1. TUGAS BAHASA INDONESIA
RESENSI BUKU
Nama : DIYAH NOVITASARI
Kelas : XII IPS 1 / 16
A. Identitas Buku
1. Judul : Gajah Mada : Makar Dharmaputra
2. Penulis : Langit Kresna Hariadi
3. Penerbit : Tiga Serangkai
4. Kota terbit : Solo
5. Tahun terbit : 2013
6. Cetakan ke : 2
7. Tebal buku : 582 halaman
8. Ukuran buku : 21cm x 14cm
9. Jenis buku : Fiksi
2. B. Kepengarangan
Langit Kresna Hariadi. Ada banyak wilayah penyampaian gagasan yang dilalui
sosok satu ini, mulai dari MC temanten Jawa, penyiar radio, dan drama radio. Bermula
sekadar iseng, namun dari yang iseng itu tulisan dramanya (melalui sebuah radio swasta
di Solo, ada sekitar 40-an judul karyanya yang tidak terdokumentasikan dengan baik, dua
diantaranya dijadikan obejk kajian skripsi oleh dua mahasiswa di dua perguruan tinggi
berbeda) dua kali menyabet gelar terhormat tingkat Jawa Tengah. Selama di Solo
bergabing dengan Sanggar Shakuntala (sebuah karyanya dibeli oleh PT Kanta Indah
Film). Tidak puas di daerah, Langit K.H pindah ke Jakarta bergabung dengan PT
Sanggar Prathivi. Pemain-pemain drama handal seperti Derry Fadli, Ivone Rose, Petrus
Ursfon, Hanna Pertiwi (Trio Ceriwis), M. Abud, Elly Ernawati, mereka terlibat sangat
intensif dalam drama yang dibesutnya antara lain Sabda Pandita Ratu, Asmara Gang
Senggol, Titisan Sang Batari, Gandrung Osing.
Mantan wartawan harian umum ABRI (perubahan nama dari harian Angkatan
Bersenjata) ini juga berkreasi di jalur cerita silat. Kekagumannya pada penulis cerita silat
legendaris dari Yogya, SH Mintardja, mengilhaminya menulis Beliung dari Timur yang
dimuat bersambung di harian umum ABRI yang tak terampungkan.
Penulis yang oekerjaan sehari-harinya menulis novel ini (ditekuninya sebagai profesi)
dan menjadi Indonesian contributor untuk warta berbasis internet di negeri Jiran,
tercatata melahirkan : 1. Balada Gimpul terbitan Balai Pustaka Jakarta 2. Kiamat Para
Dukun, Era Intermedia Solo, yang merupakan refleksi keprihatinannya terhadap
pembantaian para dukun santet di kampung halamannya, Banyuwangi, 3. Libby, Tinta
Yogyakarta, 4. De Castaz, Tinta Yogyakarta, 5. Melibas Sekat Pembatas, Tinta
Yogyakarta, 6. Serong, Tinta Yogyakarta, 7. Eksplorasi Imajinasi, PT Tiga Serangkai
Solo, 8. Antologi Manusia Laminating, Tinta Yogyakarta, 9. Alivia, Tinta Yogyakarta,
10. Libby 2 dari sebuah trilogi, Tinta Yogyakarta. Dahsyatnya semua novel (selain
Balada Gimpul) terbit tahun 2004. Sedangkan untuk novel Gajah Mada sendiri saat ini
sudah diterbitkan seri ke 5-nya antara lain Gajah Mada : Makar Dharmaputra, Gajah
Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Gajah Mada : Hamukti Palapa,
Gajah Mada : Perang Bubat, Gajah Mada : Sumpah di Manguntur, dan novel-novel
yang lain yaitu novel seri Candi Murca dan satu novel yaitu Menak Jinggo yang tebalnya
hampir 1000 halaman. Langit K.H sendiri juga telah berhsil menulis sebuah buku
saduran dari sebuah kitab kuno yang ditulis di jaman Majapahit yaitu Kakawin
Negarakertagama. Saduran tersebut ia beri judul Saduran Negarakertagama yang
diterbitkan oleh PT Tiga Serangkai Solo. Buku tersebut sekurang-kurangnya memuat 98
pupuh Negarakertagama.
3. C. Sinopsis
Novel Gajah Mada : Makar Dharmaputra, menceritakan tentang sebuah
peristiwa pemberontakan besar sepanjang sejarah negeri Wilwatikta (Majapahit) yang
merupakan salah satu pemberontakan besar sepanjang sejarah negeri tersebut, yang
terjadi di masa pemerintahan Kalagemet atau Jayanegara. Makar (pemberontakan)
tersebut dilakukan oleh lima tumenggung yang telah dianugerahi gelar sebagai
Dharmaputra Winehsuka yang terdiri atasa Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu, Ra Tanca,
dan dipimpin oleh Ra Kuti. Saat pemberontakan tersebut berkecamuk, Gajah Mada
merupakan seorang tentara dari pasukan Bhayangkara yang masih berpangkat bekel
(pangkat terendah dalam kemiliteran Majapahit saat itu). Berawal dari saat Gajah Mada
sedang berbincang-bincang dengan Mahapatih Arya Tadah, Gajah Mada dibuat terheran-heran
dengan alam yang tiba-tiba berubah. Awan hitam mendadak berkumpul menjadi
satu, kabut tiba-tiba menyelimuti Kutaraja Majapahit, angin bertiup seolah-oleh tidak ada
penghalang baginya untuk berlari, bulan yang berwarna kuning keemasan yang tampak
timbul karena awan-awan yang lalu lalang, dan suara burung hantu yang bersaut-sautan
di sana-sini lengkap menyekap Majapahit dalam keheningan malam yang semakin sunyi
dan mencekam. Tanda-tanda alam tersebut bukan merupakan tanda yang bagus, Gajah
Mada meyakini bahwa akan ada peristiwa buruk yang akan terjadi keesokan hari.
Sekembalinya dari kediaman mahapatih, Gajah Mada ditemui oleh seorang lelaki tak
dikenal yang mengaku sebagai Bagaskara Manjer Kawuryan. Lelaki itu berkata bahwa
keesokan hari akan ada pasukan segelar sepapan yang akan menggempur kedhaton
Majapahit, oleh karena itu Gajah Mada harus segera mengamankan istana dan Baginda
Raja. Setelah memastikan inforrmasi yang didapat dengan menyebar telik sandi, ternyata
informasi itu benar adanya. Akhirnya, oleh Mahapatih Arya Tadah Gajah Mada
ditugaskan untuk mengatasi masalah ini dan mengamankan baginda raja jika sudah tidak
ada harapan lagi untuk tetap bertahan di istana. Gajah Mada dalam menjalankan tugas ini
dibantu oleh pasukan Bhayangkara dan dia dipermudahkan dengan lencana mahapatih
yang diberikan oleh Mahapatih Arya Tadah. Gajah Mada juga meminta benatuan dari
tiga pasukan kesatrian Majapahit yaitu pasukan Jalapati, Jalayuda, dan Jala Renanggana,
namun ternyata tiga tumenggung kesatrian tersebut sudah memihak kepada pemberontak,
dan pada pertempuran keesokan harinya ketiga kesatrian itu diadu domba oleh Ra Kuti
dan pemimpin Jalapati dan Jalayuda mati karena terserempet panah beracun yang
dilepaska oleh Ra Kuti.
Pemberontak semakin mengganas, pasukan Gajah Mada mulai terdesak bahkan
istanapun hampir dikuasai oleh pemberontak. Oleh karena itu, Gajah Mada dan Pasukan
Bhayangkara mengungsikan Sri Jayanegara ke tempat yang lebih aman yaitu ke rumah
dinas Mahapatih Arya Tadah melalu terowongan rahasia yang menghubungkan kamar
tidur baginda yang ada di dalam istana dengan rumah dinas tersebut. Namun, dalam
perkembangannya ternyata ada pasukan Bhayangkara yang membelot dan menjadi mata-
4. mata di tubuh Bhayangkara sendiri dan selalu melaporkan pergerakan Bhayangkara
kepada Ra Kuti. Hal tersebut tentu saja sangat merepotkan Gajah Mada sebagai
pemimpin pasukan tersebut dan sebagai orang yang diberi amanat untuk mengamankan
raja, bahkan karena hal tersebut Gajah Mada terpaksa harus mengungsikan Sri
Jayanegara hingga ke sebuah desa terpencil yang ada di Pegunungan Kapur Utara yang
terletak di pedalaman Bojonegoro. Di sana Gajah Mada mampu mengamankan Baginda
Raja dan menangkap pengkhianat-pengkhianat Bhayangkara dengan menggunakan
sebuah tipuan. Selain itu, Gajah Mada juga menysun strategi untuk kembali melawan
pemberontak.
Keesokan hari, Gajah Mada kembali ke Kutaraja dan melaui melakukan
perlawanan kembali kepada pasukan pemberontak. Karena kecerdikan dan ketangkasan
para prajurit Bhayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada tersebut, baru sebentar
mereka melancarkan aksinya pasukan pemberontak dan pemimpin-pemimpinnya sudah
dibuat pusing olehnya. Tak lama kemudian empat dari lima Dharmaputra berhasil di
tumpas dengan menggunakan panah, dan satu orang yang tersisa yaitu Ra Tanca memilih
untuk meletakkan senjatanya dan menyerah kepada Bhayangkara. Setelah keadaan
dirasa telah aman, baginda raja kembali ke istana. Gajah Mada dan kawan-kawan
membereskan kekacauan-kekacauan yang terjadi akibat pemberontakan.
Sembilan tahun setelah pemberontakan tersebut, Sri Jayanegara menderita sebuah
penyakit yang sepele namun sangatlah mengganggu baginya. Ra Tanca yang selama
sembilan tahun mendekan di penjara masih dikenal sebagai seorang tabib muda dan
sangat terampil meramu obat pun dipanggil ke istana untuk meramu obat yang akan
diberikan kepada raja. sang Ra Tanca yang kebal terhadap berbagai macam racun
tersebut sudah menunjukkan bahwa ramuan itu tidak beracun dengan meminumnya,
namun malang bagi sang Raja. Dia langsung menggelepar dan tercekik karena meminum
ramuan racun yang diberikan oleh Ra Tanca. Racun yang diminum oleh raja dengan
cepat menjalar ke seluruh tubuhnya dan dengan paksa meringkus nyawanya keluar dari
raga. Sri Jayanegara mangkat. Melihat peristiwa tersebut, Gajah Mada berang dan
langsung menghunuskan kerisnya tepat ditengah dada Ra Tanca. Ra Tanca meregang
nyawa. Di nafas-nafas terakhirnya Ra Tanca sempat tersenyum dan mengatakan
“Bagaskara Manjer Kawuryan”. Gajah Mada yang mendengarnya hanya mapu terdiam.
D. Nilai Buku
1. Kelebihan
Dari segi isi bukunya, cerita di buku ini sangat menarik. Buku ini
merupakansebuah buku fiksi histori hasil imajinasi penulis, namun saat membaca buku
ini pembaca juga seperti diajak untuk masuk kedalam alam pikiran penulis dan melihat
rangkaian peristiwa yang ada pada cerita di buku ini. Selain itu, cerita yang diangkat
dalam buku ini juga sesuai dengan jiwa muda yang gemar dengan petualangan dan aksi-aksi
heroik. Selain itu, buku ini juga cocok untuk mengembangkan karakter pada
5. pembaca karena cerita di dalamnya mengandung unsur-unsur keberanian, tanggung
jawab, kedisiplinan, kepemimpinan, pengorbanan, dan kesetiakawanan.
Bahasa yang digunakan dalam penulisan buku ini juga sangat menarik, karena
penulis mampu menggunakan bahasa yang sangat imajinatif yang mampu menyeret
pembaca dalam imajinasi tentang cerita yang ada di buku tersebut. Selain itu, buku ini
juga ditulis menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan jiga menggunakan
beberapa kata serapan dari Bahasa Jawa Kuno yang dilengkapi dengang glosarium (arti
kata) juga sehingga memudahkan pembaca untuk lebih mengerti maksud cerita.
Organisasi sudah baik, dan tidak membingungkan pembaca. Tata letaknya juga
sudah cukup nyaman untuk dilihat saat kita membaca buku tersebut, kertasnya juga
merupakan kertas berkualitas tinggi dan warnanya tidak terlalu putih sehingga tidak
membuat mata cepat lelah saat membacanyanya.
2. Kekurangan
Meskipun antara sampu dan isi cerita memang sudah sesuai, namun menurut saya
samppul buku ini kurang menarik perhatian kita sebagi pembaca terutama anak muda.
Sampulnya terlalu gelap dan gambarnyapun juga kurang menarik.
Alur cerita dari buku ini merupakan alur cerita campuran, jadi kadang ada di
masa lalu kemudian kembali ke masa daat ini. Selain itu lata cerita dan tokoh yang
diceritakan sering berganti-ganti, misalnya bab ini menceritakan perjalanan Gajah Mada
lalu bab selanjutnya tiba-tiba menceritakan keadaan para sekar kedhaton. Mungkin
pembaca yang kurang dapat mencermati dan kurang bisa mengerti alur cerita buku ini
dapat dibuat bingung karenanya.
E. Simpulan
Buku Gajah Mada : Makar Dharmaputra ini menurut saya layak dijadikan
sebagi bahan referensi penyegar otak dan hati kita, terutama para pelajar dan kawula
pendidikan karena dibalik cerita Gajah Mada yang sangat menarik ini tersirat banyak
pelajaran moral yang dapat kita tiru dan mungkin saat ini sudah jarang ditemui. Dibalik
kisah perjuangannya buku ini juga menyimpan pendidikan karakter bagi kita para
pembaca. Dengan membaca buku ini, selain mendapat hiburan dari cerita yang disajikan
kita juga dapat melakukan petualangan sejarah dan dapat mengetahui lebih dalam lagi
sejarah yang sebelumnya hanya kita dengar garis besarnya saja dari guru sejarah kita di
kelas atau dari buku pelajaran. Jadi dengan membaca buku ini, kita dapat mempelajari
sejarah dengan cara yang lebih mengasyikkan dan menghibur, dengan cerita yang lebih
mudah dipahami dan tidak membosankan.