Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Samaggi phala.or.id-jilid ii kelompok lima
1. Jilid II – Kelompok Lima
samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/jilid-ii-kelompok-lima/
DHAMMA VIBHAGA
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
JILID II
KELOMPOK LIMA
1. PRAKTEK-PRAKTEK YANG BERGUNA BAGI KEMAJUAN BATHIN (ANUPUBBIKATHA)
a. Kemurahan hati (dana)
b. Kemoralan (sila)
c. Kebahagiaan di dalam alam-alam kedewaan (sagga)
d. Bahaya-bahaya dalam kenikmatan kesenangan-kesenangan indria (kamadinava)
e. Faedah-faedah peninggalan terhadap kesenangan indria (nekkhammanisamsa)
M. Pa. 4/30
KETERANGAN
Ada lima pokok praktek yang berguna bagi kemajuan bathin. Sang Buddha sering mempergunakan
metode ini dalam mengajar para siswa awam yang memiliki kemampuan untuk mencapai Penerangan
tetapi masih memerlukan instruksi yang memberikan kemajuan sebelum mereka mampu untuk
mengerti ajaran lebih maju yang berkenaan dengan Empat Kebenaran Mulia.
Yang pertama dari lima langkah yang membawa kemajuan adalah kemurahan hati, bentuk kasar dari
pengorbanan untuk menghalangi kekikiran yang mementingkan diri sendiri, memberikan bagian dari
miliknya untuk meringankan penderitaan orang lain.
Langkah kedua adalah kemoralan, kemampuan untuk menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang
menimbulkan kerugian pada makhluk lain. Ini menumbuhkan penghormatan pada diri, harta, dan hak-
hak orang lain, serta menciptakan suatu masyarakat yang bersatu dan damai.
Langkah ketiga yang berguna bagi kemajuan bathin adalah menerangkan alam-alam kedewaan dan
kesenangan-kesenangan yang ada disana sebagai hasil dari kemurahan hati dan menjalankan sila,
sehingga menggembirakan para pendengarnya di dalam praktek-praktek yang telah disebutkan di
atas.
Selanjutnya adalah titik balik yang menarik perhatian dimana para pendengar, setelah demikian jauh
tertarik di dalam kenikmatan indria, dikecewakan dengan keterangan yang merupakan kebalikan, yaitu
tentang bahaya-bahaya dari kenafsuan, yang selalu laten dan meliputi dalam apa yang disebut
kenikmatan. Ini adalah suatu permulaan sikap bathin yang negatif, yang bebas dari nafsu, yang
cenderung untuk membuka kelibatan keinginan dan kemelekatan.
Akhirnya sampai pada segi yang positif dan langkah yang menentukan dari praktek yang berguna bagi
perkembangan bathin: peninggalan segala bentuk kesenangan indria. Ini adalah pasti, akibat yang
wajar dari terbukanya ikatan dan bathin mencari suatu nilai yang lebih tinggi karena kekecewaannya.
Cara diatas yang membawa seorang pendengar selangkah demi selangkah adalah suatu cara yang
sempurna yang mempersiapkan seorang siswa untuk suatu kenaikan yang berangsur-angsur menuju
puncak Penerangan. Dengan cara ini, seorang siswa pertama-tama menghilangkan semua kekikiran
bathin dan kemudian melatih dirinya dalam praktek pengendalian diri, dengan suatu harapan untuk
2. memperoleh kesenangan indria, menjadi kecewa dan sebaliknya berusaha untuk menggagalkannya.
Dengan memiliki sikap bathin ini, seorang pencari tidak mempunyai suatu kesukaran untuk mengerti
ajaran-ajaran yang mendalam. Pada tingkat ini suatu bathin yang demikian adalah seperti selembar
kain yang telah dibersihkan dari seluruh kekotoran dan noda-nodanya, siap untuk menjalani proses
pencelupan dan secara sempurna akan mencelup warna apapun juga yang diberikan padanya.
2. KESENANGAN-KESENANGAN INDRIAATAU OBYEK-OBYEK (KAMAGUNA)
1. Bentuk-bentuk yang dapat dilihat (rupa)
2. Suara (sadda)
3. Bau (gandha)
4. Rasa (rasa)
5. Sentuhan (photthabba)
Ma. Mu. 12/333
KETERANGAN
Obyek-obyek indria yang menyenangkan mempunyai suatu pengaruh yang mengikat pikiran manusia
duniawi biasa, membuat mereka buta terhadap kebenaran mutlak berkenaan dengan hal-hal itu.
Kelima obyek ini disebut obyek indria, sebagai lawan dari keinginan indria atau watak (lihat: Kama, No.
3, Kelompok Dua). Mereka diumpamakan seperti tali jerat Mara (Penggoda) karena pengaruh
mengikat mereka pada pikiran yang tenggelam di dalam mereka, dan juga diumpamakan seperti
tentara Mara karena perwujudan mereka yang bermacam, bentuk-bentuk yang tak terhitung, masing-
masing cenderung membawa sang siswa kearah jalan yang sesat. Hanya ‘Sang Jalan’ (Pandangan
Terang) dari seorang yang tidak kembali (anagami) dapat mengatasi mereka dengan seketika dan
untuk selamanya (lihat rintangan-rintangan bathin, Kelompok Sepuluh).
3. MATA (CAKKHU)
a. Mata jasmani (mamsacakkhu)
b. Mata deva (dibbacakkhu)
c. Mata kebijaksanaan (paññacakkhu)
d. Mata seorang Buddha (Buddhacakkhu)
e. Mata yang meliputi segalanya (samantacakkhu)
Khu. M. 29/52
KETERANGAN
Lima macam mata ini dikatakan dimiliki oleh Sang Buddha. Melalui mata jasmani-Nya yang terang,
Sang Buddha mampu melihat lebih jauh daripada manusia biasa dan juga mengetahui lebih banyak
hal secara lebih terperinci.
Beliau juga melihat perbedaan kekuatan-kekuatan kamma yang menciptakan bermacam-macam
makhluk yang tidak ada akhirnya. Ini adalah mata dewa Beliau.
Karena mata kebijaksanaan-Nya, maka Sang Buddha berhasil mencapai Penerangan Sempurna
dalam Empat Kebenaran Mulia dan lain-lainnya.
Mata seorang Buddha adalah mata yang memungkinkan Beliau mengetahui watak dan melihat
kemampuan tiap-tiap individu manusia.
Mata yang meliputi segalanya adalah titik puncak dari empat macam mata lainnya. Ini berarti
3. kemampuan luar biasa dari Sang Buddha untuk mengetahui apa saja yang Beliau ingin ketahui dan
dimana saja ada sesuatu untuk diketahui.
4. PENGELOMPOKKAN AJARAN-AJARAN (DHAMMAKHANDA)
a. Kelompok tentang kemoralan (silakhandha)
b. Kelompok tentang meditasi (samadhikhandha)
c. Kelompok tentang kebijaksanaan (paññakhandha)
d. Kelompok tentang kebebasan (vimuttikhandha)
e. Kelompok tentang pandangan terang ke dalam kebebasan (vimuttiñanadassanakhandha)
An. Pa. 22/152
KETERANGAN
Ini adalah suatu metode menggolongkan ajaran Sang Buddha yang bermacam-macam. Metode ini
amat membantu dalam mempersamakan dan untuk mengingat, jika tidak maka ajaran-ajaran Sang
Buddha yang bermacam-macam dan berjilid-jilid itu akan tidak mempunyai hubungan atau kaitan
diantara mereka sendiri. Jadi menahan diri dan sikap sedang dalam hal makan dan minum dapat
digolongkan di bawah kelompok peraturan atau kemoralan; usaha-usaha dan perenungan terhadap
hal-hal yang menjijikkan dari badan jasmani dapat digolongkan dalam kelompok meditasi; pandangan
terang dalam sifat hukum kamma dan pembedaan atau pemilihan praktek-praktek termasuk kelompok
kebijaksanaan; peninggalan dan penyadaran termasuk kelompok kebebasan, serta pandangan terang
di atas keduniawian adalah termasuk kelompok pandangan terang dalam kebebasan.
CATATAN :
Lima pengelompokkan ajaran ini juga disebut inti sari dari ajaran-ajaran (sara).
5. KEGEMBIRAAN LUAR BIASAATAU KEGIURAN (PITI)
a. Kecil (khuddaka)
b. Sesaat (khanika)
c. Sekejap-sekejap (okkantika)
d. Mengharukan (ubbenga)
e. Meresap (pharana)
Vis. Path. P. 128
KETERANGAN
Kegembiraan atau kegiuran adalah keadaan pikiran yang dikuasai oleh suatu perasaan bahagia. Disini
dipergunakan untuk mengartikan perasaan yang timbul sewaktu sedang melakukan suatu perbuatan
baik, menyadari kebenaran atau pada saat melakukan meditasi.
1. Kegembiraan yang pertama adalah kegembiraan yang menyebabkan air mata mengalir atau
rambut berdiri. Ini disebut kegembiraan kecil (khuddaka piti).
2. Yang kedua adalah kegembiraan yang menghasilkan suatu cahaya seperti kilat atau
menyebabkan suatu perasaan menusuk seluruh tubuh (tetapi bukan perasaan sakit).
3. Yang ketiga, kegembiraan sekejap-sekejap menghasilkan suatu akibat yang lebih kuat dan
berlangsung lebih lama dari yang kedua. Itu terwujud dalam suatu perasaan menusuk yang
lebih kuat daripada yang kedua dan menimbulkan suatu perasaan terayun sekejap-kejap atau
bergoyang-goyang atau seperti seorang yang sedang diayun-ayunkan oleh ombak.
4. 4. Kegembiraan yang mengharukan adalah yang paling menyolok diantara semuanya. Itu
mengakibatkan suatu perasaan gembira luar biasa disertai dengan perbuatan jasmani secara
tidak sengaja seperti mengucapkan suatu seruan atau melayang di udara.
5. Kegembiraan meresap adalah berlawanan mengharukan sejauh berkenaan dengan
perwujudannya. Seperti dinyatakan oleh namanya kegembiraan itu menghasilkan suatu akibat
meresap yang lebih lama, meresap mendalam keseluruh tubuh. Kegembiraan ini adalah ciri
bagi mereka yang telah menyadari kebenaran-kebenaran mendalam.
CATATAN:
1. Kemungkinan, ucapan-ucapan dari para bhikkhu tepat sebelum atau setelah mereka mencapai
Penerangan Sempurna, (seperti diterangkan dalam Theragatha dan Therigatha), adalah akibat
dari kegembiraan yang keempat, kegembiraan yang mengharukan (ubbenga piti).
2. Dan mungkin juga bahwasanya kegembiraan dalam meditasi tingkat jhana, (Kelompok Empat,
No. 13), dari tingkat I sampai ke tingkat III (dimana yang terkuat) adalah bentuk kegembiraan
yang kelima (pharana). Di dalam khotbah-khotbah demikian, seperti Maha Assapura (bagian
pertama dari Majjhima Nikaya), banyaknya seluruh akibat yang meresap telah diterangkan
sebagai keadaan berikut:
a. Partikel-partikel bubukan mandi yang dilarutkan ke dalam seluruh molekul-molekul air.
b. Mata air dibawah tanah memancar ke atas dari dasar sebuah danau yang bergunung
dan memancarkan sumber air dingin ke dalam danau bergunung itu sehingga rasa dingin
menyebar ke seluruh danau bergunung itu.
c. Bunga-bunga teratai tumbuh di bawah air dingin dalam sebuah kolam, dihidupi oleh air,
terendam dalam air, dan seluruhnya ditutupi oleh air.
Persamaan-persamaan dari khotbah ini juga berakhir dengan suatu kalimat indah yang dengan jelas
menerangkan pengaruh kegembiraan yang meresap pada diri siswa meditasi, sebagai berikut : “Dan
tak ada suatu bagian tubuh siswa meditasi yang tidak disentuh, didinginkan dan diresapi oleh kegiuran
ini”.
6. KEKIKIRAN (MACCHARIYA)
a. Kekikiran tanah (avasamacchariya)
b. Kekikiran keluarga (kulamacchariya)
c. Kekikiran keuntungan (labhamacchariya)
d. Kekikiran kemashuran (vaññamacchariya)
e. Kekikiran pengetahuan (dhammacchariya)
An. Na. 23/481
KETERANGAN
Istilah kekikiran disini dipergunakan untuk menunjukkan kepicikan pandangan berdasarkan pada suatu
sikap bathin negatif yang akan diterangkan satu persatu.
‘Kekikiran tanah’ berarti keinginan iri hati untuk mempertahankan tanah atau wilayahnya sendiri baik
untuk kelompok, sekte atau negaranya sendiri, tidak menginginkan ditinggali oleh orang asing,
pendatang baru atau orang-orang berbeda faham.
‘Kekikiran-keluarga’ berarti keinginan iri hati untuk mempertahankan kejayaan keluarganya sendiri,
tidak menginginkan keluarga-keluarga lain menyaingi atau menandingi kejayaan keluarganya sendiri.
Untuk para bhikkhu ini diwujudkan dengan keinginan untuk memonopoli bantuan yang diterima dari
5. para dermawannya sendiri, tidak menginginkan para dermawan itu membantu para bhikkhu lain.
‘Kekikiran keuntungan’ berarti suatu keinginan jahat untuk menimbun kekayaan bagi dirinya sendiri,
tidak ingin membaginya dengan orang lain sekalipun apabila dimana itu pantas serta diperlukan.
Yang keempat mempunyai dua pengertian, karena istilah vañña dapat berarti kemasyuran atau
penghargaan dan wajah atau bentuk tubuh. Karena itu, suatu keinginan iri hati dimana seorang tidak
tahan melihat orang lain sama atau lebih unggul dari padanya berkenaan dengan kemashuran,
kehormatan, penghargaan, bentuk tubuh atau kecantikan adalah tanda dari bentuk kekikiran ini.
‘Kekikiran pengetahuan’ berarti seseorang didorong oleh keinginan iri hati untuk menjaga
pengetahuan, di dalam ilmu pengetahuan, kesenian atau cara-cara mencari nafkah, bagi dirinya
sendiri. Ia tidak tahan melihat orang lain sepandai atau seahli dirinya dan mencoba untuk menjaga
pengetahuannya dengan amat hati-hati.
CATATAN :
Manifestasi-manifestasi kekikiran yang telah disebutkan di atas menimbulkan perasaan pemisahan
dan tidak bersatu di antara masyarakat-masyarakat, kelompok-kelompok atau negara-negara serta
individu-individu. Adalah suatu kenyataan ironi bahwa dalam suatu masa dunia modern yang cepat
menyurut ini, berbagai macam kekikiran ini telah berkembang, bukannya berkurang. Jadi mereka
bertanggung jawab atas berkembangnya sikap saling curiga mencurigai dan kegelisahan dalam dunia
modern ini.
7. RINTANGAN-RINTANGAN ATAU HALANGAN-HALANGAN (MARA)
a. Lima kelompok kehidupan (khandha).
b. Nafsu-nafsu (kilesa).
c. Pencipta-pencipta besar (abhisankhara).
d. Kematian (maccu).
e. Makhluk-makhluk yang tidak terlihat (devaputta).
Vis. Cha-anu. Pa. 270
KETERANGAN
Lima kelompok kehidupan atau dalam istilah yang lebih umum disebut nama dan rupa (lihat Kelompok
Lima, Jilid I) disebut sebagai salah satu dari rintangan-rintangan atau halangan-halangan karena
mereka adalah sebab dari penderitaan sedemikian jauh sehingga kadang-kadang seseorang merasa
bosan akan mereka dan mencoba untuk melakukan usaha-usaha bunuh diri.
Nafsu adalah juga termasuk kelompok rintangan-rintangan lain karena mereka mempunyai kekuatan
mengikat dan merusak pikiran yang berada di bawah pengaruh-pengaruh mereka.
Pencipta-pencipta besar (lihat Kelompok Tiga, No. 7) disini terutama menunjukkan segi yang tidak baik
karena kekuatan-kekuatan melemahkannya. Suatu contoh dapat dilihat pada seseorang yang, selama
saat dimana perbuatan jahat atau buruk menguasai dirinya, kehilangan kekuatan menahan diri
sehingga terseret oleh mereka.
Bahwasanya kematian dianggap sebagai suatu halangan adalah jelas dimana terbukti bahwa
kesempatan untuk memupuk kebaikan menjadi terhalang atau terhenti. Mungkin salah satu contoh
yang paling baik adalah bekas guru-guru Sang Buddha, Alara dan Uddaka, yang kesempatan mereka
untuk memahami Dhamma menjadi hilang karena kematian mereka beberapa saat saja sebelum Sang
Buddha mencapai Penerangan Sempurna. Seandainya mereka masih tetap hidup dan mendengarkan
ajaran Sang Buddha, mereka pasti akan mengertinya dengan segera, karena mereka telah memiliki
6. suatu tingkat perkembangan bathin yang cukup maju.
‘Makhluk-makhluk yang tidak terlihat’ disini diterjemahkan dari istilah devaputta, yang secara harfiah
berarti para deva. Ini harus dibatasi pada macam-macam makhluk jahat yang memiliki kemauan jahat
dan cenderung untuk mengganggu manusia karena dengan demikian mereka tidak seharusnya
disebut para deva atau devaputta dan sebaliknya mereka harus disebut para hantu, setan, atau istilah-
istilah lain yang sedemikian. Itulah sebabnya mengapa istilah itu disini lebih disukai dengan arti yang
netral: ‘makhluk-makhluk yang tidak terlihat’.
CATATAN :
1. Macam Mara atau rintangan yang pertama (lima kelompok kehidupan) seharusnya juga
menyatakan kenyataan kebalikan bahwa bagi kebanyakan orang, lima kelompok kehidupan
adalah lebih menyenangkan dan lebih menarik daripada bersifat menjijikan atau kotor; dan
inilah sebabnya mengapa lima kelompok kehidupan merupakan suatu perintang atau
penghalang besar karena dalam satu hal yang demikian mereka nampak lebih kuat untuk
merintangi atau menghalangi usaha-usaha apapun yang dilakukan Sang siswa untuk menyadari
sifat mereka yang sebenarnya.
2. Macam yang kelima, makhluk-makhluk tidak terlihat, menunjukan pada mereka yang memiliki
kelahiran secara spontan atau kelahiran Opapatika (Kelompok Empat, No. 24). Biasanya itu
menunjukan macam-macam makhluk jahat dan cenderung untuk mencelakai atau mengganggu
manusia. Tetapi dalam pandangan mutlak atau tujuan terakhir diatas keduniawian, macam
makhluk-makhluk yang baik, yang berdiam dalam alam kedewaan, kadang-kadang mereka
secara tidak diketahui merupakan suatu rintangan atau halangan dimana mereka (atau
perhubungan dengan mereka) dapat menjadikan sebab kemelekatan, dengan demikian akan
menghambat kemajuan Sang siswa untuk maju lebih jauh, untuk mencapai tujuan terakhir di
atas keduniawian. Ini disebut demikian terutama bagi mereka yang mencari keadaan tanpa
kematian atau nibbana.
8. KESADARAN (VIÑÑANA)
a. Kesadaran mata (cakkhu viññana)
b. Kesadaran telinga (sota viññana)
c. Kesadaran hidung (ghana viññana)
d. Kesadaran lidah (jivha viññana)
e. Kesadaran tubuh (kaya viññana)
Di. M. 10/344
KETERANGAN
Keterangan tentang lima saluran kesadaran dapat dilihat dalam ‘kesadaran-kesadaran indria’.
(Kelompok Enam, Jilid I). Disini harus diketahui bahwa pembagian menjadi lima saluran (bukan enam)
adalah sesuai dengan ajaran Abhidhamma, yang menganggap lima bagian diatas sebagai suatu
kategori terpisah dari yang keenam, yaitu kesadaran pikiran (Kelompok Enam, Jilid I). Disana
kesadaran dibagi menjadi dua kategori lagi: akibat dari perbuatan baik dan akibat dari perbuatan tidak
baik (kusala vipaka dan akusala vipaka).
9. KEBEBASAN (VIMUTTI)
a. Kebebasan sementara (tadanga vimutti)
b. Kebebasan menekan (vikkhambhana vimutti)
c. Kebebasan mutlak (samuccheda vimutti)
7. d. Kebebasan menaklukkan (patipassaddhi vimutti)
e. Kebebasan meninggalkan (nissarana vimutti)
Vis. Abh. Du. 249
KETERANGAN
Keadaan kebebasan dapat meliputi bermacam tingkatan sebagai berikut:
1. Kebebasan sementara atau momentari berarti penghilangan pikiran-pikiran tidak baik melalui
perimbangan-perimbangan mereka seperti apabila kasih sayang timbul, kemarahan menjadi
lenyap atau apabila perasaan jijik terhadap badan jasmani timbul, nafsu-nafsu lenyap. Tetapi
benih-benih kemarahan dan nafsu-nafsu masih berada dalam keadaan seperti endapan ampas
yang siap muncul keatas apabila ada kekuatan yang mengaduk atau merangsang. Karena itu
kebebasan demikian adalah bersifat sementara.
2. Suatu tingkat kebebasan yang lebih tinggi atau lebih lama adalah kebebasan kedua, dengan
mana pengganggu yang tidak diinginkan ditekan secara efektif melalui kekuatan meditasi yang
telah berkembang, yang disebut jhana. Selama tingkat kesadaran jhana dipertahankan, tidak
ada kesempatan bagi pikiran-pikiran tidak baik apapun untuk timbul; tetapi apabila kondisi
demikian ditinggalkan atau hilang, pengganggu-pengganggu pun akan muncul kembali. Ini
disebut kebebasan yang bersifat menekan.
3. Kebebasan mutlak adalah hasil salah satu dari empat ‘Sang Jalan’ (lihat No. 22 Kelompok
Empat). Kebebasan ini bersifat mutlak dalam fungsinya melawan suatu rintangan bathin
tertentu (lihat Kelompok Sepuluh). Ini disebut kebebasan mutlak dalam arti tertentu ini.
4. Yang keempat, kebebasan menaklukan, adalah saat berikut setelah yang ketiga yaitu ‘Sang
Jalan’ atau ‘mutlak’. Mulai saat itu seterusnya tidak diperlukan lagi usaha untuk meninggalkan
suatu rintangan bathin tertentu, karena mereka telah ditaklukan secara mutlak, dihancurkan.
5. Yang kelima adalah kelanjutan dari yang keempat. Ini menunjukan kondisi kebebasan kekal
yang dialami sepanjang masa kehidupan seseorang. Secara harfiah itu disebut ‘meninggalkan’
atau ‘pergi keluar’, menunjukan kenyataan akan kebebasan total dari suatu hubungan apapun.
CATATAN :
1. Dari lima kebebasan diatas, dua yang pertama adalah bersifat keduniawian, yang pertama
dimiliki orang-orang biasa, yang kedua dimiliki oleh mereka yang telah mencapai meditasi
tingkat jhana, dan tiga yang selanjutnya adalah bersifat diatas keduniawian, dimiliki oleh para
siswa ariya.
2. Dalam Patisambhidamagga, lima kebebasan ini juga disebut ‘pengasingan’ (viveka)
berdasarkan atas kenyataan bahwasanya mereka adalah kondisi-kondisi pikiran yang telah
terbebas dari gangguan nafsu.
10. PERASAAN (VEDANA)
a. Kebahagiaan jasmani (sukha)
b. Penderitaan jasmani (dukka)
c. Kebahagiaan bathin (somanassa)
d. Penderitaan bathin (domanassa)
e. Kenetralan bathin (upekkha)
Sam. Sala. 18/287
KETERANGAN
8. Sebagai salah satu dari lima kelompok kehidupan (khandha), perasaan kadang-kadang dibagi menjadi
tiga macam: menyenangkan atau bahagia; tidak menyenangkan atau menderita; dan netral. Dalam hal
ini, perasaan menyenangkan meliputi kebahagiaan baik jasmani maupun bathin dan perasaan tidak
menyenangkan meliputi penderitaan baik jasmani maupun bathin. Akan tetapi tidak pernah disebutkan
perasaan jasmani yang netral, karena dalam kondisi itu dianggap sebagai suatu tingkat kebahagiaan.
Jadi hanya ada perasaan kenetralan bathin.
Contoh mengenai penderitaan bathin adalah duka cita, kesedihan, ratap tangis, dan sebagainya,
sedangkan kebahagiaan bathin dapat dilihat dalam kegiuran atau kebahagiaan yang timbul karena
melakukan suatu perbuatan baik.
Apabila pikiran tidak berada dalam kondisi bahagia atau menderita, maka dikatakan sedang berada
dalam suatu kondisi netral.
11. PENGENDALIAN DIRI (SAMVARA)
a. Pengendalian diri melalui kemoralan (sila samvara)
b. Pengendalian diri melalui kesadaran (sati samvara)
c. Pengendalian diri melalui pandangan terang (ñana samvara)
d. Pengendalian diri melalui kesabaran (khanti samvara)
e. Pengendalian diri melalui usaha atau semangat (viriya samvara)
Vis. Si.Pa.8; Sad. Pati. 16
KETERANGAN
Secara harfiah, istilah samvara berarti menutup atau menyumbat suatu aliran. Arti yang dibawakan
disini adalah menutup atau menyumbat aliran pikiran-pikiran tidak baik atau jahat dengan cara lima
macam praktek yang telah disebutkan diatas.
1. Yang pertama berarti mengontrol ucapan dan perbuatan sesuai dengan peraturan atau disiplin
masyarakat atau kelompok,
2. Yang kedua berarti menjadi sadar, tidak dibawa oleh keserakahan atau kebencian pada saat
melihat, mendengar, mencium, mengecap, menyentuh, atau berpikir. Sadar sebelum dan
sewaktu berpikir, berbicara dan berbuat, tidak lengah pada saat apapun, adalah segi lain dari
pengendalian diri melalui kesadaran.
3. Yang ketiga berarti merenungkan hakekat dari empat kebutuhan hidup (pakaian, makanan,
tempat tinggal, obat-obatan) dan tujuan sesungguhnya dalam menggunakan mereka, tidak
terseret oleh keinginan serakah. Menggunakan atau menempatkan pandangan terang yang
telah dicapai sewaktu berhubungan dengan orang-orang atau sewaktu menghadapi persoalan-
persoalan adalah arti dari bentuk pengendalian diri ini juga.
4. Memiliki kesabaran pada saat menghadapi kelaparan, sakit, kesukaran, gangguan (seperti
gangguan dari serangga), hinaan, dan pengalaman lain yang tidak menyenangkan adalah arti
yang dimaksudkan dengan pengendalian diri melalui kesabaran.
5. Pengendalian diri melalui usaha berarti menghilangkan pikiran-pikiran jahat. Itu dapat juga
menunjukkan pada empat rangkaian praktek usaha-usaha: memupuk kebaikan yang telah ada,
mengembangkan kebaikan-kebaikan baru yang belum dimiliki, meninggalkan keburukan-
keburukan yang telah dimiliki, dan mencegah timbulnya keburukan-keburukan baru.
12. ALAM KEDEWAAN (SUDDHAVASA)
a. Aviha
b. Atappa
9. c. Sudassa
d. Sudassi
e. Akanittha
Ma. Mu. 12/526
KETERANGAN
Alam diatas adalah lima alam bagian dari alam kedewaan Suddhavasa, yang merupakan tempat-
tempat kelahiran para siswa ariya dari golongan ‘tidak kembali lagi’ (lihat Empat Siswa-Siswa Mulia,
Kelompok Empat, No. 5).
Mereka adalah lima alam yang tertinggi dari enam belas alam kehidupan kategori ‘bentuk’ (lihat
Kelompok Empat, No. 21). Sisanya sebelas alam kehidupan yang lebih rendah adalah kediaman para
dewa yang bukan golongan ‘tidak kembali lagi’ (anagami).
Dari para anagami, beberapa dilahirkan dalam salah satu dari empat alam yang lebih rendah dan
kemudian mencapai Penerangan Sempurna (Nibbana) dalam satu alam yang lebih tinggi, sedangkan
lainnya mencapai Nibbana dalam salah satu dari lima alam dimana mereka dilahirkan.
13. MEREKA YANG TIDAK KEMBALI LAGI (ANAGAMI)
a. Mereka yang mencapai Penerangan selama pertengahan pertama dari masa kehidupan mereka
(antara parinibbayi).
b. Mereka yang mencapai Penerangan selama pertengahan kedua dari masa kehidupan mereka
(upahacca parinibbayi).
c. Mereka yang mencapai Penerangan melalui usaha-usaha keras (sasankhara parinibbayi)
d. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha-usaha ringan (asankhara parinibbayi)
e. Mereka yang harus mencapai alam kehidupan akanittha, yaitu alam kehidupan yang tertinggi
(uddhamsoto akanitthagami)
An. Da. 24/129
KETERANGAN
Harus diperhatikan bahwa dua yang pertama digolongkan berdasarkan atas masa kehidupan mereka,
sedangkan yang ketiga dan keempat berdasarkan atas usaha-usaha mereka, dan yang kelima ditandai
melalui tempat tujuan mereka yang terakhir. Apa yang menyebabkan perbedaan dan juga
penggolongan itu masih belum dapat diketahui
Posting ini telah dilihat sebanyak :1748