Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
Makrifatullah itu adalah sebuah JENJANG atau MAQAM keilmuan yang sangat WAH, yang tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Inilah DISTORSI ILMU yang sangat parah yang telah terjadi dalam mempelajari ISLAM. Padahal makrifatullah adalah pelajaran yang PALING DASAR, yang akan menjadi PONDASI bagi siapapun juga, SEMUA ORANG,
dalam kehidupan BER-SYARIAH
yang akan kita amalkan dan dirikan di atasnya.
Makrifatullah adalah ilmu dasar
yang harus kita punyai agar kita bisa
menjalankan Syariat dengan tanpa beban.
Makrifatullah adalah pengetahuan kerohanian yang men-dalam yang membawa seseorang itu mengenal Allah.
Pada presentasi ini terdapat revisi dan tambahan dari presentasi "Darimana Kita Berasal?" sebelumnya.
File PPT, DOC & PDF dapat didownload di https://goo.gl/QfR6wk
Semoga bermanfaat...
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
Cara untuk mengenal Allah, ma’rifatullah, yang diajarkan oleh Rasulullah saw, adalah sangat mudah sekali, bukan jalan yang berbelit, sulit, dan berliku. Tidak perlu wirid dan laku yang aneh-aneh yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah dulu.
Berma’rifat adalah sebuah proses untuk menemukan dan mengenal di manakah titik awal dan titik akhir dari semua Alam Ciptaan ini bermula dan berakhir.
Makrifatullah itu adalah sebuah JENJANG atau MAQAM keilmuan yang sangat WAH, yang tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Inilah DISTORSI ILMU yang sangat parah yang telah terjadi dalam mempelajari ISLAM. Padahal makrifatullah adalah pelajaran yang PALING DASAR, yang akan menjadi PONDASI bagi siapapun juga, SEMUA ORANG,
dalam kehidupan BER-SYARIAH
yang akan kita amalkan dan dirikan di atasnya.
Makrifatullah adalah ilmu dasar
yang harus kita punyai agar kita bisa
menjalankan Syariat dengan tanpa beban.
Makrifatullah adalah pengetahuan kerohanian yang men-dalam yang membawa seseorang itu mengenal Allah.
Pada presentasi ini terdapat revisi dan tambahan dari presentasi "Darimana Kita Berasal?" sebelumnya.
File PPT, DOC & PDF dapat didownload di https://goo.gl/QfR6wk
Semoga bermanfaat...
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari, bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim [1977])
"Awal dari agama adalah ma’rifatullah, mengenal Allah”. Setelah itu barulah kita bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan. Mengingat Allah di dalam shalat, di luar shalat, ketika berdiri, duduk, berbaring, berjalan, maupun bekerja”. Hampir seluruh manusia di dunia ini, sejak dari dulu sampai sekarang, baik secara samar-samar ataupun secara tegas, meyakini bahwa alam semesta ini termasuk diri kita sendiri sedang berjalan di bawah sebuah “sistem kerja” yang sangat hebat. Keteraturan dan kepatuhan “perilaku” setiap penghuni alam semesta ini, mulai dari atom-atom yang sangat kecil sampai kepada bintang-bintang yang besarnya tak terperikan, kepada sistem yang mengatur itu sungguh mutlak. Seluruh penghuni alam semesta ini seperti tidak bisa melawan dan menentang aturan-aturan yang sangat tegas dari sistem itu. Melawan berarti hancur lebur dan musnah. Menentang berarti siksa dan derita yang sangat pedih.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (TQS Al-'Ashr,103:1-3)
Logika merupakan cara berfikir yang rasional, dan manusia mampu untuk mengembangkan pola pikirnya secara luas. Akan tetapi, terkontrol sehingga membawa kepada kebenaran. Dalam membahas logika atau bisa disebut dengan ilmu mantiq banyak hal yang dibahas salah satu diantaranya pembahasan tentang lafadz kata, dalam hal ini pemakalah membahas tentang kulliyatul khoms. Kulliyatul khoms berfungsi untuk merangkai sebuah definisi. Kita harus mempelajari kulliyatul khoms, karena dengan mempelajari kulliyatul koms bisa berguna untuk memahami ta’rif
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari, bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim [1977])
"Awal dari agama adalah ma’rifatullah, mengenal Allah”. Setelah itu barulah kita bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan. Mengingat Allah di dalam shalat, di luar shalat, ketika berdiri, duduk, berbaring, berjalan, maupun bekerja”. Hampir seluruh manusia di dunia ini, sejak dari dulu sampai sekarang, baik secara samar-samar ataupun secara tegas, meyakini bahwa alam semesta ini termasuk diri kita sendiri sedang berjalan di bawah sebuah “sistem kerja” yang sangat hebat. Keteraturan dan kepatuhan “perilaku” setiap penghuni alam semesta ini, mulai dari atom-atom yang sangat kecil sampai kepada bintang-bintang yang besarnya tak terperikan, kepada sistem yang mengatur itu sungguh mutlak. Seluruh penghuni alam semesta ini seperti tidak bisa melawan dan menentang aturan-aturan yang sangat tegas dari sistem itu. Melawan berarti hancur lebur dan musnah. Menentang berarti siksa dan derita yang sangat pedih.
Sebelum kita shalat, kita harus mengenal Allah (ma’rifatullah) terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kita tidak akan pernah bisa mengingat Allah di dalam shalat kita. Yang kita ingat di dalam shalat itu malah berbagai benda dan milik kita, serta berbagai peristiwa yang akan muncul silih berganti melalui “pintu-pintu ingatan” kita. Tepatnya, kita tidak akan pernah bisa IHSAN kepada Allah.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (TQS Al-'Ashr,103:1-3)
Logika merupakan cara berfikir yang rasional, dan manusia mampu untuk mengembangkan pola pikirnya secara luas. Akan tetapi, terkontrol sehingga membawa kepada kebenaran. Dalam membahas logika atau bisa disebut dengan ilmu mantiq banyak hal yang dibahas salah satu diantaranya pembahasan tentang lafadz kata, dalam hal ini pemakalah membahas tentang kulliyatul khoms. Kulliyatul khoms berfungsi untuk merangkai sebuah definisi. Kita harus mempelajari kulliyatul khoms, karena dengan mempelajari kulliyatul koms bisa berguna untuk memahami ta’rif
penjabaran mengenai sisi lain hadist - hadist nabi s.a.w yang tertuang di dalam kitab klasik Durrotun-Nashihin yang serat akan muatan - muatan spiritual dan keimanan.
pondasi - pondasi dasar keimanan, islam dan ihsan.
mencoba menjangkau sisi lain dari makna harfiah hadist yang sering berlalu lalang di sekitaran kita.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
Pengalaman batin, khouf, mahabbah, fana, ma;rifat
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam secara garis besar berisi tentang akidah (keyakinan)
dan tata kaidah yang mengatur semua peri kehidupan dan penghidupan
manusia dalam berbagai kehidupan manusia dalam berbagai kehidupan,
baik vertikal maupun horisontal. Dalam pengertian ini terkandung konsep
keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, material maupun
spiritual.
Di era modern ini pastinya orang awam tidak begitu mengetahui
pengalaman-pengalaman batin seorang sufi yang secara tidak langsung
kita mengetahui bagian-bagian kecilnya saja. Seperti contoh seorang
tokoh mahabbah yang bernama Rabiyatul Adawiyah yang rela tidak
menikah karena saking cintanya kepada yang menciptakan-Nya,
walaupun disekelilingnya terdapat banyak laki-laki yang ingin
meminangnya namun banyak pula yang ditolaknya. Dan yang lainnya
masih banyak lagi dan akan dibahas kelompok kami di bawah ini.
B. Rumusan Masalah
Masalah – masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengalaman batin Khauf?
2. Bagaimanakah pengalaman batin Mahabbah?
3. Bagaimanakah pengalaman batin Al-fana’?
4. Bagaimanakah pengalaman batin Ma’rifat?
2. C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengalaman batin Khauf
2. Untuk mengetahui pengalaman batin Mahabbah
3. Untuk mengetahui pengalaman batin Al-fana’
4. Untuk mengetahui pengalaman batin Ma’rifat
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengalaman Batin Seorang Sufi dalam Berakhlak Khauf
Khauf merupakan cambuk yang digunakan Allah untuk
menggiring hamba-hambanya menuju ilmu dan amal, supaya dengan
keduanya mereka dapat dekat dengan Allah. Khauf adalah kesakitan hati
karena membayangkan sesuatu yang ditakuti yang akan menimpa diri
dimasa yang akan datang.
Khauf menurut ahli sufi berarti suatu sikap mental merasa takut
pada Allah karena khawatir kurang sempurna pengabdian. Sikap mental
khauf merangsang sesorang untuk melakukan hal-hal baik dan
mendorong untuk menjauhi perbuatan jahat dan maksiat. Sebenarnya
perasaan khauf seseorang sangat bergantung pada tebal tipisnya iman.
Dan perasaan khauf timbul karena pengenalan dan kecintaan kepada
Allah sudah mendalam eshingga ia merasa khawatir kalau-kalau Allah
melupakannya atau takut kepada siksa Allah.
Di Al-Qur’an diterangkan dalam surat As-Sajadah ayat 16,
اااىنَ ا َ اااىنَّ َ َ َ اااىنََّٰۡونِاااوََ َناَۡۡولۡاااَبنا اُاااىَََ نِعاَاااَلنِوَو ۡاااوبوُن ُجَٰاااىَجَتَت
ن َۡۡوقافبوبنِوََُبقَزَا١٦ن
Artinya : “ Mereka merenggangkan diri dari tempat tidur (sedikit sangat
tidur, karena mengerjakan sembahyang tahajud dan amal-amal sholih)
mereka senantiasa berdo’a kepada Allah dengan perasaan takut (akan
kemurkaanNya) dan mereka selalu pula mendermakan sebagian dari apa
yang kami beri kepada mereka “. (QS. As-Sajadah:16).1
Macam-macam khouf :
Syaikh Al ‘Utsaimin menjelaskan, khouf itu ada tiga macam:
1 Nasrul HS, Akhlak Tasawuf,(Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm 197
4. 1. Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api,
takut tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat
orangnya dicela, akan tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab
dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan
maka hal itu haram.
2. Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu
sehingga membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang
seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala.
Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar.
3. Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau
wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan
pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka
para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik.2
Dasar utama khouf adalah kelembutan hati dan bergetarlah anggota badan
ketika berdzikir kepada Allah : Allah telah menurunkan Perkataan yang
paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi
berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah,
niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun (QS. 39:23)
ااااَعونا ۡااااو وُون ااااَبا ن ا ااااَيَقَتنَُانااااىََِ ىنهَا ااااىَيَتو ااااىنه َىتاَانمابۡااااَكَعناََااااَ َنَسنََ َ ااااَننو َاَّللناذنََب
نا َناَّلل َۡااوُنَ اااعَُذاننا َناَّلل ا ااََاذن ُااجَعاِنَِوَو ۡااو وق َ نَِوُو ۡااو وُنوَااواَتنَِااو نَِااوََ َناَۡ َۡااَيَخَبنا ااا اِنۡااَََبن
ىَُن ََ ا ون َعىنَ َٰنو َناَّللالا ََوبنَََ َ اننوءىَيَبن َََنٍ
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al
Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah
2 Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57
5. petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-
Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya
seorang pemimpinpun”.
B. Pengalaman Batin Seorang Sufi dalam Berakhlak Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang
secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan, atau
cinta yang mendalam. Dalam mu’jam al-Falsafi, Jamil Saliba,
mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd yakni cinta lawan dari
benci Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih
atau penyayang. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan
kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh
kebutuhan yang bersifat material maupun apiritual, seperti cintanya
seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, orang tua pada
anaknya, seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya,
atau seorang pekerja kepada pekerjaannya. Mahabbah pada tingkat
selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai ytingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya
gambaran yang mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.
Mahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang
bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT. oleh hamba
selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatrakan cinta kepada yang
dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa mahabbah adalah cinta
dan yang dimaksud ialah cinta kepada Tuhan. Lebih lanjut Harun
Nasution mengatakan pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara
lain sebagai berikut :
1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan
kepada-Nya.
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi,
yaitu Tuhan.
6. Dilihat dari segi tingkatannya mahabbah sebagai dikemukakan al saraj
sebagai dikutib Harun Nasution ada tiga macam, yaitu :
mahabbah orang biasa, mahabbah orang shidiq, dan mahabbah orang
yang arif.
1. Mahabbah oarng biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah
dengan dzikir suka menyebut nama-nama Allah, dan memperoleh
kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan.senantiasa memuji
Tuhan.
2. Mahabbah orang shidiq adalah cinta orang yang kenal pada Tuhan,
pada kebesaran-Nya, pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya, dan
lain-lain.
3. Mahabbah orang yang arif, adalah cinta orang yang tahu betul pada
Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang
dicintai.3
Dengan uraian tersebut bahwa mahabbah adalah sesuatu keadaan jiwa
yang mencintai Tuhan sepenuh hati. sehingga yang sifat-sifat yang
dicintai Tuhan masuk kedalam diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk
memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata
tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.
Seorang Mahabbah terkemuka yang bernama lengkap adalah
Umm Al-Khair Rabiah binti Ismail Al-Adawiyah, lahir di Basrah pada
tahun 714 M dan meninggal di tahun 801 M. Lahir dalam keadaan yang
sederhana dan dijual sebagai budak ketika masih anak-anak, kemudian
menetap di Basrah dimana ia meraih popularitas sebagai orang suci.
Ajaran-ajaran yang dianutnya:
1. Ia memopulerkan konsep mahabbah dikalangan sufi.
2. Hidup zuhud dan rutin beribadah kepada Allah SWT.
3 Nasrul HS, Akhlak Tasawuf,(Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm 196-197
7. 3. Belum pernah menikah sepanjang hidupnya walaupun ia seorang
yang cantik dan menarik.
4. Kehidupannya sejak awal tidak pernah merugikan orang lain. Ia
hidup tanpa dinodai barang-barang yang sub’ah.
5. Beliau memanjatkan doa dengan syair-syair indah sebagai
pembuktian rasa cinta dan rindunya kepada Allah SWT.4
C. Pengalaman Batin Seorang Sufi dalam Berakhlak Al-Fana’
Dari segi bahasa al-fana’ berasal dari kata faniya, yang artinya
musnah atau lenyap.5 Dapat juga berarti hilangnya wujud sesuatu.6
Al-junaidi mengatakan yang dimaksud dengan al-fana adalah hilangnya
kesadaran qalbu dari hal-hal yang bersifat indrawi karena adanya
sesuatu yang dilihatnya. Situasi yang demikian akan beralih karena
hilangnya sesuatu yang terlihat itu dan berlangsung terus silir berganti
sehingga tiada lagi yang disadari dan dirasakan oleh indra.7
Abu bakr al-kalabadzi mendefinisikan fana’ dengan hilangnya
semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala
perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat
membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua
kepentingan ketika berbuat sesuatu.8
Fana’ mempunyai beberapa pengertian, diantaranya :
a. Fana’ ash-shifat, yaitu lenyapnya sifat yang tercela, berganti
dengan baqa’ tetapnya sifat yang baik.
b. Fana’ al-iradah, yaitu fana’-nya manusia dari kehendak-Nya
berganti dengan tetapnya kehendak Tuhan pada dirinya.
c. Fana’ ‘an-nafs, yaitu hilangnya kesadaran manusia terhadap
dirinya berganti dengan tetapnya kesadaran tentang Allah pada diri
4 Ahmad bangun nasuton dkk, Akhlak Tasawuf, ( jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 204-
205
5 Drs. Totok Jumantoro, M.A dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf,
(Wonosobo : AMZAH, 2005), Hlm.51.
6 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf,(Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2012), Hlm. 231.
7 Drs. Totok Jumantoro, M.A dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, op cit, Hlm.51.
8 Ibid.
8. sufi. Fana’ ‘an-nafs digambarkan sebagai hancurnya kesadaran
pencinta dalam yang dicintai sehingga pencinta tidak menyadari
dirinya, yang disadari hanyalah yang dicintai yaitu Tuhan.9
Abu yazid menekankan dengan istilah fana’’an-nafs yaitu hilangnya
kesadaran kemanusiaannya dan menyatu kedalam iradah Allah, bukan
jasad tubuhnya yang menyatu dengan zat Allah. Jadi yang hilang adalah
kesadarannya bukan jasadnya.10
Dalam proses al-fana’ ada empat situasi getaran psikis yang dialami
seseorang yaitu sebagai berikut:11
1. As-sakar
Adalah situasi kejiwaan yang terpusat penuh kepada satu titik
sehingga ia melihat dengan perasaannya, seperti apa yang dialami
oleh Nabi Musa as. Di tursina.
2. As-sathahat
Secara bahasa berarti gerakan, sedangkan dalam istilah tasawuf
dipahami sebagai suatu ucapan yang terlontar diluar kesadaran,
kata-kata yang diucapkan dalam keadaan sakar.
3. Az-zawal al-hijab
Diartikan sebagai bebas dari dimensi sehingga ia keluar dari alam
materi dan telah berada di alam ilahiyat sehingga getar jiwanya
dapat menangkap gelombang cahaya dari suara Tuhan.
4. Ghalab asy-syuhud
Tingkat kesempurnaan musyahadah, pada tingkat mana ia lupa
pada dirinya dan alam sekitarnya, yang diingat dan dirasa hanya
Allah seutuhnya.
9 Ibid, Hlm 52
10 Ibid.
11 Ibid.
9. D. Pengalaman Batin Seorang Sufi dalam Berakhlak Ma’rifat
Pengertian Makrifat
Ma’rifat secara bahasa berasal dari bahasa arab arafa, ya’rifu, arafan, irfan
dan ma’rifah yang berarti mengetahui yang sangat jelas’. Sedang ma’rifat
dalam istilah tasawuf adalah pengetahuan yang melalui pengalaman
langsung tanpa perantara. Pengetahuan langsung di sini adalah
pengalaman yang langsung dirasakan oleh seorang shufi mengenai
TUHAN melalui hatinya dalam bentuk kasyf atau ilham. Apabila orang
awam mengetahui Tuhan melalui infromsi dan orang filosof melalui
akalnya, maka para sufi mengetahui Tuhan melalui hatinya.
Pengetahuan orang awam bersifat pengalaman, dan pengalaman orang
sufi bersifat pengalaman langsung.
Itulah sebabnnya Dzun Nun al-Misri membagi tiga kelompok orang
dalam mengenai Tuhan :
a) Kelompok awam dimana mereka mengenal Tuhan melalui ucapan
kalimah syahadah .
b) Kelompok para filisof dan teolog dimana mereka mengenal Tuhan
melalui pembuktian akal. Kelmpok ini tidak puas mengakui adanya
Tuhan hanya menerima begitu saja. Akan tetapi dengan akalnya
mereka juga ingin membuktikan adanya Tuhan. Adanya alam
merupakan bukti yang mereka tetapkan untuk membuktikan
adanya Tuhan.
c) Kelompok shufi damana mereka mengenal Tuhan melalui hati
sanubari.12
12 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf,(Semarang: RaSAIL Media Group, 2010 ), hlm 101-102
10. Cara memperoleh ma’rifat
Apabila hati sebagai sentral pengetahuan, maka cara memperoleh
pengetahuan (ma’rifat) maka harus terkonsentrasikan pada hati. Ada
beberapa cara untuk memperoleh ma’rifat yaitu :
1. Mujahadah yakni kesungguhan niat dan kesungguhan usaha
menuju pencapaian a’rifat.
2. Menghapus perbuatan-perbuatan tarcela.
3. Mengkosentrasikan diri pada ALAH s.w.t dengan sepenuh hati.
Ma’rifat dapat diperoleh juga riyadloh (latihan) dan mujahadah (usaha
dengan sepenuhnya). Untuk itu ma’rifat tidak diperoleh dengan
kemaksiatan maupun proses pengambilan kesimpulan dengan berbagai
dalil. Ma’rifat hanya diperoleh melalui amalan yang nyata. Ibarat kata
seseorang tidak akan menyaksikan dan menyentuh mutiara yang ada di
dasar lautan apabila seseorang tidak menyelam didalamnya. Demikian
juga ia tidak akan menyaksikan hal-hal yang bersifat ketuhanan tanpa
mengamalkan suatu ilmu atau syari’at. Semakin seseorang mengalami
dan mengamalkan ia akan ditunjukkan oleh Allah dengan berbagai ilmu
yang sebelumnya tidak diketahui. Itulah sebabnya semakin dalam amaliah
dan ibadah seseorang semakin bertambah pula keyakinan seseorang
dengan di bukakannya pintu-pintu ilmu oleh Allah.
Tujuan Ma’rifat
Ma’rifat dekat sekali dengan iman dan keimanan. Oleh karena itu tingkat
keimanan juga ditentukan oleh tingkat ma’rifat seseorang. Dengan
demikian tujuan dari ma’rifat (pengetahuan yang sebenarnya) adalah
memperoleh keyakinan atau keimanan.13
Berikut ini terdapat perkataan dari ai-Syatibi :
a) Hati akan menjadi terang benderang kalau diterangi iman dan
keyakinan.
13 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf,(Semarang: RaSAIL Media Group, 2010 ), hlm 105-106
11. b) Semakin kuat iman dan keyakinan, maka hati akan semakin terang
benderang dan sebaliknya kalau iman dan keyakinanya lemah
maka cahaya hati akan redup.
c) Kalau hati terang benderang maka kebenaran dappat disaksikan
bahwa Allah yang amaha besar dapat disaksikan.
d) Kalau seseorang bisa menyaksikan allah maka akan mengenal
asma dan sifat Allah.
e) Kalau seseorang mengenal asma dan sifat Allah maka akan
semakin ta’dzim pada dzat Allah.
f) Kalau seseorang semakin tta’dzim kepada Allah maka akan
muncul kesempurnaan sebagai hamba.
g) Kalau seseorang muncul kaesempurnaan sebagai hamba maka
akan semakin tenggelam kedalam sifat menghambakan diri.
h) Kalau seseorang semakin tenggelam dalam sikap penghambaan
diri maka akan semakin semakin semangat untuk melaksanakan
hak-hak Allah.
Dengan ma’rifat seseorang akan menyadari dengan sesadar sadarnya
bahwa ia adalah seorang hamba yang siap untuk diperintah dan
melaksanakan keinginan tuannya (Allah : Tuhan yang memiliki
dirinya).14
14 Ibid, hlm 108
12. BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Khauf merupakan cambuk yang digunakan Allah untuk
menggiring hamba-hambanya menuju ilmu dan amal, supaya dengan
keduanya mereka dapat dekat dengan Allah. Khauf adalah kesakitan hati
karena membayangkan sesuatu yang ditakuti yang akan menimpa diri
dimas yang akan datang.
Mahabbah adalah melihat dengan kedua matanya terhadap nikmat
yang Allah karuniakan kepadanya dan dengan hati nuraninya. Ia melihat
kedekatan Allah denganya, segala perlindungannya, penjagaan, dan
perhatian yang dilimpahkan kepadanya.
Secara harfiah fana’ berarti meninggal dan musnah. Sedangkan
dari segi bahasa Arab yakni faniya- yafna yang berarti musnah, lenyap,
hilang, atau hancur. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan
sebagai keadaan moral yang luhur.
Ma’rifat secara bahasa berasal dari bahasa arab arafa, ya’rifu, arafan,
irfan dan ma’rifah yang berarti mengetahui yang sangat jelas’. Sedang
ma’rifat dalam istilah tasawuf adalah pengetahuan yang melalui
pengalaman langsung tanpa perantara. Pengetahuan langsung di sini
adalah pengalaman yang langsung dirasakan oleh seorang shufi mengenai
TUHAN melalui hatinya dalam bentuk kasyf atau ilham. Apabila orang
awam mengetahui Tuhan melalui infromsi dan orang filosof melalui
akalnya, maka para sufi mengetahui Tuhan melalui hatinya.
B. SARAN
Dari uraian diatas bahwa seorang muslim, haruslah taat pada ajaran yang di
tuntunkan oleh Rosulullah kapada kita, salah satunya adalah dengan meneladani
ajaran ajaran sufi yang telah kami tulis diatas.
13. DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Ahmad Bangun dan Rayani Hanum Siregar. 2013. Akhlak
Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Nasirudin. 2010. Pendidikan Tasawuf . Semarang: RaSAIL Media Group
Nasrul HS. 2015. Akhlak Tasawuf . Yogyakarta: Aswaja Pressindo