1. MANDASYA REGINA PRISCHA 1161004057 SOSIOLOGI POLITIK (KAMIS)
1. STRUKTUR FISKAL
Salah satu pengaruh yang menandai struktur fiskal ialah dengan mengatahui kondisi fisik, misalnya
geografis dan demografis.
(1) Struktur Geografis
“politik Negara adalah didalam geografinya”. Pameo Napoleon mengungkapkan sebuah ide
yang bisa disusur mundur sampai abad ke lima sebelum Masehi di dalam tulisan Hippocrates Treatise
on Airs, Waters, dan Places.
Kaum Konservatif, Fasis, Liberal, Marxis- mereka mengakui bahwa politik tergantung dari
geografi, akan tetapi mereka tidak sependapat dengan tingkat ketergantungan. Bagi Maurice Barres
(1862-1923), politik didasarkan ‘pada bumi dan mayat’, yang berarti bahwa atas geografi dan sejarah,
dimana keduanya sangat bergantung pada yang pertama.
Secara umum, pengaruh geografi tidak dapat dipisahkan dari penemuan-penemuan teknologi
manusia, yang memungkinkannya mengatasi kesulitan-kesulitan dari lingkungan-lingkungan
alaminya. Bagi masyarakat primitive fenomena politik tergantung pada kondisi geografik, sedangkan
dalam Negara-negara modern ketergantungan akan kondisi geografik berkurang.
Adapun hal-hal yang mempengaruhi struktur geografis antara lain :
a. Iklim dan sumber-sumber alami
1) Iklim
Teori awal tentang hubungan antara geografi dan politik berpusat pada iklim, teori
ini berawal dari Ariestoteles sampai Montesquieu cenderung melihat bahwa pengaruh
geografi terhadap fenomena politik atas cara yang sama.
Teori dari Montesquieu merupakan pengungkapan-pengungkapan kembali
pandangan-pandangan Ariestoteles. Rumusan penting dan paling terkenal tentang teori
tersebut dari Montesquieu dalam bukunya Spirit of Laws jilid XVII (1748) bahwa iklim dingin
memungkinkan kebebasan dan iklim panas perbudakan, dimana Ariestoteles sedang
memeriksa masalah iklimsedang.
Paham-paham popular tentang pengaruh politik dari iklim memberikan sedikit
perubahan dari teori-teori tradisional. Misalnya, pada abad ke sembilanbelas seorang ahli
sejarah Prancis Jules Michelet menekankan peranan panas dan pengaruhnya pada revolusi
1789 yang mana terjadi pada bulan Mei dan September (dalam tesisnya). Tesisnya ini
dipakai untuk revolusi 1830 (Juli) dan hari-hari Juni (1848), akan tetapi itu tidak terjadi bagi
pecahnya Revolusi 1848 pada bulan Februari.
Pengaruh langsung iklim terhadap fenomena politik tidak dapat disangkal secara
langsung, juga tidak gamapang dan tidak seabsolut sangkaanAriestoteles dan Montesquieu.
Dalam hal-hal tertentu, pengaruh politik terlihat dengan jelas karen ada factor – factor lain
yang diperhitungkan.
Terjadinya iklim yang berbeda-beda hapir semua tidak diperkenankan pada
perkembangan politik atau sosial.
2) Sumber – sumber alam
Yang dimaksud sumber-sumber alam yaitu semua benda-benda yang disediakan
bumi yang diperlukan bagi eksistensi fiscal manusia. Macamnya sumber-sumber alam ada
dua yaitu sumber-sumber yang berasal dari binatang dan sumber-sumber yang berasal dari
tumbuhan, sedangkan sumber mineral menjadi kebutuhan pokok dengan perkembangan
industry. Pada hakikatnya, sebagaimana teori iklim, pembuatan tentang teori sumber-
2. sumber alam sudah lama bersifat psikologis, yang artinya sampai tingkat tertentu akan
tetap hingga saat ini yang dilakukan berdasarkan suatu kontradiksi mendasar.
3) Geografi dan keterbelakangan.
b. Ruang sebagai struktur politik
Iklim dan sumber alam tidak dapat dipisahkan dari factor geografikal lain, misal tentang
ruang teritorial. Para ahli geografi semakin yakin bahwa studi tentang ruang hidup adalah salah
satu cabang yang penting. Ruang alami tempat aktivitas manusia berkembang bisa dipelajari
dari tiga tilik yaitu pembatasan masyarakat, susunan internal dari masyarakat dalam batasan-
batasan tertentu, dan lokasi masyarakat bisa terhubung alias strategis untuk berkomunikasi.
Adapun macamnya pembagian ruang sebagai struktur politik antara alain :
1) Membatasi struktur ruang masyarakat politik
Ruang geografi merupakan suatu bentuk besar untuk bisa dibagi-bagi atau dikecilkan
sehingga membuat ruang geografi bersifat ilusi akibat terdapat interpretasi yang berbeda
daripada aslinya. Akan tetapi pembagian-pembagian tertentu didasarkan pada factor
geografis. Contohnya pulau, .. Pengaruh politik dari pembagian geografis senantiasa
dianggap penting. Adanya rintangan alami terhadap invasi mempunyai arti yang sama agak
berkurang kepentingannya.
2) Kontak-kontak
Secara politik, kontak antar masyarakat dalam saat – saat tertentu sangatlah
penting, dan kontak ini bergantung pada sebagaian dari factor-faktor geografis.
(2) Struktur Demografis
a. Jumlah penduduk
Perbedaan antara negera-negara besar dan kecil terkenal bagi penulis-penulis purba sebelum
menjadi kabur sebelum abad Sembilan belas oleh perkembangan teori-teori hukum tentang
kedaulatan nasional dan persamaan hak. Dari sudut teoritis, bahwa hakikat fenomen apolitik
berubah menurut besarnya suatu komunitas dan perbedaan dasar yang memisahkan makro
politik dari mikro politik.
Besarnya suatu komunitas tergantung pada besarnya jumlah penduduk. Sedangkan ukuran
territorial menjadi urutan kedua dalam skala kepentingan.
1) Perbedaan antara makropolitik dan mikropolitik
Makropolitik ialah aktivitas politik didalam komunitas kecil, sedangkan makropolitik
merupakan aktivitas politik didalam komunitas yang besar. Yang membedakan komunitas
tersebut besar atau kecil ialah bahwa komunitas kecil didasarkan pada hubungan manusia
langsung, sedangkan komunitas besar pada hubungannya bisa disebut mediasi atau
perantaraan. Dalam komunitas kecil perjuangan politik mengambil karakter pada
hakikatnya bersifat personal. Meski koalisi, klik-klik, dan fraksi-fraksi terbentuk secara
kasar menyerupai pengelompokan politik didalam komunitas besar. Namun, komunitas
kecil tidak mempunyai organisasi politik formal, hanya aliansi-aliansi antara individu-
individu dan kesamaan pribadi. Sedangkan dalam komunitas besar, perjuangan politik
merupakan kolektif dan individual. Komunitas ini telah mempunyai organisasi yang
kompleks dan diatur dari berbagai ragam tingkat kepentingan dan komplektisitas
berkonfrontasi satu sama lain. Sehingga pergolakan akan terus berlangsung secara
stimulant antar kelompok yang bertanding. Kemudian atas peri yang sama, dalam
komunitas kecil, integrasinya hanya pada masalah mengharmoniskan hubungan-hubungan
3. interpersonal, dan dalam komunitas besar, integrasinya meliputi masalah – masalah
organisasi komunitas daripada hubungan antar personal.
2) Masalah-masalah makropolitik
Kekuasaan politik yang besar dalam komunitas besar memunculkan masalah besar
yaitu mengenai birokratisasi dan desentralisasi. Dalam birokrasi tidak terbatas pada eselon
kekuasaan atas. Organisasi-organisasi politik yang berusaha menjadi komunitas besar yang
mana hubungan manusianya tidak kurang birokratiknya. Sedangkan dalam partisipasi asli
oleh para warga dalam mencapai keputusan dibagi-bagi menjadi kelompok yang lebih kecil
yang keudian inilah yang disebut desentralisasi. Jika desentralisasi diketahui hanya
mengatur suatu pemerintahan atau sebagainya dengan pengaturan kekuasaan secara
regional, desentralisasi didalam pemerintah yang sentralis ada kebutuhan bagi kekuasaan
untuk memiliki markas-markas lokalnya. Desentralisasi telah menjadi salah satu masalah
besar dalamkomunitas besar.
b. Tekanan demografis
Tekanan demografis didefinisikan sebagai hubungan tertentu antara besarnya jumlah
penduduk dengan jumlah teritorium yang didudukinya.
1) Tekanan demografis dan antagonisme politik
Suatu paham bahwa didalam negera yang memiliki jumlah penduduk besar akan
sering terjadi kesenjangan sosial dan rawan perang. Bahkan Ariestoteles dan Plato percaya
bahwa pertumbuhan penduduk yang berlebihan akan menumbuhkankerusuhan-
kerusuhan sosial. Pada tahun 1814 dan 1914, penduduk Eropa menjadi dua kali lipat,
kemudian perang-perang besar pada pertengahan abad keduapuluh terjadi, ini
merupakan sebuah bukti tentang teori adanya tekanan demografik. Namun, teori tekanan
demografik terbuka terlihat dalam bentuknya yang simplistic. Missal, negeri – negeri
dengan penduduk paling padat bukanlah negeri yang paling bernafsu untuk perang.
Contoh negaranya ialah China, Negara tersebut memiliki penduduk yang padat dan
rakyatnya hidup dengan damai selama berabad-abad.
2) Tekanan demografis dalamnegara – negara terbelakang
Pertumbuhan penduduk umum bergerak pada tingkatan yang berbeda dalam setiap
Negara, Negara dengan pertumbuhan yang relative rendah terdapat di Negeri-negeri
industry dan pertumbuhan cepat terdapat pada negeri-negeri terbelakang, sehingga
menempatkan negeri tersebut pada situasi kritis.
Sebuah pengamatan menunjukkan bahwa du jenis ekuilibrium demografi cenderung
tumbuh secara alami dikarenakan factor-faktor fisiologis dan psikologis diantaranya
keseimbangan penduduk msyarakat primitive, dan masyarakat dengan tingkat industry
tinggi.
Ekuilibrium masyarakat primitive diibaratkan sebuah komunitas yang berasal dari
kombiasi antara tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang disebut the sturgeon
equilibrium. Sedangkan dalam masyrakat modern atau maju terdapat dua situasi yang
berbeda yaitu tentang tingkat kemajuan yang menurun tajam dan tingkat kelahiran yang
cenderung turun akibat factor biologis yang belum sepenuhnya dipahami efek-efeknya.
Situasi dalam Negara terbelakang berasal dari kenyataan bahwa keseimbangan
penduduk primitive telah terganggu sedangkan keseimbangan di Negara industry belum
tercapai. Misalnya pengenalan hukum-hukum dasar pengobatan dan higina, dan
terutama pengenalan cara-cara mudah dan murah untuk melawan penyakit menular.
4. Akibat dari ketidak seimbangan demografis ini terjadi ketika kebutuhan
pertumbuhan penduduk yang cepat membuatnya sangat sulit untuk menyiapkan
persediaan pangan pada tingkat biasa.
3) Pertumbuhan yang tidak seimbang di kalangan kelas-kelas yang lebih miskin
Sepanjang sejarah, para pengamat dikejutkan oleh fakta bahwa tingkat kelahiran
lebih rendah di kelas-kelas orang kaya daripada orang-orang miskin, sedangkan
pendapat masa kini perasa pesimis dengan dengan tingkat pertumbuhan penduduk
lebih cepat dikalangan orang-orang miskin. Mereka berpendapat demikian dengan
pertimbangan bahwa orang-orang miskin paling tinggi tingkat buta hurufnya dan pada
umumnya kurang maju secara intelektual.
c. Komposisi penduduk
1) Umur dan seks
Peranan seks dalam mempengaruhi tingkah laku politik lebih jelas daripada umur,
meskipun tidak terlalu penting secara khusus, karena wanita cenderung lebih konservatif
daripada laki-laki, dan orang muda cenderung tidak terlalu konservatif dibandingkan
orang tua.
Dalam negeri yang sangat maju, dimana umur panjang dan tingkat kelahiran rendah,
orang tua banyak dibandigkan dengan generasi muda. Akan tetapi di negeri terbelakang
tidak terdapat hal seperti itu, karena sekarang telah disetujui bahwa orang-orang yang
lebih tua lebih terikat pada ketertiban sosial yang ada sedangkan orang muda lebih
radikal. Namun tetap boleh jadi bahwa bangsa-bangsa yang lebih mudacenderung
kepada revolusi dan pergolakan sosial daripada orang-orang tua yang merasakannya
tidak enak.
2) Komposisi penduduk kualitatif.
3) Distribusi geografis
Kepadatan rata-rata penduduk tidak berarti apa-apa dalam dirinya. Konsekuensi
politis dari distribusi penduduk yang tidak merata berbeda-beda tergantung dari Negara-
negaranya. Pada umumnya kemerataan yang sudah tercipta lama, tradisional tidak
terlalu banyak menghasilkan gema-gema selain melebih-lebihkan ketidakseimbangan
yang ada.
2. STRUKTUR SOSIAL
Struktur sosial merupakan lawan dari struktur fisik (geografis dan demografis) yaitu buatan manusia
dan bukan alam. Seperti penemuan material (alat, mesin), sistem hubungan kolektif (perusahaan, sistem
matrimonial), dan bahkan doktrin dan kebudayaan (marxisme dan humanism barat). Dari definisi
tersebut struktur sosial dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
(1) Keterampilan teknologi
Keterampilan teknologi adalah cara-cara yang dipergunakan manusia untuk mengolah benda-
benda, alat-alat, mesin, dan seterusnya untuk menguasai alam ataupun manusia. Beberapa
penemuan satu setengah abad yang lalu, kemajuan teknologi mampu membalikan kehidupan
manusia yang menimbulkan adanya apa yang kita sebut sebagai negara-negara terbelakang dan
negara-negara maju. Hal ini dikarenakan Ketrampilan teknologi berpengaruh terhadap pembangunan
ekonomi, kultur suatu negara dan berpengaruh pula terhadap kehidupan politik suatu negara.
1) Transformasi struktur sosioekonomik melalui kemajuan teknologis
Revolusi teknologi menghasilkan revolusi ekonomi yang ditandai oleh peningkatan tingkat
produksi dan konsumsi. Revolusi ekonomi ini sendiri menghasilkan revolusi kebudayaan.
a. Kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi
5. Kemajuan teknologi memberikan kontribusi untuk meningkatkan produksi dalam
tingkatan yang tidak pernah tercapai sebelumnya. Karena tekonologilah manusia mulai
keluar dari kemiskinan dari sini pertumbuham ekonomi meningkat signifikan. Akan
tetapi, hanya negara-negara maju secara teknologi yang menikmati kegunaannya
sedangkan yang lain tetap dalam kemiskinan.
Kemajuan teknologi menghapuskan perbedaan dalam geografi alami (struktur fiskal)
dimana perbedaan-perbedaan alami ini dibatasi oleh perbedaan dalam perlengkapan
teknologi. Dalam arti ini kualitas berbeda dari kondisi-kondisi geografis tidak berkurang
dengan adanya kemajuan teknologi bahkan cenderung meningkat.
b. Kemajuan teknologi dan pembangunan cultural
Kemajuan teknologi menguntungkan pembangunan kultural dengan dua cara:
pertama dengan memungkinkan manusia menkmati waktu senggang yang
memungkinkannya melanjutkan minat-minatnya dibidang pendidikan dan kebudayaan
yang kedua dengan mengembangkan cara-cara untuk kekayaan kultural. Disini kemajuan
teknologi menghasilkan pembebasan manusia. Pengurangan panjangnya hari kerja,
standard, tibanya masa senggang.
Namun ada yang mengkritik kebudayaan modern karna arti fisial dan superfisial dan
mempertentangkannya dengan kebudayaan yang lebih mendalam dan otentik dari
masyarakat tradisional. Akan tetapi kultur modern jauh lebih rundimenter dan pada
waktunya secara perlahan-lahan menembusi masyarakat dan berkembang pesat.
2) Konsekuensi politik dari kemajuan teknologis
a. Kemajuan teknologi dan pengurangan antagonism
Kelangkaan merupakan hukum umum yang menyebabkan ketidak adilan sosial, disini
kemajuan teknologi berperan untuk melemahkan efek dari ketidak adilan sosial tersebut
dengan mengurangi satu penyebab antagonisme sosial yaitu kelangkaan dari barang-barang
konsumsi.
b. Kemajuan teknologi dan pengembangan pemahaman manusia
Kemajuan teknologi meningkatkan taraf kultural manusia, memungkinkannya
memahami dan memecahkan masalah-masalahnya. Karena kemajuan teknologi lebih
mempermudah manusia untuk mendapatkan informasi. Walaupun kemajuan teknologi
meningkatkan kesulitan masalah itu pada saat yang sama ketika ia menaikkan tingkat
pemahaman manusia, akan tetapi kemampuan manusia yang mungkin memahami mungkin
telah lebih baik lagi. Kita tidak boleh lupa bahwa sangat sedikit masyarakat tradisional
menghasilkan kewarganegaraan yang mendapatkan informasi secara baik.
Seperti untuk maslah politik modern, Tidaklah mungkin untuk menjelaskan kepada
parlemen atau masyarakat luas, perincian yang banyak jumlahnya dan rumit dalam
membangun suatu rencana yang komprehensif. Akan tetapi mungkin untuk
mempformulasikan secara sangat jelas opsi-opsi dasar yang bisa diperoleh dan arti masing-
masingnya. Para warga dan wakil-wakilnya dengan demikian bisa membuat pilihan dan
membuatnya dengan pemahaman yang cukup jelas tentang isu-isu yang dibahas. Demikian
adalah salah satu contoh dari korelasi antara kemajuan teknologi dan pemahaman manusia.
c. Kemajuan teknologi dan peningkatan kekuasaan
Kemajuan teknologi secara langsung meningkatkan kekuasaan politik negara.
Misalnya dia memungkinkan pemerintahan pusat untuk memperluas kekuasaanya terhadap
seluruh negara lebih gampang, dengan manghapus masalah jarak. Sentralisasi yang muncul
6. sebagai akibatnya cenderung membinasakan otonomi lokal dan kebebasan yang diberikan
otonomi semacam itu kepada rakyat. Terutama kemajuan teknologi memberikan
pemerintah alat kekerasan yang tak terlawankan. Selain itu Kemajuan teknologi juga
menawarkakn cara-cara perlawanan yang baru terhadap oposisi.
(2) Lembaga-lembaga
Merupakan alat mempertahankan ketertiban hubungan sosial yang mapan (stabil)-status hukum
keluarga, undang-undang yang mengatur barang-barang dan milik dan konstitusi politik.
1) Pengertian umum tentang lembaga
a. Unsur-unsur yang terlibat dalam konsep lembaga
Lembaga hanya dibatasi oleh dua unsur yaitu unsur struktural dan unsur keyakinan
manusia dan citra-citra rakyat. Struktur adalah sistem hubungan yang tidak mempunyai
eksistensi riil tanpa hubungan itu sendiri. citra-citra popular, keyakinan dan sistem nilai
adalah unsur dasar dari lembaga.
Setiap individu adalah model struktural dan koleksi citra-citra yang secara luas
diterima, kurang atau lebih distandarisir. Pada umumnya, sangat penting bagi lembaga-
lembaga politik. Keyakinan politik kurang lebih bersifat kudus, agar orang memperoleh ide
tertentu bahwa kekuasaan politik harus ada dan dikenal baik. disini kekuasaan absah
bilamana dia sesuai dengan citra popular, dengan sistemnilai masyarakat.
b. Tempat individu dalam lembaga sosial: status dan peran
Lembaga merupakan penjelmaan dari berbagai peranan dan status, peran dan status
ini menjelaskan masalah dari posisi relatif individu didalam lembaga-lembaga sosial. Bagi
setiap status ada sejumlah pola tingkah laku yang diharapkan dari individu, dari yang
memegang posisi, dan serentak atribut-atribut yang harus dia miliki. Atribut-atribut tersebut
diartikan sebagai peranan sebagai akibat dari status dan perilaku yang diharapkan oleh
anggota-anggota lain dari masyarakat terhadap pemegang status. Singkatnya peranan
adalah aspek dari status.
c. Jenis lembaga-lembaga yang berbeda-beda
Dilihat dari institusi dan posisi lembaga-lembaga legal (hukum) lembaga-lembaga ini
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu“institution by pure fact” dan “institutions by
design”. Institution by fact adalah lembaga-lembaga yang muncul secara otomatis, hampir-
hampir secara mekanis, dan boleh dikatakan permainan antara kekuatan dan peristiwa-
peristiwa. Sedangkan institution by design merupakan lembaga-lembaga yang dibentuk
dengan sengaja atau lembaga-lembaga normatif, karena mereka didasarkan pada norma-
norma. Lembaga-lembaga ini berfungsi menurut undang-undang yang dibuat terdahulu
yang mengaturrules of conducts yang harus dipatuhi oleh para anggotanya didalam tingkah
lakunya dan bersifat obligatoir. Sedangkaninstitution by fact pada hakikatnya bersifat
deterministik. Ada tiga jenis lembaga normative yaitu yang berdasarkan pada hukum, yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip moral, dan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan
sosial (sosial customs).
d. Lembaga dan teknologi
Lembaga-lembaga masyarakat erat hubungannya dengan perkembangan
tekonilogi. Pada titik ini kaum penganut marxisme cenderung menganggap lembaga-
lembaga semata-mata sebagai pencerminan teknologi. Lembaga-lembaga mempunyai
otonomi tertentu dalam hubungannya dengan perkembangan ekonomi dan teknologi.
sampai pada sebuah tingkat tertentu sebuah ephipenomenon : teknologi yang berhubungan
7. dengan produksi. Dengan demikian Ada dua tingkat lembaga yaitu lembaga sosio ekonomi
yang berhubungan dengan metode-metode produksi dan kepada hubungan-hubungan kelas
sebagai akibatnya dan lembaga lainnya.
e. Persistensi lembaga-lembaga: inersia sosial
Lembaga-lembaga merupakan hasil dari struktur-struktur tekno ekonomis, dimana
lembaga-lembaga ini memegang otonomi. Satu karakteristik dari otonomi-otonomi ini
adalah bahwa, oleh semacam inersia sosial lembaga-lembaga tetap berlangsung hidup
setelah faktor-faktor yang menghasilkannya telah lenyap. Disini persistensi-persistensi
lembaga sangat lumrah, disemua negara dan setiap waktu ada campuran antara lembaga-
lembaga kontemporer dan lembaga-lembaga kolot yang tetap hidup dimana orang terbiasa
dengan eksistensinya dan tidak sadar sepenuhnya terhadap kadaluarsanya. Persistensi
lembaga-lembaga dengan demikian bisa berakibat pada memelihara, atau bahkan
menghidupkan kembali rezim-rezim yang berbeda dari struktur sosio ekonomi.
2) Lembaga-lembaga politik klasifikasi rezim-rezim politik
Lembaga-lembaga politik adalah lembaga-lembaga yang memperhatikan kekuasaan,
organisasinya, pengalihanya, pelaksanaan, legitimasi, dan sebagainya. Dalam sejarah lembaga-
lembaga ini telah bergabung menurut jenis yang berbeda-beda yang disebut dengan rezim-
rezim politik yang memekar struktur-struktur kelembagaan khusus dikehidupan politik yang
terbuka, akan tetapi struktur itu sendiri merupakan bagian dari kerangka sosial yang terdiri dari
lembaga-lembaga lain dan faktor-faktor geografis dan demografis dari masyarakat yang
bersangkutan. Disinilah pentingnya masalah menggolong-golongkan rezim-rezim politik.
a. Klasifikasi purba
Sampai akhir abad kesembilanbelas, pada umunya diterima sistem klasifikasi yang
diwariskan sejak zaman yunani yang membagi rezim-rezim politik kedalam monarki
(pemerintahan oleh seorang), oligarki (pemerintahan oleh beberapa orang) dan demokrasi
(pemerintahan oleh semua).
b. Klasifikasi legal masa sekarang
Para ahli hukum membuat klasifikasi rezim-rezim politik menurut hubungan-
hubungan internal antara kekuasaan yang berbeda-beda yaitu antara elemen-elemen yang
berbeda-beda membentuk negara. Dengan demikian kita tiba pada pembagian tripartite
dari rezim pemerintah: sebuah rezim dimana ada pemusatan kekuasaanya, sebuah rezim
dengan sebuah pemisahan kekuasaan, dan sebuah rezim parlementer.
Pemusatan kekuasaan berarti bahwa semua keputusan penting diambil oleh satu
organ negara. Didalam pemerintahan-pemerintahan yang mempunyai kekuasaan dan yang
mempunyai sistem parlementer seperti pada pembagian umum yang sama antara monarki
dan republik.
c. Klasifikasi sosiologis modern
Kecenderungan masa sekarang adalah pada perbedaan dasar antara rezim-rezim
pluralistis atau demokratis dan rezim-rezim Unitarian atau otokratis. Didalam rezim-rezim
pluralistis atau demokratik, pergolakan politik terjadi secara terbuka dan bebas dibawah
sinar lampu umum. Di dalam rezim-rezim Unitarian sebaliknya konflik politik secara resmi
tidak terjadi, selain dalam bentuk perjuangan individu untuk memperoleh restu sang
pangeran. Inilah perbedaan dasar dari rezim-rezim demokratik pluralistik, dimana
kekuasaan tertinggi itu sendiri ditantang pada jangka waktu yang teratur setiap empat atau
lima tahun oleh permainan bebas dan pemilihan umum.
8. d. Maire du palais
Dalam kategori yang besar ini rezim-rezim pluralistic atau demokratis, rezim-rezmi
Unitarian atau otokratik dan turun temurun dan kediktatoran yang berasal dari kemenagan.
Yang lebih realistik dan kurang formal adalah pemerintahan otokrasi moderat, yang
menerima oposisi tertentu terhadap rezim dan mengizinkan cara-cara legal tertentu untuk
mengungkapkan perbedaan pendapat politik secara tidak langsung, dan otokrasi totalitarian
yang menghancurkan semua oposisi dan memaksa kaum pembangkang untuk memakai
kegiatan-kegiatan gelap.
Mengenai demokrasi pluralistis, jalan terbaik untuk mengklasifikasikannya adalah
menggabungkan bentuk-bentuk legal rezim-rezim pemerintahan dengan jenis partai politik
yang terdapa didalamnya. Kita bisa mengenal tiga rezim pluralistik (1) rezim-rezim
presidensisl baik pseudo dwipartai, sebagaimana di Amerika Serikat, atau multipartai
sebagaimana di Amerika latin (2) rezim-rezim parlementer dengan sistem dwipartai jenis
britis (3) rezim-rezim parlementer dengan sistembanyak partai jenis eropa koninental.
3) Lembaga-lembaga politik dan struktur tekno-ekonomik
Ada dua teori besar yang bertentangan dengan masalah ini. Kaum marxis menganggap
rezim-rezim politik mencerminkan sistem produksi suatu masyarakat, yang pada hakikatnya
didefinisikan dalam sistem pemilikan. Dengan ini mereka mengingkati bahwa lembaga-lembaga
politik mempunyai otonomi. lembaga-lembaga kurang penting dalam pandangan Marxis.
Orang-orang barat sebaliknya, yang pada mulanya melebih-lebihkan independensi politik dalam
hubungannya dengan ekonomi, kini mulai mengubah teori-teoorinya yang dulu dan menarik
posisi yang semakin dekat dengan kaum marxis. Bagi analisis barat, factor yang esensial yang
menjadi alasan untuk mendirikan setiap rezim politik bukanlah sistem hak milik, akan tetapi
tingkat pengembangan teknologi.
a. Rezim politik dan sistemhak milik
Marxisme membedakan empat jenis negara : negara budak pada masa purba, negara
feudal, negara borjuis, dan negara sosialis, masing-masing sesuai dengan modus produksi
dan sistem pemilikan dalam jenisnya yang khusus. Setiap jenis negara dibagi-bagi menjadi
beberapa bentuk negara atau rezim politik : depotisme timur, tirani, atau republic didalam
negara budak, seignories atau monarki-monarki yang disentralisir didalam negara feudal;
demokrasi barat atau rezim fasis didalam negara-negara borjuis; sistem sofiet dan
demokrasi rakyat didalam negara-negara sosialis. Dengan demikian berbagai rezim politik
sesuai dengan perbedaan-perbedaan didalam sistemproduksi dan sistemmilik.
b. Rezim-rezim dan tingkat produksi
Demokrasi pluralistis sesuai dengan tingkat industrialisasi yang tinggi tingkatannya.
Mengatakan bahwa masyarakat bebas adalah masyarakat makmur. Dalam hakikat otokratik
dan Unitarian dari rezim-rezim komunis bersifat terbelakang dan setengah maju dari
negara-negara dimana komunisme didirikan. Rusia tahun 1917 dan demokrasi rakyat tahun
1945 mempunyai satu sifat yang sama : mereka berada ditingkat ekonomi yang rendah
dibandingkan dengan negri-negri industry dibarat.
Dibangunnya diktator lebih mudah dan sering dalam masyarakat yang terbelakang
dari pada msyarakat yang sangat maju. Dalam negara-negara yang sangat maju semua
bangunan sosial berdiri atas bahu para ilmuwan, ahli teknik, dan kaum cendekiawan yang
hanya bisa bekerja dalam udara kebebasan.
9. 3. Kultur
Kultur adalah ideology keyakinan, dan ide-ide kolektif yang pada umunya dianut dalam suatu
komunitas tertentu.
(1) Keyakinan : ideology dan mitos
Dalam arti tertentu masyarakat adalah jumlah dari keseluruhan ide-ide dan citra-citra yang telah
dibentuk oleh anggota-anggotanya. Akan tetapi diantara ide-ide kolektif ini, beberapa sesuai dengan
kenyataan-kenyataan eksternal yang mempunyai eksistensi obyektif fisikal. Ide-ide lain adalah hanya
lukisan fikiran states of mind.
a. Berbagai jenis keyakinan
Ada dua jenis kategori keyakinan/kepercayaan yaitu keyakinan-keyakinan yang lebih
rasional, ada rumusannya dan keyakinan-keyakinan irrasional yang lebih bersifat spontan dan
selanjutnya dinamakan mitos. Ideology mengungkapkan kecenderungan psikologisnya sendiri dan
konflik batinnya didalam doktrin yang dirumuskannya. Setelah doktrin-doktrin tersebut
dikerjakannya secara teliti oleh individu-individu yang dibawah tekanan tertentu dari kebutuhan
sosial, ideology tergantung pada reaksi mayarakat. Ideology digunakan untuk mengekspresikan
aspirasi dan tuntutan-tuntutan, dan memberikan definisi tujuan-tujuan dasar dari tindakan
politik, dibentuklah berbagai partai dan organisasi. Penerimaan atau penolakan suatu sistem
ideology tergantung sejauh mana dia mencerminkan kebutuhan-kebutuhan komunitas dan
kekuatan-kekuatan didalamnya.
Mitos merupakan keyakinan yang kurang jelas, kurang rasional dan kurang teliti diolah
dalam pikiran dibandingkan dengan ideology. Disini ada dua macam mitos yaitu mitos yang bisa
disebut tradisional dan mitos aksi. Mitos tradisional kurang lebih pelukisan yang bersifat fable
tentang alam, dunia, manusia, dan masyrakat yang sudah direrima secara kuat untuk memberi
inspirasi kepada kehidupan dari suatu kelompok sosial.
Pada awal abad dua puluh, jurnalis perancis Georges Sorel mengembangkan suatu paham
lain tentang mitos ̶ mythos of action bahwa salah satu cara paling efektif untuk mempengaruhi
suatu komunitas adalah memberikannya citra-citra yang singkat dan tidak rumit tentang masa
depan yang fiktif atau masalalu yang fable, yang mempolarisir emosi-emosi dan bergerak menuju
aksi. Action mhyts ini bisa menggugah gerakan-gerakan revolusioner, sebagaimana diyakini sorel,
sesiap mereka bisa menyumbangkan untuk mempertahakan ketertiban sosial.
b. Pengaruh politik dari keyakinan rakyat
Mitos dan ideologi dasarnya memainkan peranan yang sama dalam kehidupan politik yaitu
mereka memobilisir warga negara, baik dalam oposisi terhadap kekuasaan atau mendukungnya.
Mobilisasi merupakan kamuflase agar keyakinan bisa berlaku untuk menyembunyikan realitas
agar dapat diterima. Disamping itu ideologi juga bisa untuk mengurangi ketegangan-
ketegangan.
Dengan mengintegrasikan setiap pola perilaku yang khusus ini kejalan program politik yang
komprehensif, ideology bisa mempengaruihi jalanya tindakan. Konsep “kesadaran politik” jelas-
jelas menunjukkan peranan ideology. Kesadaran politik adalah produk dari sejumlah faktor,
terutama ideologi-ideologi mengambangkan kesadaran politik rakyat, dengan demikian berlaku
sebagai basis kelompok-kelompok ideologis.
(2) Entitas kulutural (unsur-unsur kebudayaan)
Semua unsur yang membentuk suatu komunitas bercampurbaur dalam situasi aktual, membentuk
kombinasi yang jelas berbeda yang bisa kita sebut entitas kultural. Setiap komunitas individual
merupakan milik dari suatu entitas kultural atau dirinya sendiri merupakan entitas kultural.
10. a. Konsep entitas cultural
Entitas kultural merupakan bangsa-bangsa atau kelompok bangsa-bangsa yang memiliki
suatu peradaban yang sama. Entitas kultural pada hakikatnya dibentuk oleh sejarah, lantas
diperkuat oleh pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
Kebudayaan sebagaimana dibentuk oleh perkembangan sejarah yang unik dari setiap
bangsa atau kelompok bangsa-bangsa, diwariskan melalui mekanisme pendidikan dalam arti
seluas-luasnya. Beberapa unsurnya bekerja secara fisikal tanpa orang menyadarinya. Akan tetapi
kebayakan unsur bekerja melalui fenomena yang sadar, melalui keyakinan kolektif, citra, dan
sikap yang diwariskan dari generasi kegenerasi oleh proses pendidikan yang bukan saja
direncanakan untuk memberikan generasi yang baru dengan keterampilan yang berguna akan
tetapi juga memberikan pandangan kultural yang baru. Dalam bidang politik entitas nasional lebih
penting karena bangsa-bangsa adalah tempat duduk dari organisasi kekuasaan yang fundamental.
b. Pengaruh politik dari entitas cultural
Entitas kultural sangat penting secara politik, akan tetapi tidak sepenting sosio ekonomik.
Entitas kultural menempati posisi sekunder dengan faktoe sosio ekonomik yang merupakan
unsur-unsur primer.
Entitas kuktural dalam mempengaruhi politik dapat saja tidak bekerja sebagai kekuatan
yang memberikan motivasi akan tetapi ia menjadi rem atau akselerator. Di Polandia, Hongaria,
Yugoslavia faktor-faktor kultural mempercepat liberalisasi. Di Jerma faktor kultural
memperlambat evolusi menuju demokrasi barat. Di Perancis faktor-faktor kultural mempercepat
gerakankearah demokrasi liberal. Dalam hal-hal lain, faktor kultural menentukan detail dari rezim-
rezim politik.
3. The Making of Prosperty and Poverty
Bab 3 dari "Why Nations Fail" membahas tentang penciptaan kemakmuran dan kemiskinan.
Sebelum bab ini Acemoglu dan Robinson menjelaskan motivasi di balik kesuksesan dan kegagalan
bangsa-bangsa dalam sejarah. Setelah membuat argumen dasar, Bab 2 membahas sejumlah teori
yang tidak bekerja, termasuk gagasan bahwa geografi adalah faktor penentu. Meskipun demikian,
Jared Diamond (2012) - yang adalah seorang penulis buku "What Makes Countries Rich or Poor?" -
berpendapat bahwa selain institusi dan pemerintah, geografi juga merupakan unsur penting yang
tidak dapat diabaikan. Selain itu Acemoglu dan Robinson menghindari untuk membahas peran
sumber daya alam dengan melakukan serangkaian studi kasus historis yang mencakup lokasi
geografis, budaya, agama, dan pemimpin mereka. Mereka sangat menegaskan bahwa kesenjangan
antara kaya dan miskin dimotivasi oleh struktur kelembagaan negara.
Di bab ini ada 2 jenis struktur kelembagaan: institusi inklusif dan ekstraktif. Yang pertama adalah
lembaga peradilan dan kontrak yang menciptakan hak kepemilikan dan lingkungan hukum yang
aman, dan memungkinkan individu untuk bebas berdagang dan bersaing satu sama lain. Jenis
institusi ini umumnya menghasilkan inovasi. Di sisi lain, lembaga ekstraktif melakukan persis
berlawanan dengan kebijakan inklusif. Acemoglu an Robinson menyatakan bahwa institusi ini tidak
dirancang karena kesalahan, namun dengan tujuan realokasi sumber daya. Lembaga ekstraktif tidak
menciptakan lingkungan hukum dan menjamin hak kepemilikan semua penduduk. Sebaliknya,
mereka menciptakan lapangan kecil yang sebagian besar dipaksakan untuk kepentingan minoritas.
Mereka memblokir inovasi dan perkembangan teknologi karena menghindari destabilisasi kekuatan
dan kontrol. Selain itu, penulis menggunakan bukti dari sebuah sejarah untuk merinci berbagai
contoh yang menggambarkan mengapa institusi penting dan bagaimana dalam setiap kasus lembaga
ekstraktif menghasilkan hasil yang buruk, sementara institusi inklusif menghasilkan hasil yang baik.
11. Pertama, pada buku ini penulis menguraikan tentang Korea yang dijajah oleh Jepang sampai akhir
Perang Kedua. Setelah runtuhnya koloni Jepang, dan Korea terbagi menjadi dua: Utara dan Selatan.
Kedua negara ini memiliki latar belakang karakteristik, budaya, dan agama yang sama persis. Mereka
berdua memiliki geografi, iklim, dan sumber daya alam yang sama. Tapi hari ini orang-orang di Utara
memiliki standar hidup yang sangat miskin seperti negara Afrika sub-Sahara, sedangkan orang-orang
di Selatan memiliki standar kehidupan yang sejahtera seperti negara-negara Eropa. Penulis
menyatakan bahwa harapan hidup di Utara adalah 10 tahun lebih rendah daripada di Selatan. Selain
itu, Acemoglu dan Robinson menyajikan citra satelit dua negara untuk menunjukkan intensitas
cahaya mereka di malam hari. Dokumen tersebut menyatakan bahwa Korea Utara hampir
sepenuhnya gelap karena kekurangan listrik, sementara Korea Selatan bersinar dengan cahaya. Di
sini, mereka mencatat bahwa perbedaan ekstrim ini tidak muncul oleh perbedaan geografis atau
budaya, dan menambahkan bahwa mereka tidak ada sebelum Perang Kedua. Penulis dengan tegas
menegaskan bahwa motivasi utamanya adalah struktur kelembagaan pemerintah. Mereka
menggarisbawahi bahwa Korea Utara dikelola oleh Rusia, dan Selatan oleh Amerika Serikat. Korea
Selatan dikelola oleh presiden anti-komunis Rhee yang mendirikan ekonomi pasar bebas dengan
industri swasta yang mendorong investasi dan perdagangan. Selain itu, pemerintah sangat
berinvestasi pada pendidikan dan sekolah yang dalam waktu singkat menghasilkan dorongan dalam
inovasi industrialisasi dan teknologi.
Sementara itu, Korea Utara dikelola oleh diktator Kim II-Sung yang mengaktifkan ekonomi
terencana sebagai bagian dari Juche System. Pasar dilarang, dan kebebasan dibatasi. Hanya sedikit
orang di sekitar presiden Kim II-Sung yang mengendalikan semua sumber daya negara tersebut.
Indeks Bank Dunia hari ini menunjukkan bahwa Korea Utara adalah negara yang paling buruk dalam
hal hak asasi manusia, keterbukaan ekonomi, kebebasan pers, persepsi korupsi, dan demokrasi.
Orang-orang di negara ini harus pergi ke tentara selama sepuluh tahun setelah menyelesaikan
sekolah. Mereka tidak bisa memiliki properti sendiri atau memulai bisnis sendiri untuk menjadi lebih
makmur.
Kedua, Acemoglu dan Robinson menguraikan koloni Inggris Barbados - yang merupakan salah satu
tempat terkaya berdasarkan ekonomi gula - sebagai contoh bagi institusi ekstraktif. Tapi ekonomi
bergengsi ini diatur seputar perbudakan. Hampir 67% dari total penduduknya adalah budak Afrika
yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan dan peluang ekonomi. Mereka tidak memiliki hak
kepemilikan dan kontrak. Tidak ada persamaan politik di pulau ini. Hakim didominasi oleh 1% teratas
yang merupakan pekebun besar. Demikian pula kekuatan militer dan politik berada di bawah kontrol
keluarga yang sama yang memiliki perkebunan besar di pulau ini. Penulis berpendapat bahwa
kurangnya institusi inklusif membuat negara gagal dalam jangka panjang, karena hari ini Barbados
adalah salah satu negara termiskin di dunia.
Dalam kasus ketiga, Acemoglu dan Robinson menguraikan Amerika untuk membuat struktur
institusi yang kokoh merupakan penentu utama dengan menceritakan pola taktik penjajahan di
Amerika Selatan oleh orang-orang Spanyol, dibandingkan dengan pengalaman Inggris yang kurang
menguntungkan di Utara. Mereka menyatakan bahwa penjajah Spanyol bertujuan untuk membangun
sebuah model yang dibutuhkan untuk menangkap pemimpin suku setempat, yang memaksa
penduduk untuk bekerja di bawah kendali mereka, terutama dengan mencari emas dan perak yang
kelaparan. Pada awalnya orang-orang Spanyol gagal membangun model ini karena struktur suku-suku
yang jarang dan tidak terkoordinasi. Tapi orang-orang Spanyol berhasil melakukannya ketika mereka
menemukan sebuah suku Indian bernama Guarani di seberang sungai Parana yang menetap dengan
padat dan mengadopsi struktur hirarkis mereka sendiri. Orang-orang Spanyol terintegrasi dengan
12. masyarakat dan menyatakan diri mereka sebagai elit. Mereka menikah dengan putri, dan mengambil
alih institusi ketenagakerjaan yang ada yang merupakan lembaga pemaksaan. Model ini membantu
meningkatkan kekayaan Kerajaan Spanyol, namun bukan negara-negara terjajah Selatan.
Di sisi lain, perusahaan Inggris melihat bagaimana Spanyol menjajah Selatan dan meningkatkan
kekayaan mereka. Dengan motivasi ini, Virginia Company tiba di Amerika Utara dengan tiga kapal
berisi tentara dan pandai emas. Tapi model Spanyol tidak berhasil dan paksaan suku Indian setempat
tidak berhasil karena pelarangan suku dan pemberontak mereka jarang terjadi. Berbeda dengan
orang-orang Spanyol, mereka tidak dapat menemukan suku yang padat dan mengadopsi struktur
hirarkis mereka sendiri seperti Guarani. Sebagai alternatif, Virginia Company membawa pekerja
mereka sendiri (lapisan bawah) untuk menetap dan memaksa mereka bekerja dengan peraturan yang
ketat. Model ini juga gagal karena kondisi kehidupan yang mengerikan di bawah peraturan ketat yang
mendorong pemukim untuk melarikan diri dan bergabung dengan suku setempat. Setelah itu pada
tahun 1618, Virginia Company memutuskan untuk memberikan insentif kepada pemukim untuk
menghindari masalah ini. Mereka datang dengan sistem kepala kanan yang memberi tanah kepada
setiap pemukim untuk penggunaan secara bebas, dan mengamankan hak kepemilikan. Yang lebih
penting lagi, pada tahun 1619, perusahaan Virginia mengizinkan pemindahan kekuasaan politik
kepada para pemukim dengan Majelis Umum. Inovasi ini membawa kesuksesan dalam penjajahan
Utara. Akhir-akhir ini, model yang sama diterapkan di Carolina dan Maryland.
Selain itu, mereka sangat percaya bahwa kegagalan model kolonisasi orang Spanyol di Utara, dan
konflik antara pemimpin dan pekerja Virginia, telah muncul institusi inklusif yang semakin kuat seiring
berjalannya waktu. Tetapi keberhasilan model penjajahan Spanyol telah muncul intuisi ekstraktif di
Selatan, dan ini bertahan bahkan setelah generasi baru (yang bukan anak penjajah) berkuasa
(misalnya Paraguay, Bolivia, Meksiko). Ini menunjukkan bahwa lembaga ekstraktif pada saat itu
memiliki dampak yang besar terhadap pembangunan institusi masa depan di wilayah yang sama.
Selain itu, penulis terus membahas tentang institusi ekstraktif dan hasil buruknya dengan
mengekstraksi Kongo dan Haiti, di mana sebagian besar penduduk tidak memiliki pendidikan sekolah.
Penulis menyatakan bahwa kualitas pengajaran di negara-negara ini sangat mengerikan, karena tidak
ada sistem pendidikan, dan bahan ajar langka. Mereka menambahkan bahwa tingkat pendidikan
rendah ini gagal menciptakan insentif bagi orang untuk bersekolah. Akhirnya, pasar ekstraktif ini
menyeret negara menuju kemiskinan. Penulis menyimpulkan bahwa distribusi kekuatan politik di
masyarakat merupakan penentu utama hasil pertandingan menang atau gagal. Jika distribusi
kekuasaan itu sempit, maka institusi politiknya ekstraktif atau absolutis seperti Korea Utara dan
Spanyol di Amerika Latin. Dalam rezim ini, mayoritas penduduk dipaksakan untuk kepentingan
minoritas. Dengan demikian, ekonomi gagal mendongkrak, dan stagnan dalam jangka panjang. Di sisi
lain, jika kekuasaan didistribusikan secara luas di masyarakat, maka institusi politik bersifat inklusif
atau pluralistik seperti misalnya Korea Selatan dan penjajah Inggris di Amerika Utara. Di bawah rezim
ini, orang memiliki hak properti yang aman, dan institusi memberi lebih banyak insentif kepada
orang-orang, yang pada akhirnya akan membantu meningkatkan ekonomi.
Namun penulis menggaris bawahi bahwa distribusi kekuatan politik bukanlah satu-satunya penentu
kemajuan ekonomi dan kemakmuran. Mereka menunjuk negara Afrika Timur Somalia di mana
kekuasaan politik didistribusikan secara luas namun negara ini cukup miskin. Tidak ada otoritas nyata
yang mengendalikan negara ini karena masyarakat terbagi dalam klan. Di sini, Acemoglu dan
Robinson menyatakan bahwa Korea Selatan dan Amerika Serikat memiliki institusi ekonomi inklusif
karena tidak hanya mereka memiliki institusi politik yang pluralistik, namun juga negara-negara
terpusat dan berkuasa.
13. Terakhir, Acemoglu dan Robinson memberikan bukti kehancuran kreatif dari sejarah Eropa. Pada
masa industrialisasi, pemerintah di sebagian besar negara Eropa dikendalikan oleh aristokrasi atau
elit. Penulis menjelaskan bagaimana para elit di Inggris kehilangan kekuatan mereka dengan revolusi
industri, dan bagaimana imperium Austro-Hungaria dan Rusia tidak melakukannya. Lembaga
ekstraktif yang berkuasa di Kekaisaran Austro-Hungaria dan Rusia menghalangi inovasi dan
industrialisasi. Akibatnya, ekonomi mereka terhenti, dan tertinggal di belakang negara-negara Eropa
lainnya yang didorong oleh ekonomi di abad ke-19.