1. Memberikan gambaran konsep konektivitas sistem lindung dan budidaya dalam ekosistem gambut tropika untuk pemanfaatan lahan gambut yang berkelanjutan.
2. Menganalisis keterkaitan antara komponen biofisik dan sosial di Blok C Kabupaten Pulang Pisau untuk merumuskan strategi pengelolaan.
3. Merekomendasikan roadmap konektivitas kawasan lindung, penyangga dan budidaya berdasarkan kondisi biofisik lahan untuk
Chapter 3. Classification and Method of Land Evaluation.
Land Evaluation.
Lecturer: Purwandaru Widyasunu & Tamad.
Agrotechnology, Fac. of Agriculture, UNSOED, Purwokerto.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
My file upload (in PDF) now is hand-out of my lecturing note for my student (Dept. Agrotechnology, Agric.Fac., UNSOED) in Soil and Land Resources Evaluation. My class will take my lecture in four Chapter. This part of my lecture note: Chapter 1 Pendahuluan (
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu <1,5 />< 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
Menempel kuat pada jaringanparu
Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. Pleura
• Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini mengenai gangguan pernapasan yang berjudul` EFUSI PLEURA`.adalah mengetahui patofisiologi dari penyakit pernapasan tersebut.
C. Rumusan Permasalahan
• Untuk mengetahui pengertian efusi pleura
• Untuk mengetahui etiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui manifestasi efusi pleura
• Untuk mengetahui patofisiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui diagnosis efusi pleura
• Untuk mengetahui pengobatan(penatalaksaan) efusi pleura
• Untuk meng
Chapter 3. Classification and Method of Land Evaluation.
Land Evaluation.
Lecturer: Purwandaru Widyasunu & Tamad.
Agrotechnology, Fac. of Agriculture, UNSOED, Purwokerto.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
My file upload (in PDF) now is hand-out of my lecturing note for my student (Dept. Agrotechnology, Agric.Fac., UNSOED) in Soil and Land Resources Evaluation. My class will take my lecture in four Chapter. This part of my lecture note: Chapter 1 Pendahuluan (
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu <1,5 />< 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
Menempel kuat pada jaringanparu
Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. Pleura
• Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini mengenai gangguan pernapasan yang berjudul` EFUSI PLEURA`.adalah mengetahui patofisiologi dari penyakit pernapasan tersebut.
C. Rumusan Permasalahan
• Untuk mengetahui pengertian efusi pleura
• Untuk mengetahui etiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui manifestasi efusi pleura
• Untuk mengetahui patofisiologi efusi pleura
• Untuk mengetahui diagnosis efusi pleura
• Untuk mengetahui pengobatan(penatalaksaan) efusi pleura
• Untuk meng
Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, 22 Desember 2020.
Presented by Siti Nurbaya, Minister of Environment and Forestry, Indonesia, at "Peatlands, a Super Nature Based Solution Teleconference", July 5th, 2021
Presented by Sonya Dewi, ICRAF Country Programme Coordinator of Indonesia, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Haruni Krisnawati, ITPC Lead Coordinator, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Dyah Puspitaloka, CIFOR-ICRAF Research Officer, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Michael Brady, CIFOR-ICRAF Principal Scientist, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Iwan Setiawan, Deputy Director Corporate Strategic and Relations, Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Choi Hyung Soon, Director of Global Forestry Research Division, National Institute of Forest Science (NIFoS) – Republic of Korea, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Muhammad Askary, Deputy Director for Sources Control of Peatland Ecosystem Degradation, Ministry of Environment and Forestry, Indonesia, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Sufiet Erlita, Manager, Data and Information Services, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Haruni Krisnawati, ITPC Lead Coordinator, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Himlal Baral, Senior Scientist, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Sung Ho Choi, Program Officer for Implementation and Management Cooperation & Project Division, AFoCO, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Mi Hyun Seol, Scientist, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Budi Leksono, Senior Scientist, National Research and Innovation Agency (BRIN), Indonesia, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Indroyono Soesilo, Chairman, Association of Indonesia Forest Concession Holder (APHI), on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Robert Nasi, Managing Director, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Brad Sanders, Head of Operations, Restorasi Ekosistem Riau (RER), Riau Andalan Pulp and Paper, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Adam Gerrand, Chief Technical Advisor, Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Kim Hyoung Gyun, Project Manager, Korea-Indonesia Forest Cooperation Center, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Vong Sok, Head of Environment Division, Assistant Director of Sustainable Development Director, ASEAN Secretariat, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
More from International Tropical Peatlands Center (20)
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
Kajian konektivitas sistem lindung dan budidaya gambut dalam rangka pengelolaan yang berkelanjutan
1. KAJIAN KONEKTIVITAS
SISTEM LINDUNG DAN BUDIDAYA GAMBUT
DALAM RANGKA PENGELOLAAN
YANG BERKELANJUTAN
PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL (PEN) KLHK
KAJIAN KUBAH GAMBUT DAN PENERAPAN METODE PALUDIKULTUR
DALAM REHABILITASI DAN RESTORASI LAHAN GAMBUT
PUSAT STUDI AGROEKOLOGI DAN SUMBERDAYA LAHAN
2. Perlu Kajian lebih lanjut terkait konektivitas sistem lindung dan
budidaya dalam rangka pemanfaatan lahan gambut yang
berkelanjutan.
.
Blok C di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah merupakan
eks PLG menjadi sasaran dalam kegiatan ini.
.
Salah satu upaya strategis di lahan gambut adalah dengan
memanfaatkan sebagian lahan (fungsi budidaya) gambut untuk
bercocok tanam jenis tanaman pangan.
.
Antisipasi krisis pangan, pemerintah memprioritaskan kebutuhan
pangan dalam negeri.
.
#Latar Belakang
3. #Tujuan
#Sasaran
1
2
3
Memberikan gambaran dan konsep konektivitas sistem lindung dan budidaya dalam
ekosistem gambut tropika.
Memberikan kontribusi untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat di blok C KHG
Kahayan Sebangau Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.
Memberikan formulasi strategik terkait kebijakan konektivitas sistem lindung dan
budidaya dalam ekosistem gambut tropika.
1
2
3
Diperoleh kajian komprehensif terkait hubungan sistem lindung dan sistem budidaya
secara saintifik mengenai ekosistem gambut.
Tersusunnya rekomendasi terkait konektivitas sistem lindung dan sistem budidaya
dalam rangka implementasi dukungan penanaman tanaman pangan di lahan
budidaya gambut.
Tersusunnya rekomendasi keputusan yang operasional sampai dengan strategis
terkait pengelolaan ekosistem gambut.
5. METODE ANALISIS SISTEM UNTUK MENJELASKAN
KONSEP KONEKTIVITAS DI LAHAN GAMBUT
Analisis
Keterhubungan
Fisik –
Keputusan
• Studi literatur dan pengembangan
model timbal balik
• Interview narasumber terpilih
Studi Kasus :
- Fisik
- Fungsional
• Lokasi Blok C Kabupaten Pulang pisau
yang masuk dalam KHG S. Katingan- S.
Sebangau dan S. Kahayan - S.
Sebangau
• Cakupan studi dari komponen
• Biofisik Gambut
• Water Management
• Land Management
• institusional - Actors
• Livelihood
Analisis
Keterhubungan
Fungsional
• Idenfitikasi komponen dalam ekosistem :
Kelembagaan dan Parapihak yang
berpengaruh termasuk intervensinya pada
setiap elemen lindung – budidaya untuk
dipahami model imbal baliknya dalam
ekosistem
•Analisis konektivitas melalui identifikasi
imbal balik ekosistem (KHG) dari data
lapangan serta berbagai studi literatur,
riset maupun publikasi yang relevan
Lansekap = konfigurasi
keputusan pemanfaatan
bidang - bidang lahan
(hasil interaksi )
Bidang lahan
(patch ) =
keputusan
pemanfaatan
DmpakPemantaatanLahanlevelbidang
padaSkalayanglebihluas
KonfigurasiPenutupan/PenggunanLahan
merupakangambaranekosistem
Interaksi
antar bidang
lahan
(sub sistem
sosial –
ekologis )
9. Karakteristik Sosial Wilayah Blok C
4,1
3,1
4,13,6
3,6
SDA
SDM
MSMF
INF
Pentagon Aset Sosial Masyarakat • Potensi aset Sumber Daya Alam (SDA) dan modal sosial lebih
tinggi dibandingkan modal aset lainnya.
• Potensi SDA berupa lahan dan hasil hutan bukan kayu.
• Modal sosial : Karakteristik masyarakat yang memanfaatkan hasil
alam (mengekstraksi) (petani, peladang/pekebun, nelayan, dan
mengambil hasil hutan bukan kayu - rotan dan berburu satwa).
• Potensi tersebut mengalami penurunan karena terjadi konversi
lahan dan kebakaran.
• Kekerabatan antar etnis masih terjalin baik dengan pola
pemukiman mengelompok di beberapa kecamatan.
• Aset berupa sumber daya manusia, modal finansial, dan
infrastruktur memilki kecenderungan yang sama pada setiap
kecamatan.
10. Konsep Konektivitas Ruang : Lindung
– Penyangga dan melalui koridor
penyangga - Budidaya (Sistem)
• Potensi penyangga koneksi Lindung –
budidaya(23%)
• Isu strategis biofisik dan sosial
• Strategi sistem konektivitas lindung –
budidaya
• Kubah gambut : koridor penghubung,
pembasahan-rehabilitasi
• Kelembagaan masyarakat (revitalitasi)
• Perekonomian masyarakat (rehabilitasi -
revitalisasi)
13. • Biofisik
• Degradasi Ekosistem Gambut :
• Konversi Hutan menjadi lahan budidaya
(komoditas)
• Koridor (penyangga) kawasan lindung dan
budidaya
• Sosial
• Sumberdaya manusia
• Resiliensi
• Pengelolaan Lindung “Mandiri” – Hutan Adat
• Pembangunan wilayah
• Penguasan Sumebrdaya oleh pihak lain (di luar
Kab Pulang Pisau)
• Kebijakan
• Zonasi Kawasan
• Pengelolaan ekosistem berlandaskan
perundang-undangan
• Sinkronisasi peraturan pusat dan daerah
Analisis Isu Strategis
14. Konsep Konektivitas Ruang :
Lindung – Penyangga dan
melalui koridor penyangga -
Budidaya (Sistem)
1. Potensi penyangga koneksi
Lindung – budidaya(23%)
2. Isu strategis biofisik dan
sosial
3. Strategi sistem konektivitas
lindung – budidaya
1. Kubah gambut : koridor
penghubung,
pembasahan-rehabilitasi
2. Kelembagaan
masyarakat (revitalitasi)
3. Perekonomian
masyarakat (rehabilitasi
-revitalisasi)
15. Level
Kondisi
Biofisik
Status Kawasan Rekomendasi Staging Stakeholder
1 Kedalaman
gambut >3 m
1. Kategori
gambut
dalam
2. Luas
eksisting
kawasan:
150.514,07
Ha
3. Ideal
menjadi
kawasan
lindung
1. Rehabilitasi dan/atau restorasi pada kawasan dengan
tutupan rendah, dan semak belukar, dengan tanaman
antara lain Meranti Rawa (Shorea balangeran), Meranti
Kuning (Shorea macrobalanos), dan jenis tanaman hutan
pada Tabel 9 di atas.
2. Dalam menggunakan gambut dalam perlu adanya kriteria
berupa pembatasan wilayah baik bagi masyarakat
maupun perusahaan/korporasi
3. Pengurugan kanal untuk pembasahan dan pencegahan
perburuan ilegal
4. Dukungan terhadap masyarakat adat dalam aktivitas
budidaya, baik itu perikanan, walet, dan madu yang
berupa pelatihan, pendanaan, penanaman tanaman
pangan di kawasan penyangga dan budidaya serta
budidaya lahan tanpa bakar
5. Pembangunan koridor yang menghubungkan berbagai
kawasan lindung, penyangga dan budidaya, yang
berfungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa liar
6. Penambahan dan pengkayaan jenis tanaman pencegah
kebakaran untuk mempertahankan kebasahan gambut
1-5 tahun
Pengurugan
kanal: 1-3
tahun
Pemda, Kemendagri, ATR/BPN-
KLHK terkait RTRW
(melarang/membatasi aktivitas -
digeser ke zona penyangga)
Catatan:
Korporasi dan masyarakat yang
melakukan budidaya pada
kawasan lindung harus mengikuti
aturan perundang-undangan,
yaitu hanya diperbolehkan
budidaya selama 1 daur.
Setelahnya, diwajibkan
rehabilitasi dan/atau restorasi
pada area tersebut. Mekanisme
rehabilitasi dan/atau restorasi
bagi perusahaan dan masyarakat
diatur tersendiri.
Roadmap Sistem Konektivitas Kawasan Lindung dan
Kawasan Budidaya
16. Level Kondisi Biofisik Status Kawasan Rekomendasi Staging Stakeholder
2 Kedalaman
gambut 1-3 m
1. Kategori
gambut
sedang
2. Luas eksisting
kawasan:
102.030,23
Ha
3. Ideal menjadi
kawasan
penyangga
1. Sistem paludikultur yang mengakomodir fungsi
perlindungan dan pemanfaatan terbatas
2. Kawasan penyangga berfungsi sebagai penghubung
dan/atau pembatas antara kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang secara fungsi dapat menjadi bagian dari
kawasan lindung.
3. Revegetasi dengan tanaman-tanaman dengan fungsi
pelestarian seperti Meranti Rawa (Shorea balangeran),
Meranti Kuning (Shorea macrobalanos), dan jenis tanaman
pada Tabel 9 di atas.
4. Pembuatan koridor hutan yang menghubungkan dengan
kawasan lindung dan kawasan budidaya pada setiap sub
KHG, yang sekaligus berfungsi sebagai habitat tumbuhan
dan satwa liar dilindungi dan/atau berstatus konservasi
tinggi
5. Optimalisasi peran MPA (Masyarakat Peduli Api) dan MPT
(Masyarakat Peduli Tabat) dalam pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, serta
pengelolaan tabat.
1-5 tahun Pemda, Kementerian Pertanian,
Kementerian LHK, Masyarakat, dan
CSO
Catatan:
• Monitoring tumbuhan dan
satwa liar dilindungi dan
berstatus konservasi tinggi
oleh KSDAE
• Korporasi dan masyarakat
yang melakukan budidaya
pada kawasan lindung harus
mengikuti aturan perundang-
undangan, yaitu hanya
diperbolehkan budidaya
selama 1 daur. Setelahnya,
diwajibkan rehabilitasi
dan/atau restorasi pada area
tersebut. Mekanisme
rehabilitasi dan/atau restorasi
bagi perusahaan dan
masyarakat diatur tersendiri
17. Level
Kondisi
Biofisik
Status Kawasan Rekomendasi Staging Stakeholder
3 Kedalaman
gambut <1 m
1. Kategori
gambut
dangkal
2. Luas
eksisting
kawasan :
187.370,04
Ha
3. Ideal
menjadi
kawasan
budidaya
1. Budidaya lestari menggunakan teknik paludikultur
2. Revegetasi dengan tanaman-tanaman dengan fungsi
pelestarian dan manfaat sosial seperti Belangeran
(Shorea balangeran), Meranti Kuning (Shorea
macrobalanos), dan jenis tanaman budidaya pada Tabel 9
di atas.
3. Pembangunan koridor yang menghubungkan berbagai
kawasan lindung, penyangga dan budidaya, yang
berfungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa liar
4. Optimalisasi pemasaran produk-produk yang dihasilkan
masyarakat adat seperti madu, walet dan perikanan.
5. Pengembangan industri kecil masyarakat seperti
pengolahan ikan, kerajinan rotan, bawang lemba
6. Penanganan mitigasi bencana seperti banjir dan
kebakaran
7. Optimalisasi peran dan fasilitas MPA dan MPT dalam
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan.
8. Penanaman 1000 pohon per tahun untuk kebutuhan
bahan baku bangunan dan kapal
1-3 tahun
Pada tahun
ke 4-5
dilakukan
peningkatan
produktivitas
dengan
pemanfaatan
ilmu
pengetahun
dan
teknologi.
Masyarakat, Korporasi, Pemda