SlideShare a Scribd company logo
Makalah Ilmiah Biologi Perikanan 
NISBAH KELAMIN (Sex Ratio) PADA IKAN HIAS GAPI 
(Poecilia reticulata) DAN FAKTOR-FAKTOR 
YANG MEMPENGARUHINYA 
Dosen Penanggung Jawab: 
Dr. Miswar Budi Mulya, M.S 
Oleh: 
Kelompok V/Genap 
M. Ridho Santoso 120302014 
Tiur Natalia Manalu 120302028 
Marco Brema Barus 120302064 
Putri Permata Sari Sirait 120302066 
BIOLOGI PERIKANAN 
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN 
FAKULTAS PERTANIAN 
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 
MEDAN 
2014
2 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias, baik ikan hias air laut maupun air tawar. Ikan hias air laut sekitar 650 spesies, sudah teridentifikasi 480 spesies dan diperdagangkan sekitar 200 spesies. Sedangkan jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditas ikan hias lokal saja tetapi ikan hias air tawar asal impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost (Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), dan Kardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan Indonesia mencapai 1.600 jenis, dimana 750 jenis diantaranya adalah ikan hias air tawar. Iklim Indonesia yang tropis cocok untuk budidaya berbagai jenis ikan hias dan memungkinkan dapat berproduksi sepanjang tahun. Sumberdaya alamnya juga mendukung yaitu lahan masih luas, sumber air melimpah, dan pakan alami juga masih banyak ketersediaannya di alam. Pembudidayaannya tidak terlalu sulit karena didukung oleh iklim Indonesia yang sesuai (Rohmawati, 2010). 
Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi komoditas perdagangan yang potensial di dalam maupun di luar negeri. Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias. Kelebihan dari usaha ikan hias adalah dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil ataupun skala rumah tangga, selain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat. Keberadaan ikan hias di Indonesia tidak semuanya asli dari Indonesia, sebagian besar adalah ikan yang diimpor kemudian dikembangkan dan hasilnya banyak yang sudah diekspor untuk memenuhi para penggemar ikan hias di luar negeri. Ikan hias merupakan ikan untuk dilihat keindahaan akan warna dan corak yang berbeda dari setiap jenis dan memiliki daya tarik tersendiri, serta ikan untuk pajangan/hiasan (Sihombing, 2013). 
Berdasarkan data profil perikanan budidaya, perkembangan ekspor ikan hias di Indonesia cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 64,8% per tahun dalam
3 
volume. Di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan hias sebesar 15 % dari permintaan dunia yang di dominasi oleh Singapura sebagai pengekspor air tawar, ikan Guppy (Poecillia reticulate) dan neon merupakan spesies yang mendominasi, yaitu sekitar 25% dari pasar dunia dengan nilai hampir 14% dari nilai total. Pengembangan budidaya ikan Guppy di Singapura sudah menjadi industri yang menguntungkan sejak lama sebagaimana dilaporka Pada ikan hias, perbedaan penampilan karena pengaruh sex (sexual dimorphisms) sangat besar. Secara umum, ikan jantan memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik Identifikasi jenis kelamin dilakukan secara morfologi dan histologi. Identifikasi morfologi dilakukan secara langsung dengan mengamati sirip anal, sirip caudal, warna dan bentuk tubuh. Ikan Guppy jantan pada sirip analnya termodifikasi menjadi gonopodium (alat penyalur sperma), sirip ekornya memanjang, bentuk tubuhnya ramping serta warna pada tubuh dan siripnya sudah terbentuk. Sedangkan ikan betina sirip analnya tetap membentuk sirip, sirip ekornya pendek, bentuk tubuhnya besar (gemuk), warna siripnya cerah, sedangkan tubuhnya tidak berwarna (Huwoyon, dkk., 2009). 
Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak dibudidayakan sebagai komoditas ekspor. Ikan ini digemari karena mudah dipelihara, dan memiliki variasi wama yang indah, terutama jantannya. Penampakan morfologi ikan gapi jantan sangat berbeda dengan betina. Ikan gapi jantan mempunyai wama tubuh yang cemerlang dengan pola wama yang beragam, sedangkan wama tubuh betina umumnya monoton. Wama tubuh, bentuk sirip ekor dan pola warna tubuh ikan gapi terkait dengan jenis kelamin. Adanya perbedaan dalam penampakan tersebut menyebabkan ikan gapi jantan lebih tinggi harganya, sehingga budidaya ikan gapi monoseks jantan sangat diminati oleh para akuakulturi (Zairin, dkk., 2002). 
Ikan gapi jantan umumnya memiliki bentuk dan corak warna sirip ekor yang lebih menarik dan cemerlang sehingga lebih banyak diminati. Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis ikan gapi (Poecilia reticulata Peters), maka dilakukan upaya untuk menghasilkan individu jantan secara massal. Karena ikan gapi bersifat ovovivipar dan diduga bahwa diferensiasi kelamin terjadi sebelum lahir. Disisi lain juga diharapkan dapat diketahui efek temperatur terhadap rasio kelamin ikan gapi. Pada ikan channel catfish, temperatur pemeliharaan (29 - 30ºC) dapat memberikan efek pada rasio kelamin keturunannya (Arfah, dkk., 2005).
4 
Guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang mempunyai nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Variasi warna yang menarik dan corak sirip yang beragam, sehingga guppy banyak diminati dan memiliki nilai penjualan sekitar 25% dari pasar dunia. Berdasarkan morfologisnya, guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina, sehingga permintaan guppy jantan lebih banyak dari pada guppy betina. Produksi guppy kelamin jantan dapat diperoleh dengan cara menggunakan teknologi seks reversal yang melibatkan determinasi dan diferensiasi kelamin. Pada umumnya gonad ikan sangat berhubungan dengan determinasi kelamin dan diferensiasi kelamin dimana perkembangannya dapat diarahkan oleh faktor dalam atau faktor luar. Determinasi kelamin dapat diartikan sebagai variabel dari penentuan seks secara genetik dan proses lingkungan, sedangkan seks diferensiasi diartikan sebagai proses fisiologis yang mengarah pada perkembangan testis dan ovarium dari gonad (Mulyasih, dkk., 2012). 
Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis ikan hias terutama di kalangan peternak, maka dilakukan upaya untuk menghasilkan individu ikan berkelamin sejenis (jantan/betina) secara massal. Diantara beberapa cara untuk memproduksi ikan berkelamin sejenis adalah dengan teknik alih kelamin (sex reversol). Teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) merupakan salah satu teknik produksi monosex, yang menerapkan rekayasa hormonal untuk merubah karakter seksual betina ke jantan (maskulinisasi) atau dari jantan menjadi betina (feminisasi). Dalam aplikasi sex reversal, maskulinisasi ikan dapat dilakukan dengan pemberian hormon steroid seperti hormon 17c-metiltestosteron, testosteron. Sedangkan estrogen merupakan hormon betina terdapat dalam sejumlah besar pada ikan betina, yang efektif saat ini estradiol 17p, estrion, estriol ethuni estradiol (Mardiana, 2009). 
1.2 Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai pengetahuan awal mengenai aspek reproduksi ikan Gapi/guppy (Poecilia reticulate) terkait nisbah kelamin dan teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) yang umum digunakan untuk mendapatkan ikan berkelamin jantan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
5 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
2.1 Ikan Gapi/Guppy (Poecilia reticulata) 
Menurut Ukhroy (2008), ikan guppy memiliki habitat asli di perairan dangkal, sungai, parit dan danau. Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan dengan perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar dan berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-ciri berwarna cerah dan ekornya mengembang lebar. Adapun klasifikasi ikan guppy adalah sebagai berikut : 
Kingdom : Animalia 
Filum : Chordata 
Kelas : Osteichthyes 
Ordo : Cyprinodontoidei 
Famili : Poecilidae 
Genus : Poecilia 
Spesies : Poecilia reticulata 
Ikan gapi berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Selain hidup di perairan tawar, ikan gapi juga mampu beradaptasi di perairan payau serta pada kisaran suhu antara 25-28oC dengan pH sekitar ± 7,0. Ikan gapi bersifat omnivora dan memiliki panjang tubuh sekitar 5-6 cm. Ikan gapi merupakan ikan yang bersifat ovovivipar yaitu ikan yang bertelur dan melahirkan. Selama di dalam perut induknya, embrio mendapat makanan bukan langsung dari induknya melainkan dari kuning telur. Ikan gapi memiliki gonad yang cepat berkembang yaitu 3 minggu setelah larva lahir gonopodium pada jantan telah berkembang, karena itu ikan gapi dikenal sebagai ikan yang berkembang biak cepat. Dalam satu kali perkawinan, seekor ikan gapi melahirkan secara parsial sampai 3 kali dengan interval waktu 1 bulan. Pada saat fertilisasi, sperma yang masuk dalam tubuh induk betina dapat bertahan hingga 6 bulan, sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat melahirkan walaupun tidak terjadi perkawinan kembali. Ikan gapi dapat menghasilkan anak dengan rata-rata terendah 30- 80 ekor, namun ada juga yang dapat menghasilkan sampai ratusan ekor (Utomo, 2008).
6 
Golongan ikan ovovipar melahirkan anak seperti halnya vivipar, namun pekembangan anak di dalam kandungan induk mendapatkan makanan dari persediaan kuning telur yang tersedia non placental. Dalam perkembangan yang demikian anak mendapat keperluan material untuk pertumbuhannya dari induk melalui penyerapan zat- zat yang dikeluarkan oleh uterus. Zat tersebut disebut “Susu uterin“ atau embriotrophe. Spesies ikan ovovivipar jumlahnya jauh lebih banyak dari pada ikan vivipar. Pada embrio ikan Squalus acanthias terdapat dua macam kantung telur yaitu kantung yang di luar tubuh dan kantung didalam tubuh. Kantung kuning telur dalam tubuh sebagai hasil perkembangan batang kantung kuning telur bagian luar yang tumbuh pada bagian dalam. Butir-butir kuning telur dari kantung luar bergerak ke bagian kantung dalam terus ke usus untuk dicerna. Berbeda dengan golongan ikan vivipar dan ovovipar, maka ikan ovipar yang merupakan mayoritas dari ikan yang ada pada waktupemijahan membuahi telurnya di luar tubuh. Telur yang dikeluarkan dari tubuh induk dibuahi oleh ikan jantan dengan berbagai cara. Semua tingkah laku yang dilakukan oleh ikan tersebut pada waktu pemijahan bertujuan agar semua telur yang dikeluarkan dapat dibuahi dengan baik (Omar, 2011). 
Gambar 1. Ciri morfologis gapi betina dan jantan 
Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga
7 
terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. Perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm (Ukhroy, 2008). 
2.2 Rasio Kelamin Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata) 
Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi perairan yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina (Agus, 2008). 
Komposisi jantan dan betina dalam populasi merupakan faktor penting untuk kelestarian populasi. Untuk mempertahankan keberlangsungan spesies, perbandingan hewan jantan dan betina diharapkan seimbang. Rasio jantan lebih tinggi dapat mengganggu kelestarian spesies dengan asumsi bahwa peluang jantan untuk melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan akan lebih rendah karena jumlah hewan betina yang terdapat dalam populasi tersebut lebih sedikit. Gangguan pada kelestarian populasi ini kemungkinan dapat lebih buruk jika terjadi penangkapan spesies tertentu saja oleh manusia. Perbedaan jumlah individu hasil tangkapan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain besar kecilnya armada dan tipe alat tangkap, lokasi penangkapan, waktu penangkapan dan perilaku ikan yang ditangkap. Ikan–ikan yang mempunyai kebiasaan menetap di dasar perairan (demersal) memiliki peluang lebih sering tertangkap (Candramila dan Junardi, 2012).
8 
Pemijahan Ikan guppy berlangsung secara massal dengan rasio jantan dan betina 1 : 2 dengan padat tebar 15 ekor/ 50 liter. Pemijahan ditandai dengan guppy jantan yang mengejar-ngejar betina dan selalu menanduk-nandukï bagian anus betina serta terkadang menempelkan badannya ke badan betina. Setelah 4 - 7 hari, biasanya anak- anak ikan guppy berenang di permukaan air. Setelah itu, dapat dipisahkan dari induknya. Jumlah anak gapi dari setiap kelahiran berkisar antara 50-200 ekor dengan perbandingan jenis kelamin sekitar 1 : 1. Anak ikan gapi yang lahir dipisah dari induk agar tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan. Selain itu, agar induk tersebut mendapatkan makanan yang cukup sehingga kehamilan keduanya dapat menghasilkan anak dengan jumlah yang maksimal. Anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan. Setelah berumur satu hari, anak ikan diberi makan naupli Artemia atau kutu air yang kecil. dapat pula diberi kuning telur yang sudah direbus dan dihancurkan sebelumnya. (Tjakrawidjaja, 2006). 
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sex Ratio/Nisbah Kelamin 
1. Tingkah laku Ikan Tingkah laku ikan adalah adaptasi tubuh ikan terhadap pengaruh lingkungan internal dan eksternal. Yang termasuk pengaruh lingkungan eksternal adalah oksigen, cahaya, salinitas dan faktor linkungan lainnya. Yang termasuk faktor internal adalah kematangan goand, pertumbuhan. Manfaat mengetahui tingkah lalu ikan antara lain: meningkatkan efisiensi alat tangkap. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa setiap jenis ikan mempunyai swimming depth (kedalaman renang) yang berbeda-beda. Selain itu membantu dalam manajemen perikanan,dengan mengetahui kapan suatu jenis ikan melakukan pemijahan, kapan ikan tersebut telah dewasa maka pengaturan penangkapan ikan berkelanjutan dengan mudah dapat dilakuan. Dalam manajemen penangapan ikan, suatu daerah penangkapan (fishing ground) dapat dilakukan penutupan jika daerah tersebut merupakan tempat pemijahan (spawning ground), kapan ikan tersebut melakukan pemijahan harus diketahui dengan mengetahui tingkah laku ikan tersebut. Berkaitan dengan mekanisme alat tangkap dan dengan tingkah laku ikan, sering di jumpai berbagai kegagalan dikarenakan kurangnya pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Dengan memahami
9 
pengetahuan tentang tingkah laku ikan, diharapkan dapat mengoptimalkan efisiensi suatu alat tangkap (Ratna, 2011). 
Nisbah kelamin ikan dapat dikatakan tidak seimbang karena perbedaan tingkah laku ikan, dimana ikan betina kurang aktif dalam air dibandingkan dengan ikan jantan pada tingkat kematangan gonad yang sama. Adanya fluktuasi rasio kelamin juga kemungkinan disebabkan karena perbedaan musirn kemarau dan musim hujan. Ada kemungkinan ini karena adanya perilaku menggerombol, yang biasanya dilakukan diantara individu ikan (khususnya ikan pelagis kecil) yang mempunyai ukuran hampir sama, didasari oleh kesamaan jenis tertentu pula. Untuk mempertahankan kelestarian populasi diharapkan perbandingan ikan jantan dan betina berada dalam kondisi seimbang atau sedapat-dapatnya ikan betina lebih banyak (Sulistiono, dkk., 2001). 
Beberapa jenis ikan karang selalu dijumpai dalam keadaan berkelompok, dan beberapa jenis yang lain selalu dalam pasangan atau menyendiri. Namun sebagian besar jenis ikan karang adalah teritorial. Jenis teritorial umumnya melindungi wilayahnya sebagai daerah tertutup bagi jenis lain untuk kepentingan pasokan makanan, tempat tinggal atau untuk daerah pemijahan dan pembesaran anak. Jenis teritorial akan bertingkah laku agresif terjadap jenis lain yang memasuki wilayahnya. Beberapa jenis memiliki wilayah yang sangat luas atau memisahkan daerah pencarian makan dan daerah untuk tidur (Agus, 2008). 
Pada ikan guppy akan memodifikasi sirip ekornya (pada ikan jantan) untuk dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama melepaskan sperma dan telur. Ikan gapi bersifat ovovivipar, yaitu pembuahan terjadi di dalam tubuh, embrio disimpan dan terus berkembang dalam tubuh induk, akan dilahirkan sebagai anak setelah kurang lebih 20 hari masa kehamilan. Ikan betina mampu menyimpan sperma dalam tubuhnya sehingga dari satu kali perkawinan dapat melahirkan sampai tiga kali dengan jarak waktu antar kehamilan 7-43 hari, dengan selang waktu antara melahirkan anak dengan pemisahan induk betina dari jantannya berkisar 16-35 hari. Nisbah 1 : 1 cenderung berubah, apabila jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina rendah, atau apabila induk jantan dapat mengeluarkan spermanya beberapa kali, maka perbandingan kelaminnya akan lebih banyak induk betina (Fahmi, 2001).
10 
2. Laju Mortalitas 
Laju mortalitas total dapat digunakan untuk menduga mortalitas penangkapan dan mortalitas alami. Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan, seperti pemangsaan, termasuk kanibalisme, penyakit, stres, pemijahan, kelaparan dan usia tua. Laju mortalitas akan berbeda pada spesies yang sama dengan wilayah yang berbeda tergantung dari kepadatan pemangsaan dan pesaing yang kelimpahannya dipengaruhi oleh kegiatan Penangkapan. Predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L∞. Semakin tinggi nilai K (pertumbuhan cepat) maka mortalitas alami (M) juga semakin tinggi dan begitu pun sebaliknya. Nilai M juga berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Faktor yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L∞) dan laju pertumbuhan. Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat aktivitas penangkapan. Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup (Agus, 2008). 
Mortalitas penangkapan disebabkan kecepatan eksploitasi suatu stok karena kegiatan manusia (penangkapan) selama periode waktu tertentu, dimana semua faktor penyebab kematian berpengaruh terhadap populasi. Sedangkan pengharapan kematian tahunan penyebab alamiah adalah peluang dimana seekor ikan mati oleh proses alamiah selama periode waktu yang diamati. Kematian alami merupakan parameter yang tidak dapat dikontrol dan diamati secara langsung maka yang perlu dikontrol adalah dua besaran yang berhubungan secara langsung dengan mortalitas penangkapan. ikan yang memiliki mortalitas tinggi adalah ikan yang mempunyai siklus hidup pendek, pada populasinya hanya terdapat sedikit variasi umur dan pergantian stok yang berjalan relatif cepat serta mempunyai daya produksi yang lebih tinggi (Anita, 2011). 
Laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan. Suatu stok yang dieksploitasi secara optimum, maka laju mortalitas penagkapannya akan setara dengan laju mortalitas alaminya atau. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan. Laju mortalitas merupakan kecepatan kematian yang dialami ikan
11 
dalam kurun waktu tertentu. Sebab-sebab mortalitas pada suatu populasi antara lain karena kegiatan penangkapan (fishing), pemangsaan (predation), penyakit, dan ketuaan. Mortalitas penangkapan lebih tinggi daripada mortalitas alami, dapat diartikan bahwa kematian akibat penangkapan lebih tinggi daripada kematian pada habitatnya. Tingginya intensitas penangkapan yang tidak terkendali menyebabkan ukuran rata - rata ikan yang tertangkap semakin kecil dan nilai ekonomisnya akan semakin rendah pula (Alan, 2009). 
Tangkap lebih pertumbuhan yaitu tertangkapnya ikan-ikan muda yang akan berpotensi sebagai stok sumberdaya perikanan sebelum mereka mencapai ukuran yang pantas untuk ditangkap sedangkan lebih tangkap rekruitmen yaitu bila jumlah ikan-ikan dewasa di dalam stok terlalu banyak dieksploitasi sehingga reproduksi ikan-ikan muda juga berkurang. Gejala over eksploitasi dapat ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan per upaya penangkapan, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, dan bergesernya fishing ground ke daerah yang lebih jauh dari pantai. Laju eksploitasi menunjukan besarnya tingkat pengusahaan suatu stok perikanan. Nilai laju eksploitasi diperoleh dari perbandingan antara laju mortalitas penangkapan dengan nilai laju mortalitas total. Sedangkan pendugaan stok (Y/R) merupakan salah satu model yang biasa dipergunakan sebagai dasar bagi strategi pengelolaan perikanan di samping model–model stok rekruitmen dan surplus produksi (Anita, 2011). 
Berdasarkan morfologisnya ikan guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina sehingga mortalitas penangkapan ikan guppy jantan lebih banyak dari pada ikan guppy betina. Ikan Guppy jantan mempunyai nilai ekonomis tinggi dikarenakan variasi warna yang dimilikinya menarik serta wujud sirip yang bermacam sehingga permintaan akan ikan guppy jantan tersebut sangat tinggi. Jika secara berkala kegiatan penangkapan dan pengupayaan ikan guppy jantan yang berlebihan berlanjut maka akan mempengaruhi nisbah kelamin dari ikan tersebut diperairan. Pemeliharaan serta proses pemijahan ikan guppy mudah dan tak mempunyai pengaruh pada pergantian temperatur serta kualitar air yang lain. Sekarang ini ada lebih kurang 30 jenis ikan Guppy berdasarkan pola warna serta wujud siripnya, yang sebagian besar adalah komoditi ekspor (Agus, 2008).
12 
3. Pertumbuhan 
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar dikontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan, namun masih ada faktor luar lainnya yang mempengaruhi seperti, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan fotoperiod (panjang hari). Sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan tertentu sebagian besar energinya digunakan untuk pemeliharaan tubuh, aktivitas dan produksi. Hanya sepertiga bagian yang digunakan untuk pertumbuhan (Alan, 2009). 
Pertumbuhan ikan merupakan hasil dari konsumsi, asimilasi makanan oleh tubuh organisme. Seperti hewan yang lain, prosses pertumbuhan ikan tergantung jenis ikan dan kemampuan hidupnya beserta lingkungannya. Ketersediaan makanan yang terbatas kemungkinan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecilnya ukuran tubuh ikan. Tetapi pada ikan ukuran kecil seperti anohovy, gambusid, dan sebagainya. Jumlah populasi juga tergantung adanya predator. Pengukuran panjang ikan dalam penelitiuan biologi, hendaknya mengikuti suatu ketentuan yang umum diggunakan. Panjang ikan dapat diukur dengan mengguakan system metric atau lainnya, tetapi system metric sangat dianjurkan untuk dipakai. Sebagian energI ikan, diakumulasikan untuk pertumbuhan jaringan somatif dan reproduksi. Saat ini banyak ilmuan dalam bidang perikanan yang menggunakan sampel ikan dari populasinya untuk memperkirakan pertumbuhan ikan tersebut. Dalam hal ini, metode utama yang digunakan untuk menghitung atau mengukur panjang rata-rata dan berat rata-rata pada ikan dengan umur yang berbeda (Anita, 2011). 
Perbedaan pertumbuhan jantan dan betina pada ikan guppy dewasa terutama dapat dilihat dari panjang tubuhnya. Panjang total tubuh ikan guppy betina berkisar antara 4–6 cm, sedangkan jantannya lebih kecil sekitar 2.5–3.5 cm. Ikan jantan memang lebih kecil dari ikan betina sebab ikan betina harus mengandung sehingga tubuhnya lebih besar. Ikan jantan relatif lebih langsing dibandingkan dengan ikan betina yang mempunyai bentuk perut yang gendut. Gupi merupakan anggota suku Poecilidae yang berukuran kecil. Jantan dan betina dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan
13 
bentuk tubuhnya, maupun dari warnanya (dimorfisme seksual). Meskipun kecil, ikan guppy termasuk kanibal atau memangsa bangsanya sendiri. Ikan guppy liar warnanya lebih sederhana, meski jantannya tetap berwarna-warni dengan dua buah bintik hitam seperti mata di sisi badan yang satu di bawah sirip punggung dan yang lainnya di atas sirip dubur. Ikan guppy liar betina bertubuh tambun dengan warna kuning kecoklatan dan susunan sisik yang membentuk pola seperti jala dan perut gendut berwarna putih (Alan, 2009) 
2.3 Diferensiasi Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata) 
Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-kadang memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia. Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai aspek termasuk proses- proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad (Lisnawati, 2012). 
Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1:1. Tetapi apabila proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses diferensisasi kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan memperbanyak sel-sel somatik membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem vaskuler pada testis. Perubahan
14 
lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad (Ukhroy, 2008) 
Jenis kelamin suatu individu ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom. Kromosom yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut kromosom seks atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom. Diferensiasi gonad diatur oleh mekanisme genetik melalui sistem endokrin embrio, akan tetapi ada kemungkinan faktor-faktor eksternal dan internal lainnya ikut pula dalam mengatur proses ini. Dalam pertumbuhan suatu spesies fungsi masing-masing organ dipengaruhi oleh umur dan ukuran individu tersebut. Pada awal perkembangan embrio, faktor genetislah yang menentukan arah perkembangan organ kelamin primer yaitu testis atau ovari. Seterusnya gonad yang telah terarahkan akan menghasilkan hormone kelamin dan gamet sesuai dengan kelamin yang ditentukan, kemudian hormon kelamin akan mengatur kelanjutan diferensiasi. Jenis kelamin ikan yang sesuai dengan keinginan dapat diperoleh dengan pemberian hormon steroid, manipulasi kromosom atau kombinasi keduanya (Mardiana, 2009). 
Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid. Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. Jadi yang dipengaruhi pada awalnya adalah diferensiasi kelamin dalam arti kata organ reproduksinya sendiri. Baru diikuti ciri-ciri kelamin eksternal. Perkembangan gonad meliputi dua fase yaitu fase pertumbuhan dan fase pematangan yang dikendalikan oleh sistem endokrin. Pada fase awal pertumbuhan gonad, diferensiasi kelamin belum tuntas sehingga masih bisa diarahkan dengan pemberian hormon steroid. Keberhasilan pembalikan kelamin tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode pemberian hormon yang diterapkan, dosis hormon, lamanya perlakuan, waktu saat dimulainya perlakuan, umur ikan, dan jenis ikan serta suhu air selama perlakuan Q.
15 
Penggunaan hormon steroid pada ikan guppy (Poecilia reticulate) dalam pengarahan kelamin dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian dan suhu. Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan kelamin pada ikan guppy secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada saat ikan baru mulai makan. Masa diferensiasi kelamin pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy tersebut diferensiasi kelamin berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi rendah, harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat bersifat karsinogenik pada ikan tersebut (Ukhroy, 2008). 
2.4 Sex Reversal pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata) 
Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan teknik pengarahan kelamin (sex reversal) dapat dilakukan dengan cara hormonal, kromosonal, atau kombinasi keduanya. Pengarahan kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya laju pertumbuhan, dan tujuan estetik. Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon perangsang sifat-sifat betina. 
1. Suhu 
Proses pengarahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan manipulasi suhu lingkungan. Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi-reaksi kimia dalam tubuh seperti laju metabolisme. Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi daripada betina pada bulan-bulan musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa dikenali dengan adanya modifikasi sirip anal menjadi organ reproduksi (gonopodium) dan bentuk tubuh yang ramping. hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan terbukti meningkat perlahan-lahan dan menjadi lebih cepat pada musim panas. Selain
16 
itu, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah kemampuan sperma Y dalam membuahi telur lebih tinggi daripada yang X, atau kelangsungan hidup ikan jantan lebih tinggi daripada ikan betina. Energi yang tersedia untuk pemeliharaan sel, pertumbuhan, gerak dan reproduksi ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Hubungan antara pakan dan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nafsu makan. Nafsu makan akan bertambah seiring dengan meningkatnya suhu, namun pada kisaran di atas suhu optimumnya nafsu makan akan menurun kembali (Arfah, dkk., 2005). 
Waktu kelahiran anak ikan gapi cenderung semakin singkat dengan meningkatnya suhu pemeliharaan induk. Induk yang dipelihara pada suhu 27°C melahirkan pada hari ke-18 sampai 22, sedangkan suhu 30°C hanya memerlukan 4-12 hari untuk melahirkan anaknya. Dengan meningkatnya suhu, daya kerja enzim penetasan dan senyawa-senyawa kimia lainnya akan terpacu untuk melunakkan khorion. Enzim tersebut dihasilkan oleh kelenjar khusus di dalam tubuh embrio dan bersifat peka terhadap kondisi di luar tubuh terutama suhu. Pembelahan sel telur yang lebih cepat akan mengakibatkan induk lebih cepat melahirkan. Waktu kelahiran dapat juga terjadi secara bertahap apabila perkembangan telur yang tidak seragam dari satu kali pembuahan. (Sudrajat, 2007). 
2. Madu 
Keberhasilan pengarahan kelamin jantan pada ikan gapi diduga terkait dengan kadar kalium dan mineral lainnya yang terdapat dalam madu. Dalam setiap 100 gram madu terkandung 205–1676 ppm Kalium, 49–51 ppm Kalsium, 19–35 ppm Magnesium dan 18 ppm Natrium. Ikan gapi yang merupakan jenis ikan air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya sehingga air cenderung masuk ke tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel. Diduga masuknya madu pada saat perendaman induk ini bersamaan dengan masuknya air secara difusi ke dalam tubuh, kemudian masuk ke peredaran darah dan mencapai organ target (embrio). Tingginya kandungan kalium menyebabkan perubahan kolesterol yang terdapat dalam semua jaringan tubuh anak menjadi pregnenolon. Pregnenolon merupakan sumber dari biosintetis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal, steroid tersebut berpengaruh terhadap pembentukkan testosteron. Hormon testosteron akan mempengaruhi perkembangan dari genital jantan, karakteristik seks sekunder jantan dan spermatogenesis. Proses perendaman yang efektif dilakukan pada saat embrio mencapai
17 
fase bintik mata karena pada saat itu perkembangan otak masih sangat labil sehingga mudah untuk diarahkan. Perlakuan dengan madu dengan dosis 200 ml/kg pakan terhadap besarnya rasio jenis kelamin jantan ikan yang diberikan secara oral mampu memberi pengaruh yang nyata sebesar 93,33% (Soelistyowati, dkk., 2007). 
Gambar 2. Induk ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina 
Gambar 3. Gonad ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina 
Chrysin merupakan salah satu zat yang terdapat dalam madu , yang mana zat ini memiliki fungsi sebagai aromatase inhibitor. Crhysin adalah salah satu jenis dari flavanoid yang diakui sebagai salah satu penghambat kerja dari enzim yang terlibat dalam produksi estrogen sehingga mengakibatkan banyakanya hormone testosteron
18 
yang akan mengarahkan kelamin menjadi jantan. Lama perendaman madu tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan guppy. Kelangsungan hidup pada masing- masing perlakuan diduga karena persaingan dalam mendapatkan makanan. Adapun kematian pada anakan ikan guppy diduga dipengaruhi oleh faktor penanganan dalam pemeliharaan anak guppy, seperti pada saat induk guppy diambil dari akuarium dan terbawa oleh selang penyiponan pada saat pergantian air (Nofita, dkk., 2013) 
Calon induk ikan gapi jantan dan betina dipelihara secara terpisah sampai matang gonad dalam akuarium yang berukuran 60x30x28 cm. Pemberian pakan berupa lawa Chironomus dilakukan dengan frekuensi 3 kali/hari pada pagi, siang dan sore. Penyiponan dilakukan tiap pagi dan sore hari dengan pergantian air 20%o setiap pagi untuk menjaga kualitas air pemeliharaan. Pemijahan dilakukan secara massal dengan perbandingan induk jantan dan betina l:2. Percampuran anatra induk jantan dan betina dilakukan selama 4 hari dan selanjutnya induk jantan dan betina dipisahkan. Ikan-ikan yang menunjukkan gejala tingkat kematangan gonad lanjut ditandai dengan pembesaran pada bagian perut dan warna hitam pada sekitar daerah perutnya. Pada hari ke 12 setelah pembuahan, induk betina direndam madu selama 10 jam dengan dosis madu 60 ml/I. Setelah perendaman, induk dipindahkan ke akuarium berukuran 20x20x20 cm untuk dipelihara sampai terlihat melahirkan anak (Mardiana, 2009). 
3. 17q-Metiltestosteron 
Salah satu jenis hormon steroid ini yaitu 17q-metiltestosteron. Hormon ini merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah diubah. Mekanisme rangsangan pembentukan gonad jantan dengan menggunakan hormon 17s' metiltestosteron (hormon steroid) dimulai dari penyerapan hormon ke dalam tubuh ikan secara difusi dan disekresikan melalui saluran darah. hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang perkembangan sel-sel granulosa dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel granulose akan melepaskan estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk vitellogenin yang akan merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah mencapai tingkat tertentu proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan mengsekresikan Gonadotropin Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal dipacu dengan hormone testosteron tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel kelamin yang ditandai dengan pembentukan sperma (Muslim, 2010).
19 
Gambar 3. Preparat Histologi Gonad ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) 
Diduga bahwa hormon MT ikut memberikan kontribusi terhadap perkembangan embrio ikan gapi sehingga kelahirannya menjadi lebih cepat, sesuai. MT dan androgen umumnya memiliki sifat anabolik yang mampu merangsang pertumbuhan. Hormon androgen bertanggung jawab terhadap penampakan karakter dan fungsi kelamin jantan. Pada ikan gapi kerja honnon androgen yang dihasilkan secara endogenus terhadap penampakan karakter kelamin sekunder terlihat dengan penampakan karakter kelamin sekunder untuk semua perlakuan antara umur 1,5 bulan sampai 2 bulan. Bila ikan gapi tumbuh normal maka bentuk sirip ekor, wama dan pola warna tubuhnya akan tampak jelas setelah ikan berumur dua bulan. Pada ikan hias sering dijumpal kasus rasio yang tidak seimbang antara prosentase keturunan jantan dan betina. Dengan tingkat dosis hormon MT 400 mg/kg pakan dan masa pemberian pakan selama 1 hari, prosentase ikan jantan yang diperoleh hanya sebesar 64%. Perendaman 24 jam menghasilkan 100% jantan. Demikian pula dengan melipatduakan lama waktu perendaman menjadi 48 jam diperoleh persentase jantan yang juga 100%. Ini menunjukkan bahwa pada dosis 2
20 
mg/1, perendaman selama 24 jam dan 48 jam efektif untuk perubahan kelamin dari betina menjadi jantan, sehingga menghasilkan keturunan yang 100 % jantan. Semakin lama waktu perendaman semakin cepat induk melahirkan anaknya. (Zairin, 2002). 
4. Aromatase inhibitor 
Aromatase inhibitor sebagai alternatif merupakan bahan kimia bukan hormon yang bersifat nonsteroid (imidazole) dan telah digunakan untuk terapi penyembuhan dan pengobatan kanker pada manusia serta mudah terurai sehingga tidak mencemari lingkungan perairan. Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam sintesa estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya. Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder. Aromatase inhibitor (fadrozole) telah terbukti dapat menimbulkan efek maskulinisasi dengan meningkatkan persentase jantan pada ikan nila (Oreochromis sp.) mencapai 96% melalui pakan. Pada ikan salmon (Onchorhyncus tsahawytscha) aromatase inhibitor (imidazole) telah menghasilkan jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur. Pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) dengan perendaman telur fase bintik mata dapat memaskulinisasi ikan sampai 82,22% (Zairin, 2002). 
Aromatase inhibitor masuk ke dalam tubuh larva ikan gapi melalui proses difusi karena perbedaan konsentrasi antara media perendaman dengan larva. Seperti halnya hormon aromatase inhibitor diduga masuk secara difusi. Aromatase inhibitor yang masuk ke dalam sel akan langsung berhubungan dengan sisi aktif dari enzim dan mengikatnya sehingga sisi aktif tersebut tidak ditempati oleh substrat alami. Pemberian aromatase inhibitor (imadazole) pada periode waktu 9-13 hari setelah menetas melalui pemberian pakan dengan dosis 500 mg/kg dapat menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 74 %. masa diferensiasi ikan terjadi hingga 30 hari setelah menetas, dan waktu yang paling efektif melalui pemberian pakan karena daya serapnya lebih tinggi dan dapat langsung digunakan untuk diferensiasi kelamin pada organ target yang dibandingkan dengan perendaman larva pada umur yang sama. keberhasilan pengarahan kelamin melalui penghambatan aromatisasi dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, lama perlakuan, dan waktu perlakuan terhadap larva (Sudrajat, 2007).
21 
BAB III 
KESIMPULAN DAN SARAN 
3.1 Kesimpulan 
Ikan gapi (Poecilia reticulata) berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. 
Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. 
Perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm. 
Perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio. 
Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotip terekspresi menjadi seks fenotip. 
Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom. Kromosom yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut kromosom seks atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom 
Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid. Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya
22 
hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. 
Pengarahan kelamin (Sex reversal) bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. 
Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi daripada betina pada bulan-bulan musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa dikenali dengan adanya modifikasi. Hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan terbukti meningkat perlahan-lahan dan menjadi lebih cepat pada musim panas. 
Hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang perkembangan sel-sel granulosa dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel granulose akan melepaskan estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk vitellogenin yang akan merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah mencapai tingkat tertentu proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan mengsekresikan Gonadotropin Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal dipacu dengan hormone testosteron tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel kelamin yang ditandai dengan pembentukan sperma. 
Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam sintesa estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya. Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan. 
3.2 Saran 
Dalam kegiatan pengarahan kelamin (sex reversal) ikan Guppy (Poecilia reticulata) dalam lingkup budidaya sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang bersifat alami seperti madu dan aromatase inhibitor, karena bahan sintetis bersifat karsinogenik dimana pada kelebihan waktu perendaman dapat menyebabkan tekanan pada gonad serta mortalitas ikan dan pada pemberian dosis yang berlebihan menyebabkan stress dan timbulnya penyakit pada ikan.
23 
DAFTAR PUSTAKA 
Agus, H. F. 2008. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan Ovaprim dan Prostaglandin F2 Α (Pgf2 Α) Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Kelulushidupan Larva Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Anita, A. 2012. Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Laborarium Kimia Fisik. Jurusan Kimia Fakultas Mipa. Universitas Diponegoro, Semarang. 
Arfah, S. H., Mariam dan Alimuddin. 2005. Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi dan Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume IV, Nomor 1: 1–4. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Candramila, W dan Junardi. 2012. Komposisi, Keanekaragaman dan Rasio Kelamin Ikan Elasmobranchii Asal Sungai Kakap Kalimantan Barat. Biospecies. Volume I, Nomor 2:41 – 46. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura, Pontianak. 
Fahmi. 2001. Tingkah Laku Reproduksi pada Ikan. Jurnal Oseana.Volume XXVI, Nomor 1: 17 – 24. Lembaga Penelitian Perikanan Indonesia, Jakarta. 
Huwoyon, G. H., Rustidja dan Rudhy, G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon Methyltestosterone pada Larva Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia. Volume XVII, Nomor 2: 49-54. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya, Malang. 
Lisnawati. 2012. Komposisi Lambung dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreohromis niloticus). Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya. Universitas Setia Budi, Jakarta. 
Mardiana, T. Y. 2009. Teknologi Pengarahan Kelamin Ikan Menggunakan Madu. Pena Akuatika Volume I No 1:5-9. Fakultas Perikanan. Universitas Pekalongan, Pekalongan. 
Mulyasih, D., Tarsim dan Munti, S. 2012. Penggunaan Suhu Dan Dosis Propolis Yang Berbeda Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Volume I No 1:7-12. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Lampung, Lampung. 
Muslim. 2010. Peningkatan persentase Ikan guppy (Poecilia reticulata) Jantan dengan Perendaman Induk Bunting Dalam Larutan Hormon 17q-metiltestosteron Dosis 2 mg/l dengan Lama Perendaman Berbeda. Volume II, Nomor 1:61-66. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya, Indralaya. 
Nofita, E. S. 2013. Penggunaan Madu Dalam Optimasi Produksi Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Jantan dengan Perendaman Waktu yang Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta, Padang.
24 
Omar, G.E. 2011. Sistem Reproduksi. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 
Ratna. 2011.Selektivitas Alat Tangkap Berbagi Ikan Domersal. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 
Rohmawati, O. 2010. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias Air Tawar Pada Arifin Fish Farm, Desa Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Sihombing, F, Wayan, F. A dan Dewi, R. K. 2013. Kontribusi Pendapatan Nelayan Ikan Hias Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Volume II, Nomor 4. Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali. 
Soelistyowati, D. T., Martati, E dan Arfah, H. Efektivitas Madu Terhadap Pengarahan Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume VI, Nomor 2: 155–160. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Sudrajat, A. O, Astutik, I dan Arfah, H. 2007. Seks Reversal Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.) Melalui Perendaman Larva Menggunakan Aromatase Inhibitor. Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume VI, Nomor 1: 103–108. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Sulistiono, Mia, R. J dan Yunizar, E. 2001. Reproduksi Ikan Belanak (Mugil Dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume I, Nomor 2:3l-37. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Tjakrawidjaja, A. J. 2006. Dimorfisme Seksual dan Nisbah Kelamin Ikan Arwana (Scleropages Spp.). Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume VI, Nomor 2:4-7. Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Jakarta. 
Ukhroy, N. U. 2008. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia Reticulata. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi ( Poecilia Reticulata Peters ). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Zairin, M. J. R., Yunianti, A., Dewi, dan Sumantadinata. 2002. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk di dalam Larutan Hormon 17α-Metiltestosteron Terhadap Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi, Poecilia Reticulata. Jurnal Akuakultur Indonesia, Volume I, Nomor 1:31-35. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

More Related Content

What's hot

Morfometrik dan Meristik Ikan.pptx
Morfometrik dan Meristik Ikan.pptxMorfometrik dan Meristik Ikan.pptx
Morfometrik dan Meristik Ikan.pptx
BurhanuddinIhsan3
 
Ikhtiologi hormon pada ikan
Ikhtiologi hormon pada ikanIkhtiologi hormon pada ikan
Ikhtiologi hormon pada ikan
muhammad halim
 
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
Yuni Ariyanti Part II
 
osmoregulasi
osmoregulasiosmoregulasi
osmoregulasi
Yoga Amanta
 
Sistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidayaSistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidaya
Shanti Paramita J
 
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
L. Novia Wisudyaningrum
 
Contoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianContoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianZakiyul Mu'min
 
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanBiologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Aji Sanjaya
 
Sampling plankton
Sampling planktonSampling plankton
Sampling plankton
Stella Mustika Puteri
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telur
Deden Reinaldi
 
Budidaya ikan lele
Budidaya ikan leleBudidaya ikan lele
Budidaya ikan leleArief Wibawa
 
Reptil Laut
Reptil LautReptil Laut

What's hot (20)

Morfometrik dan Meristik Ikan.pptx
Morfometrik dan Meristik Ikan.pptxMorfometrik dan Meristik Ikan.pptx
Morfometrik dan Meristik Ikan.pptx
 
Ikhtiologi hormon pada ikan
Ikhtiologi hormon pada ikanIkhtiologi hormon pada ikan
Ikhtiologi hormon pada ikan
 
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan IdentifikasiPengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
 
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
 
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan IkanBiologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
 
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
Zoologi vertebrata Persentasi pisces (ikan)
 
Adaptasi Fisiologis Hewan Air
Adaptasi  Fisiologis Hewan AirAdaptasi  Fisiologis Hewan Air
Adaptasi Fisiologis Hewan Air
 
Kegiatan budidaya perairan
Kegiatan budidaya perairanKegiatan budidaya perairan
Kegiatan budidaya perairan
 
osmoregulasi
osmoregulasiosmoregulasi
osmoregulasi
 
Sistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidayaSistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidaya
 
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
 
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
 
Contoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianContoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitian
 
Peredaran darah ikan
Peredaran darah ikanPeredaran darah ikan
Peredaran darah ikan
 
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanBiologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
 
Sampling plankton
Sampling planktonSampling plankton
Sampling plankton
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telur
 
Budidaya ikan lele
Budidaya ikan leleBudidaya ikan lele
Budidaya ikan lele
 
Pengamatan Chemoreseptor Pada Udang Vaname
Pengamatan Chemoreseptor Pada Udang VanamePengamatan Chemoreseptor Pada Udang Vaname
Pengamatan Chemoreseptor Pada Udang Vaname
 
Reptil Laut
Reptil LautReptil Laut
Reptil Laut
 

Viewers also liked

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
Repository Ipb
 
Sistem reproduksi pada ikan
Sistem reproduksi pada ikanSistem reproduksi pada ikan
Sistem reproduksi pada ikanAsep Warsono
 
Google Search & Youtube
Google Search & YoutubeGoogle Search & Youtube
Google Search & Youtube
Rattanaporn Sarapee
 
Induksi maturasi belut sawah secara hormonal
Induksi maturasi belut sawah secara hormonalInduksi maturasi belut sawah secara hormonal
Induksi maturasi belut sawah secara hormonal
Putra putra
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas air
BBAP takalar
 

Viewers also liked (6)

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata P...
 
Sistem reproduksi pada ikan
Sistem reproduksi pada ikanSistem reproduksi pada ikan
Sistem reproduksi pada ikan
 
Google Search & Youtube
Google Search & YoutubeGoogle Search & Youtube
Google Search & Youtube
 
Induksi maturasi belut sawah secara hormonal
Induksi maturasi belut sawah secara hormonalInduksi maturasi belut sawah secara hormonal
Induksi maturasi belut sawah secara hormonal
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas air
 
Anatomi dan fisiologi ikan nila hitam
Anatomi dan fisiologi ikan nila hitamAnatomi dan fisiologi ikan nila hitam
Anatomi dan fisiologi ikan nila hitam
 

Similar to Rasio Kelamin Ikan Guppy

Budidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalahBudidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalah
Novita Adiningtyas
 
Laporan Dasgen Angga reza s
Laporan Dasgen Angga reza sLaporan Dasgen Angga reza s
Laporan Dasgen Angga reza sAngga Asc
 
MANAJEMEN KELAUTAN.docx
MANAJEMEN KELAUTAN.docxMANAJEMEN KELAUTAN.docx
MANAJEMEN KELAUTAN.docx
MuchsinHaris
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
 
Pembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanPembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanMuharman Taher
 
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat
 
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
MeltaRiniFahmi
 
Jurnal pemijahan
Jurnal pemijahanJurnal pemijahan
Jurnal pemijahan
Septian Muna Barakati
 
ppt marinkultur.pptx
ppt marinkultur.pptxppt marinkultur.pptx
ppt marinkultur.pptx
ASICICILIA
 
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdfUnder the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
marspoint
 
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdfUnder the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
marspoint
 
230637493 budidaya-ikan-badut
230637493 budidaya-ikan-badut230637493 budidaya-ikan-badut
230637493 budidaya-ikan-badut
Galih Purnama
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galah
ZulfikarRaihanMalah
 
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - HaryonoPerdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
Kukangku
 
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.Rahmadani Dani
 
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.pptfdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
RahmadiAziz1
 
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.pptdokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
DeayuDinah
 

Similar to Rasio Kelamin Ikan Guppy (20)

Budidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalahBudidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalah
 
Laporan Dasgen Angga reza s
Laporan Dasgen Angga reza sLaporan Dasgen Angga reza s
Laporan Dasgen Angga reza s
 
MANAJEMEN KELAUTAN.docx
MANAJEMEN KELAUTAN.docxMANAJEMEN KELAUTAN.docx
MANAJEMEN KELAUTAN.docx
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
 
Pembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanPembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macan
 
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
 
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
 
PENGAMATAN PERGERAKAN SIRIP-SIRIP IKAN MAS (Cyprinus carpio)
PENGAMATAN PERGERAKAN SIRIP-SIRIP  IKAN MAS (Cyprinus carpio) PENGAMATAN PERGERAKAN SIRIP-SIRIP  IKAN MAS (Cyprinus carpio)
PENGAMATAN PERGERAKAN SIRIP-SIRIP IKAN MAS (Cyprinus carpio)
 
Jurnal pemijahan
Jurnal pemijahanJurnal pemijahan
Jurnal pemijahan
 
ppt marinkultur.pptx
ppt marinkultur.pptxppt marinkultur.pptx
ppt marinkultur.pptx
 
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdfUnder the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
 
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdfUnder the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
Under the Sea Vocabulary for Pre-K by Slidesgo (7).pdf
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
230637493 budidaya-ikan-badut
230637493 budidaya-ikan-badut230637493 budidaya-ikan-badut
230637493 budidaya-ikan-badut
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galah
 
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - HaryonoPerdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
Perdagangan dan Budaya Memelihara Satwa Non Native - Haryono
 
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
 
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.pptfdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
fdokumen.com_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
 
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.pptdokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
dokumen.tips_presentasi-rproduksi-ikan-baung.ppt
 
Bab 1 ok
Bab 1 okBab 1 ok
Bab 1 ok
 

More from Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat (8)

GERAK REFLEKS PADA SPINAL KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora)
GERAK REFLEKS PADA SPINAL KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) GERAK REFLEKS PADA SPINAL KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora)
GERAK REFLEKS PADA SPINAL KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora)
 
PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) Oleh: Ke...
PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) Oleh: Ke...PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) Oleh: Ke...
PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) Oleh: Ke...
 
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
 
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
 
LAYOUT PETA JAWA BARAT
LAYOUT PETA JAWA BARATLAYOUT PETA JAWA BARAT
LAYOUT PETA JAWA BARAT
 
DIGITASI PETA JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN MapInfo 6.0
DIGITASI PETA JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN MapInfo 6.0DIGITASI PETA JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN MapInfo 6.0
DIGITASI PETA JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN MapInfo 6.0
 
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)  USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
 
Bab i udangku
Bab i udangkuBab i udangku
Bab i udangku
 

Recently uploaded

481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
nadyahermawan
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
athayaahzamaulana1
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
ProfesorCilikGhadi
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
emiliawati098
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
emiliawati098
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 

Recently uploaded (8)

481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 

Rasio Kelamin Ikan Guppy

  • 1. Makalah Ilmiah Biologi Perikanan NISBAH KELAMIN (Sex Ratio) PADA IKAN HIAS GAPI (Poecilia reticulata) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Dosen Penanggung Jawab: Dr. Miswar Budi Mulya, M.S Oleh: Kelompok V/Genap M. Ridho Santoso 120302014 Tiur Natalia Manalu 120302028 Marco Brema Barus 120302064 Putri Permata Sari Sirait 120302066 BIOLOGI PERIKANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias, baik ikan hias air laut maupun air tawar. Ikan hias air laut sekitar 650 spesies, sudah teridentifikasi 480 spesies dan diperdagangkan sekitar 200 spesies. Sedangkan jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditas ikan hias lokal saja tetapi ikan hias air tawar asal impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost (Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), dan Kardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan Indonesia mencapai 1.600 jenis, dimana 750 jenis diantaranya adalah ikan hias air tawar. Iklim Indonesia yang tropis cocok untuk budidaya berbagai jenis ikan hias dan memungkinkan dapat berproduksi sepanjang tahun. Sumberdaya alamnya juga mendukung yaitu lahan masih luas, sumber air melimpah, dan pakan alami juga masih banyak ketersediaannya di alam. Pembudidayaannya tidak terlalu sulit karena didukung oleh iklim Indonesia yang sesuai (Rohmawati, 2010). Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi komoditas perdagangan yang potensial di dalam maupun di luar negeri. Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias. Kelebihan dari usaha ikan hias adalah dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil ataupun skala rumah tangga, selain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat. Keberadaan ikan hias di Indonesia tidak semuanya asli dari Indonesia, sebagian besar adalah ikan yang diimpor kemudian dikembangkan dan hasilnya banyak yang sudah diekspor untuk memenuhi para penggemar ikan hias di luar negeri. Ikan hias merupakan ikan untuk dilihat keindahaan akan warna dan corak yang berbeda dari setiap jenis dan memiliki daya tarik tersendiri, serta ikan untuk pajangan/hiasan (Sihombing, 2013). Berdasarkan data profil perikanan budidaya, perkembangan ekspor ikan hias di Indonesia cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 64,8% per tahun dalam
  • 3. 3 volume. Di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan hias sebesar 15 % dari permintaan dunia yang di dominasi oleh Singapura sebagai pengekspor air tawar, ikan Guppy (Poecillia reticulate) dan neon merupakan spesies yang mendominasi, yaitu sekitar 25% dari pasar dunia dengan nilai hampir 14% dari nilai total. Pengembangan budidaya ikan Guppy di Singapura sudah menjadi industri yang menguntungkan sejak lama sebagaimana dilaporka Pada ikan hias, perbedaan penampilan karena pengaruh sex (sexual dimorphisms) sangat besar. Secara umum, ikan jantan memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik Identifikasi jenis kelamin dilakukan secara morfologi dan histologi. Identifikasi morfologi dilakukan secara langsung dengan mengamati sirip anal, sirip caudal, warna dan bentuk tubuh. Ikan Guppy jantan pada sirip analnya termodifikasi menjadi gonopodium (alat penyalur sperma), sirip ekornya memanjang, bentuk tubuhnya ramping serta warna pada tubuh dan siripnya sudah terbentuk. Sedangkan ikan betina sirip analnya tetap membentuk sirip, sirip ekornya pendek, bentuk tubuhnya besar (gemuk), warna siripnya cerah, sedangkan tubuhnya tidak berwarna (Huwoyon, dkk., 2009). Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak dibudidayakan sebagai komoditas ekspor. Ikan ini digemari karena mudah dipelihara, dan memiliki variasi wama yang indah, terutama jantannya. Penampakan morfologi ikan gapi jantan sangat berbeda dengan betina. Ikan gapi jantan mempunyai wama tubuh yang cemerlang dengan pola wama yang beragam, sedangkan wama tubuh betina umumnya monoton. Wama tubuh, bentuk sirip ekor dan pola warna tubuh ikan gapi terkait dengan jenis kelamin. Adanya perbedaan dalam penampakan tersebut menyebabkan ikan gapi jantan lebih tinggi harganya, sehingga budidaya ikan gapi monoseks jantan sangat diminati oleh para akuakulturi (Zairin, dkk., 2002). Ikan gapi jantan umumnya memiliki bentuk dan corak warna sirip ekor yang lebih menarik dan cemerlang sehingga lebih banyak diminati. Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis ikan gapi (Poecilia reticulata Peters), maka dilakukan upaya untuk menghasilkan individu jantan secara massal. Karena ikan gapi bersifat ovovivipar dan diduga bahwa diferensiasi kelamin terjadi sebelum lahir. Disisi lain juga diharapkan dapat diketahui efek temperatur terhadap rasio kelamin ikan gapi. Pada ikan channel catfish, temperatur pemeliharaan (29 - 30ºC) dapat memberikan efek pada rasio kelamin keturunannya (Arfah, dkk., 2005).
  • 4. 4 Guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang mempunyai nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Variasi warna yang menarik dan corak sirip yang beragam, sehingga guppy banyak diminati dan memiliki nilai penjualan sekitar 25% dari pasar dunia. Berdasarkan morfologisnya, guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina, sehingga permintaan guppy jantan lebih banyak dari pada guppy betina. Produksi guppy kelamin jantan dapat diperoleh dengan cara menggunakan teknologi seks reversal yang melibatkan determinasi dan diferensiasi kelamin. Pada umumnya gonad ikan sangat berhubungan dengan determinasi kelamin dan diferensiasi kelamin dimana perkembangannya dapat diarahkan oleh faktor dalam atau faktor luar. Determinasi kelamin dapat diartikan sebagai variabel dari penentuan seks secara genetik dan proses lingkungan, sedangkan seks diferensiasi diartikan sebagai proses fisiologis yang mengarah pada perkembangan testis dan ovarium dari gonad (Mulyasih, dkk., 2012). Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis ikan hias terutama di kalangan peternak, maka dilakukan upaya untuk menghasilkan individu ikan berkelamin sejenis (jantan/betina) secara massal. Diantara beberapa cara untuk memproduksi ikan berkelamin sejenis adalah dengan teknik alih kelamin (sex reversol). Teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) merupakan salah satu teknik produksi monosex, yang menerapkan rekayasa hormonal untuk merubah karakter seksual betina ke jantan (maskulinisasi) atau dari jantan menjadi betina (feminisasi). Dalam aplikasi sex reversal, maskulinisasi ikan dapat dilakukan dengan pemberian hormon steroid seperti hormon 17c-metiltestosteron, testosteron. Sedangkan estrogen merupakan hormon betina terdapat dalam sejumlah besar pada ikan betina, yang efektif saat ini estradiol 17p, estrion, estriol ethuni estradiol (Mardiana, 2009). 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai pengetahuan awal mengenai aspek reproduksi ikan Gapi/guppy (Poecilia reticulate) terkait nisbah kelamin dan teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) yang umum digunakan untuk mendapatkan ikan berkelamin jantan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
  • 5. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gapi/Guppy (Poecilia reticulata) Menurut Ukhroy (2008), ikan guppy memiliki habitat asli di perairan dangkal, sungai, parit dan danau. Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan dengan perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar dan berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-ciri berwarna cerah dan ekornya mengembang lebar. Adapun klasifikasi ikan guppy adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Osteichthyes Ordo : Cyprinodontoidei Famili : Poecilidae Genus : Poecilia Spesies : Poecilia reticulata Ikan gapi berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Selain hidup di perairan tawar, ikan gapi juga mampu beradaptasi di perairan payau serta pada kisaran suhu antara 25-28oC dengan pH sekitar ± 7,0. Ikan gapi bersifat omnivora dan memiliki panjang tubuh sekitar 5-6 cm. Ikan gapi merupakan ikan yang bersifat ovovivipar yaitu ikan yang bertelur dan melahirkan. Selama di dalam perut induknya, embrio mendapat makanan bukan langsung dari induknya melainkan dari kuning telur. Ikan gapi memiliki gonad yang cepat berkembang yaitu 3 minggu setelah larva lahir gonopodium pada jantan telah berkembang, karena itu ikan gapi dikenal sebagai ikan yang berkembang biak cepat. Dalam satu kali perkawinan, seekor ikan gapi melahirkan secara parsial sampai 3 kali dengan interval waktu 1 bulan. Pada saat fertilisasi, sperma yang masuk dalam tubuh induk betina dapat bertahan hingga 6 bulan, sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat melahirkan walaupun tidak terjadi perkawinan kembali. Ikan gapi dapat menghasilkan anak dengan rata-rata terendah 30- 80 ekor, namun ada juga yang dapat menghasilkan sampai ratusan ekor (Utomo, 2008).
  • 6. 6 Golongan ikan ovovipar melahirkan anak seperti halnya vivipar, namun pekembangan anak di dalam kandungan induk mendapatkan makanan dari persediaan kuning telur yang tersedia non placental. Dalam perkembangan yang demikian anak mendapat keperluan material untuk pertumbuhannya dari induk melalui penyerapan zat- zat yang dikeluarkan oleh uterus. Zat tersebut disebut “Susu uterin“ atau embriotrophe. Spesies ikan ovovivipar jumlahnya jauh lebih banyak dari pada ikan vivipar. Pada embrio ikan Squalus acanthias terdapat dua macam kantung telur yaitu kantung yang di luar tubuh dan kantung didalam tubuh. Kantung kuning telur dalam tubuh sebagai hasil perkembangan batang kantung kuning telur bagian luar yang tumbuh pada bagian dalam. Butir-butir kuning telur dari kantung luar bergerak ke bagian kantung dalam terus ke usus untuk dicerna. Berbeda dengan golongan ikan vivipar dan ovovipar, maka ikan ovipar yang merupakan mayoritas dari ikan yang ada pada waktupemijahan membuahi telurnya di luar tubuh. Telur yang dikeluarkan dari tubuh induk dibuahi oleh ikan jantan dengan berbagai cara. Semua tingkah laku yang dilakukan oleh ikan tersebut pada waktu pemijahan bertujuan agar semua telur yang dikeluarkan dapat dibuahi dengan baik (Omar, 2011). Gambar 1. Ciri morfologis gapi betina dan jantan Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga
  • 7. 7 terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. Perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm (Ukhroy, 2008). 2.2 Rasio Kelamin Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata) Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi perairan yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina (Agus, 2008). Komposisi jantan dan betina dalam populasi merupakan faktor penting untuk kelestarian populasi. Untuk mempertahankan keberlangsungan spesies, perbandingan hewan jantan dan betina diharapkan seimbang. Rasio jantan lebih tinggi dapat mengganggu kelestarian spesies dengan asumsi bahwa peluang jantan untuk melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan akan lebih rendah karena jumlah hewan betina yang terdapat dalam populasi tersebut lebih sedikit. Gangguan pada kelestarian populasi ini kemungkinan dapat lebih buruk jika terjadi penangkapan spesies tertentu saja oleh manusia. Perbedaan jumlah individu hasil tangkapan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain besar kecilnya armada dan tipe alat tangkap, lokasi penangkapan, waktu penangkapan dan perilaku ikan yang ditangkap. Ikan–ikan yang mempunyai kebiasaan menetap di dasar perairan (demersal) memiliki peluang lebih sering tertangkap (Candramila dan Junardi, 2012).
  • 8. 8 Pemijahan Ikan guppy berlangsung secara massal dengan rasio jantan dan betina 1 : 2 dengan padat tebar 15 ekor/ 50 liter. Pemijahan ditandai dengan guppy jantan yang mengejar-ngejar betina dan selalu menanduk-nandukï bagian anus betina serta terkadang menempelkan badannya ke badan betina. Setelah 4 - 7 hari, biasanya anak- anak ikan guppy berenang di permukaan air. Setelah itu, dapat dipisahkan dari induknya. Jumlah anak gapi dari setiap kelahiran berkisar antara 50-200 ekor dengan perbandingan jenis kelamin sekitar 1 : 1. Anak ikan gapi yang lahir dipisah dari induk agar tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan. Selain itu, agar induk tersebut mendapatkan makanan yang cukup sehingga kehamilan keduanya dapat menghasilkan anak dengan jumlah yang maksimal. Anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan. Setelah berumur satu hari, anak ikan diberi makan naupli Artemia atau kutu air yang kecil. dapat pula diberi kuning telur yang sudah direbus dan dihancurkan sebelumnya. (Tjakrawidjaja, 2006). 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sex Ratio/Nisbah Kelamin 1. Tingkah laku Ikan Tingkah laku ikan adalah adaptasi tubuh ikan terhadap pengaruh lingkungan internal dan eksternal. Yang termasuk pengaruh lingkungan eksternal adalah oksigen, cahaya, salinitas dan faktor linkungan lainnya. Yang termasuk faktor internal adalah kematangan goand, pertumbuhan. Manfaat mengetahui tingkah lalu ikan antara lain: meningkatkan efisiensi alat tangkap. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa setiap jenis ikan mempunyai swimming depth (kedalaman renang) yang berbeda-beda. Selain itu membantu dalam manajemen perikanan,dengan mengetahui kapan suatu jenis ikan melakukan pemijahan, kapan ikan tersebut telah dewasa maka pengaturan penangkapan ikan berkelanjutan dengan mudah dapat dilakuan. Dalam manajemen penangapan ikan, suatu daerah penangkapan (fishing ground) dapat dilakukan penutupan jika daerah tersebut merupakan tempat pemijahan (spawning ground), kapan ikan tersebut melakukan pemijahan harus diketahui dengan mengetahui tingkah laku ikan tersebut. Berkaitan dengan mekanisme alat tangkap dan dengan tingkah laku ikan, sering di jumpai berbagai kegagalan dikarenakan kurangnya pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Dengan memahami
  • 9. 9 pengetahuan tentang tingkah laku ikan, diharapkan dapat mengoptimalkan efisiensi suatu alat tangkap (Ratna, 2011). Nisbah kelamin ikan dapat dikatakan tidak seimbang karena perbedaan tingkah laku ikan, dimana ikan betina kurang aktif dalam air dibandingkan dengan ikan jantan pada tingkat kematangan gonad yang sama. Adanya fluktuasi rasio kelamin juga kemungkinan disebabkan karena perbedaan musirn kemarau dan musim hujan. Ada kemungkinan ini karena adanya perilaku menggerombol, yang biasanya dilakukan diantara individu ikan (khususnya ikan pelagis kecil) yang mempunyai ukuran hampir sama, didasari oleh kesamaan jenis tertentu pula. Untuk mempertahankan kelestarian populasi diharapkan perbandingan ikan jantan dan betina berada dalam kondisi seimbang atau sedapat-dapatnya ikan betina lebih banyak (Sulistiono, dkk., 2001). Beberapa jenis ikan karang selalu dijumpai dalam keadaan berkelompok, dan beberapa jenis yang lain selalu dalam pasangan atau menyendiri. Namun sebagian besar jenis ikan karang adalah teritorial. Jenis teritorial umumnya melindungi wilayahnya sebagai daerah tertutup bagi jenis lain untuk kepentingan pasokan makanan, tempat tinggal atau untuk daerah pemijahan dan pembesaran anak. Jenis teritorial akan bertingkah laku agresif terjadap jenis lain yang memasuki wilayahnya. Beberapa jenis memiliki wilayah yang sangat luas atau memisahkan daerah pencarian makan dan daerah untuk tidur (Agus, 2008). Pada ikan guppy akan memodifikasi sirip ekornya (pada ikan jantan) untuk dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama melepaskan sperma dan telur. Ikan gapi bersifat ovovivipar, yaitu pembuahan terjadi di dalam tubuh, embrio disimpan dan terus berkembang dalam tubuh induk, akan dilahirkan sebagai anak setelah kurang lebih 20 hari masa kehamilan. Ikan betina mampu menyimpan sperma dalam tubuhnya sehingga dari satu kali perkawinan dapat melahirkan sampai tiga kali dengan jarak waktu antar kehamilan 7-43 hari, dengan selang waktu antara melahirkan anak dengan pemisahan induk betina dari jantannya berkisar 16-35 hari. Nisbah 1 : 1 cenderung berubah, apabila jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina rendah, atau apabila induk jantan dapat mengeluarkan spermanya beberapa kali, maka perbandingan kelaminnya akan lebih banyak induk betina (Fahmi, 2001).
  • 10. 10 2. Laju Mortalitas Laju mortalitas total dapat digunakan untuk menduga mortalitas penangkapan dan mortalitas alami. Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan, seperti pemangsaan, termasuk kanibalisme, penyakit, stres, pemijahan, kelaparan dan usia tua. Laju mortalitas akan berbeda pada spesies yang sama dengan wilayah yang berbeda tergantung dari kepadatan pemangsaan dan pesaing yang kelimpahannya dipengaruhi oleh kegiatan Penangkapan. Predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L∞. Semakin tinggi nilai K (pertumbuhan cepat) maka mortalitas alami (M) juga semakin tinggi dan begitu pun sebaliknya. Nilai M juga berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Faktor yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L∞) dan laju pertumbuhan. Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat aktivitas penangkapan. Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup (Agus, 2008). Mortalitas penangkapan disebabkan kecepatan eksploitasi suatu stok karena kegiatan manusia (penangkapan) selama periode waktu tertentu, dimana semua faktor penyebab kematian berpengaruh terhadap populasi. Sedangkan pengharapan kematian tahunan penyebab alamiah adalah peluang dimana seekor ikan mati oleh proses alamiah selama periode waktu yang diamati. Kematian alami merupakan parameter yang tidak dapat dikontrol dan diamati secara langsung maka yang perlu dikontrol adalah dua besaran yang berhubungan secara langsung dengan mortalitas penangkapan. ikan yang memiliki mortalitas tinggi adalah ikan yang mempunyai siklus hidup pendek, pada populasinya hanya terdapat sedikit variasi umur dan pergantian stok yang berjalan relatif cepat serta mempunyai daya produksi yang lebih tinggi (Anita, 2011). Laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan. Suatu stok yang dieksploitasi secara optimum, maka laju mortalitas penagkapannya akan setara dengan laju mortalitas alaminya atau. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan. Laju mortalitas merupakan kecepatan kematian yang dialami ikan
  • 11. 11 dalam kurun waktu tertentu. Sebab-sebab mortalitas pada suatu populasi antara lain karena kegiatan penangkapan (fishing), pemangsaan (predation), penyakit, dan ketuaan. Mortalitas penangkapan lebih tinggi daripada mortalitas alami, dapat diartikan bahwa kematian akibat penangkapan lebih tinggi daripada kematian pada habitatnya. Tingginya intensitas penangkapan yang tidak terkendali menyebabkan ukuran rata - rata ikan yang tertangkap semakin kecil dan nilai ekonomisnya akan semakin rendah pula (Alan, 2009). Tangkap lebih pertumbuhan yaitu tertangkapnya ikan-ikan muda yang akan berpotensi sebagai stok sumberdaya perikanan sebelum mereka mencapai ukuran yang pantas untuk ditangkap sedangkan lebih tangkap rekruitmen yaitu bila jumlah ikan-ikan dewasa di dalam stok terlalu banyak dieksploitasi sehingga reproduksi ikan-ikan muda juga berkurang. Gejala over eksploitasi dapat ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan per upaya penangkapan, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, dan bergesernya fishing ground ke daerah yang lebih jauh dari pantai. Laju eksploitasi menunjukan besarnya tingkat pengusahaan suatu stok perikanan. Nilai laju eksploitasi diperoleh dari perbandingan antara laju mortalitas penangkapan dengan nilai laju mortalitas total. Sedangkan pendugaan stok (Y/R) merupakan salah satu model yang biasa dipergunakan sebagai dasar bagi strategi pengelolaan perikanan di samping model–model stok rekruitmen dan surplus produksi (Anita, 2011). Berdasarkan morfologisnya ikan guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina sehingga mortalitas penangkapan ikan guppy jantan lebih banyak dari pada ikan guppy betina. Ikan Guppy jantan mempunyai nilai ekonomis tinggi dikarenakan variasi warna yang dimilikinya menarik serta wujud sirip yang bermacam sehingga permintaan akan ikan guppy jantan tersebut sangat tinggi. Jika secara berkala kegiatan penangkapan dan pengupayaan ikan guppy jantan yang berlebihan berlanjut maka akan mempengaruhi nisbah kelamin dari ikan tersebut diperairan. Pemeliharaan serta proses pemijahan ikan guppy mudah dan tak mempunyai pengaruh pada pergantian temperatur serta kualitar air yang lain. Sekarang ini ada lebih kurang 30 jenis ikan Guppy berdasarkan pola warna serta wujud siripnya, yang sebagian besar adalah komoditi ekspor (Agus, 2008).
  • 12. 12 3. Pertumbuhan Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar dikontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan, namun masih ada faktor luar lainnya yang mempengaruhi seperti, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan fotoperiod (panjang hari). Sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan tertentu sebagian besar energinya digunakan untuk pemeliharaan tubuh, aktivitas dan produksi. Hanya sepertiga bagian yang digunakan untuk pertumbuhan (Alan, 2009). Pertumbuhan ikan merupakan hasil dari konsumsi, asimilasi makanan oleh tubuh organisme. Seperti hewan yang lain, prosses pertumbuhan ikan tergantung jenis ikan dan kemampuan hidupnya beserta lingkungannya. Ketersediaan makanan yang terbatas kemungkinan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecilnya ukuran tubuh ikan. Tetapi pada ikan ukuran kecil seperti anohovy, gambusid, dan sebagainya. Jumlah populasi juga tergantung adanya predator. Pengukuran panjang ikan dalam penelitiuan biologi, hendaknya mengikuti suatu ketentuan yang umum diggunakan. Panjang ikan dapat diukur dengan mengguakan system metric atau lainnya, tetapi system metric sangat dianjurkan untuk dipakai. Sebagian energI ikan, diakumulasikan untuk pertumbuhan jaringan somatif dan reproduksi. Saat ini banyak ilmuan dalam bidang perikanan yang menggunakan sampel ikan dari populasinya untuk memperkirakan pertumbuhan ikan tersebut. Dalam hal ini, metode utama yang digunakan untuk menghitung atau mengukur panjang rata-rata dan berat rata-rata pada ikan dengan umur yang berbeda (Anita, 2011). Perbedaan pertumbuhan jantan dan betina pada ikan guppy dewasa terutama dapat dilihat dari panjang tubuhnya. Panjang total tubuh ikan guppy betina berkisar antara 4–6 cm, sedangkan jantannya lebih kecil sekitar 2.5–3.5 cm. Ikan jantan memang lebih kecil dari ikan betina sebab ikan betina harus mengandung sehingga tubuhnya lebih besar. Ikan jantan relatif lebih langsing dibandingkan dengan ikan betina yang mempunyai bentuk perut yang gendut. Gupi merupakan anggota suku Poecilidae yang berukuran kecil. Jantan dan betina dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan
  • 13. 13 bentuk tubuhnya, maupun dari warnanya (dimorfisme seksual). Meskipun kecil, ikan guppy termasuk kanibal atau memangsa bangsanya sendiri. Ikan guppy liar warnanya lebih sederhana, meski jantannya tetap berwarna-warni dengan dua buah bintik hitam seperti mata di sisi badan yang satu di bawah sirip punggung dan yang lainnya di atas sirip dubur. Ikan guppy liar betina bertubuh tambun dengan warna kuning kecoklatan dan susunan sisik yang membentuk pola seperti jala dan perut gendut berwarna putih (Alan, 2009) 2.3 Diferensiasi Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata) Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-kadang memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia. Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai aspek termasuk proses- proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad (Lisnawati, 2012). Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1:1. Tetapi apabila proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses diferensisasi kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan memperbanyak sel-sel somatik membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem vaskuler pada testis. Perubahan
  • 14. 14 lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad (Ukhroy, 2008) Jenis kelamin suatu individu ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom. Kromosom yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut kromosom seks atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom. Diferensiasi gonad diatur oleh mekanisme genetik melalui sistem endokrin embrio, akan tetapi ada kemungkinan faktor-faktor eksternal dan internal lainnya ikut pula dalam mengatur proses ini. Dalam pertumbuhan suatu spesies fungsi masing-masing organ dipengaruhi oleh umur dan ukuran individu tersebut. Pada awal perkembangan embrio, faktor genetislah yang menentukan arah perkembangan organ kelamin primer yaitu testis atau ovari. Seterusnya gonad yang telah terarahkan akan menghasilkan hormone kelamin dan gamet sesuai dengan kelamin yang ditentukan, kemudian hormon kelamin akan mengatur kelanjutan diferensiasi. Jenis kelamin ikan yang sesuai dengan keinginan dapat diperoleh dengan pemberian hormon steroid, manipulasi kromosom atau kombinasi keduanya (Mardiana, 2009). Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid. Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. Jadi yang dipengaruhi pada awalnya adalah diferensiasi kelamin dalam arti kata organ reproduksinya sendiri. Baru diikuti ciri-ciri kelamin eksternal. Perkembangan gonad meliputi dua fase yaitu fase pertumbuhan dan fase pematangan yang dikendalikan oleh sistem endokrin. Pada fase awal pertumbuhan gonad, diferensiasi kelamin belum tuntas sehingga masih bisa diarahkan dengan pemberian hormon steroid. Keberhasilan pembalikan kelamin tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode pemberian hormon yang diterapkan, dosis hormon, lamanya perlakuan, waktu saat dimulainya perlakuan, umur ikan, dan jenis ikan serta suhu air selama perlakuan Q.
  • 15. 15 Penggunaan hormon steroid pada ikan guppy (Poecilia reticulate) dalam pengarahan kelamin dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian dan suhu. Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan kelamin pada ikan guppy secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada saat ikan baru mulai makan. Masa diferensiasi kelamin pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy tersebut diferensiasi kelamin berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi rendah, harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat bersifat karsinogenik pada ikan tersebut (Ukhroy, 2008). 2.4 Sex Reversal pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata) Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan teknik pengarahan kelamin (sex reversal) dapat dilakukan dengan cara hormonal, kromosonal, atau kombinasi keduanya. Pengarahan kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya laju pertumbuhan, dan tujuan estetik. Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon perangsang sifat-sifat betina. 1. Suhu Proses pengarahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan manipulasi suhu lingkungan. Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi-reaksi kimia dalam tubuh seperti laju metabolisme. Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi daripada betina pada bulan-bulan musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa dikenali dengan adanya modifikasi sirip anal menjadi organ reproduksi (gonopodium) dan bentuk tubuh yang ramping. hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan terbukti meningkat perlahan-lahan dan menjadi lebih cepat pada musim panas. Selain
  • 16. 16 itu, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah kemampuan sperma Y dalam membuahi telur lebih tinggi daripada yang X, atau kelangsungan hidup ikan jantan lebih tinggi daripada ikan betina. Energi yang tersedia untuk pemeliharaan sel, pertumbuhan, gerak dan reproduksi ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Hubungan antara pakan dan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nafsu makan. Nafsu makan akan bertambah seiring dengan meningkatnya suhu, namun pada kisaran di atas suhu optimumnya nafsu makan akan menurun kembali (Arfah, dkk., 2005). Waktu kelahiran anak ikan gapi cenderung semakin singkat dengan meningkatnya suhu pemeliharaan induk. Induk yang dipelihara pada suhu 27°C melahirkan pada hari ke-18 sampai 22, sedangkan suhu 30°C hanya memerlukan 4-12 hari untuk melahirkan anaknya. Dengan meningkatnya suhu, daya kerja enzim penetasan dan senyawa-senyawa kimia lainnya akan terpacu untuk melunakkan khorion. Enzim tersebut dihasilkan oleh kelenjar khusus di dalam tubuh embrio dan bersifat peka terhadap kondisi di luar tubuh terutama suhu. Pembelahan sel telur yang lebih cepat akan mengakibatkan induk lebih cepat melahirkan. Waktu kelahiran dapat juga terjadi secara bertahap apabila perkembangan telur yang tidak seragam dari satu kali pembuahan. (Sudrajat, 2007). 2. Madu Keberhasilan pengarahan kelamin jantan pada ikan gapi diduga terkait dengan kadar kalium dan mineral lainnya yang terdapat dalam madu. Dalam setiap 100 gram madu terkandung 205–1676 ppm Kalium, 49–51 ppm Kalsium, 19–35 ppm Magnesium dan 18 ppm Natrium. Ikan gapi yang merupakan jenis ikan air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya sehingga air cenderung masuk ke tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel. Diduga masuknya madu pada saat perendaman induk ini bersamaan dengan masuknya air secara difusi ke dalam tubuh, kemudian masuk ke peredaran darah dan mencapai organ target (embrio). Tingginya kandungan kalium menyebabkan perubahan kolesterol yang terdapat dalam semua jaringan tubuh anak menjadi pregnenolon. Pregnenolon merupakan sumber dari biosintetis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal, steroid tersebut berpengaruh terhadap pembentukkan testosteron. Hormon testosteron akan mempengaruhi perkembangan dari genital jantan, karakteristik seks sekunder jantan dan spermatogenesis. Proses perendaman yang efektif dilakukan pada saat embrio mencapai
  • 17. 17 fase bintik mata karena pada saat itu perkembangan otak masih sangat labil sehingga mudah untuk diarahkan. Perlakuan dengan madu dengan dosis 200 ml/kg pakan terhadap besarnya rasio jenis kelamin jantan ikan yang diberikan secara oral mampu memberi pengaruh yang nyata sebesar 93,33% (Soelistyowati, dkk., 2007). Gambar 2. Induk ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina Gambar 3. Gonad ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina Chrysin merupakan salah satu zat yang terdapat dalam madu , yang mana zat ini memiliki fungsi sebagai aromatase inhibitor. Crhysin adalah salah satu jenis dari flavanoid yang diakui sebagai salah satu penghambat kerja dari enzim yang terlibat dalam produksi estrogen sehingga mengakibatkan banyakanya hormone testosteron
  • 18. 18 yang akan mengarahkan kelamin menjadi jantan. Lama perendaman madu tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan guppy. Kelangsungan hidup pada masing- masing perlakuan diduga karena persaingan dalam mendapatkan makanan. Adapun kematian pada anakan ikan guppy diduga dipengaruhi oleh faktor penanganan dalam pemeliharaan anak guppy, seperti pada saat induk guppy diambil dari akuarium dan terbawa oleh selang penyiponan pada saat pergantian air (Nofita, dkk., 2013) Calon induk ikan gapi jantan dan betina dipelihara secara terpisah sampai matang gonad dalam akuarium yang berukuran 60x30x28 cm. Pemberian pakan berupa lawa Chironomus dilakukan dengan frekuensi 3 kali/hari pada pagi, siang dan sore. Penyiponan dilakukan tiap pagi dan sore hari dengan pergantian air 20%o setiap pagi untuk menjaga kualitas air pemeliharaan. Pemijahan dilakukan secara massal dengan perbandingan induk jantan dan betina l:2. Percampuran anatra induk jantan dan betina dilakukan selama 4 hari dan selanjutnya induk jantan dan betina dipisahkan. Ikan-ikan yang menunjukkan gejala tingkat kematangan gonad lanjut ditandai dengan pembesaran pada bagian perut dan warna hitam pada sekitar daerah perutnya. Pada hari ke 12 setelah pembuahan, induk betina direndam madu selama 10 jam dengan dosis madu 60 ml/I. Setelah perendaman, induk dipindahkan ke akuarium berukuran 20x20x20 cm untuk dipelihara sampai terlihat melahirkan anak (Mardiana, 2009). 3. 17q-Metiltestosteron Salah satu jenis hormon steroid ini yaitu 17q-metiltestosteron. Hormon ini merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah diubah. Mekanisme rangsangan pembentukan gonad jantan dengan menggunakan hormon 17s' metiltestosteron (hormon steroid) dimulai dari penyerapan hormon ke dalam tubuh ikan secara difusi dan disekresikan melalui saluran darah. hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang perkembangan sel-sel granulosa dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel granulose akan melepaskan estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk vitellogenin yang akan merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah mencapai tingkat tertentu proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan mengsekresikan Gonadotropin Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal dipacu dengan hormone testosteron tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel kelamin yang ditandai dengan pembentukan sperma (Muslim, 2010).
  • 19. 19 Gambar 3. Preparat Histologi Gonad ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Diduga bahwa hormon MT ikut memberikan kontribusi terhadap perkembangan embrio ikan gapi sehingga kelahirannya menjadi lebih cepat, sesuai. MT dan androgen umumnya memiliki sifat anabolik yang mampu merangsang pertumbuhan. Hormon androgen bertanggung jawab terhadap penampakan karakter dan fungsi kelamin jantan. Pada ikan gapi kerja honnon androgen yang dihasilkan secara endogenus terhadap penampakan karakter kelamin sekunder terlihat dengan penampakan karakter kelamin sekunder untuk semua perlakuan antara umur 1,5 bulan sampai 2 bulan. Bila ikan gapi tumbuh normal maka bentuk sirip ekor, wama dan pola warna tubuhnya akan tampak jelas setelah ikan berumur dua bulan. Pada ikan hias sering dijumpal kasus rasio yang tidak seimbang antara prosentase keturunan jantan dan betina. Dengan tingkat dosis hormon MT 400 mg/kg pakan dan masa pemberian pakan selama 1 hari, prosentase ikan jantan yang diperoleh hanya sebesar 64%. Perendaman 24 jam menghasilkan 100% jantan. Demikian pula dengan melipatduakan lama waktu perendaman menjadi 48 jam diperoleh persentase jantan yang juga 100%. Ini menunjukkan bahwa pada dosis 2
  • 20. 20 mg/1, perendaman selama 24 jam dan 48 jam efektif untuk perubahan kelamin dari betina menjadi jantan, sehingga menghasilkan keturunan yang 100 % jantan. Semakin lama waktu perendaman semakin cepat induk melahirkan anaknya. (Zairin, 2002). 4. Aromatase inhibitor Aromatase inhibitor sebagai alternatif merupakan bahan kimia bukan hormon yang bersifat nonsteroid (imidazole) dan telah digunakan untuk terapi penyembuhan dan pengobatan kanker pada manusia serta mudah terurai sehingga tidak mencemari lingkungan perairan. Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam sintesa estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya. Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder. Aromatase inhibitor (fadrozole) telah terbukti dapat menimbulkan efek maskulinisasi dengan meningkatkan persentase jantan pada ikan nila (Oreochromis sp.) mencapai 96% melalui pakan. Pada ikan salmon (Onchorhyncus tsahawytscha) aromatase inhibitor (imidazole) telah menghasilkan jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur. Pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) dengan perendaman telur fase bintik mata dapat memaskulinisasi ikan sampai 82,22% (Zairin, 2002). Aromatase inhibitor masuk ke dalam tubuh larva ikan gapi melalui proses difusi karena perbedaan konsentrasi antara media perendaman dengan larva. Seperti halnya hormon aromatase inhibitor diduga masuk secara difusi. Aromatase inhibitor yang masuk ke dalam sel akan langsung berhubungan dengan sisi aktif dari enzim dan mengikatnya sehingga sisi aktif tersebut tidak ditempati oleh substrat alami. Pemberian aromatase inhibitor (imadazole) pada periode waktu 9-13 hari setelah menetas melalui pemberian pakan dengan dosis 500 mg/kg dapat menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 74 %. masa diferensiasi ikan terjadi hingga 30 hari setelah menetas, dan waktu yang paling efektif melalui pemberian pakan karena daya serapnya lebih tinggi dan dapat langsung digunakan untuk diferensiasi kelamin pada organ target yang dibandingkan dengan perendaman larva pada umur yang sama. keberhasilan pengarahan kelamin melalui penghambatan aromatisasi dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, lama perlakuan, dan waktu perlakuan terhadap larva (Sudrajat, 2007).
  • 21. 21 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Ikan gapi (Poecilia reticulata) berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. Perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm. Perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio. Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom. Kromosom yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut kromosom seks atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid. Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya
  • 22. 22 hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. Pengarahan kelamin (Sex reversal) bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi daripada betina pada bulan-bulan musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa dikenali dengan adanya modifikasi. Hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan terbukti meningkat perlahan-lahan dan menjadi lebih cepat pada musim panas. Hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang perkembangan sel-sel granulosa dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel granulose akan melepaskan estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk vitellogenin yang akan merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah mencapai tingkat tertentu proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan mengsekresikan Gonadotropin Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal dipacu dengan hormone testosteron tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel kelamin yang ditandai dengan pembentukan sperma. Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam sintesa estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya. Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan. 3.2 Saran Dalam kegiatan pengarahan kelamin (sex reversal) ikan Guppy (Poecilia reticulata) dalam lingkup budidaya sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang bersifat alami seperti madu dan aromatase inhibitor, karena bahan sintetis bersifat karsinogenik dimana pada kelebihan waktu perendaman dapat menyebabkan tekanan pada gonad serta mortalitas ikan dan pada pemberian dosis yang berlebihan menyebabkan stress dan timbulnya penyakit pada ikan.
  • 23. 23 DAFTAR PUSTAKA Agus, H. F. 2008. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan Ovaprim dan Prostaglandin F2 Α (Pgf2 Α) Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Kelulushidupan Larva Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anita, A. 2012. Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Laborarium Kimia Fisik. Jurusan Kimia Fakultas Mipa. Universitas Diponegoro, Semarang. Arfah, S. H., Mariam dan Alimuddin. 2005. Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi dan Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume IV, Nomor 1: 1–4. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Candramila, W dan Junardi. 2012. Komposisi, Keanekaragaman dan Rasio Kelamin Ikan Elasmobranchii Asal Sungai Kakap Kalimantan Barat. Biospecies. Volume I, Nomor 2:41 – 46. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura, Pontianak. Fahmi. 2001. Tingkah Laku Reproduksi pada Ikan. Jurnal Oseana.Volume XXVI, Nomor 1: 17 – 24. Lembaga Penelitian Perikanan Indonesia, Jakarta. Huwoyon, G. H., Rustidja dan Rudhy, G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon Methyltestosterone pada Larva Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia. Volume XVII, Nomor 2: 49-54. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya, Malang. Lisnawati. 2012. Komposisi Lambung dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreohromis niloticus). Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya. Universitas Setia Budi, Jakarta. Mardiana, T. Y. 2009. Teknologi Pengarahan Kelamin Ikan Menggunakan Madu. Pena Akuatika Volume I No 1:5-9. Fakultas Perikanan. Universitas Pekalongan, Pekalongan. Mulyasih, D., Tarsim dan Munti, S. 2012. Penggunaan Suhu Dan Dosis Propolis Yang Berbeda Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Volume I No 1:7-12. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Lampung, Lampung. Muslim. 2010. Peningkatan persentase Ikan guppy (Poecilia reticulata) Jantan dengan Perendaman Induk Bunting Dalam Larutan Hormon 17q-metiltestosteron Dosis 2 mg/l dengan Lama Perendaman Berbeda. Volume II, Nomor 1:61-66. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya, Indralaya. Nofita, E. S. 2013. Penggunaan Madu Dalam Optimasi Produksi Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Jantan dengan Perendaman Waktu yang Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta, Padang.
  • 24. 24 Omar, G.E. 2011. Sistem Reproduksi. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Ratna. 2011.Selektivitas Alat Tangkap Berbagi Ikan Domersal. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Rohmawati, O. 2010. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias Air Tawar Pada Arifin Fish Farm, Desa Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sihombing, F, Wayan, F. A dan Dewi, R. K. 2013. Kontribusi Pendapatan Nelayan Ikan Hias Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Volume II, Nomor 4. Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali. Soelistyowati, D. T., Martati, E dan Arfah, H. Efektivitas Madu Terhadap Pengarahan Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume VI, Nomor 2: 155–160. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudrajat, A. O, Astutik, I dan Arfah, H. 2007. Seks Reversal Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.) Melalui Perendaman Larva Menggunakan Aromatase Inhibitor. Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume VI, Nomor 1: 103–108. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sulistiono, Mia, R. J dan Yunizar, E. 2001. Reproduksi Ikan Belanak (Mugil Dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume I, Nomor 2:3l-37. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tjakrawidjaja, A. J. 2006. Dimorfisme Seksual dan Nisbah Kelamin Ikan Arwana (Scleropages Spp.). Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume VI, Nomor 2:4-7. Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Jakarta. Ukhroy, N. U. 2008. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia Reticulata. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi ( Poecilia Reticulata Peters ). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zairin, M. J. R., Yunianti, A., Dewi, dan Sumantadinata. 2002. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk di dalam Larutan Hormon 17α-Metiltestosteron Terhadap Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi, Poecilia Reticulata. Jurnal Akuakultur Indonesia, Volume I, Nomor 1:31-35. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.