Studi ini meneliti tingkat kesediaan pegawai untuk relokasi terkait rencana pemindahan ibu kota Indonesia. Penelitian dilakukan pada 243 pegawai Kementerian Keuangan dengan menggunakan kuesioner dan analisis statistik. Hasilnya menunjukkan tingkat kesediaan pegawai untuk pindah ke ibu kota baru adalah 2,551. Beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, jarak kantor, dan dukungan organisasi ber
1. Kesediaan Pegawai untuk Relokasi:
Studi pada Rencana Pemindahan Ibu Kota
Indonesia
RANGKUMAN TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Memperoleh Gelar Master of Public Administration
Disusun oleh:
YUSUF INDRA
19/449118/PSP/06665
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
3. RINGKASAN
Studi ini mengeksplorasi tingkat kesediaan pegawai untuk relokasi, secara
khusus terkait dengan rencana pemindahan ibu kota Indonesia, dan faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhinya. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan
pertimbangan mengenai aspek kontekstual, beberapa variabel yang dimasukkan
dalam penelitian ini, yaitu: usia, jenis kelamin, status perkawinan, karir pasangan,
faktor keluarga, masa kerja, pengalaman mutasi, jarak kantor saat ini, persepsi stres
dalam relokasi, dan persepsi dukungan organisasi. Subyek penelitian ini adalah
pegawai Kementerian Keuangan Indonesia. Data dari 243 responden dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif,
ANOVA, Uji-t, dan model Ordered Probit. Studi ini menemukan bahwa tingkat
kesediaan pegawai untuk pindah ke ibu kota baru di Kementerian Keuangan adalah
2,551. Usia, jenis kelamin, jarak kantor saat ini, dan persepsi tentang dukungan
organisasi mempengaruhi keinginan pagawai untuk relokasi secara positif.
Sementara di sisi lain, karir pasangan, factor keluarga (keberadaan anak atau orang
tua), pengalaman mutasi, dan persepsi tentang stres dalam relokasi mempengaruhi
keinginan untuk pindah secara negatif. Terakhir, masa kerja tidak mempengaruhi
keinginan untuk relokasi.
Keywords: Kesediaan untuk Relokasi, Indonesia, Rencana Pemindahan Ibu Kota
I. PENDAHULUAN
Relokasi yang sukses mengharuskan organisasi untuk memaksimalkan
manfaat dan meminimalkan risiko relokasi. Perubahan signifikan di tempat kerja
seperti relokasi, bisa berdampak buruk bagi kesehatan pagawai. Perubahan ini
sering membawa keadaan yang tidak menguntungkan, seperti peningkatan beban
kerja, kehilangan kendali, atau berkurangnya dukungan sosial. Hal ini kemudian
mengarah pada stres, seperti peningkatan kecemasan atau gangguan fisik (Frank,
2010).
Penelitian ini dilakukan untuk lebih memahami tentang kesediaan pegawai
untuk relokasi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi keinginan pegawai untuk
relokasi ke ibukota baru, dan masalah apa yang perlu ditangani untuk memastikan
kelancaran relokasi.
1.1. Latar Belakang
Beberapa alasan mendasari pentingnya penelitian ini; 1. Indonesia
berencana untuk memindahkan ibu kotanya, yang secara praktis berarti akan ada
relokasi pegawai dalam skala besar; 2. Survei terkini mengenai rencana relokasi
4. pegawai ke ibu kota baru menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai tidak
bersedia direlokasi; 3. Relokasi pegawai, apa pun tujuannya, merupakan tantangan
bagi organisasi dan juga bagi para pegawai; 4. Adanya keterbatasan studi terkini
tentang relokasi, terutama jika kita mempertimbangkan konteks sektor publik dan,
khususnya, kasus relokasi ibu kota.
1.2. Masalah penelitian
Mengingat latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan analisis mengenai kesediaan pegawai untuk relokasi.
Penelitian ini mencoba untuk mendapatkan gambaran mengenai kesediaan pegawai
untuk relokasi dengan menemukan beberapa hal: Pertama, tingkat kesediaan
pegawai di di Kementerian Keuangan untuk relokasi ibu kota baru.; Kedua, faktor-
faktor yang menentukan kesediaan pegawai untuk relokasi terkait pemindahan ibu
kota Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menguraikan pendapat
pegawai mengenai kebijakan saat ini terkait mutasi reguler pada umumnya dan
relokasi ke ibu kota baru.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pemindahan ibu kota bukanlah fenomena baru. Banyak negara telah
memindahkan ibu kota mereka karena beberapa alasan. Dalam kasus Indonesia,
pemindahan ibu kota diharapkan dapat mengurangi disparitas antar wilayah di
Indonesia.
Aspek Sumber Daya Manusia merupakan salah satu aspek penting yang
perlu ditangani secara tepat. Mengingat relokasi ibu kota akan melibatkan relokasi
pegawai dalam skala besar, strategi dan kebijakan Sumber Daya Manusia yang baik
perlu dikembangkan. Karena itu, pemahaman tentang dampak positif dan negatif
dari relokasi terhadap organisasi dan pegawai diperlukan. Selain itu, kesediaan
pegawai untuk pindah sangat penting dalam membuat kebijakan yang baik.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan beberapa faktor yang
mempengaruhi keinginan untuk relokasi. Diantaranya adalah usia, jenis kelamin,
status perkawinan, keterikatan dengan komunitas, dan faktor keluarga, yang secara
konsisten ditemukan terkait dengan kesediaan untuk relokasi. Pengaruh karir
5. pasangan dan kepuasan kerja masih ditemukan tidak konsisten dalam penelitian
sebelumnya. Dengan demikian, penting untuk memasukkan variabel-variabel ini
dalam menganalisis kesediaan pegawai untuk pindah. Tujuan relokasi dan
pengalaman sebelumnya jarang dimasukkan dalam penelitian sebelumnya, dan
tidak ada penelitian yang mengeksplorasi peran stres, dukungan organisasi, dan
jarak kantor saat ini terhadap kesediaan pegawai untuk pindah.
Berdasarkan tinjauan ini, beberapa poin kritis membentuk pentingnya
penelitian ini:
1. Masih ada beberapa gap pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat
dieksplorasi. Beberapa faktor seperti dukungan organisasi, faktor stres, dan
faktor jarak, tidak pernah atau jarang dimasukkan dalam menentukan
kesediaan untuk relokasi.
2. Banyak penelitian di bidang ini dilakukan beberapa dekade yang lalu. Dunia
telah berubah, mobilitas telah menjadi hal yang biasa, dan teknologi
komunikasi dan informasi membuat orang dapat tetap berhubungan dengan
kerabat mereka meskipun jauh. Hal ini dapat mempengaruhi kesediaan untuk
pindah.
3. Penelitian ini berfokus pada relokasi pegawai dalam hal relokasi ibu kota.
Artinya, destinasi adalah kota yang baru dibangun dengan kelebihan dan
kekurangannya. Konteks ini mungkin sangat berbeda dari semua penelitian
sebelumnya. Apalagi studi tentang relokasi di sektor publik di Indonesia masih
jarang dilakukan.
III. METODOLOGI
Studi ini menggunakan metode campuran konkuren (concurrent mixed
methods) di mana data kualitatif dan kualitatif digabungkan untuk memberikan
analisis yang komprehensif dari masalah penelitian (Creswell, 2009). Data dalam
penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner dan sebanyak 243 responden mengisi kuesioner.
Analisis statistik deskriptif dan ANOVA digunakan untuk menggambarkan
data secara lebih bermakna sebelum dianalisis dengan model Ordered Probit. Model
6. Ordered Probit kemudian digunakan untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang
memiliki hubungan signifikan dengan kesediaan untuk relokasi. Model Ordered
Probit adalah sebagai berikut:
π¦π = π½0 + π½1ππ πππ + π½2π½ππππ πΎπππππππ + π½3ππ‘ππ‘π’π ππππππ€πππππ
+ π½4πΎππππ πππ ππππππ + π½5πΉπππ‘ππ πΎπππ’πππππ
+ π½6πππ π πΎπππππ + π½7ππππππππππ ππ’π‘ππ ππ + π½8ππ‘πππ π
+ π½9π½ππππ πΎπππ‘πππ + π½10π·π’ππ’ππππ πππππππ ππ ππ + ππ
di mana:
π¦π = Kesediaan untuk Relokasi
π½0 = Nilai konstan
π½1 to π½10 = Koefisien
ππ = Nilai error
Variables and Measurements
Ada sepuluh variabel bebas yang dimasukkan dalam penelitian ini. Di
bawah ini adalah deskripsi dari masing-masing variabel dan bagaimana variable-
variabel tersebut diukur dan dikodekan untuk analisis.
Table 3. 1 Rangkuman Variabe
Nama Variabel Deskripsi
Perkiraan
Dampak
Kesediaan untuk
Relokasi
Kesediaan untuk pindah ke ibu kota baru
Indonesia, diukur dengan skala Likert dari 1 untuk
sangat tidak setuju relokasi dan 5 untuk sangat
setuju relokasi.
Persepsi Stres Persepsi responden mengenai stress dari
pengalaman saat mutasi/relokasi reguler diukur
dengan skala Likert dari 1 sebagai tidak stres sama
sekali, hingga 5 sebagai sangat stres.
_
Usia Usia adalah kelompok usia responden yang terbagi
dalam 4 kelompok: 20-29, 30-39, 40-49, 50-59.
_
Jenis Kelamin Jenis kelamin responden; 1 jika laki-laki dan 0 jika
perempuan.
+
Status
Perkawinan
Status perkawinann reponden; 1 jika menikah dan
0 jika sebaliknya.
_
Karir Pasangan Apakah responden memiliki pasangan yang
bekerja atau tidak; 1 jika responden memiliki
pasangan yang bekerja dan 0 jika sebaliknya.
_
7. Masa Kerja Lamanya responden bekerja di kantornya saat ini.
Waktu diukur dalam tahun yang dibagi dalam 5
kelompok: 1-2 tahun, 3-4 tahun, 5-6 tahun, 7-8
tahun, dan >8 tahun.
_
Pengalaman
Mutasi/relokasi
Jumlah mutasi/relokasi yang pernah dialami
responden selama bekerja sebagai pegawai
Kementerian Keuangan dengan nilai maksimum 5.
+
Faktor Keluarga
Jumlah
Keluarga
Anak/Orang Tua
Jumlah keluarga adalah jumlah anggota keluarga
yang tinggal bersama responden, termasuk
responden, pasangan, anak, orang tua, maupun
kerabat lain yang tinggal bersama dan menjadi
tanggungan responden.
Adanya anak atau orang tua dalam keluarga; 1 jika
memiliki anak/orang tua yang tinggal bersama
responden, dan 0 jika tidak.
_
_
Jarak Kantor Jarak kantor adalah jarak antara provinsi dimana
kantor responden berada, dengan provinsi di mana
homebase responded berada. Jarak dibagi dalam 6
kategori mulai dari 0 sebagai yang terdekat dan 5
sebagai yang terjauh.
+
Persepsi
Dukungan
Organisasi
Dukungan organisasi adalah persepsi responden
tentang dukungan organisasi. Variabel ini diukur
dengan menggunakan kuesioner yang
dikembangkan oleh Eisenberger et al. (1990)
dengan beberapa penyederhanaan, dengan skor
dari 1 sebagai nilai terendah hingga 5 sebagai nilai
tertinggi.
+
IV. ANALISIS DAN DISKUSI
4.1. Tingkat Kesediaan Relokasi pada Kementerian Keuangan
Gambar 4.1 di bawah ini menggambarkan tingkat kesediaan untuk pindah
ke ibu kota baru Indonesia dari pegawai Kementerian Keuangan. Seperti terlihat,
34,57% responden sangat tidak setuju ketika ditanya apakah mereka bersedia
pindah ke ibu kota baru. Jika ditambah dengan skor kedua terendah (tidak setuju),
maka total 51,03% dari responden pegawai di Kementerian Keuangan tidak setuju
untuk relokasi. Rata-rata kesediaan pegawai untuk relokasi pada Kementerian
Keuangan adalah 2,551 dengan skala 1 sampai 5.
8. Gambar 4. 1 Kesediaan untuk Relokasi ke Ibu Kota Baru
Dibandingkan dengan kesediaan untuk pindah dalam mutasi biasa,
keinginan untuk relokasi ke ibu kota baru jauh lebih rendah. Gambar 4.2.
menunjukkan tingkat kesediaan untuk mutasi ke lokasi lain dalam skala Likert lima
tingkat. Sebagian besar responden (34,16%) bersikap netral ketika ditanya tentang
kesediaan mereka untuk pindah dalam mutasi reguler.
Gambar 4. 2 Kesediaan untuk Mutasi pada Kementerian Keuangan
Uji-t sampel berpasangan digunakan untuk mendapatkan bukti statistik
tentang dari perbedaan kedua distribusi tersebut. Dengan rata-rata 2,847, kesediaan
untuk pindah dalam mutasi reguler lebih tinggi 0,296 poin dari kesediaan untuk
pindah ke ibu kota baru. Hasil Uji-t menunjukkan bahwa nilai t adalah 3,377 dengan
p-value 0,001. Artinya ada perbedaan yang signifikan pada taraf 1%. Jadi,
kesimpulannya adalah ada perbedaan yang signifikan antara keinginan pegawai
untuk pindah ke ibu kota baru dan keinginan pegawai untuk pindah dalam mutasi
34,57%
16,46%
22,22%
13,99% 12,76%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
1 2 3 4 5
Persen
dari
Responden
Kesediaan untuk Relokasi
18,93% 17,28%
34,16%
19,34%
10,29%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
1 2 3 4 5
Persen
dari
Responden
Kesediaan untuk Mutasi
9. biasa. Banyak pegawai yang bersedia untuk dimutasi dalam mutasi regular tetapi
tidak bersedia untuk direlokasi ke ibu kota baru di Kalimantan.
Analisis di atas mendorong pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang
kesediaan pegawai untuk relokasi. Walaupun mutasi pegawai sudah rutin dilakukan
di Kementerian Keuangan, namun relokasi ke ibu kota baru merupakan hal baru,
sehingga preferensi pegawai bisa jadi berbeda. Bagian selanjutnya dari penelitian
ini akan memberikan analisis lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kesediaan untuk relokasi.
4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan untuk Relokasi
Pada bagian ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesediaan untuk relokasi. Penelitian ini menggunakan analisis
Ordered Probit yang sesuai dengan karakteristik data karena variabel dependen
diukur dengan menggunakan nilai terurut (skala Likert). Tabel 4.1 di bawah ini
menunjukkan hasil uji Ordered Probit.
Tabel 4. 1 Hasil Ordered Probit
Variabel
Model 1 Model 2
Coef. Std. Err. Coef. Std. Err.
Usia 0,294*** 0,107 0,325*** 0,110
Jenis Kelamin 0,393** 0,172 0,408** 0,172
Karir Pasangan -0,415*** 0,153 -0,411*** 0,152
Faktor Keluarga
Ukuran Keluarga -0,089 0,060
Anak/Orang Tua -0,373** 0,188
Masa Kerja 0,057 0,048 0,062 0,048
Pengalaman Mutasi -0,160** 0,067 -0,168*** 0,065
Persepsi Stres -0,179*** 0,059 -0,182*** 0,059
Persepsi Dukungan
Organisasi
0,349*** 0,109 0,340*** 0,109
Jarak Kantor 0,183*** 0,067 0,179*** 0,067
/cut1 0,724 0,561 0,777 0,560
/cut2 1,151 0,562 1,206 0,561
/cut3 1,789 0,566 1,846 0,565
/cut4 2,398 0,573 2,458 0,572
10. Observations 243 243
Pseudo R-squared 0,081 0,083
Log-likelihood -341,361 -340,490
LR chi2 60,190 61,93
Prob > chi2 0,000 0,000
Notes: Simbol asterisks menunjukkan bahwa variable tersebut siknifikan pada level 1%
(***), 5% (**), and 10% (*).
Dua model dianalisis dalam penelitian ini. Model pertama menggunakan
ukuran keluarga sebagai Faktor Keluarga, dan model kedua menggunakan
kehadiran anak atau orang tua dalam keluarga sebagai Faktor Keluarga. Dalam
Model 1, ketika ukuran keluarga dipertimbangkan, hasilnya menunjukkan faktor ini
tidak signifikan. Namun, ketika kehadiran anak atau orang tua dianggap sebagai
Faktor Keluarga yang utama, faktor ini menjadi signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa yang penting bagi pegawai adalah keberadaan anak atau orang tua dan bukan
ukuran. Pada bagian selanjutnya, hanya Model 2 yang dianalisis dan dibahas.
Analisis Ordered Probit menunjukkan bahwa Usia, Jenis Kelamin, Karir
Pasangan, Faktor Keluarga, Pengalaman Mutasi, Persepsi Stres, Persepsi Dukungan
Organisasi, dan Jarak Kantor secara signifikan mempengaruhi kesediaan untuk
relokasi, dan Masa Kerja sebagai variabel yang tidak mempengaruhi keinginan
untuk pindah. Juga terlihat bahwa nilai Prob > Chi-Squared pada kedua model
adalah 0,000, lebih rendah dari taraf signifikansi 1%. Dapat disimpulkan bahwa
model ini jauh lebih baik daripada model nol yang tidak ada variabel bebasnya.
Dengan kata lain, model ini memiliki variabel independen yang secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dari sembilan variabel yang dimasukkan dalam model ini, empat variabel,
yaitu: Usia, Jenis Kelamin, Persepsi Dukungan Organisasi, dan Jarak Kantor,
berpengaruh positif terhadap keinginan untuk pindah. Di sisi lain, Karir Pasangan,
Faktor Keluarga (Anak/Orang Tua), Pengalaman Mutasi, dan Persepsi Stres
berdampak negatif pada keinginan untuk pindah. Hasil ini diringkas dalam Gambar
4.3 di bawah ini.
11. Gambar 4. 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan untuk Relokasi
Analisis Kualitatif
Responden juga diminta untuk memilih hal-hal yang menghambat
kesediaan mereka untuk relokasi dengan opsi untuk menambahkan item baru selain
pilihan yang tersedia. Opsi tersebut dikutip dari Ubed (2018) yang melakukan
penelitian tentang kesediaan mutasi pada Kementerian Keuangan Indonesia.
Berikut hasilnya.
Figure 4. 4 Faktor yang Menghambat Kesediaan untuk Mutasi berdasarkan
Opini Pegawai
Lebih dari separuh responden mengatakan bahwa jarak dari homebase, dan
pertimbangan terkait anak-anak menghambat mereka untuk pindah. Selain itu,
kekhawatiran terkait orang tua, masalah keuangan, masalah tempat tinggal, persepsi
6%
7%
12%
16%
21%
28%
45%
49%
52%
59%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
Keterikatan sosial
Adaptasi terhadap lingkungan baru
Karir Pasangan
Persepsi Mengenai Keadilan dalam Mutasi
Masalah Tempat tinggal
Masalah Keuangan
Pertimbangan Terkait Orang Tua
Pola Mutasi yang Tidak Jelas
Pertimbangan Terkait Anak
Jarak dari Homebase
Kesediaan
untuk
Relokasi
Usia
Jenis
Kelamin
Persepsi
Dukungan
Organisasi
Jarak Kantor
Karir
Pasangan
Faktor
Keluarga
Pengalaman
Mutasi
Persepsi
Stress
12. keadilan, karir pasangan, penyesuaian dengan lokasi baru, dan keterikatan sosial
mempengaruhi kesediaan pegawai untuk pindah berdasarkan pendapat mereka.
Hasil ini mendukung hasil analisis Ordered Probit.
4.3. Pendapat Pegawai Tentang Mutasi dan Relokasi
4.3.1. Persepsi Pegawai Tentang Kebijakan Kebijakan Mutasi Saat Ini
Responden ditanyakan tentang bagaimana pendapat dan perasaan mereka
tentang kebijakan relokasi/pemindahan saat ini dengan pertanyaan terbuka. Data
kemudian dikelompokkan berdasarkan nada negatif/positifnya. Hasilnya disajikan
pada Gambar 4.5. di bawah.
Figure 4. 5 Perasaan Pegawai tentang Kebijakan Mutasi Saat Ini
Respon positif secara keseluruhan (38%) lebih tinggi sebesar 2% dibandingkan
dengan respon negatif (36%). Sementara, 26% lainnya bersikap netral atau tidak
memberikan pendapat. Hasil ini menunjukkan 36% tanggapan negatif
menunjukkan bahwa banyak pegawai masih belum puas dengan kebijakan mutasi
pagawai saat ini. Oleh karena itu, masih ada ruang besar untuk perbaikan. Berikut
adalah beberapa komentar positif dari para responden.
βSudah baik karena sebelum mutasi kami diberikan
kesempatan memilih lokasi mutasi sebanyak 3 lokasi melalui
aplikasi SIPRITA [Aplikasi khusus untuk mendapatkan
informasi tentang preferensi pegawai].β
- Responden 65, laki-laki, 36 tahun
βSelama masa pandemi mutasi lebih dekat ke homebase.β
- Responden 84, perempuan, 36 tahun
36% 26% 38%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Negative Neutral/No Opinion Positive
13. Dan inilah beberapa tanggapan negatifnya.
βTidak jelas dan kejam. Kemarin temen saya seorang ibu
muda, dimutasi jauh dari suami dan anak-anak ke tempat
yang jauh dan tidak ada pesawat langsung, padahal anak-
anaknya masih kecil-kecil.β
- Responden 144, perempuan, 31 tahun
β[Saya] Kurang mengerti untuk di kementrian keuangan.
Namun di DJP masih belum jelas dasar mutasinya. Karena
sesuai aturan yang berlaku saya harusnya bisa di mutasi ke
luar kanwil setelah lebih dari 5 tahun didaerah remote.
Namun realisasinya hanya mutasi internal kanwil yang
membuat kondisi mental/semangat kerja down, karena argo
[masa kerja di kantor di daerah remote] harus dimulai dari
nol.β
- Responden 94, laki-laki, 31 tahun
Selain itu, dari pendapat responden, ditemukan beberapa permasalahan
dalam kebijakan mutasi pegawai saat ini. Termasuk kebijakan transfer yang tidak
jelas, ketidakadilan, tidakadanya standar yang sama, dan waktu persiapan yang
tidak memadai.
4.3.2. Harapan Pegawai Terkait Kebijakan Relokasi
Terakhir, responden juga ditanya tiga hal yang mereka harapkan dari
organisasi terkait relokasi, apakah regulasi reguler atau relokasi ke ibu kota baru.
Gambar 4.6 menunjukkan hasilnya.
Figure 4. 6 Harapan Pegawai Terkait Relokasi
20%
27%
43%
49%
73%
75%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Kebijakan cuti yang lebih baik
Dukungan Saat Pindah
Insentif
Dukungan Perumahan
Kesempatan untuk Memilih Lokasi Mutas
kejelasan Pola Mutasi
14. Dari grafik ini terlihat bahwa yang paling diharapkan oleh pegawai (75%)
adalah kejelasan pola mutasi. Yang paling diharapkan kedua adalah kesempatan
untuk memilih lokasi transfer (73%). Juga, dukungan perumahan (49%), sebagai
yang ketiga paling diharapkan dari relokasi, harus mendapat perhatian dari
organisasi.
Secara umum bisa kita simpulkan bahwa, setiap pegawai mungkin memiliki
harapan yang berbeda-beda. Meskipun banyak hal-hal yang di luar tanggung jawab
organisasi dan organisasi tidak perlu memenuhi semua harapan pegawai tersebut,
saya percaya bahwa pegawai adalah aset terbesar dari sebuah organisasi. Mereka
adalah sumber ide, inovasi, dan solusi. Memahami pegawai dan memberikan yang
terbaik bagi pegawai mungkin merupakan kunci sukses bagi organisasi untuk
berkembang dan tumbuh.
V. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan bisa ditarik dari penelitian ini:
1. Tingkat kesediaan relokasi di Kementerian Keuangan adalah 2,551 dari skala
1 sampai 5. Kurang lebih 51,03% pegawai tidak bersedia untuk relokasi,
22,22% netral, dan 26,75% bersedia relokasi. Selain itu, keinginan untuk
pindah ke ibu kota baru lebih rendah dibanding keinginan untuk pindah ke
lokasi lain dalam mutase reguler.
2. Usia, jenis kelamin, jarak kantor saat ini, dan persepsi dukungan organisasi
berpengaruh positif terhadap kesediaan pegawai untuk relokasi; Karier
pasangan, adanya anak atau orang tua, pengalaman mutase dan persepsi stres
dalam relokasi mempengaruhi secara negatif kesediaan untuk relokasi; dan
masa kerja tidak mempengaruhi kesediaan untuk relokasi. Juga, penelitian ini
menyoroti temuan penting lainnya. Usia, yang pada penelitian-penelitian
sebelumnya ditemukan mempengaruhi kesediaan untuk relokasi secara negatif,
pada penelitian ini ditemukan sebaliknya. Begitu pula pengalaman mutasi,
yang pada penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan mempengaruhi
kesediaan relokasi secara positif, pada penelitian ini ditemukan mempengaruhi
kesediaan relokasi secara negatif.
15. 3. Berdasarkan pendapat responden, empat isu mengenai kebijakan relokasi
reguler saat ini mungkin relevan dan penting untuk diatasi guna meningkatkan
kesediaan untuk relokasi. Antara lain ketidakjelasan pola mutasi, ketidakadilan
dalam memutuskan pegawai yang akan dipindahkan, kebijakan mutasi yang
tidak standar, dan kurangnya waktu dalam persiapan mutasi. Selain itu, pola
mutase yang jelas, kesempatan untuk memilih lokasi mutasi, dan dukungan
perumahan adalah apa yang diharapkan pegawai dari kebijakan relokasi.
Dari hasil pembahasan, ada beberapa hal yang bisa direkomendasikan
kepada pemerintah, terlebih khusus terkait relokasi pegawai:
1. Penelitian ini menunjukkan hasil tingkat kesediaan untuk pindah ke ibu kota
baru. Organisasi perlu menyadari bahwa lebih dari separuh pegawai tidak mau
pindah. Kebijakan yang baik yang mempertimbangkan kesediaan pegawai
untuk pindah mungkin berkontribusi pada relokasi yang sukses dan lancar.
2. Beberapa faktor ditemukan mempengaruhi keinginan untuk pindah secara
signifikan. Hal ini dapat membantu organisasi untuk memahami pegawai mana
yang memiliki tingkat keinginan yang lebih tinggi untuk pindah. Organisasi
kemudian dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk membuat profil
pegawai yang akan direlokasi, memahami risiko masalah jika merelokasi
pegawai dengan karakteristik tertentu, dan mempertimbangkan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan keinginan untuk pindah.
3. Pendapat pegawai tentang kebijakan relokasi reguler dapat membantu untuk
memahami masalah apa yang perlu diselesaikan dan apa yang perlu disediakan
berdasarkan persepsi pegawai. Hal ini dapat meningkatkan keinginan pegawai
untuk pindah ke ibu kota baru atau tempat lain dalam relokasi reguler.
4. Studi ini menemukan bahwa banyak pegawai yang lebih muda memiliki
tingkat kemauan yang lebih rendah untuk pindah dibandingkan dengan
pegawai yang lebih tua, dan kemungkinan penjelasan terkait dengan fasilitas
pendidikan. Disarankan bagi pengambil keputusan untuk mengatasi masalah
ini dengan memberikan solusi agar pegawai yang dipindahkan ke ibu kota baru
memiliki fasilitas untuk melanjutkan studi.
16. 5. Mempertimbangkan permasalahan, temuan penelitian, dan pentingnya relokasi
ke ibu kota baru, studi dan analisis ke depan memang diperlukan untuk
membuat kebijakan yang lebih baik terkait relokasi pegawai ke ibu kota baru.
Penelitian ini menghasilakn beberapa penemuan yang menarik. Pada
banyak penelitian sebelumnya, usia ditemukan mempengaruhi kesediaan untuk
relokasi secara negatif, namun pada penelitian ini ditemukan hasil yang sebaliknya.
Begitu pula dengan pengalaman mutasi, yang ditemukan mempengaruhi kesediaan
untuk relokasi secara positif pada penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian
ini ditemukan mempengaruhi kesediaan relokasi secara negatif. Meskipun dalam
paper ini diuraikan beberapa kemungkinan penjelasan dari fenomena ini, penjelasan
ini hanya berasal dari informasi yang terbatas dikarenakan hal ini bukan merupakan
masalah utama yang ingin dibahas dan data yang dikumpulkan tidak ditujukan
untuk menjelaskan hal tersebut. Untuk itu, perlu penelitian lebih lanjut yang
berfokus pada aspek-aspek tersebut dengan analisis yang lebih mendalam.
Selain itu, beberapa masalah, antara lain jalur yang tidak jelas, ketidakadilan
dalam praktik relokasi, kebijakan relokasi yang tidak standar, ditemukan ketika
menganalisis pendapat responden tentang kebijakan relokasi reguler saat ini.
Sayangnya, dengan keterbatasan data dan mempertimbangkan ruang lingkup
penelitian ini, penelitian ini tidak melakukan penyelidikan lebih mendalam. Hal ini
memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengkaji permasalahan ini, khususnya
di Kementerian Keuangan RI, untuk mengetahui, misalnya, mengapa terjadi
ketidakadilan dalam praktik mutasi reguler, bagaimana perbedaan kebijakan mutasi
antar direktorat, atau seberapa besar tingkat kejelasan pola mutasi.
17. REFERENCES
Anderson, C. and Stark, C. (1985). Emerging issues from job relocations in high
tech field Implication for Employee Assistance Programs. Employee
Assistance Quarterly, 1, 37-54.
Arthur, M. B., Hall, D. T., & Lawrence, B. S. (Eds.). (1989). Handbook of career
theory. Cambridge University Press.
Ayalew, Zerihun (2015). The Impact of Job Satisfaction on Employee Turnover
Intention.
Bbc News (2019, August 28). PNS dan 'kekhawatiran' pindah ke ibu kota baru di
Kalimantan Timur: 'Menguatkan diri tinggal di tempat yang tidak selengkap
Jakarta'. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49487400
Bolton, R., & Gold, J. (2004). Career Management: Matching the needs of
individuals with the needs of organizations. Personnel Review, 23(1), 6-24.
Brett, J. M. (1982). Job transfer and well-being. Journal of Applied Psychology,
67, 450-463.
Brett, J. M., & Reilly, A. H. (1988). On the road again: Predicting the job transfer
decision. Journal of Applied Psychology, 73(4), 614.
Brett, J. M., Stroh, L. K., & Reilly, A. H. (1993). Pulling up roots in the 1990s.
Whoβs willing to relocate? Journal of Organizational Behaviour, 14, 49-60.
Burke, M. J., Brief, A. P., George, J. M., Robinson, B. S. and Webster, J. (1988).
Should negative affectivity remain an unmeasured variable in the study of
job stress? Journal of Applied Psychology 73(2):193-8
Campion, M., Cheraskin, L. & Stevens, M. (1994). Career-Related Antecedents
and Outcomes of Job Rotation. Academy of Management Journal, Vol. 37,
No. 6, pp. 1518-1542.
Creswell, J. W. (2009). Research Design (3rd
ed.). California, United State of
America: SAGE Publications. Inc.
Chapa, Olga & Wang, Yong J. (2014). Gender Role and Culture In Pre-
Employment Relocation Decisions. The Journal of Applied Business
Research β July/August 2014 Volume 30, Number 4.
Cosgel, Metin, and Thomas Miceli. 1999. "Job Rotation: Costs, Benefits and
Stylized Facts." Journal of Institutional and Theoretical Economics, Vol.
155, pp. 301-20.
18. Cullen, K.L., Edwards, B.D., Casper, Wm. C. & Gue, K.R. (2013). Employeesβ
Adaptability and Perceptions of Change-Related Uncertainty: Implications
for Perceived Organizational Support, Job Satisfaction, and Performance. J
Bus Psychol (2014) 29:269β280.
Dascher, K. (2000). Are Politics and Geography Related? Evidence from a Cross-
section of Capital Cities. Public Choice, 105, 373-392.
Eby, L. T. & Russell, J. E. (2000). Predictors of employee willingness to relocate
for the firm. Journal of Vocational Behaviour, 57(1), 42-61.
Eby, L. T. & Allen, T. D. 1998. Perceptions of Relocation Service in Relocation
Decision Making: an Exploratory Field Study. Group and Organization
Management, 23, 447-469.
Eisenberger, R., Fasolo, P., & Davis-LaMastro, V. (1990). Perceived
organizational support and employee diligence, commitment, and
innovation. Journal of Applied Psychology, 75, 51-59.
Eriksson, Tor & Ortega, Jaime (2006). The Adoption of Job Rotation: Testing the
Theories. Working Paper 04-3 Department of Economics Aarhus School of
Business.
Evianti, Abror, & Rosyeni Rasyid (2019). The Effect of Work Environment,
Organizational Support and Intrinsic Motivation on Organizational
Commitment. Advances in Economics, Business and Management Research,
volume 124.
Frank, M. (2010). Whatβs so stressful about job relocation? British researchers
give some answers. Academy of Management Executive, 14(2), 122-123.
Gorbanescu, Adrian (2013). Job relocation prediction. Procedia - Social and
Behavioral Sciences 127 (2014) 650 β 654.
Gould, S. and Penley, L. E. (1985). A study of the correlations of the willingness to
relocate. Academy of Management Journal, 28, 472-478.
Gould S., & Werbel, J. D. 1983. Work involvement: A comparison of dual wage-
earner families. Journal of Applied Psychology, 68: 313-319.
Halkos, George Emm. & Bousinakis, Dimitrios (2012). The influence of Stress and
Satisfaction on Productivity. Korai 43, Volos, Greece.
Ishenda, D. K. (2019). Determinants in Relocation of Capital Cities. Journal of
Public Administration and Governance. ISSN 2161-7104 2019, Vol. 9, No.
4.
Jabbarian, J. & Chegini, M. G. (2016). The Effect of Perceived Organizational
Support on Employee Resistance to Change: A Study on Guilan Municipal
Staff. Journal of History Culture and Art Research (ISSN: 2147-0626). Vol.
5, No. 4, December 2016.
19. Jones, G. R. (1983). Psychological orientation and the process of organizational
socialization. An interactionist perspective. Academy of Management
Review, 8, 464-474.
Karatepe, O. M., Yavas, U., Babakus, E., & Avci, T. (2006). Does gender moderate
the effects of role stress in frontline service jobs? Journal of Business
Research, 56, 1087-1093.
Kwon, Y. (2015). Sejong Si (City): are TOD and TND Models Effective in Planning
Koreaβs New Capital. The International Journal of Urban Policy and
Planning, 42 242 β 257.
Landau Jacqueline C., Shamir Boas, and Arthur Michael B. (1990). Predictors of
Willingness to Relocate for Managerial and Professional Employees. Journal
of Organizational Behavior, Dec. 1992, Vol. 13, No. 7 (Dec. 1992), pp. 667-
680.
Lawrence, B. S. (1987). An organizational theory of age effects. In: Bacharach, S.
and DiTomaso, N. (Eds) The Sociology of Organizations, Vol. 5, JAI Press,
Connecticut.
Levi, L. (1994). Work, worker and well-being: an overview. Work and Stress, 8,
79-83.
Lu Luo & Cary L. Cooper (1990) Stress of job relocation: Progress and prospect.
Work & Stress: An International Journal of Work, Health & Organizations,
4:2, 121-128.
Magnus, M., & Dodd, J. (1981). Relocation: Changing attitudes and company
policies. Personnel Journal, 26, 538-548.
Markham, W. T., Macken, P. O., Bonjean, C. M. and Corder, J. (1983). A note on
sex, geographic mobility and career advancement. Social Forces, 61, 1138-
1146.
Ministry of Finance of Indonesia (2019). Employee Distribution of Ministry of
Finance. https://www.sdm.kemenkeu.go.id/infografis.cfm?id=6.
Munton, Anthony (1990). Job relocation, stress and the family. Journal of
Organizational Behavior, Vol. 11, 401-406 (1990).
Nielsen, Sarah Kay (2006). A Multi-Source Model of Perceived Organizational
Support and Performance. PhD diss., University of Tennessee, 2006.
Noe, R. A., Steffy, B. D. and Barber, A. E. (1988). An investigation of the factors
influencing employees' willingness to accept mobility opportunities.
Personnel Psychology, 41, 559-580.
Noe, R. A., & Barber, A. E. (1993). Willingness to accept mobility opportunities:
Destination makes a difference. Journal of Organizational Behavior, 14(2),
159-175.
20. Ortega, Jaime. 2001. Job Rotation as a Learning Mechanism. Management Science,
Vol. 47, No. 10, pp. 1361-1370.
Pinder, C. C. and Schroeder, K. G. (1987). Tim to proficiency following job
transfers, Academy of Management Journal, 30, 336-353.
Riaz, Muhammad, (2016). Impact of Job Stress on Employee Job Satisfaction.
International Review of Management and Business Research Vol. 5 Issue.4
Rukmana, D. (2010). Transfer of the National Capital [internet]. Savannah (US):
Savannah State University.
Saunders, M. N. K. & Thornhill, A. R. 1998. Assessing the effectiveness of
relocation support: Some evidence from the UK. Personnel Review, 27, 124-
142.
Schatz, E. (2003). When Capital Cities Move: The Political Geography of Nation
and State Building. Kellogg Institute, 303, 1-29.
Slocum, J. W., & Cron, W. L. (1985). Job attitudes and performance during three
career stages. Journal of Vocational Behavior, 26(2), 126-145.
Tompkins, J. (2002). Strategic Human Resources Management in Government:
Unresolved Issues. Public Personal Management Vol. 31 No. 1, Sping 2002.
Triandis, H. C., Kurowski, L. L., & Gelfand, M. J. (1994). Workplace diversity. In
H. C. Triandis, M. D. Dunnette, & L. M. Hough (Eds.), Handbook of
industrial and organizational psychology: 4 (2nd Ed., pp. 767-827).
Consulting Psychologists Press, CA.
Turban, D. B., Campion, J. E., & Eyring, A. R. (1992). Factors relating to
relocation decisions of research and development employees. Journal of
Vocational Behavior, 41, 559-580.
Ubed, Roby Syaiful (2018). Job Relocation and Its Predictors in Indonesian Public
Sector. Bisman: Volume 1. Nomor 2, Agustus 2018.
Veiga, J. F. (1983). Mobility influences during managerial career stages. Academy
of Management Journal, 26, 64-85.