Dokumen tersebut membahas tentang ikan badut (Amphiprion ocellaris) yang merupakan salah satu komoditas ikan hias air laut yang populer. Ikan badut telah berhasil dibudidayakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung sejak tahun 2007 melalui teknologi rekayasa ikan yang diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan badut sebagai komoditas budidaya unggulan. Dokumen ini juga membahas tentang taksonomi, mor
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Amphiprion termasuk jenis ikan hias akuarium air laut yang mempunyai
penggemar cukup banyak, salah satu jenis yang sangat umum dikenal dan telah
berhasil ditangkarkan adalah Amphiprion ocellaris. Ada 34 jenis Amphiprion
yang telah teridentifikasi, ditemukan pada perairan dangkal sampai dalam, pada
dasar yang berkarang. Secara umum clown fish mempunyai corak warna dasar
dengan kombinasi : merah – putih, merah – hitam dan hitam – kuning - putih.
Corak warna dan variasi kombinasi warna dijadikan sebagai ciri dalam
identifikasi jenis clown fish. Ikan ini hidup secara bergerombol, habitatnya di
alam selalu berdampingan/bersimbiosis dengan anemon laut, dimana ikan lain
tidak mampu bertahan hidup dalam ruang anemon. Simbiosis spesifik tersebut
membuat ikan hias Amphiprion ini mendapat julukan Anemon fish atau Clown
fish, selain itu juga dikenal dengan nama ikan badut karena penampilan warna
yang cerah serta gerakan lucu/menarik (David, B. 2007).
Permintaan Clown fish saat ini cukup tinggi, baik untuk pemenuhan pasar
dalam negeri dan pengiriman ke luar negeri. Negara tujuan pemasaran seperti :
Australia, Jepang, Jerman dan Prancis. Tingginya permintaan terkait dengan
pemenuhan kebutuhan makanan rohani, dimana manusia tidak hanya memerlukan
makanan untuk jasmani saja. Perkembangan kondisi pasar yang menggiurkan
tersebut, tentu akan memacu para eksportir untuk mengeksploitasi sumber alam
secara tidak terkendali. Apabila tidak segera diimbangi dengan kegiatan
penangkaran, dapat menimbulkan kelangkaan populasi di alam seperti kuda laut.
Saat ini di Indonesia telah dimulai adanya kegiatan penangkaran baik oleh instansi
pemerintah dan juga unit usaha milik swasta. Kegiatan budidaya
khususnya pembenihan akan berlangsung optimal (produksi berkesinambungan)
bila terpenuhi beberapa faktor pendukung seperti : teknologi pembenihan dan
pembesaran Clown fish yang mapan, pengelolaan dan penyediaan pakan dengan
optimal dan penyediaan calon induk atau induk hasil tangkaran yang berkualitas
baik/unggul (Dunn, D. F. 2004).
Secara umum ketersediaan induk berkualitas dari hasil budidaya untuk
dimasa mendatang sangat diperlukan. Kelangsungan budidaya dan persyaratan
perdagangan internasional mewajibkan indukan untuk ikan hias dan biota laut
lainnya dari hasil penangkaran minimal dari G-1 (Generasi-1). Ketatnya
2. persyaratan perdagangan lintas Negara untuk komoditas ornamental fish memaksa
insan dan instansi Pemerintah (UPT dan Lembaga Peneliti Perikanan terkait)
menyediakan Induk - induk unggul hasil penangkaran. Menyikapi kondisi tersebut
maka, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) –
Lampung melakukan kegiatan Perekayasaan Penyedian Calon Induk dan atau
Induk Unggul dari hasil Budidaya (Dunn, D. F. 2004).
Sejak tahun 2007 telah dirintis domestikasi calon induk dan pemijahan
induk alam dari induk generasi-1 (G-1). Untuk mendapatkan induk unggul
dilakukan seleksi dimulai dari benih dengan beberapa kriteria yaitu : Larva yang
dipilih adalah dari induk yang sempurna, tingkat kelangsungan hidup larva yang
tinggi dan tingkat kecacatan terendah. Menurut Tave, 1995 dalam, salah satu
metoda untuk mengeksploitasi faktor genetic (Genotype) yang menguntungkan
adalah selektif breeding, yaitu dengan mengembangbiakkan suatu populasi
dengan cara menyeleksi dan mengawinkan ikan-ikan yang terbaik dengan harapan
dapat memproduksi benih yang menampakkan sifat-sifat unggul
dibandingkan induknya. Selektif breeding dapat dilakukan dengan seleksi
individu, seleksi famili dan seleksi didalam famili, akan tetapi seleksi individu
lebih praktis, murah dan lebih sederhana. Keberhasilan teknologi pemeliharaan
larva dan benih di BBPBL – Lampung diharapkan dapat mendukung tujuan dan
sasaran kegiatan Penyediaan induk Amphiprion ocellarisyang berkualitas dan
unggul (Fautin, D.G. et.,al. 2005).
Salah satu komoditas unggulan ikan hias air laut adalah ikan badut
(Amphiprion ocellaris) yang hidup di perairan terumbu karang dan habitat aslinya
ikan ini bersimbiosis dengan anemon. Ikan badut merupakan salah satu jenis
produk ikan hias air laut yang paling banyak diminati terutama di pasar luar negeri
karena bentuknya yang eksotis dan unik. Peningkatan penjualan ikan ini terbesar
terjadi pada tahun 2004 sebesar 18,5 %, hal ini dikarenakan beredarnya film
kartun Finding Nemo yang bintang utamanya ikan badut. Para eksportir ikan hias
biasanya membeli ikan badut dari para nelayan sehingga penyediaannya masih
bergantung pada penangkapan.Kegiatan penangkapan ikan hias di daerah karang
biasanya menggunakan bahan kimia potassium. Bahan tersebut dapat berdampak
buruk bagi biota lainnya dan apabila terakumulasi maka akan merusak ekosistem
terumbu karang di perairan tersebut(Fautin, D.G. et.,al. 2005).
Kegiatan budidaya merupakan solusi dalam mengurangi kegiatan
penangkapan di alam. Ikan badut telah berhasil dibudidayakan sejak tahun 2007
oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Teknologi
rekayasa ikan ini diharapkan dapat terus berkembang sehingga dapat menjadikan
3. ikan badut sebagai salah satu komoditas budidaya unggulan bagi negara Indonesia
di masa yang akan dating (Suci, A. 2007).
4. TINJAUAN PUSTAKA
1. Klasifikasi Dan Taksonomi
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Perciformes
Famili: Pomacentridae
Genus: Amphiprion
Spesies: A. ocellaris
Taksonomi
lkan badut adalah ikan hias air asin dari subfamili Amphiprioninae.
Terdapat sekitar 28 spesies dikenali, salah satunya berada di genus Premnas,
sementara sisanya di genus Amphiprion. Ikan badut berwarna kuning, jingga,
kemerahan atau kehitaman. Spesies terbesar dapat tumbuh mencapai panjang 18
cm, sementara terkecil hanya mencapai 10 cm. Di jepang, ikan badut di kenal
dengan nama kakure-kumanomi, di Rusia: obyknovennaya rybka-kloun, dan di
Denmark: klovnfisk. (Anonimus 1)
Clown fish (Amphiprion ocellaris) lebih banyak dikenal masyarakat
dengan sebutan ikan badut. Clown fish sebenarnya terdiri dari 29 jenis, 28 jenis
dari genus amphiprion, sedangkan satu jenis merupakan spsies dari genus
promnas yang mempunyai ciri khusus duri preoperkualitas yang dijumpai dibawa
matanya. Secara umum ikan Clown fish berukuran kecil, maksimal dapat
mencapai ukuran 10 – 15 cm. Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi) dan dilengkapi
dengan mulut yang kecil (Fautin, D.G. et.,al. 2007).
2. Morfologi
Clown fish (Amphiprion ocellaris) memiliki ciri warna tubuh hitam, merah,
oranye cerah, ukuran mungil, gerakan lincah dan termasuk ikan jinak. Ada 3 garis
5. putih pada bagian kepala, tengah-tengah badan dan pangkal ekor. Garisputi
dibagian badan mempunyai corak yang berbeda dengan dua garis puti lainnya, sisi
luar garis putih dihiasi siluet hitam, sisik relatif besar dengan sirip dorsal yang
unik. Pola warna pada ikan ini sering dijadikan dasar pada proses identifikasi,
disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Ciri khas yangpaling menarik
dar ikan clown fish adalh badannya yang dihiasi warna-warna cemerlangsesuai
dengan tempat hidupnya, yaitu cabang-cabang karang yaitu anemon laut. Kapsul-
kapsul beracun pada cabang-cabang anemone laut akan membuat ikan yang
menyentunga aka terluka atau mati. Namun Clown fish tidak perna terluka oleh
anemon laut, bahkan Clown fish bersembunyi di balik cabang-cabang
tersebut (Fautin, D.G. et.,al. 2007).
Secara umum ikan Clwn fish (Amphiprion ocellaris) dikenel sebagai
ikan badut berukuran kecil. Maksimal mereka dapat mencapai ukuran 10 – 15
cm. Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi), dan dilengkapi dengan mulut yang
kecil. Sisiknya relatif besar dengan sirip dorsal yang unik. Pola warna pada ikan
ini sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka , disamping bentuk
gigi, kepala dan bentuk tubuh. Variasi warna dapat terjadi pada spesies yang
sama; khususnya berkenaan dengan lokasi sebarannya. Sebagai contoh A
clarkii merupakan spesies yang mempunyai penyebaran paling luas, sehingga
spesies ini mempunyai variasi warna yang paling banyak (tergantung pada tempat
ditemukan) dibandingkan dengan spesies ikan badut lainnya(Mebs, D. 2009).
Clown fish dapat bertahan beberapa saat terhadap sengatan tentakal
sebelum lumpuh dengan cara menggosok-gosokkan badannya secara cepat pada
tentakel ikan clown fis dapat melumuri seluruh tubuhnya dengan lendir anti
sengat tentakel. Dalam waktu satu jam seekor ikan clown fish akan bisa
menyelimuti seluruh tubuhnya dengan lendir anti sengat tersebut. Ikan clown fish
akan segera kehilangan kekebalannya bila dipisahkan dengan anemon selama
beberapa jam. Untuk menjadi kebal kembali perlu beradaptasi dan memerlukan
waktu seperti disebutka diatas. Setiap jenis ikan clown fish memiliki kriteria
dalam memilih anemon (Mebs, D. 2009).
Tentakel anemon dilapisi oleh lendir yang memiliki kandungan tertentu
untuk melindunginya dari sengatan tentakel yang lain atau tersengat oleh tentakel
sendiri. Lendir inilah yang dimanfaatkan oleh ikan clown fish untuk melindungi
badannya dari sengatan tentakel anemon. Simbiosis mutu alisme antara ikan
clown fish (Amphiprion ocellaris) dengan tanaman laut dari golongan radianthus,
karena hanya ikan darai genus amphiprion yang mampu hidup bersama dan saling
menguntungkan sehingga disebut ikan anemonfish (Mebs, D. 2009).
6. Ciri-ciri Fisik
Ikan Amphiprion akindynos dewasa memiliki warna oranye kecoklatan
dengan dua garis belang yang berwarna putih, serta warna hitam yang samar-
samar di seluruh tubuhnya. Garis belang pertama terletak di belakang mata dan
warnanya tidak terlalu jelas. Garis belang yang kedua terletak di bagian bawah
sirip punggung. Ikan ini memiliki ekor yang berwarna putih. Ikan Amphiprion
akindynos remaja biasanya berwarna coklat dengan tiga garis belang berwarna
putih. Sedangkan ikanAmphiprion akindynos yang beranjak dewasa, biasanya
berwarna putih dengan dua garis belang warna putih. Ikan Amphiprion
akindynos memiliki 10 hingga 11 duri punggung dan 2 duri anal. Ikan ini dapat
mencapai panjang maksimum hingga 9 cm (3,5 inci). Ikan Amphiprion
akindynos dewasa dapat mencapai berat rata-rata hingga 27,5 gram.
3. Distribusi Data Produksi
Produksi Ikan Hias Indonesia
Tahun Jumlah (ribu ekor)
7. 2011 945.376
2012 938.472
2013*) 1.036.000
Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya KKP
Ket: *) angka sementara
Tidak ditemukan data distribusi khusus tentang clownfish, tetapi melihat
jumlah produksi ikan hias di Indonesia dan permintaan yang sangat besar kan
clownfish sebagai ikan hias di Indonesia, dapat dipastikan bahwa usaha untuk
membudidayakan clownfish ini sangat menjajikan.
4. Nutrisi
Kebiasaan Makan
Ikan Amphiprion akindynos biasanya memakan ganggang dan
Zooplankton. Copepods dan larva Tunicates adalah salah satu benda yang paling
sering ditemukan ssaat isi perut Amphiprion akindynos dianalisis. Pasangan sikan
jenis Amphiprion akindynos dewasa adalah ikan terbesar dalam hiraki social.
Mereka cenderung berada jauh dari anemone tempat mereka tinggal
untuk mengumpulkan makanan. Hal ini berspekulasi bahwa salah satu alasan
untuk partumbuhan cepat suatu pasangan. Setelah betina mati, jantan lebih
mendominasi waktu mereka dengan cara menghabiskan waktu untuk mencari dan
mengumpulkan makanan dari pada untuk bersaing untuk mencari tempat tinggal.
Anemone laut yang dijadikan tempat tinggal biasanya mengambil manfaat dari
potongan-potongan makanan yang jatuh saat ikan Amphiprion akindynos makan.
Ikan badut merupakan ikan omnivore (pemakan hewan dan tumbuhan),
jadi selain invertebrata kecil (crustacea & parasit yang melekat pada tubuh
anemon), alga juga diketahui memenuhi 20 – 25% kebutuhan nutrisinya.
5. Hama Dan Penyakit
Penyakit yang sering ditemui pada clownfish adalah white spot, karena
ikan adut sangat rentan akan bakteri dan jamur.
8. Clown fish terkena Whitespot
Parasit dapat sangat meningkatkan stres dan mengurangisurvivability
semua ikan. Parasit dan infeksi bakteri dapatmenjadi perhatian utama pada
clownfish. Clownfish dari pembudidayan dikelola dengan baik untuk mencegah
parasit dan umumnya tidak menderita parasit internalseperti beberapa ikan yang
dipanen dari alam liar, yang kita tidak tahu kondisi ikan tersebut di alamnya.
Tingkat mortalitas ikan, terlepas dari apakah mereka dipanen dari alam liar
atau pembudidayaan, akan signifikan jika mereka dibawa ke dalam akuarium
dengan kondisi optimal yang kurang. Kematian adalah sebuah topik yang banyak
orang di dunia akuarium tidak disukai, tapi ini adalah masalah yang perlu
ditangani. Kematian ada dalam semua proses pada ikan tangkapan atau ikan
budidaya. Semua aquarist harus sangat peduli dengan masalah ini dan berusaha
untuk mengurangi kematian ikan dengan cara apapun mereka bisa. Dalam kasus
clownfish, jika pembudidayaan ikan dirawat dengan benar, kami dapat secara
signifikan mengurangi stres dan kematian yang dihasilkan pada setiap langkah
sepanjang jalan. Jumlah hilang dalam menangkap, penanganan, dan proses
aklimatisasi clownfish budidaya jauh lebih sedikit dari mereka yang di panen dari
lam liar. Bila Anda faktor peningkatan kerugian dari clownfish liar yang
dihasilkan dari penyakit, parasit, dan agresi yang dipanen dari alam, clownfish
hasil budidaya pasti memiliki keunggulan berbeda. Sekali lagi, harus ditekankan
bahwa tingkat kematian clownfish terlepas dari apakah mereka dipanen dari alam
liar atau hasil pembudidayan, prosentase kematian akan tetap tinggi jika mereka
dibawa ke dalam akuarium dengan condisi optimal yang buruk. Selain itu, penting
untuk mendapatkan clownfish Anda dari sumber yang memiliki reputasi dan juga
yang dapat menyediakan Anda ikan yang sehat, serta informasi yang anda
butuhkan untuk tetap seperti itu.
9. 6. Proses Budidaya
1. persiapan wadah
Wadah yang digunakan untuk induk adalah aquarium 40 x 40 x 40 cm
yang dilengkapi dengan instalasi air laut dan aerasi serta saluran pembuangan.
Aquarium tersebut ditempatkan di ruangan yang cukup cahaya sinar matahari hal
dimakasudkan untuk menghidari parasir baik untuk induk maupun terhadap telur
yang dihasilkan.
2. Induk yang digunakan
Induk yang digunakan adalah induk alam atau induk dari hasil pemijahan
yang sudah diseleksi baik dari segi Kesehatan, jenis, ukuran, warna maupun
karakter lain yang diminati oleh pasar.
3. Perjodohan
Perjodohan dilakukan untuk mendapatkan pasangan induk yang cocok,
ikan nemo jika merasa tidak cocok dengan pasangannya maka ikan tersebut akan
berantem sampai ada yang mati jika tidak cepat dipisahkan. Perjodohan ikan
nemo tidaklah terlalu sulit cukup memilih induk yang besar (betina) dan induk
yang agak kecil (jantan) masukkan dalam aquarium yang sudah disiapkan,
sebaiknya sirkulasi air dilakukan selama 24 jam agar kondisi kualitas air tetap
terjaga. Setelah perjodohan dilakukan, sebaiknya diamati terus, jika tidak terjadi
kecocokan maka pasangan tersebut harus diganti sampai mendapatkan pasangan
yang cocok.
4. Penanganan iduk
Untuk mempercepat proses pemijahan dan dapat menghasilkan telur yang
berkualitas maka pakan yang diberika harus berkualitas pula dan diberikan
sesering mungkin. Pada tahap awal pemijahan telur yang dihasilkan masih sedikit
dan bahkan terkadang tidak menetas, pada Pemijahan selanjutnya produksinya
akan terus meningkat. Pemijahan terjadi pada siang hari yaitu sekitar pukul 12.00
- 17.00 dimana induk betina perlahan meletakkan dan menata telurnya pada
subsrat dekat anemone lalu dibuahi oleh jantan, hal ini dilakukan berulang kali
sampai proses pemijahan selesai. Telur dijaga dan dibersihkan oleh induknya
namun yang paling dominan adalah jantan. Telur menetas menjadi larva setelah
berumur 6 atau 8 hari dan biasanya telur menetas dimalam hari yaitu sekitar pukul
19.00 - 20.00.
10. 5. Penanganan larva
Dalam pemeliharaan larva sebaiknya wadah yang digunakan minimal
bervolume 1 ton karena semakin kecil volume air maka pluktusi perubahan
kualitas air juga semakin cepat dan sangat berpengaruh terhadap SR dan
pertumbuhan larva. Pada tahap awal pakan yang diberikan adalah rotifer yang
disesuaikan dengan kepadatan larva dan dipertahankan kepadatan rotifernya 5-10
sel/ml air. Selain rotifer pakan alami berupa naupli artemia diberikan
setelah mencapai umur 7 atau sekitar 10 hari dan disesuaikan kemampuan larva
untuk mengkonsumasi naupli artemia tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna larva dari hitam menjadi agak kemerahan dan pada saat itulah
larva dapat mengkonsumsi naupli artemia. Pakan tambahan juga dapat diberikan
berupa pellet setelah umur >10 hari. larva sudah dapat dipindahkan ke wadah
pendederan atau pembesaran setelah 12 hari pemeliharaan.
6. Pembesaran
Pembesaran dapat dilakukan pada aquarium, bak fiber atau kolam, namun
untuk memudahkan penanganan disaat benih baru keluar dari bak larva sebaiknya
dipelihara dalam aquarium dengan system air mengalir. Penanganan diaquarim
memudahkan dalam pengontrolan terhadap penyakit, pemberian pakan, perbaikan
kulitas. Stelah berukuran 2 cm maka sebaiknya dipelihara di wadah yang lebih
luas. Pemberian pakan sebaiknya diberikan sesering mungkin minimal 3 kali
sehari, jenins pakan yang diberikan dapat berupa pellet, artemia, cacing renik,
udang renik ataupun jentik nyamuk.
13. 7. Kendala dan MasalahProses Budidaya
Banyak kendala yang terdapat dalam proses budidaya ikan badut (Clown
Fish) seperti sulitnya mendapatkan media hidup (air laut), selain itu clown fish
sangat rentan terhadap penyakit, dan mudah stress. Hal ini dapat meningkatkan
angka mortalitas dalam budidaya. Selain itu pemeliharaan dan penanganan yang
sulit diakibatkan masalah tersebut.
14. DAFTAR PUSTAKA
Burgess, W. et all., 1990. Atlas of Marine Aquarium Fishes, Second Edition. TFH
Publication. Sidney-Australia
David, B. 2007, Pemuliaan Clownfish, Dari http://enwikipedia org / wiki /
Pembibitan Clownfish. Di akses tanggal 25 Januari 2012.
Dunn, D. F. 2004. Para clownfish anemon
laut: Stichodactylidae (Coelenterata: Actiniaria) dan anemon laut
lainnya simbiosis dengan ikan pomacentrid.Transaksi dari American
Philosophical Society, 71:115.
Emmens, C.W., 1988. Marine Fishes and Invertebrates in Your Own Home. TFH
Publications. Sydney-Australia
Fautin, D.G. et.,al. 2005. Panduan lapangan untuk anemonefishes dan host mereka
anemon laut. Australia, Australia Barat Museum.
Fautin, D.G. et.,al. 2007 Anemon ikan dan anemon laut tuan mereka: panduan untuk
aquarists dan penyelam. Museum Australia Barat.
http://ediraflisansimelue.blogspot.com/2012/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
diakses tanggal 9 Juni 2014
http://m.bisnis.com/industri/read/20140414/99/219472/tahun-ini-budidaya-ikan-hias-
ditarget-14-miliar-ekor di akses tanggal 9 Juni 2014
http://adearisandi.wordpress.com/2012/01/25/ikan-badut-clownfish diakses tanggal 9
Juni 2014
http://abganfish.blogspot.com/2013/01/teknik-budidaya-ikan-hias-nemo-atau.html?m=1
diakses tanggal 9 Juni 2014
http://paj89.blogspot.com/2013/02/ikan-badut-clown-fish.html diakses tanggal 9 Juni
2014
http://hoby-aquarium.blogspot.com/2012/09/perbedaan-clownfishikan-badut-hasil.html
diakses tanggal 9 Juni 2014
Kayu, E. M. 2004. Koleksi ikan terumbu karang untuk akuarium: perdagangan global,
isu-isu konservasi dan strategi manajemen. Konservasi Laut Masyarakat, Inggris.
80pp.
15. Mebs, D. 2009. Kimia biologi hubungan mutualistik anemon laut dengan ikan dan
udang-udangan, Toxicon, DOI: 10,1016 / j.toxicon. 2009.02.027
Nybakken, J. W. dan M. Bertness D.. 2004. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis.
Randall, J. E. et.,al. 2006. Selain anemonefishes yang mengasosiasikan dengan ikan
anemon laut. Terumbu Karang, 21:188-190
Richard, B., Rickajzen, S., Barker, J. 2007. Ocean, Revealing The Secrets of The Deep.
Atlantic Publishing. UK. Pg 210
Wabnitz, C. et.,al. 2003. Dari Samudera ke Aquarium. Cambridge, Inggris, UNEP-
WCMC: 64.
Suci, A. 2007. Pematangan Gonad murah Pemijahan Induk Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis) F-1 Hasil
Seleksi Dalam, Rangka Produksi Induk Unggul,DKP, Ditjenkan, BBPBL-
Lampung.
Ziemann, D. A. 2003. Potensi untuk pemulihan populasi ikan hias laut melalui siaran
pembenihan. Aquarium Ilmu dan Konservasi, 3:107-117.