ARIF RAHMAN, (2011), Implementasi Shojinka Pada Perencanaan Produksi Agregat Dengan Pengaturan Tenaga Kerja Dan Pembagian Kerja Fleksibel, Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri, Medan, pp. I.173-I.178
ARIF RAHMAN, (2011), Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja Fleksibel Pada Sistem Job Shop Mempergunakan Teknik Shojinka, Prosiding Seminar Nasional Pemodelan dan Perancangan Sistem, Bandung, pp. 241-249
ARIF RAHMAN, Ceria Farela Mada Tantrika & Angga Akbar Fanani, (2015), Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level, Prosiding Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, Malang, pp. C9.1-C9.14
ARIF RAHMAN, (2015), Perencanaan Tenaga Kerja pada Sistem Jobshop dengan Pendekatan Shojinka dan Rank Order Clustering, Prosiding Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, Malang, pp. C10.1-C10-8
ARIF RAHMAN, (2011), Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja Fleksibel Pada Sistem Job Shop Mempergunakan Teknik Shojinka, Prosiding Seminar Nasional Pemodelan dan Perancangan Sistem, Bandung, pp. 241-249
ARIF RAHMAN, Ceria Farela Mada Tantrika & Angga Akbar Fanani, (2015), Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level, Prosiding Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, Malang, pp. C9.1-C9.14
ARIF RAHMAN, (2015), Perencanaan Tenaga Kerja pada Sistem Jobshop dengan Pendekatan Shojinka dan Rank Order Clustering, Prosiding Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, Malang, pp. C10.1-C10-8
ARIF RAHMAN, Purnomo Budi Santoso & Ifan Hadi Prasetyo, (2012), Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja Dengan Teknik Shojinka Di Sistem make To Order Kendala Penyisipan Job Dalam On-going Schedule, Prosiding Seminar Nasional Teknoin, Yogyakarta, pp. B.33-B.40
pengetahuan dasar tentang peramalan produksi dengan beberapa metode peramalan.serta perencanaan produksi berdasarkan hasil peramalan.serta pengawasan dan perencanaan persediaan dengan beberapa metode.
ARIF RAHMAN, Purnomo Budi Santoso & Ifan Hadi Prasetyo, (2012), Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja Dengan Teknik Shojinka Di Sistem make To Order Kendala Penyisipan Job Dalam On-going Schedule, Prosiding Seminar Nasional Teknoin, Yogyakarta, pp. B.33-B.40
pengetahuan dasar tentang peramalan produksi dengan beberapa metode peramalan.serta perencanaan produksi berdasarkan hasil peramalan.serta pengawasan dan perencanaan persediaan dengan beberapa metode.
ARIF RAHMAN, (2015), Penerapan Shojinka pada Perencanaan Tenaga Kerja dalam Kerja Berkelompok, Prosiding Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, Malang, C14.1-C14.8
Implementasi sistem informasi siklus produksi, sistem informasi siklus pengup...DiahArumNihaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sanpaikan kepada Tuhan YME yang telah memberikan petunjuk Nya dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun latar belakang penulis membuat TUGAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI = Implementasi Sistem Informasi Siklus Produksi, Sistem Informasi Siklus Pengupahan dan Sumber Daya Manusia , untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Yananto Mihadi Putra, SE, M.Si Sebagai dosen mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam rangka penyelesaikan proposal ini, selain itu kerja sama yang baik diantara semua pihak yang terlibat dengan penulis membuat proposal ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tak retak.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, masih banyak hal yang kurang dalam penulisan proposal ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat memperbaikinya. Harapan penulis, semoga proposal ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber ilmu yang baru bagi kita semua.
Bambang Indrayadi, ARIF RAHMAN & Gery Hardhiarto, (2011), Penerapan Shojinka Dalam Fleksibilitas Produksi Pada Lintasan Perakitan, Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri, Medan, pp. I.159-I.172
Perencanaan produksi yang tepat akan membantu perusahaan untuk menerapkan efisiensi. Semakin tinggi efisiensi, maka semakin besar profit yang diterima oleh perusahaan.
Perencanaan produksi yang buruk. Efisiensi yang rendah akan mengakibatkan biaya produksi membengkak sehingga menggerus profit.
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfnarayafiryal8
Industri batu bara telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran udara global. Proses ekstraksi batu bara, baik melalui penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah, menghasilkan debu dan gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan industri menyebabkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab utama perubahan iklim global dan pemanasan global.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh industri batu bara juga memiliki dampak lokal yang signifikan. Di sekitar area penambangan, debu batu bara yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal. Paparan terus-menerus terhadap debu batu bara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta berkontribusi pada penyakit paru-paru yang lebih serius. Selain itu, hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dapat merusak tanaman, air tanah, dan ekosistem sungai, mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi industri batu bara.
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
Research 006
1. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 173
IMPLEMENTASI SHOJINKA PADA PERENCANAAN
PRODUKSI AGREGAT DENGAN PENGATURAN
TENAGA KERJA DAN PEMBAGIAN KERJA FLEKSIBEL
Arif Rahman
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang (UB)
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
Phone/Fax : +62-341-551430
E-mail : posku@ub.ac.id
Abstrak
Terdapat dua strategi murni utama dalam perencanaan produksi agregat, yaitu strategi mengikuti
permintaan (chase demand strategy) dan strategi produksi konstan (level production strategy). Salah
satu teknik yang dapat dilakukan dalam menggunakan strategi mengikuti permintaan adalah dengan
mengatur tenaga kerja, yaitu dengan merekrut dan memberhentikan pekerja sesuai dengan kebutuhan
produksi (manpower hire and layoff). Umumnya penentuan julah tenaga kerja dalam perencanaan
agregat dilakukan tanpa memperhatikan pembagian kerja, atau diasumsikan semua tenaga kerja yang
ditugaskan masing-masing akan mengerjakan semua aktivitas produksi mulai dari awal hingga akhir.
Pada penelitian ini akan ditunjukkan perencanaan produksi agregat di lini produksi yang terdeskripsi
pada precedence diagram dengan tiga skenario, yaitu tanpa pembagian kerja, dengan pembagian tetap,
dan dengan pembagian kerja fleksibel. Skenario tanpa pembagian kerja dilakukan pengaturan jumlah
tenaga kerja dengan memperhitungkan total waktu proses. Skenario dengan pembagian kerja tetap
dilakukan pengaturan tenaga kerja dengan memperhatikan kebutuhan di masing-masing stasiun kerja.
Skenario dengan pembagian kerja fleksibel dilakukan pengaturan jumlah tenaga kerja menggunakan
teknik shojinka. Shojinka merupakan suatu teknik untuk mencapai fleksibilitas dalm pengaturan jumlah
tenaga kerja dengan menyesuaikan terhadap perubahan permintaan, dengan tetap menyeimbangkan
lintasan produksi berdasarkan perhitungan metode heuristik.
Kata kunci : Shojinka, perencanaan produksi agregat, pengaturan jumlah tenaga kerja,
pembagian kerja fleksibel
1. PENDAHULUAN
Perencanaan produksi agregat atau
aggregate planning merupakan perencanaan
jangka menengah yang dibuat perusahaan terkait
dengan penentuan tingkat produksi yang
dioperasikan di lantai produksi. Beberapa faktor
menjadi dasar pertimbangan perencanaan
agregat, meliputi ramalan permintaan, kapasitas
produksi, persediaan agregat dan perencanaan
sumber daya (Narasimhan, 1995 [1]).
Dalam memenuhi permintaan pasar yang
tidak stabil, bahkan cenderung berfluktuasi,
perusahaan dapat mempergunakan salah satu
dari dua strategi murni utama dalam
perencanaan produksi agregat atau
memadukannya. Strategi yang pertama adalah
penentuan tingkat produksi berubah mengikuti
atau menyesuaikan perubahan permintaan yang
disebut dengan chase demand strategy. Strategi
yang kedua adalah penentuan tingkat produksi
tetap mengabaikan perubahan permintaan yang
disebut dengan level production strategy. Atau
strategi gabungan yang memadukan beberapa
teknik dalam kedua strategi murni utama
tersebut yang disebut dengan hybrid strategy.
Penerapan chase demand strategy dalam
perencanaan produksi agregat memiliki
beberapa variasi teknik, meliputi mengatur
jumlah sumber daya, menjadwalkan waktu
kerja, atau melibatkan pihak eksternal sebagai
mitra subkontrak. Salah satu teknik yang dapat
dipergunakan melalui pengaturan jumlah sumber
daya adalah pengaturan jumlah tenaga kerja
(varying workforce size). Pengaturan jumlah
tenaga kerja cukup andal untuk sistem produksi
2. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 174
yang memiliki kapasitas produksi yang
tergantung pada manusia sebagai tenaga
penggerak utamanya. Pengaturan jumlah tenaga
kerja berdasarkan kebutuhan produksi sesuai
ramalan permintaan yang akan dilayani dengan
menambahkan atau mengurangi jumlah tenaga
kerja (manpower hire and layoff) sesuai prinsip
chase demand strategy.
Penentuan kebutuhan jumlah tenaga kerja
dalam perencanaan produksi agregat biasanya
didasarkan total waktu produksi dalam jam
orang (manhour) yang dibagi dengan kapasitas
waktu yang tersedia dalam jam. Perhitungan
tersebut sangat membantu apabila pada lantai
produksi tidak terdapat pembagian kerja atau
diasumsikan masing-masing tenaga kerja dapat
melakukan pekerjaan mulai operasi pertama
hingga terakhir. Namun apabila terdapat
pembagian kerja, maka seringkali jumlah tenaga
kerja yang dihitung ternyata masih belum
mencukupi terutama di stasiun kerja bottleneck
akibat kendala kapasitas (capacity constraint
resource). Penerapan teknik shojinka diharapkan
dapat menekan permasalahan tersebut namun
tetap memperhatikan efisiensi pemberdayaan
tenaga kerja.
2. DASAR TEORI
2.1 Perencanaan Produksi Agregat
Perencanaan produksi agregat memberikan
ketentuan kapasitas dan persediaan yang
diperhatikan dalam perencanaan jangka
menengah dan jangka panjang yang dapat
menjadi masukan dalam perencanaan finansial,
perencanaan pemasaran dan perencanaan
produksi yang lebih rinci (Narasimhan, 1995
[1]).
Perencanaan produksi agregat membantu
pengendalian produksi untuk menjadi dasar
penjadwalan induk produksi. Tujuan dari
perencanaan produksi agregat adalah utilisasi
sumber daya manusia dan peralatan dengan
lebih produktif. Perencanaan agregat merupakan
perencanaan yang mengatur sumber daya secara
bruto untuk memenuhi total permintaan dari
semua item produk yang mempergunakan
sumber daya atau fasilitas secara bersama
(Bedworth, 1987 [2]).
Terdapat dua strategi murni utama dalam
perencanaan produksi agregat, yaitu strategi
mengikuti permintaan (chase demand strategy)
dan strategi produksi konstan (level production
strategy). Dari masing-masing strategi terdapat
beberapa teknik perencanaan. Perencanaan
produksi agregat dapat disusun dengan
memadukan beberapa teknik perencanaan dari
salah satu strategi murni atau keduanya. Strategi
yang memadukan kedua strategi murni biasa
disebut dengan hybrid strategy.
Pada strategi produksi konstan terdapat
beberapa teknik perencanaan. Teknik
perencanaan pertama dengan mengendalikan
persediaan, di mana produksi akan menambah
tingkat persediaan pada saat permintaan rendah,
dan persediaan akan dipergunakan pada saat
permintaan tinggi. Teknik yang kedua dengan
mempergunakan subkontrak, di mana produksi
tetap konstan sesuai permintaan rata-rata, namun
apabila terjadi kekurangan maka dipenuhi
dengan melakukan subkontrak kepada mitra
outsourcing. Teknik yang ketiga dengan
mempengaruhi pasar (influencing demand), di
mana melakukan negosiasi untuk menunda
pengiriman (backorder) saat permintaan tinggi,
dan memberikan penawaran menarik saat
permintaan rendah.
Pada strategi mengikuti permintaan juga
terdapat beberapa teknik perencanaan. Teknik
perencanaan pertama dengan mengatur jam
kerja, di mana diperbolehkan bekerja tidak
penuh waktu (undertime) pada saat permintaan
rendah dan akan memberlakukan bekerja lembur
(overtime) pada saat permintaan tinggi. Teknik
yang kedua dengan mengatur sumber daya atau
tenaga kerja, di mana akan menambah tenaga
kerja saat permintaan tinggi, namun akan
mengurangi tenaga kerja saat permintaan
rendah.
Terdapat beberapa metode untuk menyusun
perencanaan produksi agregat, yaitu dengan
mempergunakan metode heuristik transportasi
atau tabel, dengan mempergunakan metode
optimasi programa linier atau programa dinamis.
2.2 Keseimbangan Lintasan
Keseimbangan lintasan adalah
permasalahan pemberian task kepada stasiun
kerja sehingga pembagian task merata
(seimbang) dengan mempertimbangkan
beberapa batasan (Sly, 2005 [3]). Tujuan
menyeimbangkan lintasan adalah untuk
meminimalkan waktu menganggur (idle time)
pada lintasan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan waktu produksi diantara
stasiun kerja.
3. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 175
Ada beberapa dasar metode yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah keseimbangan
lintasan, yaitu: metode heuristik, metode
analitis, metode probabilistik, metode empiris
dan metode simulasi. Terdapat beberapa macam
metode heuristik yang dikenal, seperti (Chang,
1992 [4]) : ranked positional weighted, fewest
followers,comosal, dan lain sebagainya.
Ranked Positional Weight adalah metode
yang diusulkan oleh Helgeson dan Birnie
sebagai pendekatan untuk memecahkan
permasalahan pada keseimbangan lintasan dan
menemukan solusi dengan cepat (Groover, 2001
[5]).
Precedence diagram merupakan gambar
secara grafis yang memperlihatkan urutan suatu
proses pengerjaan dari keseluruhan operasi
pengerjaan, dengan tujuan agar memudahkan
dalam pengawasan, evaluasi serta perencanaan
aktivitas-aktivitas yang terkait di dalamnya.
Waktu siklus merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh lintasan produksi untuk
menghasilkan suatu unit produk. Berikut ini
merupakan persamaan dari waktu siklus yang
jumlah stasiun kerjanya tidak diketahui
(Sugiyono, 2006 [6]):
Q
P
TC (1)
Dimana :
TC = waktu siklus (menit)
P = periode waktu produksi (menit)
Q = output target selama periode waktu produksi
Sedangkan berikut ini merupakan
persamaan dari waktu siklus yang jumlah stasiun
kerjanya diketahui:
n
t
T
N
i
i
C
1
(2)
Dimana :
TC = waktu siklus (menit)
ti = waktu operasi elemen kerja ke-i (menit)
N = jumlah operasi
n = jumlah stasiun kerja
Perkiraan jumlah stasiun kerja (nmin) harus
bilangan bulat dan tergantung pada waktu siklus
stasiun yang diinginkan (TC), sehingga
rumusnya menjadi (Elsayed, 1994 [7]):
C
N
i
i
T
t
n
1
min (3)
Dimana :
nmin =perkiraan jumlah stasiun kerja minimum
ti =waktu operasi elemen kerja ke-i (menit)
N =Jumlah operasi
TC =Waktu siklus (menit)
Waktu siklus dari lintasan produksi yang
memiliki sejumlah stasiun kerjanya dapat
dihitung dari persamaan berikut:
niTskT iC ,..,2,1untuk}max{ (4)
Dimana :
TC = waktu siklus (menit)
Tski = waktu stasiun kerja ke-i (menit)
n = jumlah stasiun kerja
Output produksi digunakan untuk
mengetahui berapakah jumlah keluaran (output)
yang dikeluarkan oleh pekerja di lini
produksi/perakitan. Output produksi dipengaruhi
oleh waktu siklus yang dikehendaki selama
periode waktu produksi. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2003
[8]):
CT
P
Q
(5)
Dimana :
Q = output produksi (unit)
P = periode waktu produksi (menit)
TC = waktu siklus terbesar (menit)
2.3 Teknik Shojinka
Shojinka merupakan salah satu teknik yang
dikembangkan oleh Toyota di dalam sistem
produksinya (Toyota Production System).
Shojinka adalah suatu teknik untuk mencapai
fleksibilitas dalam pengaturan jumlah pekerja di
tempat kerja dengan menyesuaikan diri terhadap
perubahan permintaan (Monden, 2000 [9]).
Konsep dari shojinka menuntut agar
pekerja dapat menanggapi perubahan dalam
waktu siklus, rutin operasi dan kewajiban
terhadap pekerjaan masing-masing. Pekerja
harus memiliki ketanggapan yang cepat,
sehingga pekerja haruslah merupakan pekerja
fungsi ganda. Dengan arti bahwa pekerja harus
dilatih untuk menjadi seorang pekerja terampil
untuk jenis pekerjaan apa saja dan pada proses
apapun.
4. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 176
SHOJINKA
Mencapai fleksibilitas jumlah
pekerja pada lini produksi dengan
menyesuaikan diri terhadap
perubahan permintaan
Pelebaran atau
penyempitan
cakupan pekerjaan
untuk tiap pekerja
Tata ruang
gabungan lini
berbentuk-U
Pekerja
fungsi ganda
Rotasi kerja
SHONINKA
Penurunan jumlah
pekerja di lini
produksi
Perubahan
lembar rutin
operasi baku
Perbaikan
proses
Perbaikan
operasi manual
Perbaikan
mesin
(JIDOKA)
Gambar 1 Faktor utama shojinka
Sumber : Monden, 2000[9]
Untuk mencapai pekerja fungsi ganda yang
perlu dilakukan adalah dengan menerapkan
rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan merupakan
suatu kegiatan dimana setiap pekerja bergiliran
melalui dan melakukan setiap pekerjaan di
tempat kerjanya. Setelah melewati satu periode
atau waktu yang ditetapkan, masing-masing
pekerja diharapkan memiliki kemampuan
disegala bidang pekerjaan sehingga pekerja
fungsi ganda dapat tercapai.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lini perakitan dengan 21 operasi seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 2 mempunyai
total waktu operasi sebesar 105 menit. Dalam
satu bulan dengan 20 hari dan 8 jam kerja tiap
harinya maka satu orang yang mengerjakan
keseluruhan operasi akan dapat menghasilkan
sebanyak 91 unit.
Q =
20 X 8 X 60
105
= 91,42857
≈ 91 unit
Berdasarkan penyelesaian Bedworth (1987
[2]) pada permasalahan di Gambar 2 dengan
keseimbangan lini metode Ranked Positional
Weight mendapatkan penetapan waktu siklus
sebesar 22 menit seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 1. Dalam satu bulan dengan 20 hari dan 8
jam kerja tiap harinya, maka 5 orang yang
mengerjakan sesuai pembagian kerjanya akan
dapat menghasilkan sebanyak 436 unit.
Q =
20 X 8 X 60
22
= 436,3636
≈ 436 unit
5. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 177
Gambar 2 Precedence Diagram
Sumber : Bedworth, 1987 [2]
Tabel 1. Pembagian 5 Stasiun Kerja
St. Kerja Operasi ti Tsk
1 1 4 21
2 3
3 9
4 5
2 5 9 21
6 4
7 8
3 8 7 22
9 5
10 1
11 3
12 1
15 5
4 13 5 21
16 3
17 13
5 14 3 20
18 5
19 2
20 3
21 7
Sumber : Bedworth, 1987 [2]
3.1 Pembagian Kerja Fleksibel
Penerapan teknik shojinka untuk pengaturan
tenaga kerja secara fleksibel dalam perencanaan
produksi agregat akan mengurangi jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan apabila jumlah
permintaan lebih rendah dibandingkan 436 unit,
sedangkan pada pembagian kerja tetap jumlah
tenaga kerja minimal adalah sebanyak 5 orang.
Penambahan menjadi 6 stasiun kerja seperti
yang ditunjukkan Tabel 2 akan mengurangi
waktu siklus menjadi 18 menit. Pembagian kerja
disusun dengan mempergunakan metode
keseimbangan lini Ranked Positional Weight.
Dengan menambahkan 1 orang, dalam satu
bulan dengan 20 hari dan 8 jam kerja tiap
harinya akan menghasilkan sebanyak 533 unit.
Q =
20 X 8 X 60
18
= 533,3333
≈ 533 unit
Tabel 2. Pembagian 6 Stasiun Kerja
St. Kerja Operasi ti Tsk
1 1 4 18
3 9
4 5
2 2 3 16
5 9
6 4
3 7 8 18
8 7
14 3
4 9 5 17
10 1
11 3
12 1
21 7
5 13 5 18
15 5
16 3
18 5
6 17 13 18
19 2
20 3
6. Proceeding Seminar Nasional Teknik Industri &
Kongres BKSTI VI 2011
Hal I - 178
3.2 Pembagian Kerja Tetap
Untuk dapat menghasilkan 533 unit dengan
pembagian kerja tetap sebanyak 5 stasiun kerja,
maka di masing-masing stasiun kerja perlu
dihitung kebutuhan tenaga kerjanya dengan cara
mempertimbangkan jumlah unit yang dihasilkan
dan waktu stasiun kerja masing-masing.
Di stasiun kerja 1 akan membutuhkan 2
orang. Satu orang akan mampu menghasilkan
457 unit, karena waktu siklus di stasiun kerja 1
sebesar 21 menit, namun masih kurang dari 533
unit. Sedangkan pada stasiun kerja yang lain
akan membutuhkan tenaga kerja seperti yang
ditunjukkan Tabel 3.
LSK1 =
533 X 21
20 X 8 X 60
= 1,1659
≈ 2 orang
Tabel 3. Pembagian 5 Stasiun Kerja
St. Kerja Tsk Lski Pembulatan
1 21 1,1659 2
2 21 1,1659 2
3 22 1,2215 2
4 21 1,1669 2
5 20 1,1104 2
TOTAL 10
3.3 Tanpa Pembagian Kerja
Permintaan sebanyak 533 unit apabila akan
dipenuhi dengan produksi tanpa pembagian
kerja dapat dihitung dengan cara membagikan
total permintaan tersebut dengan output standar
perorang dalam satu bulan
L =
533
91
= 5,8571
≈ 6 orang
Waktu yang dibutuhkan tiap orang untuk
menghasilkan satu produk adalah sebesar 105
menit, sehingga untuk 1 bulan tiap orang dapat
menghasilkan 91 unit. Untuk dapat
menghasilkan sebanyak 533 unit dibutuhkan 6
orang tenaga kerja.
4. Kesimpulan
Penerapan teknik shojinka dapat menekan
kebutuhan tenaga kerja dibandingkan apabila
sebelumnya telah dilakukan pembagian kerja
tetap. Teknik shojinka akan memberikan
fleksibilitas dalam pembagian kerja, sehingga
membutuhkan ketanggapan dari tenaga kerja
dalam menjalankan tugasnya yang mungkin
terjadi perubahan.
Untuk dapat menghasilkan 533 unit dengan
pembagian kerja fleksibel mempergunakan
teknik shojinka akan membutuhkan 6 orang.
Untuk menghasilkan sejumlah yang sama
dengan pembagian kerja tetap sebanyak 5
stasiun kerja, akan membutuhkan 10 orang.
Sedangkan apabila tanpa pembagian kerja akan
membutuhkan 6 orang.
Daftar Pustaka
[1]. Narasimhan,SL, McLeavey, DW &
Billington, PJ. Production Planning And
Inventory Control. Prentice Hall, New
Jersey, 1995
[2]. Bedworth,DD & Bailey, JE, Integrated
Production Control Systems, John Wiley
&Sons,Singapore, 1987
[3]. Sly, Dave and Prem Gopinath. A Practical
Approach to Solving Multi-Objective Line
Balancing Problem. 2005
http:/www.proplanner.net/Details.probalanc
ed.pdf. (diakses 12 November 2008)
[4]. Chang, Yih-Long. Quantitative System 3.0.
Prentice Hall : Singapore, 1992
[5]. Grover, Mikell P. 2001. Automation,
Production Systems, and Computer-
Integrated Manufacturing. Prentice Hall :
USA, 2001
[6]. Sugiyono, Andre. Chapter 7 : Assembly
Line Balancing. 2006. http://
andresugiyono.edublogs.org/files/2006/12/c
hp007-line-balancing.ppt. (diakses 27
November 2008)
[7]. Elsayed, A. and Thomas O. Boucher.
Analysis and Control of Production.
Department of Industrial Engineering :
Rutgers University,1994
[8]. Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi
Gerak dan Waktu. Guna Widya : Surabaya,
2003
[9]. Monden, Yasuhiro. Sistem Produksi Toyota.
Penerbit PPM : Jakarta, 2000