi Lauhul Mahfuz, yang
merupakan sebuah Skenario Induk
dari Sandiwara Kehidupan yang
akan dilakoni oleh Seluruh Ciptaan-
Nya. Skenario itu sangatlah detail
dan sempurna sekali. Tidak ada satu
skenariopun, walau untuk peran se-
kecil apapun, yang Dia lupakan. Se-
mua tertulis dan terencana dengan
rapi. Sebutlah peran sebuah atom,
sebuah sel, sebuah molekul, atau
seorang manusia, sebuah bintang,
selapis langit, dan sebagainya, maka
Dari Dzat Yang
Batin,
kemudian
terzahir
menjadi
Lauhul
Mahfuz, yang
merupakan
sebuah
Skenario Induk
dari Sandiwara
Kehidupan
TAKDIR untuk masing-masing-masingnya sudah di tulis di
dalam Buku Rencana Induk atau Lauhul Mahfuz itu.
4. Kemudian dari Dzat Yang Batin itu
terzahir WAKTU, UMUR, dan TEM-
PAT, yang boleh dikatakan sebagai
QADA dan QADAR dari berbagai
ciptaan.
a. WAKTU akan mengantarkan
saat awal terzahirnya sebuah
ciptaan yang akan memerankan
peranan tertentu, seperti apa
yang sudah ditulis dan
Dzat Yang
Batin itu
terzahir
WAKTU,
UMUR, dan
TEMPAT, yang
boleh
dikatakan
54
direncanakan oleh Allah di
dalam Lauhul Mahfuz.
b. UMUR akan menentukan
berapa lama ciptaan itu akan
menjalankan peranannya.
sebagai QADA
dan QADAR
dari berbagai
ciptaan.
c. Dan TEMPAT akan mendukung agar ciptaan itu bisa
berlakon dengan sangat sempurna sesuai dengan
SKENARIO atau Qada dan Qadarnya masing-masing.
Qada dan Qadar itu TIDAK akan pernah berubah. Ia
sudah ditetapkan oleh Allah dengan sangat RIGID.
Al A’raaf (7 / 183) :
“Sungguh rencana-Ku amatlah teguh.”
Al Ahzab (33 / 62) :
“Kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada Sun-
nah Allah.”
Tidak ada seorangpun yang bisa mengubah Qada dan Qadar
atau TAKDIR yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya.
Takdir kita masing-masing sudah digantungkan
oleh Allah pada LEHER kita untuk kita jalani.
Waktu, Umur, dan Tempat akan mengantarkan kita untuk
menjalankan peran kita sesuai dengan takdir kita itu, yang bisa
disebut sebagai AMALAN kita. Amalan kita itu akan persis
55
sama dengan catatan takdir kita itu. Nanti diakhirat, kita itu
akan melihat buku catatan amal kita itu dengan sangat jelas,
bahwa amalan kita tidak melenceng sedikitpun dari buku ca-
tatan takdir kita yang telah ditetapkan Allah buat kita. Tidak
ada perubahan sedikitpun dari renca-
na awal takdir kita dengan penza-
hirannya. Semuanya SAMA. Kita tidak
punya pilihan dalam hal ini.
Al Isra (17 / 13) :
“Tiap-tiap manusia itu telah Kami kalungkan catatan amal
perbuatannya pada lehernya.”
Dari Dzat Yang Batin, pada Waktu yang telah ditentukan, ter-
zahirlah berbagai ciptaan, termasuk kita, yang akan menja-
lankan perannya pada tempat dan umur yang tertentu sesuai
dengan takdir yang telah ditentukan. Semua ciptaan yang ter-
zahir itu disebut sebagai Dzat-Nya Yang Zahir. “Dialah (Dzat)
Yang Zahir.”
Karena semuanya adalah Dzat-Nya sendiri, yang berasal dari
sedikit Dzat-Nya, maka oleh sebab itu Allah berhak untuk me-
negaskannya di dalam Al Qur’an bahwa :
Al Hadid (57 / 3) :
“Dia-lah (Dzat) Yang Zahir, dan Dialah (Dzat) Yang Batin.”
Umur akan mengantarkan kita untuk menjalankan peran kita
56
di alam dunia dan di alam akhirat. Untuk menjalankan peran
kita itu, Allah telah memfasilitasi kita dengan empat anasir diri
kita, yaitu : JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL, yang telah kita
bahas dalam artikel “Menelisik Anasir Diri”4
.
Sekarang marilah kita menengok secara sekilas tentang bagai-
mana Jasad, Nyawa, Ruh dan Akal ini menjalankan peranannya
dalam Lakonan Sandiwara Dzat :
Lakonan Sandiwara Dzat
• Panggungnya adalah Lauhul Mahfuz,
• Arena permainannya adalah Bumi dan Langit. Bumi
menggambarkan Alam Dunia, dan Langit
menggambarkan Alam Akhirat.
• Sedangkan Para Pelakon Utamanya adalah kita umat
Manusia, Jin, dan para Malaikat.
• Dekorasi panggungnya adalah Bulan, Matahari, dan
Bintang-bintang.
• Peran pembantunya adalah berbagai Hewan dan
Tumbuhan.
Kalau tentang Arena Permainan (Bumi dan Langit), Dekorasi
Panggung (Bulan, Matahari, dan Bintang-bintang), Pemeran
Pembantu (Hewan dan Tumbuhan), bagi orang yang TIDAK
4
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian-
1/
57
BERIMAN akan terlihat semuanya itu seperti BEREVOLUSI de-
ngan sendirinya. Seakan-akan mereka punya kecerdasan sen-
diri untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan segala kesu-
litan dan tantangan yang disediakan oleh alam. Yang kelihatan
oleh mereka adalah SIFAT yang berubah-ubah, BENTUK yang
bergerak-gerak, TINGKAH yang meliuk-liuk. Mereka TERHIJAB
oleh SIFAT untuk menyadari HAKEKAT. Makanya mereka dise-
but sebagai kaum MATERIALISTIS.
Akan tetapi . . .
. . . bagi orang yang sudah memakai Kacamata
Makrifatullah, semua Sifat yang berubah, Bentuk
yang bergerak, dan Tingkah yang meliuk itu, sudah
direncanakan sejak awal sabda KUN oleh Allah di
dalam Lauhul Mahfuz.
Qada dan Qadarnya sudah ditetapkan oleh Allah sesuai
dengan Waktu yang telah ditentukan. Ketika mulai waktu ber-
jalan, maka segala sifat, bentuk, dan tingkah dari semua Pe-
meran Sandiwara Dzat itupun ikut pula berubah. Karena WAK-
TU adalah JEMBATAN PENGHUBUNG antara Rencana Induk
(Lauhul Mahfuz) dengan Penzahiran atas Rencana Induk
tersebut menjadi segala Sifat, Bentuk, danTingkah dari semua
Ciptaan.
“KUN”, Dzat-Nya yang sedikit (Dzat Yang Batin) diberi Qada
58
dan Qadar oleh Allah, Lalu dari Dzat-Nya itu terzahir menjadi
Rencana Induk (Lauhul Mahfuz). Lalu Dzat-Nya itu diberikan-
Nya pula Waktu dan Umur, sehingga kemudian dari Dzat-Nya
itu terzahirlah Semua Ciptaan-Nya (Dzat Yang Zahir).
Dengan memakai Kacamata Makrifatullah, kita bisa mema-
dang dengan Mata Hati kita bahwa . . .
. . . ternyata ADA Allah yang mengatur SEDIKIT
dari Dzat-Nya yang sudah Dia kurung di dalam
Lauhul Mahfuz dengan 70 Tabir Cahaya, sehingga
dari Dzat-Nya yang sedikit itu terzahir
menjadi SEMUA Ciptaan.
Dia Maha Menciptakan semua makhluk-Nya
melalui Dzat-Nya yang sedikit.
Bukan hanya itu, DI DALAM Lauhul Mahfuz itu;
• Dia Maha Mengetahui semua sifat, bentuk, dan tingkah
dari semua Ciptaan itu. Karena Dia memang Maha Melihat,
Maha Mendengar, Maha Mengawasi MELALUI Dzat-Nya
yang sedikit itu.
• Dia Maha Berkuasa, Maha Mengatur, Maha Menggerakkan,
dan Maha Berkehendak terhadap semua Ciptaan-Nya
MELALUI Dzat-Nya yang sedikit itu.
• Dia Maha Mengaktualisasikan 99 Nama-nama-Nya Yang
Maha Indah terhadap semua Ciptaannya MELALUI Dzat-
Nya Yang sedikit itu.
59
Sedangkan DI LUAR Lauhul Mahfuz, semuanya
akan Hangus dan Musnah “terbakar” oleh
Keagungan Dzat-Nya Yang Maha Indah.
Dan, untuk menjadi SAKSI atas semua Kehebatan-Nya itu, ma-
ka Allahpun kemudian menciptakan Manusia, Jin, dan Malai-
kat yang akan menjalankan perannya masing-masing. Peran-
peran itu sudah kita bahas pula di lain artikel sebelumnya.
Namun secara garis besar peran-peran itu bisa dibagi dua,
yaitu :
• Ada peran-peran yang menggambarkan siapa yang BISA
untuk bersaksi terhadap Allah, dan
• Ada pula peran-peran yang memperlihatkan siapa yang
TIDAK BISA untuk bersaksi tentang Allah.
Dan tentu saja untuk setiap peran itu ada pula AKIBAT atau
HASIL yang akan diperoleh oleh setiap pemeran dari peran-
peran itu di setiap perputaran waktu.
• Malaikat ditakdirkan untuk bisa bersaksi sepanjang masa.
• Iblis yang tadinya adalah makhluk Jin yang tingkatannya
sudah sama dengan Malaikat, ditakdirkan pula semenjak
ada Adam sampai dengan akhir masa menjadi makhluk-Nya
yang tidak bisa lagi bersaksi terhadap Allah.
• Sedangkan manusia, ada yang ditakdirkan bisa bersaksi
bulat selama hidupnya, seperti Nabi-nabi, Rasul-rasul, dan
orang-orang shaleh; ada yang lebih banyak bisa bersaksi
dibandingkan dengan kelupaan; ada yang lebih banyak
60
lupanya dibandingkan dengan kesaksiannya; dan ada yang
lupanya berketerusan kepada Allah (kafir).
Hanya orang-orang yang sudah bersaksi secara bulatlah yang
akan bisa BERIMAN yang BULAT pula kepada Allah. Untuk
pembuktiannya, akan mengharuskan kita pula untuk BERIMAN
kepada TAKDIR Allah, yang alangkah sulitnya untuk diimani,
kecuali kalau hanya ucapan dibibir saja. Untuk bisa percaya
kepada Allah dan kepada Takdir-Nya dengan bulat, maka di
sinilah dibutuhkan pengenalan kita yang utuh tentang Allah,
Makrifatullah ! Karena dengan ilmu makrifatullah inilah kita bi-
sa melihat bahwa semua ciptaan ternyata adalah penzahiran
dan perlakuan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya sendiri.
Sehingga dengan begitu kita bisa mengerti dengan mudah
bahwa Nabi Adam dan Hawa memang sudah seharusnya ke-
luar dari Syurga, karena takdir Beliau memang sudah ditetap-
kan sebagai Khalifah untuk membangun Bumi yang sudah di-
siapkan oleh Allah sebelumnya. Iblispun sudah takdirnya pula
untuk menjadi makhluk yang akan selalu berkubang dengan
angkara murka, sebagaimana juga Malaikat yang harus men-
jalani takdirnya sebagai makhluk yang akan selalu menyucikan
Allah. Dan Allah sudah menakdirkan pula ketiga macam makh-
luk ini (Manusia, Jin, dan Malaikat) untuk saling berinteraksi
dalam Sandiwara Dzat sampai Akhir Umur dari semua Ciptaan.
Akhirul Kalam, semua ciptaan kembali MUSNAH dan kembali
menjadi Dzat-Nya. Sehingga Dialah Yang Akhir. Dengan begitu
lengkaplah ayat 3 dari Surat Al Hadid berikut ini :
61
Al Hadid (57 / 3) :
“Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Bathin,
dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
• Yang Awal adalah Dzat-Nya Keseluruhan Yang Maha Indah.
• Yang Akhir adalah Dzat-Nya Keseluruhan yang Maha Indah.
• Yang Zahir adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang TERZAHIR
dalam bentuk semua Ciptaan.
• Yang Batin adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang menjadi
Unsur AZASI dari semua Ciptaan.
• Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu yang Terjadi di
dalam Lauhul Mahfuz, di mana Dia Bersandiwara dengan
Dzat-Nya yang sedikit, yang dikurung-Nya dengan 70 Tabir
Cahaya di dalam Lauhul Mahfuz itu.
• Yang Zahir adalah Dzat-Nya, Yang Bathin juga adalah Dzat-
Nya. Dzat-Nya yang sedikit.
Dzat-Nya Yang Zahir akan terlihat oleh PANCA INDERA kita
sebagai SIFAT dari semua Ciptaan, Dzat-Nya Yang Batin akan
terlihat oleh MATA HATI kita sebagai HAKEKAT dari semua Cip-
taan. Kalau sudah begitu maka HATI kita akan mantap untuk
Bermakrifat kepada Allah. MAKRIFATULLAH. Bahwa segala
Sifat dan Hakekat itu hanyalah bercerita tentang SEDIKIT dari
Dzat-Nya, yang besarnya tak lebih dari sebesar sebutir pasir di
padang pasir yang sangat luas, atau setetes air masin di
tengah-tengah samudera, terhadap KESELURUHAN Dzat-Nya
Yang Maha Indah.
62
Wahai sahabat, masihkah kita bisa mengaku ?
• Tidakkah lidah kita ini menjadi KELU saat kita mengingat
Kemahabesaran dan Keagungan Allah kita ?
• Tidakkah kita menjadi MALU untuk menghina sesama cip-
taan ini ?
• Tidakkah kita menjadi SUNGKAN untuk menyiksa sesama
ciptaan ini ?
• Tidakkah kita menjadi TERGETAR saat kita menyakiti se-
sama ciptaan ini ?
• Tidakkah kita menjadi TIDAK ENAK HATI saat kita meng-
hancurkan sesama ciptaan ini ?
• Bukankah kita ini sama-sama Dzat-Nya Yang Zahir ?
• Bukankah kita ini sama-sama berasal dari Unsur Asazi yang
sama, yaitu Dzat-Nya Yang Batin ?
• Dan, bukankah hakekatnya kita semua ini adalah SATU,
yaitu Dzat-Nya Yang sedikit ?
• Dzat-Nya yang Sedikit, yang TIDAK TERPISAH dari Dzat-Nya
Keseluruhan.
• Seperti tidak terpisahnya jari tangan kita dengan diri kita.
• Seperti tidak terpisahnya Belalai dari diri Gajah.
• Seperti tidak terpisahnya setetes air masin dari Samudera.
Sehingga,
• Saat kita menghina sesama ciptaan, Allah berhak untuk
berkata : “Kenapa engkau hina Aku ?”
• Saat kita menyiksa sesama ciptaan, Allah berhak untuk
berkata : “Kenapa engkau siksa Aku ?”
• Saat kita menyakiti sesama ciptaan, Allah berhak untuk
63
berkata : “Kenapa engkau sakiti Aku ?”
• Saat kita menghancurkan sesama ciptaan, Allah berhak
untuk berkata : “Kenapa engkau hancurkan Aku ?”
• Sebaliknya.
• Tatkala kita bisa menabur kebaikan bagi sesama, Allah akan
memperkenalkan, menyanjung, dan membangga-bangga-
kan kita kepada para Malaikat dan Jin.
• Saat kita saling berbagi rezki, Allahpun memperkenalkan
kita sebagai : “Abdur Razak.”
• Lain kali kita disanjung-Nya sebagai Abdul Hadi, Abdul
Salam, Abdul Rahman, Abdul Rahim, dan sebagainya.
• Tapi, perkataan serta sanjungan Allah ini hanya akan bisa
“didengar” oleh orang-orang Allah. Orang-orang yang selalu
berkata : “Cukuplah Allah bagiku….” Dan itu sangatlah
menggetarkan sekali.
Dan yang terpenting di atas semua itu adalah bahwa SEGA-
LANYA sudah ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi. Namun,
BAGI ALLAH, semuanya itu hanyalah SANDIWARA
BELAKA. Sandiwara atas Dzat-Nya sendiri.
Sedangkan . . .
BAGI KITA, peran yang kita sandang dalam
sandiwara itu haruslah kita jalani dengan
BERSUNGGUH-SUNGGUH.
64
Peran yang membuat kita kadang-kadang merasa kembang-
kempis, tunggang-langgang, luluh-lantak, kacau-balau, lintang-
pukang, dan bahkan hancur-lebur, MATI; adakalanya kita bisa
bercengar-cengir, cengengesan, cekikikan, bahkan sampai
mati ketawa; tempo-tempo kita bisa merasa haru-biru, riang-
gembira, asyik-masyuk, dan sebagainya. Dan kesemuanya itu
adalah peristiwa SUNGGUHAN.
Salah satu Sandiwara Dzat yang sedang berlangsung di Indo-
nesia saat ini adalah proses PILPRES 2014-2019. Mari kita lihat
Pilpres ini dengan memakai Kacamata Makrifatullah.
“KUN”, lalu dari Dzat-Nya yang sedikit terzahirlah sebuah
RENCANA BESAR yang sangat
sempurna (Lauhul Mahfuz) ten-
tang sebuah Sandiwara Kolosal
yang kelak para pemainnya ada-
lah semua CIPTAAN. Setiap cipta-
an itu telah dibuatkan oleh Allah
TAKDIRNYA masing-masing. Tepat
SATU TAKDIR untuk setiap cipta-
an. Walaupun terlihat Lautan Kemunginan Takdir di depan
mata kita, namun tetap hanya satu Takdir yang cocok untuk
kita.
Takdir inilah nantinya yang akan mengawal agar setiap ciptaan
itu menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan apa-apa
yang telah ditetapkan untuknya. Takdir itu tidak akan pernah
saling tertukar. Masing-masing tidak akan bisa keluar dari
65
takdirnya itu.
Kemudian Allah menciptakan WAKTU yang akan menjemba-
tani antara rencana Allah dengan penzahiran dari Rencana-
Nya itu di TEMPAT-TEMPAT tertentu. Dari situlah kemudian
terbentuk episode-episode kehidupan yang salah satunya
adalah episode PILPRES Indonesia 2014-2019 yang sedang kita
jalani.
Siapa Presiden kita untuk 2014-2019 itu, sebenarnya sudah
TERTULIS dengan sangat terang benderang di LAUHUL
MAHFUZ. Tapi bagi kita saat ini, misalnya pada tanggal 10 Juni
2014, Presiden itu masih berupa Rencana yang belum terzahir.
Untuk penzahiran Presiden itu, di samping diberi waktu :
• Allahpun MENGILHAMKAN kepada sekian ratus juta pendu-
duk Indonesia untuk membuat aturan-aturan dan kesepa-
katan-kesepakatan. ILHAM itu ada ILHAM FUJUR dan
adapula ILHAM TAQWA.
• Allah mengilhamkan kepada rakyat Indonesia untuk mem-
bentuk kelompok-kelompok yang telah selesai melakukan
proses Pemilu Legistaltif. Kemudian waktulah yang akan
mengantarkan orang-orang yang telah diberi ilham itu
untuk terzahir menjadi koalisi partai-partai peserta pemilu
yang akan mengusung CAPRES/CAWAPRES untuk dipilih
oleh rakyat dalam sebuah PILPRES. Allah kemudian mengil-
hamkan kepada sekian banyak orang untuk mengangkat
PRABOWO/HATTA dan JOKOWI/JK untuk menjadi Capres/
66
Cawapres yang akan dipilih dalam sebuah Pilpres nantinya.
• Pada waktunya, Allah mengilhamkan KEFUJURAN kepada
orang-orang yang takdirnya adalah untuk menjalankan
peran sebagai teman IBLIS. Allah mengilhamkan kepada
mereka cara untuk fitnah-memfitnah, mencaci-maki, ber-
bohong, dan aktifitas lain yang akan menimbulkan keka-
cauan. Lalu semua perkataan, perbuatan, dan taktik untuk
terzahirnya perilaku kefujuran itu, akan mereka lakukan
dengan sepenuh tenaga, waktu, uang, dan pikiran. Black
campaign, intimidasi, pembunuhan karakter, dan kampa-
nye negatif lainnya adalah sebuah kenicayaan saja di te-
ngah-tengah guyuran ilham fujur itu memasuki hati
mereka.
• Namun, pada waktu yang bersamaan, Allah mengilhamkan
pula tentang KETAQWAAN kepada orang-orang yang me-
mang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk menjalankan
peran sebagai orang-orang yang berteman dengan para
Malaikat. Allah mengilhamkan kepada mereka tentang
kebaikan, kejujuran, keharmonian, kebahagiaan, dan seba-
gainya. Dari pikiran mereka kemudian keluarlah perkataan,
perbuatan, dan taktik yang akan menunjukkan bahwa
mereka adalah orang-orang yang bertaqwa.
Boleh jadi pada masing-masing Capres/Cawapres itu orang
yang menjalankan kedua macam PERAN itu ada. Makanya
akan ramai sekali. Mereka tidak akan bisa keluar dari peran
yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk mereka seperti itu.
67
Dalam sebuah debat di Teve, Allah kemudian mengilhamkan
kepada masing-masing Capres/Cawapres itu untuk saling ber-
tukar kata dan kalimat. Untuk kata-kata dan kalimat-kalimat
itu ada pula RASA yang terasa oleh mereka maupun oleh pen-
dukungnya masing-masing. Sehingga mereka bisa berkata
“YES, pilihan gue banget”, atau “terpojok lu, kalah lu dengan
Capres/Cawapres gue ! Dan mereka bisa pulang ke rumah
dengan sebuah mimpi bahwa calon merekalah yang akan
menjadi Presiden/Wakil Presiden dalam waktu dekat.
Semua orang di Indonesia akan menjalankan perannya ma-
sing-masing, sesuai dengan takdirnya, dalam proses Pilpres
itu. Ada yang mendukung dan mengelu-elukan calon tertentu,
ada yang menolak dan menjelek-jelekkan calon yang lain, ada
yang masih ragu-ragu, dan ada pula yang tidak peduli dengan
proses itu. Semuanya itu akan berperilaku sesuai dengan
ILHAM yang telah diberikan oleh Allah agar mereka bisa
menjalankan tugasnya tepat pada waktunya.
Demikianlah, dalam sudut pandangan Kacamata Makrifatullah,
Mata Hati kita akan melihat bahwa apa yang sedang dialami
oleh bangsa Indonesia saat ini,
PILPRES, tak lain hanyalah sebuah Episode Kecil
saja dari sebuah Sandiwara Dzat Yang Maha
Dahsyat. Sandiwara yang dilakukan oleh Allah
terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang sangat kecil.
68
Eposide Kecil itu hanyalah bak sebuah Pagelaran Wayang Kulit
yang pelakonnya adalah kita semua, Bangsa Indonesia. Kita
masing-masing hanyalah sebuah wayang kulit yang secara
ZAHIR terlihat bergerak, berbicara, dan beraktifitas, sesuai
dengan peran kita sendiri, di antara wayang-wayang yang
lainnya. Episode Kecil itu ramai dan riuh rendah sekali. Akan
tetapi yang bergerak, berbicara dan beraktifitas itu ternyata
adalah SANG DALANG.
Kalau kita hanyalah sebuah wayang saja, lalu SIAPAKAH SANG
DALANG, yang membuat si wayang seperti bisa berbicara,
bergerak, dan beraktifitas itu ?
Untuk mengetahui Sang Dalang ini, ada beberapa alternative
pemahaman yang tersedia :
• Pemahaman yang paling banyak
dipakai orang adalah bahwa Sang
Dalang itu adalah ALLAH sendiri. Akan
tetapi paham seperti ini akan segera
Sang Dalang
itu adalah
ALLAH sendiri
membawa kita dengan sangat cepat menuju Paham
Wahdatul Wujud. Sehingga kalau kita mengakui bahwa
Allahlah yang mengge-rakkan kita setiap saat, maka itu
sama saja dengan membawa diri kita untuk lambat laun
mengatakan bahwa Allah adalah saya, atau saya adalah
Allah. Untuk lebih memahami paham ini, silahkan lihat
kembali artikel mengenai Paham Wahdatul wujud.
69
• Ada juga yang memahami bahwa
Sang Dalang itu adalah Ruh yang
ditiupkan oleh Allah ke dalam diri
kita. Dalam paham ini, Ruh-lah yang
menyebabkan kita bisa bergerak,
melihat, mendengar, berbicara,
Sang Dalang
itu adalah Ruh
yang ditiupkan
oleh Allah ke
dalam diri kita.
merasa dan beraktifitas. Itu betul. Akan tetapi kalau kita
memakai paham ini untuk memaknai Sang Dalang, maka
kita akan kesulitan untuk memahami siapa yang mengge-
rakkan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bintang-bintang
yang bertebaran sampai keujung langit. Masak yang men-
jadi Sang Dalang untuk diri kita BERBEDA dengan Sang Da-
lang untuk Alam semesta ? Padahal hanya ada SATU Da-
langlah yang melakukan seluruh aktivitas yang terzahir di
dalam Panggung Pagelaran Wayang Kulit itu.
Jadi dengan memahami bahwa Sang Dalang adalah Ruh, maka
dapatlah dikatakan itu masih kurang tepat. Sebab Ruh
hanyalah salah satu dari empat anasir diri kita yang terdiri dari
JASAD, NYAWA, AKAL, dan RUH. Dan keempat anasir diri kita
itu merupakan penzahiran dari DZAT-NYA yang sedikit.
Oleh sebab itu, untuk bisa memahami siapa Sang Dalang ini
dengan clear, kita harus kembali memakai Kacamata Makri-
fatullah dalam memandang Pegalaran Wayang Kulit itu. Bah-
wa HAKEKATNYA :
• Sang Dalang-lah yang bergerak, melihat, mendengar, mera-
sa, berbicara, dan beraktifitas.
70
• Sedangkan kita sebagai Sang Wayang hanyalah SIFAT-SIFAT
yang terzahir dari apa-apa yang dilakukan oleh Sang Da-
lang.
• Dan di belakang sang Dalang adalah SANG PENANGGAP.
Yaitu orang yang meminta Sang Dalang untuk memainkan
lakonan tertentu, episode tertentu, atau cuplikan tertentu
dari sebuah cerita besar Pewayangan. Sang Dalang hanya-
lah pihak yang Patuh dalam menjalankan perintah Sang Pe-
nanggap. Di belakang Sang Penanggap sudah tidak ada sia-
pa-siapa lagi.
Sang
Penanggap
Sang
Dalang
Sang
Wayang
Maka dengan begitu kita berhenti untuk berpikir lebih lanjut.
Berhenti berpikir itu namanya adalah kita telah
BERMAKRIFAT.
Jadi dengan bergerak . . .
. . . dari Sifat kepada Hakekat untuk kemudian
Bermakrifat,
. . . maka kita akan mudah untuk memahami bahwa . . .
71
. . . kita, sebagai CIPTAAN, hanyalah semata-mata
WAYANG-WAYANG yang tidak bisa berbuat apa-
apa. Tidak bisa melihat, mendengar, merasa,
berbicara, dan beraktifitas.
Benar-benar tidak bisa apa-apa. Sebab pada Hakekatnya
semua itu dilakukan oleh Sang Dalang. Lalu melalui Sang
Dalanglah mengalir semua keinginan Sang Penanggap dalam
Pagelaran Wayang itu. Sang Dalang tidak bisa bermain-main
dan keluar dari pakem yang telah ditetapkan untuknya oleh
Sang Penang-gap.
Dengan begitu, maka kita akan bisa memahami bahwa . . .
. . . Sang Dalang itu adalah DZAT-NYA Yang Sedikit,
yang terkurung oleh 70 Tirai Nur,
di dalam Lauhul Mahfuzdari Keagungan
Keseluruhan DZAT-NYA Yang Maha Indah.
Karena dari Dzat-Nya yang sedikit itulah terzahir semua
aktifitas dari semua Ciptaan. Dan Perlakuan Allah terhadap
sedikit dari Dzat-Nya itulah yang menyebabkan aktifnya semua
Ciptaan-Nya.
Cuma saja bedanya dengan Pagelaran Wayang adalah :
• Ciptaan itu (wayang-wayang) adalah Dzat-Nya yang Zahir.
72
• Dzat-Nya Yang Zahir itu berasal dari Dzat-Nya Yang Batin
(Sang Dalang), yang merupakan sedikit Dzat-Nya dari
keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah (Sang Penanggap).
Jadi . . .
. . . semua yang ada di dalam Panggung Pagelaran
Wayang itu tak lain dan tak bukan adalah
perlakuan Allah sendiri terhadap Dzat-Nya sendiri
pula yang telah dikurung-Nya
di dalam Lauhul Mahfuz.
Keadaan ini terjadi mirip seperti kita memperlakukan tangan
kita mulai dari pergelangan tangan sampai ke ujung-ujung jari.
Kita BATASI arena permainan kita hanyalah sampai sebatas
pergelangan tangan kita ke bawah saja. Kita gerak-gerakan
masing-masing jari tangan kita menjadi 5 karakter sifat yang
saling bermain-main satu sama lainnya.
Nah, mulai dari pergelangan tangan sampai
dengan ke ujung-ujung jari itulah yang bisa
disebut sebagai sedikit dari diri kita (Sang
Dalang) bila dibandingkan dengan keseluruhan diri kita (Sang
Penanggap). Sedangkan jari-jari tangan kita yang ber-gerak,
berbicara dan beraktifitas bisa kita sebut sebagai Sang
Wayang. Kita kurung jari-jari tangan itu di dalam di dalam
arena permaian yang besarnya hanya sebatas pergelangan
tangan kita saja yang boleh diartikan sebagai Lauhul Mahfuz.
73
Jari-jari tangan kita itu tidak pernah bisa mewakili diri kita
secara keseluruhan, sehingga dengan begitu dapatlah kita
umpamakan bahwa Dzat-Nya yang sedikit itupun TIDAK akan
pernah bisa mewakil Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah,
sehingga dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud.
Kalau sudah memahami ini, maka barulah kita akan bisa me-
mahami ayat Al Qur’an yang berbunyi :
Al Anfal (8 / 17) :
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan
bukan kamu yang melempar ketika engkau melempar, tapi
Allahlah yang melempar.”
Sebenarnya Allah-lah yang berkehendak dan beraktifitas kepa-
da semua ciptaan-Nya MELALUI Dzat-Nya yang sedikit. Sehing-
ga dari Dzat-Nya yang sedikit itulah kemudian terjadi semua
aktifitas yang dilakukan oleh semua CIPTAAN. Sehingga lidah
kitapun jadi KELU untuk MENGAKU-NGAKU.
Kita hanya menjadi Wayang,
menjadi KOSONG,
menjadi NOL.
Dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud. Bagaimana
akan menjadi Wahdatul Wujud, wong semuanya itu terjadi ha-
74
nya pada SEDIKIT dari Dzat-Nya saja kok ? Bukan pada kese-
luruhan Dzat-Nya Yang Maha Agung, Yang Maha Indah, Yang
Maha Tinggi, Yang Maha Segalanya.
Inilah pandangan MATA HATI bagi orang-orang yang sudah
tidak buta terhadap HAL atau KEADAAN yang sebenarnya (HA-
KEKAT).
Sehingga kita bisa RIDHO terhadap apa-apa yang
datang dan pergi menyinggahi kita. Artinya tidak
ada lagi PERTANYAAN-PERTANYAAN yang
terlontar dari mulut kita, yang akan menghalangi
kita untuk beriman kepada Rukun Iman yang ke-6.
Beriman TOTAL kepada Qada dan Qadar Allah tanpa reserve.
• Tidak ada lagi tanya KENAPA.
• Tidak ada juga kata SEHARUSNYA.
• Tidak ada pula kata KALAU dan ANDAIKATA.
• Yang ada hanyalah :
• Punya MATA pakailah untuk memandang,
• Punya TELINGA pakailah untuk mendengar,
• Punya TANGAN tepuk-tepuklah bertalu-talu.
• Buatlah diri TIDAK TAHU.
• Telanlah PAHIT ataupun MANIS.
• Namun MULUT tetap Diam.
• Diam tak berbicara.
• Diam tak mengeluh.
75
• Diam dalam tangis ataupun tawa.
• Diam untuk menjadi LAKON.
• Diam dalam menjalankan PERAN.
• Diam untuk menjadi PESURUH SEJATI.
Sampai di sini selesailah artikel Menengok Kilasan Sandiwara
Dzat. Insyaallah, kalau Allah mengizinkan, kita akan lanjutkan
dalam artikel lainnya yaitu “Bagaimana Kalau Kita Buta”5
.
5
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita-
buta-dan-tuli-bagian-1/
76
Artikel 6 :
Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?6
Apa yang akan terjadi kalau . . .
. . . kita tidak berhasil berada dalam posisi sebuah
Wayang terhadap Dalang,
. . . yang dalam Kacamata Makrifatullah adalah SERUPA
dengan posisi Semua Ciptaan terhadap Perlakuan dan Per-
buatan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya ?
Jawabannya adalah . . .
. . . kita akan berada pada sebuah keadaan yang
membuat kita identik dengan
orang yang BUTA dan sekaligus TULI.
Karena kita tidak mampu untuk untuk memandang dan men-
dengarkan KEBENARAN yang sebenar-benarnya Kebenaran
atau HAKIKAT.
Kita hanya akan bermain di tataran SIFAT saja.
6
http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita-
buta-dan-tuli-bagian-1/
77
Kalau kita selalu bercerita hanya tentang sifat dan sifat saja,
maka artinya kita hanya akan bercerita tentang semua alam
ciptaan ini dengan hanya memakai SETENGAH dari diri kita
sendiri, yaitu diri kita dari sisi LAHIRIAH saja. Kita hanya akan
bercerita tentang apa-apa yang bisa kita telisik dengan Panca
Indera kita saja. Makanya yang akan ketemu oleh kita adalah
istilah-istilah :
• EVOLUSI,
• Materi dan Energi,
• dualitas Partikel dan Gelombang,
dengan perilaku dan sifat-sifatnya masing-masing yang keli-
hatan bak Lautan Kemungkinan saja.
Dengan hanya memakai setengah diri kita seperti itu,
. . . kita akan luput untuk memahami tentang
SANG PENYEBAB dari terzahirnya
semua sifat-sifat itu, . . .
. . . yang alangkah sempurnanya. Saking sempurnanya Sang
Penyebab itu berbuat dan berperilaku, sehingga . . .
. . . kita seakan-akan bisa
melupakan-Nya sama sekali.
Sang Penyebab telah menirai Diri-Nya dengan sangat sempur-
na melalui tirai sifat-sifat-Nya yang terzahir pada semua
78
ciptaan-Nya.
Kita lalu akan melihat bahwa . . .
. . . semua tumbuhan, binatang, dan manusia
seakan-akan berevolusi dengan sendirinya . . .
. . . untuk menyesuaikan dirinya terhadap tantangan-tantang-
an yang diberikan oleh alam pada waktu-waktu tertentu.
Pemikiran seperti inilah yang coba diformulasikan oleh DAR-
WIN, yang terkenal dengan TEORI EVOLUSI-nya. Sehingga kita
diajak oleh Darwin untuk tidak
malu-malu mengatakan bahwa kita
ini adalah keturunan MONYET yang
telah berevolusi menjadi MA-
NUSIA. Sementara monyetnya sen-
diri masih ada dan hidup berdam-
pingan di hutan sebelah kita.
Begitu juga kalau kita melihat tingkah polah :
• Materi dan Energi,
• Dualitas cahaya dalam bentuk Partikel dan Gelombang,
• Bintang-bintang dengan garis edarnya,
• dan lain-lain sebagainya,
semuanya seperti menari dan berlenggang lenggok dengan
sendirinya di depan mata kita membentuk keindahan yang sa-
ngat mencengangkan. Dan sekali lagi kita akan melupakan
Sang Penyebab dari semua kejadian dan peristiwa itu. Kitapun
79
telah menjadi orang yang materialisitis.
Sebab hanya dan hanya dengan memakai setengah diri kita
yang lainnya sajalah kita akan bisa memandang dengan utuh
tentang Sang Penyebab dari terzahirnya semua sifat-sifat itu.
Dan setengah diri kita itu adalah diri kita yang bersifat
RUHANI, yaitu AKAL atau HATI.
Kalau Akal / Hati kita ini tidak hidup, MATI,
maka kita dikatakan sebagai
orang yang Buta dan Tuli secara hakiki.
Ya… kita seketika itu juga akan berubah menjadi orang yang
BUTA dan TULI. Tapi yang buta itu bukanlah mata kita, dan
yang tuli itu bukan pula telinga kita.
Yang buta dan tuli itu adalah HATI/AKAL kita.
Sebab, walaupun mata kita masih bisa melihat, telinga kita
masih bisa mendengar, tapi hati/akal kita tetap tertutup mati
(tercover) untuk memandang alam HAKIKAT dan MAKRIFAT.
Sehingga tatkala kita berkata-kata
kepada orang lain, kita seperti si bisu
dan si buta yang sedang bercerita
tentang BESARNYA seekor GAJAH de-
ngan hanya memegang ekor gajah,
atau belalainya, atau kupingnya, atau
80
kakinya saja. Tepatnya, kita akan terjerembab untuk selalu
bercerita tentang segala hal tentang SIFAT-SIFAT.
Padahal . . .
. . . kalau kita buta, tuli, dan bisu selama kita
hidup di dunia ini, maka seperti itu pulalah kita
akan hidup kelak di akherat.
Buta, tuli, dan bisu di dunia saja sangatlah tidak enak, apalagi
kalau buta, tuli dan bisu itu terjadi di akhirat kelak. Sungguh
tak terbayangkan sengsaranya.
Sebab . . .
. . . kalau kita jadi SI BUTA di dunia ini, maka
kita akan segera ditangkap dan disandera
oleh berbagai SIFAT
yang ingin menjadikan dirinya sebagai diri kita.
Sifat-sifat itu, apa saja, akan memaksa kita untuk berkata
“aku” kepada siapapun, saat kapanpun, di manapun kita ber-
ada, dan ke manapun kita pergi.
Sifat-sifat itu menyelinap masuk ke dalam otak kita melalui
mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit kita. SEKALI sifat-sifat itu
masuk ke dalam PIKIRAN kita, maka ia akan menetap di sana
membentuk PINTU-PINTU INGATAN yang akan selalu melam-
81
bai-lambai kepada kita untuk kita buka dan masuki di lain
waktu.
Begitu pintu ingatan terhadap sebuah SIFAT kita buka dan kita
masuki, maka ingatan kita akan dipe-
gang dengan sangat kuat oleh sifat itu.
Ingatan kita akan terikat seperti seekor
ikan yang terikat pada sebilah mata
pancing. Semakin kita menggeliat dan
melawan untuk melupakan sifat itu, kita malah akan semakin
tersangkut erat dalam cengkraman sifat itu.
• Kadangkala kita dipaksa oleh sifat itu untuk merasakan
sakit dan capek yang sangat luar biasa.
• Namun di lain waktu kita diiming-imingi oleh sifat itu
dengan rasa nikmat, senang, dan bahagia.
Sampai akhirnya kita akan mengikuti apa saja maunya sifat itu
terhadap diri kita. Lalu hari-hari kita akan disibukkan untuk
membesar-besarkan sifat itu. Kita puja, kita jajakan, kita
sebut-sebut kehebatan sifat itu dengan harapan orang lain
juga mau mengingat-ingat sifat itu setiap saat, seperti yang
kita lakukan.
Karena hati kita buta dan tuli, maka kita akan diperlihatkan
bahwa sifat itu seperti punya KUASA. Sifat itu kita anggap bisa
menentukan masa depan kita. Contoh yang sangat populer
saat ini, tentang kuasa sifat ini, adalah . . .
82
. . . anggapan segelintir orang bahwa GETARAN
atau VIBRASI PIKIRAN dan PERASAAN yang kita
pancarkan bisa mempengaruhi MASA DEPAN
yang akan kita alami dan lalui.
Pertanyaannya nanti adalah bagaimana posisi dari Rukun Iman
yang keenam, percaya kepada takdir baik dan buruk yang
berasal dari Allah. Sebab kalau kita bisa menentukan takdir
dan nasib kita, maka kita sebenarnya telah menciptakan
Rukun Iman yang ketujuh, yaitu kita bebas mengatur masa
depan kita dengan mengatur-atur vibrasi atau getaran yang
berasal dari pengaturan pikiran kita.
Dengan berbagai cara, kita akan diperlihatkan bahwa seakan-
akan vibrasi pikiran dan perasaan (emosi) yang kita pancarkan
akan bisa mempengaruhi perolehan kita di masa depan. Maka
kita akan diperkenalkan dengan konsep POWER dan FORCE ala
David R. Hawkins yang memang sedang mendunia.
Bahwa kalau kalau kita bisa menggunakan
getaran pikiran dan emosi
dengan energi tingkat tinggi, maka kita disebut
sedang menggunakan POWER.
Sebaliknya kalau kita lebih banyak menggunakan
getaran pikiran dan emosi energi tingkat rendah,
83
kita disebut sedang menggunakan FORCE.
• Kalau kita lebih banyak mengalami emosi negatif seperti
rasa minder, rasa bersalah, ketakutan dan depresi, marah
dan sombong, maka kita disebut . . .
. . . orang yang sedang menggunakan getaran
pikiran dan perasaan pada level FORCE dalam
menjalani kehidupan kita.
Hati kita digambarkan sebagai hati yang sempit dan sedang
sakit.
• Sebaliknya kalau kita bisa meningkatkan getaran pikiran
dan perasaan kita sampai ketahapan emosi positif seperti
kerelaan, penerimaan, cinta kasih, suka cita, kedamaian,
apalagi sampai ketahap mendapatkan pencerahan, maka
kita disebut . . .
. . . sedang berada pada wilayah getaran pikiran
dan perasaan pada level POWER.
Di mana keadaan hati kita saat itu digambarkan sebagai
hati yang lapang dan sehat.
Sebenarnya keadaan level perasaan atau emosi kita dalam
istilah Power dan Force ini tidak ada yang baru sama sekali.
84
Dari dulu ya begitu-begitu juga adanya. Dalam bahasa agama
Islam bisa dipadankan dengan istilah :
• Taqwa untuk Power dan
• Fujur untuk Force.
Yang dibicarakan adalah SYMPTON atau GEJALA-GEJALA apa
yang ada di dalam perasaan kita ketika pikiran atau hati kita
tengah berhadapan dengan sebuah objek pikir tertentu. De-
ngan mengetahui sympton itu, kita seperti sudah bisa mera-
malkan atau memperkirakan bagaimana arah jalan kehidupan
yang akan kita jalani esok-esok hari, ketika sympton tersebut
sedang ada di dalam diri kita. Jadi dengan begitu kita sedang
memperbincangkan masalah umat manusia sepanjang masa
saja sebenarnya.
Masalah utama kitakan bukan terletak pada pengenalan symp-
ton-sympton itu. Hampir semua orang, baik yang beragama
ataupun bukan, sudah tahu dengan sympton-sympton itu.
Akan tetapi . . .
. . . bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari
hidup dalam keadaan sympton Force atau Fujur
itu untuk kemudian bisa masuk ke dalam hidup
dengan keadaan sympton Power atau Taqwa.
Inilah yang telah menjadi pencarian panjang umat manusia
sepanjang zaman.
Hanya saja karena kebanyakan kita saat ini benar-benar se-
85
dang Barat-Minded, ditambah lagi dengan telah terjadinya
distorsi yang sangat hebat dalam pengajaran agama-agama,
terutama agama Islam yang notabene adalah agama yang sa-
ngat mutakhir, maka hampir saja praktek-praktek ibadah da-
lam agama Islam ditinggalkan oleh banyak umat islam sendiri.
Begitu juga sebenarnya yang terjadi dengan ibadah-ibadah
pada umat agama yang lainnya, tak terkecuali.
Banyak juga orang sekarang yang
sedang berbondong-bondong
mengikuti gerak langkah pemikir-
an tentang getaran Power, getaran
Force, NLP, Hypnotis dan Hypno-
terapi, serta beberapa varian pe-
mikiran lainnya. Walaupun nama-
nya berbeda-beda, namun ada sa-
tu kesamaan di dalam prakteknya, yaitu . . .
. . . semuanya berkenaan dengan bagaimana kita
mengelola cara berpikir kita dengan mengubah-
ubah OBJEK PIKIR kita, baik dengan usaha kita
sendiri ataupun dengan bantuan orang lain,
sehingga EMOSI kita juga bisa berubah-ubah
sesuai dengan Rasa dari Objek Pikir
yang sedang kita pikirkan itu.
Kalau tadinya emosi kita hanya berganti-ganti dari satu emosi
86
negatif ke emosi negatif lainnya saja, seperti rasa minder, lalu
ke rasa bersalah, kemudian ke ketakutan dan depresi, lalu ke
marah dan sombong, setelah kita mengubah objek pikir kita
kepada sebuah Objek Pikir yang bisa memberikan kita rasa te-
nang dan bahagia, maka emosi kita akan bisa ikut-ikutan ber-
ubah menjadi emosi positif seperti kerelaan, penerimaan, cin-
ta kasih, suka cita, kedamaian, bahkan sampai kita merasa
mendapatkan pencerahan.
Jadi di sinilah menurut mereka kunci untuk mendapatkan per-
ubahan-perubahan emosi kita itu, yaitu cukup hanya dengan
cara mengubah-ubah objek pikir kita dari satu objek pikir ke-
pada objek pikir yang lainnya, sehingga kita seperti bisa mene-
mukan takdir kita sendiri yang katanya seperti lautan kemung-
kinan atau lautan kira-kira. Ah… masak sih Allah Yang Maha
Bijaksana, Maha Hebat hanya mempunyai kekuatan sebatas
kemungkinan atau kira-kira, yang akhirnya . . .
. . . akan sangat tergantung dari usaha kita atau
pola pikiran kita ?
Ya ndaklah ! Insyaallah hal ini akan kita bahas lebih dalam
dalam artikel “Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher7
”,
mohon bersabar.
7
http://yusdeka.wordpress.com/2014/09/24/kalung-yang-sudah-
terpasang-dileher/
87
Misalnya, ketika objek pikir kita adalah masalah-masalah yang
sedang kita hadapi, yang menyebabkan kita dilanda oleh emo-
si negatif, untuk mengubahnya, kita cukup hanya mengubah
objek pikir kita kepada sesuatu yang pernah menggembirakan
dan menyenangkan kita. Dan benar saja, tidak lama kemudian
emosi kita seperti bisa berubah menjadi emosi positif. Kalau
objek pikir kita itu pernah membuat kita bahagia, maka kita
seperti bisa kembali merasakan rasa
bahagia itu. Kalau objek pikir itu suatu
saat dahulu pernah membawa kita
kepada kete-nangan, maka kitapun
seperti dapat kembali merasakan kete-
nangan itu dengan hanya mengingat
objek pikir itu kembali di saat ini. Wa-laupun kadarnya
mungkin sedikit lebih rendah dari ketenangan yang kita ra-
sakan sebelumnya.
Untuk mencapai keadaan seperti itu, nyaris sama sekali tidak
membutuhkan hal-hal yang berkenaan dengan praktek-prak-
tek agama islam yang kita anut, atau agama apapun juga.
Tidak perlu juga menyebut-nyebut nama Allah sekalipun. Bah-
kan menyebut nama Allah atau tidak, keadaannya akan sama
saja. Ini yang aneh !
Seakan-akan dampak dari agama Islam yang kita
anut ini sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan
tidak ada sama sekali.
88
Ini yang sangat mengkhawatirkan sebenarnya.
Hanya saja untuk menimbulkan kesan bahwa kita adalah
orang yang beragama sejak kecil, maka muncullah pencam-
puradukan praktek-praktek agama dengan praktek-praktek
non-agama seperti menggabungkan SHALAT dengan TAICHI,
sehingga shalat kitapun berubah menjadi shalat yang lemah
gemulai seperti sedang berlatih taichi. Lalu saat shalat itu kita
sedang MENGINGAT SIAPA ? Mengingat GETARAN atau aliran
energi taichikah atau mengingat Allahkah ?
Bisa pula kita bermain-main dengan getaran (vibrasi) dari ber-
bagai objek pikir yang sedang kita pikirkan. Kita cukup memi-
kirkan sebuah objek pikir tertentu, baik itu gambar, konsep,
angka, tulisan, huruf, kata-kata, warna,
atau bisa pula kita masuk ke dalam spek-
trum suara atau bunyi tertentu dengan
cara kita mendengarkannya disertai se-
buah NIAT atau keyakinan kita bahwa itu
adalah bermanfaat, maka otak kita akan
meresponnya dengan sangat menakjub-
kan. Kita akan merasakan bahwa semua permainan itu adalah
sebuah KENYATAAN. Real dan terasa ada. Sekeresi hormon-
hormon kita akan terpengaruh, bentuk dari butiran-butiran
darah kita juga berubah-ubah, yang menyebabkan kita bisa
berayun dari satu perasaan ke perasaan yang lainnya.
Permainan seperti inilah memang yang sedang menggejala di
seluruh dunia. Sebutlah apa saja, seperti :
89
• Hipnosis dan Hipnoterapi.
• NLP.
• Ho’oponopono.
• Sedona Method.
• Quantum macam-macam.
• Berbagai macam zikir (wirid).
• Ketawa-ketiwi, lompat-lompat,
goyang-goyang, angguk-angguk,
geleng-geleng.
• Tarik ulur nafas (termasuk zikir
nafas), meditasi cakra.
• Meditasi penelurusan getaran-getaran di dalam tubuh
sendiri maupun di alam sekitar.
• Pengolahan energi, aura, tenaga dalam.
• Jimat-jimat, wafak-wafak, rajah, dan sebagainya.
Sangat banyak sekali, sebanyak apa saja yang BISA dan PER-
NAH kita pikirkan, lihat dan bayangkan, rasakan, dan dengar-
kan. Atau dengan sebuah kata yang sederhana “Apa-apa yang
bisa kita INGAT (REMEMBER, DZIKR).”
Tapi, adakah pengaruhnya ? Ada !
Pengaruhnya untuk ketenangan pikiran dan
perasaan akan terjadi dengan sangat meyakinkan.
90
Ada menangisnya, ada rasa nyaman, ada rasa
bahagia, ada rasa tenang, dan
ada pula ilmu-ilmu yang luar biasa
yang membuat hati kita terasa berbunga-bunga.
Seringkali ujung-unjungnya adalah hal-hal yang berhubungan
dengan alam metafisika dan kesehatan yang katanya adalah
pengobatan secara alaternatif, atau bahasa kerennya pengo-
batan dan olah ilmu secara spiritual. Sangat mengasyikkan
sekali. Tentu saja juga ada rasa marahnya, rasa militansinya,
rasa heroiknya, dan emosi-emosi lainnya.
Dan karena ada pengaruh seperti inilah yang menyebab-
kan . . .
. . . kita mengira bahwa apa yang kita lakukan
adalah BENAR adanya.
Apalagi kalau itu sudah kita tambah-tambahi dengan berbagai
terminologi agama, potongan-potongan ayat Al Qur’an dan Al
Hadist, atau dengan hanya sekedar bahasa arab tertentu, kita
akan terlihat semakin agamis dan meyakinkan. Lalu kita akan
tetap berada dalam keyakinan kita itu sampai ada hal-hal lain
yang lebih baik kita temukan selama dalam perjalanan hidup
kita. Dan tentu saja itu sangat ramai dan riuh rendah sekali.
Sejak lahir sampai dengan saat sekarang, kita telah menumpuk
91
dan membangun berbagai macam ingatan dari berbagai ma-
cam objek pikir. Ingatan itu akan tersimpan dengan baik di
dalam pusat ingatan kita. Tumpukan dan bangunan ingatan
kita itu akan selalu bertambah sampai dengan saat kita kelak
meninggal dunia. Setiap ingatan itu akan mempunyai rasa
masing-masing. Jadi kita bisa merasakan sesuatu RASA yang
berbeda ketika kita mengingat sebuah objek pikir dibandingan
dengan objek pikir yang lainnya.
Rasa-rasa, atau emosi itu bisa dibedakan menjadi 6 bentuk
dasar, yaitu :
• Bahagia (happiness),
• Sedih (sadness),
• Takut (fear),
• Marah (angger),
• Kaget atau heran (surprise), dan
• Jijik (disgust).
Pada suatu saat, kita bisa merasakan salah satu dari rasa-rasa
itu, atau bisa pula gabungan dari dua rasa-rasa dasar itu
sekaligus, misalnya heran dan sekaligus bahagia, Jijik dan
sekaligus Takut. Kalau kita tidak bisa merasakan rasa-rasa di
atas, maka kita disebut sebagai orang yang bermuka datar
(neutral).
Yang menarik tentang ingatan ini adalah, bahwa kita bisa
kembali mengingat-ingat berbagai ingatan itu di lain waktu,
dan sekaligus kita bisa pula merasakan kembali RASA dari
ingatan itu. Caranya hanya sederhana saja, yaitu kita masuk
92
kembali ke dalam ingatan itu melalui Pintu Ingatan yang di
dalamnya ada objek pikir yang bisa kita ingat (remember,
dzikiri). Jadi setiap kita mengubah ingatan kita tentang sebuah
objek pikir, maka sekaligus kita bisa pula mengubah rasa yang
kita rasakan.
Kalau kita tertahan (binding) pada sebuah ingatan, yang tentu
saja berhubungan dengan sebuah objek pikir tertentu, dalam
waktu yang lama, maka kita juga pasti akan terpenjara dalam
waktu yang lama di dalam emosi atau rasa dari ingatan kita
itu. Misalnya :
• Ketika kita ingin bertahan dalam waktu yang lama dalam
ingatan tentang objek pikir yang menimbulkan emosi
positif (senang dan bahagia), maka kita disebut sedang
MENCINTAI objek pikir itu.
• Sebaliknya ketika kita tertahan cukup lama dalam meng-
ingat sebuah objek pikir yang menimbulkan emosi negatif
(sedih, takut, marah, dan jijik), maka kita disebut sedang
MEMBENCI objek pikir itu. Membenci dalam waktu yang
lama itu bisa disebut juga sebagai TRAUMA.
Sedangkan emosi yang menyebabkan kita merasa surprise
(heran, kaget), adalah bentuk emosi yang bisa memperkuat
emosi positif ataupun emosi negatif yang sedang kita rasakan.
Misalnya, ketika kita sedang merasa bahagia saat kita meng-
ingat sebuah objek pikir dan kemudian kita diberikan ha-diah-
hadiah yang mengagetkan kita, maka kita bisa mencintai objek
pikir kita itu lebih dari rasa cinta kita yang sebelum-sebelum-
93
nya. Kaget itu juga bisa memperkuat rasa benci kita terhadap
sebuah objek pikir yang sedang kita pikirkan, sehingga kita
semakin trauma dengan objek pikir kita itu.
Hal yang sederhana begini lalu menjadi sangat beragam dan
rumit ketika kita mencoba membahasnya dengan teori-teori
psikologi yang memang penuh tafsiran subjektif, sehingga
lahirlah berbagai ilmu seperti yang telah disebutkan di atas.
Padahal intinya hanyalah . . .
. . . bagaimana agar kita bisa keluar dari emosi
negatif akibat kita sedang memikirkan sebuah
objek pikir tertentu untuk kemudian berubah
sehingga kita bisa merasakan emosi positif.
Objek pikir yang kita ingat itu bisa bermacam-macam, mulai
dari keluarga kita (anak, istri, bapak, ibu, saudara), sampai
kepada benda-benda kepemilikan kita yang lainnya, seperti :
harta, ilmu, jabatan, emas dan perak, dan sebaginya. Dan kita
ingin agar semua objek pikir kepemilikan kita itu menjadikan
kita merasa senang dan bahagia. Kalaupun suatu ketika kita
merasakan emosi negatif terhadap objek pikir itu, kita ingin
agar emosi negatif kita itu berubah men-jadi emosi positif.
Misalnya, dengan mengingat seekor ku-cing, apalagi kalau
berdekatan langsung dengan kucing tersebut, kita merasa
takut atau jijik. Kita terlihat seperti membenci atau bahkan
trauma kepada kucing tersebut. Karena emosi negatif itu
94
sangat melelahkan, ma-ka kita ingin agar
ketika kita melihat ku-cing atau
mengingat kucing itu, kita bisa merasa
senang. Jadi objek pikirnya masih tetap
sama, yaitu kucing, akan tetapi pe-rasaan
atau emosi yang kita rasakan bisa berubah dari takut dan jijik
menjadi senang.
Nah, khan bagaimana cara merubah perasaan atau emosi kita
terhadap sebuah objek pikir ini saja yang menjadi masalah kita
saat ini sebenarnya. Dan ini ternyata bisa menjadi ladang bis-
nis yang sangat menggiurkan, sehingga bermunculan berbagai
terapi dan ilmu-ilmu yang larisnya bak kacang goreng.
Salah satu ilmu yang sering dipakai orang adalah melalui . . .
. . . teknik mengubah-ubah objek pikir kita,
ditambah dengan memberikan suatu stimulasi
tertentu pada bagian tubuh kita yang tertentu,
yang bisa disebut sebagai ANCHOR (jangkar) dari
perasaan yang kita miliki.
Misalnya, kalau kita takut atau jijik
kepada kucing maka kita bisa mengubah
perasaan takut kita kepada kucing itu
menjadi senang dengan cara mem-
permainmain-kan otak kita. Sebab ternyata otak kita ini
95
memang sangat mudah dan senang dipermainkan. Kita ber-
main-main atau kejadian betulan tentang sebuah objek pikir
tidaklah terlalu masalah bagi otak kita. Otak kita akan meres-
ponnya nyaris SAMA saja, yaitu dengan menksekresikan hor-
mon yang sama antara main-main atau kejadian betulan itu.
Yang pen-ting objek pikirnya harus sama.
Kita bisa melakukannya dengan mengingat kucing di satu saat,
dan di waktu yang lain kita meng-ingat satu objek pikir lainnya
yang bisa membuat kita merasa senang atau lucu. Kita lakukan
itu secara bergantian. Dua objek pikir yang berbeda itu harus
kita jangkarkan dengan dua bagian tertentu dari tubuh kita.
Yang paling mudah adalah kedua tangan kita, atau bisa pula
titik-titik lainnya, yang biasa dipakai da-
lam terapi EFT atau SEFT (setelah ditam-
bah dengan embel-embel agama).
Dalam permainan otak ini sebenarnya ki-
ta tidak perlu menghipnosis orang yang
akan kita ubah rasa traumanya. Hipnosis itukan hanya untuk
memfokuskan dia kepada sebuah objek pikir saja pada satu
saat, sehingga kita lebih mudah untuk menggiring objek
pikirnya sesuka hati kita.
Setelah dia fokus dengan sebuah objek pikir, ataupun dia ber-
ada dalam pengaruh hipnotis kita, maka mulailah kita jangkar
ingatannya kepada kucing yang menimbulkan rasa takut dan
jijik itu dengan tangan kanannya. Setiap kali kita ingatkan
dengan kucing, dia akan memberikan respon ketakutan. Lalu
96
kita asosiasikan ingatannya akan kucing dan rasa takutnya
yang muncul itu dengan menjangkar di ta-ngan kanannya. Jadi
ingatan kepada kucing, rasa takut dan gerakan tangan ta-ngan
kanan yang berfungsi sebagai jang-kar itu telah membentuk
sebuah kesatuan di dalam memorinya.
Kemudian kita minta dia mengubah rasa atau emosinya men-
jadi emosi enak, nyaman, atau bisa pula
aneh dan lucu, de-ngan cara ia kita
menyuruhnya untuk mengingat sesuatu
yang membawanya bisa merasa enak atau
lucu, yang mem-buat dia bisa tersenyum
atau tertawa. Lebih baik dia sendiri yang
menentukan objek pikirnya itu. Misalnya
dia merasa lucu dengan kareakter film UPIN dan IPIN. Lalu kita
minta dia mengingat UPIN dan IPIN, ketika itu pasti dia akan
tersenyum atau me-rasa lucu.
Kemudian ingatan UPIN-IPIN dan
rasa lucunya itu kita aso-siasikan
dengan tangan kirinya. Jadi ingatan
UPIN-IPIN dan rasa lucunya itu
sudah terjangkar di tangan kiri-nya.
Sekarang dengan beberapa kali
permainan dan pemindahan objek pikir dan jangkar itu,
dengan sedikit kejutan, kita ubah atau balikkan jangkar dari
objek pikir semula. Tiba-tiba kita ubah jangkar ingatan kucing,
yang tadinya di tangan kanan, menjadi di tangan kirinya, dan
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3
Tentang ma'rifatullah 3

More Related Content

What's hot

(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
Zhulkeflee Ismail
 
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya MenggugurkannyaDosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
Erwin Wahyu
 
ppt Sujud tilawah
ppt Sujud tilawah ppt Sujud tilawah
ppt Sujud tilawah
ika_hany
 
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAHSINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
Paradigma Ibrah Sdn. Bhd.
 
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
Mush'ab Abdurrahman
 
Surah Al-Kahfi by Tema.pdf
Surah Al-Kahfi by Tema.pdfSurah Al-Kahfi by Tema.pdf
Surah Al-Kahfi by Tema.pdf
Paradigma Ibrah Sdn. Bhd.
 
Jalan menuju iman
Jalan menuju iman Jalan menuju iman
Jalan menuju iman
rendra visual
 
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupanRahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupanWiyanto Suud
 
materi istiqomah setelah ramadhan.pptx
materi istiqomah setelah ramadhan.pptxmateri istiqomah setelah ramadhan.pptx
materi istiqomah setelah ramadhan.pptx
Idaalkhonsa
 
Peta perjalanan dakwah syarikah
Peta perjalanan dakwah syarikahPeta perjalanan dakwah syarikah
Peta perjalanan dakwah syarikah
tsaqafahpemuda.wordpress.com
 
4.4 shifatur rasul
4.4 shifatur rasul4.4 shifatur rasul
4.4 shifatur rasul
Isalzone Faisal
 
Melejitkan kepribadian Islam
Melejitkan kepribadian IslamMelejitkan kepribadian Islam
Melejitkan kepribadian Islam
Sefti Rinanda
 
Surah Al-Ikhlas
Surah Al-IkhlasSurah Al-Ikhlas
Surah Al-Ikhlas
BananMahmaljyObeid
 
Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawuf
Lia Lia
 
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari KiamatTujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
harakatuna
 
Kenapa kita harus berdakwah
Kenapa kita harus berdakwahKenapa kita harus berdakwah
Kenapa kita harus berdakwah
Anas Abdillah Al Cilacapi
 
Keutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan Menuntut IlmuKeutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan Menuntut Ilmu
tsaqafahpemuda.wordpress.com
 

What's hot (20)

(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
(Slideshare) lesson# 13-tauhid-sifat -(the 20 attributes) 7-july-2012.pot
 
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya MenggugurkannyaDosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
Dosa-dosa Besar Saat ini dan Upaya Menggugurkannya
 
ppt Sujud tilawah
ppt Sujud tilawah ppt Sujud tilawah
ppt Sujud tilawah
 
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAHSINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
SINOPSIS 7 SIRI BENGKEL SIRAH DI SEBALIK SURAH
 
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
Taqwa taat pada syariah kaffah (refleksi idul fitri 1437 h)
 
Surah Al-Kahfi by Tema.pdf
Surah Al-Kahfi by Tema.pdfSurah Al-Kahfi by Tema.pdf
Surah Al-Kahfi by Tema.pdf
 
Jalan menuju iman
Jalan menuju iman Jalan menuju iman
Jalan menuju iman
 
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupanRahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
 
materi istiqomah setelah ramadhan.pptx
materi istiqomah setelah ramadhan.pptxmateri istiqomah setelah ramadhan.pptx
materi istiqomah setelah ramadhan.pptx
 
Peta perjalanan dakwah syarikah
Peta perjalanan dakwah syarikahPeta perjalanan dakwah syarikah
Peta perjalanan dakwah syarikah
 
Jalan dakwah
Jalan dakwahJalan dakwah
Jalan dakwah
 
4.4 shifatur rasul
4.4 shifatur rasul4.4 shifatur rasul
4.4 shifatur rasul
 
Melejitkan kepribadian Islam
Melejitkan kepribadian IslamMelejitkan kepribadian Islam
Melejitkan kepribadian Islam
 
Surah Al-Ikhlas
Surah Al-IkhlasSurah Al-Ikhlas
Surah Al-Ikhlas
 
Taqwah
TaqwahTaqwah
Taqwah
 
Pemuda back to masjid
Pemuda back to masjidPemuda back to masjid
Pemuda back to masjid
 
Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawuf
 
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari KiamatTujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
Tujuh Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
 
Kenapa kita harus berdakwah
Kenapa kita harus berdakwahKenapa kita harus berdakwah
Kenapa kita harus berdakwah
 
Keutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan Menuntut IlmuKeutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan Menuntut Ilmu
 

Viewers also liked

Menuju marifatullah
Menuju marifatullahMenuju marifatullah
Menuju marifatullah
agus saefudin
 
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia HidupMengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
andrew gromiko
 
Agama tauhid
Agama tauhidAgama tauhid
Agama tauhid
aisyah fadhilah
 
Makalah tentang iman kepada allah swt
Makalah tentang iman kepada allah swtMakalah tentang iman kepada allah swt
Makalah tentang iman kepada allah swtGilanggilang Gilang
 
Tasawuf
TasawufTasawuf
Tasawuf
Irwan Saputra
 
3 marifatullah
3 marifatullah3 marifatullah
3 marifatullah
largono drs
 
Ruya Tabirleri
Ruya TabirleriRuya Tabirleri
Ruya Tabirleri
Ethem Ekinci
 
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebook
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via FacebookIk zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebook
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebookfacebook_emails
 
News SSL 50 2015
News SSL 50 2015News SSL 50 2015
News SSL 50 2015
Roberta Culiersi
 
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki FarklarPastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
Ethem Ekinci
 
IISKD 2013 Yearbook cover
IISKD 2013 Yearbook  cover IISKD 2013 Yearbook  cover
IISKD 2013 Yearbook cover
TeacherSue
 
Mijn profiel op Facebook bekijken
Mijn profiel op Facebook bekijkenMijn profiel op Facebook bekijken
Mijn profiel op Facebook bekijken
facebook_emails
 
Halloween passatempos
Halloween passatemposHalloween passatempos
Halloween passatempos
Ana Paula Santos
 
IISKD 2013 Yearbook
IISKD 2013 Yearbook IISKD 2013 Yearbook
IISKD 2013 Yearbook
TeacherSue
 

Viewers also liked (20)

Menuju marifatullah
Menuju marifatullahMenuju marifatullah
Menuju marifatullah
 
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia HidupMengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
Mengenal Diri Mengenal Pencipta Terbukalah Rahasia Hidup
 
Ma’rifatullah
Ma’rifatullahMa’rifatullah
Ma’rifatullah
 
Agama tauhid
Agama tauhidAgama tauhid
Agama tauhid
 
Presentation BBQ 'mengenal ALLAH'
Presentation BBQ 'mengenal ALLAH'Presentation BBQ 'mengenal ALLAH'
Presentation BBQ 'mengenal ALLAH'
 
Makalah tentang iman kepada allah swt
Makalah tentang iman kepada allah swtMakalah tentang iman kepada allah swt
Makalah tentang iman kepada allah swt
 
Tasawuf
TasawufTasawuf
Tasawuf
 
3 marifatullah
3 marifatullah3 marifatullah
3 marifatullah
 
Ruya Tabirleri
Ruya TabirleriRuya Tabirleri
Ruya Tabirleri
 
TPS 13 Kemaraya
TPS 13 KemarayaTPS 13 Kemaraya
TPS 13 Kemaraya
 
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebook
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via FacebookIk zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebook
Ik zou het leuk vinden om met je in contact te blijven via Facebook
 
Cd covers
Cd coversCd covers
Cd covers
 
News SSL 50 2015
News SSL 50 2015News SSL 50 2015
News SSL 50 2015
 
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki FarklarPastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
Pastörize Süt ile UHT Süt Arasındaki Farklar
 
IISKD 2013 Yearbook cover
IISKD 2013 Yearbook  cover IISKD 2013 Yearbook  cover
IISKD 2013 Yearbook cover
 
Lindsey Alexander's Resume
Lindsey Alexander's ResumeLindsey Alexander's Resume
Lindsey Alexander's Resume
 
Mijn profiel op Facebook bekijken
Mijn profiel op Facebook bekijkenMijn profiel op Facebook bekijken
Mijn profiel op Facebook bekijken
 
Halloween passatempos
Halloween passatemposHalloween passatempos
Halloween passatempos
 
IISKD 2013 Yearbook
IISKD 2013 Yearbook IISKD 2013 Yearbook
IISKD 2013 Yearbook
 
TPS 08 Kemaraya
TPS 08 KemarayaTPS 08 Kemaraya
TPS 08 Kemaraya
 

Similar to Tentang ma'rifatullah 3

Buku Panduan AAI
Buku Panduan AAIBuku Panduan AAI
Buku Panduan AAI
dita wahyu
 
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docxTUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
anwarjuli
 
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docxTUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
anwarjuli
 
Potensi Dasar Manusia
Potensi Dasar ManusiaPotensi Dasar Manusia
Potensi Dasar Manusia
shofichofifah
 
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...Operator Warnet Vast Raha
 
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut IslamPsikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
ikbarmuhyi
 
Tujuan hidup manusia[1]
Tujuan hidup manusia[1]Tujuan hidup manusia[1]
Tujuan hidup manusia[1]
Yanuaribadi
 
Tafsir Al azhar 103 al ashr
Tafsir Al azhar 103 al ashrTafsir Al azhar 103 al ashr
Tafsir Al azhar 103 al ashr
Muhammad Idris
 
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptxPPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
DausaitamaSensei
 
Psikologi manusia menurut perspektif islam
Psikologi manusia menurut perspektif islamPsikologi manusia menurut perspektif islam
Psikologi manusia menurut perspektif islam
Ummu Mohamed
 
Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2
kasmuddin nanang
 
Mencari makna hidup
Mencari makna hidupMencari makna hidup
Mencari makna hidupIdham Jalil
 
Makalah dirasah islamiyah
Makalah dirasah islamiyahMakalah dirasah islamiyah
Makalah dirasah islamiyahAinul Mukarrob
 
Bab 1_Manusia dan Agama.pptx
Bab 1_Manusia dan Agama.pptxBab 1_Manusia dan Agama.pptx
Bab 1_Manusia dan Agama.pptx
BazliHashim2
 
M1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupan
M1 Mengenal Diri Dan Potensi KehidupanM1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupan
M1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupancucur
 
Mengenal diri dan potensi
Mengenal diri dan potensiMengenal diri dan potensi
Mengenal diri dan potensi
Jannah Zakaria
 
Tafsir Al azhar 114 an nas
Tafsir Al azhar 114 an nasTafsir Al azhar 114 an nas
Tafsir Al azhar 114 an nas
Muhammad Idris
 

Similar to Tentang ma'rifatullah 3 (20)

Buku bpa-fix
Buku bpa-fixBuku bpa-fix
Buku bpa-fix
 
Buku Panduan AAI
Buku Panduan AAIBuku Panduan AAI
Buku Panduan AAI
 
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docxTUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
 
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docxTUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
TUJUAN HIDUP MANUSIA.docx
 
Potensi Dasar Manusia
Potensi Dasar ManusiaPotensi Dasar Manusia
Potensi Dasar Manusia
 
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...
Proses pembentukan kepribadian sosial yang islami di dasarkan dengan hadits r...
 
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut IslamPsikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
Psikologi Perkembangan Manusia Menurut Islam
 
Tujuan hidup manusia[1]
Tujuan hidup manusia[1]Tujuan hidup manusia[1]
Tujuan hidup manusia[1]
 
Tafsir Al azhar 103 al ashr
Tafsir Al azhar 103 al ashrTafsir Al azhar 103 al ashr
Tafsir Al azhar 103 al ashr
 
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptxPPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
PPT Agama - Hakekat Manusia Menurut Islam.pptx
 
Psikologi manusia menurut perspektif islam
Psikologi manusia menurut perspektif islamPsikologi manusia menurut perspektif islam
Psikologi manusia menurut perspektif islam
 
Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2
 
Mencari makna hidup
Mencari makna hidupMencari makna hidup
Mencari makna hidup
 
Makalah dirasah islamiyah
Makalah dirasah islamiyahMakalah dirasah islamiyah
Makalah dirasah islamiyah
 
Bab 1_Manusia dan Agama.pptx
Bab 1_Manusia dan Agama.pptxBab 1_Manusia dan Agama.pptx
Bab 1_Manusia dan Agama.pptx
 
M1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupan
M1 Mengenal Diri Dan Potensi KehidupanM1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupan
M1 Mengenal Diri Dan Potensi Kehidupan
 
Mengenal diri dan potensi
Mengenal diri dan potensiMengenal diri dan potensi
Mengenal diri dan potensi
 
Pkk complete
Pkk completePkk complete
Pkk complete
 
Tafsir Al azhar 114 an nas
Tafsir Al azhar 114 an nasTafsir Al azhar 114 an nas
Tafsir Al azhar 114 an nas
 
Wawancara i
Wawancara iWawancara i
Wawancara i
 

More from Fitri Indra Wardhono

Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Fitri Indra Wardhono
 
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Fitri Indra Wardhono
 
Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59
Fitri Indra Wardhono
 
Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015
Fitri Indra Wardhono
 
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanAneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Fitri Indra Wardhono
 
Kumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standarKumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standar
Fitri Indra Wardhono
 
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanInstrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Fitri Indra Wardhono
 
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahEvaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Fitri Indra Wardhono
 
Daftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyahDaftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyah
Fitri Indra Wardhono
 
Kebatinan & kejawen islam
Kebatinan & kejawen   islamKebatinan & kejawen   islam
Kebatinan & kejawen islam
Fitri Indra Wardhono
 
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyahDaftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Fitri Indra Wardhono
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Fitri Indra Wardhono
 
Sistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataanSistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataan
Fitri Indra Wardhono
 
Penataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataanPenataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataan
Fitri Indra Wardhono
 
Paparan dompak
Paparan dompakPaparan dompak
Paparan dompak
Fitri Indra Wardhono
 
Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006
Fitri Indra Wardhono
 
Kek teroritis
Kek teroritisKek teroritis
Kek teroritis
Fitri Indra Wardhono
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Fitri Indra Wardhono
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Fitri Indra Wardhono
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Fitri Indra Wardhono
 

More from Fitri Indra Wardhono (20)

Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
 
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
 
Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59
 
Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015
 
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanAneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
 
Kumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standarKumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standar
 
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanInstrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
 
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahEvaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
 
Daftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyahDaftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyah
 
Kebatinan & kejawen islam
Kebatinan & kejawen   islamKebatinan & kejawen   islam
Kebatinan & kejawen islam
 
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyahDaftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
 
Sistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataanSistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataan
 
Penataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataanPenataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataan
 
Paparan dompak
Paparan dompakPaparan dompak
Paparan dompak
 
Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006
 
Kek teroritis
Kek teroritisKek teroritis
Kek teroritis
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
 

Tentang ma'rifatullah 3

  • 2. 2 Daftar Isi Artikel 1 : Menelisik Anasir Diri ..........................................................3 Artikel 2 : Apakah Diri Ini ?.................................................................4 Artikel 3 : Proses Mati Sebelum Mati...............................................30 Artikel 4 : Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal............................................32 Artikel 5 : Menengok Kilasan Sandiwara Dzat..................................51 Artikel 6 : Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?....................76 Artikel 7 : Esensi Khalifatullah........................................................148 Artikel 8 : Makrifatullah, Sulitkah ?? ..............................................152 Artikel 9 : Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher .........................155 Artikel 10 : Sang Wajibul Wujud.....................................................221 Artikel 11 : Sang Fana.....................................................................273
  • 3. 3 Artikel 1 : Menelisik Anasir Diri1 Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali : • Orang-orang yang beriman, dan • Mengerjakan amal soleh, dan • Nasihat menasihati supaya tetap menaati kebenaran, dan • Nasihat menasihati pula supaya tetap berada dalam kesabaran. 1 http://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian- 1/
  • 4. 4 Artikel 2 : Apakah Diri Ini ? Sepenggal pertanyaan ini telah terlontar sejak Nabi Adam As. diciptakan pertama kali oleh Allah. Saat itu, MALAIKAT mau- pun golongan JIN yang duduknya sudah disejajarkan dengan Malaikat, terheran-heran dengan bentuk Adam As ini, sehing- ga akhirnya, berdasarkan itu, tergelarlah sebuah SANDIWARA ALLAH terhadap DZAT-NYA sendiri, yang telah membawa : • Adam As turun ke muka Bumi untuk mengemban tugas khalifatullah, yang memang telah di taqdirkan untuk beliau sandang. • Malaikatpun akhirnya menjalankan taqdirnya sendiri pula sebagai anasir yang sangat patuh dan tunduk kepada Allah, seperti halnya • Golongan JIN yang tadinya sejajar dengan malaikat, juga menjalankan taqdirnya sebagai anasir yang selamya tidak akan patuh kepada Allah, sehingga ia pun kemudian dijuluki dengan sebagai IBLIS. Di antara sesama umat manusiapun sebuah pertanyaan itu tadi seperti tak habis-habis dibahas, diteliti, diseminarkan, dan dikira-duga sejak berbilang zaman yang lalu sampai dengan sekarang ini, sehingga di depan kitapun saat ini terhidang beragam menu yang kesemuanya bercita rasa diri dengan racikan bumbu penelisikan yang sangat berbeda-beda.
  • 5. 5 Ada cita rasa diri menurut racikan bumbu penelisikan : • orang awam, • orang agamis, • orang atheis, • orang sekuler, yang variannya masing-masing sangat banyak sekali. Banyak sekali, sehingga kitapun jadi bingung untuk mengenal diri kita sendiri. Karena bingung, maka kitapun akhirnya banyak yang salah dalam melangkah dan menempatkan diri di hadapan Allah, apalagi di depan sesama manusia dan makhluk Allah yang lainnya. Dan keadaan itulah yang telah menjadi penye- bab dari penderitaan dan kepedihan kita yang seakan-akan tidak habis-habisnya menghantui kita. Anasir diri kita yang paling banyak racikan bumbu peneli- sikannya adalah HATI, HEART, QALB. Mulai dari letaknya, bentuknya, dan pembersihannya. Kemudian ada pula peneli- sikan untuk RUH, JIWA, AKAL, PIKIRAN, BATIN, ROHANI, NYA- WA, JASMANI, SANUBARI, NURANI, SUK- MA, PERASAAN, ENERGI HIDUP, dan seba- gainya yang ternyata racikan bumbunya seringkali membuat kita meringis-ringis “kepedasan”, karena saking berpilin-pilin- nya. KUSUT. Belum lagi kalau semuanya itu dihubungkan dengan masalah MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, BERPIKIR, BERSUARA dan termasuk masalah SYURGA dan NERAKA, yang sungguh telah
  • 6. 6 menyita waktu kita, sehingga kitapun kehilangan waktu ter- baik kita untuk mewujudkan fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini. Padahal penelisikannya seringkali memakai ayat Al Qur’an dan Al Ha-dist yang sama. Tapi hasilnya kok bisa berbeda dengan sangat signifikan ? Oleh sebab itu, marilah kita mencoba menerobos titik-titik kebingungan itu dengan kembali berpikir sederhana terhadap beberapa ayat Al Qur’an yang dengannya Allah me-nerangkan sendiri tentang diri kita ini. Saat Allah bercerita tentang ANASIR JASAD atau TUBUH kita, maka SIFAT dari anasir tubuh kita itu adalah sama dengan TANAH. Tanah yang dibentuk menjadi berbagai instrument tubuh dengan qada dan qadarnya masing-masing. Instrumen yang terpenting diantaranya adalah: 1. OTAK, 2. JANTUNG, 3. LEVER, 4. GINJAL, 5. ALAT-ALAT INDERA, 6. ALAT PEMBUANGAN SAMPAH, dan 7. ALAT BERKEMBANG BIAK. Alam JASAD atau TUBUH ini disebut juga ALAM FISIK. Alam yang bisa di identifikasi dengan menggunakan alat pengindera kita.
  • 7. 7 Al Mu’minuun 14 “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” ANASIR yang terkait kuat dengan JASAD ini adalah NYAWA. Tanda-tanda kita masih bernyawa adalah adanya PERGE- RAKAN dan PERTUMBUHAN saat kita masih berada di alam rahim ibu kita, dan juga adanya NAFAS saat kita sudah berada di LUAR alam rahim ibu kita. Sebagai orang yang HIDUP, kita harus punya JASAD dan NYAWA. Tanpa Nyawa kita disebut orang yang telah MATI. Allah memberi tahu bahwa Allahlah yang menghidupkan tu- buh kita itu dan Allah pulalah kelak yang akan mematikan tubuh kita itu. Yunus : 56 “Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Setelah Allah MENYEMPURNAKAN anasir JASAD dan NYAWA kita di alam rahim ibu kita, Allah kemudian memasukkan ana- sir baru ke dalam jasad yang sudah diberi Nyawa itu, yaitu anasir RUH. Allah tidak menjelaskan kepada kita tentang
  • 8. 8 anasir Ruh ini. Misalnya : Ia terbuat dari anasir apa, bentuknya seperti apa, dan sebagainya. Ia tetap akan menjadi rahasia Allah sepanjang masa. Hanya sedikit saja dari rahasia Ruh itu yang diberitahukan kepada kita. QS. Al Hijr (15 : 29). “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya RuhKu, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” QS. Al Israa’ (17 : 85). “Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” Sekarang kita sudah punya tiga anasir dari diri kita, yaitu JASAD, NYAWA, dan RUH. JASAD JASAD adalah Anasir FISIK dari diri kita, atau bisa pula disebut sebagai anasir LAHIRIAH. Sedang RUH adalah Anasir NON FISIK dari diri kita, atau bisa pula disebut sebagai anasir BATINIAH, atau ROHANI, atau ROHANIAH. Jasad juga adalah alat pengembaraan kita di alam LAHIRIAH, sedangkan RUH adalah alat pengembaraan kita di alam RUHANIAH. Sebagai alat, baik di alam lahiriah maupun di
  • 9. 9 alam ruhaniah, kedua-duanya (JASAD dan RUH) tidak akan bisa kemana-mana kalau tidak ada PILOT atau SOPIR yang mengendalikannya. Siapakah Sang Pilot ini ? NYAWA NYAWA adalah anasir yang menghidupkan JASAD kita. Ia adalah anasir yang akan tetap terhubung dengan Jasad sampai akhir dari umur kita yang telah ditentukan. Bisa 1 tahun, 20 tahun, 50 tahun, bahkan 100 tahun. Tanda-tanda bahwa nyawa kita masih dikandung badan adalah adanya gerak nafas kita dan gerak denyut jantung kita. Nyawa itulah yang menjadi pertanda bahwa jasad kita masih hidup. Nyawa itu bergerak bersama NAFAS kita. Kalau nafas kita sudah berhenti, maka nyawa kitapun akan hilang. MATI. Sedangkan RUH adalah anasir diri kita yang tidak pernah mati. Ruh akan tetap hidup walaupun Jasad kita sudah mati. RUH RUH adalah diri kita dalam bentuk Anasir Batin yang bisa berada bersama JASAD dan NYAWA, dan bisa pula terpisah sebagai Anasir yang berdiri sendiri. Ruh akan terpisah dari Jasad dan Nyawa ketika kita TIDUR.
  • 10. 10 Nantinya, kalau kemudian Allah masih berkenan, maka ketika kita bangun dari tidur Ruh kita akan dikembalikan oleh Allah kepada JASAD kita. Tentang JASAD, NYAWA, hampir semua orang bisa memahami dan menerima bahwa ia adalah CIPTAAN Allah. Hanya saja tentang RUH, selama ini banyak orang yang ragu-ragu untuk menyikapi apakah ia itu ciptaan Allah atau atau bukan. Sebab Allah sendiri di dalam Al Qur’an juga menyebutkan RUH itu sebagai MIN-RUHI (RUH-KU). Maka sampai sekarang ada dua pendapat utama yang berke- naan dengan RUH ini. Marilah kita lihat sejenak : Pendapat pertama Ruh itu adalah murni ciptaan Allah seperti juga dengan ciptaan-ciptaan Allah yang lainnya. Pendapat kedua Ruh itu adalah milik Allah sendiri yang diberikan kepada manusia, sehingga dengan begitu ada yang mengaku bahwa ia yang hakiki adalah Ruh Allah. Kedua pendapat ini sekilas seperti tidak ada titik temunya sama sekali, sehingga tidak jarang pula terjadi pergesekan di antara para pemegang pendapat yang satu dengan yang
  • 11. 11 lainnya. Padahal kalau kita lihat dengan memakai Kacamata Makrifatullah, maka kebingungan itu akan segera sirna. Tapi sebelum melihat hakekat kesemuanya itu, marilah seje- nak kita terlebih dahulu melihat sebuah lagi anasir diri kita yang nyaris saja tetap menjadi sebuah rahasia yang luput menjadi perhatian kita. Yaitu Sang Sopir, Sang Pilot. Anasir yang dikatakan oleh Allah di dalam surat As Sajdah ayat 7-9, yang kemudian diperkuat oleh surat Al Qiyamah ayat 14. As Sajdah ayat 7-9 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik- baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniup- kan kepadanya RUH-NYA dan Dia menjadikan bagi kamu pen- dengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. Al Qiyamah, ayat 14 “Bahkan pada manusia itu di atas dirinya ada yang tahu (BASHIRAH)”. Sang Sopir adalah anasir yang bisa : 1. melihat, 2. mendengar, 3. berpikir, dan 4. merasakan.
  • 12. 12 Anasir ini bisa disebut dengan berbagai nama, misalnya: 1. HATI, atau 2. AKAL, atau 3. PIKIRAN, atau 4. HATI SANUBARI. Pada anasir ini ada kemampuan yang membuat ia serba tahu sehingga ia disebut juga sebagai bashirah, atau dalam bahasa umum disebut sebagai : 1. MATA HATI, atau 2. MATA AKAL, atau 3. MATA PIKIRAN, atau 4. MATA SANUBARI. Bashirah Hati Mata Hati Akal Mata Akal Pikiran Mata Pikiran Sanubari Mata Sanubari
  • 13. 13 Jadi Mata Hati itu melekat pada Hati. Bahwa: 1. Hati adalah untuk mengingat, berpikir, dan merasakan; dan 2. Mata hati untuk melihat dan mendengar. Untuk anasir keempat ini, Sang Pilot, mari kita sederhanakan sebutannya sebagai PIKIRAN atau MIND saja. Pikiran ini tidak terikat kepada JASAD maupun RUH. Ia bisa berada bersama JASAD dan bisa pula bersama RUH saja. Ia adalah anasir yang BEBAS. MERDEKA. Tempo- tempo Sang Sopir bisa berada di alam JASADI • Ia bisa MENGETAHUI seluk beluk Alam Lahiriah baik melalui pengembaraan bersama FISIK maupun melalui pencitraan Panca Indera Lahiriah, dan • Ia bisa pula BERPIKIR dan MERASAKAN suka-duka yang menimpa Jasad kita melalui aktifitas OTAK lahiriah yang berada di dalam kepala kita. Pengungkapan suka dan duka itupun bisa kita lakukan melalui SUARA yang akan terdengar oleh telinga lahiriah kita. Tempo- tempo Sang Pilot juga Ruhani yang bisa ia selancari dengan mengendarai kendaraan RUH : • Pengembaraan di alam ruhani ini bisa
  • 14. 14 bisa berada di alam RUHANI ia lakukan saat jasadnya TIDUR yang wujudnya adalah perjalanan ke alam- alam mimpi. • Namun, tidak hanya melalui pintu tidur, perjalanan ke alam ruhani ini dapat pula ia lakukan apabila ia sudah bisa memisahkan RUH dari JASAD secara sadar, yang sering disebut orang sebagai pengalaman OBE (out of body experience), atau Perjalanan Astral. Namun, ada satu lagi perjalanan yang bisa dilakukan oleh Sang Pilot ini, yaitu Perjalanan Ruhani Perjalanan Ruhani yang terjadi dan terlaksana HANYA dan HANYA dengan sebab ia MENGINGATI ALLAH. Sungguh Perjalanan Ruhani karena ia mengingati Allah ini sangat-sangat berbeda dengan Perjalanan Astral yang banyak dijajakan oleh berbagai kalangan saat ini. Walau keduanya adalah perjalanan Sang Pilot di luar Alam JASADI untuk masuk ke Alam Ruhani, tapi beda keduanya seperti berbedanya langit dan bumi. Kita sudah tahu bahwa untuk mendengar dan melihat di alam jasmaniah kita membutuhkan MATA dan TELINGA. Akan tetapi
  • 15. 15 untuk melihat dan mendengar di alam ruhaniah kita membu- tuhkan MATA HATI atau MATA RUHANI. Begitu juga untuk berpikir dan merasakan di alam jasmaniah kita membutuhkan OTAK yang ada di rongga kepala kita. Sedangkan untuk berpikir dan merasakan di alam ruhaniah kita hanya membutuhkan satu alat sa- ja, yaitu HATI yang juga berkorelasi sangat erat dengan OTAK RUHANI kita. Ya…, hati yang berguna untuk melihat dan mendengarkan serba serbi alam ruhaniah itu ternyata bukanlah terletak di DADA kita. Tidak. Ia lebih dekat kepada OTAK yang berada di dalam kepala kita. Alam Jasmaniah Alam Ruhaniah Mendengar dan Melihat MATA dan TELINGA MATA HATI atau MATA RUHANI Berpikir dan Merasakan OTAK HATI yang juga berkorelasi sangat erat dengan OTAK RUHANI Hanya saja karena kita sudah terbiasa berkata bahwa hati kita terletak di dalam dada kita, maka kita seakan-akan merasakan hati kita itu memang adanya di dalam dada kita. Al Quran juga seakan-akan mengiyakan bahwa hati itu terletak di dalam
  • 16. 16 dada kita, SUDUR. Dan kalau kita sedang marah, dada kita seperti sempit dan nafas kita tersengal-sengal seperti kita sedang naik ke langit yang tinggi. Akan tetapi keadaan dada kita yang seperti itu hanyalah sekedar sebuah AKIBAT saja dari keadaan Hati, atau AKAL, atau PIKIRAN kita yang berada di dalam otak kita. Tapi kalau ada yang tetap tidak setuju tentang letak hati ini yang ada di dalam kepala, ya tidak apa-apa. Begitu juga untuk mengekspresikan keadaan alam Ruhani itu, bisa kita lakukan dengan tanpa berkata-kata atau bersuara, yang disebut sebagai BAHASA HATI, yang juga keberadaannya bukanlah di dalam dada kita. Tapi di dalam PIKIRAN atau HATI kita. Bahasa hati adalah sebuah bahasa yang tanpa aksara, tanpa nada, dan tanpa suara. Seperti halnya bahasa seorang bayi yang sedang tidur lelap. Tapi dalam tidurnya, ia bisa tersenyum bahagia, yang bahagianya itu bisa pula menyebar dan menular kepada orang-orang yang melihatnya. Kalau bagi kita, orang dewasa, bahasa hati ini lebih dekat kepada bahasa INGATAN. Ketika shalat, . . . agar shalat kita itu khusyuk, . . . kita sebagai Sang PILOT haruslah mampu melakukan dan menjaga sebuah sinkronisasi yang sangat intens dan istiqamah antara aktifitas jasmaniah dan aktifitas rohaniah kita pada saat yang bersamaan:
  • 17. 17 Mulut dan lidah kita mengucapkan bahasa LIDAH, dan bahasa SIKAP tubuh kita yang berupa puja-pujaan dan penghormatan kita kepada Allah, Sedangkan hati kita mengucapkan Bahasa HATI kita, berupa INGATAN kita secara berketerusan (istiqamah) kepada ALLAH yang kita puja-puja dan hormati itu. Bukan hanya itu, ketika : Mata lahiriah kita melihat ke tempat sujud, Mata hati kita sudah bisa pula dengan sangat tajam memandang bahwa di sebalik tempat sujud itu, bahkan juga di sebalik udara yang kita hirup, yang wujud semata- mata adalah kewujudan Dzat-Nya. Mata lahiriah memandang tempat sujud,
  • 18. 18 Mata hati memandang Dzat-Nya yang tidak terlihat oleh mata lahiriah kita. Karena aktifitas ruhaniah dan jasmaniah kita saat shalat itu sudah sinkron tertuju kepada Allah semata, Dzikrullah, di mana : Ucapan- ucapan dan sikap kita adalah ucapan dan sikap yang memuliakan Allah, Hati kita senantiasa mengingati Allah, dan Mata Hati kita tak lepas-lepas dari memandang Dzat-Nya yang meliputi segala sesuatu, Maka Allahpun kemudian berkenan memberikan respon- respon-Nya ke dalam HATI kita dalam bentuk gegaran, gon- cangan, atau benturan keras ke dalam HATI kita. Gegaran itu bukanlah seperti adanya GETARAN atau VIBRASI yang melanda dan memasuki tubuh kita, dan bukan pula seperti hasil dari kita mengulang-ngulang (wiridan) mengucap- kan kalimat-kalimat HIPNOSA tertentu, seperti : 1. aku bahagia,
  • 19. 19 2. aku tenteram, 3. aku tenang, 4. aku memakai POWER (bukan FORCE), 5. aku memaafkan, 6. aku melepaskan, 7. dan kalimat-kalimat HIPNOSA lainnya. Bukan !!! Boleh jadi tubuh kita tetap hanya diam. Boleh jadi lidah kita juga hanya diam dalam sebuah sikap rukuk dan sujud yang sa- ngat dalam. Akan tetapi HATI kita berkocak keras, seperti ber- kocaknya lautan yang tengah dilanda oleh angin badai. Karena ketika itu Mata Hati kita dikejutkan oleh KEWUJUDAN DZAT- NYA yang mengisi setiap sudut RUANG, MATERI, dan WAKTU. Dzat-Nya Yang Batin. Kemanapun Mata Hati kita memandang, yang terpandang adalah Dzat-Nya yang Batin. Dzat-Nya yang merupakan unsur awal, unsur azali, unsur azazi yang menza- hirkan semua CIPTAAN, sehingga semua ciptaan bisa pula disebut sebagai Dzat-Nya Yang Dzahir, yang bisa ter-pandang oleh Mata Lahiriah kita. Makanya Allah dengan tegas bisa berkata: “Akulah Yang Batin, dan Aku pulalah Yang Dzahir”. Karena Yang Zhahir dan Yang Batin itu tak lain dan tak bukan adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat-Nya yang sedikit dari kese- luruhan Dzat-Nya yang Maha Indah. Pada saat-saat seperti itulah hati kita juga seperti disayat- sayat yang menimbulkan bekas luka yang sangat dalam, se- hingga setiap kali kita mengingati Allah, setiap kali kita menye-
  • 20. 20 but nama Allah, luka itu kembali merekah dan menganga lebar. Keadaan hati yang seperti ini akan menyebabkan air mata kita tak henti-hentinya keluar membanjiri kedua sudut mata kita. Untuk beberapa waktu, kita hanya bisa menangis dan me- nangis. Bisa sehari, bisa pula dua atau lima hari. Itu semua terjadi karena kita seperti menemukan kembali suasana alam azali yang sudah lama kita tinggalkan dan lupakan. Sejak berbilang tahun, kita sudah lupa pintu masuk ke alam azali itu. Sebuah Alam yang saat itu kita sangat dekat dengan Allah, sehingga kita bisa berbincang-bincang dengan Allah. Yang mula pertama dijadikan oleh Allah ialah AKAL, MIND. Maka Allah berfirman kepadanya, “Menghadaplah!”, lalu menghadaplah dia. “Membelakanglah!”, lalu membelakanglah dia (Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin, Bk 1, 308 (1991): Diriwa- yatkan At Tabarani dari Abi Amaman dengan isnad Dhaif. Al-A’raf : 172 “Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang sulbi mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas Nafs (anfus) mereka : ‘Bukankah Aku Tuhan kamu ?’ ; Mereka berkata : ‘Betul ! kami menyaksikan.’ ; Hal ini agar kamu tidak dapat berkata dihari kiamat : ‘Sungguh kami lalai dari perjan- jian ini’. Alam azali itu ternyata bisa kita masuki kembali saat kita hidup
  • 21. 21 di dunia ini dengan melalui PINTU MENGINGATI ALLAH, yang salah satunya adalah melalui SHALAT. Pintu alam Azali itu kembali dibuka oleh Allah ketika kita mengingat Allah. Karena ketika kita mengingat Allah, maka Allahpun berkenan pula mengingat kita. FADZKURUNI ADZKURKUM. Sekarang kita sudah menjadi sederhana dalam menelisik anasir diri kita. Bahwa ternyata anasir diri kita itu ada EMPAT entity, yaitu : • JASAD, • NYAWA, • RUH, dan • AKAL (HATI). Sementara bersama AKAL atau HATI itu ada pula : MATA AKAL atau MATA HATI. JASAD adalah tubuh Lahiriah kita, sedangkan RUH adalah tubuh BATINIAH kita. NYAWA adalah pemberi kehidupan terhadap JASAD. Jadi NYAWA dan JASAD akan selalu bersama selama kita masih hidup. Namun nyawa itu TIDAK akan memberikan kehidupan kepada RUH. Sebab RUH adalah anasir yang selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Saat kita BANGUN dan SADAR, anasir JASAD, NYAWA, RUH, dan PIKIRAN (AKAL atau HATI) kita berada dan berkumpul menjadi satu di dalam JASAD kita. Dengan begitu, kita akan bisa melakukan berbagai aktifitas kita di muka bumi ini. Kita bebas pulang dan pergi ke berbagai pelosok dunia. Kita bisa anasir diri kita
  • 22. 22 menikmati keindahan alam dengan menggunakan panca indera. Kita bisa merasakan suka dan duka kehidupan. Kita bisa berpikir dan berkarya membangun peradaban umat manusia. Saat kita TIDUR, anasir yang ada di dalam JASAD kita hanyalah NYAWA saja. Keberadaan nya ditandai dengan NAFAS kita yang bergerak keluar-masuk paru-paru kita, dan Jantung kita yang berdetak dengan teratur. Sedangkan RUH + PIKIRAN dipegang oleh ALLAH di alam RUHANI, sampai nanti kita diba- ngun kembali (kalau Allah masih menakdirkan kita untuk hidup). Pikiran yang bersama RUH di alam RUHANI ini bisa pula disebut sebagai JIWA atau AN NAFS. Kalau kita bangun, maka AN NAFS ini akan dikembalikan oleh Allah ke dalam Jasad kita, sehingga kemudian kita bisa kembali menjalani aktifitas keseharian kita. Beberapa kemungkinan keberadaan keempat anasir diri kita itu adalah: JASAD + NYAWA + RUH + AKAL, semuanya berada di dalam jasad kita, Maka kita disebut Si Sadar dan bisa berkarya. JASAD + NYAWA, ada di dalam tubuh kita, sedangkan RUH + AKAL Maka kita disebut TIDUR yang Lelap.
  • 23. 23 tengah kembali kepada Allah, JASAD + NYAWA, ada di dalam tubuh kita, sedangkan RUH + AKAL tengah berkelana di alam gaib, atau sedang tersesat di suatu tempat, Maka kita disebut sedang BERMIMPI, atau OOBE, atau TERSESAT tidak bisa pulang kembali ke Jasad, atau bisa pula COMA. RUH sudah bersama dengan JASAD dan NYAWA kita, akan tetapi AKAL kita masih tertahan di luar JASAD kita, Maka kita disebut orang yang hilang AKAL, GILA, atau NGAHULEUNG. Kalau bagi anak-anak, keadaan ini akan berlangsung saat dia bangun tidur dan itu terjadi untuk beberapa waktu lamanya. Satu atau dua menit. Kalau bagi orang dewasa, keadaan ini jelas sekali terlihat pada Orang Gila. AKAL sudah bersama dengan JASAD dan NYAWA kita, akan tetapi Keadaan ini biasa didapatkan oleh orang dewasa yang disebut dengan
  • 24. 24 RUH masih tertahan di luar JASAD kita EUREUP-EUREUP atau TINDIHAN. Walaupun rasanya kita sudah berteriak sekuat tenaga minta tolong, akan tetapi karena RUH kita belum ada di JASAD, maka suara kita itu tidak akan yang mendengarnya. RUH + AKAL + NYAWA sudah diambil kembali oleh Allah. JASAD sudah terbaring kaku. Saat itulah akhir dari hidup kita. MATI. Proses kematian ini diawali dengan RUH kita ditarik kembali secara paksa oleh Allah dalam sebuah peristiwa sakaratul maut. Kalau selama hidup kita, kita tidak pernah menyerahkan RUH kita itu secara sukarela dan ridha kepada Allah, maka saat sakaratul maut itu kita akan gelisah, nafas kita tersengal-sengal. Kita sangat tersiksa sekali.
  • 25. 25 Kalaulah pada saat-saat yang genting itu TIDAK ada di antara keluarga kita, yang paling afdal adalah anak kita, yang membantu kita mengarahkan RUH kita kepada Allah dengan sukarela, maka alangkah sengsaranya keadaan kita saat itu. Akan tetapi kalau saat itu ada anak kita, atau saudara kita yang sudah tahu jalan pulang, dan dia mengantarkan kita untuk pulang itu, maka tidak berapa lama, nafas kita akan jadi teratur, wajah kita akan tenang dan damai. Dari ulu hati kita akan mengalir ruh kita yang rasanya dingin. Naik kekerong- kongan, lalu masuk ke dalam kepala kita. Hitam bola mata kita akan IKUT naik ke arah kening mengikuti perginya RUH kita itu. Sang Ruh kemudian berputar ke arah belakang kepala kita untuk kemudian berbalik dan keluar melalui KENING kita. AKAL kita saat itu masih ada di JASAD kita. Kita masih bisa mendengarkan suara-suara tangis dan pembicaraan orang- orang yang ada di sekitar JASAD kita. Tetapi kita sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sebab saat itu RUH kita sudah meninggalkan JASAD kita untuk pulang kepada Allah. Anak atau saudara kita yang mengantarkan kita saat itu kemu- dian akan mendengarkan suara “KLEK”, yang merupakan per- tanda bahwa saat itu AKAL sudah harus ikut dengan RUH untuk kembali kepada Allah. AKAL + RUH, yang biasa disebut dengan JIWA, akan mengalami prosesi untuk pulang ke Alam
  • 26. 26 Barzakh: Al Mukminun (23):100 “Dan di hadapan mereka ada Alam Barzakh (yang mereka tinggal tetap padanya) hingga hari mereka dibangkitkan semula (pada hari kiamat)”. Setelah RUH dan AKAL meninggalkan JASAD, maka tidak lama kemudian NYAWA kitapun diambil oleh Allah. Kalau nyawa itu diambil dari kepala kita, maka kepala kita akan bergerak untuk terakhir kalinya. Kalau NYAWA itu diambil dari kaki kita, maka kaki kitalah yang akan bergerak untuk terakhir kalinya. Lalu setelah itu tinggallah JASAD kita yang kaku dan yang dengan cepat akan membusuk. Kalaulah saat kita sakaratul maut itu, kita hadapi dalam ke- adaan di mana : • kita tidak pernah sekalipun menyerahkan RUH kita dengan sukarela kepada Allah dalam sebuah proses Dzikir seperti di dalam Shalat ataupun Dzikir di luar Shalat, atau • tidak ada pula anak dan saudara kita yang bisa menun- jukkan jalan pulang dan mengantarkan kita untuk pulang kembali kepada Allah, sungguh saat itu kita sedang berada dalam keadaan nestapa yang sangat mencekam.
  • 27. 27 Kita tidak pernah sekalipun menyerahkan RUH kita dengan sukarela kepada Allah dalam sebuah proses Dzikir seperti di dalam Shalat ataupun Dzikir di luar Shalat. Kita sedang berada dalam keadaan nestapa yang sangat mencekam Tidak ada pula anak dan saudara kita yang bisa menunjukkan jalan pulang dan mengantarkan kita untuk pulang kembali kepada Allah.
  • 28. 28 Al An’aam (6): 93. “Alangkah dahsyatnya sekira kamu melihat di waktu orang- orang zalim (berada dalam tekanan sakaratul maut”. Sebab, saat RUH kita sudah dipanggil oleh Allah, Namun AKAL kita masih sibuk dengan semua yang jadi miliknya saat hidup di dunia, Maka Perjalanan RUH itu akan terhambat. Saat itulah AKAL kita akan dimintakan pertanggungjawab- annya terhadap apa-apa YANG SELAIN DARI ALLAH, yang membuat kita BINDING (TERIKAT) selama kita hidup di dunia. Kita akan ditanyai dan dimintakan pertanggungjawaban kita tentang itu semua. Dan itu dahsyat sekali. POSISI IDAMAN yang harus dilatih terus oleh orang-orang yang beriman adalah JASAD + NYAWA ada di dalam tubuh kita, se- dangkan RUH dan AKAL tengah berada dalam keadaan DZIKIR kepada Allah (DZIKRULLAH), MENGINGATI ALLAH, misalnya di dalam SHALAT, dan juga berketerusan di luar SHALAT.
  • 29. 29 POSISI IDAMAN JASAD + NYAWA Ada di dalam tubuh kita RUH dan AKAL Tengah berada dalam keadaan DZIKIR kepada Allah (DZIKRULLAH), MENGINGATI ALLAH, : • di dalam SHALAT, dan juga • berketerusan di luar SHALAT. Posisi seperti inilah yang seharusnya kita asah dan kita lakukan terus menerus (ISTIQAMAH). Oleh setiap orang yang beriman kepada Allah.
  • 30. 30 Artikel 3 : Proses Mati Sebelum Mati Dalam kitab Madarijus Salikin hal ini diterangkan dengan sangat jelas: HR. Ibnu Majah, dari Abi Ayyub dan Al Hakim, dari Sa’ad bin Abi Waqqash, sanadnya shahih. Apabila kalian melaksanakan shalat maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan dunia. Berdasarkan hadist di atas Imam Al Ghazali menegaskan pen- tingnya ruhani terfokus kepada Allah saja dalam melaksa- nakan setiap ibadah, seperti keadaan menjelang kematian. Ia harus : • meninggalkan dirinya, • meninggalkan hawa nafsunya, • meninggalkan urusan dunianya dalam menuju Allah. Karena ia sedang berhadapan dengan Allah. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah, “Al inabatu ila daril khulud wa tajafi an daril ghurur wa tahabu lil mauti qabla nuzulil maut. Kem- bali menuju perjalanan ke kampung abadi (akhirat) mening- galkan kampung penuh tipuan (dunia) merasakan mati sebe- lum mati” . Untuk prakteknya silahkan lihat kembali artikel "Mengingati Allah", kalau berkenan. Sebab kalau kita sudah terbiasa de- ngan aktifitas seperti inilah nantinya yang akan mempermu-
  • 31. 31 dah kita saat menghadapi proses sakaratul maut bagi diri kita sendiri, dan juga ketika kita mengantarkan orang tua atau saudara kita yang sedang dalam keadaan sakaratul maut itu.
  • 32. 32 Artikel 4 : Jasad, Nyawa, Ruh, dan Akal Sekarang kita sudah menjadi sederhana saat menelisik diri kita, bahwa diri kita ini paling tidak terdiri dari 4 anasir utama, yaitu: JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL. AKAL AKAL kadangkala kita sebut juga sebagai PIKIRAN, atau HATI, atau SANUBARI. AKAL ini juga punya MATA yang disebut dengan MATA AKAL, atau MATA HATI, atau MATA SANUBARI. AKAL/HATI dan MATA AKAL / MATA HATI AKAL/HATI dan MATA AKAL / MATA HATI adalah anasir yang bisa melihat, mendengar, merasakan, berpikir, dan mengingat, sehingga HATI dan MATA HATI ini boleh juga dikatakan sebagai anasir yang serba tahu (BASHIRAH). Ia adalah SANG PILOT, SANG SOPIR, SANG KUSIR, SANG HAKIM, SANG PENGENDALI atas DUA KENDARAAN yang difasilitasi oleh Allah kepadanya, yaitu JASAD dan RUH. NYAWA Sedangkan NYAWA adalah anasir yang
  • 33. 33 memberikan KEHIDUPAN kepada JASAD sampai waktu yang telah ditentukan. Kalau kita sudah paham tentang anasir-anasir diri kita ini, dan kita sudah paham pula cara kerja dan taqdirnya masing- masing, yang telah dibuatkan oleh Allah, maka kita sebenar- nya sudah tidak perlu lagi ribet-ribet untuk memahami dan bergumul setiap hari dengan istilah-istilah yang lainnya. Misalnya: • Pikiran Sadar (conscious mind), • Pikiran Bawah Sadar (subconscious mind), • Pikiran Tak Sadar (unconscious mind), • Pikiran Super sadar (Supra conscious mind), • Perasaan, • Power, • Force, • Quantum ini dan itu (quantum-quantuman). Lalu dari sana kita pasti selanjutnya akan dibawa ke dalam dunia terapi-terapian, healing-healingan, power-poweran, dan meditasi-meditasian. Misalnya, pemulihan jiwa, terapi ini dan itu, metafisika ini dan itu, spiritualitas ini dan itu, hipnoterapy ini dan itu, tenaga dalam ini dan itu, meditasi ini dan itu, dan sebagainya. Dan ternyata kesemuanya itu hanyalah OBJEK PIKIR yang akan menjadi objek PERMAINAN bagi AKAL atau PIKIRAN, atau HATI belaka. Sang Pilot.
  • 34. 34 Objek Pikir itu, yang pada awalnya adalah alat untuk bermain-main bagi Sang pilot. Akan tetapi, tanpa disadari oleh Sang Pilot, dia sendiri malah berbalik menjadi objek yang dipermainkan oleh Objek Pikir itu selama dia masih bertahan di pintu ingatan kepada objek-pikir itu. Dan itu tidaklah aneh. Sebab kesemuanya itu hanyalah proses biasa saja yang terjadi secara otomatis ketika PIKIRAN atau AKAL masuk ke PINTU INGATAN tentang salah satu dari Objek Pikir tersebut di atas. Sekali kita masuk ke PINTU INGATAN tentang Objek Pikir itu, maka AKAL atau PIKIRAN akan disambut oleh cabang dan ranting dari Objek Pikir itu yang jumlahnya sangat banyak dan bervariasi. Objek pikir itu akan menawan kita, memperbudak kita. Objek pikir itu akan memaksa : • Kita untuk mengagung-agungkannya, • Kita akan dipaksa untuk menjajakannya ke sana ke mari, • Kita dipaksa berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, • Kita tidak akan dibiarkannya untuk istirahat barang sesaat- pun, bahkan • Kita akan dikejarnya sampai kealam mimpi sekalipun. Tanpa kita sadari, begitu kita terikat (binding) dengan sebuah Objek Pikir yang selain dari Allah, maka saat itu juga objek pikir itu akan menghalangi RUH kita untuk kembali kepada Allah.
  • 35. 35 Ruh kita akan terpenjara di dalam Objek Pikir itu. Dan itu sangatlah menyakitkan sekali, sehingga kita disebut sebagai si Ruhani yang sakit. Tapi Sang RUH punya cara sendiri untuk bisa terlepas dari penjara objek pikir kita itu. Ia menggeliat, ya meronta, yang akibatnya akan berpengaruh buruk terhadap JASAD kita. Rongga dada kita terasa sempit, nafas kita tersengal-sengal, darah dan sistem hormonal kita mengalir di luar takarannya yang normal, sehingga membuat kita ambruk. SAKIT, atau bahkan bisa MATI. Untuk menahan kita agar kita bisa terus menerus berada da- lam Pintu Ingatan kepadanya, Objek pikir kita itu akan mem- beri kita : • Rasa Bisa, • Rasa Memiliki, • Rasa Tahu, • Rasa Hebat, • Rasa Senang, • Rasa Diri. • Aku…! Ya… GUE banget begitu loh. Aku ada, Aku Wujud. Karena aku ada, maka aku akan marah kepada siapun yang menolak aku. Aku akan balik menghina orang-orang yang berani-beraninya menghina aku itu. Aku akan hancurkan dia. Objek pikir itu juga seperti ikut memberi NAFKAH kepada kita.
  • 36. 36 REZKI kita ikut mengalir melalui objek pikir kita itu. Hanya saja karena umumnya kita adalah orang yang beragama, maka objek pikir kita itu kemudian kita poles dengan berbagai istilah dari agama yang kita anut. Kalau tidak maka kita seolah-olah telah menjadi orang yang lebih hebat dari orang-orang yang beragama tertentu. Tanpa kita sadari kita telah menciptakan agama untuk diri kita sendiri, yaitu agama objek pikir kita. Sebaliknya, aku akan tersenyum sum- ringah ketika orang mau mengikutiku. Aku akan JAIM (Jaga image) dengan senyuman dan tingkah lakuku yang menandakan bahwa itulah aku. Aku ada nih…!. Bisik kita kepada mereka, di dalam hati kita. Bahkan karena kita merasa ADA, kita merasa WUJUD, maka kita bisa sampai pada taraf ingin BERBENTURAN atau BERGA- DUH dengan Allah. Karena begitu kita mengaku wujud, maka saat itu akan ada dua wujud, yaitu kita yang mengaku wujud dan Dzat Yang Wajibul Wujud. Saat itu hilanglah Tauhid kita dengan seketika. Lalu kita “seakan-akan” ingin selalu ME- NENTANG TAQDIR. Seakan-akan apa yang sudah Allah Taqdir- kan untuk kita, itu tidak cocok untuk kita. “Allah kok begitu ya ?, harusnya kan begini. Ya Allah mohon ubah dong jadi begini…”, rengek kita menghiba-hiba. “Kenapa…., kenapa…., kenapa… ya Allah”,
  • 37. 37 . . . protes kita hampir setiap hari. Kalau setiap saat kita merasa bisa untuk menentukan taqdir kita sendiri, karena kita ADA dan WUJUD untuk menetukan taqdir kita itu, maka kita disebut sebagai orang yang berpa- ham MUKTAZILAH atau QADARIYAH, Atau RASIONALIS. Biasa- nya ungkapan yang kita pakai adalah: “Kita adalah apa yang kita pikirkan. Kita bisa mengubah masa depan kita dengan mengubah pikiran kita saat ini atas masa lalu yang telah kita hadapi”. Jika dalam paham Rasionalis itu, kita poles dengan istilah-istilah agama, maka kita disebut sebagai kaum RASIO- NALIS-AGAMIS. Kalau kita tetap merasa WUJUD, namun pada saat yang sama kita merasa tidak akan sanggup untuk melawan Allah, maka kemudian kita bersedia untuk tunduk, menyerah dan takluk kepada Allah, kita Pasrah saja kepada Allah, maka paham ini disebut dengan paham JABARIYAH atau FATALIS, yang jika kita poles dengan agama menjadi FATALIS-AGAMIS. Paham jalan AMAN, yang paling banyak kita pakai, adalah Paham ASY’ARIYAH, Pahan Jalan tengah. Dalam paham ini kita TETAP merasa WUJUD. Cuma saja sesekali kita merasa bisa meminjam pakai Paham Qadariyah kalau kita merasa bisa mengubah taqdir kita, dan di lain waktu kita seperti berpegang
  • 38. 38 teguh pada Paham Jabariyah kalau kita merasa tidak bisa mengubah taqdir kita. Dalam paham ini, kita seperti duduk di atas PAGAR. Sesekali kita mencondongkan diri kita kepada Paham Qadariyah, sesekali kita merebahkan diri kita kepada Paham Jabariyah. Aman. Tetapi, . . . ada sebuah paham yang hanya dianut oleh sedikit umat manusia. Ya…, hanya sedikit manusia saja bersedia untuk masuk ke dalam paham ini. Paham yang akan membuat kita menjadi orang yang aneh dan ganjil. Orang yang hidup “dalam kesendirian” di tengah-tengah keramaian. Karena di tengah keramaian itu kita merasa tidak wujud sama sekali. Kita tidak ada. Kita tidak wujud. Paham itu adalah Paham Makrifatullah. Bahwa, semua pembicaraan kita tentang JASAD, NYAWA, RUH, HATI, dan MATA HATI seperti yang diterangkan di atas, pada hakekatnya barulah berbicara tentang SIFAT-SIFAT dari diri kita. Karena masih dalam tatanan SIFAT, maka boleh jadi ada pendapat lain yang jauh lebih baik dari pendapat ini. Ya…, nggak apa-apa. Namanya juga berbicara tentang SIFAT. Kita belum sampai dalam membicarakan diri kita dari segi
  • 39. 39 HAKEKAT. Ya… Hakekat. Kalau begitu, apa sih HAKEKAT dari semua anasir diri kita yang telah kita bahas di atas ? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus mempertajam pandangan Mata Hati kita dengan memakai Kacamata Mak- rifatullah. Tidak bisa tidak…!. Sebab dengan memakai Kaca- mata Makrifatullah ini, kita akan dikejutkan oleh kenyataan bahwa : . . . kita sebenarnya, hakekatnya, TIDAKLAH WUJUD. Karena kita sudah dapat memandang dengan Mata Hati kita, yang sudah menjadi sangat tajam, bahwa yang boleh wujud hanyalah SATU, yaitu Dzat Wajibul Wujud. Apapun yang selain dari Dzat Yang Satu itu tidaklah wujud, karena semuanya hanyalah semata-mata . . . . . . penzahiran dari Dzat-Nya yang sedikit, . . . sehingga dengan begitu, . . . kita tidak sedikitpun berkeinginan untuk mengaku ADA, untuk mengaku Wujud.
  • 40. 40 Bagaimana kita akan bisa mengaku wujud, sementara kita hanyalah bagian kecil dari Dzat-Nya yang sedikit dari Dzat-Nya Yang Maha Besar, dan Maha Agung. Inilah inti dari Tauhid. Bahwa keempat anasir diri manusia itu, seperti juga ciptaan- ciptaan yang lainnya, berada di dalam LAUHUL MAHFUZ, yang dalam paham DZATIYAH dikatakan sebagai TEMPAT Allah menciptakan seluruh Makhluk Ciptaan-Nya. Semua proses penciptaan dan penghancuran makhluk yang berada di dalam Lauhul Mahfuz itu adalah . . . . . . AKTIFITAS ALLAH belaka terhadap sedikit dari Dzat-Nya, yang besarnya tidak lebih dari sebesar butiran pasir di padang pasir yang sangat luas, atau setetes air masin di dalam samudera raya. Tatkala itu, . . . Allah berkata KUN kepada Dzat-Nya yang sedikit itu, . . . sehingga kemudian terzahirlah Rencana Induk (Lauhul Mahfuz) dari semua ciptaan-Nya. Waktu kemudian mengan- tarkan Rencana Induk itu untuk terzahir menjadi berbagai ciptaan dan peristiwa-peristiwa dengan Qada dan Qadarnya masing-masing. Proses penzahiran itu adalah bak sandiwara belaka bagi Allah. Karena . . .
  • 41. 41 . . . semuanya adalah perbuatan Allah sendiri terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang telah Dia isolasi dengan Tabir Nur dari keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah. Tabir Nur itu akan membatasi dan memelihara semua ciptaan- Nya yang berada di dalam Lauhul Mahfuz itu dari kemusnahan akibat terbakar hangus karena terpandang pada Kemulyaan Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah. Yang dicerita-ceritakan oleh Allah di dalam Al Qur’an, hampir semuanya berkenaan dengan serba-serbi dan perlakuan Allah terhadap Dzat-Nya yang sedikit itu, yang berada di Lauhul Mahfuz. Sebutlah ayat mana saja. Misalnya, ayat tentang Syurga dan Neraka. Maka ayat tentang Syurga dan Neraka itu tidak lain hanyalah cerita Allah tentang penzahiran dari Dzat- Nya yang sedikit itu yang nantinya akan diperuntukkan-Nya pula untuk Dzat-Nya yang sedikit itu yang terzahir menjadi manusia, jin, iblis, dan malaikat. Insyaallah, kalau Allah ber- kenan, tentang hal ini akan kita bahas tersendiri pada saatnya. Sedangkan terhadap Dzat-Nya secara keseluruhan Dia hanya berkata sangat sederhana, bahwa Dzat-Nya yang keseluruhan itulah Dzat Yang Awwal. dan Dzat-Nya yang keseluruhan itu pulalah nantinya Yang Akhir. Dzat Yang Maha Indah, Dzat Yang Maha Agung. Dzat yang akan membakar hangus apapun juga yang terpandang oleh-Nya.
  • 42. 42 Jadi SEMUA yang berkenaan dengan CIPTAAN, mestilah ber- ada di dalam LAUHUL MAHFUZ. Tidak bisa tidak. Sebab apa- pun juga yang di luar Lauhul Mahfuz, tetaplah Dia akan men- jadi MISTERI yang ABADI Sepanjang Masa. Misteri yang tidak sedikitpun disadari oleh para penganut : • Paham Wihdatul Wujud, • Paham Nur Muhammad, dan • Paham Rabithah Mursyid. Apalagi oleh orang-orang yang Mata Hatinya Buta dan Tuli. Sedikit dari Dzat-Nya yang terkurung di Lauhul Mahuz itu bo- leh kita sebut sebagai Dzat Yang Batin. Dzat yang tidak dapat dilihat dengan mata. Dzat yang tidak dapat diumpamakan, Dzat yang tidak ada rupa dan warna. Dzat yang tidak bisa diserupakan dengan apapun juga. Sama halnya dengan Dzat- Nya secara Keseluruhan yang ada di luar Lauhul Mahfuz. Ya…, Dialah Dzat Yang Batin. Dzat-Nya Yang Batin yang sedikit itu kemudian terkena kalimat KUN dari-Nya, sehingga lalu dari Dzat Yang Batin itu terben- tuklah Lauhul Mahfuz, atau Gambaran Besar, atau Rencana Induk yang memuat skenario Allah yang sangat detail dan rinci terhadap setiap makhluk yang akan Dia ciptakan sebagai penzahiran dari Dzat-Nya Yang Batin itu. Salah empat dari semua ciptaan-Nya itu adalah : • JASAD, • NYAWA, • RUH, dan
  • 43. 43 • PIKIRAN, yang masing-masingnya telah diberikan pula taqdir oleh Allah untuk dijalaninya. Dengan begitu, maka RUH, seperti juga JASAD, NYAWA, dan PIKIRAN, dapat dikatakan sebagai CIPTAAN ALLAH. Karena ia adalah anasir diri kita yang terkurung dan berada di dalam ruang penciptaan atau Lauhul Mahfuz. Akan tetapi karena Ruh kita itu adalah akibat penzahiran dari sedikit Dzat-Nya, maka Allah berhak pula mengatakan bahwa RUH itu adalah Milik- Nya. “Itu RUH-KU”, kata Allah. Bahkan Allah berhak mengatakan bahwa RUH itu adalah Dia sendiri. Pengakuan Allah itu sama halnya dengan pengakuan kita terhadap kuku tangan kita yang kita akui sebagai diri kita, sebagai milik kita, sehingga kalau ada orang lain menyakiti kuku kita itu, maka kita berhak untuk berkata: “Kenapa eng- kau sakiti aku ?” Padahal yang mereka sakiti adalah kuku kita. Akan tetapi RUH KITA ITU BUKANLAH ALLAH. Karena ia hanyalah berasal dari Dzat-Nya yang sedikit saja. Seperti juga kuku tidak bisa mengaku sebagai kita, misalnya si Deka. Prinsip ini adalah sangat penting untuk kita ketahui, karena banyak orang yang sudah berada pada kesadaran RUH
  • 44. 44 ini, kemudian malah menyatakan dirinya sebagai Allah. Seperti yang terjadi pada orang-orang yang berpaham Wahdatul Wujud. Kalau kita paham tentang kepemilikan Allah terhadap Dzat- Nya yang sedikit itu, yang kemudian dizahirkan-Nya menjadi semua ciptaan, maka . . . . . . kita tidak akan pernah lagi untuk menghina, merusak, menghancurkan, atau bahkan hanya sekedar untuk menyia-nyiakan sedikit dari ciptaan-Nya yang lain yang diamanahkan-Nya kepada kita, yang sebenarnya untuk kita jaga, untuk kita kelola, dan untuk kita manfaatkan dengan sangat lembut. Dengan mengimani bawah JASAD, NYAWA, RUH, dan PIKIRAN adalah ciptaan Allah dengan Taqdirnya masing-masing, maka kita sudah tidak perlu takut-takut lagi untuk membahasnya dalam hal fungsi dan aktifitasnya masing-masing. Kita akan melihat SIFAT-SIFAT-NYA. Sebab kalau mengenai esensi atau unsur dasarnya kita sudah tidak perlu membahasnya lagi. Semuanya berasal dari Dzat-Nya yang sedikit. Ya…, hakekat dari kesemuanya adalah Dzat-Nya sendiri. Dzat Yang Batin. Dari Dzat Yang Batin itu terzahirlah sebuah Rencana Induk
  • 45. 45 (Lauhul Mahfuz) tentang perjalanan hidup seluruh makhluk ciptaan-Nya, termasuk seluruh umat manusia. Proses penza- hiran Dzat-Nya menjadi seluruh ciptaan-Nya itu mirip sekali dengan proses kita membangun sebuah rumah dengan segala isinya. Mari kita lihat : 1. Tahap Pertama, kita buat dulu rencana, gambaran menye- luruh dari rumah yang akan kita bangun itu. Kita siapkan gambar detailnya. Kita mengubah atau menzahirkan se- suatu yang tadinya dalam bentuk batin, yang tidak terli- hat, menjadi sebuah rencana yang sudah ada pola, ukur- an, dan bentukmya. Padanannya adalah sama dengan Lauhul Mahfuz yang dibuat oleh Allah. Hanya saja gambar detail yang kita buat itu seringkali ada saja hal-hal yang kita lupakan. Sedangkan bagi Allah, semuanya tidak ada yang terlupakan. 2. Tahap Kedua, dalam MASA tertentu, kita mulai menyiap- kan SARANA atau INFRASTRUKTUR pembangunannya, mulai dari tanah tempat berdirinya bangunan, pasir, se- men, besi, atap, batu merah, kayu, tegel, peralatan pertukangan, dan se- bagainya. Kurun waktu bagi kita untuk menyiapkan sarana dan prasarana itu bisa dalam sebulan atau lebih. Untuk kehidupan di langit dan di bumi ini, Allah juga me- nyiapkan SARANA dan PRASARANA atau INFRASTRUKTUR
  • 46. 46 langit dan bumi itu terlebih dahulu, yang lamanya adalah 8 MASA atau 16 Milyar tahun. Dari 16 Milyar tahun itu, 2 MASA (4 Milyad tahun) dipakai Allah untuk menciptakan 7 lapis langit, dan 6 MASA (12 Milyar tahun) untuk menciptakan bumi dan segala kelengkapannya. Untuk satu MASA lamanya adalah 2 milyar tahun. 3. Tahap ketiga, setelah semua infrastruktur tersedia, dalam waktu atau umur tertentu, SATU-PERSATU kita mulai membangun fondasi, dinding, lantai, pintu, jendela. Ka- mar, atap, kamar mandi, meja dan kur-si, taman, dan sebagainya. Apa yang tadi- nya hanya berupa GAMBAR atau REN- CANA, kemudian kita wujudkan menjadi bagian-bagian Rumah dalam WAKTU yang tertentu. Jadi, WAKTU atau UMURLAH yang menyebabkan gambar fondasi bisa tercipta menjadi fondasi benaran. Misalnya dalam waktu 1 bulan, maka terciptalah fondasi. Begitulah seterusnya sehingga dalam waktu atau 6 bulan selesailah kita mem- bangun sebuah rumah utuh dari sebuah rencana yang telah kita buat sebelumnya. Hanya saja kita tidak punya rencana tentang berapa lama UMUR rumah kita itu akan bertahan dan kemudian ia hancur kembali menjadi unsur tanah, kayu, batu, dan sebagainya. Begitu jugalah Allah memperlakukan langit dan bumi beserta segala makhluk yang ada di dalamnya. Khusus untuk tujuh
  • 47. 47 langit dan bumi, Allah memberikan tambahan UMUR kepada- nya selama 12 Milyar tahun lagi, sebagai tempat untuk tum- buhnya peradaban umat manusia berikut dengan semua pe- ran-peran yang menyertainya. Semua Ciptaan yang terzhahir itu dapat pula dikatakan sebagai perwujudan dari Dzat-Nya yang Zhahir, sebelum semuanya kembali hancur luluh menjadi Dzat-Nya Yang Batin (KIAMAT). Jadi ketika Allah berkata bahwa Dialah Yang Zahir dan Dialah Yang batin, maka Dia sebenarnya berkata terhadap Dzat-Nya yang terdapat di dalam Lauhul Mahfuz. Bukan Dzat-Nya yang di luar Lauhul Mahfuz. Sekarang marilah kita sedikit lebih fokus terhadap perlakuan Allah terhadap setiap anasir diri kita. Allah memberi UMUR untuk kita yang akan menghubungkan atau menyambungkan antara Rencana Induk Allah (Lauhul Mahfuz) dengan terzahirnya kita menjadi Manusia. Misalnya, untuk menzahirkan Rencana Allah agar kita bisa terlahir menjadi BAYI benaran, dari yang sebelumnya hanya dalam bentuk rencana induk itu, Alah menakdirkan untuk berlang- sung selama 9 bulan. Waktu se- lama 9 bulan itu disebut sebagai UMUR kita untuk menjadi bayi. Kalau kita meninggal saat itu juga, maka selesailah tugas kita.
  • 48. 48 Lalu kita berjalan untuk kembali menjadi Dzat-Nya yang batin. Akan tetapi kalau UMUR kita masih ada, dan panjang pula, maka kita akan diantarkan oleh WAKTU atau UMUR kita itu untuk menjalani TAQDIR kita yang berikutnya, yang penuh suka ataupun duka, menjadi anak-anak, terus remaja, dewasa, tua lalu mati. Rencana Allah terhadap kita tidak hanya berhenti sampai kita meninggal itu saja. Allah ternyata masih punya rencana lain yang harus kita jalani se- telah kita meninggalkan alam dunia ini dan kemudian me- masuki kembali alam akhirat. Alam yang dulu, di saat-saat awal penciptaan kita, pernah kita diami. Sungguh, kita memang adalah berasal dari Dzat-Nya Yang Ba- tin lalu TERZAHIR menjadi Dzat-Nya Yang Zahir untuk kemu- dian kita kembali menjadi Dzat-Nya Yang Batin. • Dari-Dzat-Nya terzahirlah JASAD • Dari Dzat-Nya terzahirlah NYAWA • Dari Dzat-Nya terzahirlah RUH • Dari Dzat-Nya terzahirlah PIKIRAN (Akal, atau Hati, dan juga Mata Akal, atau Mata Hati). Masing-masing terzahir dengan TAQDIRNYA sendiri-sendiri.
  • 49. 49 Allahlah yang berbuat sekehendak-Nya, semena- mena, dan bersandiwara terhadap sedikit dari Dzat-Nya. Dan sandiwara itu tergelar tanpa henti di atas panggung sandiwara yang sangat besar yang disebut dengan Lahul Mahfuz. Kita masing- masing adalah AKTOR dari sekian banyak aktor yang terlibat di dalam sandiwara Allah itu. Dia tidak akan ditanya atas semua perbuatan-Nya itu. Sungguh celaka kita yang berani-berani berkata: “Mengapa ? Ada apa ? Dan seharusnya ?”, kepada-Nya ketika kita menghadapi ber- bagai duka dan nestapa, atau kita berbangga-bangga diri ke- tika kita mendapatkan suka dan cita selama kita menjalani peran kita di dalam sandiwara Allah itu. Bagi kita peran itu bukanlah sandiwara. Kita akan digiring untuk memerankan peran kita dengan total. Setiap skenario yang telah dibuatkan khusus untuk kita di dalam sandiwara itu, mau tidak mau, terpaksa ataupun redha, harus kita jalani. Kalau kita harus sakit, maka sakitnya terasa betul oleh kita. Kalau kita harus berdarah-darah, maka darahnya akan mengalir keluar dari pembuluh darah kita. Kalau kita harus mati, maka matinya tidak bisa diundur walau
  • 50. 50 sedetikpun. Kalau kita harus senang, maka senangnya benaran. Kalau peran itu mengharuskan kita untuk susah, maka susahnya juga benaran, sampai kita ampun-ampunan. Sampai di sini, selesailah topik “Menelisik Anasir Diri”. Selan-jutnya, INSYAALLAH, kita akan lanjutkan pembahasan yang lebih dalam melalui artIkel “MENENGOK KILASAN SANDIWARA DZAT2 ”. 2 http://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan- sandiwara-dzat-bagian-1/
  • 51. 51 Artikel 5 : Menengok Kilasan Sandiwara Dzat3 Dari beberapa artikel terdahulu, secara berangsur-angsur, kita telah mulai memahami bahwa : Pada awalnya hanya Allah saja yang Wujud. Diri- Nya disebut Dzat Yang Maha Indah. Al Hadid (57 / 3) : “Dialah (Dzat) Yang Awal.” Segala sesuatu, selain Dzat Yang Maha Indah ini, belum ada. “Tidak ada” juga tidak wujud pada saat awal itu, termasuk “kosongpun” juga tidak wujud. Yang Wujud hanyalah Dzat-Nya semata-mata. Karena kalau saat awal itu ada pula “tidak ada atau kosong”, maka lunturlah TAUHID kita. Karena saat Awal itu akan ada DUA wujud yang Ada, yaitu Wujud Allah dan ada pula wujud “tiada” atau “kosong.” 3 http ://yusdeka.wordpress.com/2014/06/06/menengok-kilasan- sandiwara-dzat-bagian-1/
  • 52. 52 Kemudian Dia Bersabda : 1. “KUN” kepada sedikit dari Dzat-Nya, yang besarnya tidak lebih dari sebutir pasir di padang pasir, atau Sedikit dari Dzat-Nya setetes air asin di dalam samudera. Dzat Yang sedikit itu kemudian ditirai oleh 70 tirai cahaya terhadap Dzat-Nya Yang Maha Indah. Ditirai Oleh 70 Tirai Cahaya Sehingga Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian berubah menjadi sebuah Ruang Tertutup yang nanti akan berfungsi sebagai tempat terselenggaranya Pertunjukan atau Pagelaran Sandiwara Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya itu, yang akan diubah-suaikan atau dijadikan- Nya menjadi berba-gai bentuk CIPTAAN dengan peran yang PERANAN tententu pula. Panggung Sandiwara, tempat Allah bermain-main dan bersenda gurau dengan CIPTAAN-Nya itu, disebut LAUHUL MAHFUZ. 2. “KUN”, maka Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian menjadi BATIN dari semua bakal ciptaan yang akan diciptakan oleh Allah melalui Dzat- Nya yang sedikit itu. Sehingga Dzat- Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian menjadi BATIN Nya yang sedikit itu boleh pula disebut-NYa sebagai Dzat-Nya Yang Batin. Al Qur’an kemudian mengatakan :” Dialah (Dzat) Yang Batin.”
  • 53. 53 3. Dari Dzat Yang Batin, kemudian ter- zahir menjadi Lauhul Mahfuz, yang merupakan sebuah Skenario Induk dari Sandiwara Kehidupan yang akan dilakoni oleh Seluruh Ciptaan- Nya. Skenario itu sangatlah detail dan sempurna sekali. Tidak ada satu skenariopun, walau untuk peran se- kecil apapun, yang Dia lupakan. Se- mua tertulis dan terencana dengan rapi. Sebutlah peran sebuah atom, sebuah sel, sebuah molekul, atau seorang manusia, sebuah bintang, selapis langit, dan sebagainya, maka Dari Dzat Yang Batin, kemudian terzahir menjadi Lauhul Mahfuz, yang merupakan sebuah Skenario Induk dari Sandiwara Kehidupan TAKDIR untuk masing-masing-masingnya sudah di tulis di dalam Buku Rencana Induk atau Lauhul Mahfuz itu. 4. Kemudian dari Dzat Yang Batin itu terzahir WAKTU, UMUR, dan TEM- PAT, yang boleh dikatakan sebagai QADA dan QADAR dari berbagai ciptaan. a. WAKTU akan mengantarkan saat awal terzahirnya sebuah ciptaan yang akan memerankan peranan tertentu, seperti apa yang sudah ditulis dan Dzat Yang Batin itu terzahir WAKTU, UMUR, dan TEMPAT, yang boleh dikatakan
  • 54. 54 direncanakan oleh Allah di dalam Lauhul Mahfuz. b. UMUR akan menentukan berapa lama ciptaan itu akan menjalankan peranannya. sebagai QADA dan QADAR dari berbagai ciptaan. c. Dan TEMPAT akan mendukung agar ciptaan itu bisa berlakon dengan sangat sempurna sesuai dengan SKENARIO atau Qada dan Qadarnya masing-masing. Qada dan Qadar itu TIDAK akan pernah berubah. Ia sudah ditetapkan oleh Allah dengan sangat RIGID. Al A’raaf (7 / 183) : “Sungguh rencana-Ku amatlah teguh.” Al Ahzab (33 / 62) : “Kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada Sun- nah Allah.” Tidak ada seorangpun yang bisa mengubah Qada dan Qadar atau TAKDIR yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Takdir kita masing-masing sudah digantungkan oleh Allah pada LEHER kita untuk kita jalani. Waktu, Umur, dan Tempat akan mengantarkan kita untuk menjalankan peran kita sesuai dengan takdir kita itu, yang bisa disebut sebagai AMALAN kita. Amalan kita itu akan persis
  • 55. 55 sama dengan catatan takdir kita itu. Nanti diakhirat, kita itu akan melihat buku catatan amal kita itu dengan sangat jelas, bahwa amalan kita tidak melenceng sedikitpun dari buku ca- tatan takdir kita yang telah ditetapkan Allah buat kita. Tidak ada perubahan sedikitpun dari renca- na awal takdir kita dengan penza- hirannya. Semuanya SAMA. Kita tidak punya pilihan dalam hal ini. Al Isra (17 / 13) : “Tiap-tiap manusia itu telah Kami kalungkan catatan amal perbuatannya pada lehernya.” Dari Dzat Yang Batin, pada Waktu yang telah ditentukan, ter- zahirlah berbagai ciptaan, termasuk kita, yang akan menja- lankan perannya pada tempat dan umur yang tertentu sesuai dengan takdir yang telah ditentukan. Semua ciptaan yang ter- zahir itu disebut sebagai Dzat-Nya Yang Zahir. “Dialah (Dzat) Yang Zahir.” Karena semuanya adalah Dzat-Nya sendiri, yang berasal dari sedikit Dzat-Nya, maka oleh sebab itu Allah berhak untuk me- negaskannya di dalam Al Qur’an bahwa : Al Hadid (57 / 3) : “Dia-lah (Dzat) Yang Zahir, dan Dialah (Dzat) Yang Batin.” Umur akan mengantarkan kita untuk menjalankan peran kita
  • 56. 56 di alam dunia dan di alam akhirat. Untuk menjalankan peran kita itu, Allah telah memfasilitasi kita dengan empat anasir diri kita, yaitu : JASAD, NYAWA, RUH, dan AKAL, yang telah kita bahas dalam artikel “Menelisik Anasir Diri”4 . Sekarang marilah kita menengok secara sekilas tentang bagai- mana Jasad, Nyawa, Ruh dan Akal ini menjalankan peranannya dalam Lakonan Sandiwara Dzat : Lakonan Sandiwara Dzat • Panggungnya adalah Lauhul Mahfuz, • Arena permainannya adalah Bumi dan Langit. Bumi menggambarkan Alam Dunia, dan Langit menggambarkan Alam Akhirat. • Sedangkan Para Pelakon Utamanya adalah kita umat Manusia, Jin, dan para Malaikat. • Dekorasi panggungnya adalah Bulan, Matahari, dan Bintang-bintang. • Peran pembantunya adalah berbagai Hewan dan Tumbuhan. Kalau tentang Arena Permainan (Bumi dan Langit), Dekorasi Panggung (Bulan, Matahari, dan Bintang-bintang), Pemeran Pembantu (Hewan dan Tumbuhan), bagi orang yang TIDAK 4 http ://yusdeka.wordpress.com/2014/05/21/menelisik-anasir-diri-bagian- 1/
  • 57. 57 BERIMAN akan terlihat semuanya itu seperti BEREVOLUSI de- ngan sendirinya. Seakan-akan mereka punya kecerdasan sen- diri untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan segala kesu- litan dan tantangan yang disediakan oleh alam. Yang kelihatan oleh mereka adalah SIFAT yang berubah-ubah, BENTUK yang bergerak-gerak, TINGKAH yang meliuk-liuk. Mereka TERHIJAB oleh SIFAT untuk menyadari HAKEKAT. Makanya mereka dise- but sebagai kaum MATERIALISTIS. Akan tetapi . . . . . . bagi orang yang sudah memakai Kacamata Makrifatullah, semua Sifat yang berubah, Bentuk yang bergerak, dan Tingkah yang meliuk itu, sudah direncanakan sejak awal sabda KUN oleh Allah di dalam Lauhul Mahfuz. Qada dan Qadarnya sudah ditetapkan oleh Allah sesuai dengan Waktu yang telah ditentukan. Ketika mulai waktu ber- jalan, maka segala sifat, bentuk, dan tingkah dari semua Pe- meran Sandiwara Dzat itupun ikut pula berubah. Karena WAK- TU adalah JEMBATAN PENGHUBUNG antara Rencana Induk (Lauhul Mahfuz) dengan Penzahiran atas Rencana Induk tersebut menjadi segala Sifat, Bentuk, danTingkah dari semua Ciptaan. “KUN”, Dzat-Nya yang sedikit (Dzat Yang Batin) diberi Qada
  • 58. 58 dan Qadar oleh Allah, Lalu dari Dzat-Nya itu terzahir menjadi Rencana Induk (Lauhul Mahfuz). Lalu Dzat-Nya itu diberikan- Nya pula Waktu dan Umur, sehingga kemudian dari Dzat-Nya itu terzahirlah Semua Ciptaan-Nya (Dzat Yang Zahir). Dengan memakai Kacamata Makrifatullah, kita bisa mema- dang dengan Mata Hati kita bahwa . . . . . . ternyata ADA Allah yang mengatur SEDIKIT dari Dzat-Nya yang sudah Dia kurung di dalam Lauhul Mahfuz dengan 70 Tabir Cahaya, sehingga dari Dzat-Nya yang sedikit itu terzahir menjadi SEMUA Ciptaan. Dia Maha Menciptakan semua makhluk-Nya melalui Dzat-Nya yang sedikit. Bukan hanya itu, DI DALAM Lauhul Mahfuz itu; • Dia Maha Mengetahui semua sifat, bentuk, dan tingkah dari semua Ciptaan itu. Karena Dia memang Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengawasi MELALUI Dzat-Nya yang sedikit itu. • Dia Maha Berkuasa, Maha Mengatur, Maha Menggerakkan, dan Maha Berkehendak terhadap semua Ciptaan-Nya MELALUI Dzat-Nya yang sedikit itu. • Dia Maha Mengaktualisasikan 99 Nama-nama-Nya Yang Maha Indah terhadap semua Ciptaannya MELALUI Dzat- Nya Yang sedikit itu.
  • 59. 59 Sedangkan DI LUAR Lauhul Mahfuz, semuanya akan Hangus dan Musnah “terbakar” oleh Keagungan Dzat-Nya Yang Maha Indah. Dan, untuk menjadi SAKSI atas semua Kehebatan-Nya itu, ma- ka Allahpun kemudian menciptakan Manusia, Jin, dan Malai- kat yang akan menjalankan perannya masing-masing. Peran- peran itu sudah kita bahas pula di lain artikel sebelumnya. Namun secara garis besar peran-peran itu bisa dibagi dua, yaitu : • Ada peran-peran yang menggambarkan siapa yang BISA untuk bersaksi terhadap Allah, dan • Ada pula peran-peran yang memperlihatkan siapa yang TIDAK BISA untuk bersaksi tentang Allah. Dan tentu saja untuk setiap peran itu ada pula AKIBAT atau HASIL yang akan diperoleh oleh setiap pemeran dari peran- peran itu di setiap perputaran waktu. • Malaikat ditakdirkan untuk bisa bersaksi sepanjang masa. • Iblis yang tadinya adalah makhluk Jin yang tingkatannya sudah sama dengan Malaikat, ditakdirkan pula semenjak ada Adam sampai dengan akhir masa menjadi makhluk-Nya yang tidak bisa lagi bersaksi terhadap Allah. • Sedangkan manusia, ada yang ditakdirkan bisa bersaksi bulat selama hidupnya, seperti Nabi-nabi, Rasul-rasul, dan orang-orang shaleh; ada yang lebih banyak bisa bersaksi dibandingkan dengan kelupaan; ada yang lebih banyak
  • 60. 60 lupanya dibandingkan dengan kesaksiannya; dan ada yang lupanya berketerusan kepada Allah (kafir). Hanya orang-orang yang sudah bersaksi secara bulatlah yang akan bisa BERIMAN yang BULAT pula kepada Allah. Untuk pembuktiannya, akan mengharuskan kita pula untuk BERIMAN kepada TAKDIR Allah, yang alangkah sulitnya untuk diimani, kecuali kalau hanya ucapan dibibir saja. Untuk bisa percaya kepada Allah dan kepada Takdir-Nya dengan bulat, maka di sinilah dibutuhkan pengenalan kita yang utuh tentang Allah, Makrifatullah ! Karena dengan ilmu makrifatullah inilah kita bi- sa melihat bahwa semua ciptaan ternyata adalah penzahiran dan perlakuan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya sendiri. Sehingga dengan begitu kita bisa mengerti dengan mudah bahwa Nabi Adam dan Hawa memang sudah seharusnya ke- luar dari Syurga, karena takdir Beliau memang sudah ditetap- kan sebagai Khalifah untuk membangun Bumi yang sudah di- siapkan oleh Allah sebelumnya. Iblispun sudah takdirnya pula untuk menjadi makhluk yang akan selalu berkubang dengan angkara murka, sebagaimana juga Malaikat yang harus men- jalani takdirnya sebagai makhluk yang akan selalu menyucikan Allah. Dan Allah sudah menakdirkan pula ketiga macam makh- luk ini (Manusia, Jin, dan Malaikat) untuk saling berinteraksi dalam Sandiwara Dzat sampai Akhir Umur dari semua Ciptaan. Akhirul Kalam, semua ciptaan kembali MUSNAH dan kembali menjadi Dzat-Nya. Sehingga Dialah Yang Akhir. Dengan begitu lengkaplah ayat 3 dari Surat Al Hadid berikut ini :
  • 61. 61 Al Hadid (57 / 3) : “Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” • Yang Awal adalah Dzat-Nya Keseluruhan Yang Maha Indah. • Yang Akhir adalah Dzat-Nya Keseluruhan yang Maha Indah. • Yang Zahir adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang TERZAHIR dalam bentuk semua Ciptaan. • Yang Batin adalah Dzat-Nya yang sedikit, yang menjadi Unsur AZASI dari semua Ciptaan. • Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu yang Terjadi di dalam Lauhul Mahfuz, di mana Dia Bersandiwara dengan Dzat-Nya yang sedikit, yang dikurung-Nya dengan 70 Tabir Cahaya di dalam Lauhul Mahfuz itu. • Yang Zahir adalah Dzat-Nya, Yang Bathin juga adalah Dzat- Nya. Dzat-Nya yang sedikit. Dzat-Nya Yang Zahir akan terlihat oleh PANCA INDERA kita sebagai SIFAT dari semua Ciptaan, Dzat-Nya Yang Batin akan terlihat oleh MATA HATI kita sebagai HAKEKAT dari semua Cip- taan. Kalau sudah begitu maka HATI kita akan mantap untuk Bermakrifat kepada Allah. MAKRIFATULLAH. Bahwa segala Sifat dan Hakekat itu hanyalah bercerita tentang SEDIKIT dari Dzat-Nya, yang besarnya tak lebih dari sebesar sebutir pasir di padang pasir yang sangat luas, atau setetes air masin di tengah-tengah samudera, terhadap KESELURUHAN Dzat-Nya Yang Maha Indah.
  • 62. 62 Wahai sahabat, masihkah kita bisa mengaku ? • Tidakkah lidah kita ini menjadi KELU saat kita mengingat Kemahabesaran dan Keagungan Allah kita ? • Tidakkah kita menjadi MALU untuk menghina sesama cip- taan ini ? • Tidakkah kita menjadi SUNGKAN untuk menyiksa sesama ciptaan ini ? • Tidakkah kita menjadi TERGETAR saat kita menyakiti se- sama ciptaan ini ? • Tidakkah kita menjadi TIDAK ENAK HATI saat kita meng- hancurkan sesama ciptaan ini ? • Bukankah kita ini sama-sama Dzat-Nya Yang Zahir ? • Bukankah kita ini sama-sama berasal dari Unsur Asazi yang sama, yaitu Dzat-Nya Yang Batin ? • Dan, bukankah hakekatnya kita semua ini adalah SATU, yaitu Dzat-Nya Yang sedikit ? • Dzat-Nya yang Sedikit, yang TIDAK TERPISAH dari Dzat-Nya Keseluruhan. • Seperti tidak terpisahnya jari tangan kita dengan diri kita. • Seperti tidak terpisahnya Belalai dari diri Gajah. • Seperti tidak terpisahnya setetes air masin dari Samudera. Sehingga, • Saat kita menghina sesama ciptaan, Allah berhak untuk berkata : “Kenapa engkau hina Aku ?” • Saat kita menyiksa sesama ciptaan, Allah berhak untuk berkata : “Kenapa engkau siksa Aku ?” • Saat kita menyakiti sesama ciptaan, Allah berhak untuk
  • 63. 63 berkata : “Kenapa engkau sakiti Aku ?” • Saat kita menghancurkan sesama ciptaan, Allah berhak untuk berkata : “Kenapa engkau hancurkan Aku ?” • Sebaliknya. • Tatkala kita bisa menabur kebaikan bagi sesama, Allah akan memperkenalkan, menyanjung, dan membangga-bangga- kan kita kepada para Malaikat dan Jin. • Saat kita saling berbagi rezki, Allahpun memperkenalkan kita sebagai : “Abdur Razak.” • Lain kali kita disanjung-Nya sebagai Abdul Hadi, Abdul Salam, Abdul Rahman, Abdul Rahim, dan sebagainya. • Tapi, perkataan serta sanjungan Allah ini hanya akan bisa “didengar” oleh orang-orang Allah. Orang-orang yang selalu berkata : “Cukuplah Allah bagiku….” Dan itu sangatlah menggetarkan sekali. Dan yang terpenting di atas semua itu adalah bahwa SEGA- LANYA sudah ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi. Namun, BAGI ALLAH, semuanya itu hanyalah SANDIWARA BELAKA. Sandiwara atas Dzat-Nya sendiri. Sedangkan . . . BAGI KITA, peran yang kita sandang dalam sandiwara itu haruslah kita jalani dengan BERSUNGGUH-SUNGGUH.
  • 64. 64 Peran yang membuat kita kadang-kadang merasa kembang- kempis, tunggang-langgang, luluh-lantak, kacau-balau, lintang- pukang, dan bahkan hancur-lebur, MATI; adakalanya kita bisa bercengar-cengir, cengengesan, cekikikan, bahkan sampai mati ketawa; tempo-tempo kita bisa merasa haru-biru, riang- gembira, asyik-masyuk, dan sebagainya. Dan kesemuanya itu adalah peristiwa SUNGGUHAN. Salah satu Sandiwara Dzat yang sedang berlangsung di Indo- nesia saat ini adalah proses PILPRES 2014-2019. Mari kita lihat Pilpres ini dengan memakai Kacamata Makrifatullah. “KUN”, lalu dari Dzat-Nya yang sedikit terzahirlah sebuah RENCANA BESAR yang sangat sempurna (Lauhul Mahfuz) ten- tang sebuah Sandiwara Kolosal yang kelak para pemainnya ada- lah semua CIPTAAN. Setiap cipta- an itu telah dibuatkan oleh Allah TAKDIRNYA masing-masing. Tepat SATU TAKDIR untuk setiap cipta- an. Walaupun terlihat Lautan Kemunginan Takdir di depan mata kita, namun tetap hanya satu Takdir yang cocok untuk kita. Takdir inilah nantinya yang akan mengawal agar setiap ciptaan itu menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan untuknya. Takdir itu tidak akan pernah saling tertukar. Masing-masing tidak akan bisa keluar dari
  • 65. 65 takdirnya itu. Kemudian Allah menciptakan WAKTU yang akan menjemba- tani antara rencana Allah dengan penzahiran dari Rencana- Nya itu di TEMPAT-TEMPAT tertentu. Dari situlah kemudian terbentuk episode-episode kehidupan yang salah satunya adalah episode PILPRES Indonesia 2014-2019 yang sedang kita jalani. Siapa Presiden kita untuk 2014-2019 itu, sebenarnya sudah TERTULIS dengan sangat terang benderang di LAUHUL MAHFUZ. Tapi bagi kita saat ini, misalnya pada tanggal 10 Juni 2014, Presiden itu masih berupa Rencana yang belum terzahir. Untuk penzahiran Presiden itu, di samping diberi waktu : • Allahpun MENGILHAMKAN kepada sekian ratus juta pendu- duk Indonesia untuk membuat aturan-aturan dan kesepa- katan-kesepakatan. ILHAM itu ada ILHAM FUJUR dan adapula ILHAM TAQWA. • Allah mengilhamkan kepada rakyat Indonesia untuk mem- bentuk kelompok-kelompok yang telah selesai melakukan proses Pemilu Legistaltif. Kemudian waktulah yang akan mengantarkan orang-orang yang telah diberi ilham itu untuk terzahir menjadi koalisi partai-partai peserta pemilu yang akan mengusung CAPRES/CAWAPRES untuk dipilih oleh rakyat dalam sebuah PILPRES. Allah kemudian mengil- hamkan kepada sekian banyak orang untuk mengangkat PRABOWO/HATTA dan JOKOWI/JK untuk menjadi Capres/
  • 66. 66 Cawapres yang akan dipilih dalam sebuah Pilpres nantinya. • Pada waktunya, Allah mengilhamkan KEFUJURAN kepada orang-orang yang takdirnya adalah untuk menjalankan peran sebagai teman IBLIS. Allah mengilhamkan kepada mereka cara untuk fitnah-memfitnah, mencaci-maki, ber- bohong, dan aktifitas lain yang akan menimbulkan keka- cauan. Lalu semua perkataan, perbuatan, dan taktik untuk terzahirnya perilaku kefujuran itu, akan mereka lakukan dengan sepenuh tenaga, waktu, uang, dan pikiran. Black campaign, intimidasi, pembunuhan karakter, dan kampa- nye negatif lainnya adalah sebuah kenicayaan saja di te- ngah-tengah guyuran ilham fujur itu memasuki hati mereka. • Namun, pada waktu yang bersamaan, Allah mengilhamkan pula tentang KETAQWAAN kepada orang-orang yang me- mang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk menjalankan peran sebagai orang-orang yang berteman dengan para Malaikat. Allah mengilhamkan kepada mereka tentang kebaikan, kejujuran, keharmonian, kebahagiaan, dan seba- gainya. Dari pikiran mereka kemudian keluarlah perkataan, perbuatan, dan taktik yang akan menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bertaqwa. Boleh jadi pada masing-masing Capres/Cawapres itu orang yang menjalankan kedua macam PERAN itu ada. Makanya akan ramai sekali. Mereka tidak akan bisa keluar dari peran yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk mereka seperti itu.
  • 67. 67 Dalam sebuah debat di Teve, Allah kemudian mengilhamkan kepada masing-masing Capres/Cawapres itu untuk saling ber- tukar kata dan kalimat. Untuk kata-kata dan kalimat-kalimat itu ada pula RASA yang terasa oleh mereka maupun oleh pen- dukungnya masing-masing. Sehingga mereka bisa berkata “YES, pilihan gue banget”, atau “terpojok lu, kalah lu dengan Capres/Cawapres gue ! Dan mereka bisa pulang ke rumah dengan sebuah mimpi bahwa calon merekalah yang akan menjadi Presiden/Wakil Presiden dalam waktu dekat. Semua orang di Indonesia akan menjalankan perannya ma- sing-masing, sesuai dengan takdirnya, dalam proses Pilpres itu. Ada yang mendukung dan mengelu-elukan calon tertentu, ada yang menolak dan menjelek-jelekkan calon yang lain, ada yang masih ragu-ragu, dan ada pula yang tidak peduli dengan proses itu. Semuanya itu akan berperilaku sesuai dengan ILHAM yang telah diberikan oleh Allah agar mereka bisa menjalankan tugasnya tepat pada waktunya. Demikianlah, dalam sudut pandangan Kacamata Makrifatullah, Mata Hati kita akan melihat bahwa apa yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini, PILPRES, tak lain hanyalah sebuah Episode Kecil saja dari sebuah Sandiwara Dzat Yang Maha Dahsyat. Sandiwara yang dilakukan oleh Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya yang sangat kecil.
  • 68. 68 Eposide Kecil itu hanyalah bak sebuah Pagelaran Wayang Kulit yang pelakonnya adalah kita semua, Bangsa Indonesia. Kita masing-masing hanyalah sebuah wayang kulit yang secara ZAHIR terlihat bergerak, berbicara, dan beraktifitas, sesuai dengan peran kita sendiri, di antara wayang-wayang yang lainnya. Episode Kecil itu ramai dan riuh rendah sekali. Akan tetapi yang bergerak, berbicara dan beraktifitas itu ternyata adalah SANG DALANG. Kalau kita hanyalah sebuah wayang saja, lalu SIAPAKAH SANG DALANG, yang membuat si wayang seperti bisa berbicara, bergerak, dan beraktifitas itu ? Untuk mengetahui Sang Dalang ini, ada beberapa alternative pemahaman yang tersedia : • Pemahaman yang paling banyak dipakai orang adalah bahwa Sang Dalang itu adalah ALLAH sendiri. Akan tetapi paham seperti ini akan segera Sang Dalang itu adalah ALLAH sendiri membawa kita dengan sangat cepat menuju Paham Wahdatul Wujud. Sehingga kalau kita mengakui bahwa Allahlah yang mengge-rakkan kita setiap saat, maka itu sama saja dengan membawa diri kita untuk lambat laun mengatakan bahwa Allah adalah saya, atau saya adalah Allah. Untuk lebih memahami paham ini, silahkan lihat kembali artikel mengenai Paham Wahdatul wujud.
  • 69. 69 • Ada juga yang memahami bahwa Sang Dalang itu adalah Ruh yang ditiupkan oleh Allah ke dalam diri kita. Dalam paham ini, Ruh-lah yang menyebabkan kita bisa bergerak, melihat, mendengar, berbicara, Sang Dalang itu adalah Ruh yang ditiupkan oleh Allah ke dalam diri kita. merasa dan beraktifitas. Itu betul. Akan tetapi kalau kita memakai paham ini untuk memaknai Sang Dalang, maka kita akan kesulitan untuk memahami siapa yang mengge- rakkan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bintang-bintang yang bertebaran sampai keujung langit. Masak yang men- jadi Sang Dalang untuk diri kita BERBEDA dengan Sang Da- lang untuk Alam semesta ? Padahal hanya ada SATU Da- langlah yang melakukan seluruh aktivitas yang terzahir di dalam Panggung Pagelaran Wayang Kulit itu. Jadi dengan memahami bahwa Sang Dalang adalah Ruh, maka dapatlah dikatakan itu masih kurang tepat. Sebab Ruh hanyalah salah satu dari empat anasir diri kita yang terdiri dari JASAD, NYAWA, AKAL, dan RUH. Dan keempat anasir diri kita itu merupakan penzahiran dari DZAT-NYA yang sedikit. Oleh sebab itu, untuk bisa memahami siapa Sang Dalang ini dengan clear, kita harus kembali memakai Kacamata Makri- fatullah dalam memandang Pegalaran Wayang Kulit itu. Bah- wa HAKEKATNYA : • Sang Dalang-lah yang bergerak, melihat, mendengar, mera- sa, berbicara, dan beraktifitas.
  • 70. 70 • Sedangkan kita sebagai Sang Wayang hanyalah SIFAT-SIFAT yang terzahir dari apa-apa yang dilakukan oleh Sang Da- lang. • Dan di belakang sang Dalang adalah SANG PENANGGAP. Yaitu orang yang meminta Sang Dalang untuk memainkan lakonan tertentu, episode tertentu, atau cuplikan tertentu dari sebuah cerita besar Pewayangan. Sang Dalang hanya- lah pihak yang Patuh dalam menjalankan perintah Sang Pe- nanggap. Di belakang Sang Penanggap sudah tidak ada sia- pa-siapa lagi. Sang Penanggap Sang Dalang Sang Wayang Maka dengan begitu kita berhenti untuk berpikir lebih lanjut. Berhenti berpikir itu namanya adalah kita telah BERMAKRIFAT. Jadi dengan bergerak . . . . . . dari Sifat kepada Hakekat untuk kemudian Bermakrifat, . . . maka kita akan mudah untuk memahami bahwa . . .
  • 71. 71 . . . kita, sebagai CIPTAAN, hanyalah semata-mata WAYANG-WAYANG yang tidak bisa berbuat apa- apa. Tidak bisa melihat, mendengar, merasa, berbicara, dan beraktifitas. Benar-benar tidak bisa apa-apa. Sebab pada Hakekatnya semua itu dilakukan oleh Sang Dalang. Lalu melalui Sang Dalanglah mengalir semua keinginan Sang Penanggap dalam Pagelaran Wayang itu. Sang Dalang tidak bisa bermain-main dan keluar dari pakem yang telah ditetapkan untuknya oleh Sang Penang-gap. Dengan begitu, maka kita akan bisa memahami bahwa . . . . . . Sang Dalang itu adalah DZAT-NYA Yang Sedikit, yang terkurung oleh 70 Tirai Nur, di dalam Lauhul Mahfuzdari Keagungan Keseluruhan DZAT-NYA Yang Maha Indah. Karena dari Dzat-Nya yang sedikit itulah terzahir semua aktifitas dari semua Ciptaan. Dan Perlakuan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya itulah yang menyebabkan aktifnya semua Ciptaan-Nya. Cuma saja bedanya dengan Pagelaran Wayang adalah : • Ciptaan itu (wayang-wayang) adalah Dzat-Nya yang Zahir.
  • 72. 72 • Dzat-Nya Yang Zahir itu berasal dari Dzat-Nya Yang Batin (Sang Dalang), yang merupakan sedikit Dzat-Nya dari keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah (Sang Penanggap). Jadi . . . . . . semua yang ada di dalam Panggung Pagelaran Wayang itu tak lain dan tak bukan adalah perlakuan Allah sendiri terhadap Dzat-Nya sendiri pula yang telah dikurung-Nya di dalam Lauhul Mahfuz. Keadaan ini terjadi mirip seperti kita memperlakukan tangan kita mulai dari pergelangan tangan sampai ke ujung-ujung jari. Kita BATASI arena permainan kita hanyalah sampai sebatas pergelangan tangan kita ke bawah saja. Kita gerak-gerakan masing-masing jari tangan kita menjadi 5 karakter sifat yang saling bermain-main satu sama lainnya. Nah, mulai dari pergelangan tangan sampai dengan ke ujung-ujung jari itulah yang bisa disebut sebagai sedikit dari diri kita (Sang Dalang) bila dibandingkan dengan keseluruhan diri kita (Sang Penanggap). Sedangkan jari-jari tangan kita yang ber-gerak, berbicara dan beraktifitas bisa kita sebut sebagai Sang Wayang. Kita kurung jari-jari tangan itu di dalam di dalam arena permaian yang besarnya hanya sebatas pergelangan tangan kita saja yang boleh diartikan sebagai Lauhul Mahfuz.
  • 73. 73 Jari-jari tangan kita itu tidak pernah bisa mewakili diri kita secara keseluruhan, sehingga dengan begitu dapatlah kita umpamakan bahwa Dzat-Nya yang sedikit itupun TIDAK akan pernah bisa mewakil Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Indah, sehingga dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud. Kalau sudah memahami ini, maka barulah kita akan bisa me- mahami ayat Al Qur’an yang berbunyi : Al Anfal (8 / 17) : “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika engkau melempar, tapi Allahlah yang melempar.” Sebenarnya Allah-lah yang berkehendak dan beraktifitas kepa- da semua ciptaan-Nya MELALUI Dzat-Nya yang sedikit. Sehing- ga dari Dzat-Nya yang sedikit itulah kemudian terjadi semua aktifitas yang dilakukan oleh semua CIPTAAN. Sehingga lidah kitapun jadi KELU untuk MENGAKU-NGAKU. Kita hanya menjadi Wayang, menjadi KOSONG, menjadi NOL. Dengan begitu tidak akan ada Wahdatul Wujud. Bagaimana akan menjadi Wahdatul Wujud, wong semuanya itu terjadi ha-
  • 74. 74 nya pada SEDIKIT dari Dzat-Nya saja kok ? Bukan pada kese- luruhan Dzat-Nya Yang Maha Agung, Yang Maha Indah, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Segalanya. Inilah pandangan MATA HATI bagi orang-orang yang sudah tidak buta terhadap HAL atau KEADAAN yang sebenarnya (HA- KEKAT). Sehingga kita bisa RIDHO terhadap apa-apa yang datang dan pergi menyinggahi kita. Artinya tidak ada lagi PERTANYAAN-PERTANYAAN yang terlontar dari mulut kita, yang akan menghalangi kita untuk beriman kepada Rukun Iman yang ke-6. Beriman TOTAL kepada Qada dan Qadar Allah tanpa reserve. • Tidak ada lagi tanya KENAPA. • Tidak ada juga kata SEHARUSNYA. • Tidak ada pula kata KALAU dan ANDAIKATA. • Yang ada hanyalah : • Punya MATA pakailah untuk memandang, • Punya TELINGA pakailah untuk mendengar, • Punya TANGAN tepuk-tepuklah bertalu-talu. • Buatlah diri TIDAK TAHU. • Telanlah PAHIT ataupun MANIS. • Namun MULUT tetap Diam. • Diam tak berbicara. • Diam tak mengeluh.
  • 75. 75 • Diam dalam tangis ataupun tawa. • Diam untuk menjadi LAKON. • Diam dalam menjalankan PERAN. • Diam untuk menjadi PESURUH SEJATI. Sampai di sini selesailah artikel Menengok Kilasan Sandiwara Dzat. Insyaallah, kalau Allah mengizinkan, kita akan lanjutkan dalam artikel lainnya yaitu “Bagaimana Kalau Kita Buta”5 . 5 http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita- buta-dan-tuli-bagian-1/
  • 76. 76 Artikel 6 : Bagaimana Kalau (Hati) Kita Buta dan Tuli ?6 Apa yang akan terjadi kalau . . . . . . kita tidak berhasil berada dalam posisi sebuah Wayang terhadap Dalang, . . . yang dalam Kacamata Makrifatullah adalah SERUPA dengan posisi Semua Ciptaan terhadap Perlakuan dan Per- buatan Allah terhadap sedikit dari Dzat-Nya ? Jawabannya adalah . . . . . . kita akan berada pada sebuah keadaan yang membuat kita identik dengan orang yang BUTA dan sekaligus TULI. Karena kita tidak mampu untuk untuk memandang dan men- dengarkan KEBENARAN yang sebenar-benarnya Kebenaran atau HAKIKAT. Kita hanya akan bermain di tataran SIFAT saja. 6 http ://yusdeka.wordpress.com/2014/08/21/bagaimana-kalau-hati-kita- buta-dan-tuli-bagian-1/
  • 77. 77 Kalau kita selalu bercerita hanya tentang sifat dan sifat saja, maka artinya kita hanya akan bercerita tentang semua alam ciptaan ini dengan hanya memakai SETENGAH dari diri kita sendiri, yaitu diri kita dari sisi LAHIRIAH saja. Kita hanya akan bercerita tentang apa-apa yang bisa kita telisik dengan Panca Indera kita saja. Makanya yang akan ketemu oleh kita adalah istilah-istilah : • EVOLUSI, • Materi dan Energi, • dualitas Partikel dan Gelombang, dengan perilaku dan sifat-sifatnya masing-masing yang keli- hatan bak Lautan Kemungkinan saja. Dengan hanya memakai setengah diri kita seperti itu, . . . kita akan luput untuk memahami tentang SANG PENYEBAB dari terzahirnya semua sifat-sifat itu, . . . . . . yang alangkah sempurnanya. Saking sempurnanya Sang Penyebab itu berbuat dan berperilaku, sehingga . . . . . . kita seakan-akan bisa melupakan-Nya sama sekali. Sang Penyebab telah menirai Diri-Nya dengan sangat sempur- na melalui tirai sifat-sifat-Nya yang terzahir pada semua
  • 78. 78 ciptaan-Nya. Kita lalu akan melihat bahwa . . . . . . semua tumbuhan, binatang, dan manusia seakan-akan berevolusi dengan sendirinya . . . . . . untuk menyesuaikan dirinya terhadap tantangan-tantang- an yang diberikan oleh alam pada waktu-waktu tertentu. Pemikiran seperti inilah yang coba diformulasikan oleh DAR- WIN, yang terkenal dengan TEORI EVOLUSI-nya. Sehingga kita diajak oleh Darwin untuk tidak malu-malu mengatakan bahwa kita ini adalah keturunan MONYET yang telah berevolusi menjadi MA- NUSIA. Sementara monyetnya sen- diri masih ada dan hidup berdam- pingan di hutan sebelah kita. Begitu juga kalau kita melihat tingkah polah : • Materi dan Energi, • Dualitas cahaya dalam bentuk Partikel dan Gelombang, • Bintang-bintang dengan garis edarnya, • dan lain-lain sebagainya, semuanya seperti menari dan berlenggang lenggok dengan sendirinya di depan mata kita membentuk keindahan yang sa- ngat mencengangkan. Dan sekali lagi kita akan melupakan Sang Penyebab dari semua kejadian dan peristiwa itu. Kitapun
  • 79. 79 telah menjadi orang yang materialisitis. Sebab hanya dan hanya dengan memakai setengah diri kita yang lainnya sajalah kita akan bisa memandang dengan utuh tentang Sang Penyebab dari terzahirnya semua sifat-sifat itu. Dan setengah diri kita itu adalah diri kita yang bersifat RUHANI, yaitu AKAL atau HATI. Kalau Akal / Hati kita ini tidak hidup, MATI, maka kita dikatakan sebagai orang yang Buta dan Tuli secara hakiki. Ya… kita seketika itu juga akan berubah menjadi orang yang BUTA dan TULI. Tapi yang buta itu bukanlah mata kita, dan yang tuli itu bukan pula telinga kita. Yang buta dan tuli itu adalah HATI/AKAL kita. Sebab, walaupun mata kita masih bisa melihat, telinga kita masih bisa mendengar, tapi hati/akal kita tetap tertutup mati (tercover) untuk memandang alam HAKIKAT dan MAKRIFAT. Sehingga tatkala kita berkata-kata kepada orang lain, kita seperti si bisu dan si buta yang sedang bercerita tentang BESARNYA seekor GAJAH de- ngan hanya memegang ekor gajah, atau belalainya, atau kupingnya, atau
  • 80. 80 kakinya saja. Tepatnya, kita akan terjerembab untuk selalu bercerita tentang segala hal tentang SIFAT-SIFAT. Padahal . . . . . . kalau kita buta, tuli, dan bisu selama kita hidup di dunia ini, maka seperti itu pulalah kita akan hidup kelak di akherat. Buta, tuli, dan bisu di dunia saja sangatlah tidak enak, apalagi kalau buta, tuli dan bisu itu terjadi di akhirat kelak. Sungguh tak terbayangkan sengsaranya. Sebab . . . . . . kalau kita jadi SI BUTA di dunia ini, maka kita akan segera ditangkap dan disandera oleh berbagai SIFAT yang ingin menjadikan dirinya sebagai diri kita. Sifat-sifat itu, apa saja, akan memaksa kita untuk berkata “aku” kepada siapapun, saat kapanpun, di manapun kita ber- ada, dan ke manapun kita pergi. Sifat-sifat itu menyelinap masuk ke dalam otak kita melalui mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit kita. SEKALI sifat-sifat itu masuk ke dalam PIKIRAN kita, maka ia akan menetap di sana membentuk PINTU-PINTU INGATAN yang akan selalu melam-
  • 81. 81 bai-lambai kepada kita untuk kita buka dan masuki di lain waktu. Begitu pintu ingatan terhadap sebuah SIFAT kita buka dan kita masuki, maka ingatan kita akan dipe- gang dengan sangat kuat oleh sifat itu. Ingatan kita akan terikat seperti seekor ikan yang terikat pada sebilah mata pancing. Semakin kita menggeliat dan melawan untuk melupakan sifat itu, kita malah akan semakin tersangkut erat dalam cengkraman sifat itu. • Kadangkala kita dipaksa oleh sifat itu untuk merasakan sakit dan capek yang sangat luar biasa. • Namun di lain waktu kita diiming-imingi oleh sifat itu dengan rasa nikmat, senang, dan bahagia. Sampai akhirnya kita akan mengikuti apa saja maunya sifat itu terhadap diri kita. Lalu hari-hari kita akan disibukkan untuk membesar-besarkan sifat itu. Kita puja, kita jajakan, kita sebut-sebut kehebatan sifat itu dengan harapan orang lain juga mau mengingat-ingat sifat itu setiap saat, seperti yang kita lakukan. Karena hati kita buta dan tuli, maka kita akan diperlihatkan bahwa sifat itu seperti punya KUASA. Sifat itu kita anggap bisa menentukan masa depan kita. Contoh yang sangat populer saat ini, tentang kuasa sifat ini, adalah . . .
  • 82. 82 . . . anggapan segelintir orang bahwa GETARAN atau VIBRASI PIKIRAN dan PERASAAN yang kita pancarkan bisa mempengaruhi MASA DEPAN yang akan kita alami dan lalui. Pertanyaannya nanti adalah bagaimana posisi dari Rukun Iman yang keenam, percaya kepada takdir baik dan buruk yang berasal dari Allah. Sebab kalau kita bisa menentukan takdir dan nasib kita, maka kita sebenarnya telah menciptakan Rukun Iman yang ketujuh, yaitu kita bebas mengatur masa depan kita dengan mengatur-atur vibrasi atau getaran yang berasal dari pengaturan pikiran kita. Dengan berbagai cara, kita akan diperlihatkan bahwa seakan- akan vibrasi pikiran dan perasaan (emosi) yang kita pancarkan akan bisa mempengaruhi perolehan kita di masa depan. Maka kita akan diperkenalkan dengan konsep POWER dan FORCE ala David R. Hawkins yang memang sedang mendunia. Bahwa kalau kalau kita bisa menggunakan getaran pikiran dan emosi dengan energi tingkat tinggi, maka kita disebut sedang menggunakan POWER. Sebaliknya kalau kita lebih banyak menggunakan getaran pikiran dan emosi energi tingkat rendah,
  • 83. 83 kita disebut sedang menggunakan FORCE. • Kalau kita lebih banyak mengalami emosi negatif seperti rasa minder, rasa bersalah, ketakutan dan depresi, marah dan sombong, maka kita disebut . . . . . . orang yang sedang menggunakan getaran pikiran dan perasaan pada level FORCE dalam menjalani kehidupan kita. Hati kita digambarkan sebagai hati yang sempit dan sedang sakit. • Sebaliknya kalau kita bisa meningkatkan getaran pikiran dan perasaan kita sampai ketahapan emosi positif seperti kerelaan, penerimaan, cinta kasih, suka cita, kedamaian, apalagi sampai ketahap mendapatkan pencerahan, maka kita disebut . . . . . . sedang berada pada wilayah getaran pikiran dan perasaan pada level POWER. Di mana keadaan hati kita saat itu digambarkan sebagai hati yang lapang dan sehat. Sebenarnya keadaan level perasaan atau emosi kita dalam istilah Power dan Force ini tidak ada yang baru sama sekali.
  • 84. 84 Dari dulu ya begitu-begitu juga adanya. Dalam bahasa agama Islam bisa dipadankan dengan istilah : • Taqwa untuk Power dan • Fujur untuk Force. Yang dibicarakan adalah SYMPTON atau GEJALA-GEJALA apa yang ada di dalam perasaan kita ketika pikiran atau hati kita tengah berhadapan dengan sebuah objek pikir tertentu. De- ngan mengetahui sympton itu, kita seperti sudah bisa mera- malkan atau memperkirakan bagaimana arah jalan kehidupan yang akan kita jalani esok-esok hari, ketika sympton tersebut sedang ada di dalam diri kita. Jadi dengan begitu kita sedang memperbincangkan masalah umat manusia sepanjang masa saja sebenarnya. Masalah utama kitakan bukan terletak pada pengenalan symp- ton-sympton itu. Hampir semua orang, baik yang beragama ataupun bukan, sudah tahu dengan sympton-sympton itu. Akan tetapi . . . . . . bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari hidup dalam keadaan sympton Force atau Fujur itu untuk kemudian bisa masuk ke dalam hidup dengan keadaan sympton Power atau Taqwa. Inilah yang telah menjadi pencarian panjang umat manusia sepanjang zaman. Hanya saja karena kebanyakan kita saat ini benar-benar se-
  • 85. 85 dang Barat-Minded, ditambah lagi dengan telah terjadinya distorsi yang sangat hebat dalam pengajaran agama-agama, terutama agama Islam yang notabene adalah agama yang sa- ngat mutakhir, maka hampir saja praktek-praktek ibadah da- lam agama Islam ditinggalkan oleh banyak umat islam sendiri. Begitu juga sebenarnya yang terjadi dengan ibadah-ibadah pada umat agama yang lainnya, tak terkecuali. Banyak juga orang sekarang yang sedang berbondong-bondong mengikuti gerak langkah pemikir- an tentang getaran Power, getaran Force, NLP, Hypnotis dan Hypno- terapi, serta beberapa varian pe- mikiran lainnya. Walaupun nama- nya berbeda-beda, namun ada sa- tu kesamaan di dalam prakteknya, yaitu . . . . . . semuanya berkenaan dengan bagaimana kita mengelola cara berpikir kita dengan mengubah- ubah OBJEK PIKIR kita, baik dengan usaha kita sendiri ataupun dengan bantuan orang lain, sehingga EMOSI kita juga bisa berubah-ubah sesuai dengan Rasa dari Objek Pikir yang sedang kita pikirkan itu. Kalau tadinya emosi kita hanya berganti-ganti dari satu emosi
  • 86. 86 negatif ke emosi negatif lainnya saja, seperti rasa minder, lalu ke rasa bersalah, kemudian ke ketakutan dan depresi, lalu ke marah dan sombong, setelah kita mengubah objek pikir kita kepada sebuah Objek Pikir yang bisa memberikan kita rasa te- nang dan bahagia, maka emosi kita akan bisa ikut-ikutan ber- ubah menjadi emosi positif seperti kerelaan, penerimaan, cin- ta kasih, suka cita, kedamaian, bahkan sampai kita merasa mendapatkan pencerahan. Jadi di sinilah menurut mereka kunci untuk mendapatkan per- ubahan-perubahan emosi kita itu, yaitu cukup hanya dengan cara mengubah-ubah objek pikir kita dari satu objek pikir ke- pada objek pikir yang lainnya, sehingga kita seperti bisa mene- mukan takdir kita sendiri yang katanya seperti lautan kemung- kinan atau lautan kira-kira. Ah… masak sih Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Hebat hanya mempunyai kekuatan sebatas kemungkinan atau kira-kira, yang akhirnya . . . . . . akan sangat tergantung dari usaha kita atau pola pikiran kita ? Ya ndaklah ! Insyaallah hal ini akan kita bahas lebih dalam dalam artikel “Kalung Yang Sudah Terpasang di Leher7 ”, mohon bersabar. 7 http://yusdeka.wordpress.com/2014/09/24/kalung-yang-sudah- terpasang-dileher/
  • 87. 87 Misalnya, ketika objek pikir kita adalah masalah-masalah yang sedang kita hadapi, yang menyebabkan kita dilanda oleh emo- si negatif, untuk mengubahnya, kita cukup hanya mengubah objek pikir kita kepada sesuatu yang pernah menggembirakan dan menyenangkan kita. Dan benar saja, tidak lama kemudian emosi kita seperti bisa berubah menjadi emosi positif. Kalau objek pikir kita itu pernah membuat kita bahagia, maka kita seperti bisa kembali merasakan rasa bahagia itu. Kalau objek pikir itu suatu saat dahulu pernah membawa kita kepada kete-nangan, maka kitapun seperti dapat kembali merasakan kete- nangan itu dengan hanya mengingat objek pikir itu kembali di saat ini. Wa-laupun kadarnya mungkin sedikit lebih rendah dari ketenangan yang kita ra- sakan sebelumnya. Untuk mencapai keadaan seperti itu, nyaris sama sekali tidak membutuhkan hal-hal yang berkenaan dengan praktek-prak- tek agama islam yang kita anut, atau agama apapun juga. Tidak perlu juga menyebut-nyebut nama Allah sekalipun. Bah- kan menyebut nama Allah atau tidak, keadaannya akan sama saja. Ini yang aneh ! Seakan-akan dampak dari agama Islam yang kita anut ini sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali.
  • 88. 88 Ini yang sangat mengkhawatirkan sebenarnya. Hanya saja untuk menimbulkan kesan bahwa kita adalah orang yang beragama sejak kecil, maka muncullah pencam- puradukan praktek-praktek agama dengan praktek-praktek non-agama seperti menggabungkan SHALAT dengan TAICHI, sehingga shalat kitapun berubah menjadi shalat yang lemah gemulai seperti sedang berlatih taichi. Lalu saat shalat itu kita sedang MENGINGAT SIAPA ? Mengingat GETARAN atau aliran energi taichikah atau mengingat Allahkah ? Bisa pula kita bermain-main dengan getaran (vibrasi) dari ber- bagai objek pikir yang sedang kita pikirkan. Kita cukup memi- kirkan sebuah objek pikir tertentu, baik itu gambar, konsep, angka, tulisan, huruf, kata-kata, warna, atau bisa pula kita masuk ke dalam spek- trum suara atau bunyi tertentu dengan cara kita mendengarkannya disertai se- buah NIAT atau keyakinan kita bahwa itu adalah bermanfaat, maka otak kita akan meresponnya dengan sangat menakjub- kan. Kita akan merasakan bahwa semua permainan itu adalah sebuah KENYATAAN. Real dan terasa ada. Sekeresi hormon- hormon kita akan terpengaruh, bentuk dari butiran-butiran darah kita juga berubah-ubah, yang menyebabkan kita bisa berayun dari satu perasaan ke perasaan yang lainnya. Permainan seperti inilah memang yang sedang menggejala di seluruh dunia. Sebutlah apa saja, seperti :
  • 89. 89 • Hipnosis dan Hipnoterapi. • NLP. • Ho’oponopono. • Sedona Method. • Quantum macam-macam. • Berbagai macam zikir (wirid). • Ketawa-ketiwi, lompat-lompat, goyang-goyang, angguk-angguk, geleng-geleng. • Tarik ulur nafas (termasuk zikir nafas), meditasi cakra. • Meditasi penelurusan getaran-getaran di dalam tubuh sendiri maupun di alam sekitar. • Pengolahan energi, aura, tenaga dalam. • Jimat-jimat, wafak-wafak, rajah, dan sebagainya. Sangat banyak sekali, sebanyak apa saja yang BISA dan PER- NAH kita pikirkan, lihat dan bayangkan, rasakan, dan dengar- kan. Atau dengan sebuah kata yang sederhana “Apa-apa yang bisa kita INGAT (REMEMBER, DZIKR).” Tapi, adakah pengaruhnya ? Ada ! Pengaruhnya untuk ketenangan pikiran dan perasaan akan terjadi dengan sangat meyakinkan.
  • 90. 90 Ada menangisnya, ada rasa nyaman, ada rasa bahagia, ada rasa tenang, dan ada pula ilmu-ilmu yang luar biasa yang membuat hati kita terasa berbunga-bunga. Seringkali ujung-unjungnya adalah hal-hal yang berhubungan dengan alam metafisika dan kesehatan yang katanya adalah pengobatan secara alaternatif, atau bahasa kerennya pengo- batan dan olah ilmu secara spiritual. Sangat mengasyikkan sekali. Tentu saja juga ada rasa marahnya, rasa militansinya, rasa heroiknya, dan emosi-emosi lainnya. Dan karena ada pengaruh seperti inilah yang menyebab- kan . . . . . . kita mengira bahwa apa yang kita lakukan adalah BENAR adanya. Apalagi kalau itu sudah kita tambah-tambahi dengan berbagai terminologi agama, potongan-potongan ayat Al Qur’an dan Al Hadist, atau dengan hanya sekedar bahasa arab tertentu, kita akan terlihat semakin agamis dan meyakinkan. Lalu kita akan tetap berada dalam keyakinan kita itu sampai ada hal-hal lain yang lebih baik kita temukan selama dalam perjalanan hidup kita. Dan tentu saja itu sangat ramai dan riuh rendah sekali. Sejak lahir sampai dengan saat sekarang, kita telah menumpuk
  • 91. 91 dan membangun berbagai macam ingatan dari berbagai ma- cam objek pikir. Ingatan itu akan tersimpan dengan baik di dalam pusat ingatan kita. Tumpukan dan bangunan ingatan kita itu akan selalu bertambah sampai dengan saat kita kelak meninggal dunia. Setiap ingatan itu akan mempunyai rasa masing-masing. Jadi kita bisa merasakan sesuatu RASA yang berbeda ketika kita mengingat sebuah objek pikir dibandingan dengan objek pikir yang lainnya. Rasa-rasa, atau emosi itu bisa dibedakan menjadi 6 bentuk dasar, yaitu : • Bahagia (happiness), • Sedih (sadness), • Takut (fear), • Marah (angger), • Kaget atau heran (surprise), dan • Jijik (disgust). Pada suatu saat, kita bisa merasakan salah satu dari rasa-rasa itu, atau bisa pula gabungan dari dua rasa-rasa dasar itu sekaligus, misalnya heran dan sekaligus bahagia, Jijik dan sekaligus Takut. Kalau kita tidak bisa merasakan rasa-rasa di atas, maka kita disebut sebagai orang yang bermuka datar (neutral). Yang menarik tentang ingatan ini adalah, bahwa kita bisa kembali mengingat-ingat berbagai ingatan itu di lain waktu, dan sekaligus kita bisa pula merasakan kembali RASA dari ingatan itu. Caranya hanya sederhana saja, yaitu kita masuk
  • 92. 92 kembali ke dalam ingatan itu melalui Pintu Ingatan yang di dalamnya ada objek pikir yang bisa kita ingat (remember, dzikiri). Jadi setiap kita mengubah ingatan kita tentang sebuah objek pikir, maka sekaligus kita bisa pula mengubah rasa yang kita rasakan. Kalau kita tertahan (binding) pada sebuah ingatan, yang tentu saja berhubungan dengan sebuah objek pikir tertentu, dalam waktu yang lama, maka kita juga pasti akan terpenjara dalam waktu yang lama di dalam emosi atau rasa dari ingatan kita itu. Misalnya : • Ketika kita ingin bertahan dalam waktu yang lama dalam ingatan tentang objek pikir yang menimbulkan emosi positif (senang dan bahagia), maka kita disebut sedang MENCINTAI objek pikir itu. • Sebaliknya ketika kita tertahan cukup lama dalam meng- ingat sebuah objek pikir yang menimbulkan emosi negatif (sedih, takut, marah, dan jijik), maka kita disebut sedang MEMBENCI objek pikir itu. Membenci dalam waktu yang lama itu bisa disebut juga sebagai TRAUMA. Sedangkan emosi yang menyebabkan kita merasa surprise (heran, kaget), adalah bentuk emosi yang bisa memperkuat emosi positif ataupun emosi negatif yang sedang kita rasakan. Misalnya, ketika kita sedang merasa bahagia saat kita meng- ingat sebuah objek pikir dan kemudian kita diberikan ha-diah- hadiah yang mengagetkan kita, maka kita bisa mencintai objek pikir kita itu lebih dari rasa cinta kita yang sebelum-sebelum-
  • 93. 93 nya. Kaget itu juga bisa memperkuat rasa benci kita terhadap sebuah objek pikir yang sedang kita pikirkan, sehingga kita semakin trauma dengan objek pikir kita itu. Hal yang sederhana begini lalu menjadi sangat beragam dan rumit ketika kita mencoba membahasnya dengan teori-teori psikologi yang memang penuh tafsiran subjektif, sehingga lahirlah berbagai ilmu seperti yang telah disebutkan di atas. Padahal intinya hanyalah . . . . . . bagaimana agar kita bisa keluar dari emosi negatif akibat kita sedang memikirkan sebuah objek pikir tertentu untuk kemudian berubah sehingga kita bisa merasakan emosi positif. Objek pikir yang kita ingat itu bisa bermacam-macam, mulai dari keluarga kita (anak, istri, bapak, ibu, saudara), sampai kepada benda-benda kepemilikan kita yang lainnya, seperti : harta, ilmu, jabatan, emas dan perak, dan sebaginya. Dan kita ingin agar semua objek pikir kepemilikan kita itu menjadikan kita merasa senang dan bahagia. Kalaupun suatu ketika kita merasakan emosi negatif terhadap objek pikir itu, kita ingin agar emosi negatif kita itu berubah men-jadi emosi positif. Misalnya, dengan mengingat seekor ku-cing, apalagi kalau berdekatan langsung dengan kucing tersebut, kita merasa takut atau jijik. Kita terlihat seperti membenci atau bahkan trauma kepada kucing tersebut. Karena emosi negatif itu
  • 94. 94 sangat melelahkan, ma-ka kita ingin agar ketika kita melihat ku-cing atau mengingat kucing itu, kita bisa merasa senang. Jadi objek pikirnya masih tetap sama, yaitu kucing, akan tetapi pe-rasaan atau emosi yang kita rasakan bisa berubah dari takut dan jijik menjadi senang. Nah, khan bagaimana cara merubah perasaan atau emosi kita terhadap sebuah objek pikir ini saja yang menjadi masalah kita saat ini sebenarnya. Dan ini ternyata bisa menjadi ladang bis- nis yang sangat menggiurkan, sehingga bermunculan berbagai terapi dan ilmu-ilmu yang larisnya bak kacang goreng. Salah satu ilmu yang sering dipakai orang adalah melalui . . . . . . teknik mengubah-ubah objek pikir kita, ditambah dengan memberikan suatu stimulasi tertentu pada bagian tubuh kita yang tertentu, yang bisa disebut sebagai ANCHOR (jangkar) dari perasaan yang kita miliki. Misalnya, kalau kita takut atau jijik kepada kucing maka kita bisa mengubah perasaan takut kita kepada kucing itu menjadi senang dengan cara mem- permainmain-kan otak kita. Sebab ternyata otak kita ini
  • 95. 95 memang sangat mudah dan senang dipermainkan. Kita ber- main-main atau kejadian betulan tentang sebuah objek pikir tidaklah terlalu masalah bagi otak kita. Otak kita akan meres- ponnya nyaris SAMA saja, yaitu dengan menksekresikan hor- mon yang sama antara main-main atau kejadian betulan itu. Yang pen-ting objek pikirnya harus sama. Kita bisa melakukannya dengan mengingat kucing di satu saat, dan di waktu yang lain kita meng-ingat satu objek pikir lainnya yang bisa membuat kita merasa senang atau lucu. Kita lakukan itu secara bergantian. Dua objek pikir yang berbeda itu harus kita jangkarkan dengan dua bagian tertentu dari tubuh kita. Yang paling mudah adalah kedua tangan kita, atau bisa pula titik-titik lainnya, yang biasa dipakai da- lam terapi EFT atau SEFT (setelah ditam- bah dengan embel-embel agama). Dalam permainan otak ini sebenarnya ki- ta tidak perlu menghipnosis orang yang akan kita ubah rasa traumanya. Hipnosis itukan hanya untuk memfokuskan dia kepada sebuah objek pikir saja pada satu saat, sehingga kita lebih mudah untuk menggiring objek pikirnya sesuka hati kita. Setelah dia fokus dengan sebuah objek pikir, ataupun dia ber- ada dalam pengaruh hipnotis kita, maka mulailah kita jangkar ingatannya kepada kucing yang menimbulkan rasa takut dan jijik itu dengan tangan kanannya. Setiap kali kita ingatkan dengan kucing, dia akan memberikan respon ketakutan. Lalu
  • 96. 96 kita asosiasikan ingatannya akan kucing dan rasa takutnya yang muncul itu dengan menjangkar di ta-ngan kanannya. Jadi ingatan kepada kucing, rasa takut dan gerakan tangan ta-ngan kanan yang berfungsi sebagai jang-kar itu telah membentuk sebuah kesatuan di dalam memorinya. Kemudian kita minta dia mengubah rasa atau emosinya men- jadi emosi enak, nyaman, atau bisa pula aneh dan lucu, de-ngan cara ia kita menyuruhnya untuk mengingat sesuatu yang membawanya bisa merasa enak atau lucu, yang mem-buat dia bisa tersenyum atau tertawa. Lebih baik dia sendiri yang menentukan objek pikirnya itu. Misalnya dia merasa lucu dengan kareakter film UPIN dan IPIN. Lalu kita minta dia mengingat UPIN dan IPIN, ketika itu pasti dia akan tersenyum atau me-rasa lucu. Kemudian ingatan UPIN-IPIN dan rasa lucunya itu kita aso-siasikan dengan tangan kirinya. Jadi ingatan UPIN-IPIN dan rasa lucunya itu sudah terjangkar di tangan kiri-nya. Sekarang dengan beberapa kali permainan dan pemindahan objek pikir dan jangkar itu, dengan sedikit kejutan, kita ubah atau balikkan jangkar dari objek pikir semula. Tiba-tiba kita ubah jangkar ingatan kucing, yang tadinya di tangan kanan, menjadi di tangan kirinya, dan