SlideShare a Scribd company logo
Rhinitis Alergi
dr. Rina Purnama Sari
SUPERVISOR :
dr. Priyanti Kisworini, M.Kes, Sp.A(K)
PENDAHULUAN
• Joint Task Force on Practice Parameters in Allergy, Asthma, and Immunology (1998)
mendefinisikan rinitis sebagai :
‘Peradangan pada membran yang melapisi hidung, dengan ciri :
1. Sumbatan hidung
2. Rinore
3. Bersin
4. Gatal pada hidung dan/atau postnasal drainage.’
• Gejala – gejala tersebut berlangsung lebih dari 1 jam sehari dalam dua hari berurutan
atau lebih.
• Rinitis alergi secara klinis : gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah pajanan
alergen melalui inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobulin E yang spesifik terhadap
alergen tersebut pada mukosa hidung.
EPIDEMIOLOGI
Alergi merupakan
masalah kesehatan
global
10-25% Populasi
Jika memiliki salah
satu gejala atopi
Risiko atopi 3x
lebih besar
Rinitis alergi paling
sering pada anak
usia sekolah
15% : 6-7 tahun
40% : 13-14 tahun
Sering tidak
terdiagnosis sehingga
terapi tidak adekuat
Tidak Adekuat
ETIOLOGI
Polusi
Udara
Debu
Bau-
bauan
tertentu
Udara Dingin
Makanan Uap
• Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial
yang meliputi interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan.
• Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan non
spesifik.
• Alergen penyebab pada bayi dan anak sering
disebabkan oleh alergen makanan, sedangkan
alergen inhalan lebih berperan pada anak yang
lebih besar
• Meskipun rinitis alergi lebih banyak muncul
pada anak yang lebih besar, namun pajanan
alergen (sensitisasi) sudah terjadi sejak dini.
PATOFISIOLOGI
• Pada permukaan mukosa hidung dan lamina propria terdapat sel mast dan basofil,
yang merupakan unsur terpenting pada patofisiologi rinitis alergi.
• Sekitar 50% manifestasi reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase lambat
• Orang yang tersensitisasi alergen inhalan seperti tungau debu rumah, bulu kucing/
anjing, atau pollen, sel mast dan basofilnya akan diselaputi oleh IgE terhadap alergen
spesifik tersebut.
• Paparan ulang terhadap alergen tersebut memicu suatu rangkaian kejadian yang
meliputi respons fase cepat dan fase lambat yang menimbulkan gejala rinitis alergi.
• Paparan terhadap alergen menyebabkan migrasi sel mast dan basofil yang sudah
diselaputi IgE spesifik dari lamina propria ke permukaan epitel.
PATOFISIOLOGI
• Jika alergen berikatan dengan dua molekul IgE yang terikat pada permukaan sel, maka
preformed mediator seperti histamin dilepaskan dari sel.
• Respons fase cepat pada rinitis alergi ini menyebabkan timbulnya secara mendadak
bersin, gatal hidung, tersumbatnya hidung dan rinore.
• Respons fase lambat terjadi dalam waktu 4-8 jam setelah paparan alergen dan
merupakan suatu proses cellular-driven dengan adanya infiltrasi eosinofil, neutrofil,
basofil, limfosit T dan makrofag, yang melepaskan mediator inflamasi dan sitokin
tambahan dan memperpanjang respons proinflamasi. Hal ini menyebabkan gejala
kronis dan persisten dari rinitis alergi, terutama sumbatan hidung, anosmia,
hipersekresi mukus dan hiperresponsif nasal terhadap alergen dan iritan.
• Paparan alergen yang terus-menerus seringkali menyebabkan keadaan inflamasi
kronis
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
• Ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan insidensinya meningkat progresif,
mencapai 10-15% pada usia dewasa
• Pada anak dapat berupa rinosunitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis
• Gejala : rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, suara
sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, serta bernafas melalui mulut  gejala
tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur
• Rinitis alergi kronis : wajah yang khas  dark circle atau shiner serta bengkak (bags)
dibawah mata, adenoid face, allergic salute
ANAMNESIS
• Pada anamnesis perlu ditanyakan: lama, frekuensi, waktu timbulnya dan beratnya penyakit,
persisten atau intermiten.
• Gejala yang ditanyakan berupa hidung berair, hidung tersumbat, postnasal drip, gatal di hidung
dan palatum, bersin-bersin, gejala mata merah, gatal dan berair, fungsi penciuman, tidur
mengorok dan ada/tidaknya gangguan tidur.
• Riwayat atopi dalam keluarga (asma, dermatitis atopi, rinitis alergi) perlu ditanyakan untuk
mendukung status atopi pasien
PEMERIKSAAN FISIK
• Gatal pada hidung, telinga, palatum
atau tenggorok, sekret bening cair,
kongesti nasal, nyeri kepala sinus,
disfungsi tuba estachius, bernafas
lewat mulut atau mengorok, post nasal
drip kronis, batuk kronis non
produktif, sering mendehem, dan
kelelahan pagi hari.
• Tanda : allergic shiner, geographic
tongue, Dennie Morgan’s line, dan
allergic salute.
• Bila disertai keluhan pada mata 
edema, sekret, dan kelainan lainnya.
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan hitung jenis eosinofil,
hitung total eosinofil, dan kadar IgE total serum.
• Pada pemeriksaan sitologi mukosa menunjukkan hitung persentase eosinofil meningkat.
• Bila memungkinkan dilakukan uji kulit alergen untuk menentukan status atopi serta
menentukan kemungkinan alergen penyebab. Bila disertai kelainan mata, dapat dilakukan
pemeriksaan eosinofil pada sekret mata.
• Pada pasien yang berusia 4 tahun atau lebih dapat dilakukan foto atau CT scan sinus
paranasalis bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
DIAGNOSIS
• Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergi yang
terpenting pada anak.
• Tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic crease, Dennie’s line,
allergic shiner dan allergic face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak
satu pun yang patognomonis.
• Tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini
hanya ditemukan pada pasien yang sedang dalam serangan.
• Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna
pada anak berusia di bawah 3 tahun.
• Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak
menyenangkan.
DIAGNOSIS
• Pemeriksaan in vitro (RAST, ELISA) untuk alergen spesifik hasilnya kurang sensitif
dibandingkan dengan tes kulit dan lebih mahal.
• Kadar normal IgE total dan IgE spesifik pada anak lebih rendah dibandingkan dengan
dewasa. Kurang dari setengah penderita rinitis alergi anak mempunyai kadar IgE total
yang meningkat. Adapun kadar IgE total serum pada bayi adalah 0-1 IU/ml yang
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan menetap setelah usia 20-30 tahun (100-
150 IU/ml), kemudian menurun sesuai dengan bertambahnya usia.
• Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang meningkat
>3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan lebih dominan.
Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel basofil, eosinofil, juga
terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergi dan mastositosis hidung primer.
DIAGNOSIS BANDING
KOMORBIDITAS
TATALAKSANA
• Tata laksana rinitis alergi meliputi penghindaran alergen penyebab, medikamentosa, dan
imunoterapi
• Antihistamin H1 generasi 2 oral (setirizin, loratadin, levosetirizin, desloratadin) diberikan
untuk mengurangi gejala bersin, gatal, dan rinorea tetapi sangat sedikit pengaruhnya
terhadap sumbatan hidung.
• Kortikosteroid topikal adalah pengobatan paling efektif untuk mengontrol gejala rinitis
alergi persisten.
• Kortikosteroid oral dapat diberikan untuk jangka pendek (5-7 hari) untuk gejala yang
berat dan sulit diatasi atau pasien dengan polip nasal.
TATALAKSANA
• Dekongestan oral tidak diberikan secara rutin. Dekongestan oral dapat diberikan untuk
mengurangi sumbatan hidung bila diperlukan.
• Dekongestan topikal dapat dipertimbangkan untuk penggunaan jangka pendek (tidak
lebih dari 5 hari). Hindari penggunaan dekongestan topikal untuk jangka panjang karena
terdapat risiko terjadinya rinitis medikamentosa. Dekongestan topikal tidak disarankan
untuk diberikan pada anak di bawah 5 tahun.
• Ipratropium bromide topikal dapat diberikan untuk mengurangi gejala rinorea.
• Imunoterapi dengan alergen spesifik dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak
membaik dengan kombinasi penghindaran alergen dan pengobatan
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
EVALUASI
PROGNOSIS
• Rinitis alergi pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia.
• Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala
yang timbul
• Komunikasi dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala dilakukan
dan pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala.
• Bila alergen penyebab diketahui, maka penghindaran alergen pencetus perlu terus
menerus dilakukan. Pada gejala yang menetap dan berat, diperlukan penilaian
menyeluruh dan tatalaksana lanjut, antara lain imunoterapi.
TERIMA KASIH

More Related Content

What's hot

Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
Fransiska Oktafiani
 
Visum Gantung Diri
Visum Gantung DiriVisum Gantung Diri
Visum Gantung Diri
Phil Adit R
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13
tristyanto
 
04 kegawatdaruratan medik
04 kegawatdaruratan medik04 kegawatdaruratan medik
04 kegawatdaruratan medikJoni Iswanto
 
Omkaba karkes
Omkaba karkesOmkaba karkes
Omkaba karkes
Masrip Sarumpaet
 
Audiometri
AudiometriAudiometri
Audiometri
Anna Suraya
 
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptxmekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
aditya romadhon
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
puskesmas74
 
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan TenggorokanPemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
pjj_kemenkes
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Irene Susilo
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
Fransiska Oktafiani
 
PPDGJ Keperawatan Jiwa
PPDGJ Keperawatan JiwaPPDGJ Keperawatan Jiwa
PPDGJ Keperawatan Jiwa
Fransiska Oktafiani
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
Reza Oktarama
 
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta revDiagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
zara larasati
 
Gangguan somatoform 6
Gangguan somatoform 6Gangguan somatoform 6
Gangguan somatoform 6Ai Nurhasanah
 
Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)
adefelia_91
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report Meningitis
Kharima SD
 

What's hot (20)

Lepra
LepraLepra
Lepra
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
Visum Gantung Diri
Visum Gantung DiriVisum Gantung Diri
Visum Gantung Diri
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13
 
04 kegawatdaruratan medik
04 kegawatdaruratan medik04 kegawatdaruratan medik
04 kegawatdaruratan medik
 
Omkaba karkes
Omkaba karkesOmkaba karkes
Omkaba karkes
 
Audiometri
AudiometriAudiometri
Audiometri
 
kuliah-TETANUS.ppt
kuliah-TETANUS.pptkuliah-TETANUS.ppt
kuliah-TETANUS.ppt
 
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptxmekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
 
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan TenggorokanPemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
PPDGJ Keperawatan Jiwa
PPDGJ Keperawatan JiwaPPDGJ Keperawatan Jiwa
PPDGJ Keperawatan Jiwa
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
 
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta revDiagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
Diagnosis dan Klasifikasi Kusta rev
 
Gangguan somatoform 6
Gangguan somatoform 6Gangguan somatoform 6
Gangguan somatoform 6
 
Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report Meningitis
 

Similar to Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK

REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlmlREFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
ShodiqulAmin2
 
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptxCSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
KoyetGen
 
125477384 long-case-ujian-chand
125477384 long-case-ujian-chand125477384 long-case-ujian-chand
125477384 long-case-ujian-chand
homeworkping9
 
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannyareferat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
sunallfinger1
 
CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotor
CoassTHT
 
Lp faringitis
Lp faringitisLp faringitis
Lp faringitis
maelmery
 
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.pptRhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
HartinaLaNdia
 
Pretest tht
Pretest thtPretest tht
Pretest tht
reski utami
 
Presentasi Mr Tys
Presentasi Mr TysPresentasi Mr Tys
Presentasi Mr Tys
Eva Apriliyana Rizki
 
Presentasi
PresentasiPresentasi
Presentasi
inamaniz
 
Materi dr. rosdiana
Materi dr. rosdianaMateri dr. rosdiana
Materi dr. rosdiana
Operator Warnet Vast Raha
 
Kasus otitis media akut
Kasus otitis media akutKasus otitis media akut
Kasus otitis media akut
M Kurniawan
 
Asma pada kehamilan ppt.pptx
Asma pada kehamilan ppt.pptxAsma pada kehamilan ppt.pptx
Asma pada kehamilan ppt.pptx
WhinikeCintya
 
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptPPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
farmasipkcpesanggrah
 

Similar to Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK (20)

REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlmlREFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
REFERAT THT.pptx mk kmlmlmlmm mlmlmlmlmlml
 
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptxCSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
 
125477384 long-case-ujian-chand
125477384 long-case-ujian-chand125477384 long-case-ujian-chand
125477384 long-case-ujian-chand
 
Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNATentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
 
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannyareferat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
 
CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotor
 
Lp faringitis
Lp faringitisLp faringitis
Lp faringitis
 
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.pptRhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
 
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi Rhinitis alergi
Rhinitis alergi
 
Pretest tht
Pretest thtPretest tht
Pretest tht
 
Presentasi Mr Tys
Presentasi Mr TysPresentasi Mr Tys
Presentasi Mr Tys
 
Presentasi
PresentasiPresentasi
Presentasi
 
Materi dr. rosdiana
Materi dr. rosdianaMateri dr. rosdiana
Materi dr. rosdiana
 
Kasus otitis media akut
Kasus otitis media akutKasus otitis media akut
Kasus otitis media akut
 
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Asma pada kehamilan ppt.pptx
Asma pada kehamilan ppt.pptxAsma pada kehamilan ppt.pptx
Asma pada kehamilan ppt.pptx
 
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptPPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
 
Askep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitisAskep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitis
 
Askep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitisAskep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitis
 

Recently uploaded

Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
nurulkarunia4
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
sulastri822782
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 

Recently uploaded (20)

Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 

Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK

  • 1. Rhinitis Alergi dr. Rina Purnama Sari SUPERVISOR : dr. Priyanti Kisworini, M.Kes, Sp.A(K)
  • 2. PENDAHULUAN • Joint Task Force on Practice Parameters in Allergy, Asthma, and Immunology (1998) mendefinisikan rinitis sebagai : ‘Peradangan pada membran yang melapisi hidung, dengan ciri : 1. Sumbatan hidung 2. Rinore 3. Bersin 4. Gatal pada hidung dan/atau postnasal drainage.’ • Gejala – gejala tersebut berlangsung lebih dari 1 jam sehari dalam dua hari berurutan atau lebih. • Rinitis alergi secara klinis : gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah pajanan alergen melalui inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobulin E yang spesifik terhadap alergen tersebut pada mukosa hidung.
  • 3. EPIDEMIOLOGI Alergi merupakan masalah kesehatan global 10-25% Populasi Jika memiliki salah satu gejala atopi Risiko atopi 3x lebih besar Rinitis alergi paling sering pada anak usia sekolah 15% : 6-7 tahun 40% : 13-14 tahun Sering tidak terdiagnosis sehingga terapi tidak adekuat Tidak Adekuat
  • 4. ETIOLOGI Polusi Udara Debu Bau- bauan tertentu Udara Dingin Makanan Uap • Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial yang meliputi interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. • Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan non spesifik. • Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh alergen makanan, sedangkan alergen inhalan lebih berperan pada anak yang lebih besar • Meskipun rinitis alergi lebih banyak muncul pada anak yang lebih besar, namun pajanan alergen (sensitisasi) sudah terjadi sejak dini.
  • 5. PATOFISIOLOGI • Pada permukaan mukosa hidung dan lamina propria terdapat sel mast dan basofil, yang merupakan unsur terpenting pada patofisiologi rinitis alergi. • Sekitar 50% manifestasi reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase lambat • Orang yang tersensitisasi alergen inhalan seperti tungau debu rumah, bulu kucing/ anjing, atau pollen, sel mast dan basofilnya akan diselaputi oleh IgE terhadap alergen spesifik tersebut. • Paparan ulang terhadap alergen tersebut memicu suatu rangkaian kejadian yang meliputi respons fase cepat dan fase lambat yang menimbulkan gejala rinitis alergi. • Paparan terhadap alergen menyebabkan migrasi sel mast dan basofil yang sudah diselaputi IgE spesifik dari lamina propria ke permukaan epitel.
  • 6. PATOFISIOLOGI • Jika alergen berikatan dengan dua molekul IgE yang terikat pada permukaan sel, maka preformed mediator seperti histamin dilepaskan dari sel. • Respons fase cepat pada rinitis alergi ini menyebabkan timbulnya secara mendadak bersin, gatal hidung, tersumbatnya hidung dan rinore. • Respons fase lambat terjadi dalam waktu 4-8 jam setelah paparan alergen dan merupakan suatu proses cellular-driven dengan adanya infiltrasi eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit T dan makrofag, yang melepaskan mediator inflamasi dan sitokin tambahan dan memperpanjang respons proinflamasi. Hal ini menyebabkan gejala kronis dan persisten dari rinitis alergi, terutama sumbatan hidung, anosmia, hipersekresi mukus dan hiperresponsif nasal terhadap alergen dan iritan. • Paparan alergen yang terus-menerus seringkali menyebabkan keadaan inflamasi kronis
  • 8. MANIFESTASI KLINIS • Ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan insidensinya meningkat progresif, mencapai 10-15% pada usia dewasa • Pada anak dapat berupa rinosunitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis • Gejala : rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, serta bernafas melalui mulut  gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur • Rinitis alergi kronis : wajah yang khas  dark circle atau shiner serta bengkak (bags) dibawah mata, adenoid face, allergic salute
  • 9. ANAMNESIS • Pada anamnesis perlu ditanyakan: lama, frekuensi, waktu timbulnya dan beratnya penyakit, persisten atau intermiten. • Gejala yang ditanyakan berupa hidung berair, hidung tersumbat, postnasal drip, gatal di hidung dan palatum, bersin-bersin, gejala mata merah, gatal dan berair, fungsi penciuman, tidur mengorok dan ada/tidaknya gangguan tidur. • Riwayat atopi dalam keluarga (asma, dermatitis atopi, rinitis alergi) perlu ditanyakan untuk mendukung status atopi pasien
  • 10. PEMERIKSAAN FISIK • Gatal pada hidung, telinga, palatum atau tenggorok, sekret bening cair, kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi tuba estachius, bernafas lewat mulut atau mengorok, post nasal drip kronis, batuk kronis non produktif, sering mendehem, dan kelelahan pagi hari. • Tanda : allergic shiner, geographic tongue, Dennie Morgan’s line, dan allergic salute. • Bila disertai keluhan pada mata  edema, sekret, dan kelainan lainnya.
  • 13. PEMERIKSAAN PENUNJANG • Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan hitung jenis eosinofil, hitung total eosinofil, dan kadar IgE total serum. • Pada pemeriksaan sitologi mukosa menunjukkan hitung persentase eosinofil meningkat. • Bila memungkinkan dilakukan uji kulit alergen untuk menentukan status atopi serta menentukan kemungkinan alergen penyebab. Bila disertai kelainan mata, dapat dilakukan pemeriksaan eosinofil pada sekret mata. • Pada pasien yang berusia 4 tahun atau lebih dapat dilakukan foto atau CT scan sinus paranasalis bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
  • 14. DIAGNOSIS • Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergi yang terpenting pada anak. • Tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic crease, Dennie’s line, allergic shiner dan allergic face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang patognomonis. • Tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang sedang dalam serangan. • Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. • Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak menyenangkan.
  • 15. DIAGNOSIS • Pemeriksaan in vitro (RAST, ELISA) untuk alergen spesifik hasilnya kurang sensitif dibandingkan dengan tes kulit dan lebih mahal. • Kadar normal IgE total dan IgE spesifik pada anak lebih rendah dibandingkan dengan dewasa. Kurang dari setengah penderita rinitis alergi anak mempunyai kadar IgE total yang meningkat. Adapun kadar IgE total serum pada bayi adalah 0-1 IU/ml yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan menetap setelah usia 20-30 tahun (100- 150 IU/ml), kemudian menurun sesuai dengan bertambahnya usia. • Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergi dan mastositosis hidung primer.
  • 18. TATALAKSANA • Tata laksana rinitis alergi meliputi penghindaran alergen penyebab, medikamentosa, dan imunoterapi • Antihistamin H1 generasi 2 oral (setirizin, loratadin, levosetirizin, desloratadin) diberikan untuk mengurangi gejala bersin, gatal, dan rinorea tetapi sangat sedikit pengaruhnya terhadap sumbatan hidung. • Kortikosteroid topikal adalah pengobatan paling efektif untuk mengontrol gejala rinitis alergi persisten. • Kortikosteroid oral dapat diberikan untuk jangka pendek (5-7 hari) untuk gejala yang berat dan sulit diatasi atau pasien dengan polip nasal.
  • 19. TATALAKSANA • Dekongestan oral tidak diberikan secara rutin. Dekongestan oral dapat diberikan untuk mengurangi sumbatan hidung bila diperlukan. • Dekongestan topikal dapat dipertimbangkan untuk penggunaan jangka pendek (tidak lebih dari 5 hari). Hindari penggunaan dekongestan topikal untuk jangka panjang karena terdapat risiko terjadinya rinitis medikamentosa. Dekongestan topikal tidak disarankan untuk diberikan pada anak di bawah 5 tahun. • Ipratropium bromide topikal dapat diberikan untuk mengurangi gejala rinorea. • Imunoterapi dengan alergen spesifik dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik dengan kombinasi penghindaran alergen dan pengobatan
  • 28. PROGNOSIS • Rinitis alergi pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia. • Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul • Komunikasi dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala dilakukan dan pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala. • Bila alergen penyebab diketahui, maka penghindaran alergen pencetus perlu terus menerus dilakukan. Pada gejala yang menetap dan berat, diperlukan penilaian menyeluruh dan tatalaksana lanjut, antara lain imunoterapi.