Proses fosilisasi pada makhluk hidup dapat terjadi ketika organisme mati dan terkubur cepat oleh sedimen, sehingga terhindar dari degradasi. Sedimen akan mengendap dan menekan lapisan di bawahnya hingga membatu. Fosil terbentuk dari sisa-sisa organisme yang terawetkan dalam batuan selama jutaan tahun. Proses ini membutuhkan kondisi anaerobik agar organisme tidak membusuk. Fosil kemudian digunakan unt
1. PROSES FOSILISASI PADA MAHLUK HIDUP
Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur
yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa, di mana bagian sedimen
tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua untuk
menjadi batu. Ketika ada kehidupan yang dia air atau organisme darat yang terbawa dari ke lautan atau rawa itu
mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan akan terawetkan menjadi
fosil. Fosil berasal dari bahasa latin, yakni fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam tanah”. Sementara
pengertian fosil dalam istilah paleontologi adalah sisa-sisa atau jejak-jeak makhluk hidup yang terawetkan dari
organisme di masa lampau yang berupa menjadi batu atau mineral, sehingga menghasilkan dokumen biologis yang
berupa catatan fosil – fossil record (Adamek, 2011; Campbell et al, 2009). Catatan fosil merupakan susunan teratur
di mana fosil mengendap dalam lapisan, atau strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu
geologis. Fossil record memiliki data yang tidak lengkap. Hal ini dikarenakan banyaknya di periode masa lalu namun
tidak diimbangi dengan proses sedimentasi (Futuyma, 2006). Fosil digunakan untuk mencari jejak kehidupan masa
lalu. Fosil ini tidak hanya sisa-sisa organisme yang sebenarnya, seperti gigi, tulang, kerang, dan daun (fosil tubuh),
tetapi juga hasil dari aktivitas mereka, seperti liang dan sidik jari kaki (jejak fosil), dan senyawa organik yang mereka
hasilkan oleh proses biokimia (fosil kimia). Bahkan kadang-kadang, struktur anorganik juga dihasilkan lewat jejak
kehidupan, yang dikenal dengan pseudofossils (Willis&Thomas, 2010).
PENENTUAN UMUR FOSIL
Salah satu penentuan umur fosil adalah dengan menggunakan metode radiometric dating. Metode ini paling sering
dipakai untuk menentukan fosil dengan cara menentukan umur batuan dan fosil pada skala waktu absolut. Fosil
mengandung isotop unsur yang terakumulasi dalam organisme ketika masih hidup. Karena setiap isotop radioaktif
memiliki laju peluruhan yang sudah tetap, isotop itu dapat digunakan untuk menentukan umur suatu spesimen.
Waktu paruh (half-life) suatu isotop, yaitu jumlah rentang waktu yang diperlukan untuk meluruhkan 50% dari sampel
awal. Sebagai contoh karbon-14 memiliki waktu paruh sebesar 5600-5730 tahun, yang merupakan suatu laju
peluruhan yang efektif untuk menentukan umur fosil yang relatif muda. Sebagai contoh ketika suatu organisme
tersebut masih hidup, organisme tersebut mengasimilasi isotop yang berbeda , salah satunya karbon-14. Setelah
organisme tersebut mati maka karbon-14 tersebut tersimpan dan akan meluruh sesuai dengan lama fosil tersebut
(Gambar 1). Sementara untuk isotop yang lebih lama bisa menggunakan uranium-238, yang memiliki waktu paruh
4,5 miliar tahun (Campbell et al, 2009; Erickson, 2000).
2. Gambar 1. Siklus karbon-14. Sinar kosmik menumbuk atmosfer dan
melepaskan neutron yang selanjutnya neutron tersebut akan menumbuk atom nitrogen untuk menghasilkan karbon-14 yang selanjutnya
akan diambil oleh organisme (Erickson, 2000).
MEKANISME FOSILISASI
Untuk memahami proses fosilisasi, maka salah satu ilmu yang mempelajari tentang proses fosilisasi disebut dengan
taphonomy. Ilmu ini memahami mekasnisme perubahan mulai dari kehidupan (life), kematian (death), pengawetan
(preservation), ketahanan (survival), dan penemuan (discovery) dari suatu organisme (Fastovsky&Weishampel,
1996; Nedin, 1998). Dalam studi tentang mekanisme fosilisasi, maka proses tersebut dimulai ketika organisme
tersebut sudah mati dan akan terawetkan melalui sedimentasi (Gambar 2). Adapun tipe-tipe pengawetan fosil adalah
permineralization, recrystallization, replacement, unaltered, bioimmuration dan carbonization (Gambar 3).
Permineralization merupakan tipe pengawetan dimana setelah organisme terekubur, maka bagian tubuhnya akan
digantikan oleh mineral melalui ruang-ruang dalam organisme tersebut. Sementara recrystallization merupakan
pengawetan dimana bagian tubuhnya digantikan oleh kristal seperti hydroxy apatite, aragonite, dan calcite. Tipe yang
lain adalah replacement yang mana bagian dari tubuh organisme digantikan oleh mineral lain. Unaltered merupakan
tipe fosil yang mana bagian dari fosil tersebut masih menyisakan mineral aslinya seperti tulang. Dan bioimmuration
adalah tipe fosil dimana bahan yang akan mengisi bagian organisme tersebut masih tercampur dengan bagian tubuh
organisme tersebut seperti tulang atau cangkang. Dan carbonization banyak ditemukan pada tanaman ketika
tanaman tersebut banyak mengandung unsur karbon seperti karbohidrat dan dalam bentuk fosil berwarna kehitaman
akibat proses penguraian yang dilakukan bakteri kekurangan oksigen dan berada pada tekanan yang tinggi
(Fastovsky& Weishampel, 1996; Stearn et al., 1989; Taylor, 1990).
3. Gambar 2. (a) Suatu perairan mengalami sedimentasi akibat erosi dari sungai. Dan ketika ada organisme yang mati (b) maka akan tersedimentasi dan
membentuk fosil dan selanjutnya sedimentasi masih berlanjut sehingga ketika ada organisme yang mati lagi (c), maka akan tersedimentasi dan terbentuklah
lapisan sedimen dengan berbgai macam jenis fosil yang bebeda umurnya (sumber: www.tutorvista.com).
Gambar 3. Gambar model pengawetan pada fosi(a) Fosil permineralization dari spesies trilobita; (b) Fosilrecrystallization dari
spesies Matmor scleractinian; (c) Fosil replacement dari Coral; (d) Fosil unaltered dari gigi geraham Mammoth; (e) Fosil bioimmuration dari
spesies Catellocaula; (f) Fosil carbonization dari spora Paku Trigonocarpus sp.
SYARAT TERJADINYA FOSILISASI
Untuk menjadi fosil, maka organisme harus mengalami beberapa persyatan antara lain:
1. Organisme yang mati harus segera terkubur agar terhindar dari kerusakan akibat pembusukan atau agen
pelapukan seperti angin atau perubahan suhu (McCarthy&Rubidge, 2005).
2. Organisme yang terkubur dalam keadaan anaerob agar bakteri aerobik tidak bisa membusukkan akibat
kekurangan oksigen seperti daerah rawa-rawa (Allison, 1988).
3. Mengandung bagian-bagian yang keras yang masih bisa dipertahankan (Martin, 1999).
4. TIPE-TIPE FOSIL
1.Fosil Amber
Amber adalah getah pohon atau resin yang telah membatu yang mengandung senyawa terpen yang mudah
menguap, sehingga ketika ada organisme yang terperangkap maka akan terawetkan dengan sempurna menjadi fosil
(Weitschat & Wichard, 2002).
2.Fosil Jejak (Ichnofossils)
Fosil jejak merupakan rekaman dari aktivitas suatu organisme. Fosil jejak merepresentasikan aktivitas yang terjadi
ketika organisme tersebut masih hidup. Fosil jejak dapat berupa tracks (tapak), trail (jejak tubuh), boring (lubang),
burrows (liang), eggshells (cangkang telur), nests (sarang burung), coprolites (fosil kotoran), dan gastroliths (Lockley
& Meyer, 2000; Prothero, 1998).
Proses Pemfosilan atau Fosilisasi beserta penjelasan
TRACE FOSSIL
A. Pengertian Fosil
Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah”. Fosil adalah
semua sisa, jejak, ataupun cetakan dari manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang telah
terawetkan dalam suatu endapan batuan dari masa geologis atau prasejarah yang telah berlalu.
Fosil mahluk hidup terbentuk ketika mahluk hidup pada zaman dahulu (lebih dari 11.000 tahun)
terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur. Endapan
lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling mahluk hidup yang terkubur tersebut.
Dari fosil yang ditemukan, yang paling banyak jumlahnya adalah yang sangat lembut ukurannya
seperti serbuk sari, misalnnya foraminifera, ostracoda dan radiolarian. Sedangkan, hewan yang besar
biasanya hancur bercerai-cerai dan bagian tertentu yang ditemukan sebagai fosil.
5. Bentuk fosil ada dua macam yaitu fosil cetakan dan jejak fosil. Fosil cetakan terjadi jika kerangka
mahluk hidup yang terjebak di endapan lumpur meninggalkan bekas (misalnya tulang) pada endapan
tersebut yang membentuk cetakan. Jika cetakan tersebut berisi lagi dengan endapan lumpur maka akan
terbentuk jejak fosil persis seperti kerangka aslinya.
Berdasarkan ukurannya, jenis fosil dibagi menjadi :
a. Macrofossil (Fosil Besar) , dipelajari tanpa menggunakan alat bantu
b. Microfossil (Fosil Kecil), dipelajari dengan alat bantu mikroskop
c. Nannofossil (Fosil Sangat kecil), dipelajari menggunakan batuan mikroskop khusus (dengan pembesaran hingga
1000x)
Kegunaan Fosil :
Untuk mengidentifikasi unit-unit strartigrafi permukaan bumi, atau untuk mengidentifikasi umur relatif clan posisi relatif
batuan yang mengandung fosil. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan mempelajari fosil indeks. Persyaratan bagi
sutau fosil untuk dapat dikategorikan sebagai fosil indeks adalah : (a). terdapat dalam jumlah yang melimpah dan
mudah diidentifikasi; dan (b). memiliki distribusi horizontal yang luas, tetapi dengan distribusi vertikal yang relatif
pendek (kurang lebih 1 juta tahun).
Menjadi dasar dalam mempelajari paleoekologi dan paleoklimatologi. Struktur dan distribusi fosil diasumsikan dapat
mencerminkan kondisi lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh dan bereproduksi.
Untuk mempelajari paleofloristik, atau kumpulan fosil tumbuhan dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Hal ini dapat
memberikan gambaran mengenai distribusi populasi tumbuhan dan migrasinya, sebagai respon terhadap perubahan
yang terjadi pada lingkungan masa lampau.
Menjadi dasar dalam mempelajari evolusi tumbuhan yaitu dengan cara mempelajari perubahan suksesional tumbuhan
dalam kurun waktu geologi.
Persyaratan terbentuknya fosil:
1. adanya badan air
2. adanya sumber sedimen anorganik dalam bentuk partikel atau senyawa terlarut
3. adanya bahan tumbuhan atau hewan (yang akan menjadi fosil)
B. Proses Pemfosilan atau Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang terakumulasi dalam
sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya
saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
Mengalami pengawetan
Terbebas dari bakteri pembusuk
Terjadi secara alamiah
Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
Kendala pemfosilan yaitu saat organism mati (bangkai) dimakan oleh organism lain atau terjadi
pembusukan oleh bakteri pengurai.
Suatu contoh tempat yang mendukung terjadinya proses fosilisasi adalah delta sungai, dasar danau, atau
danau tapal kuda (oxbow lake) yang terjadi dari putusnya suatu meander.
Bahan -bahan yang berperan dalam fosilisasi, diantaranya :
6. 1. Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika, kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu
masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi keras/membatu
menjadi fosil.
2. Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan cepat tertutup oleh lapisan tanah.
3. Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam bahan
organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon dari
tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.
4. Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan fosilnya sendiri hilang.
5. Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore atau hewan pengerat.
6. Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil.
7. Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi fosil.
8. Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil, merupakan cetakan.
9. Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang berasal dari travertine ataupun
talaktit.
10. Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang berudara kering sehingga bakteri
pembusuk tidak dapat terjadi.
11. Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung lapisan es dapat membeku dengan
segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut.
C. Fosil hidup
Istilah “fosil hidup” adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang menyerupai sebuah
spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup antara lain ikan coelacanth dan pohon
ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat
lainnya atau sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari
kriteria terakhir ini adalah nautilus.
D. Jenis Fosil
1. Organisme itu sendiri (Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri)
Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sendiri yang
terawetkan/tersimpan. Dapat beruba tulangnya, daun-nya, cangkangnya, dan
hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang “keras”.
Dapat juga berupa binatangnya yang secara lengkap (utuh) tersipan. misalnya
Fosil Mammoth yang terawetkan karena es, ataupun serangga yang terjebak
dalam amber (getah tumbuhan).
Petrified wood atau fosil kayu dan juga mammoths yang terbekukan, and juga mungkin anda pernah lihat
dalam filem berupa binatang serangga yang tersimpan dalam amber atau getah tumbuhan. Semua ini biasa saja
berupa asli binatang yang tersimpan.
7. 2. Sisa-sisa aktifitasnya (Trace Fossil)
Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara lain seperti
yang terlihat dibawah ini. Fosil sisa aktifitasnya sering juga disebut dengan Trace
Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat hanyalah sisa-sisa aktifitasnya. Jadi ada
kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan itu sendiri.
Penyimpanan atau pengawetan fosil cangkang ini dapat berupa cetakan.
Namun cetakan tersebut dapat pula berupa cetakan bagian dalam (internal mould)
dicirikan bentuk permukaan yang halus, atau external mould dengan ciri permukaan
yang kasar. Keduanya bukan binatangnya yang tersiman, tetapi hanyalah cetakan
dari binatang atau organisme itu.
Trace fossil adalah suatu struktur berupa track, trall, burrow, tube, borring, yang terawaetkan sebagai fosil
organisme.
Kelebihan trace fossil dengan fosil kerangka :
1. Trace fossil biasanya terawetkan pada lingkungan yang berlawanan dengan pengendapan fosil kerangka misalnya
perairan dangkal dengan energy tinggi, batu pasir laut dangkal dan batu lanau laut.
2. Trace fossil tidak dipengaruhi oleh diagenesa bahkan diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.
E. PROSES YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA FOSIL
1. Histometabasis, Penggantian sebagian tubuh fosil tumbuhan dengan pengisian mineral lain (cth : silika) dimana
fosil tersebut diendapkan
2. Permineralisasi , Histometabasis pada binatang
3. Rekristalisasi, Berubahnya seluruh/sebagian tubuh fosil akibat P & T yang tinggi, sehingga molekul-molekul dari
tubuh fosil (non-kristalin) akan mengikat agregat tubuh fosil itu sendiri menjadi kristalin
4. Replacement/Mineralisasi/Petrifikasi, Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain
5. Dehydrasi/Leaching/Pelarutan
6. Mold/Depression, Fosil berongga dan terisi mineral lempung
7. Trail & Track
Trail : cetakan/jejak-jejak kehidupan binatang purba yang menimbulkan kenampakan yang lebih halus
Track : sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar
Burrow : lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan binatang purba.
Borring : lubang pemboran
Tube : struktur fosil berupa pipa