Artikel ini membahas tentang ma'rifatullah atau mengenal Allah. Proses berma'rifat adalah menemukan titik awal dan akhir dari alam semesta, yaitu menyadari bahwa sistem alam semesta dibuat oleh Satu Wujud yang Absolut. Semua manusia awalnya mengakui Wujud ini di alam azali, tetapi lupa akibat pengalaman hidup, namun masih merindukan keakraban dengan-Nya.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
Makrifatullah itu adalah sebuah JENJANG atau MAQAM keilmuan yang sangat WAH, yang tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Inilah DISTORSI ILMU yang sangat parah yang telah terjadi dalam mempelajari ISLAM. Padahal makrifatullah adalah pelajaran yang PALING DASAR, yang akan menjadi PONDASI bagi siapapun juga, SEMUA ORANG,
dalam kehidupan BER-SYARIAH
yang akan kita amalkan dan dirikan di atasnya.
Makrifatullah adalah ilmu dasar
yang harus kita punyai agar kita bisa
menjalankan Syariat dengan tanpa beban.
Makrifatullah adalah pengetahuan kerohanian yang men-dalam yang membawa seseorang itu mengenal Allah.
Bab 2|Pendidikan Agama Islam - Berbusana MuslimTina Septiani
disini saya mencoba mempublishkan hasil pekerjaan saya.. Saya harap kalian suka ^-^
Mungkin bisa menambahkan kritik dan saran.
Kritik dan sarannya sangat saya perlukan, itu semua membangun motivasi saya untuk membuat presentasi yang lebih baik lagi ...
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
Makrifatullah itu adalah sebuah JENJANG atau MAQAM keilmuan yang sangat WAH, yang tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Inilah DISTORSI ILMU yang sangat parah yang telah terjadi dalam mempelajari ISLAM. Padahal makrifatullah adalah pelajaran yang PALING DASAR, yang akan menjadi PONDASI bagi siapapun juga, SEMUA ORANG,
dalam kehidupan BER-SYARIAH
yang akan kita amalkan dan dirikan di atasnya.
Makrifatullah adalah ilmu dasar
yang harus kita punyai agar kita bisa
menjalankan Syariat dengan tanpa beban.
Makrifatullah adalah pengetahuan kerohanian yang men-dalam yang membawa seseorang itu mengenal Allah.
Bab 2|Pendidikan Agama Islam - Berbusana MuslimTina Septiani
disini saya mencoba mempublishkan hasil pekerjaan saya.. Saya harap kalian suka ^-^
Mungkin bisa menambahkan kritik dan saran.
Kritik dan sarannya sangat saya perlukan, itu semua membangun motivasi saya untuk membuat presentasi yang lebih baik lagi ...
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
Materi Kajian Mingguan pertemuan 21 "Menjadi Orang yang Lebih Beruntung" bisa didownload di channel telegram https://t.me/MateriKajianMingguan
Semoga menjadi amal sholeh yg terus mengalir pahalanya untuk kita semua. Aamiin YRA
Mengkaji alQuran adalah menjadi kewajipan umat Islam. Mengetahui akan ilmu seperti sebab turun ayat, aturan surah dan ayat, pembukuan mushaf, cara bacaan , ahraf alQuran, tarannum dll ilmu berkaitan.AlQuran adalahMukjizat hinnga ke akhir zaman
Slide ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam II di Universitas Islam "45" Bekasi.
Boleh dicopy-paste dan disebarluaskan. ^^
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Pada presentasi ini terdapat revisi dan tambahan dari presentasi "Konsekuensi Iman terhadap Al-Quran" sebelumnya.
File PPT & DOC dapat didownload di https://goo.gl/ym7bLt
Semoga bermanfaat...
Materi Kajian Mingguan pertemuan 21 "Menjadi Orang yang Lebih Beruntung" bisa didownload di channel telegram https://t.me/MateriKajianMingguan
Semoga menjadi amal sholeh yg terus mengalir pahalanya untuk kita semua. Aamiin YRA
Mengkaji alQuran adalah menjadi kewajipan umat Islam. Mengetahui akan ilmu seperti sebab turun ayat, aturan surah dan ayat, pembukuan mushaf, cara bacaan , ahraf alQuran, tarannum dll ilmu berkaitan.AlQuran adalahMukjizat hinnga ke akhir zaman
Slide ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam II di Universitas Islam "45" Bekasi.
Boleh dicopy-paste dan disebarluaskan. ^^
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Pada presentasi ini terdapat revisi dan tambahan dari presentasi "Konsekuensi Iman terhadap Al-Quran" sebelumnya.
File PPT & DOC dapat didownload di https://goo.gl/ym7bLt
Semoga bermanfaat...
AQIDAH salah satu pilar pertama dan utama dalam kehidupan seorang muslim. Dalam islam AQIDAH di ulas dalam ilmu TAUHID. Pada persentasi ini, kami membahas konsep konsep AQIDAH mulai dari mengenal Tuhan sampai penerapannya dalam kehidupan seorang muslim. Semoga bermanfaat. :)
A continuación se te presenta un check list en el cual podrás encontrar todas las cosas básicas que debes llevar a un campamento.
Descarga el checklist desde aquí http://bit.ly/1RGCO4H
The spiritual descendant of Hazrat Sakhi Sultan Bahoo and the current Spiritual Leader of Sarwari Qadri Order Sultan-ul-Ashiqeen Khadim Sultan-ul-Faqr Hazrat Sakhi Sultan Mohammad Najib-ur-Rehman has contributed great work on the life histories and teachings of our eminent Saint ancestors specially Hazrat Sultan Bahoo. His book “Sultan Bahoo” is not just another book on the life history of Sultan Bahoo but a complete research on the concealed aspects of his life. The lovers and devotees of Sultan Bahoo can benefit a lot from this great book.
Memperihalkan konseptual kejadian manusia berserta dengan proses-proses kejadian manusia menurut prosedur sains dan dogma selain memperihalkan hakikat kejadian manusia dari beberapa perspektif yang meluas dalam konteks manusia dan agama.
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Fitri Indra Wardhono
Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower, Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling mendekati :
Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah perdesaan.
Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan: pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun-tahun dan dengan cara yang disengaja.
Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo, melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat segalanya lebih baik.
Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota. Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra, beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan ekonomi perdesaan.
Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks. Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar.
Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun merupakan kombinasi.
Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil telah menjadi fenomena khas.
Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang, secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan spasial perkotaan.
Ini adalah kumpulan ayat Al Qur'an yang "semoga" dapat membantu untuk meruqyah diri sendiri, atau orang lain, jika diperkirakan sumber permasalahannya berupa gangguan dari luar,khususnya yang bersikap gaib. Bangguan tersebut dapat berupa kecanduan "game online", penyakit keturunan, badan yang dirasakan "tidak nyaman", dll.
Mohon maaf saya sendiri bukan peruqyah. Saya hanya mengkristalkan pengalaman berbagai peruqyah yang pernah mengunakan ayat-ayat tertentu, yang pengalaman ini cukup bertaburan di internet untuk dapat dimanfaatkan.
Pedoman RIPPDA beserta Lampiran A, B dan C berasal dari Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, yang berhasil penulis ‘selamatkan’, dari diubah dari format cetakan menjadi format tulisan. Karena itu pada beberapa tempat masih akan didapat kesalahan akibat proses pengubahan.
Sementara Lampiran D dan seterusnya, bersumber dari pengalaman mengerjakan berbagai kegiatan pengembangan kepariwisataan. Dari pengalaman tersebut penulis memperoleh sejumlah tulisan yang cukup berharga untuk sekedar disimpan di dalam laptop. Dengan niat untuk turut menyebar luaskan ilmu terkait kepariwisataan, maka kumpulan tulisan tersebut kami hadirkan bersama buku pedoman tersebut, sebagai Lampiran D dan seterusnya.
Tulisan pada Lampiran D dan seterusnya tersebut berasal dari berbagai sumber, yang ‘sayangnya’ sebagian besar tidak tercatat dengan baik. Karena itu, penggunaannya disarankan tidak untuk dijadikan rujukan/referensi ilmiah, di mana dalam lingkungan akademis, keabsahan rujukan/referensi merupakan suatu keharusan. Tulisan ini hanyalah sekedar penambah wawasan tentang kepariwisataan, serta membuka jalan bagi pencarian lebih lanjut rujukan/referensi dari aspek yang dibahas dalam kumpulan tulisan ini. Kepada pihak-pihak yang merupakan sumber dari tulisan tersebut, yang kebetulan tidak kami catat, kami hanya dapat berharap kiranya Allah jualah yang dapat membalas amal shalih tersebut dengan pahala yang mengalir tidak putus-putus, selama ilmu tersebut masih dapat dimanfaatkan. Sedangkan beberapa pihak yang ‘kebetulan’ terekam, dan dapat kami cantumkan dalam kumpulan tulisan ini, antara lain dari UGM, selain adanya balasan dari Allah tersebut, kami juga menghaturkan banyak terima kasih.
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahFitri Indra Wardhono
Untuk menjadi peruqyah perlu dibekali ayat-ayat khusus, disamping yang umum seperti Al Fatihah, Al Baqarah, Ayat Qursy, 3 Qul. Berikut ini ditampilkan ayat-ayat tersebut, serta evaluasi kita (jika ingin menjadi peruqyah) seberapa jauh/banyak kita sudah menguasainya.
Kejawèn adalah suatu paham keagamaan campuran yang dianut orang-orang Jawa, yang merupakan ramuan di antara adat keagamaan asli Jawa yang percaya pada alam ghaib dengan pengaruh Hindu-Budha dari zaman Majapahit dan pengaruh agama Islam dari zaman Demak. Dalam perkembangannya, paham keagamaan kejawèn tersebut kadangkala lebih condong kepada Hindu-Budha, kadangkala lebih condong pada Islam, atau lebih mengutamakan kejawaannya, dan atau kemudian ada pula yang condong pada Kristen-Katolik. Kecederungan itu ada yang sifatnya sebagai pedoman hidup dan ada yang sifatnya mengejek dan mencela antara satu dengan yang lain.
Upacara pokok kejawèn adalah slametan, yaitu perjamuan kerukunan sosio-religius yang diikuti oleh para tetangga bersama dengan beberapa sanak saudara dan sahabat. Upacara ini diadakan bertepatan dengan saat-saat penting di dalam kehidupan (perkawinan, kehamilan, kelahiran anak, kematian, dll.), peristiwa-peristiwa komunal yang setiap tahun diadakan (bersih desa, pesta dusun/kampung yang setiap tahun diadakan bersama dengan upacara pembersihan atau persucian tertentu) dan segala macam kesempatan bila kesejahteraan umum dan keseimbangan digoncangkan. Pandangan religius kejawèn dipusatkan pada kesatuan hidup. Dalam ungkapan upacara-upacara simbolis, pandangan ini berpusat pada kesatuan harmonis dalam lingkungannya sendiri, entah itu keluarganya, tetangganya atau desanya. Dalam ungkapan yang mistik, agama Jawa memusatkan perhatiannya kepada hubungan langsung dan pribadi seseorang dengan “Yang Tunggal”. Kebangkitan aliran kejawèn dewasa ini tidak terlepas dari pandangannya terhadap agama-agama yang ada di Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tidak berarti bangsa Indonesia seluruhnya beragama, karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan monopoli pemeluk agama saja, akan tetapi hak setiap orang sekalipun tidak mengikuti agama tertentu. Pengikut aliran kejawèn adalah orang yang ber-Tuhan, akan tetapi belum tentu beragama (resmi yang diakui di Indonesia). Mereka menghayati dan menyembah Tuhan dengan caranya sendiri di luar ajaran agama dan ternyata mendapatkan apa yang mereka cari. Atas dasar hal itu, selanjutnya mereka berusaha membentuk organisasi baru dan tersendiri yang serupa dengan agama. Mereka merasa lebih cocok dengan cara penghayatan yang mereka temukan daripada cara yang diajarkan agama yang mungkin pernah mereka peluk.
Ruqyah (dengan huruf ra’ di dhammah) adalah yaitu bacaan untuk pengobatan syar’i (berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama) untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna bagi penyakit hati dan fisik dan bagi penyakit dunia dan akhirat. Bagaimana mungkin penyakit itu mampu melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika firman-firman itu turun ke gunung makai ia akan memporakporandakan gunung gunung. Oleh karena itu tidak ada satu penyakit hati maupun penyakit fisik melainkan ada penyembuhnya.
Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun.
9. Mengusap yang sakit dengan tangan kanan.
10. Bagi yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang
Ruqyah adalah Seni Penyembuhan dari segala macam penyakit baik fisik, psikis, gangguan makhluk halus maupun serangan sihir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Sholallau ‘Alaihi wassalam (Seorang Nabi Utusan Tuhan Terahir di Muka Bumi ini). Selain itu Ruqyah juga merupakan seni perlawanan, perlindungan dan pembentengan diri dari segala macam mara bahaya yang bersifat fisik, maupun psikis.
Energi Ruqyah berasal dari keberkahan dan mu’jizat bacaan ayat Suci Al Qur’an dan Doa-doa Nabi Muhammad SAW.
Agar rumah tidak seram dan angker laksana kuburan. Agar rumah tidak menjadi tempat nongkrong Iblis dan syetan, supaya rumah menjadi sarang kebaikan dan keberkahan, maka hiasilah dengan sholat-sholat sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah. Beliau bersabda, “Kerjakanlah sholat kalian di rumah, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar).
Yang dimaksud di sini adalah sholat sunnah, sebagaimana diterangkan dalam riwayatnya yang lain, “Wahai manusia, sholatlah di rumah kalian. Karena sesungguhnya sholat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam sabdanya yang lain, “Apabila seseorang telah melaksanakan sholatnya di masjid, maka hendaknya ia memberikan bagian dari sholatnya untuk rumahnya. Karena Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya karena sholat yang dilakukannya.” (HR. Muslim)
Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Seperti halnya manusia yang merupakan bagian dari alam, maka karya manusia yang timbul itu pada hakekatnya merupakan sebagian dari alam itu juga.
Oleh karena itu suatu karya seharusnya tidak menimbulkan disharmoni dengan alam sekitarnya maupun disharmoni dengan manusia calon pemakai itu sendiri.
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasFitri Indra Wardhono
Secara umum, buku ini memuat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang dan
pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan serta pedoman praktis yang dapat digunakan
di dalam penataan ruang kawasan-kawasan spesifik seperti perkotaan, perdesaan, wilayah
pariwisata di pesisir, dan di kawasan rawan bencana longsor.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasFitri Indra Wardhono
Teori menyebutkan bahwa salah satu cara yang efektif dalam membangun
wilayah adalah melalui pengembangan kawasan, lebih khusus lagi melalui
pendekatan klaster. Dalam suatu klaster, berbagai kegiatan ekonomi dari para pelaku
usaha saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain menghasilkan barang
dan jasa yang unik. Bagaimana mengembangkan kegiatan usaha yang saling
mendukung itu merupakan kunci bagi pengembangan ekonomi suatu wilayah.
Buku “Penyusunan Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk
Percepatan Pembangunan Daerah” ini disusun berdasarkan penelaahan literatur
dan pengamatan lapangan. Banyak kajian telah dilakukan dan banyak buku telah
ditulis mengenai berbagai aspek pengembangan kawasan, namun yang
menggabungkan semua kajian dan buku tentang pengembangan kawasan-kawasan
itu menjadi satu masih belum ada. Buku ini dimaksudkan untuk mengisi kekurangan
itu.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi
Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun dan khususnya tingkat
kabupaten/kota, bahkan bagi tingkat kecamatan dan desa dalam menyusun
perencanaan pengembangan kawasan di wilayahnya, baik secara individual maupun
secara terpadu. Diharapkan buku ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun program, kebijakan dan rencana pengembangan kawasan.
Buku ini akan terus disempurnakan agar semakin memenuhi kebutuhan
semua pihak. Untuk itu saran perbaikan dari para pembaca dan pengguna buku ini
sangat diharapkan.
2. 2
Daftar Isi
Artikel 1 : Babak Baru.............................................................................................................3
Artikel 2 : Yang Awwal ...........................................................................................................4
Artikel 3 : Arah Selanjutnya....................................................................................................6
Artikel 4 : Berma’rifat ............................................................................................................7
Artikel 5 : Berma’rifatullah.....................................................................................................9
Artikel 6 : Keliru Dalam Berma’rifat Melahirkan Bid’ah ........................................................13
Artikel 7 : Kun Fayakun.........................................................................................................16
Artikel 8 : Sifat - Hakikat – Ma’rifat ......................................................................................20
Artikel 9 : Paham Wahdatul Wujud ......................................................................................24
Artikel 10 : Paham Nur Muhammad.....................................................................................27
Artikel 11 : Paham Insan Kamil.............................................................................................29
Artikel 12 : Paham Rabithah Mursyid ...................................................................................31
Artikel 13 : Paham DZATIYAH ...............................................................................................35
Artikel 14 : Lauhul Mahfuz dalam Dimensi RUANG dan WAKTU. ..........................................39
Artikel 15 : Pengakuan .........................................................................................................42
Artikel 16 : Membahas Dzat ? How Come ?..........................................................................45
Artikel 17 : Memahami TAKDIR atau PERAN.........................................................................48
Artikel 18 : Peran Tukang Sihir .............................................................................................58
3. 3
Artikel 1 :
Babak Baru
http://yusdeka.wordpress.com/2014/02/12/babak-baru/
Karena kasih sayang Allah, saya kembali menemukan babak baru dalam kehidupan
beragama saya. Saya menjadi saksi kebenaran sebuah prinsip yang sangat sederhana, tapi
sangat penting: bahwa, “Awal dari agama adalah ma’rifatullah,
mengenal Allah”. Setelah itu barulah kita bisa mengingat Allah
dalam setiap keadaan. Mengingat Allah di dalam shalat, di luar
shalat, ketika berdiri, duduk, berbaring, berjalan, maupun bekerja”. Salah dalam berma’rifat
kepada Allah, maka:
1. Salah pula cara-cara kita beribadah kepada-Nya,
2. Salah pula apa-apa yang kita ingat-ingat, agung-agungkan, dan perjuangkan dalam
perjalanan hidup kita.
Dengan ma’rifatullah, saya dipahamkan Allah di mana posisi paham-paham yang sudah
sangat merebak berkembang di seluruh dunia, seperti “Wahdatul Wujud, Nur Muhammad,
Rabitah Mursyid dalam tarekat, Insan Kamil, dan serba-serbi ilmu Quantum lainnya. Tulisan-
tulisan saya berikut-berikutnya akan sangat diwarnai oleh nuansa ma’rifatullah yang telah
Allah berikan kepada saya saat ini.
Awal dari Agama
4. 4
Artikel 2 :
Yang Awwal
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/yang-awwal/10152618367742977
Hampir seluruh manusia di dunia ini, sejak dari dulu sampai sekarang, baik secara samar-
samar ataupun secara tegas, meyakini bahwa alam semesta ini termasuk diri kita sendiri
sedang berjalan di bawah sebuah “sistem kerja” yang sangat hebat. Keteraturan dan
kepatuhan “perilaku” setiap penghuni alam semesta ini, mulai
dari atom-atom yang sangat kecil sampai kepada bintang-bintang
yang besarnya tak terperikan, kepada sistem yang mengatur itu
sungguh mutlak. Seluruh penghuni alam semesta ini seperti tidak
bisa melawan dan menentang aturan-aturan yang sangat tegas dari sistem itu. Melawan
berarti hancur lebur dan musnah. Menentang berarti siksa dan derita yang sangat pedih.
Kita bisa melihat contoh dari kepatuhan mutlak alam ciptaan terhadap sistem kerja itu di
alam benda, alam nabati, alam hewani, dan alam jasadi manusia. Misalnya :
Di dalam sistem berkala unsur-unsur, emas tidak akan bisa berubah menjadi perak atau
loyang. Ada sebuah sistem yang sangat kuat yang memegang dan menggenggam agar
atom-atom emas itu patuh terhadap “takdir” yang telah ditetapkan untuknya, sehingga
dia tidak bisa berubah menjadi perak. Begitupun sebaliknya. Semua unsur-unsur di alam
semesta ini seperti dipegang oleh sistem itu untuk berjalan dengan takdirnya masing-
masing.
Di alam tumbuh-tumbuhan, hal yang sama juga berlaku. Sel-sel yang ada di rerumputan
dipaksa oleh sistem itu untuk hanya bisa memandangi kegagahan pohon beringin, tanpa
dia bisa mengubah dirinya menjadi pohon beringin. Sel-sel yang harus menjadi dedaunan
hijau diantarkan oleh sistem itu ke tempatnya yang tepat sehingga tidak tertukar dan
berubah menjadi buah ataupun dahan. Semua dipaksa oleh sistem itu untuk menjalani
garisannya sendiri-sendiri, walaupun mereka tumbuh pada tanah yang sama, memakai air
yang sama, menghirup udara yang sama, dan bermandikan cahaya matahari yang sama.
Di alam hewani, dengan tingkat kehidupan yang sangat dinamis dan beragam, kita juga
bisa melihat binatang-binatang mulai dari yang satu sel sampai dengan hewan-hewan
raksasa seperti gajah dan jerapah, hewan-hewan di darat dan di laut, semuanya terikat
oleh sebuah sistem yang sangat kuat sehingga tidak satupun dari binatang-bintang itu
yang bisa ke luar dari takdir yang telah digariskan untuknya. Sel-sel gajah tidak ada yang
bisa berubah menjadi harimau ataupun ikan. Makanan masing-masingpun sangat
beragam sekali. Tidak ada harimau yang memakan rumput, tidak ada gajah yang
memakan daging. Semuanya mengikuti sistem itu dengan patuh.
Adanya Suatu
Sistem Kerja
5. 5
Dia alam jasadi manusia, terdapat 50 trilliun sel yang membentuk tubuh manusia. Masing-
masing sel itu terbentuk dari organelles yang berasal dari biomolekul dan atom-atom
yang masing-masingnya punya tugas dan fungsi sendiri-sendiri. Sel-sel itu patuh dengan
takdirnya sendiri. Sel-sel yang akan menjadi telinga tidak
pernah salah tempat menjadi mata, menjadi hidung,
menjadi jantung, dan sebagainya. Hormon adrenalin dan
hormon endorpine tidak akan pernah salah peran satu
sama lainnya. Enzin-enzim, akan selalu hanya menjalankan
tugasnya dengan tanpa bisa merubah perannya. Miliaran
manusia yang ada di bumi ini akan mendapatkan hal yang
sama di dalam tubuhnya. Sel-sel tubuh kita patuh kepada
sebuah sistem yang sangat terukur dan terarah dalam
menjalankan destinynya.
Sistem itu juga bekerja terhadap angin, awan, bukit dan
gunung, lembah dan sungai, danau dan samudera. Bumi dan
seluruh benda-benda angkasa yang terlihat dengan mata ataupun yang hanya bisa dilihat
dengan teleskop yang paling canggihpun, semuanya patuh kepada sistem itu. Begitu
sempurnanya sistem itu, sehingga tidak ada satupun ciptaan yang bisa ke luar darinya.
Melihat dan memperhatikan semua itu, orang-orang yang berpikir, ulul albab, akan
ditantang untuk mengakui bahwa aturan yang sangat akurat dan sempurna itu pastilah
dibuat oleh oleh Satu Wujud yang sangat sempurna pula. Wujud yang mau tidak mau
haruslah Tunggal. Begitu wujud itu dua atau lebih, maka hilanglah kesempurnaan sistem itu.
Sebab masing-masing wujud itu akan membuat sistemnya sendiri-sendiri yang nantinya akan
dipatuhi oleh ciptaan yang ingin mereka ciptakan.
Contoh kalau ada lebih dari satu wujud yang membuat sistemnya sendiri-sendiri adalah
keberadaan negara-negara yang ada di dunia ini. Setiap negara, karena dipimpin dan diatur
oleh kepala negara dan perangkatnya masing-masing, maka antara satu negara dengan
negara lain akan membuat sistemnya sendiri-sendiri untuk dijalankan oleh rakyatnya
masing-masing. Makanya sistem di negara Arab berbeda dengan di Amerika, di India, di
Jepang, dan di negara-negara lainnya. Karena berbeda pimpinan, makanya ada perang dan
bunuh-bunuhan antar dua bangsa yang berbeda. Kacau sekali.
6. 6
Artikel 3 :
Arah Selanjutnya
http://yusdeka.wordpress.com/2014/02/12/arah-selanjutnya/
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak,
maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di
dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan
muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya,
kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Kalau kita tidak mengenal Allah, ma’rifatullah, maka kita tidak
akan pernah bisa beriman kepada TAKDIR Allah, rukun iman ke-
6. Kita tidak akan pernah tahu tentang bagaimana takdir Allah bekerja. Tidak akan pernah
bisa. Akibatnya, kita selalu akan ribut dan bertengkar dengan Allah. “Kenapa begini dan
begitu ya Allah, kok tidak begini dan begitu ya Allah”, sehingga kitapun nyaris selalu
merasa tersiksa di dalam hidup kita.
Kalau tidak mengenal Allah, ma’rifatullah, maka kita tidak akan pernah tahu tentang
bagaimana Allah memberitahu kita tentang apa-apa yang tidak kita ketahui, tentang
ilham, tentang hidayah. Karena ia nantinya akan tercampur baur dengan pikiran-pikiran
kita sendiri, dengan hawa nafsu kita sendiri, dengan angan-angan kita sendiri. Sehingga
kitapun seperti berjalan tanpa adanya tuntunan yang jelas dan tegas dari Allah.
Kalau kita tidak mengenal Allah, ma’rifatullah, bagaimana kita akan bisa mengingat Dia,
dzikrullah ?
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat
mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang
aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu. Dan
kita selanjutnya akan mulai dari yang sederhana itu.
Selama ini hampir tidak ada orang yang membahas hikmah dari
peristiwa isra’ dan mikraj Nabi Muhammad saw, selain hanya tentang diwajibkannya shalat
untuk kita. Padahal dalam peristiwa itu terkandung sebuah hikmah lain yang alangkah
fundamentalnya bagi manusia-manusia yang berfikir (ulul albab), yaitu tentang Allah dan
tentang segala ciptaan-Nya. Tentang Allah dan Lauhul Mahfuz, Tentang Allah dan Sistem
Allah yang bekerja sangat sempurna di dalam Lauhul Mahfuz itu.
Bahwa Rasulullah berada di batas akhir ruang ciptaan berhadapan dengan Allah di depan
Tabir Nur Yang menabiri Allah terhadap Rasulullah. Tabir yang menjaga agar Rasulullah tidak
hangus terbakar. Sebab seandainya tabir nur itu dibukakan oleh Allah, walau sedikit, maka
Keagungan dan Keindahan Dzat-Nya akan menghanguskan Rasulullah dan semua makhluk
Allah yang lainnya.
Ma’rifatullah
Lauhul Mahfuz
7. 7
Artikel 4 :
Berma’rifat
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/berma’rifat/10152618373462977
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan
mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam
Ciptaan ini bermula dan berakhir.
Proses untuk menyadari bahwa sistem yang sangat sempurna itu pastilah dibuat oleh Satu
Wujud yang sangat kuat, yang sangat hebat, yang sangat pintar dan cerdas, yang sangat
berkuasa. Wujud Absolut. Wujud yang Wajibul Wujud. Sistem itu, berikut dengan semua
ciptaan yang berada di dalam sistem itu, tidak akan pernah ada kalau Wajibul wujud itu tidak
Wujud. Bahwa semua ciptaan ini berasal dan berawal dari Wajibul Wujud dan berakhir pada
Wajibul Wujud pula. Semua yang bukan Wajibul Wujud pastilah berawal dan berakhir.
Musnah.
Semua manusia, pada awalnya sudah berma’rifat kepada Wajibul Wujud itu di alam Azali.
Ketika Wajibul Wujud itu bertanya kepada setiap ruh manusia: “Alastu birabbikum,
bukankah Aku Rabmu?”. Dan setiap manusia menjawabnya
saat itu: “Bala Syahidna, Benar, Engkaulah Rabku !”. Persaksian
awal dialam Azali inilah yang menyebabkan setiap bayi saat dia
dilahirkan kedunia ini dikatakan fitrah, suci, bersih, mukmin, Islam. Semuanya tidak
terkecuali, diakui ataupun tidak.
Persaksian awal ini pulalah yang menyebabkan setiap manusia selalu punya kerinduan yang
sangat pekat untuk bisa “bertemu dan berkata-kata” kembali dengan Wajibul Wujud itu di
saat ini. Ada sebuah kerinduan yang membuncah mendera kita untuk bisa kembali berada
dalam suasana persaksian kita dialam Azali dulu itu di saat sekarang ini. Sebab di tengah-
tengah hiruk pikuk kehidupan yang tengah kita jalani ini, tak peduli semasa kita kecil, saat
dewasa, maupun saat kita sudah tua, ada sebuah gema kedamaian yang tiada ketakutan dan
kekhawatiran di dalamnya yang memanggil-manggil kita agar kita kembali masuk ke sana.
Gema itu entah berasal dari mana, tapi terasa sangat dekat, dekat sekali, dan kita seperti
sangat familiar dengan keadaan dan suasananya.
Memang, perjalanan umur kita yang berisikan berbagai pengalaman hidup dan curahan ilmu
pengetahuan, telah dengan perlahan dan pasti membuat kita lupa dengan keadaan dan
suasana di alam Azali itu. Kita dibuat lupa dengan keakraban yang amat sangat, yang pernah
kita lalui bersama Wajibul Wujud, Tuhan kita di alam Azali sana. Tetapi jauh di dalam lubuk
sanubari kita, keakraban itu masih bisa kita rasakan, sehingga kitapun ingin kembali
mengalaminya di saat sekarang ini.
Berma’rifat
Alastu birabbikum
8. 8
Sebenarnya, suasana dia alam Azali itu selalu kita alami ketika kita tidur. Saat tidur itu, kita
seperti terbebas dari segala persoalan dan permasalah hidup yang menimpa kita. Kita tidak
lagi merasakan ketakutan dan kekhawatiran. Bangun tidurpun kita akan kembali merasa
segar dan penuh tenaga sebagai bekal kita untuk kembali beraktifitas. Karena memang saat
tidur itu kita sedang berada kembali di sisi Wajibul Wujud. Makanya setiap manusia selalu
ingin untuk tidur pada waktu-waktu tertentu, ketika kita lelah, ketika malam hari mulai
datang.
Akan tetapi perjumpaan kita dengan Wajibul Wujud saat kita tidur
itu, tidak benar-benar membuat kita seperti kembali berada ke
Alam Azali itu. Tidak. Rasanya ada yang kurang. Bahwa kita tidak berkata-kata, kita tidak
berhadap-hadapan dengan Sang Wajibul Wujud dalam keadaan terjaga. Kita ingin berbicara
dan berhadap-hadapan dengan Sang Wajibul Wujud dalam keadaan SADAR. Kita rindu
duduk dan berdialog kembali dengan Sang Wajibul Wujud di setiap saat. Saat kita berdiri,
duduk, tidur, berjalan, mapun bekerja, rasanya kita ingin selalu melakukan semua aktifitas
itu di depan Sang Wajibul Wujud. Kerinduan itulah yang kemudian membuat kita selalu
berusaha kembali untuk mencari Sang Wajibul Wujud dengan berbagai cara. Karena
memang kita sudah lupa kepada-Nya.
Usaha kita untuk mengenal kembali Sang
Wajibul Wujud itulah yang disebut sebagai
BERMA’RIFAT. Setelah Berma’rifat, barulah
kita bisa berkata-kata, berdialog,
menyembah, berlindung, dan berkatifitas di
hadapan-Nya. Salah berma’rifat, maka salah
pula arah kita berkata-kata, berdialog,
menyembah dan meminta perlindungan.
Tidur
9. 9
Artikel 5 :
Berma’rifatullah
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/berma’rifatullah/10152620646297977
Kalau dalam menjalani proses berma’rifat itu kita akhirnya berhasil mengenal Allah sebagai
Wajibul Wujud, maka kita disebut sebagai orang yang sudah
BERMA’RIFATULLAH, orang yang sudah mengenal Allah. Maka
ketika kita mendirikan shalat, kita akan selalu INGAT kepada ALLAH
yang sudah kita kenali itu :
Saat wudu’ kita ingat Allah,
Saat takbiratul ihram kita ingat Allah,
Saat membaca setiap ayat do’a iftitah kita ingat Allah,
Saat kita membaca Al Fatihah dan ayat-ayat Al Qur’an kita ingat Allah,
Saat kita rukuk dan sujud dan membaca do’a-do’anya kita ingat Allah,
Dari awal sampai akhir shalat kita selalu akan ingat Allah.
Bahkan selesai shalatpun kita akan ingat Allah :
Ketika berdiri kita ingat Allah,
Ketika duduk kita ingat Allah,
Ketika berbaring kita ingat Allah,
Ketika berniaga dan bekerja kita ingat Allah.
Tiada satu saatpun di dalam hidup kita yang kita buang-buang dengan melupakan Allah.
Karena setiap saat kita sudah mengingat Allah, maka Allahpun lalu membalasnya dengan
Ingatan-Nya kepada kita. Fadzkurunii adzkurkum ! Ingat kita dibalas oleh Allah dengan Ingat-
Nya. Sebagai tanda bahwa Allah telah membalas ingat kita itu, Dia mengirimkan RIQQAH ke
dalam dada kita. Dada kita dialiri rasa dingin sejuk seperti sedang
diguyur dengan air es. Rasa dingin itu menjalar ke seluruh tubuh
kita. Bulu roma kita berdiri. Kulit kita menggigil halus, hati kita
menggigil lembut. Butir-butir air mata kita berloncatan ke luar
dengan sangat deras, mereka seperti berebutan untuk menyambut kebahagiaan yang
sedang dicurahkan oleh Allah. Sel-sel tubuh kita bergetar halus menerima Rahmat Allah yang
sedang turun itu. “Taqsyairru minhu juludulladzinayakhsyaunarabbahum, kharru
sujjadawwabuqiya ! Nikmatnya saat itu melebihi rasa nikmat dunia yang ternikmat yang
pernah kita rasakan.
Karena memang Riqqah itu adalah bentuk Rahmat Allah yang sedang turun kepada kita.
Seakan-akan Allah memberitahu kita agar kita segera berdoa ketika itu juga. Nabi pernah
bersabda kepada Ubay bin Ka'ab: “Ightanimuu ad du'a 'inda riqqati fa innaha rahmah…”,
segera berdo'a saat di hatimu terasa ada riqqah sesungguhnya itu adalah rahmat yang
Turunnya Riqqah
Berma’rifatullah
10. 10
sedang turun.
Dengan tanda yang diberikan oleh Allah bahwa Dia telah mengingat kita pula, maka setiap
kali ada permasalahan dan problematika hidup yang menimpa kita, semua itu tidak
sedikitpun lagi membuat kita khawatir, takut dan sedih. Kita tinggal berkata kepada-Nya: “Ya
Allah, tidak akan menimpa kami problematika hidup ini kecuali sudah Engkau izinkan. Dzalika
taqdirul ‘adziizil ‘aliim, Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Lalu kita tunggu Allah memberikan petunjuk-Nya ke dalam Qalbu kita (yahdi Qalbahu)…”.
Karena memang bersama Riqqah itu ikut pula turun ilham,
hidayah, sakinah, cinta, tenteram, tenang, talinu, lembut.
“Tsumma talinu juluduhum wa qulu buhum ilaa dzikrillah…”.
Kualitas dan kuantitas ilham, hidayah, atau petunjuk Allah yang
akan kita terima bersama riqqah yang turun itu sangatlah tergantung kepada seberapa besar
kapasitas kekhalifahan Allah di muka bumi ini yang bersedia untuk kita pikul atau ambil.
Kalau kapasitas kita hanya sekedar untuk diri kita sendiri, atau untuk ke luarga kita sendiri,
maka kualitas dan kuantitas ilham dan hidayah yang akan kita terima itu juga sangatlah
sedikit. Semakin besar kapasitas kekhalifahan yang kita pikul itu, maka semakin besar pula
kualitas dan kuantitas ilham dan hidayah yang akan kita terima. Tapi, walaupun begitu, ilham
atau hidayah itu, ketika kita nanti berbicara tentang Lauhul Mahfuz, semuanya itu sudah
ditakdirkan, direncanakan, dan tertulis dengan sangat sempurna. Ia hanya tinggal menunggu
waktu penzahirannya saja.
Dalam hal ilham ini, kita hanya diberi kesempatan oleh Allah untuk tahu “sedikit lebih awal”
dari kejadian atau peristiwa yang sebenarnya. Jadi Ilham itu hanyalah sekedar :
Pemahaman yang didahulukan, atau
Penyingkapan yang didahulukan, atau
Pemberitahuan yang didahulukan, atau
Pengalaman yang didahulukan,
atas :
Peristiwa, problematika, atau permasalahan masa depan yang akan kita hadapi, atau
Solusi-solusi yang kita butuhkan terhadap permasalahan masa lalu kita
untuk kita pakai nantinya dalam menjalankan fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini.
Tegasnya, ilham itu bukanlah sebagai tanda bahwa kita adalah seorang yang hebat. Tidak.
Tapi itu hanyalah salah satu pertanda saja bahwa kita disayangi oleh Allah.
Tapi ingatlah bahwa kita tidak mencari riqqah itu, kita tidak
mencari-cari Ilham itu. Riqqah dan ilham itu datang dengan
sendirinya begitu kita mengingat Allah. Jangan mengingat riqqah,
jangan mengingat Ilham, karena pasti kita tidak akan
mendapatkannya dengan begitu. Ingatlah hanya Allah…
Yang Turun Bersama
Riqqah
Riqqah dan ilham itu
datang dengan
sendirinya
11. 11
Mengingat Allah setiap saat dalam keadaan sadar (tidak tidur dan tidak mabuk) inilah yang
akan membuahkan rasa IHSAN ke dalam dada kita. Rasanya seperti kita kembali berada di
Alam Azali. Ada keakraban yang amat sangat antara kita dengan Allah. Ada rasanya, rasa
diawasi, rasa sungkan, rasa dekat, rasa dibela, rasa diberitahu, rasa dilindungi. Dan rasa
IHSAN ini pulalah yang akan membuat kita bisa merasakan bahwa kita sedang berada di jalan
yang salah. Karena saat salah itu kita akan merasa ditinggalkan oleh Allah, kita dibenci oleh
Allah, kita dimarahi oleh Allah. Dan itu alangkah menyakitkan sekali. Tersiksa sekali. Tentu
saja perubahan-perubahan rasa seperti ini tidak akan didapatkan oleh orang-orang yang
belum pernah merasakan rasa IHSAN ini.
Sebab barang siapa yang tidak mengenal Allah, kemudian dia
melakukan shalat, maka shalatnya pastilah shalat orang munafik.
Dia sedikit sekali mengingat Allah di dalam shalat itu, ingatannya
berkelana kian kemari, dia malas-malasan, dia ria'. Saat dia menyebut Allahu Akbar,
ingatannya berada pada berbagai benda dan atribut miliknya. Saat dia sujud dan rukuk yang
katanya menghormati dan menyembah Allah, ingatannya sedang berada pada harta benda,
pekerjaan, dan dunia kesenangannya. Padahal munafik di hadapan Allah, maka munafik
pulalah dia di hadapan sesama manusia. Pasti. Mencuri, korupsi, berzina, dan perbuatan
maksiat lainnya bisa dia lakukan dengan sangat mudah dengan bungkus lahiriahnya seperti
orang yang berpendidikan tinggi, agamis, terhormat, dan alim.
Orang-orang yang tidak berma’rifat kepada Allah pulalah yang akan selalu datang minta
pertolongan kepada yang lain, selain Allah, setiap kali dia menghadapi masalah di dalam
hidupnya. Dia akan datang minta pertolongan :
kepada dukun,
kepada hipnoterapis,
kepada terapis-terapis lainnya yang berkedok spiritualis,
kepada ahli getaran,
ahli ilmu hikmah, dan
ahli ilmu quantum-quantum lainnya,
yang katanya hebat-hebat dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan menyelesaikan
setiap persoalan hidupnya.
Bahkan sekedar untuk berdo’a kepada Allahpun dia sudah tidak sanggup lagi, sehingga dia
selalu dan selalu akan minta tolong kepada orang-orang yang berlagak hebat itu untuk
dido’akan.
Sungguh barang siapa yang tidak berma’rifat kepada Allah, maka dia akan berma’rifat
kepada Tahgut. Ketika kita berpaling dari ingat kepada Allah yang Maha Rahman, maka
seketika itu juga Allah akan mengirim dan membiarkan syetan, Qarin, untuk menyertai dan
menemani kita dalam setiap langkah kita dalam menjalani kehidupan kita. Lalu Qarin itu
Shalat Orang
Munafik
12. 12
akan membuat kita bertambah lupa dari mengingat Allah. Ia akan memperdaya kita dengan
angga-angan kosong dan berbuat lalai. Ia akan memperelokkan pandangan mata kita
terhadap amalan-amalan jahat yang kita lakukan. Ia memperdayakan kita seakan-akan
dalam kesesatan itu kita telah berada dalam petunjuk dan hidayah. Ia akan membisikkan dan
mengajak kita untuk melanggar perintah Allah. Ia akan menyebabkan kita mudah melakukan
permusuhan dan kebencian diantara kita. Ia akan menjadikan sahabat kita menjadi musuh
kita. Ia akan membuat istri dan anak-anak kita menjadi musuh kita.
13. 13
Artikel 6 :
Keliru Dalam Berma’rifat Melahirkan Bid’ah
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/keliru-dalam-berma’rifat-melahirkan-
bidah/10152622829422977
Pada zaman Rasulullah masih hidup sampai kepada zaman sahabat-sahabat pengganti
Beliau, lalu berlanjut sampai ke zaman Tabi’iin dan zaman Tabi’it Tabi’in, proses untuk
berma’rifat kepada Allah (ma’rifatullah) itu sungguh sangatlah mudah sekali. Hanya dengan :
Mendengar dan menghayati ayat Al Qur’an,
Memperhatikan alam ciptaan, atau
Mendengarkan kalimat-kalimat yang ke luar dari lidah Rasulullah,
dengan serta merta para sahabat Beliau itu bisa langsung berma’rifat kepada Allah, sehingga
merekapun bisa langsung beriman kepada Allah dan mereka bisa pula langsung Ihsan kepada
Allah di dalam shalat mereka maupun di luar shalat mereka.
Saat itu jelas sekali terkesan bahwa mereka bisa menjalankan syariat agama Islam dengan
sangat mudah dan gampang sekali, itu karena mereka
sudah berma’rifatullah terlebih dahulu. Jadi saat itu
hanya ada konsep MA’RIFATULLAH SYARIAT.
Artinya, kita tidak akan mudah untuk melaksanakan
syariat kalau kita tidak berma’rifatullah terlebih
dahulu, dan tidak akan ada gunanya pula kita berma’rifatullah kalau kemudian kita tidak
melaksanakan syariat. Kita sudah merasakan sendiri kesulitan-kesulitan dalam bersyariat
tanpa berma’rifatullah itu. Kalaulah tidak ada kata-kata pamungkas seperti dosa dan neraka,
pahala dan syurga, mungkin banyak di antara kita yang sudah tidak menjalankan syariat lagi
saking sulitnya.
Dan yang terpenting dalam konsep berma’rifat dan bersyariat di zaman itu adalah, bahwa
untuk berma’rifatullah itu sangatlah mudah dan tidak
membutuhkan waktu yang lama bagi kita untuk memahaminya.
Semudah Abu Bakar berucap dengan kalimat “Sadaqta” beliau
kepada Rasulullah. Kita tidak membutuhkan waktu :
bertahun-tahun,
belasan tahun,
bahkan puluhan tahun,
untuk sampai ke kehidupan berma’rifatullah itu.
Akan tetapi sejak 300-400 tahun setelah Rasulullah wafat, mulailah muncul cara-cara
berma’rifat yang baru, yang tidak ada contohnya di zaman Rasulullah, maupun di zaman
para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Cara-cara baru inilah sebenarnya yang dimaksud
Konsep :
Ma’rifatullah Syariat
Berma’rifatullah itu
sangatlah mudah
dan tidak
membutuhkan
waktu yang lama
untuk memahaminya
14. 14
dengan BID’AH di dalam hadist Rasulullah.
Saat itu mulailah muncul konsep yang sangat terkenal dan tetap dipakai banyak orang
sampai sekarang, yaitu SYARIAT-TAREKAT-HAKIKAT-MA’RIFAT (STHM). Dari konsep ini,
kemudian lahirlah berbagai aliran tarekat yang saling mengaku keaslian sanad ajarannya
tersambung sampai kepada Rasulullah. Sebelum sampai ke Rasulullah, sanad ajaran tarekat
itu katanya ada yang lewat jalur :
Abu Bakar Ash Shiddiq terlebih dahulu, dan ada pula yang melalui
Ali bin Abi Thalib terlebih dahulu,
setelah itu barulah keduanya bertemu di tangan Rasulullah. Dari kedua jalur sanad ini, yang
dianggap muktabarah, kemudian berkembanglah menjadi puluhan aliran tarekat yang
masing-masing prakteknya berbeda secara
signifikan satu sama lainnya.
Dalam konsep STHM ini, menjalankan
syariat tidak akan sampai kepada tujuan
akhir yang dituju, yaitu ma’rifat kepada
Allah tanpa terlebih dahulu kita melalui
jalan tarekat dan melewati pula berbagai tanjakan ilmu hakikat. Sehingga tidak jarang orang
yang menjalankan konsep ini tidak pernah sampai-sampai ke tingkatan ma’rifat, walaupun ia
sudah menjalankan praktek STHM itu selama belasan, bahkan puluhan tahun.
Jadi dalam konsep STHM ini, orang yang bersyariat dianggap nilainya kosong tanpa dia
terlebih dahulu melakukan praktek-praktek tarekat tertentu. Sebab tanpa itu ia dihukum
tidak akan pernah bisa menapaki jalan hakikat untuk sampai ke tingkatan maqam yang
tertinggi, yaitu Maqam Ma’rifat.
Sejak zaman itu pulalah mulainya muncul berbagai konsep pemikiran baru seperti:
1. Wahdatul Wujud,
2. Ittihad,
3. Hulul,
4. Baqa-Billah,
5. Nur Muhammad,
6. Insan Kami,
7. Syatahat,
8. Rabitah Mursyid (untuk tarekat),
9. Dan sebagainya.
Akibatnya umat Islampun seperti berada dalam abad kegelapan selama berabad-abad
lamanya. Umat Islam terpuruk menjadi umat yang terpecah belah menjadi golongan-
golongan yang masing-masing golongan saling membenarkan golongannya sendiri. Umat
Islam secara keseluruhanpun merasakan sendiri betapa sulitnya kita untuk bisa menjalankan
Konsep
SHTM :
SYARIAT-TAREKAT-HAKIKAT-MA’RIFAT
15. 15
syariat Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabat Beliau dulu.
Sehingga akibatnya, titel umat Islam sebagai rahmatan lil alamin,
sebagai ULUL ALBAB (Sang Pembaca dan Penguak Rahasia-
Rahasia Allah di Alam Semesta) pun seperti luntur tak berbekas.
Sejak zaman itu, tidak ada lagi penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan,
kedokteran, dan teknologi yang datang dari tangan umat Islam. Umat Islam seperti
dihibernasi, dibekukan oleh Allah. Minan nur ila dzulumat. Dari zaman yang bertaburkan
cahaya yang terang benderang menjadi zaman yang kelam dan gelap gulita. Itu terjadi
berabad-abad lamanya.
Pada zaman modern sekarangpun, selain sudah diganggu oleh konsep-konsep rumit di atas,
umat Islampun tengah di bombardir bertubi-tubi oleh konsep-konsep :
1. Hipnoterapi.
2. NLP.
3. Quantum Energy.
4. Awarenes Healing.
5. Happiness.
6. Loves.
7. Dan sebagainya.
Dengan bantuan media cetak maupun kaca, semuanya itu seperti telah menyihir umat Islam
untuk berduyun-duyun meninggalkan konsep-konsep sederhana yang telah diajarkan oleh
Rasulullah untuk mendapatkan syurga di dunia dan syurga pula di akhirat kelak. Suasana
zaman sekarang ini sudah kembali seperti suasana di zaman Fir’aun dulu yang menguasai
rakyatnya dengan tukang-tukang sihirnya. Dan kesemuanya itu terjadi, karena kekeliruan
umat Islam dalam berma’rifatullah, sehingga yang dijalankan adalah bid’ah-bid’ah yang tidak
ada contohnya di zaman Nabi dalam berma’rifatullah. Sungguh dahsyat sekali akibatnya,
dahsyat sekali.
Sekarang mari kita lihat di mana letak kelirunya konsep-konsep yang telah membawa umat
Islam masuk ke zaman dzulumat tersebut. Semua itu bermula dari kesalahpahaman
beberapa orang penggagasnya dalam memaknai hakikat penciptaan seluruh ciptaan ketika
Allah berfirman "Kun Fayakun", Jadilah maka jadilah ciptaan yang dikehendaki oleh Allah.
Betapa Sulitnya Kita
Untuk Bisa
Menjalankan Syariat
Islam
Tukang Sihir Jaman
Modern
16. 16
Artikel 7 :
Kun Fayakun
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/kun-fayakun/10152625201302977
A. Pertanyaan Pertama
Pertanyaan pertama adalah: “Kepada apa atau siapa Allah menyampaikan kalimat KUN
itu untuk pertama kalinya?”, sehingga kemudian sejak itu wujudlah alam ciptaan Allah
dalam berbagai bentuk dan dimensi (ruang dan waktu). Jawaban dari pertanyaan
pertama ini akan menentukan arah KETAUHIDAN kita kepada Allah. Salah menjawabnya
maka salah pula arah TAUHID kita kepada Allah.
Kalau jawabannya adalah kepada sesuatu yang belum ada, kepada ketiadaan, bahwa
Allah berfirman “KUN” itu kepada ketiadaan, lalu ketiadaan itu berubah menjadi ada,
menjadi ciptaan, maka saat itu juga lunturlah TAUHID kita. Sebab dengan jawaban
kita itu berarti pada saat Awwal itu ada DUA YANG WUJUD, yang ada, yaitu ALLAH
dan KETIADAAN. Ada dua. Ada Allah dan ada Ketiadaan.
Apalagi kalau jawabannya adalah, Allah berfirman kepada sebuah ciptaan, lalu
kemudian ciptaan itu menjelma menjadi ciptaan-ciptaan yang lainnya. Ini lebih tidak
bertauhid lagi. Sebab saat Awwal itu terang-terangan ada dua wujud yang ada, yaitu
Allah dan suatu ciptaan-Nya. Jadi ada dua pada saat awwal itu. Jelas sekali saat itu
juga runtuhlah TAUHID kita.
Padahal Tauhid mensyaratkan bahwa Yang Awwal sebelum adanya ciptaan hanyalah
semata-mata Dzat Yang Tunggal, yang Ahad. Ketiadaanpun tidak ada. Satu ciptaan
sekecil apapun juga tidak ada. Yang ada hanyalah semata-mata Dzat Wajibul Wujud saja.
Sendiri.
Al Baqarah 117
“Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak sesuatu, maka Dia hanya
mengatakan kepada-Nya: Jadilah.., lalu jadilah ia.”
Di dalam berbagai terjemahan al Qur’an dan pembahasan-pembahasan ma’rifat selalu
saja dikatakan kepada siapa Allah berkata KUN itu adalah kepada-nya dengan “n kecil”.
Artinya saat berkata KUN itu, Allah berkata kepada sesuatu selain daripada Dzat-Nya
sendiri. Dengan begitu maka lunturlah Tauhid kita. Oleh sebab itu, orang yang
BERTAUHID akan menjawab pertanyaan pertama itu: bahwa sabda “KUN” itu ditujukan
Allah kepada Dzat-Nya sendiri, karena memang saat itu hanya Dzat-Nya saja Yang Ada.
Yang Wujud. Tiada apa dan siapapun yang ada saat itu selain Dia. Ketiadaanpun tidak
ada. Dzat-Nya adalah Wajibul Wujud.
Engkaulah Dzat yang mendahulukan, , tidak ada Tuhan selain Engkau, Terjemahan
17. 17
Sunan At Tirmidzi Bk 5, 342 (1993)
Pada permulaan Allah swt saja yang ada dan tiada apapun bersama-Nya,
Terjemahan Shahih Bukhari, Vol 9, 381 1987)
Dia hanya mengatakan kepada-nya(Nya): “Jadilah”. Lalu jadilah ia (semua ciptaan),
Al Baqarah 2: 117
Jadi dengan begitu, Allah berkata Kun kepada Dzat-Nya sendiri, lalu dari Dzat-Nya itu
terciptalah semua ciptaan. Ya, semua ciptaan.
B. Pertanyaan Kedua
Pertanyaan kedua adalah: “Apakah KESEMUA Dzat-Nya yang menjadi KESEMUA ciptaan
termasuk RUANG dan WAKTU ?”. Ketepatan kita dalam menjawab pertanyaan kedua ini
amatlah sangat penting sekali. VVIQA (Very Very Important Question and Answer).
Jawaban dari pertanyaan yang kedua inilah yang telah melahirkan berbagai konsep yang
nanti akan mewarnai perkembangan agama Islam dan semua paham dan kepercayaan
yang ada di dunia ini dari dulu sampai dengan sekarang dan yang akan datang. Kenapa
begitu ? Karena jawaban dari pertanyaan yang kedua inilah nantinya yang akan
membawa kita untuk mengetahui HAKIKAT daripada SEMUA CIPTAAN, termasuk
HAKIKAT kita sebagai MANUSIA. Salah dalam jawabannya, maka kita tidak akan pernah
sampai memahami HAKIKAT dari semua ciptaan ini termasuk diri kita sendiri. Dengan
begitu, kita nantinya akan selalu hanya berhenti pada tatanan SIFAT dari ciptaan. Kita
selalu berkutat dan sibuk membahas SIFAT-SIFAT Ciptaan. Kita sibuk membahas sifat
manusia, sifat si fulan, sifat alam, sifat materi, sifat energi, sifat getaran, sifat quantum,
sifat gelombang, sifat partikel, sifat… berbagai ciptaan yang memang tidak terbatas
banyaknya dan ukurannya. Sibuk dan ramai, riuh rendah seperti berbalas pantun.
Karena memang yang terlihat, terdengar, terasa, terbaui, terkecap dengan seluruh
panca indera kita adalah SIFAT-SIFAT dari ciptaan. Kalau dibahas, maka akan ramai sekali
dan tidak akan sampai kepada hakikatnya.
Misalnya, ada yang mencoba membahas hakikat manusia seperti kutipan berikut ini:
a. Hakikat manusia adalah sebagai berikut Google, Pak Guru Online :
Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
18. 18
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati
Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa
hidup di dalam lingkungan sosial.
Atau:
b. Hakikat manusia, Mr. Google:
Manusia merupakan salah satu makhluk Tuhan Yang Maha Esa paling sempurna
diantara makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dikatakan sebagai makhluk Tuhan
yang paling sempurna dikarenakan manusia mempunyai akal pikiran, sehingga
manusia dapat menggunakan akal pikirannya untuk bertindak sesuai dengan etika
dan norma yang berlaku dimasyarakat serta mampu berkomitmen dengan nilai-nilai
yang ada. Selain memiliki akal pikiran manusia juga memiliki jiwa dan roh yang tidak
dapat dipisahkan. Jiwa dan roh tersebut melekat pada tubuh (raga) manusia.
Dengan adanya komponen tersebut, oleh karena itu manusia disebut sebagai
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, selalu berinteraksi dengan sesama
manusia dalam lingkungan sosial dan budaya serta mampu mengolah lingkungan
fisik di sekitarnya.
Semua pembahasan tersebut di atas belum sedikitpun masuk dan menyentuh Hakikat
manusia. Semuanya masih berada pada tatanan membahas sifat manusia. Karena bicara
tentang HAKIKAT kita akan bercerita tentang ESENSI, Yang sebenarnya, yang hakikinya
dari semua ciptaan ini.
Salah dalam BERHAKIKAT maka salah pula kita nantinya dalam BERMA’RIFAT. Pasti. Kita
tidak akan bertemu dengan Sang Wajibul Wujud. Misalnya, kalau kita salah dalam
memahami HAHEKAT manusia, maka akhirnya kita akan :
mema’rifati diri kita sendiri sebagai Tuhan,
mema’rifati Nabi Isa sebagai Tuhan,
mema’rifati alam sebagai Tuhan,
mema’rifati Nur Muhammad sebagai Tuhan,
mema’rifati guru-guru kita sebagai Tuhan.
Salah dalam BERMA’RIFAT, ya beginilah jadinya kita umat Islam saat ini. Kacau-balau,
19. 19
centang-perenang, hiruk-pikuk. Lalu kitapun salah pula dalam beramal. Ini yang sangat
menakutkan sekali.
Untuk lebih jelasnya nanti kita akan melihat kekeliruan dalam berhakikat ini dalam
konsep konsep :
Wahdatul Wujud,
Ittihad,
Hulul,
Baqa-Billah,
Nur Muhammad,
Insan Kami,
Syatahat, dan
Rabitah Mursyid (untuk tarekat),
sehingga banyak pula yang keliru dalam mema’rifatkan diri dan ciptaan. Diri sendiri
dikira Allah, Allah dikira diri sendiri, makanya dalam beragama kita santai-santai saja.
Wong sudah merasa diri Allah. Manusia lain juga dikira Allah, Guru dikira Allah, Nabi Isa
dikira Allah, makanya penghormatan kita kepada manusia lain terutama yang berkuasa
dan perpengaruh kepada kita sangat berlebihan sekali. Bahkan Alam juga dikira Allah,
sehingga melahirkan berbagai acara
penghormtan kepada alam yang aneh-aneh.
Kacau sekali.
20. 20
Artikel 8 :
Sifat - Hakikat – Ma’rifat
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/sifat-hakikat-
ma’rifat/10152626583392977
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kita dapat melihat dan membedakan antara satu
ciptaan dengan ciptaan yang lainnya hanya dengan melihat sifatnya masing-masing.
Manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan sangatlah berbeda satu sama lainnya dengan
melihat sifatnya masing-masing. Karena kalau dilihat secara kimiawi, manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan itu nyaris tidak ada perbedaannya sama sekali. Akan tetapi kita tidak
akan pernah salah dalam membedakan mana yang manusia, mana yang binatang, dan mana
yang tumbuh-tumbuhan kalau dilihat dari sifat-sifatnya. Sebab perbedaan sifat dari setiap
ciptaan itu sangatlah jelas sekali.
Begitu juga kita bisa membedakan mana yang gunung dan mana yang lembah, mana yang
awan dan mana yang langit, mana yang matahari dan mana yang bulan. Kita bisa
membedakan mana yang emas dan mana yang loyang atau perak, mana yang baja dan mana
yang kerupuk. Kita bisa membedakan dengan jelas mana yang pria mana yang wanita, mana
si Kal El dan mana si Godiva, mana yang rakyat dan mana yang presiden. Kita bisa
mengetahui dengan jelas mana yang air dan mana yang minyak.
Untuk bisa memahami sifat-sifat ini kita menggunakan alat yang sudah diberikan oleh Allah
kepada kita yaitu panca indera atau VAKOG dalam istilah modern sekarang. Misalnya, untuk
memahami bentuk dan warna kita menggunakan alat berupa mata untuk melihatnya
(visual). Untuk memahami bunyi dan tetabuhan kita menggunakan telinga untuk
mendengarkannya (auditory), dan seterusnya. Selama kita masih menggunakan VAKOG ini
untuk memahami alam ciptaan, maka yang akan kita temukan adalah sifat-sifat dari ciptaan
itu. Kita tetap hanya ketemu sifatnya, bukan hakikatnya. Sebab hakikat berbicara tentang
suatu esensi atau unsur asazi di sebalik sifat. Sesuatu yang tidak terdeteksi dengan
menggunakan VAKOG. Sesuatu yang tidak bisa dipikirkan, sesuatu yang tidak bisa dibahas.
Sesuatu yang hanya bisa kita percayai dan yakini. Sesuatu yang hanya bisa kita INGAT
(DZIKIR) akan “keberadaannya, wujudnya”, tanpa kita harus memikirkan seperti apa
bentuknya, rupanya, warnanya, suaranya, rasanya, baunya, getarannya, gelombangnya,
materinya, dan bilangannya. Kita hanya berkata: Ada ! Kita hanya bisa mengangguk dan
tersenyum mengiyakannya.
Contoh perjalanan ilmu untuk mencari hakekat ini adalah:
Kita bisa membedakan dengan jelas mana yang meja atau kursi, mana yang sandal jepit,
dan mana yang kain baju yang kita pakai. Karena sifatnya masing-masing memang berbeda.
21. 21
Akan tetapi kalau kita perhatikan dengan teliti, hahekat dari meja dan kursi itu adalah KAYU,
hakikat dari sandal jepit itu adalah GETAH, dan hakikat dari kain baju adalah KAPAS.
Artinya dengan melihat meja, sendal jepit, dan kain, kita tahu di sebaliknya ada esensi dari
masing-masing benda itu, yaitu kayu adalah esensi dari kursi, getah adalah esensi dari sendal
jepit, dan kapas adalah esensi dari baju. Jadi, dengan melihat sifat-sifat dari sebuah ciptaan,
kita sudah tahu apa hakikat di sebalik ciptaan itu. Untuk contoh ciptaan seperti di atas, kita
tahu bahwa hakikatnya adalah kayu, getah, dan
kapas.
Dengan mengetahui bahwa hakikat dari meja,
sendal jepit, dan baju adalah kayu, getah, dan
kapas, maka kitapun segera tahu bahwa kayu kayu,
getah, dan kapas itu berasal dari POHON. Maka
posisi pohon di sini disebut sebagai alamat terakhir
bagi untuk berhenti berpikir. Akhir dari ilmu
pengetahuan kita untuk mengetahui hahekat dari sebuah benda yanng sifat-sifatnya bisa
saja berbeda, tetapi hahekatnya ternyata sama. Kalau hakekatnya sama maka, disitulah kita
berhenti berpikir, kita telah berma’rifat kepada POHON itu sebagai pemilik dari hahekat itu,
sebagai pemilik dari esensi itu.
Begitu kita melihat meja sesuai dengan sifat-sifatnya, maka kita pun segera mengetahui
bahwa hakikat dari meja itu adalah kayu, sehingga kitapun segera sadar bahwa asalnya
ternyata adalah dari POHON. Dengan melihat meja, kita berma’rifat kepada POHON. Dengan
melihat sendal jepit, kita berma’rifat kepada Pohon. Dengan melihat kain, kita berma’rifat
kepada POHON.
Akan tetapi karena ini hanya contoh saja, pohon belumlah ma’rifat yang sebenarnya, karena
pohon masih bisa dibahas, dikuliti sampai ke sel-selnya. Kita masih bisa berselisih paham
tentangnya. Ini hanya contoh bagaimana kita memperjalankan kesadaran kita saja untuk
mencari apa yang ada di sebalik sebuah sifat ciptaan. Lanjutkan saja sampai kepada bertemu
hakekat yang sebenarnya.
Kalau dalam memahami hakekat itu kita belum menemukan hal yang sama, kita masih
bertengkar, kita masih berbual, kita masih riuh rendah, maka artinya kita belum sampai
kepada hakekat itu sendiri. Berarti kita masih berada pada pembahasan sifat-sifat, dan sifat
itu banyak ! Dengan begitu, kita tidak akan pernah sampai untuk berma’rifat. Kalau tidak
berma’rifat, maka kita tidak akan pernah bisa beribadah dan beramal saleh dengan tenang
dan bahagia. Tenang dan bahagia yang sesungguhnya. Bukan tenang dan bahagia yang
artificial dengan cara kita mengolah tenang dan bahagia itu melalui olah pikiran kita seperti
yang dilakukan dalam praktek-praktek hipnoterapi dan dzikir ala tarekat-tarekat tertentu.
22. 22
Seperti itu pulalah eratnya hubungan antara Semua Ciptaan dengan Allah Sang Pencipta.
Semua Ciptaan adalah sifat, dan Allah adalah titik akhir dari pikiran kita untuk berma’rifat.
Setiap orang (yang percaya), kalau ditanya siapa yang menciptakan bumi dan langit ini, maka
jawabannya pastilah sama, yaitu Allah. Itu sudah benar. Akan tetapi Allah yang kita maksud
itu sangat-sangat tergantung kepada pemahaman kita tentang HAKIKAT daripada semua
ciptaan itu. Sebab HAKIKAT adalah sebuah jembatan yang sangat penting bagi kita yang akan
menghubungkan SIFAT dengan MA’RIFAT. Salah memaknai hakikat (esensi) dari semua
ciptaan (sifat), maka salah pula kita dalam berma’rifat. Salah dalam berma’rifat, maka salah
pulalah arah kita dalam beribadah atau bersyari’at.
Jadi hubungan itu adalah sbb: SIFAT – HAKIKAT – MA’RIFAT – lalu SYARI’AT.
SIFAT
HAKIKAT
MA’RIFAT
SYARI’AT
Ketika kita berhasil menemukan hakikat atau esensi dari semua ciptaan ini, maka berarti saat
itu juga kita akan berhenti untuk berdebat. Kita akan berhenti dalam memperdebatkannya.
Kita hanya akan tersenyum penuh arti. Akan tetapi, selagi kita masih sering berdebat dan
bertengkar, maka saat itu artinya kita masih berada pada tatanan pembahasan sifat demi
sifat dari ciptaan ini. Dan perdebatan itu tidak akan pernah selesai.
Contohnya, karena keliru dalam memaknai hakekat manusia, maka manusiapun dikatakan
sebagai keturunan kera. Dari Mr. Google:
“Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang
spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.
Evolusi menurut para ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok
berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu :
a. Pertama, tingkat pra manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg Afrika
Selatan pada tahun 1942 yang dinamakan fosil australopithecus.
b. Kedua, tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang
disebut pithecanthropus erectus.
c. Ketiga, manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang
sudah digolongkan genus yang sama, yaitu Homo walaupun spesiesnya dibedakan.
Fosil jenis ini di neander, karena itu disebut homo neanderthalesis dan kerabatnya
23. 23
ditemukan di Solo (homo soloensis).
d. Keempat, manusia modern atau homo
sapiens yang telah pandai berpikir,
menggunakan otak dan nalarnya.
Beberapa Definisi Manusia… dan seterusnya…”
(kutipan dari sebuah blog)
Ramai sekali…
24. 24
Artikel 9 :
Paham Wahdatul Wujud
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/paham-wahdatul-
wujud/10152628874767977
Kalau membaca buku-buku tentang paham ini, akan lama dan sulit untuk dimengerti, akan
tetapi kita akan mencoba mengupasnya dengan sederhana tapi tajam. Intinya adalah
sebagai berikut:
Paham ini mengganggap bahwa SELURUH Dzat-Nya kemudian terzahir menjadi SEMUA
ciptaan-Nya. Seluruh alam ciptaan ini berasal dari Seluruh Dzat Allah yang menjelma menjadi
seluruh ciptaan-Nya. Jadi yang menjadi pusat perhatian di sini adalah kata SELURUH atau
SEMUA. Sehingga muncullah kesimpulan bahwa Alam dan seluruh isinya adalah sama
dengan Allah. Jadi Allah itu adalah kesemua ciptaan, kesemua ciptaan itu adalah Allah. Satu
dalam ramai, ramai dalam satu.
Dalam paham ini, karena seluruh Dzat-Nya, berarti Allah itu sendiri terzahir menjadi ciptaan.
Maka Allah itu adalah hakikat Alam. Tidak ada di sana perbedaan diantara Wujud yang
Qadim yang digelari Khalik itu dengan wujud yang baru dan yang dinamai makhluk. Tidak ada
perbedaan abid dan Ma’bud. Bahkan abid dan Ma’bud adalah satu.
Wahdatul Wujud tidak membedakan diantara manusia dengan Allah ataupun diantara alam
dengan Allah. Yang membedakannya hanyalah huruf besar dan huruf kecil dipermulaan
katanya saja. Misalnya, Aku dan aku, Dia dan dia, Engkau dan engkau. Huruf besar
dipermulaan adalah untuk Allah dan huruf kecil adalah untuk manusia. Makanya sering
muncul kata-kata seperti:
“aku adalah Dia…”,
“engkau adalah Engkau…”,
“aku adalah Aku…”
Dari paham wahdatul wujud ini kemudian berkembanglah paham-paham turunannya yang
lain, yaitu:
1. ITTIHAD : bahwa pada puncak pencapaiannya, manusia pada akhirnya akan bersatu
dengan Allah. Fana Fillah. Maqam yang didapatkannya adalah maqam Ainiyah (Dzat
Allah keseluruhan).
2. HULUL : ketika dalam keadaan ITTIHAD (bersatu dengan Allah), terjadi pula penyerapan
Roh Allah ke dalam diri manusia. Allah kemudian menjelma menjadi manusia, seperti
yang dipakai dalam konsep ketuhanan Kristus di dalam agama Kristen.
25. 25
3. BAQA-BILLAH : dalam konsep ini besi yang disimbolkan sebagai manusia dan api yang
yang panas yang disimbolkan sebagai Allah. Ketika besi itu dimasukkan ke dalam api,
maka besi itu sudah menjadi api, tiada perbedaan lagi antara besi dan api. Panas. Tiada
perbedaan lagi antara manusia dan Allah. Sama.
4. SYATAHAT : yaitu munculnya pengakuan dari mulut mereka ketika mereka mengalami
ekstasis bahwa mereka adalah Allah :
a. "Akulah Al Haq (Al Halaj); Siti Jenar tidak ada, yang ada adalah Allah (Syech Lemah
Abang)."
b. "Akulah Tuhan (Nasim al Halabi); Yang ada dalam jubahku adalah Allah (Asy Syibli)."
c. "Subhani… subhani (Abu Yazid Al Bustami); Jadilah aku Maha Kuasa atas segala
sesuatu (Abu Al Gais)."
d. Jalan wali-wali berusaha kepada kesatuan dan dengan itu selalu berada dalam
kemabukan (Ahmad Sirhindi)
Karena keliru dalam memaknai hakikat manusia dan alam, bahwa SELURUH Dzat Allah
tercipta menjadi SEMUA ciptaan, maka Allah menjadi sangatlah kecil sekali, sebesar alam ini
saja. Walaupun alam ini sangatlah besar, tetapi alam ini tetap bisa dibayangkan. Sehingga
ketika kita mengucapkan Allahu Akbar, tidak ada kesan apa-apa yang muncul di dalam dada
kita. Biasa-biasa saja.
Pengakuan bahwa kita ini adalah Allah muncul ketika kita bisa merasakan keluasan yang
amat sangat, seluas alam semesta. Sebab dengan memakai teknik-teknik meditasi tertentu,
kitapun bisa merasa seperti sudah menjadi alam semesta yang sangat luas. Dan itu ada
RASANYA. Ekstasis, Karam. Dan saat ekstasis itulah pengakuan-pengakuan itu muncul
dengan sangat mudahnya. Kita akan mengaku menjadi Allah. Sebab kita “merasa”
kemanapun kita menghadap di dalam keluasan itu, yang ada adalah diri kita sendiri yang luas
itu. Luas sekali, seluas alam semesta. Karena kita mengganggap bahwa Dzat Allah juga
adalah seluas alam semesta, sementara dalam dzikir atau meditasi yang kita lakukan kita
sudah menjadi alam semesta itu, maka dengan seketika juga kita bisa berkata dengan
mudah “akulah Allah”, akulah Al Haq, maha suci aku.., dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan
seperti ini disebut sebagai SYATAHAT.
Karena mengaku, apalagi pengakuan kita itu adalah mengakui diri kita sendiri sebagai Allah,
sebagai Kebenaran Mutlak, Kemahasucian, maka kitapun akan disiksa oleh pengakuan kita
itu sendiri. Al Halaj, Siti Jenar, Hamzah Fansuri, pada puncak siksaan itu, merekapun harus
musnah. Mati dibunuh. Sehingga dengan mati begitu, merekapun bisa merasa lepas dari
penderitaan. Bebas dan merdeka. Karena memang menyandang-nyandang, memikul-mikul,
membawa-bawa pengakuan itu kemana-mana, yang seharusnya bukan milik mereka,
sungguh alangkah beratnya. Berat sekali. Iblis yang hanya mengaku lebih baik dari Adam
saja, siksaannya begitu berat. Dan siksaan yang diterima iblis itu akan tetap abadi, sampai
26. 26
waktu yang telah ditentukan oleh Allah.
Lalu selangkah lagi, kitapun akan tidak menjalankan syariat setelah itu. Kita tidak bisa lagi
untuk shalat dan melakukan ibadah-ibadah lainnya. Shalat itu khan tujuannya untuk
menyembah Allah, mengingat Allah. Masak Allah menyembah Allah, yaa sulit sekali rasanya.
“Masak jeruk makan jeruk”, kata sebuah iklan. Makanya penganut Paham Wahdatul Wujud
ini pada akhirnya banyak yang tidak shalat. Kalau hasil dari belajarnya yang membutuhkan
waktu sekian lama itu adalah kita tidak shalat, khan kita lebih baik tidak shalat dari sekarang
saja. Tidak perlu buang-buang waktu dalam mempelajarinya. Toh akhirnya tidak shalat juga.
Yang sangat dipentingkan dalam paham ini adalah Dzikir sebanyak-banyaknya dengan cara
mengulang-ngulang kalimat-kalimat thayyibah tertentu dan tambahan-tambahan lainnya
yang fungsinya serupa dengan mantra-mantra dalam aliran esoteris lainnya.
27. 27
Artikel 10 :
Paham Nur Muhammad
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/paham-nur-
muhammad/10152632725567977
Paham Nur Muhammad ini juga tidak kalah rumitnya kalau kita membaca dari buku-buku
yang banyak beredar saat ini. Padahal intinya sederhana saja. Bahwa sebelum Allah swt
berfirman “Kun”, SEPARUH (SETENGAH) dari Roh atau Nur-Nya menjadi Roh ataupun Nur
Muhammad. Maka apabila kemudian Allah swt berfirman “Kun”, Allah menujukan Sabda-
Nya itu kepada Roh ataupun Nur Muhammad. Dan dari Nur Muhammad itulah kemudian
semua ciptaan tercipta. Maka dengan begitu Roh ataupun Nur Muhammad boleh dikatakan
sebagai Unsur Hakiki ataupun HAKIKAT dari semua ciptaan.
Dilihat dari sisi ilmu tauhid, paham ini sudah ke luar dari tauhid. Sebab ketika Allah mulai
mencipta dengan sabda KUN, saat itu “sudah ada” dua wujud yang ada. Ada Allah dan ada
Nur Muhammad. Allah bersabda KUN kepada Nur Muhammad, lalu kemudian seluruh Nur
Muhammad pun berubah menjadi seluruh Ciptaan.
Padahal tauhid mensyaratkan bahwa Wujud Yang Awwal, wujud yang ada sebelum Allah
berkata KUN, hanyalah semata-mata Dzat Allah Yang Maha Indah, Dzat Dia Yang Maha
Agung. Dzat Wajibul Wujud. Dzat Semata Wayang. Ketiadaan saja tidak boleh ada atau exis
saat itu. Ciptaan walau sekecil apapun juga tidak boleh ada, apalagi kalau ada wujud yang
lain yang sebanding besarnya dan serupa dengan dia yaitu Nur atau Roh Muhammad. Mau
tidak mau, kalau ingin bertauhid tentunya, Nur Muhammad inipun haruslah tidak ada. Wajib
tidak ada. Kalau masih ada maka kita akan kehilangan tauhid kita kepada Allah. Karena
menurut paham ini Allah telah membelah Diri-Nya menjadi dua bagian. Separuhnya tetap
menjadi Diri-Nya dan separuhnya lagi menjadi Nur Muhammad. Lalu kepada separuh Diri-
Nya yang sudah menjadi Nur Muhmmad itulah Dia berfirman KUN. Sehingga kemudian dari
Nur Muhammad itulah terciptanya semua ciptaan.
Dengan begitu, peran Nur Muhammad menjadi sangat sentral dan penting sekali. Sebab
paham ini mensyaratkan bahwa HAKIKAT, ESENSI, UNSUR ASASI dari semua ciptaan ini
adalah Nur Muhammad. Kalau begitu, kita mau BERMA’RIFAT kepada apa dan siapa??
Kepada Muhammad kah atau kepada Allah kah?
Pastilah kita tidak akan pernah bisa berma’rifat kepada Allah, sebab kita masih belum berada
pada tatanan Hakikat yang sebenarnya dari semua ciptaan ini. Nur Muhammad masih bisa
dipertentangkan, masih bisa diperdebatkan. Kita masih harus mencari-cari Nur Muhammad
itu di dalam WIRID kita yang banyaknya bisa ratusan ribu kali dengan “menyebut-nyebut”
(baik jahar maupun sirr) beberapa kalimat thayyibah seperti tasbih, tahlil, tahmid, dan
28. 28
takbir. Kemudian dalam wirid itu bisa pula ditambah-tambahi dengan kalimat-kalimat
lainnya yang diijazahkan oleh guru atau mursyid yang mengajarkannya kepada kita.
Kira-kira tepatkah kalau saat kita melakukan wirid itu, yang isinya memuja-muji Allah, tetapi
di dalam niat kita, di alam ingatan kita, dalam ma’rifat kita, malah kita sedang mengharap-
harapkan munculnya Nur Muhammad yang terang benderang di depan mata (mata hati)
kita? Dan itupun harus kita lakukan berlama-lama, bahkan bisa bertahun-tahun. Kita akan
menjadi sibuk tak karuan. Tapi tujuannya adalah agar kita bisa melihat Nur Muhammad.
Banyak akhirnya kita yang patah di tengah jalan. Kita menyerah dan akhirnya merasa masa
bodoh. Karena memang sulit sekali untuk melakukannya. Hanya orang-orang yang selevel
Mursyid saja yang katanya bisa mencapai tingkatan ini. Orang awam mana bisa.
Padahal tentang posisi Nabi Muhammad sendiri Allah sudah mewanti-wanti di dalam Al
Qur’an:
Dia mendapatimu (Muhammad) sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan
petunjuk (Ad Dhuha 93: 7)
Katakanlah, “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku (Muhammad) ini hanya seorang manusia
yang menjadi Rasul?”, (Al Israa’ 17: 93).
Dan sekiranya aku (Muhammad) mengetahui yang ghaib tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan (Al A’raaf 7: 188)
Dan banyak sekali ayat-ayat al Qur’an dan Al Hadist yang menyatakan bahwa Beliau
hanyalah Rasul dan Pesuruh Allah. Tidak Lebih dari manusia biasa seperti kita, hanya saja
Beliau diberi Wahyu oleh Allah. Bahkan ketika Rasulullah wafat dan banyak diantara sahabat
yang tidak mempercayainya, sayyidina Abu Bakar ra berkata: “Siapa yang menyembah
Muhammad, ketahuilah Muhammad sudah wafat. Tetapi siapa yang menyembah Tuhan
Muhammad, maka Dia (Allah) kekal abadi”.
Walaupun Beliau memang diturunkan oleh Allah kemuka bumi ini sebagai rahmatan lil
‘alamiin, tapi maknanya bukanlah dengan beliau menjadi Nur Muhammad. Bukan. Nanti
pada bagian yang lain kita akan lihat bagaimana fungsi Beliau sebagai rahmatan lil ‘alamiin
ini dengan lebih dalam.
29. 29
Artikel 11 :
Paham Insan Kamil
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/paham-insan-kamil/10152632730767977
Paham insan kamil ini juga bertumpu kepada paham Nur Muhammad, tapi dalam pola yang
berbeda. Di sini, kesempurnaan insan kamil itu pada dasarnya disebabkan karena pada
dirinya Tuhan ber-tajalli secara sempurna melalui hakikat Nur Muhammad (al-haqiqah al-
Muhammadiyah). Hakikat Muhammad (nur Muhammad) merupakan wadah tajalli Tuhan
yang sempurna dan merupakan makhluk yang paling pertama diciptakan oleh Tuhan.
Kemudian dari Nur Muhammad inilah tercipta seluruh ciptaan yang lainnya. Oleh sebab itu
Nabi Muhhammad disebut juga sebagai Insan Kamil. Manusia sempurna dan paripurna.
Inti paham ini adalah, bahwa kemudian, seseorang bisa pula mencapai derajat Insan Kamil
ketika Ruh Nabi Muhammad saw bisa menyerap atau menyusup ke dalam ke dalam
tubuhnya. Begitu diyakininya Ruh Muhammad telah menyusup ke dalam dirinya, maka
diapun dianggap sudah menjadi Insan Kamil. Biasanya yang bisa mencapai taraf Insan Kamil
ini adalah guru-guru tarekat, dan Syech-Syech tertentu saja, yang dianggap oleh para
muridnya sebagai wali Allah.
Penganut paham ini meyakini bahwa tegaknya alam ini oleh keberadaan Insan Kamil ini. Dan
alam ini akan tetap terpelihara selama Insan Kamil (manusia sempurna) ini masih ada. Insan
Kamil atau hakekat Muhammad lalu menjadi sumber dari seluruh hukum, kenabian, semua
wali atau individu manusia sempurna. Wah sekali.
Cuma saja yang sungguh mengherankan adalah bagaimana bisa Ruh Nabi Muhammad yang
suci dan maksum itu bisa menyusup ke dalam jasad manusia biasa yang sudah tentu banyak
dosa, kotor, dan jauh dari kemuliaan ini? Tidak ada satupun dalil yang berasa dari Nabi
ataupun Al Qur’an yang mendasari konsep dari paham ini. Makanya kata-kata yang sangat
diperhatikan oleh penganutnya adalah kata-kata guru atau syechnya yang membawa paham
ini.
Untuk bisa memahami dan mengalami sendiri realitas dari konsep Wahdatul Wujud, Nur
Muhammad, dan Insan Kamil ini sangatlah sulit sekali. Kita memerlukan bantuan dari orang-
orang yang mengaku punya otoritas untuk itu. Dia adalah orang-orang yang sudah duduk di
maqam yang sangat wah itu, seperti :
maqam Wahdatul Wujud (Ittihad, Hulul, Baqa dan Fana Billah, Syatahat), atau
maqam Nur Muhammad, atau
maqam Insan Kamil (kesusupan Ruh Nabi Muhammad).
Untuk urusan inilah kemudian muncul konsep perantara, yaitu pribadi-pribadi yang disebut
sebagai MURSYID, yang Kamil Mukamil pula. Mursyid inilah nantinya yang berperan untuk
30. 30
mengantarkan ruhani kita ke maqam-maqam yang lebih tinggi sampai ke maqam bersatu
dengan Allah, Nur Muhammad, atau Insan Kamil. Dan inilah kemudian yang akan
melangengkan paham berikutnya, Paham Rabitah Mursyid, sampai sekarang.
31. 31
Artikel 12 :
Paham Rabithah Mursyid
https://www.facebook.com/notes/yusdeka-putra/paham-rabithah-
mursyid/10152633721292977
Dalam paham ini, ada sekelompok orang yang mengaku atau dianggap sebagai sosok yang
punya otoritas atau silsilah ilmu yang berasal dari gurunya, guru dari gurunya, buyut gurunya
dan guru-guru yang seterusnya yang konon akhirnya tersambung kepada Rasulullah saw.
Sebutan untuk guru itu biasanya adalah Syekh atau Mursyid. Mursyid yang terbaik biasanya
disebut sebagai Mursyid Kamil Mukamil yang Waliyyam Mursyida, yang dapat memberi
petunjuk. Hanya dengan bantuan Mursyid inilah seseorang baru bisa meningkatkan taraf
pencapaian rohaninya ke tingkat yang lebih tinggi, sampai kemudian terbukanya pintu
Ma’rifatullah kepadanya. Cara-cara yang dibawa oleh Mursyid itulah kemudian yang dikenal
dengan nama Tarekat. Saat ini jumlah tarekat sangatlah banyak, masing-masing dengan ciri-
ciri khasnya sendiri-sendiri.
Kalau kita bersedia untuk masuk ke dalam sebuah tarekat dan berkenan mengikuti seorang
Mursyid, terlebih dahulu kita harus mau berbai’at kepadanya. Bai’at itu biasanya dengan
syarat-syarat tertentu, mulai dari yang ringan seperti sekedar bersalaman tangan, sampai
dengan syarat-syarat yang lebih berat seperti mandi kembang di tengah malam yang sangat
dingin, dan menyediakan berbagai syarat tambahan lainnya, tergantung pada tarekat mana
yang akan kita masuki.
Selesai berbai’at, maka barulah kita akan diberitahu latihan-latihan atau riadah-riadah yang
harus kita lakukan. Kita akan diberikan talqin dzikir-dzikir tertentu oleh Sang Mursyid untuk
kita wiridkan dengan jumlah tertentu setiap habis shalat, setiap waktu, setiap hari.
Jumlahnya bisa puluhan ribu sekali putaran.
Sebelum dzikir dilakukan, maka kita sebagai murid harus terlebih dahulu melakukan prosesi
Rabitah Mursyid, yaitu kita membayangkan wajah Sang Mursyid yang ada di depan kita
sambil kita memejamkan mata. Kita berkonsentrasi kepada wajah Sang Mursyid. Lalu beliau
akan menyebutkan silsilah ajaran tarekat tersebut sampai nantinya berujung pada Rasulullah
saw. Dengan harapan saat itu juga terjadi sambungan rohani antara kita dengan Sang
Mursyid, dan dengan Mursyid-Mursyid lainnya sebelum guru kita, lalu tersambung sampai
kepada Rasulullah saw. Setelah itu barulah kita mambaca wirid-wirid yang diperintahkan.
Setiap mau berdzikir harus begitu, membayangkan wajah guru mursyid kita terlebih dahulu,
rabithah mursyid.
Pada tarekat tertentu, proses awal dari dzikir/wirid itu bisa pula dilakukan di tempat-tempat
khusus yang disebut sebagai tempat SULUK. Lamanya bisa sebulan dengan lebih dan
32. 32
kurangnya. Kita berdzikir di dalam kelambu yang sudah dilengkapi dengan kasur dan bantal.
Selama proses itu kita harus berdzikir di dalam kelambu itu dengan jumlah tertentu,
termasuk melakukan shalat-shalat sunnah. Kita hanya ke luar dari kelambu itu saat shalat
wajib dan mandi saja. Sedangkan makan dan minum, dengan menu makanan yang sangat
sederhana, tetap kita lakukan di dalam kelambu tempat suluk itu. Sang Mursyid akan
mengawasi hasil-hasil yang kita dapatkan dalam berdzikir itu dengan teliti.
Dzikir pertama yang harus kita lakukan biasanya adalah dzikir JAHAR (LISAN), "Laa ilaha
illallah", atau "Allah-Allah", sekian ribu kali. Bisa pula saat kita mengucapkan dzikir jahar itu
kita berkonsentasi kepada Lathaif-lathaif yang ada di sekitar dada kita, mulai dari lathifatul
qalbi, yang ada didekat jantung (2 jari di bawah susu kiri, 2 jari lagi kearah tengah dada ),
sampai dengan lathaif lainnya seperti latifatul roh, latifatul sirri, latifatul khafi, latifatul
akhfa, latifatun nafsun natiqah, dan latifatul kullu jasad. Fungsi Lathaif ini mirip dengan
fungsi CAKRA dalam meditasi dari India.
Setelah Dizikir Jahar ini dilakukan sehari atau dua hari, dengan irama yang sangat monoton,
dan dalam keadaan fisik yang mulai lelah dan lemah, maka pada suatu tahap, kita mulai
merasakan getaran-getaran menyelimuti tubuh kita. Tidak jarang kita akan menangis histeris
sampai tubuh kita bergetar hebat. Kadang-kadang gerakan tubuh kita itu liar dan tidak
beraturan. Keadaan ini bisa berlangsung cepat dan bisa pula berlangsung sehari atau dua
hari. Diakhir getaran itu biasanya ada yang seperti mau naik dari ulu hati kita keatas. Saat
dorongan itu muncul, kita akan berkata "HU" atau "HAK" secara berulang ulang. Kemudian
setelah itu kita akan menjadi tenang untuk beberapa saat.
Saat tenang itulah kemudian kita melanjutkan dzikir kita dengan dzikir qalb, yaitu dengan
cara menyebut Nama Allah di dalam hati, latifah qalbi. Lidah dinaikkan ke langit-langit, dan
ucapan Allah ditumpukan ke dalam qalbu tanpa bersuara sedikitpun. Dzikir qalbi inipun
harus kita lakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Berhari-hari.
Sampai kemudian kita bisa melakukan dzikir sirr atau dzikir wuquf, di sini sudah tidak ada lagi
bacaan yang kita baca. Kita hanya tetap menjaga hati/qalbu kita kepada Allah. Sampai Allah
membukakan kepada kita rahasia-rahasia kedekatan kita dengan Allah seperti:
1. Muraqabatul Itlak (muthlak) :
a. Meyakini dilihat oleh Allah,
b. Meyakini perkataan kita didengar oleh Allah,
Pasti kelakuan kita diketahui oleh Allah.
2. Muraqabatul Ahdyatul Af’aal : mengintai dengan hati sanubari kepada A’faal Allah
(Keesaan perbuatan Allah) sambil menunggu limpahan karunia Allah (faid pertama).
3. Muraqabatul Ma’iyyah : mengintai dengan mendalam makna Allah bersama dengan
kita; menanti faid ke dua (limpah karunia Allah) di 4 lataif : latifatur roh, latifatuus sir,
33. 33
latifatul khafi, latifatul akhfa.
4. Muraqabatul Aqrabiyyah : mengintai bahwa Allah memberi kehampiran zat-Nya kepada
hamba yang dikasihinya; menanti limpahan ke-3 pada nafsu radhiyah.
5. Muraqabatul Abdiyyatuzzat : mengintai Zat Allah yang Maha Esa; menanti limpahan ke-
4 pada nafsu Mardiyyah pada kejadian air, api, angin.
6. Muraqabatuzzzaati sharf wal bahri : mengintai zat Allah semata-mata; menanti
limpahan pada nafsul ‘ubudiyah pada unsur tanah.
Setelah selesai dan matang dalam dzikir jahar, dzikir qalb, dan dzikir sirr dan sudah pula
mencapai tingkatan muraqabah kepada Allah, maka barulah kita bisa setapak demi setapak
memasuki berbagai maqam Ma’rifatullah seperti:
Maqam Musyahadah : dapat nikmat hati merasakan berpandang-pandangan dengan
Allah
Maqam Muqabalah : dapat nikmat hati merasakan berhadap-hadapan dengan Allah
Maqam Mukasyafah : dapat nikmat hati merasakan melihat kepada ‘alamulgaibul gaib
atau rahasia Allah.
Maqam Mukafahah : dapat nikmat hati merasakan berkasih-kasihan dengan Allah.
Maqam Fanaafillah : dapat nikmat hati merasakan lenyap pada mengenal Allah.
Maqam Baqaabillah : dapat nikmat hati merasakan berkekalan beserta Allah, kekal abadi
beserta dengan Allah.
Hasil muraqabah dan maqam-maqam ini sangat tergantung kepada paham apa yang kita
anut ketika kita mulai masuk dan berdzikir dalam sebuah aliran tarekat. Kalau tarekatnya
berpaham Wahdatul Wujud, maka hasilnya adalah seperti yang telah diterangkan dalam
Paham Wahdatul Wujud. Kalau Tarekatnya berpaham Nur Muhammad, maka hasilnya juga
akan berbeda. Begitu juga dengan yang berpaham Insan Kamil. Hasilnya masing-masing
punya karekateristiknya masing-masing pula.
Cuma saja bagi orang awam, untuk mencapai tingkatan seperti ini alangkah sulitnya. Sulitnya
poooll (full). Sibuknya poooll. Lamanya pun poooll. Sehingga dari sekian banyak yang ikut
dalam praktek tarekat itu, rasanya hanya Mursyidnya sajalah yang akan bisa mendapatkan
Maqam-maqam tersebut. Yang lainnya banyak yang tidak kuat. Patah di tengah jalan.
Bahkan ada yang menjadi tidak waras, atau paling tidak ia terjerumus masuk ke dalam alam
khayalan. Karena ia terlalu lama menunggu sesuatu yang tidak jelas. Menunggu tanda-tanda
kewalian, menunggu keajaiban, yang kadangkala bisa sampai belasan tahun lamanya.
Kalau kita berhasil mencapai tingkatan ma’rifatullah seperti di atas, maka kitapun akan
diberi ijazah oleh Sang Mursyid kita. Kitapun dianggap sudah berhak pula mengembangan
tarekat itu melalui sanad kita sendiri. Kita akan ditalqin kembali untuk menjadi seorang
34. 34
mursyid. Lahirlah mursyid yang baru yang nantinya akan mengajarkan ilmu ini kepada
masyarakat sesuai dengan apa-apa yang telah kita dapatkan.
Kalaulah di zaman Rasulullah dan para Sahabat Beliau dahulu Islam ditawarkan kepada umat
dengan cara-cara yang sulit begini, barangkali tidak akan banyak orang yang akan
menerimanya. Seperti kita menjual barang di sebuah warung, tapi barang yang kita jual itu
nantinya akan menyulitkan orang yang membelinya. Tutup itu warung kita. Tidak akan ada
orang yang membelinya. Tapi saat di zaman Rasulullah itu akhirnya orang berbondong-
bondong masuk Islam. Karena Islam yang Beliau tawarkan memang sangat mudah. Iman-
Islam-Ihsan, lalu berlomba-lombalah menuju kebaikan sebagai fungsi ke kekhalifahan kita
masing-masing di muka bumi ini. Yaitu untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, sesuai
dengan kapasitas kita masing-masing yang telah ditakdirkan oleh Allah.
Lalu adakah Alternatif paham lain yang lebih kuat dan gamblang dalam kita belajar dan
memahami HAKIKAT seluruh ciptaan ini, yang akan membawa kita BERMA’RIFAT kepada
Allah ? MA’RIFATULLAH. Yang caranya sederhana, tidak rumit dan sulit. Caranya mudah saja.
Dan itupun sesuai pula dengan hukum-hukum alam yang sudah berkembang saat ini.
Sebab untuk belajar selama belasan tahun seperti di atas alangkah sulitnya. Umur kita
sangat pendek. Bagaimana jadinya kalau kita meninggal sementara kita belum mengenal
Allah? Bagaimana kita mau shalat sementara kita belum kenal dengan Allah yang akan kita
sembah dan kita ingati selalu, baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Jawabannya ada, Ya…. ada…
35. 35
Artikel 13 :
Paham DZATIYAH
https://www.facebook.com/#!/notes/yusdeka-putra/paham-dzatiyah/10152636161227977
Ada sebuah alternatif paham lain untuk memahami HAKIKAT seluruh ciptaan ini yang akan
membawa kita dengan mudah BERMA’RIFAT kepada Allah, MA’RIFATULLAH. Yaitu paham
Dzatiyah atau Lauhul Mahfuz dengan manafakuri perjalanan Isra’ dan Mi’raj Nabi. Bahwa
Beliau diperjalankan menembus 7 lapis langit bertemu dengan nabi-nabi terdahulu.
Kemudian Beliau naik ke Sidratul Muntaha. Lalu Naik ke Arasy yang berada di atas air, di
mana Malaikat Jibril sudah tidak mampu lagi untuk masuk ke dalamnya. Lalu diakhir Arasy
itu, di balik 70 Tabir Nur-Nya, Rasulullah berbicara langsung dengan Allah. Beliau berbicara
dengan Allah di balik TABIR…
Dan dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj inilah kita nantinya akan ke luar dengan sebuah
pandangan tersendiri tentang HAKEKAT dari SEMUA Ciptaan ini:
Bahwa SELURUH Ciptaan ini HAKEKATNYA adalah berasal dari SEDIKIT dari Dzat Allah yang
terzahir menjadi SELURUH Ciptaan. Yaa, hanya sedikit, hanya seukuran setetes atau setitik
air di tengah samudera raya, hanya seukuran sebutir pasir di tengah-tengah padang pasir
yang sangat luas, sajalah dari Dzat Allah yang Maha Besar, yang terdzahir menjadi SELURUH
Ciptaan.. Yaa, hanya SEDIKIT Dzat Allah yang terdzahir menjadi SELURUH Ciptaan.
Pada awalnya hanya Dzat Allah saja Yang Wujud. Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha
Indah. Dialah Dzat Yang Awal yang tiada Awal. Yang lain selain Dzat-Nya tidaklah wujud. Saat
itu KETIADAAN pun tidak wujud. Kalau kita mengatakan saat itu sudah ada KETIADAAN,
maka seketika itu juga kita sudah tidak bertauhid lagi. Sebab di samping WUJUD Dzat-Nya
ada pula WUJUD Ketiadaan. Tidak begitu. Tauhid mensyaratkan Yang Wujud saat itu
hanyalah Sang Wajibul Wujud, yaitu Dzat Yang Maha Indah, yang menyebut Diri-Nya Sendiri
dengan sebutan Allah.
Dia ingin dikenal dan disembah, maka Dia Ciptakan sebuah skenario sandiwara kolosal yang
sangat indah dan maha hebat, yang peran dari masing-masing aktor atau pelakonnya sudah
ditentukan sejak dari awal. Nanti akan ada yang berperan sebagai malaikat, iblis, manusia,
jin, berikut dengan segala sifat-sifatnya masing-masing. Siapa yang akan berperan sebagai
aktor utama, peran pembantu, teknisi, pengatur laku, pengatur cahaya, dan para pemeran
peran-peran yang lainnya. Sudah ditentukan pula lokasi, tempat, hiasan panggung, dan
segala tambahan pemanis lainnya berupa hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung dan
lembah. Sudah ditulis peristiwa-peristiwa yang akan dialami oleh masing-masing pemeran
itu sejak dari awal sampai akhir dari sandiwara itu, the end. Sungguh semua itu adalah
sandiwara belaka bagi Allah.
36. 36
Akan tetapi, yang sangat menakutkan bagi bagi para pemeran masing-masing peran itu
adalah bahwa sandiwara itu adalah kejadian benaran. Kalau sakit, sakitnya benaran, terluka
dan berdarah-darah. Kalau mati, matinya benaran. Kalau bunuh-bunuhan (perang),
perangnya benaran. Hancur, terbakar, terluka, mati. Kalau setting peristiwanya adalah ada
gunung meletus, gempa bumi, tsunami, topan badai, dan bencana alam lainnya, maka
bencananya benaran. Hancur, porak poranda, luluh lantak, mati. Kalau peran baik, baiknya
benaran. Kalau jahat, jahatnya benaran. Semua itu bagi si pemeran akan ada rasanya. Ada
enak, sakit, bahagia, duka, sedih, takut, marah, benci, sayang, cinta. Semuanya terasa
benaran.
Namun syukur alhamdulillah bahwa Allah juga telah menurunkan petunjuk-Nya tentang
bagaimana caranya agar kita sebagai pemeran yang sedang menjalankan peran kita itu tidak
merasakan takut dan khawatir sedikitpun dalam kita menjalankan tugas kita itu. Tentang ini
akan kita bahas pada bagian tersendiri.
Untuk sebagai pertanda bahwa sandiwara itu sudah dimulai, Allah pun berkata “KUN”
kepada sedikit dari Dzat-Nya yang besarnya terhadap keseluruhan Dzat-Nya hanya laksana
“bulan” yang mengambang di langit yang luasnya tak terbatas. Lalu dengan KUN, Dzat-Nya
yang sedikit itu terdzahir menjadi sebuah sistem yang tertutup, panggung sandiwara maha
besar, yang berisikan seluruh Ciptaan didalamnya
KUN, maka antara Dzat-Nya Yang di luar (Yang Sangat Besar, AKBAR) dengan sedikit Dzat-
Nya yang ada di dalam sistem tertutup itu dibatasi oleh TIRAI CAHAYA. Tirai cahaya ini
berguna untuk melindungi semua ciptaan yang terdzahir (dari sedikit Dzat-Nya) di dalam
sistem tertutup itu agar tidak musnah terbakar ketika ia terpandang kepada Dzat-Nya yang
di luar sistem tertutup itu, Dzat Yang Maha Agung.
“Tirai-Nya adalah Nur, dan seandainya terangkat pastilah keagungan Dzat-Nya akan
membakar makhluk yang terpandang oleh-Nya”. Terjemahan Shahih Muslim Bk. 1, 228
(1994).
“Malaikat Jibril a.s berkata bahwa ada 70 tirai Nur yang meniraikan Dzat. Dan sekiranya dia
mendekati tirai Nur yang pertama saja, dia akan binasa”. Al Hadist (Miskatul Masabih) Vol 4.
226 (1994)
Kemudian di dalam sistem tertutup itupun terciptalah sebuah Perencanaan Yang Sangat
Agung. Perencanaan Yang Maha Detail, terhadap serba-serbi dari semua ciptaan yang akan
menghuni sistem tertutup itu. Rencana itu meliputi semua detail dari kejadian dan peristiwa
yang akan dialami dan dilalui oleh setiap ciptaan (mulai dari yang terkecil maha kecil, sampai
kepada yang terbesar maha besar) dalam dimensi RUANG atau UKURAN dan dimensi
WAKTU. Apa-apa yang akan terjadi, di mana akan terjadinya, dan apa hikmah yang
terkandung di sebalik setiap kejadian yang akan menimpa setiap ciptaan itu sudah tertulis
37. 37
dalam sebuah KITAB RENCANA YANG MAHA SEMPURNA yang disebut sebagai LAUHUL
MAHFUZ.
Rencana itu sudah lengkap memuat setiap pergerakan, baik penciptaan dan penghancuran,
dari setiap ciptaan yang terjadi di Lauhul Mahfuz itu mulai dari sejak awal sampai dengan
akhirnya. Karena Lauhul Mahfuz itu adalah ciptaan, maka ia pastilah ada awalnya dan ada
pula akhirnya. Sebab yang abadi hanyalah Dzat Allah semata-mata, baik Dzat-Nya Yang di
dalam sistem tertutup itu maupun Dzat-Nya yang di luar sistem tertutup itu.
KUN, maka terciptalah sebuah plan (Lauhul Mahfuz) yang fungsinya mirip dengan skenario
dalam sebuah Film. Isinya adalah rencana tentang detail WAKTU dan RUANG bagi terjadinya
peristiwa-peristiwa. Di dalam plan itu sudah tertera pula dengan jelas dan lengkap tentang
bagaimana DZAT-Nya yang akan terdzahir menjadi APA dan SIAPA untuk berperan dan
melakukan APA. Rencana itu itu juga sudah merinci magnitute (besarnya, ukurannya,
tingkatnya, jaraknya, jangkauannya, kepentingannya, luasnya, kekejamannya, kejahatannya,
kelembutannya, tahapannya, tarafnya, babaknya, pentas dan panggungnya, pangkatnya,
deretannya, perubahan-perubahan suasananya, hikmahnya, dan sebagainya) atas setiap
peran dari Apa dan Siapa itu. Rencana itu sudah lengkap sekali, dan tidak ada satu detailpun
yang terlupakan. Rencana itu tidak akan pernah berubah. Nanti pada bagian Lauhul Mahfuz
kita akan membahas tentang Skenario Penciptaan ini lebih detail lagi.
KUN, terpampanglah sebuah rencana besar dari sedikit Dzat-Nya yang berada di dalam
sistem tertutup itu (Lauhul Mahfuz) untuk terdzahir menjadi: 70 Tirai Nur, Arasy, Air yang
Masiv, Sidratul Muntaha, Ruh Muhammad, 7 Langit dan Bumi beserta segala isi diantara
keduanya yang salah satunya adalah umat manusia, Penghancuran dan Pemusnahan
kembali Langit dan Bumi beserta isi diantara keduanya berupa peristiwa KIAMAT,
diciptakannya kembali langit dan bumi yang baru, peristiwa berbangkitnya seluruh manusia
di alam Mahsyar, peristiwa berbarisnya seluruh umat manusia menuju Hisab, tentang siapa
orang-orang yang SEDIKIT diantara seluruh umat manusia ini yang akan menempuh jalan
berhisab yang dimudahkan, tentang siapa-siapa yang akan menerima kitab amalannya dari
kanan, dan siapa yang akan menerima kitab amalannya itu dari kiri, tentang siapa-siapa yang
akan diberi SYAFA’AT oleh Rasulullah saw, lalu siapa-siapa yang akan berlama-lama di dalam
Neraka, dan siapa-siapa pula yang akan berlama-lama di Syurga bersama Rasulullah beserta
Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang lainnya serta orang-orang Shaleh dari segala zaman, tentang
Telaga atau Sungai Kehidupan yang akan mencelup para penghuni neraka sehingga mereka
ke luar dari neraka itu dengan muka berseri-seri untuk kemudian masuk ke dalam syurga,
tentang bagaimana semua malaikat, iblis, manusia, dan jin akhirnya akan kekal didalam
syurga selama masih ada langit dan bumi, kecuali kalau Allah berhendak lain.
Sebab segala ciptaan pastilah akan hancur, Yang Abadi hanyalah Dzat-Nya saja. Lauhul
Mahfuz adalah Ciptaan, dan pastilah ia akan musnah.
38. 38
Semua ciptaan-Nya pasti akan musnah kembali apabila Allah membuka 70 Tirai Nur-Nya
kepada segala ciptaan-Nya itu yang berada di dalam Lauhul Mahfuz. Jika tirai terbuka, maka
Lauhul Mahfuz pun kembali SIRNA menjadi Dzat-Nya, karena memang HAKIKAT dari semua
ciptaan itu hanyalah sedikit saja dari Dzat-Nya yang Maha Besar dan Maha Agung. Sehingga
akhirnya yang tinggal hanyalah Dzat-Nya semata-mata. Dialah Dzat Yang Awal dan Dia
pulalah Dzat Yang Akhir. Selain Dzat-Nya pastilah hancur lebur dan sirna.
Sahabat saya “Kidung Alam” telah mengulas karakter dari sistem tertutup itu dari sisi ilmu
alam dengan sangat sederhana:
“Dalam sebuah sistem tertutup, jumlah keseluruhan energy adalah tetap. Atau lebih
dikenal dengan istilah: Energy tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, dan juga materi
tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk saja.
Jadi kalau alam semesta dianggap sebuah sistem tertutup, maka apapun yang ada di
alam ini adalah tetap. Kecuali suatu entitas yang berada di luar sistem, yang bisa
menambah dan menguranginya.
Demikianlah dengan pengandaian sederhana, maka Dzat Allah pastilah ada yang berada
di dalam sistem (alam semesta) dan juga ada di luar sistem. Allah is everywher and
nowhere. Allah ada di luar dan ada di dalam, meliputi semuanya.
Dengan memahami keberadaan Dzat Allah di dalam dan di luar system Alam Semesta
Ciptaan Allah ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam akan dengan mudah diterima.
Namun bila tidak memahami Dzat yang di luar sistem ini, maka memahami postulat ahli
ilmu alam ini akan menjadi tidak masuk akal”.
Dengan memahami Hakekat semua ciptaan seperti ini, maka tanpa rumit-rumit, kita tinggal
selangkah saja lagi untuk berma’rifat kepada Allah, Ma’rifatullah…
39. 39
Artikel 14 :
Lauhul Mahfuz dalam Dimensi RUANG dan WAKTU.
http://yusdeka.wordpress.com/2014/02/20/lauhul-mahfuz-dalam-dimensi-ruang-dan-
waktu-2/
Dzat-Nya Yang sedikit itu kemudian terzahir menjadi Dimensi Ruang dan Waktu yang sangat
terukur bagi-Nya, yang akan dihuni dan diisi oleh semua Ciptaan yang ada di dalamnya.
Untuk dimensi Ruang, besarnya ruangan yang terzahir itu sangatlah besar sekali. Mulai dari
70 Tirai Nur; Arsy; Air yang sangat Masiv; dan Sidratul Muntaha, sampai dengan 7 Lapis Lagit;
Bumi & Alam Semesta Raya yang bisa terobservasi oleh Ilmu Pengetahuan (Observable
universe).
OBSERVABLE UNIVERSE itu memuat JUTAAN Supercluster yang SALAH SATU CLUSTERNYA
adalah LOCAL SUPERCLUSTER; Salah satu Supercluster dalam Local Supercluster itu adalah
VIRGO SUPERCLUSTER yang memuat Jutaan Galactic; Salah satu Galactic yang ada di Virgo
Supercluster itu adalah LOCAL GALACTIC GROUP yang memuat jutaan Galaxy; Salah satu
Galaxy yang ada dalam Local Calactic Group ini adalah MILKY WAY GALAXY yang memuat
Jutaan Solar Interstellar Neighborhood; Salah satu Solar System yang ada dalam Solar
Intersteelar Neighborhood ini adalah Solar System yang kita huni saat ini yang didalamnya
ada plannet-planet yang salah satunya adalah BUMI.
Bagi kita, ukuran Ruang untuk Observable universe ini saja sudah tak terperikan besarnya.
Ukurannya bukan lagi dalam Kilometer, tapi sudah dalam Jutaan tahun perjalanan Cahaya.
Belum lagi ukuran ruang dari Sidratul Muntaha, lalu Lapisan Air Di bawah Arsy, lalu Arasy
sendiri, lalu 70 Tirai Cahaya. Sungguh tak terpikirkan oleh kita besarnya. Dan semua itu
terzahir hanya dari SEDIKIT Dzat-Nya dari Keseluruhan Dzat-Nya Yang Maha Besar. Itu
berasal dari sedikit Dzat-Nya yang seukuran setetes air didalam lautan yang luas, seukuran
sebutir pasir dipadang pasir yang luas, seukuran bulan purnama di dalam Observable
universe.
Untuk Dimensi Waktu, Kurun Waktu sejak dari Allah bersabda KUN, sampai dengan
terciptanya 70 Tirai Nur; Arsy; Air yang sangat Masiv; dan Sidratul Muntaha, sangatlah LAMA
SEKALI. Al Qur’an dan Al Hadist tidak bercerita tentang berapa lamanya proses
pembentukannya. Al Qur’an hanya bercerita tentang lama proses pembentukan 7 Lapis
Langit; dan Bumi & Alam Semesta Raya yang bisa terobservasi oleh Ilmu Pengetahuan
(Observable universe). Yaitu 2 Fase untuk penciptaan 7 Lapis Langit, dan 6 Fase untuk
Penciptaan Bumi dan Kelengkapannya. Totalnya sekitar 8 Fase yang masing-masing Fase itu
seukuran 2 Billion tahun.
Jadi untuk proses penciptaan 7 Lapis langit dan Bumi beserta Observable universe itu adalah
40. 40
sekitar 16 Billion Tahun. Itu belum lagi waktu yang dibutuhkan dalam proses penzahiran
Kiamat, Kehidupan di alam Akhirat, Kehidupan di Syurga dan Neraka. Di mana keabadian di
dalam Neraka dan Syurga itu adalah selama masih ada Langit dan Bumi yang baru yang
diciptakan Allah setelah Kiamat Pertama. Sungguh, durasi waktu untuk kesemuanya itu tak
terukur oleh pikiran kita.
Mau tidak mau kita akan berhenti berpikir tentang Dimensi Ruang dan Waktu atas
kebesaran, ketinggian, dan keluasan Lauhul Mahfuz ini. Dan itupun barulah berasal dari
sedikit dari Dzat-Nya.
Maka dengan Ilmu, tanpa kita harus MENUNGGU-NUNGGU ilham atau wisik, atau apapun
jugalah namanya yang sering ditunggu-tunggu oleh pelaku meditasi dan dzikir-dzikir
tertentu, yang entah kapan kita dapatkan, kitapun akan segera Bermakrifat kepada
Kemahabesaran Allah, Kemahaluasan Allah, Kemahatinggian Allah.
Kita akan bisa bermakrifat sekarang juga. Bukan dengan menunggu-nunggu apa yang
katanya ILHAM, berupa perkataan-perkataan: “Akulah Allah, Akulah Yang Maha Besar," dan
perkataan-perkataan lainnya seperti yang selama ini dicari-cari dan ditunggu-tunggu oleh
para pemraktek meditasi dan dzikir-dzikir tertentu.
Allah, maka Dia berhak MENGAKU kepada kita:
Dzat-Nya adalah Wajibul Wujud. Yang Tiada Permulaan dan Tiada Akhir
Dialah Dzat Yang Awal, Yang Maha Indah.
Dari Sedikit Dzat-Nya, terdzahirlah Semua Ciptaan,
Oleh karena itu Dialah Yang Dzahir
Hakikat di sebalik semua ciptaan, adalah Dzat-Nya, yang tidak terlihat oleh mata,
Maka Dialah Yang Batin.
Dari Dzat-Nya lah tercipta segala sesuatu di Lauhul Mahfuz,
Maka Dialah yang Maha Meliputi segala sesuatu.
Dzat-Nya ada di mana-mana, di setiap ciptaan-Nya
Dzat-Nya bersamamu di manapun kamu berada.
Dzat-Nya lebih dekat dari urat lehermu
Karena Dzat-Nya Meliputi Lauhul Mahfuz, maka:
Dialah Yang Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengawasi, Maha Mengetahui,
Yang Maha Berkuasa atas segala apapun juga yang berada di dalam Lauhul Mahfuz itu.
Karena Lauhul Mahfuz adalah ciptaan, padahal segala sesuatu selain Dzat-Nya akan
musnah, maka ketika semuanya sudah musnah, yang akhir hanyalah Dzat-nya,
Sungguh Dialah Yang Akhir.
41. 41
Dialah Yang Awal dan Dialah Yang Akhir.
Dengan memahami Hakekat semua Ciptaan ini adalah berasal dari sedikit dari Dzat-Nya,
maka dengan mudah pula kita akan bermakrifat kepada Allah:
Tidak ada siapapun yang tahu bagaimana rupa Allah swt. Tidak Ada sesuatu pun serupa
dengan Dia (Asy Syura 42: 11)
Tidak ada seorangpun yang seumpama dengan Dia (Al Ikhlas 112: 4)
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata (Al Anaam 60: 103)
Nah, Allah yang seperti inilah yang harus kita INGAT (Dzikiri) setiap saat, baik di dalam
shalat maupun di luar shalat, seperti kita mengingat orang tua kita (Al Baqarah 200).
Kalau kita sudah bisa ingat kepada Allah yang sebenarnya, yang hakiki seperti ini, maka
pastilah Allah akan menyambut rasa ingat kita itu dengan menurunkan Riqqoh ke dalam
dada kita, sebagai tanda bahwa Diapun telah mengingat kita.
Selanjutnya adalah proses petunjuk, pengajaran, pemberitahuan dari Allah tentang hal-hal
yang kita butuhkan sesuai dengan takdir atau lakon atau peran yang sedang dan yang akan
kita mainkan di dalam fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini. Proses inilah yang disebut
sebagai proses turunnya Ilham kepada kita, yaitu Allah berkenan membukakan sedikit lebih
awal rahasia-rahasia atas peristiwa-peristiwa yang akan kita alami atau orang lain alami
beberapa waktu kemudian. Atau jawaban-jawaban yang tidak kita sangka-sangka atas
persoalan-persoalan yang sedang kita hadapi saat ini atau yang akan kita hadapi dikemudian
hari. Karena memang hakekatnya semuanya sudah terencana dengan sangat matang dan
sempurna di dalam kitab yang nyata Lauhul Mahfuz. Dan Allah berkenan membukakannya
sedikit lebih awal kepada kita. Pengungkapan itupun terjadi karena Rahmat dan Kasih
Sayang-Nya kepada kita. Bukan karena kehebatan kita. Itu karena kita telah bersedia untuk
menjadi abdi-Nya, pesuruh-Nya, alat Perkakas-Nya untuk memakmurkan bumi ini, sehingga
Diapun berkenan membekali kita dengan fasilitas-fasilitas yang akan kita butuhkan dalam
menjalankan tugas kita itu…
Lalu kita mau mengaku apa di hadapan Allah? Masihkah kita bisa mengaku di hadapan-
Nya??
42. 42
Artikel 15 :
Pengakuan
http://yusdeka.wordpress.com/2014/02/21/pengakuan/
DARI SISI ALLAH, Dia berhak mengaku apa saja kepada kita, hatta kepada setiap makhluk
ciptaan-Nya sekalipun. Karena memang hakikat dari semua ciptaan itu adalah sebagian kecil
dari Dzat-Nya Sendiri, Dzat Yang Maha Agung. Ini bisa diibaratkan seperti kita mengakui jari
kelingking kita adalah diri kita sendiri. Ketika seseorang memukul jari kelingking kita itu, kita
berhak berkata kepadanya: “Kenapa engkau pukul aku ? Jari kelingkingku ini adalah aku.”
Kita juga berhak berkata kalau kepala kita adalah kita. Ketika seseorang memegang kepala
kita, kita akan berkata: “Kenapa engkau pegang aku?”. Dan seterusnya.
Karena Dzat-Nya Meliputi segala sesuatu, Maka Allah berhak berkata :
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka, dan bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar tetapi
Allah-lah yang melempar… (Al Anfaal 8: 17)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah – radhiyallahu ‘anhu – ia berkata: Rasulullah – shallallahu
‘alaihi wasallam - telah bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang
memusuhi salah seorang wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya,
dan tidaklah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu pekerjaan
yang lebih Aku sukai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku tidak
henti-hentinya mengerjakan amalan-amalan sunnah (melengkapi amalan-amalan fardhu)
sehingga Aku mencintainya, dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi
pendengarannya yang dengannya ia mendengar, dan penglihatannya yang dengannya ia
melihat, dan tangannya yang dengannya ia melakukan pekerjaan, dan kakinya yang
dengannya ia melangkah, dan jika ia meminta niscaya Aku kabulkan, dan jika ia mohon
perlindungan niscaya Aku akan melindunginya, dan tidak pernah Aku enggan sedikitpun
terhadap pekerjaan yang Aku lakukan seperti keengganan-Ku ketika mencabut nyawa orang
yang beriman, ia membenci (kesulitan) dalam menghadapi kematian, sedangkan Aku tidak
suka menyiksanya (ketika ajalnya datang menjelang).” (HR. Bukhari).
Allah berhak berkata kepada orang-orang yang Dia CINTAI:
Pendengaranmu adalah pendengaran-Ku.
Penglihatanmu adalah Penglihatan-Ku.
Tahumu adalah Tahu-Ku.
Hidupmu adalah Hidup-Ku.
Gerakmu adalah Gerak-Ku.
Ruhmu adalah Ruh-Ku.
43. 43
Hatimu adalah Hati-Ku.
Tanganmu adalah Tangan-Ku.
Kakimu adalah Kaki-Ku..
Hanya Dia sajalah yang berhak untuk berkata seperti itu.
SEBALIKNYA, DARI SISI MANUSIA, tidak satu orang manusiapun yang berhak untuk
mengatakan kata-kata yang sama kepada siapapun.
Sehingga orang yang beriman dan dicintai oleh Allah, TIDAK akan pernah mengaku WUJUD
kepada sesama manusia. Ia hanya akan berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,
Subhanallah, Alhamdulillah, laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar, Laa haula wala quwwata
illabillah !"
Ia hanya akan berkata:
Allahlah Yang Maha Besar.
Allahlah Yang Maha Suci.
Allahlah Yang Maha Tahu.
Allahlah Yang Maha Melihat.
Allahlah Yang Maha Mendengar.
Ia hanya akan berkata:
Allahlah pemilik diri-ku.
Allahlah pemilik ruh-ku.
Allahlah pemilik anak-ku.
Allahlah pemilik istri/suami-ku.
Allahlah pemilik harta-ku.
Tidak ada satupun yang bisa ia akui sebagai miliknya. Sebab begitu ia mau mengaku-ngaku
maka segera saja ia terkejut melihat, dengan hatinya, bahwa ternyata Dzat Wajibul
Wujudlah di sebalik semua yang ingin ia akui sebagai miliknya itu. Sehingga lidahnyapun
kelu. Ia hanya terdiam tanpa sempat berkata-kata sepatah katapun untuk mengaku…
Akan tetapi, orang-orang yang terhijab dari berma’rifatullah, akibat salah dalam memahami
hakikat dirinya sendiri, seperti dalam paham :
Wahdatul Wujud,
Nur Muhammad,
Insan Kamil, dan
Rabithah Mursyid
yang telah dibahas sebelumnya, maka keliru pulalah mereka bermakrifat, sehingga mereka
akan sering berkata-kata SYATAHAT. Dari mulut mereka munculnya pengakuan-pengakuan
ketika mereka mengalami ekstasis, bahwa mereka adalah Allah:
44. 44
Akulah Al Haq.
Siti XXXXX tidak ada, yang ada adalah Allah.
Akulah Tuhan.
Yang ada dalam jubahku adalah Allah.
Subhani. subhani.
Jadilah aku Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Aku adalah Aku.
Dia adalah aku, aku adalah Dia.
Engkau adalah Engkau.
Itu semua terjadi karena mereka keliru dalam memahami HAKIKAT semua ciptaan. Allah
dikira Alam, Alam dikira Allah. Wahdatul Wujud. Sehingga diri sendiripun kemudian dikira
Allah. Manusia lainpun dikira Allah. Manusia lain dikira Anak Allah. Allah dikira banyak. Satu
dalam ramai, ramai dalam satu.
45. 45
Artikel 16 :
Membahas Dzat ? How Come ?
http://yusdeka.wordpress.com/2014/02/22/membahas-dzat-how-come/
Kalau sudah sampai di hakikat, yaitu memahami DZAT sebagai unsur azasi dari semua
ciptaan, maka kita tidak bisa lagi membahas Dzat itu untuk kita cari-cari hakikat-Nya yang
lebih lanjut. Tidak bisa. Kita akan langsung saja bermakrifat bahwa Dzat itu menamakan Diri-
Nya dengan sebutan: “Allah”. Kita langsung bermakrifat kepada Allah, ma’rifatullah. Kalau
Dzat-Nya masih bisa dibahas, dan dipertentangkan, maka itu artinya kita masih belum
sampai pada hakikat yang sebenarnya. Artinya, kita masih berada pada tatanan Sifat. Dan
kita pasti akan ramai dalam perdebatan.
Untuk Dzat-Nya, kita hanya cukup beriman bahwa Dia:
Tidak serupa dan seumpama apapun juga.
Tidak berhuruf.
Tidak berbunyi.
Tidak berwarna.
Tidak berbentuk.
Laisa kamistlihi syai’un.
Kalau masih ngotot untuk membahas-bahas Dzat-Nya, maka pastilah kita segera akan jatuh
ke dalam jurang kesesatan. Dan tentu saja itu adalah jalan yang penuh dengan Kesulitan dan
Penderitaan. Pasti.
Sebenarnya, setelah berma’rifatullah, setelah kita sudah tahu bahwa hakikat dari semua
ciptaan ini adalah Dzat Allah, maka kita tinggal MENGINGAT-INGAT DZAT-NYA itu (dzikrullah,
waspada, khasyaf), baik ketika kita SHALAT maupun DI LUAR SHALAT. Kita INGAT ketika kita
memandang semua yang terpandang. Kita WASPADA ketika kita mendengar semua yang
terdengar. Kita KHASYAF ketika kita merasakan semua yang terasa. Kita TIDAK LALAI untuk
mengingat bahwa DI SEBALIK semua itu ada Dzat-Nya yang Wajibul Wujud. Selain dari Dzat-
Nya tidaklah wujud. Fana.
Bahkan kita akan tetap ingat dan waspada kepada Dzat-Nya di setiap bencana yang
menghadang, derita yang menghimpit, bahagia yang membuncah, sedih yang menggigit,
tangis yang mengharu biru, darah yang menganak sungai, dang tangis yang menyobek
angkasa, bahwa semua itu terjadi karena takdir atau peran yang telah Dia tetapkan kepada
Sedikit dari Dzat-Nya untuk terjadi menjadi segala peristiwa dan kejadian.
Jadi apapun juga yang ada di depan kita, ketika kita masuk ke PINTU INGATAN, maka yang
teringat oleh kita adalah DZAT-NYA. Saat kita sudah bisa untuk selalu ingat kepada Dzat-Nya
46. 46
dalam keadaan apapun juga, baik di dalam shalat maupun di luar shalat, maka kita disebut
sebagai orang yang sudah selalu ingat kepada Allah, Dzikrullah. Dan rasa ingat itu akan
bertambah dan bertambah seiring dengan perjalanan waktu.
Karena kita sudah SELALU INGAT dengan Dzat-Nya, Dzikrullah, ketika kita menyebut Nama-
Nya (Allah); ketika kita berucap “subhanallah, alhamdulillah, laa ilaha illallah, Allahu Akbar”;
ketika kita rukuk dan sujud untuk menghormat dan memuja Allah; ketika kita berdo’a
kepada Allah, maka ucapan-ucapan dan aktifitas kita itu sudah bisa disebut sebagai ucapan
dan aktifitas orang yang sudah BERIMAN kepada Allah. Artinya, ingatan, kewaspadaaan, dan
khasyaf kita dengan ucapan-ucapan dan aktifitas yang kita lakukan sudah berada pada
tatanan yang sama, sudah SINKRON. Yaitu dalam rangka untuk MENGAGUNGKAN dan
MENGINDAHKAN DZAT-NYA yang memang MAHA AGUNG dan MAHA INDAH.
Akan tetapi ketika kita menyebut Nama-Nya (Allah); ketika kita berucap subhanallah,
alhamdulillah, laa ilaha illallah, Allahu Akbar; ketika kita rukuk dan sujud untuk menghormat
dan memuja Allah; ketika kita berdo’a kepada Allah, INGATAN kita saat itu malah sedang
berkelana dan melanglangbuana kepada berbagai CIPTAAN dan PERMASALAHAN yang
sedang kita hadapi, maka kita disebut sebagai ORANG MUNAFIK. Orang yang sedikit sekali
mengingat Allah. Orang yang RIA. Orang yang akan melakukan semua ucapan-ucapan dan
perkerjaannya itu dengan malas-malasan. Pak Ogah.
Selanjutnya, kalau kita dengan SENGAJA mengingat SESUATU yang lain dari selain Dzat-Nya
ketika kita berucap “subhanallah, alhamdulillah, laa ilaha illallah, Allahu Akbar”; ketika kita
rukuk dan sujud untuk menghormat dan memuja Allah; ketika kita berdo’a kepada Allah,
maka kita disebut sebagai orang yang TERSESAT. Artinya kita tersesat dalam bermakrifat.
Kita tercover (KAFIR) dalam memahami HAKIKAT yang sebenarnya. Sudah barang tentu cara-
caranya yang akan kita dapatkan akan jadi rumit dan sulit, dan hasilnya juga akan begitu-
begitu saja.
Sebab kalau kita benar dalam bermakrifat, artinya kita bermakrifat kepada Allah,
ma’rifatullah, maka cara-cara yang akan kita tempuhpun pastilah mudah, dan hasilnya juga
akan sangat menakjubkan. Sebab, dalam setiap peristiwa, kita akan selalu melihat dengan
gamblang sebuah hubungan timbal balik yang sangat jelas antara Dzat-Nya > TAKDIR > dan
Seluruh Ciptaan Yang terzahir (LAUHUL MAHFUZ).
Dengan mudah kita akan melihat sistem tertutup DI DALAM LAUHUL MAHFUZ, Di dalam
Setitik kecil Dzat-Nya:
Dzat-Nya ( Yang Batin) > TAKDIR > Dzat-Nya (Yang Zahir), begitupun sebaliknya,
Dzat-Nya (Yang Zahir) > TAKDIR > kembali menjadi Dzat-Nya ( Yang Batin).
Bahwa SETIAP CIPTAAN terzahir dari Dzat-Nya (Yang Batin) karena TAKDIR atau PERAN yang
telah ditetapkan untuknya. Kalau peran atau takdir itu sudah selesai dijalankan oleh ciptaan
47. 47
tersebut, maka ia pun kembali menjadi Dzat-Nya (Yang Batin). Musnah ! Sebab hanya Dzat-
Nya lah Yang Awal dan Yang Akhir.
Ia tidak bisa ke luar atau menghindar sedikitpun dari takdir yang telah dikalungkan atau
diikatkan pada “lehernya”. Rela atau tidak, setiap ciptaan akan menjalani destinynya sendiri-
sendiri sesuai dengan takdir, skenario, dan peran yang telah ditetapkan untuknya. Dan takdir
itu bekerja tanpa ampun, walau pada hakikatnya itu terjadi pada Dzat-Nya sendiri.
48. 48
Artikel 17 :
Memahami TAKDIR atau PERAN
https://yusdeka.wordpress.com/2014/02/25/memahami-takdir-atau-peran/
Kalau kita tidak paham tentang makna dari TAKDIR atau PERAN, maka kita akan selalu
BERTENGKAR, RIBUT, BERSELISIH, BERBANTAHAN, CEKCOK, BERKELAHI, dan GONTOK-
GONTOKAN, baik dengan sesama manusia maupun dengan Allah.
1. Pertama, mari kita lihat bagaimana proses terjadinya pertengkaran di antara sesama
manusia.
a. Berbeda pendapat ataupun hanya sekedar berbeda kalimat-kalimat saja, telah
membuat umat manusia ini begitu terkotak-kotak. Yang satu menyalahkan yang
lain, yang lain mencela dengan tak kalah sengitnya. Apalagi kalau sudah berbeda
bangsa, agama, dan kepercayaan, teruk sekali. Sejarah panjang umat manusia telah
membuktikannya dengan telak bahwa perbedaan-perbedaan itu ternyata bisa
nyawa yang jadi taruhannya.
b. Yang paling terasa adalah kalau ada sesuatu label yang bisa kita lekatkan kepada diri
kita sendiri, yang biasanya sering kita sebut sebagai milikku, aliranku, kepahamanku,
ilmuku, hartaku, anakku, istriku, suamiku, jabatanku, dan atribut-atribut kita yang
lainnya, yang kemudian saling bersinggungan dengan orang lain yang juga mengakui
hal yang sama sebagai milikmya. Ribut dan gaduh antara kita yang saling mengaku
itu sangatlah parah sekali. Kawan bisa jadi lawan, guru bisa jadi musuh, murid bisa
jadi saingan, anak pecah hubungan dengan orang tua, diantara sesama saudara jadi
bercerai berai, atasan menganiaya bawahan, bawahan menipu atasan, aparat dan
kelengkapan negara menghisap darah rahyat, dan rakyatpun menggelepar penuh
caci maki dan murka.
2. Kedua, pertengkaran kita dengan Allahpun tidak kalah sengitnya. Sejuta kata kenapapun
membubung tinggi memenuhi angkasa sebagai tanda bahwa kita saat itu sedang protes
terhadap kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita, atau peristiwa yang tidak enak yang
langsung menimpa diri dan ke luarga kita. Bahkan jejaring sosial pun penuh dengan
berbagai status dan artikel yang berisikan kegalauan, kegundahan, dan penuh dengan
tanya “kenapa”.
Misalnya, Kenapa gunung ini meletus, kenapa terjadi gempa, kenapa ada tsunami,
kenapa harus banyak yang mati terbunuh, kenapa ada perang, kenapa anak kecil harus
mati, kenapa banyak wanita harus mati, kenapa rumahku terbakar, kenapa aku sakit,
kenapa anakku menderita, kenapa pasanganku kabur, kenapa orang tuaku meninggal,
kenapa bangsaku kacau, kenapa pejabat di negaraku banyak yang korup, kenapa aku
49. 49
miskin, kenapa aku harus menderita, kenapa begini, seharusnya khan begini ?! Kenapa
begitu, seharusnya khan begitu ?! Kenapa ? Kenapa ? Kenapa, haa ?
Begitulah kejadian-kejadian yang akan kita hadapi dan sikap yang akan kita ambil selama
hidup kita kalau kita tidak paham tentang Takdir dan Peran yang telah Allah tetapkan kepada
SELURUH MAKHLUK-Nya di dalam Kitab Yang Nyata (LAUHUL MAHFUZ). Bahwa semua
kejadian itu dan apapun serta siapapun yang terlibat di dalamnya hanyalah SANDIWARA
ALLAH belaka.
Muhammad 47 : 36
“Sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanyalah PERMAINAN dan SENDA GURAU belaka”.
Tapi, Sandiwara, permainan, dan senda gurau itu begitu sempurnanya, sangat sempurna,
sehingga para pemainnya tidak sedikitpun yang menyadari bahwa mereka sebenarnya
hanyalah sekedar pemeran atau aktor saja untuk peran-peran tertentu yang telah Allah
tetapkan untuk mereka di dalam Lauhul Mahfuz.
Namun, sungguh beruntunglah orang-orang yang menyadari dan mengetahui bahwa semua
itu hanyalah senda gurau Allah belaka :
Az Zumar 39 : 9
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui,
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Bahwa:
Al Isra 17 : 13
“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya
kalung) pada lehernya.”
Betapa tidak sandiwara, sejak Allah berkata “KUN.”, Allah telah membuka layar kehidupan
yang di dalamnya Dia akan bersandiwara kepada Dzat-Nya yang sedikit, sehingga kemudian
dari Dzat-Nya yang sedikit itu terzahirlah berbagai CIPTAAN dengan perannya masing-
masing, yang harus dijalankan oleh ciptaan itu sesuai dengan SCRIPT, Skenario, atau TAKDIR
yang telah ditentukan untuknya.
Setiap pemeran dari peran itu telah diberikan hak dan tanggung jawabnya untuk ia pikul;
Telah diberikan waktu dan ruangnya untuk ia mengada;
Telah disediakan fasilitas dan peralatannya untuk ia beraktifitas;
Telah dibuatkan KEMUDAHAN agar ia bisa menjalankan perannya itu dengan Mudah; dan
Telah disiapkan pula berbagai cipta dan rasa agar ia bisa berperan dengan TOTAL.