SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
www.mims.com
Strategi Penatalaksanaan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
dr. Rr. Diah Handayani, Sp.P(K)
for Healthcare Professional Only
Accredited by IDI
2 SKP
Sistem Pernapasan
Secara anatomi, saluran pernapasan terdiri dari saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah. Saluran pernapasan bagian atas dimulai dari
hidung, faring, laring bagian atas (di atas pita suara).
Infeksi saluran napas akut merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian karena
salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian apabila tidak diatasi sedini mungkin.
Berdasarkan data tahun 2013, kematian akibat penyakit ini mencapai empat juta di seluruh
dunia. Penyakit infeksi saluran nafas akut meliputi rinitis, faringitis, laringitis, tonsillitis,
bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia.1
Tuberkulosis juga merupakan infeksi saluran napas
tetapi spesifik disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis sehingga tidak dimasukkan ke
dalam pembahasan ini. Menurut Forum of International Respiratory Society, infeksi saluran
napas termasuk 5 besar masalah respirasi selain PPOK, asma, tuberkulosis dan kanker paru.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 infeksi saluran napas mencapai
25% di antara penyakit infeksi dan menjadi penyebab rawat inap di RS.1, 2
dr. Rr. Diah Handayani, Sp.P(K)
2
Strategi Penatalaksanaan
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
pernapasan bawah (lower respiratory tract infection/
LRTI). Virus merupakan faktor etiologi pada sebagian
besar kasus-kasus URTI, selain bakteri dan jamur.
Sedangkan LRTI sebagian besar disebabkan oleh bakteri
Virus masuk melalui mukosa saluran pernapasan,
menginvasi jaringan, dan selanjutnya
menyebabkan nekrosis, inflamasi, pembengkakan
KONGESTI
OBSTRUKSI SALURAN UDARA
Aliran udara normal Aliran udara
yang terganggu
Mukosa normal
InflamasiVirus
Sehat
Nekrosis
Penyebaran virus ke TELINGA  OTITIS MEDIA
SINUS  SINUSITIS
BRONKUS & PARU-PARU  PNEUMONIA
Bakteri berpenetrasi ke mukosa yang telah
mengalami kerusakan, mengakibatkan
infeksi bakteri sekunder
Invasi bakteri ke jaringan nekrosis
Jaringan
yang
mengalami
inflamasi
Eksudat purulen
Trakea
Telinga
Rongga
mulut
Rongga
hidung
Sinus frontalis
Paru
Sedangkan saluran pernapasan bagian
bawah terdiri dari laring bagian bawah
(di bawah pita suara), trakea, bronkus,
bronkiolus, duktus alveolaris, sakus
alveolaris, alveolus. Secara fungsional,
sistem pernapasan dibagi menjadi 2 zona
yaitu zona konduksi dan zona respirasi. Zona
konduksi (dari hidung hingga bronkiolus)
memiliki fungsi utama menyediakan suatu
jalur keluar masuk udara dari dan ke saluran
pernapasan. Sedangkan pertukaran gas (O2
dan CO2) berlangsung di zona respirasi yang
meliputi duktus alveolaris hingga alveoli.3
Patogenesis
Infeksi saluran pernapasan dibagi menjadi
dua jenis berdasarkan anatominya: infeksi
saluran pernapasan atas (upper respiratory
tract infection/URTI) dan infeksi saluran Gambar 1. Patogenesis infeksi saluran pernapasan atas dan bawah9
3
patogen.4-7
Transmisi mikroorganisme patogen terjadi
melalui inhalasi droplet (yang dikeluarkan individu
terinfeksi melalui batuk, bersin, atau berbicara), atau
kontak langsung dengan sekret (melalui sentuhan
atau berjabatan tangan atau penggunaan bersama
peralatan pribadi/makan) individu terinfeksi atau benda
yang terkontaminasi. Selanjutnya mikroorganisme
patogen tersebut melakukan invasi melalui mukosa
saluran pernapasan dan mengakibatkan destruksi
disertai nekrosis dan inflamasi pada lapisan mukosa,
memudahkan terjadinya penetrasi bakteri yang
mengakibatkan infeksi (bakteri) sekunder.4
Selain
mikroorganisme, polutan atau iritan seperti asap rokok
juga dapat menyebabkan penurunan fungsi silia saluran
pernapasan dan produksi sekret saluran pernapasan
yang lebih kental. Mikroorganisme dapat mencapai
saluran pernapasan bawah melalui inhalasi, aspirasi,
atau pembuluh darah (hematogen) dan selanjutnya
bermultiplikasi pada epitel saluran pernapasan dan
menyebabkan inflamasi, nekrosis, peningkatan sekresi
mukus, sekresi eksudat purulen, dan gangguan fungsi
mukosiliaris dan fungsi paru, bahkan obstruksi saluran
pernapasan.4, 8, 9
Etiologi
Etiologi infeksi saluran pernapasan berbeda-beda
sesuai dengan jenis penyakitnya, untuk common cold,
influenza, rinitis dan faringitis etiologi tersering adalah
virus rhinovirus dan adenovirus diikuti bakteri gram
positif dan negatif, sedangkan pada bronkitis dan CAP
adalah bakteri gram positif. Setiap populasi memiliki
peta yang berbeda, tetapi berdasarkan beberapa
panduan didapatkan kekerapan etiologi seperti
dijabarkan dalam tabel berikut ini:
Jenis Penyakit Etiologi Rujukan
Common cold
Virus : rhinovirus, coronavirus,
respiratory syncytial virus (RSV)
10-12
Influenza
Virus : influenza a, influenza b,
parainfluenza
8
Faringitis
Virus (mayoritas) : rhinovirus,
coronavirus, adenovirus, virus
influenza /parainfluenza, RSV
Bakteri : S. pyogenes
13, 14
Rinitis
Virus, alergi, iritan, dan bakteri
(minoritas)
5, 6
Laringitis
Virus (mayoritas) : parainfluenza,
rhinovirus, influenza
Bakteri : streptococcus hemolitik
grup A & B
15, 16
Tonsilitis
Virus (mayoritas) : adenovirus,
influenza A-B, parainfluenza
Bakteri : streptococcus pyogenes
17, 18
Bronkitis
Virus (mayoritas) : rhinovirus,
enterovirus, influenza A dan B,
parainfluenza
Bakteri (1-10% kasus) :
Mycoplasma Pneumonia,
Chlamydophila pneumoniae
17, 19
Bronkiolitis
Virus : human metapneumovirus
(hMPV), respiratory syncytial virus
(RSV), rhinovirus
8
Pneumonia Virus, bakteri, jamur 20, 21
Difteri
Bakteri : Corynebacterium
diphtheriae
22
Avian
influenza
Virus influenza A subtipe H5N1 23
MERS COV Coronavirus varian MERS-COV 24-26
SARS Coronavirus varian SARS-COV 27
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda infeksi saluran pernapasan akut
memiliki kesamaan satu sama lain yaitu kongesti
nasal, rinore (hidung berair), bersin-bersin, nyeri
tenggorokan, dan batuk. Adakalanya juga disertai nyeri
otot (mialgia), sakit kepala, dan demam. Common
cold dapat mengalami komplikasi lebih lanjut menjadi
sinusitis (rinosinusitis) dan otitis media.6, 10, 14, 17, 23, 24
Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis gejala dan tanda penyakit ISPA, untuk
sinusitis sering didapati keluhan nyeri di wajah, dan
pada pneumonia dapat disertai demam dan takikardi.
Perlu juga diketahui faktor risiko spesifik, seperti alergen
atau pemicu pada rinitis alergi, atau riwayat untuk
terjadinya hospital-acquired pneumonia maupun health
care - associated pneumonia pada pneumonia. Risiko
pajanan bahan-bahan tertentu perlu diketahui untuk
menentukan etiologi. Pada influenza yang termasuk
emerging disease, seperti avian influenza, perlu
diketahui riwayat kontak dengan unggas atau penderita
avian influenza yang terkonfirmasi. Begitu juga pada
SARS, riwayat bepergian dan kejadian wabah penyakit
tersebut perlu diketahui. Pada MERSCOV dan influenza
yang disebut flu Australia yang disebabkan oleh virus
influenza A subtipe H3N2, perlu diketahui riwayat
bepergian ke daerah endemik. Pada kejadian ISPA yang
merupakan emerging disease, hal ini penting karena
disamping untuk penegakan diagnosis pasti juga untuk
pengendalian dan pencegahan penularan.6, 10, 14, 17, 23, 24
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan mukosa hidung
kemerahan dan bengkak, rinore pada nasofaringitis,
rinore persisten lebih dari 10 hari dan berat yang sering
dijumpai pada rinosinusitis bakteri, eksudat, bengkak
dan kemerahan di tonsil atau faring pada faringits
akibat bakteri, bengkak dan kemerahan di laring yang
disertai suara serak dan sakit menelan pada laringitis,
suara napas normal hingga suara napas bronkovesikuler
disertai ronki pada pneumonia, ataupun ronki kering
dan mengi pada bronkitis. Pada pneumonia berat dapat
dijumpai tanda-tanda kegawatan respirasi seperti
sianosis, takipneu, hingga penurunan kesadaran.6, 10, 14,
17, 23, 24
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan secara
rutin pada kasus infeksi ringan, tetapi pada kasus-
kasus tertentu dapat dilakukan, seperti pemeriksaan
foto toraks pada bronkitis dan pneumonia untuk
menegakkan diagnosis sekaligus untuk menyingkirkan
kemungkinan lain, atau pemeriksaan radiologi sinus
pada kasus yang diduga sinusitis. Pemeriksaan darah
perifer dapat dilakukan pada keadaan sedang seperti
pneumonia dengan hasil leukositosis. Pemeriksaan
etiologi berupa biakan mikroorganisme dilakukan bila
kondisi sedang dan tidak rutin. Pada kasus spesifik
yang berisiko seperti avian influenza dan emerging
disease diperlukan pemeriksaan swab tenggorok untuk
pemeriksaan virus H5N1 dan virus lain, atau corona
virus pada MERSCOV. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai
denganpanduanpengendalianwabahdimasingmasing
wilayah. Begitu juga laringitis yang diduga disebabkan
oleh difteri, dapat diperiksa dengan pewarnaan gram
dari swab dasar membran. 18, 22-24
Pada pneumonia,
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan umumnya
dilakukan pada pneumonia sedang yang dirawat
dan bila kondisi berat dapat dilakukan pengambilan
contoh uji dari saluran napas bawah melalui beberapa
prosedur invasif seperti bronkoskopi dan lain-lain.20, 21
Tatalaksana
Tata laksana ISPA secara umum diberikan sesuai jenis
dan etiologi. Pada ISPA ringan dan yang disebabkan
oleh virus tidak ada terapi spesifik. Di beberapa
panduan, pengobatan simtomatis diberikan apabila
mengganggu kegiatan sehari hari dan tidak diberikan
secara rutin, berupa antitusif, dekongestan, mukolitik.
Pada emerging disease avian influenza, dilanjutkan
diberikan antivirus seperti Tamiflu dengan dosis 75
mg dua kali sehari, sedangkan pada MERSCVOV dan
corona virus tidak ada antivirus, hanya pengobatan
simtomatis. Pada penyakit berat diberikan antibiotik
spektrum luas karena sering disertai dengan infeksi
bakteri. Untuk pneumonia komunitas, pada paduan
IDSA diketahui penyebab tersering adalah bakteri
atipikal dan bakteri gram positif sehingga terapi utama
adalah makrolid generasi baru, dan atau sefalosporin
diikuti fluorokuinolon respirasi, sedangkan pada
derajat sedang dianjurkan fluorokuinolon respirasi,
sefalosporin generasi 2 atau 3 dengan atau tanpa
kombinasi dan derajat ditentukan dengan CURB 65
ataupun PSI. Panduan terapi pneumonia di Indonesia
yang disusun oleh PDPI merekomendasikan pemberian
fluorokuinolon respirasi oral di awal dibandingkan
makrolid karena peta kuman dari beberapa RS
menunjukkan etiologi CAP adalah bakteri gram negatif.
Pada hal ini, terapi empirik yang terbaik disesuaikan
dengan pola kuman di tiap-tiap tempat ataupun RS.10,
14, 17, 20- 24
Pada kasus emerging disease dan atau sangat menular
seperti difteri perlu dilakukan perawatan isolasi. Pada
avian influenza penderita harus dirawat di RS untuk
pemantauan sedangkan pada MERSCOV dan SARS
ringan observasi dan isolasi dilakukan di rumah untuk
mencegah perluasan penularan, tetapi pada kondisi
sedang dan berat perawatan dilakukan di RS yang telah
ditetapkan untuk perawatan isolasi khusus. 10, 14, 17, 20, 21-24
Tatalaksana non farmakologi yang perlu dilakukan
terutama adalah istirahat, tirah baring. Pasien bisa
dibantu tetap merasa nyaman dengan kompres air
hangat bila demam. Nutrisi seimbang harus dijaga.10, 14,
17, 20-24
Jenis Penyakit Tatalaksana Rujukan
Common cold Suportif; dekongestan atau kombinasi
dengan antihistamin untuk kurangi gejala;
antipiretik bila demam, mengurangi rasa
kurang nyaman.
10, 11
Influensa Suportif; dekongestan atau kombinasi
dengan antihistamin untuk kurangi gejala;
antipiretik bila demam, mengurangi rasa
kurang nyaman.
8
Faringitis Bakteri :
Amoksisilin per oral 2 x 500 mg selama 10
hari, atau cefadroxil per oral 2x 500 mg
selama 10 hari
13, 14
Rinitis Alergi :
Antihistamin, terutama generasi 2, steroid
topikal, hindari pajanan.
Bakteri :
Amoksisilin per oral 3 x 500 mg selama 5-7
hari, atau amoksiklav per oral 2-3 x 500
mg selama 5-7 hari.
5, 6, 28
Laringitis Suportif; analgesik, istirahatkan suara.
Antibiotik tidak bermanfaat.
15, 16
Tonsillitis Virus :
Suportif; analgesik atau parasetamol.
Bakteri :
Eritromisin 3 x 500 mg selama 5 hari
atau cefadroxil per oral 2x 1.000 mg
selama 10 hari.
17, 18
4
Bronkitis Suportif; antitusif untuk kurangi batuk
atau mukolitik agar ekspektorasi lebih
baik. Bronkodilator tidak rutin, bisa untuk
kurangi gejala obstruksi saluran nafas.
Antipiretik bila demam.
Pada kasus kronik dengan eksaserbasi
akut dapat diberikan antibiotik makrolid
generasikedua(klaritromisin,azitromisin),
sefalosporin generasi kedua atau ketiga
(cefixime, cefuroxime), cefditoren, atau
amoksisilin.
17, 19, 29, 30
Bronkiolitis Suportif; dapat diberikan bronkodilator
untuk kurangi gejala obstruksi saluran
nafas.
8
Pneumonia Rawat jalan
•	 Pasien yang sebelumnya sehat atau
tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sebelumnya
-	 Golongan β laktam (amoksisilin)
atau β laktam ditambah anti β
laktamase (amoksisilin – klavulanat)
ATAU
-	 Makrolid baru (klaritromisin,
azitromisin).
•	 Pasien dengan komorbid atau mem-
punyai riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sebelumnya.
-	 Fluorokuinolon respirasi
(levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin)
ATAU
-	 Golongan β laktam ditambah anti β
laktamase (amoksisilin dosis tinggi
atau amoksisilin-klavulanat)
ATAU
-	 β laktam ditambah makrolid,
alternatifnya dapat menggunakan
ceftriaxone, cefpodoxime atau
cefuroxime (500 mg dua kali sehari),
doksisiklin dapat digunakan sebagai
alternatif dari makrolid
-	 Cefditoren oral dapat
dipertimbangkan bila resistensi
antibiotik lainnya diketahui tinggi.
Rawat inap non ICU
•	 Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin
750 mg, moksifloksasin)
ATAU
•	 β laktam ditambah makrolid.
20, 21, 30
Difteri Anti Diptheri Serum (ADS) 20.000 –
100.000 unit tergantung lokasi dan berat
infeksi.
Antibiotik penicillin procaine IM 25.000-
50.000 U/kg BB maks 1,5 juta selama 14
hari, atau eritromisin oral atau injeksi
diberikan 40 mg/kg BB/hari maks 2 g/hari
interval 6 jam selama 14 hari.
Kortikosteroid dapat diberikan kepada
penderita dengan gejala obstruksi saluran
nafas bagian atas, dan bila terdapat
penyulit miokarditis diberikan prednison
2 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian
diturunkan bertahap.
22
Avian influenza Isolasi di RS, pemberian antivirus. Tamiflu
dengan dosis 75 mg dua kali sehari.
Perawatansuportifdengancairan,oksigen
dan nutrisi parenteral bila dibutuhkan.
23
MERS COV Belum ada terapi definitif, lakukan isolasi
dan perawatan di RS dengan terapi
suportif.
24
SARS Suportif; pada kasus berat atau kondisi
yang terus menurun dapat diberikan
antiviral untuk mencegah replikasi
lanjutan, antibiotik untuk mengatasi
pneumonia, dan beberapa kasus dapat
diberikan steroid untuk mencegah
kerusakan paru lebih lanjut.
27
Pencegahan
Langkah-langkah pencegahan umum yang dapat
dilakukan terhadap infeksi saluran pernapasan
mencakup konsumsi makanan bergizi seimbang,
berolahraga secara teratur, berhenti merokok,
menghindari alergen, menghindari kontak langsung
dengan penderita infeksi, mencuci tangan setelah
melakukan aktivitas, menjaga kebersihan diri dan
barang-barang di sekitar, selalu menutup mulut dan
hidung setiap bersin atau batuk, vaksinasi. Pemberian
vaksinasi perlu dilakukan untuk kasus-kasus tertentu
seperti influenza, difteri, dan pneumonia komunitas.
Berhenti merokok juga merupakan pencegahan karena
merokok meningkatkan risiko infeksi saluran napas.8, 10,
11, 13, 21-23
Prognosis
Infeksi saluran pernapasan atas biasanya memiliki
gejala lebih ringan dan bersifat self-limiting kendati
beberapa diantaranya dapat menimbulkan dampak
serius, seperti difteri. Infeksi saluran pernapasan
bawah cenderung menimbulkan gejala lebih berat
dan berpotensi mengakibatkan komplikasi lebih serius
bahkan kematian. Namun dengan perawatan yang
tepat dan intensif, infeksi saluran pernapasan bawah
umumnya memiliki prognosis yang baik.8, 10, 11, 13, 21-23
5
Kesimpulan
1.	 Infeksi saluran pernapasan atas pada
umumnya disebabkan oleh virus dan diatasi
dengan terapi simtomatis.
2.	 Antibiotik diberikan untuk infeksi saluran
pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan atau mengalami komplikasi oleh
bakteri seperti Streptococcus spp., dll.
3.	 Penanganan difteri memperoleh hasil yang
lebih baik dengan diagnosis dini dan terapi
yang tepat.
4.	 Beberapajenisinfeksisaluranpernapasandan
komplikasinya, seperti difteri dan pneumonia,
dapat dicegah melalui pemberian vaksinasi.
Referensi
1.	 Ferkol T and Schraufnagel D. The global burden of respiratory dis-
ease. Ann Am Thorac Soc. 2014; 11: 404-6.
2.	 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Dasar Kese-
hatan. In: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (ed.). Jakar-
ta2013.
3.	 Hall JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology. Thirteenth
edition. ed. Philadelphia, PA: Elsevier, 2016, p.xix, 1145 pages.
4.	 Kuchar E, Miskiewicz K, Nitsch-Osuch A and Szenborn L. Pathophys-
iology of Clinical Symptoms in Acute Viral Respiratory Tract Infec-
tions. Adv Exp Med Biol. 2015; 857: 25-38.
5.	 Brożek JL, Bousquet J, Agache I, et al. Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma (ARIA) guidelines—2016 revision. Journal of Allergy and
Clinical Immunology. 2017; 140: 950-8.
6.	 Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, et al. EPOS 2012: European position
paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for oto-
rhinolaryngologists. Rhinology. 2012; 50: 1-12.
7.	 Khan S, Priti S and Ankit S. Bacteria Etiological Agents Causing Low-
er Respiratory Tract Infections and Their Resistance Patterns. Iran
Biomed J. 2015; 19: 240-6.
8.	 Bennett JE, Dolin R and Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennett’s
principles and practice of infectious diseases. Eighth edition. ed.
Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders, 2015.
9.	 Hubert RJ and VanMeter K. Gould’s pathophysiology for the health
professions. Sixth edition. ed. St. Louis, Missouri: Elsevier, 2018,
p.xviii, 681 pages.
10.	 Allan GM and Arroll B. Prevention and treatment of the common
cold: making sense of the evidence. Canadian Medical Association
Journal. 2014; 186: 190-9.
11.	 Fashner J, Ericson K and Werner S. Treatment of the common cold in
children and adults. Am Fam Physician. 2012; 86: 153-9.
12.	 Atan Şahin ÖN and Gülen F. Approach to Common Cold in Children.
The Journal of Pediatric Research. 2015; 2: 1-6.
13.	 Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, et al. Executive Summary: Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A
Streptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious Diseases
Society of America. Clinical Infectious Diseases. 2012; 55: 1279-82.
14.	 Zeng L, Zhang L, Hu Z, et al. Systematic review of evidence-based
guidelines on medication therapy for upper respiratory tract infec-
tion in children with AGREE instrument. PLoS One. 2014; 9: e87711.
15.	 Dominguez LM and Simpson CB. Viral laryngitis: a mimic and a
monster - range, presentation, management. Curr Opin Otolaryngol
Head Neck Surg. 2015; 23: 454-8.
16.	 Reveiz L and Cardona AF. Antibiotics for acute laryngitis in adults.
Cochrane Database of Systematic Reviews. 2015.
17.	 Harris AM, Hicks LA, Qaseem A, High Value Care Task Force of the
American College of P, for the Centers for Disease C and Prevention.
Appropriate Antibiotic Use for Acute Respiratory Tract Infection in
Adults: Advice for High-Value Care From the American College of
Physicians and the Centers for Disease Control and Prevention. Ann
Intern Med. 2016; 164: 425-34.
18.	 Windfuhr JP, Toepfner N, Steffen G, Waldfahrer F and Berner R.
Clinical practice guideline: tonsillitis I. Diagnostics and nonsurgical
management. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2016; 273: 973-87.
19.	 Kinkade S and Long NA. Acute Bronchitis. Am Fam Physician. 2016;
94: 560-5.
20.	 Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases
Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines
on the management of community-acquired pneumonia in adults.
Clin Infect Dis. 2007; 44 Suppl 2: S27-72.
21.	 Pletz MW, Rohde GG, Welte T, Kolditz M and Ott S. Advances in the
prevention, management, and treatment of community-acquired
pneumonia. F1000Res. 2016; 5.
22.	 Anggraeni ND, Yosephine P, Umar AN, Mazanova D and Handini S.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. Jakarta: Kemente-
rian Kesehatan RI, 2017.
23.	 Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Flu Burung. Jakarta: Kemen-
trian Kesehatan RI, 2013.
24.	 Gerber SI and Alexander Kallen. Middle East Respiratory Syndrome
Coronavirus (MERS-CoV): Information and Guidance for Clinicians.
Clinician Outreach and Communication Activity (COCA). 2013.
25.	 Memish ZA, Assiri A, Alhakeem R, et al. Middle East Respiratory Syn-
drome Corona virus, MERS-CoV. Conclusions from the 2nd Scientific
Advisory Board Meeting of the WHO Collaborating Center for Mass
Gathering Medicine, Riyadh. International Journal of Infectious Dis-
eases. 2014; 24: 51-3.
26.	 Perlman S and Vijay R. Middle East respiratory syndrome vaccines.
International Journal of Infectious Diseases. 2016; 47: 23-8.
27.	 Tai DY. Pharmacologic treatment of SARS: current knowledge and
recommendations. Ann Acad Med Singapore. 2007; 36: 438-43.
28.	 Seidman MD, Gurgel RK, Lin SY, et al. Clinical practice guideline: Al-
lergic rhinitis. Otolaryngol Head Neck Surg. 2015; 152: S1-43.
29.	 Balter MS, La Forge J, Low DE, et al. Canadian guidelines for the
management of acute exacerbations of chronic bronchitis. Can Re-
spir J. 2003; 10 Suppl B: 3B-32B.
30.	 Barberan J and Mensa J. [Cefditoren and community-acquired lower
respiratory tract infections (corrected)]. Rev Esp Quimioter. 2009;
22: 144-50.
6

More Related Content

What's hot

gagal jantung (Heart Failure)
gagal jantung (Heart Failure)gagal jantung (Heart Failure)
gagal jantung (Heart Failure)Mela Roviani
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasbudhi mp
 
Jenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaJenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaNs. Lutfi
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisArief Yanto
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malariahersu12345
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktamfikri asyura
 
Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Amalia Senja
 
Konsep dasar anatomi dan fisiologis f
Konsep dasar anatomi dan fisiologis fKonsep dasar anatomi dan fisiologis f
Konsep dasar anatomi dan fisiologis fharry christama
 
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBATPENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBATSurya Amal
 
ASMA: patofisiologi Asthma
ASMA: patofisiologi AsthmaASMA: patofisiologi Asthma
ASMA: patofisiologi AsthmaSofiaNofianti
 

What's hot (20)

Obat obat emergency
Obat obat emergencyObat obat emergency
Obat obat emergency
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
 
Gonorea
GonoreaGonorea
Gonorea
 
gagal jantung (Heart Failure)
gagal jantung (Heart Failure)gagal jantung (Heart Failure)
gagal jantung (Heart Failure)
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
 
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi Rhinitis alergi
Rhinitis alergi
 
Jenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaJenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannya
 
Dermatitis
Dermatitis Dermatitis
Dermatitis
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitis
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
 
Anti jamur
Anti jamurAnti jamur
Anti jamur
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
 
Tuberculosis
Tuberculosis Tuberculosis
Tuberculosis
 
Antiinflamasi
AntiinflamasiAntiinflamasi
Antiinflamasi
 
Gonorrhea
GonorrheaGonorrhea
Gonorrhea
 
Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak
 
Konsep dasar anatomi dan fisiologis f
Konsep dasar anatomi dan fisiologis fKonsep dasar anatomi dan fisiologis f
Konsep dasar anatomi dan fisiologis f
 
Penggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latinPenggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latin
 
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBATPENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
 
ASMA: patofisiologi Asthma
ASMA: patofisiologi AsthmaASMA: patofisiologi Asthma
ASMA: patofisiologi Asthma
 

Similar to ISPA Saluran Pernapasan (20)

Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
 
Edi
EdiEdi
Edi
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumoni1
Pneumoni1Pneumoni1
Pneumoni1
 
Pneumoni1
Pneumoni1Pneumoni1
Pneumoni1
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptxFARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
FARMAKOTERAPI REFANI ADHA 12171014.pptx
 
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
 
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
Laringitis 2 AKPER PEMKAB MUNA
 
223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Makalah+diagnostik+klinik+kel7
Makalah+diagnostik+klinik+kel7Makalah+diagnostik+klinik+kel7
Makalah+diagnostik+klinik+kel7
 
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
 
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpnBab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
 
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNAIspa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
ISPA MENURUT WHO.pdf
ISPA MENURUT WHO.pdfISPA MENURUT WHO.pdf
ISPA MENURUT WHO.pdf
 
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNAIndry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
ppt pneumonia.pptx
ppt pneumonia.pptxppt pneumonia.pptx
ppt pneumonia.pptx
 
Rinitis akut
Rinitis akutRinitis akut
Rinitis akut
 

Recently uploaded

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 

Recently uploaded (19)

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 

ISPA Saluran Pernapasan

  • 1. www.mims.com Strategi Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut dr. Rr. Diah Handayani, Sp.P(K) for Healthcare Professional Only Accredited by IDI 2 SKP
  • 2. Sistem Pernapasan Secara anatomi, saluran pernapasan terdiri dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Saluran pernapasan bagian atas dimulai dari hidung, faring, laring bagian atas (di atas pita suara). Infeksi saluran napas akut merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian karena salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian apabila tidak diatasi sedini mungkin. Berdasarkan data tahun 2013, kematian akibat penyakit ini mencapai empat juta di seluruh dunia. Penyakit infeksi saluran nafas akut meliputi rinitis, faringitis, laringitis, tonsillitis, bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia.1 Tuberkulosis juga merupakan infeksi saluran napas tetapi spesifik disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis sehingga tidak dimasukkan ke dalam pembahasan ini. Menurut Forum of International Respiratory Society, infeksi saluran napas termasuk 5 besar masalah respirasi selain PPOK, asma, tuberkulosis dan kanker paru. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 infeksi saluran napas mencapai 25% di antara penyakit infeksi dan menjadi penyebab rawat inap di RS.1, 2 dr. Rr. Diah Handayani, Sp.P(K) 2 Strategi Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pernapasan bawah (lower respiratory tract infection/ LRTI). Virus merupakan faktor etiologi pada sebagian besar kasus-kasus URTI, selain bakteri dan jamur. Sedangkan LRTI sebagian besar disebabkan oleh bakteri Virus masuk melalui mukosa saluran pernapasan, menginvasi jaringan, dan selanjutnya menyebabkan nekrosis, inflamasi, pembengkakan KONGESTI OBSTRUKSI SALURAN UDARA Aliran udara normal Aliran udara yang terganggu Mukosa normal InflamasiVirus Sehat Nekrosis Penyebaran virus ke TELINGA  OTITIS MEDIA SINUS  SINUSITIS BRONKUS & PARU-PARU  PNEUMONIA Bakteri berpenetrasi ke mukosa yang telah mengalami kerusakan, mengakibatkan infeksi bakteri sekunder Invasi bakteri ke jaringan nekrosis Jaringan yang mengalami inflamasi Eksudat purulen Trakea Telinga Rongga mulut Rongga hidung Sinus frontalis Paru Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari laring bagian bawah (di bawah pita suara), trakea, bronkus, bronkiolus, duktus alveolaris, sakus alveolaris, alveolus. Secara fungsional, sistem pernapasan dibagi menjadi 2 zona yaitu zona konduksi dan zona respirasi. Zona konduksi (dari hidung hingga bronkiolus) memiliki fungsi utama menyediakan suatu jalur keluar masuk udara dari dan ke saluran pernapasan. Sedangkan pertukaran gas (O2 dan CO2) berlangsung di zona respirasi yang meliputi duktus alveolaris hingga alveoli.3 Patogenesis Infeksi saluran pernapasan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan anatominya: infeksi saluran pernapasan atas (upper respiratory tract infection/URTI) dan infeksi saluran Gambar 1. Patogenesis infeksi saluran pernapasan atas dan bawah9
  • 3. 3 patogen.4-7 Transmisi mikroorganisme patogen terjadi melalui inhalasi droplet (yang dikeluarkan individu terinfeksi melalui batuk, bersin, atau berbicara), atau kontak langsung dengan sekret (melalui sentuhan atau berjabatan tangan atau penggunaan bersama peralatan pribadi/makan) individu terinfeksi atau benda yang terkontaminasi. Selanjutnya mikroorganisme patogen tersebut melakukan invasi melalui mukosa saluran pernapasan dan mengakibatkan destruksi disertai nekrosis dan inflamasi pada lapisan mukosa, memudahkan terjadinya penetrasi bakteri yang mengakibatkan infeksi (bakteri) sekunder.4 Selain mikroorganisme, polutan atau iritan seperti asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi silia saluran pernapasan dan produksi sekret saluran pernapasan yang lebih kental. Mikroorganisme dapat mencapai saluran pernapasan bawah melalui inhalasi, aspirasi, atau pembuluh darah (hematogen) dan selanjutnya bermultiplikasi pada epitel saluran pernapasan dan menyebabkan inflamasi, nekrosis, peningkatan sekresi mukus, sekresi eksudat purulen, dan gangguan fungsi mukosiliaris dan fungsi paru, bahkan obstruksi saluran pernapasan.4, 8, 9 Etiologi Etiologi infeksi saluran pernapasan berbeda-beda sesuai dengan jenis penyakitnya, untuk common cold, influenza, rinitis dan faringitis etiologi tersering adalah virus rhinovirus dan adenovirus diikuti bakteri gram positif dan negatif, sedangkan pada bronkitis dan CAP adalah bakteri gram positif. Setiap populasi memiliki peta yang berbeda, tetapi berdasarkan beberapa panduan didapatkan kekerapan etiologi seperti dijabarkan dalam tabel berikut ini: Jenis Penyakit Etiologi Rujukan Common cold Virus : rhinovirus, coronavirus, respiratory syncytial virus (RSV) 10-12 Influenza Virus : influenza a, influenza b, parainfluenza 8 Faringitis Virus (mayoritas) : rhinovirus, coronavirus, adenovirus, virus influenza /parainfluenza, RSV Bakteri : S. pyogenes 13, 14 Rinitis Virus, alergi, iritan, dan bakteri (minoritas) 5, 6 Laringitis Virus (mayoritas) : parainfluenza, rhinovirus, influenza Bakteri : streptococcus hemolitik grup A & B 15, 16 Tonsilitis Virus (mayoritas) : adenovirus, influenza A-B, parainfluenza Bakteri : streptococcus pyogenes 17, 18 Bronkitis Virus (mayoritas) : rhinovirus, enterovirus, influenza A dan B, parainfluenza Bakteri (1-10% kasus) : Mycoplasma Pneumonia, Chlamydophila pneumoniae 17, 19 Bronkiolitis Virus : human metapneumovirus (hMPV), respiratory syncytial virus (RSV), rhinovirus 8 Pneumonia Virus, bakteri, jamur 20, 21 Difteri Bakteri : Corynebacterium diphtheriae 22 Avian influenza Virus influenza A subtipe H5N1 23 MERS COV Coronavirus varian MERS-COV 24-26 SARS Coronavirus varian SARS-COV 27 Gejala dan tanda Gejala dan tanda infeksi saluran pernapasan akut memiliki kesamaan satu sama lain yaitu kongesti nasal, rinore (hidung berair), bersin-bersin, nyeri tenggorokan, dan batuk. Adakalanya juga disertai nyeri otot (mialgia), sakit kepala, dan demam. Common cold dapat mengalami komplikasi lebih lanjut menjadi sinusitis (rinosinusitis) dan otitis media.6, 10, 14, 17, 23, 24 Diagnosis Diagnosis ISPA ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis gejala dan tanda penyakit ISPA, untuk sinusitis sering didapati keluhan nyeri di wajah, dan pada pneumonia dapat disertai demam dan takikardi. Perlu juga diketahui faktor risiko spesifik, seperti alergen atau pemicu pada rinitis alergi, atau riwayat untuk terjadinya hospital-acquired pneumonia maupun health care - associated pneumonia pada pneumonia. Risiko pajanan bahan-bahan tertentu perlu diketahui untuk menentukan etiologi. Pada influenza yang termasuk emerging disease, seperti avian influenza, perlu diketahui riwayat kontak dengan unggas atau penderita avian influenza yang terkonfirmasi. Begitu juga pada SARS, riwayat bepergian dan kejadian wabah penyakit tersebut perlu diketahui. Pada MERSCOV dan influenza yang disebut flu Australia yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H3N2, perlu diketahui riwayat bepergian ke daerah endemik. Pada kejadian ISPA yang merupakan emerging disease, hal ini penting karena disamping untuk penegakan diagnosis pasti juga untuk pengendalian dan pencegahan penularan.6, 10, 14, 17, 23, 24 Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan mukosa hidung kemerahan dan bengkak, rinore pada nasofaringitis,
  • 4. rinore persisten lebih dari 10 hari dan berat yang sering dijumpai pada rinosinusitis bakteri, eksudat, bengkak dan kemerahan di tonsil atau faring pada faringits akibat bakteri, bengkak dan kemerahan di laring yang disertai suara serak dan sakit menelan pada laringitis, suara napas normal hingga suara napas bronkovesikuler disertai ronki pada pneumonia, ataupun ronki kering dan mengi pada bronkitis. Pada pneumonia berat dapat dijumpai tanda-tanda kegawatan respirasi seperti sianosis, takipneu, hingga penurunan kesadaran.6, 10, 14, 17, 23, 24 Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan secara rutin pada kasus infeksi ringan, tetapi pada kasus- kasus tertentu dapat dilakukan, seperti pemeriksaan foto toraks pada bronkitis dan pneumonia untuk menegakkan diagnosis sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan lain, atau pemeriksaan radiologi sinus pada kasus yang diduga sinusitis. Pemeriksaan darah perifer dapat dilakukan pada keadaan sedang seperti pneumonia dengan hasil leukositosis. Pemeriksaan etiologi berupa biakan mikroorganisme dilakukan bila kondisi sedang dan tidak rutin. Pada kasus spesifik yang berisiko seperti avian influenza dan emerging disease diperlukan pemeriksaan swab tenggorok untuk pemeriksaan virus H5N1 dan virus lain, atau corona virus pada MERSCOV. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai denganpanduanpengendalianwabahdimasingmasing wilayah. Begitu juga laringitis yang diduga disebabkan oleh difteri, dapat diperiksa dengan pewarnaan gram dari swab dasar membran. 18, 22-24 Pada pneumonia, pemeriksaan biakan dan uji kepekaan umumnya dilakukan pada pneumonia sedang yang dirawat dan bila kondisi berat dapat dilakukan pengambilan contoh uji dari saluran napas bawah melalui beberapa prosedur invasif seperti bronkoskopi dan lain-lain.20, 21 Tatalaksana Tata laksana ISPA secara umum diberikan sesuai jenis dan etiologi. Pada ISPA ringan dan yang disebabkan oleh virus tidak ada terapi spesifik. Di beberapa panduan, pengobatan simtomatis diberikan apabila mengganggu kegiatan sehari hari dan tidak diberikan secara rutin, berupa antitusif, dekongestan, mukolitik. Pada emerging disease avian influenza, dilanjutkan diberikan antivirus seperti Tamiflu dengan dosis 75 mg dua kali sehari, sedangkan pada MERSCVOV dan corona virus tidak ada antivirus, hanya pengobatan simtomatis. Pada penyakit berat diberikan antibiotik spektrum luas karena sering disertai dengan infeksi bakteri. Untuk pneumonia komunitas, pada paduan IDSA diketahui penyebab tersering adalah bakteri atipikal dan bakteri gram positif sehingga terapi utama adalah makrolid generasi baru, dan atau sefalosporin diikuti fluorokuinolon respirasi, sedangkan pada derajat sedang dianjurkan fluorokuinolon respirasi, sefalosporin generasi 2 atau 3 dengan atau tanpa kombinasi dan derajat ditentukan dengan CURB 65 ataupun PSI. Panduan terapi pneumonia di Indonesia yang disusun oleh PDPI merekomendasikan pemberian fluorokuinolon respirasi oral di awal dibandingkan makrolid karena peta kuman dari beberapa RS menunjukkan etiologi CAP adalah bakteri gram negatif. Pada hal ini, terapi empirik yang terbaik disesuaikan dengan pola kuman di tiap-tiap tempat ataupun RS.10, 14, 17, 20- 24 Pada kasus emerging disease dan atau sangat menular seperti difteri perlu dilakukan perawatan isolasi. Pada avian influenza penderita harus dirawat di RS untuk pemantauan sedangkan pada MERSCOV dan SARS ringan observasi dan isolasi dilakukan di rumah untuk mencegah perluasan penularan, tetapi pada kondisi sedang dan berat perawatan dilakukan di RS yang telah ditetapkan untuk perawatan isolasi khusus. 10, 14, 17, 20, 21-24 Tatalaksana non farmakologi yang perlu dilakukan terutama adalah istirahat, tirah baring. Pasien bisa dibantu tetap merasa nyaman dengan kompres air hangat bila demam. Nutrisi seimbang harus dijaga.10, 14, 17, 20-24 Jenis Penyakit Tatalaksana Rujukan Common cold Suportif; dekongestan atau kombinasi dengan antihistamin untuk kurangi gejala; antipiretik bila demam, mengurangi rasa kurang nyaman. 10, 11 Influensa Suportif; dekongestan atau kombinasi dengan antihistamin untuk kurangi gejala; antipiretik bila demam, mengurangi rasa kurang nyaman. 8 Faringitis Bakteri : Amoksisilin per oral 2 x 500 mg selama 10 hari, atau cefadroxil per oral 2x 500 mg selama 10 hari 13, 14 Rinitis Alergi : Antihistamin, terutama generasi 2, steroid topikal, hindari pajanan. Bakteri : Amoksisilin per oral 3 x 500 mg selama 5-7 hari, atau amoksiklav per oral 2-3 x 500 mg selama 5-7 hari. 5, 6, 28 Laringitis Suportif; analgesik, istirahatkan suara. Antibiotik tidak bermanfaat. 15, 16 Tonsillitis Virus : Suportif; analgesik atau parasetamol. Bakteri : Eritromisin 3 x 500 mg selama 5 hari atau cefadroxil per oral 2x 1.000 mg selama 10 hari. 17, 18 4
  • 5. Bronkitis Suportif; antitusif untuk kurangi batuk atau mukolitik agar ekspektorasi lebih baik. Bronkodilator tidak rutin, bisa untuk kurangi gejala obstruksi saluran nafas. Antipiretik bila demam. Pada kasus kronik dengan eksaserbasi akut dapat diberikan antibiotik makrolid generasikedua(klaritromisin,azitromisin), sefalosporin generasi kedua atau ketiga (cefixime, cefuroxime), cefditoren, atau amoksisilin. 17, 19, 29, 30 Bronkiolitis Suportif; dapat diberikan bronkodilator untuk kurangi gejala obstruksi saluran nafas. 8 Pneumonia Rawat jalan • Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya - Golongan β laktam (amoksisilin) atau β laktam ditambah anti β laktamase (amoksisilin – klavulanat) ATAU - Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin). • Pasien dengan komorbid atau mem- punyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. - Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin) ATAU - Golongan β laktam ditambah anti β laktamase (amoksisilin dosis tinggi atau amoksisilin-klavulanat) ATAU - β laktam ditambah makrolid, alternatifnya dapat menggunakan ceftriaxone, cefpodoxime atau cefuroxime (500 mg dua kali sehari), doksisiklin dapat digunakan sebagai alternatif dari makrolid - Cefditoren oral dapat dipertimbangkan bila resistensi antibiotik lainnya diketahui tinggi. Rawat inap non ICU • Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin) ATAU • β laktam ditambah makrolid. 20, 21, 30 Difteri Anti Diptheri Serum (ADS) 20.000 – 100.000 unit tergantung lokasi dan berat infeksi. Antibiotik penicillin procaine IM 25.000- 50.000 U/kg BB maks 1,5 juta selama 14 hari, atau eritromisin oral atau injeksi diberikan 40 mg/kg BB/hari maks 2 g/hari interval 6 jam selama 14 hari. Kortikosteroid dapat diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas, dan bila terdapat penyulit miokarditis diberikan prednison 2 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian diturunkan bertahap. 22 Avian influenza Isolasi di RS, pemberian antivirus. Tamiflu dengan dosis 75 mg dua kali sehari. Perawatansuportifdengancairan,oksigen dan nutrisi parenteral bila dibutuhkan. 23 MERS COV Belum ada terapi definitif, lakukan isolasi dan perawatan di RS dengan terapi suportif. 24 SARS Suportif; pada kasus berat atau kondisi yang terus menurun dapat diberikan antiviral untuk mencegah replikasi lanjutan, antibiotik untuk mengatasi pneumonia, dan beberapa kasus dapat diberikan steroid untuk mencegah kerusakan paru lebih lanjut. 27 Pencegahan Langkah-langkah pencegahan umum yang dapat dilakukan terhadap infeksi saluran pernapasan mencakup konsumsi makanan bergizi seimbang, berolahraga secara teratur, berhenti merokok, menghindari alergen, menghindari kontak langsung dengan penderita infeksi, mencuci tangan setelah melakukan aktivitas, menjaga kebersihan diri dan barang-barang di sekitar, selalu menutup mulut dan hidung setiap bersin atau batuk, vaksinasi. Pemberian vaksinasi perlu dilakukan untuk kasus-kasus tertentu seperti influenza, difteri, dan pneumonia komunitas. Berhenti merokok juga merupakan pencegahan karena merokok meningkatkan risiko infeksi saluran napas.8, 10, 11, 13, 21-23 Prognosis Infeksi saluran pernapasan atas biasanya memiliki gejala lebih ringan dan bersifat self-limiting kendati beberapa diantaranya dapat menimbulkan dampak serius, seperti difteri. Infeksi saluran pernapasan bawah cenderung menimbulkan gejala lebih berat dan berpotensi mengakibatkan komplikasi lebih serius bahkan kematian. Namun dengan perawatan yang tepat dan intensif, infeksi saluran pernapasan bawah umumnya memiliki prognosis yang baik.8, 10, 11, 13, 21-23 5 Kesimpulan 1. Infeksi saluran pernapasan atas pada umumnya disebabkan oleh virus dan diatasi dengan terapi simtomatis. 2. Antibiotik diberikan untuk infeksi saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan atau mengalami komplikasi oleh bakteri seperti Streptococcus spp., dll. 3. Penanganan difteri memperoleh hasil yang lebih baik dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat. 4. Beberapajenisinfeksisaluranpernapasandan komplikasinya, seperti difteri dan pneumonia, dapat dicegah melalui pemberian vaksinasi.
  • 6. Referensi 1. Ferkol T and Schraufnagel D. The global burden of respiratory dis- ease. Ann Am Thorac Soc. 2014; 11: 404-6. 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Dasar Kese- hatan. In: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (ed.). Jakar- ta2013. 3. Hall JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology. Thirteenth edition. ed. Philadelphia, PA: Elsevier, 2016, p.xix, 1145 pages. 4. Kuchar E, Miskiewicz K, Nitsch-Osuch A and Szenborn L. Pathophys- iology of Clinical Symptoms in Acute Viral Respiratory Tract Infec- tions. Adv Exp Med Biol. 2015; 857: 25-38. 5. Brożek JL, Bousquet J, Agache I, et al. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) guidelines—2016 revision. Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2017; 140: 950-8. 6. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, et al. EPOS 2012: European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for oto- rhinolaryngologists. Rhinology. 2012; 50: 1-12. 7. Khan S, Priti S and Ankit S. Bacteria Etiological Agents Causing Low- er Respiratory Tract Infections and Their Resistance Patterns. Iran Biomed J. 2015; 19: 240-6. 8. Bennett JE, Dolin R and Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennett’s principles and practice of infectious diseases. Eighth edition. ed. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders, 2015. 9. Hubert RJ and VanMeter K. Gould’s pathophysiology for the health professions. Sixth edition. ed. St. Louis, Missouri: Elsevier, 2018, p.xviii, 681 pages. 10. Allan GM and Arroll B. Prevention and treatment of the common cold: making sense of the evidence. Canadian Medical Association Journal. 2014; 186: 190-9. 11. Fashner J, Ericson K and Werner S. Treatment of the common cold in children and adults. Am Fam Physician. 2012; 86: 153-9. 12. Atan Şahin ÖN and Gülen F. Approach to Common Cold in Children. The Journal of Pediatric Research. 2015; 2: 1-6. 13. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, et al. Executive Summary: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases. 2012; 55: 1279-82. 14. Zeng L, Zhang L, Hu Z, et al. Systematic review of evidence-based guidelines on medication therapy for upper respiratory tract infec- tion in children with AGREE instrument. PLoS One. 2014; 9: e87711. 15. Dominguez LM and Simpson CB. Viral laryngitis: a mimic and a monster - range, presentation, management. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg. 2015; 23: 454-8. 16. Reveiz L and Cardona AF. Antibiotics for acute laryngitis in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2015. 17. Harris AM, Hicks LA, Qaseem A, High Value Care Task Force of the American College of P, for the Centers for Disease C and Prevention. Appropriate Antibiotic Use for Acute Respiratory Tract Infection in Adults: Advice for High-Value Care From the American College of Physicians and the Centers for Disease Control and Prevention. Ann Intern Med. 2016; 164: 425-34. 18. Windfuhr JP, Toepfner N, Steffen G, Waldfahrer F and Berner R. Clinical practice guideline: tonsillitis I. Diagnostics and nonsurgical management. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2016; 273: 973-87. 19. Kinkade S and Long NA. Acute Bronchitis. Am Fam Physician. 2016; 94: 560-5. 20. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis. 2007; 44 Suppl 2: S27-72. 21. Pletz MW, Rohde GG, Welte T, Kolditz M and Ott S. Advances in the prevention, management, and treatment of community-acquired pneumonia. F1000Res. 2016; 5. 22. Anggraeni ND, Yosephine P, Umar AN, Mazanova D and Handini S. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. Jakarta: Kemente- rian Kesehatan RI, 2017. 23. Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Flu Burung. Jakarta: Kemen- trian Kesehatan RI, 2013. 24. Gerber SI and Alexander Kallen. Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV): Information and Guidance for Clinicians. Clinician Outreach and Communication Activity (COCA). 2013. 25. Memish ZA, Assiri A, Alhakeem R, et al. Middle East Respiratory Syn- drome Corona virus, MERS-CoV. Conclusions from the 2nd Scientific Advisory Board Meeting of the WHO Collaborating Center for Mass Gathering Medicine, Riyadh. International Journal of Infectious Dis- eases. 2014; 24: 51-3. 26. Perlman S and Vijay R. Middle East respiratory syndrome vaccines. International Journal of Infectious Diseases. 2016; 47: 23-8. 27. Tai DY. Pharmacologic treatment of SARS: current knowledge and recommendations. Ann Acad Med Singapore. 2007; 36: 438-43. 28. Seidman MD, Gurgel RK, Lin SY, et al. Clinical practice guideline: Al- lergic rhinitis. Otolaryngol Head Neck Surg. 2015; 152: S1-43. 29. Balter MS, La Forge J, Low DE, et al. Canadian guidelines for the management of acute exacerbations of chronic bronchitis. Can Re- spir J. 2003; 10 Suppl B: 3B-32B. 30. Barberan J and Mensa J. [Cefditoren and community-acquired lower respiratory tract infections (corrected)]. Rev Esp Quimioter. 2009; 22: 144-50. 6