1) Uji coba pemulihan hutan di KHDTK Carita melibatkan masyarakat setempat untuk menanam pohon-pohon kayu dan mengayaikan hutan;
2) Partisipasi masyarakat bertujuan mencegah konflik dan kekerasan serta memberikan peran penting dalam pengelolaan hutan;
3) Pendekatan ini berhasil melibatkan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pemulihan dan pelestarian hutan.
Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, 22 Desember 2020.
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyokong keberadaan wilayah pesisir.
Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, 22 Desember 2020.
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyokong keberadaan wilayah pesisir.
Kearifan lokal di kecamatan sekar yang mewajibkan setiap penduduk mempunyai ternak sapi potong sebanyak 1 ekor. Disana terdapat kelompok ternak karya unggul yang mempunyai kandang koloni dengan berisikan 54 ekor sapi potong. melimpahnya kotoran ternak tersebut dan juga belum adanya sentuhan inovasi tehnologi, maka penulis dengan melihat potensi tersebut melakukan penyuluhan pembuatan pupuk organik padat. dimana dalam penyuluhan dan pelatihan tidak semua anggota yang mengikutinya. disinilah penulis akan menuliskan proses pembelajaran kelompok ternak Karya Unggul dalam pembuatan Pupuk Organik. sehinggal dalam proses pembelajaran tersebut dapat merubah perilaku peternak menuju kemandirian anggota kelompok ternak tersebut
Untuk mengelola ekosistem mangrove di Kabupaten Mempawah diperlukan suatu strategi pengelolaan ekosistem mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan evaluasi status keberlanjutan melalui 21 indikator yang dikelompokkan kedalam empat dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial, hukum dan kelembagaan. Indikator-indikator tersebut diperoleh dari penelitian terdahulu, studi pustaka, CIFOR dan LEI menyangkut Sustainable forest management (SFM), serta berdasarkan pengamatan di lapangan. Hasil modifikasi indikator tersebut dinamai Rap-MEcosytem pada skala (0-100) memperlihatkan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove multidimensi dinyatakan cukup berkelanjutan dengan indeks 52,83 begitu halnya dimensi ekonomi 59,66, sosial 59,27 dan hukum/kelembagaan 52,33 sedangkan dimensi ekologi memiliki status kurang berkelanjutan 44,75 sehingga perlu mendapat prioritas perbaikan.
Hasil evaluasi di lanjutkan dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) sehingga didapatkan strategi pengelolaan dengan prioritas : (a) melengkapi legalitas pengelolaan wilayah pesisir dengan menyusun Rencana zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) dan turunannya, (b) meningkatan personil, kapasitas, kualitas, sarana dan prasarana petugas penyuluh perikanan dan kelautan yang hanya berjumlah 5 orang serta penyuluh kehutanan yang berjumlah 6 orang, (c) melakukan reboisasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove terutama di Kecamatan Sungai Pinyuh yang paling banyak mengalami degradasi.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
Kearifan lokal di kecamatan sekar yang mewajibkan setiap penduduk mempunyai ternak sapi potong sebanyak 1 ekor. Disana terdapat kelompok ternak karya unggul yang mempunyai kandang koloni dengan berisikan 54 ekor sapi potong. melimpahnya kotoran ternak tersebut dan juga belum adanya sentuhan inovasi tehnologi, maka penulis dengan melihat potensi tersebut melakukan penyuluhan pembuatan pupuk organik padat. dimana dalam penyuluhan dan pelatihan tidak semua anggota yang mengikutinya. disinilah penulis akan menuliskan proses pembelajaran kelompok ternak Karya Unggul dalam pembuatan Pupuk Organik. sehinggal dalam proses pembelajaran tersebut dapat merubah perilaku peternak menuju kemandirian anggota kelompok ternak tersebut
Untuk mengelola ekosistem mangrove di Kabupaten Mempawah diperlukan suatu strategi pengelolaan ekosistem mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan evaluasi status keberlanjutan melalui 21 indikator yang dikelompokkan kedalam empat dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial, hukum dan kelembagaan. Indikator-indikator tersebut diperoleh dari penelitian terdahulu, studi pustaka, CIFOR dan LEI menyangkut Sustainable forest management (SFM), serta berdasarkan pengamatan di lapangan. Hasil modifikasi indikator tersebut dinamai Rap-MEcosytem pada skala (0-100) memperlihatkan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove multidimensi dinyatakan cukup berkelanjutan dengan indeks 52,83 begitu halnya dimensi ekonomi 59,66, sosial 59,27 dan hukum/kelembagaan 52,33 sedangkan dimensi ekologi memiliki status kurang berkelanjutan 44,75 sehingga perlu mendapat prioritas perbaikan.
Hasil evaluasi di lanjutkan dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) sehingga didapatkan strategi pengelolaan dengan prioritas : (a) melengkapi legalitas pengelolaan wilayah pesisir dengan menyusun Rencana zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) dan turunannya, (b) meningkatan personil, kapasitas, kualitas, sarana dan prasarana petugas penyuluh perikanan dan kelautan yang hanya berjumlah 5 orang serta penyuluh kehutanan yang berjumlah 6 orang, (c) melakukan reboisasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove terutama di Kecamatan Sungai Pinyuh yang paling banyak mengalami degradasi.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
Presentation by Winnie Asiti (African Centre for Technology Studies) at a side event on ecosystem-based adaptation hosted by the World Agroforestry Centre at the UNFCCC Paris COP21.
Silvikuktur merupakan ilmu dan seni dalam pembangunan hutan yg lestari mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dari hama penyakit sampai kepada produksi sehingga dihasilkan tegakan hutan yang produktif dan lestari secara ekologi, ekonomi dan sosial
Pengelolaan hutan bersama masyarakat merupakan orientasi pembangunan kehutanan dewasa ini. Konsep ini tidak lagi menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai buruh atau penonton praktek pengelolaan hutan, dan bersorak kegirangan ketika melihat logging trucks mengangkut ber-kubik-kubik kayu bulat dari hutan yang tidak jauh dari kebun-kebun mereka. Masyarakat sekitar hutan memang selama ini belum mendapatkan tempat yang adil dalam pengelolaan hutan sistem HPH. Mereka tetap dan semakin miskin karena hutan tidak lagi mampu mensuplai air untuk persawahan mereka. Mereka semakin sulit mendapatkan hewan buruan di hutan yang semakin termarginalkan. Pohon duren yang dulu subur dengan buah yang rimbun, kini semakin langka.
Kita harus mengakui bahwa sejak awal sejarah peradabannya manusia memiliki keterkaitan yang erat dengan sumberdaya hutan. Masyarakat lokal telah sejak lama memahami prinsip bahwa hutan alam klimaks lebih merupakan puncak keseimbangan ekologis daripada mampu menjanjikan produktivitas tinggi bagi kepentingan hidup manusia. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pemanfaatan hutan dan lahan hutan oleh masyarakat mampu menjawab persoalan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. Dari waktu ke waktu praktik pemanfaatan hutan dan lahan hutan oleh masyarakat meskipun di bawah tekanan sosial politik yang tidak menguntungkan masih bertahan dan menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam. Misalnya saja, sistem Lembo di Kalimantan Timur, kebun Kemenyan di Tapanuli Utara, Kebun Karet di Jambi, Kebun Damar di Krui, Kebun Hutan Durian di Benawai Agung, Tembawang di Sanggau, Kebun Rotan di Bentian, Hutan Adat di Tenganan, Sistem Dukuh dan Asyura di Kalimantan Selatan dan masih banyak lagi yang lainnya yang kesemuanya itu menunjukkan bahwa rakyat yang hidup di sekitar hutan memiliki pengalaman panjang dan kemampuan yang memadai untuk mengelola hutan.
Similar to Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat (20)
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat
1. PEMULIHAN HUTAN DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT (Forest Recovery with
Community Participation)
Asmanah Widiarti
Kasus penjarahan hutan terjadi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
Carita. Sebagian kawasan hutan di KHDTK Carita merupakan kawasan hutan lindung, hutan
produksi terbatas, dan hutan produksi tetap yang hanya digunakan untuk penelitian. Aset yang
khas dari KHDTK Carita adalah tersisanya hutan alam dataran rendah primer Jawa Barat, dengan
keragaman jenis tinggi. Flora dan fauna yang ada di dalam KHDTK Carita dibutuhkan untuk
program pemuliaan, budidaya pohon, dan konservasi in-situ maupun ex-situ. Kawasan hutan di
KHDTK Carita sebagian besar telah digarap untuk kepentingan usahatani masyarakat di
sekitarnya, sehingga mengalami degradasi hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencoba melakukan pemulihan hutan di KHDTK Carita
dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai pencegahan terjadinya pemikiran yang bertolak
belakang atau tindak kekerasan dalam melakukan kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang
dituju. Tujuan lainnya adalah sebagai pembelajaran juga memberi peranan kepada masyarakat
sekitar hutan dalam mengelola sumberdaya hutan serta diharapkan bisa menjadi contoh alternatif
pemulihan hutan yang bisa diterapkan untuk kawasan hutan di tempat lain. Penelitian dilakukan
selama lima tahun yaitu mulai tahun 2004 s/d tahun 2008 di KHDTK Carita.
Uji coba pemulihan hutan dilakukan melalui penelitian aksi (action research), yaitu
melakukan penanaman pohon kayu-kayuan atau pengayaan (enrichment planting) dengan
melibatkan masyarakat setempat sebagai penggarap lahan hutan di KHDTK Carita. Tahapan
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Penelitian dasar di desa yang letaknya berdekatan dengan .
b. PRA (Participatory Rural Apraisal) untuk sosialisasi manfaat KHDTK, kegiatan
untuk mengetahui jenis vegetasi atau tumbuhan yang pernah ada dan
mendapatkan pola tanam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (adaptive
technology).
c. Penetapan lokasi plot.
d. Penyiapan lahan dan penanaman.
e. Monitoring dan evaluasi persen tumbuh dan pertumbuhan tanaman dilakukan
bersama masyarakat penggarap.
f. Pembinaan kelembagaan kelompok tani oleh penyuluh dari Kantor Dinas
Kehutanan setempat dan Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian dengan materi tata
organisasi kelompok tani.
g. Memfasilitasi pembuatan nota kesepahaman antara masyarakat penggarap dengan
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi sebagai pengelola KHDTK Carita.
h. Melakukan sosialisasi dan diskusi multipihak hasil uji coba pemulihan hutan
yang diselenggarakan di tingkat kabupaten.
2. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder, dengan sifat data kuantitatif
maupun kualitatif. Data primer berupa data pertumbuhan tanaman, data sosial ekonomi dan
usaha tani penggarap. Data sekunder berupa kondisi biofisik lapangan seperti iklim, jenis tanah,
vegetasi, dan satwaliar yang ada di KHDTK Carita. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
metode wawancara, diskusi, pengukuran, dan observasi lapangan
Menurut informasi dari Kepala Desa Sukarame, lebih dari 75% masyarakatnya
mempunyai lahan garapan di wilayah KHDTK Carita. Hal ini disebabkan karena letak desa
yang berdekatan dengan areal wisata Pantai Carita, lahan milik umumnya telah dijual dan
dikuasai oleh pengusaha dari luar daerah sehingga untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk
bertani, penduduk Desa Sukarame terpaksa menggarap di kawasan KHDTK. Pemanfaatan lahan
dengan cara tersebut sudah dilakukan sejak lama, yaitu mulai tahun 1980 dan lebih intensif pada
masa reformasi tahun 1998, hampir seluruh vegetasi hutan ditebang diganti dengan Jenis Pohon
Serba Guna (JPSG). Pembuatan petak uji coba pemulihan hutan dilaksanakan pada akhir tahun
2004, kegiatan dilakukan dengan melibatkan penggarap, mulai dari sosialisasi manfaat KHDTK,
merencanakan pola tanam, menentukan jenis pohon untuk pengayaan, penanaman, dan
pemeliharaan tanaman. Hasil pengamatan pertumbuhan menunjukkan persentase hidup tanaman
pada tahun pertama sangat kecil. Faktor penyebab rendahnya persen hidup dan riap pertumbuhan
tanaman diduga berkaitan dengan sistem penanaman yang dilakukan. Faktor lain yang
menyebabkan rendahnya persen hidup tanaman pada tahun pertama di antaranya adalah:
(1) Rasa kepemilikan pohon kayu pada beberapa penggarap yang masih kurang.
(2) Pemeliharaan tanaman oleh penggarap kurang intensif.
(3) Serangan hama rayap khususnya pada tanaman lada.
Pembinaan dan penyuluhan dilakukan secara terus-menerus kepada penggarap dan
mereka dilibatkan dalam setiap penduduk dalam kegiatan pemeliharaan tanaman agar mereka
merasa memiliki dan menyadari fungsi tanaman tersebut bagi pelestarian lingkungan.
Pemulihan hutan sebagai cara untuk mengembalikan kondisi hutan ke kondisi alaminya,
akan sulit dilakukan apabila kawasan sudah digarap oleh masyarakat. Upaya mencegah
kerusakan lebih lanjut memerlukan penerapan berbagai teknik dan pendekatan baru. Dengan
melibatkan masyarakat dalam bentuk social forestry dapat dikembangkan pola tanam
wanatani/agroforestry yang mengkombinasikan pohon hutan (untuk penahan air hujan) dan JPSG
untuk menyediakan kecukupan pangan bagi masyarakat sekitar. Interaksi antara penggarap dan
pihak pengelolala KHDTK Carita dibangun dengan keyakinan bahwa interaksi dengan
masyarakat akan menghasilkan manfaat, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan pemulihan
hutan dan memelihara kelestariannya.
Pada akhirnya tujuan bisa tercapai. Kegiatan pemulihan hutan dengan melibatkan
masyarakat memiliki keuntungan di antaranya masyarakat bisa menjadi mitra dalam pemulihan
dan pengelolaan kawasan hutan serta menjaga fungsinya.