1. Program pengarusutamaan gender dalam pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas bertujuan untuk memasukkan perspektif gender dalam seluruh tahapan proyek termasuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
2. Evaluasi menunjukkan peningkatan kesadaran dan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan penanggulangan bencana di komunitas.
3. Dokumen ini merangkum pembelajaran dari evaluasi program
A Community Empowerment Program addressed to marginal and disable groups in Indonesia. This is a breakthrough program under the supervision of the Coordinating Ministry for Human Development and Culture, Republic of Indonesia. The Program Peduli (Care) encourages marginal dan disable groups to take their dignity and to make happen a social inclusion for them. The ultimate goal is a good social integration ; No even a person in this country will have any discrimination, intimidation, torture, exclusion, violences, unjust acts, etc because of differences that she/he has in religion, belief, ethnical characteristic, race and physical capabilities. This Program contributes to achieve one pillar of nation's philosophy a Pancasila ; a just and civilized Humanity.
A Community Empowerment Program addressed to marginal and disable groups in Indonesia. This is a breakthrough program under the supervision of the Coordinating Ministry for Human Development and Culture, Republic of Indonesia. The Program Peduli (Care) encourages marginal dan disable groups to take their dignity and to make happen a social inclusion for them. The ultimate goal is a good social integration ; No even a person in this country will have any discrimination, intimidation, torture, exclusion, violences, unjust acts, etc because of differences that she/he has in religion, belief, ethnical characteristic, race and physical capabilities. This Program contributes to achieve one pillar of nation's philosophy a Pancasila ; a just and civilized Humanity.
Studi Pelaksanaan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan oleh TKPKD BantulRusman R. Manik
Bagaimanakah proses pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan oleh TKPKD di
Kabupaten Bantul?
Rincian pertanyaan:
1. Bagaimanakah peningkatan hubungan koordinasi yang dibangun oleh TKPKD Bantul?
2. Bagaimanakah sistem kontrol yang dibangun TKPKD terhadap pelaksanaan program nangkis?
3. Bagaimanakah pendampingan oleh TKPKD terhadap pelaksanaan program nangkis?
Psikologi Sosial: Prasangka dan DiskriminasiIqbal Nugraha
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991).
Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target prasangka.
Studi Pelaksanaan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan oleh TKPKD BantulRusman R. Manik
Bagaimanakah proses pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan oleh TKPKD di
Kabupaten Bantul?
Rincian pertanyaan:
1. Bagaimanakah peningkatan hubungan koordinasi yang dibangun oleh TKPKD Bantul?
2. Bagaimanakah sistem kontrol yang dibangun TKPKD terhadap pelaksanaan program nangkis?
3. Bagaimanakah pendampingan oleh TKPKD terhadap pelaksanaan program nangkis?
Psikologi Sosial: Prasangka dan DiskriminasiIqbal Nugraha
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991).
Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target prasangka.
Tahun 2015 ada banyak hal menarik yang diperoleh YSKK ketika bersama-sama dengan berbagai kelompok masyarakat merancang dan merespon perubahan social agar memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas hidup mereka. Ada 4 (empat) isu utama yang menjadi bidang kerja YSKK, yaitu Kewirausahaan Sosial Berbasis Perempuan, Keterlibatan Perempuan dalam Politik dan Pembangunan Desa, Lembaga PAUD Berbasis Masyarakat dan Sekolah MANTAP (Manajemen Transparan, Akuntabel dan Partisipatif).
Catatan pembelajaran dari proses tersebut kami rangkum dalam Laporan YSKK Tahunan 2015. Laporan ini merupakan salah satu cara untuk merawat setiap pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki menjadi sumber pembelajaran dimasa yang akan datang. Selain itu, sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil, sudah menjadi keharusan untuk secara rutin menyampaikan pertanggungjawaban kinerjanya kepada semua pihak yang telah memberi mandat dan menjadi mitra kerja YSKK.
Presentasi Ninil Jannah Lingkar Association Untuk Consortium Disaster Education Indonesia: Advokasi Sekolah Aman. WS Pembelajaran PLAN Program Sekolah Aman, Yogyakarta, 2014
Presentasi Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana DI Yogyakarta. Dalam diskusi persiapan pembentukan forum PRB-API DKI Jakarta.
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan Gunungapi. Lingkar Association - Yogyakarta, Indonesia.
More from Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar) (20)
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
1. 1
PENGARUSUTAMAAN GERNDER DALAM PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
Oleh
Ninil Miftahul Jannah1
, Yanet Paulina2
, Rahmat Subiyakto4
Perkumpulan Lingkar5
ABSTRAK
Pengarusutamaan gender dalam kerangka Program PRBBK yang dilakukan Perkumpulan Lingkar berarti
memasukkan “perspektif gender” dalam seluruh siklus manajemen proyek, meliputi proses;
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi, menggunakan perangkat-perangkat dan
teknik-teknik pengarusutamaan gender. Keterlibatan aktif perempuan dalam upaya pengelolaan risiko
bencana berbasis komunitas memerlukan kesadaran dari komunitas untuk menyediakan ruang dan
pelayanan kepada perempuan yang harus diikuti dengan upaya peningkatan kemampuan perempuan
dalam menyampaikan pendapat pada berbagai pertemuan komunitas.
Perkumpulan Lingkar menjalankan program pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK)
yang dilaksanakan di 2 desa di kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta dan 2 desa di kabupaten
Cilacap, provinsi Jawa Tengah. Program bertujuan untuk mencapai masyarakat yang lebih aman dan
berbudaya keselamatan melalui upaya peredaman, pengurangan risiko, dan pengelolaan akibat
bencana dengan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mobilisasi sumber daya yang
dimiliki masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, yang terintegrasi ke dalam proses pembangunan
wilayah setempat.
Strategi pengarusutamaan gender diterapkan pada aspek pencapaian partisipasi komunitas dan aspek
manajemen proyek/program. Pada aspek partisipasi; dilaksanakan dengan memastikan kebermaknaan
partisipasi dari kelompok-kelompok gender yang ada dalam teknik-teknik moderasi atau fasilitasi,
kuota perempuan, dan kelompok terpisah. Pada aspek manajemen proyek, pengarusutamaan gender
diwujudkan dengan memastikan perimbangan yang proporsional atas keterlibatan perempuan sebagai
pelaksana proyek, termasuk adanya integrasi kegiatan-kegiatan yang berbasis gender ke dalam
pelaksanaan proyek.
Beberapa dedicated activities juga dilaksanakan, antara lain: 1) kajian kerentanan berbasis gender; 2)
peningkatan kapasitas perempuan berupa pelatihan public speaking dan metode berpikir kritis; dan 3)
evaluasi pengarusutamaan gender guna menilai dan menganalisis capaian proyek perihal keterlibatan,
kesetaraan, dan peran antara perempuan dan laki-laki terkait akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
program.
Makalah ini merupakan sintesis pembelajaran dari hasil evaluasi dampak (post programme) yang
dilakukan Perkumpulan Lingkar terhadap program PRBBK di 4 desa; dan analisis hasil-hasil program
PRBBK baik di program yang sama maupun program PRBBK lain yang relevan.
Evaluasi pada akhir proyek (2010) menunjukkan bahwa perempuan sudah lebih sadar terhadap
posisinya di dalam proses perencanaan pembangunan dan penanggulangan bencana. Bentuk kesadaran
ini nampak pada partisipasi aktif perempuan di setiap kegiatan termasuk dalam hal pengambilan
keputusan, rencana aksi komunitas untuk pengurangan risiko bencana desa yang telah mengapresiasi
peran dan kebutuhan perempuan dalam kondisi darurat. Pada tahun 2013 dilaksanakan evaluasi
1
Direktur Eksekutif Perkumpulan Lingkar, Perempuan, ecologidiot@gmail.com
2
Staf Perkumpulan Lingkar, Perempuan, yanetpaulina@yahoo.com
4
Staf Perkumpulan Lingkar, Laki-laki, atomelir@yahoo.co.uk
5
Perkumpulan Lingkar, LSM yang bergerak di bidang pengelololaan risiko bencana berbasis komunitas
dan pembangunan berkelanjutan, berkantor pusat di Sleman, Yogyakarta. Laman organsisasi
www.lingkar.or.id
2. 2
dampak proyek untuk menilai efektivitas strategi pengarusutamaan gender yang diterapkan
Perkumpulan Lingkar. Pembelajaran dan rekomendasi-rekomendasi evaluasi dampak proyek
dipergunakan untuk mengembangkan strategi pengarusutamaan gender yang lebih relevan bagi
keadilan gender, pengembangan perangkat pengarusutamaan gender dalam PRBBK, maupun bagi daya
dampak proyek PRBBK di kemudian hari.
Kata Kunci: Pengarusutamaan Gender, Perempuan, Partisipasi, Dampak
I. PENDAHULUAN
Peristiwa bencana di berbagai wilayah di dunia
menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang
menjadi korban jauh lebih besar dari pada laki-
laki. Perempuan adalah pihak yang lebih mudah
terkena akibat bencana karena adanya
kerentanan berbasis gender yang dibentuk
secara sosial dan budaya yang berlaku di sebuah
komunitas. Misalnya, tingginya risiko bencana
pada perempuan disebabkan aktivitas
keseharian mereka yang lebih banyak di rumah
yang konstruksinya kurang kokoh, diperparah
dengan kurangnya pengetahuan perempuan
tetang penyelamatan diri saat terjadi bencana.
Perempuan dan laki-laki memiliki peran dan
tanggung jawab yang berbeda-beda dalam
upaya PRB di tingkat komunitas6
. Perbedaan
peran dan tanggung jawab tersebut dipengaruhi
oleh latar belakang sosial budaya yang ada di
komunitas. Meskipun berbagai kerentanan
dilekatkan pada dirinya telah disadari pula
bahwa perempuan memiliki kapasitas yang
tidak dapat dikesampingkan. Persepsi
perempuan yang khas dalam memandang
bencana dan risiko yang dihadapi oleh
masyarakat tempatnya berada serta
pengetahuan dan keterampilan pengelolaan
risiko dari perempuan berpeluang mengisi
kekosongan atas ruang-ruang yang luput dari
perhatian laki-laki. Namun demikian perempuan
juga masih menghadapi berbagai hambatan baik
yang datang dari dirinya maupun dari
lingkungannya berada.
Dalam implementasi program PRBBK yang
dilaksanakan di 4 Desa, yaitu Desa Pengkok,
Kecamatan Patuk dan Desa Sampang,
6 Perempuan merupakan pengelola keuangan, pangan, air
bersih rumah tangga, laki-laki membuat penampungan air
(PAH, sumur) dan pembuatan instalasi air bersih,
penanaman pohon di tebing rawan longsor (hasil kajian
kerentanan dan kapasitas berbasis gender, PRBBK 2010).
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta; Desa
Negarajati, Kecamatan Cimanggu dan Desa
Panulisan Barat, Kecamatan Dayeuhluhur,
Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, salah
satu strategi yang digunakan dalam program
adalah pengarusutamaan gender. Strategi ini
dituangkan melalui dimasukkannya perspektif
gender dalam seluruh siklus manajemen proyek,
integrasi gender dalam berbagai kegiatan,
hingga dedicated activities.
Secara umum dalam program PRBBK di 4 desa
diperoleh informasi bahwa kegiatan-kegiatan
produktif masih dilakukan oleh laki-laki, akses,
dan kontrol dalam keluarga masih didominasi
laki-laki. Namun untuk pengambilan keputusan
dalam perencanaan kegiatan PRBBK maupun
perencanaan pembangunan desa antara laki-laki
dan perempuan memiliki ruang akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama.
Bahkan perempuan menempati posisi strategis
di dalam Forum PRB maupun Tim Aksi
Komunitas. Manfaat yang secara khusus
diterima oleh perempuan adalah meningkatnya
kesadartahuan perempuan tentang kesetaraan
gender dan kegiatan yang secara khusus untuk
meningkatkan penghasilan perempuan pada
Rencana Aksi Komunitas/RAK.
Makalah ini merupakan sintesis pembelajaran
dari hasil evaluasi dampak (post programme)
yang dilakukan Perkumpulan Lingkar terhadap
program PRBBK di Desa Negarajati dan
Panulisan Barat, Kabupaten Cilacap; serta Desa
Pengkok dan Sampang, Kabupaten Gunung
Kidul; dan analisis hasil-hasil program PRBBK
baik di program yang sama maupun program
PRBBK lain yang relevan.
1.1.LATAR BELAKANG
3. 3
Meskipun saat ini seluruh program di
masyarakat baik dari pemerintah maupun
lembaga telah mensyaratkan adanya
keterlibatan perempuan secara aktif dalam
seluruh tahap kegiatan baik di tingkat RT/RW,
dusun hingga desa, namun pada kenyataannya
hal ini hanya dipahami sebatas pada
pemenuhan kuota, belum menyentuh soal
kualitas keterlibatan perempuan. Perempuan di
pedesaan sering merasa malu untuk
berkontribusi pada diskusi publik. Meskipun
mereka tertarik pada hal yang sedang
didiskusikan, ada kalanya mereka menghadapi
kendala untuk berbicara. Hambatan nilai,
norma, dan budaya yang berlaku di
lingkungannya seperti tidak diperkenankannya
perempuan untuk ikut serta mengambil
keputusan dalam pertemuan membuat
perempuan tidak berani mengungkapkan
pendapat, atau apabila hadir di pertemuan
dianggap tidak perlu dimintai atau didengarkan
pendapatnya7
. Perempuan juga tidak dipercaya
untuk mengambil keputusan karena dianggap
impulsif dan kurang rasional. Adanya hambatan-
hambatan tersebut membuat partisipasi
perempuan menjadi sangat rendah.
Dalam aspek akses, kontrol dan manfaat,
kondisi perempuan juga tidak lebih baik. Aset
berharga keluarga seperti tanah, rumah, lahan
pertanian, kendaraan lebih banyak dikuasai
oleh laki-laki/suami. Sementara ruang dapur –
wilayah di mana perempuan paling sering
menghabiskan waktu dalam kesehariannya –
konstruksi bangunannya kurang memperhatikan
soal kenyamanan apalagi keamanan;
pengerjaannya pun umumnya cenderung
sekedarnya dan dilakukan paling akhir dalam
proses pembangunan rumah. Untuk wilayah
yang kekurangan sumber air secara reguler
terutama di musim kemarau seperti Desa
Negarajati dan Panulisan Barat, pemenuhan
kebutuhan air harian masih menjadi problem
tersendiri bagi perempuan karena tanggung
jawab mengambil air umumnya ada di tangan
ibu sementara letak sumber air cukup jauh.
Kondisi ini tentu semakin meningkatkan beban
kerja perempuan.
Di lain pihak, perempuan merupakan anggota
komunitas yang aktif, sangat mudah
7 Budaya Jawa menempatkan kaum perempuan sebagai
pendamping laki-laki dan laki-laki sebagai kepala keluarga
(hasil kajian kerentanan dan kapasitas berbasis gender,
PRBBK 2010)
mengorganisir diri, memiliki kontribusi nyata
dalam upaya pengurangan risiko bencana, dan
sangat kompeten. Berbagai kegiatan yang
dikelola oleh seperti PKK, Dasawisma,
Posyandu, kelompok pengajian, arisan, dan lain
sebagainya, berpeluang menjadi media
penyampaian informasi tentang pengelolaan
risiko bencana yang efektif. Perempuan juga
merupakan responder pertama dan alamiah
dalam menanggulangi ancaman seperti diare
dan krisis pangan. Perempuan sebenarnya
mempunyai relung peran tersendiri dalam
upaya PRB di komunitas yang tidak dimiliki oleh
laki-laki dan biasanya peran-peran tersebut
signifikan8
. Tetapi peran-peran tersebut tidak
dilihat dan kerap kali diabaikan sehingga tidak
diperhitungkan sebagai sebuah potensi/sumber
daya potensial di dalam sebuah komunitas.
Pada konsep PRBBK kondisi kesenjangan gender
ini dapat melemahkan komunitas itu sendiri.
1.2.PENGELOLAAN RISIKO BENCANA
BERBASIS KOMUNITAS
PRBBK merupakan sebuah kerangka kerja yang
dilakukan oleh komunitas untuk mengurangi
risiko bencana dengan mengenali dan
mengelola sumber daya yang dimiliki tanpa
menutup kemungkinan untuk memperoleh akses
sumber daya dari luar dalam rangka
membangun daya tahan komunitas terhadap
bencana. Upaya PRB yang digagas oleh
komunitas sedapat mungkin memberdayakan
dan memperhitungkan seluruh sumberdaya
setempat yang termasuk tetapi tidak terbatas
pada sumber dana, sumber daya alam,
keterampilan, proses-proses ekonomi dan sosial
masyarakat (Lingkar, 2010).
Prakarsa komunitas untuk mengelola risiko
bencana ditujukan bagi seluruh komponen yang
ada di komunitas. Ini berarti sejak dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi harus memasukkan dan
memperhitungkan kepentingan dan
pertimbangan dari berbagai pihak termasuk
perempuan dan kelompok rentan lainnya yang
ada di komunitas.
8 Perempuan adalah kader kesehatan desa dan memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang obat-obatan
tradisional, P3K, dan gizi, pengelola apotik hidup dan
empon-empon, memiliki pertemuan/kelompok lebih banyak
dari pada laki-laki.
4. 4
Berikut ini adalah beberapa pengertian PRBBK:
“Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis
Komunitas = (disingkat PRBBK) pendekatan
yang mendorong komunitas akar rumput dalam
mengelola risiko bencana di tingkat lokal.
Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya
yang meliputi melakukan interpretasi sendiri
atas ancaman dan risiko bencana yang
dihadapinya, melakukan prioritas penanganan/
pengurangan risiko bencana yang dihadapinya,
mengurangi serta memantau dan mengevaluasi
kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan
bencana”, Buku Panduan PRBBK (2011).
“Suatu kerangka kerja pengembangan
komunitas yang diselenggarakan oleh
komunitas itu sendiri dengan mengembangkan
kemampuan untuk mengenali dan mengelola
ancaman, mengurangi kerentanan, mengelola
sumber-sumber daya secara sistematis dan
terpadu dalam upaya pembangunan yang
berkelanjutan tanpa menciptakan
ketergantungan untuk menurunkan risiko
bencana, sehingga masyarakat aman dan
memiliki ketahanan terhadap bencana”,
Perkumpulan Lingkar (2009).
Dalam upaya mewujudkan komunitas yang
memiliki ketahanan/ketangguhan terhadap
bencana, ada serangkaian kegiatan yang
tercakup dalam program PRBBK dimana pada
proses pelaksanaannya tidak hanya melibatkan
laki-laki namun juga perempuan. Kegiatan
tersebut antara lain adalah: 1) Riset Aksi
Partisipatoris Kajian Ancaman, Kerentanan, dan
Kapasitas; 2) Kajian Manajemen Risiko dan
Kajian Building Code; 3) Pengarusutamaan PRB
dalam Pembangunan Desa; 4) Perencanaan Aksi
PRB; 5) Aksi Komunitas; 6) Inisiasi Organisasi
PRB Tingkat Desa; 7) Kampanye PRB; dan 8)
Pelembagaan PRB.
Upaya komunitas untuk menurunkan kerentanan
komunitas dilakukan melalui kegiatan
menemukenali ancaman, kerentanan,
kapasitas, risiko, potensi dan masalah di
masing-masing desa. Upaya lainnya misalnya
adalah upaya peredaman risiko dengan cara
rehabilitasi lahan rawan longsor di desa
Negarajati, pembangunan gorong-gorong di
desa Panulisan Barat, penyediaan instalasi air
bersih/sumur di desa Pengkok dan Sampang.
Sedangkan upaya meningkatkan kapasitas
adalah melalui pengintegrasian PRB dalam
RPJMDes, penyusunan roadmap Desa Tangguh,
penyusunan dokumen-dokumen utama desa
seperti dokumen Rencana Penanggulangan
Bencana (RPB), dokumen Rencana Aksi
Komunitas (RAK) PRB, dan dokumen Rencana
Kontijensi di masing-masing desa, pembuatan
dokumen building code, penyediaan jalur
evakuasi, penyediaan sarana instalasi air untuk
kekeringan, pengadaan alat peringatan dini,
penyediaan alat-alat tanggap darurat,
penyediaan dana kesiapsiagaan, pembuatan
posko pemantauan ancaman, radio komunitas,
pengolahan sumber daya alam, dan adanya
Forum PRB Desa.
1.3.DAMPAK PRBBK
Dalam pelaksanaan program PRBBK ada
beberapa strategi yang digunakan untuk
memastikan keberhasilan program. Strategi-
strategi tersebut adalah: Pengarusutamaan
Gender (PUG); Peningkatan Kapasitas;
Penghidupan Berkelanjutan; Pembangunan
Berkelanjutan; Pengkajian Risiko Bencana
secara Partisipatif; Integrasi PRB dalam
Perencanaan Pembangunan; Keberlanjutan
Program dan Pelembagaan. Karakteristik umum
Desa Tangguh9
adalah dengan praktik-praktik
PRBBK yang dipadukan pada pembangunan
desa, hal tersebut dijabarkan dengan: 1)
Adanya proses menemukenali wilayah desa
(risiko, masalah, dan potensi) secara
partisipatif; 2) Komunitas adalah pelaku utama
dalam pengelolaan risiko bencana di
wilayahnya, adanya proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk
mengelola risiko dengan pendekatan dari-oleh-
untuk komunitas; 3) Adanya mobilisasi sumber
daya komunitas untuk mendukung praktik-
praktik PRB, seperti adanya Forum PRB, alokasi
dana desa, keswadayaan dalam bentuk tenaga,
9 Program pengembangan Desa Tangguh yang dilaksanakan
Perkumpulan Lingkar bertujuan “Masyarakat yang lebih
aman dan berbudaya keselamatan melalui praktik PRB
berbasis komunitas (PRBBK) dan mengintegrasikannya ke
dalam proses pembangunan wilayah setempat”, dengan
indikator keberhasilan yaitu adanya praktik dan
pelembagaan PRBBK oleh kelompok-kelompok
masyarakat yang telah dipadukan ke dalam perencanaan
pembangunan desa, dengan demikian kapasitas masyarakat
telah meningkat dan secara tidak langsung telah dapat
menurunkan tingkat risiko bencana. Program
pengembangan Desa Tangguh merupakan program
peletakan fondasi bagi kerangka kerja Pengurangan Risiko
Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) untuk menuju Desa
Tangguh.
5. 5
waktu, dan materi; 4) Adanya pemaduan
prakarsa PRB ke dalam perencanaan
pembangunan desa dan kebijakan-kebijakan
sektoral dengan pola intervensi multidisiplin,
lintas sektor, dan lintas ancaman; 5) Adanya
media saling berbagi pengetahuan dari
masyarakat pada pihak luar dan antar
masyarakat, maupun pihak luar pada
masyarakat.
Pada awal tahun 2013, Perkumpulan Lingkar
melaksanakan evaluasi dampak program PRBBK
di 4 desa di provinsi Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta. Proses penggalian data dilakukan
baik kepada warga penerima manfaat langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil
evaluasi dampak pelaksanaan program PRBBK
diperoleh informasi sebagai berikut:
1.3.1. Dampak & Relevansi
Dampak yang dirasakan dari program PRBBK
oleh masyarakat di 4 desa berupa peningkatan
pengetahuan dalam hal kebencanaan,
pertanian, tata pemerintahan, dan
perencanaan pembangunan. Dari sisi
keterampilan, masyarakat telah melakukan
latihan PPGD, cara penyelamatan diri dari
ancaman longsor dan banjir sehingga dirasakan
bisa menurunkan risiko terkena bencana. Hal ini
didukung pula dengan pengembangan sistem
peringatan dini, jalur evakuasi, dan
pelaksanaan simulasi.
Selain keterampilan dalam bidang
kebencanaan, ada pula keterampilan tentang
pengolahan makanan kecil dan bidang pertanian
yaitu pembuatan pupuk organik. Dampak yang
dirasakan dari penggunaan pupuk organik
buatan sendiri adalah adanya penurunan biaya
produksi pertanian di 2 desa walaupun memang
belum semua warga menerapkannya. Petani di
1 desa merasa terbantu dengan adanya program
kredit pupuk yang dikelola oleh FPRB. Untuk
olahan makanan kecil kebanyakan tidak
berlanjut karena menemui kendala dalam hal
pemasaran produk, walaupun sebenarnya
diawal telah dirasakan keuntungan dari
mengelola makanan kecil tersebut.
Program-program yang ada di tingkat desa telah
memasukkan dan memprioritaskan usulan dari
kelompok perempuan. Dengan banyaknya
kajian, pertemuan-pertemuan, dan pelatihan
yang diikuti oleh perempuan selama PRBBK,
kepercayaan diri perempuan lebih meningkat;
selanjutnya perempuan semakin sering ikut
dalam pertemuan-pertemuan desa dan ada
peningkatan keterlibatan perempuan dari aspek
luasan dan kedalaman pemahaman masalah di
dalam proses-proses pengambilan keputusan. Di
samping itu, sudah ada representasi perempuan
di dalam struktur kepengurusan Forum PRB dan
Tim Aksi desa.
Komunikasi antar warga semakin meningkat
terutama setelah ada sistem peringatan dini,
radio komunitas dan HT, juga karena
pertemuan-pertemuan dalam proyek PRBBK.
Lebih luas lagi berkembangnya jaringan
komunikasi dengan pihak luar seperti BPBD,
SKPD, PMI daerah dimana masih terus berjalan.
Namun sayangnya belum ada jejaring dengan
pihak swasta.
Sementara dalam bidang pemerintahan desa
dirasakan pelayanan umum di desa semakin
tertata dengan adanya peningkatan kapasitas
perangkat desa seperti komputer, tupoksi, dan
keterampilan dalam perencanaan pembangunan
desa.
Kegiatan lain yaitu pembangunan fisik berupa
instalasi air bersih, sumur, talud, embung, DAM
masih dirasakan manfaatnya sampai saat ini
dimana sebelumnya di desa belum ada dan
sangat dibutuhkan oleh warga. Di salah satu
desa telah berkembang untuk penerima
manfaat dari adanya instalasi air bersih yang
dikelola oleh warga penerima manfaat.
Program PRBKK bertujuan untuk masyarakat
aman dan berbudaya keselamatan dan program
dirasa bisa mengurangi kerentanan masyarakat
terkait ancaman yang dihadapinya. Hal ini
terutama dirasakan dengan adanya peningkatan
pengetahuan masyarakat, peningkatan
keterampilan, dan sikap yang dibuktikan dari
temuan-temuan diatas.
1.3.2. Keberlanjutan
Kegiatan pemantauan ancaman dan
pemantauan daerah rawan longsor secara
berkala masih terus dilaksanakan oleh warga
dan FPRB/Tim Aksi. Pemantauan ini dirasa
bermanfaat oleh warga mengingat frekuensi
hujan berdurasi lebih dari 3 jam makin
meningkat beberapa waktu belakangan ini.
6. 6
Kegiatan pertemuan-pertemuan,
penyebarluasan informasi PRB oleh FPRB dan
Tim Aksi masih terus berlangsung di 3 desa
untuk menyelesaikan rencana aksi komunitas.
Kelompok PKK merupakan kelompok yang paling
aktif melakukan sosialisasi PRB di tingkat dusun
maupun desa. Pada kegiatan bidang lain,
kegiatan-kegiatan kelompok masih ada yang
berjalan seperti kegiatan pertanian organik,
simpan pinjam/koperasi, dan usaha pembibitan
karena hasilnya sudah mulai dinikmati oleh
warga.
Keberlanjutan juga karena adanya dukungan
program dari pihak lain yang masuk di desa
pasca program PRBBK. Adanya program dari
SKPD dan BPBD yang masuk ke desa baik dalam
kegiatan pertanian, perekonomian dan juga
tanggap darurat yang dirasakan sesuai dengan
rencana aksi dan penanggulangan bencana di
desa.
1.3.3. Pembelajaran
Pengalaman yang paling jelas adalah “Yang
dulunya tidak terpikir sekarang jadi terpikir”
seperti ancaman, kerentanan, kapasitas yang
ada disekitar lingkungan warga sendiri. Dalam
segi pengetahuan, masyarakat saat ini sudah
mengetahui apa yang harus dilakukan ketika
ada ancaman. Misalnya kalau ada longsor,
banjir dan angin puting beliung, bisa lihat
tanda-tandanya lalu lari, berlindung.
Dalam segi praktik diperoleh pembelajaran
antara lain:
Adanya kerjasama warga lebih erat dan
terjadi bagi tukar pengetahuan antar warga
dan dari pihak luar.
Pemikiran dari perempuan dan laki-laki
sama-sama diperlukan untuk mendukung
keberhasilan program.
Perlu SDM warga yang mampu dan mau
belajar.
Dari evaluasi dampak, telah diperoleh data
bahwa pelaksanaan program PRBBK telah
berdampak pada pengurangan risiko
masyarakat, yang dicapai baik melalui
peningkatan struktural maupun nonstruktural
desa. Dalam bidang struktural, sarana seperti
gorong-gorong atau saluran air misalnya telah
dapat mengurangi risiko bencana banjir yang
dihadapi oleh masyarakat di desa Panulisan
Barat, sementara embung dan instalasi air
bersih telah dapat mengurangi risiko bencana
kekeringan dan diare di desa Pengkok. Dalam
bidang nonstruktural, kesiapsiagaan masyarakat
di desa Negarajati dalam menghadapi kejadian
longsor telah jauh meningkat dengan adanya
simulasi penyelamatan diri dan evakuasi.
Pelatihan pembuatan pupuk organik sudah
dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan
petani meskipun belum cukup signifikan dan
dampaknya baru dirasakan oleh beberapa
petani yang secara kontinu mempraktikkan hal
ini. Selain itu, telah terbuka kerjasama dan
koordinasi antara desa dengan pihak luar.
II. EFEKTIFITAS STRATEGI
PENGARUSUTAMAAN GENDER
2.1.Strategi PUG dalam PRBBK
Salah satu strategi yang digunakan dalam
program PRBBK adalah pengarusutamaan
gender. Melalui strategi ini diharapkan bahwa
keterlibatan perempuan dalam upaya
pengurangan risiko bencana tidak hanya
dipandang sebagai pelengkap semata tetapi
sudah dapat menurunkan risiko perempuan yang
termasuk kelompok rentan. Kepentingan
lainnya adalah untuk meng-highlight kebutuhan
khusus perempuan dan kelompok rentan
lainnya, baik pada masa tidak ada bencana
maupun masa tanggap darurat, dan
mengemukakan peran strategis perempuan baik
di tingkat komunitas terkecil yaitu keluarga
hingga desa. Adapun keuntungan yang diperoleh
atas pelibatan perempuan di dalam proses
kegiatan program, misalnya kajian, yaitu
meningkatnya akurasi hasil-hasil kajian. Sebagai
contoh, dalam pembuatan peta desa, sketsa
yang dihasilkan oleh kelompok perempuan jauh
lebih terperinci dan akurat dibandingkan
dengan hasil sketsa kelompok laki-laki.
Keakuratan tersebut karena perempuan
memang lebih memerhatikan dan mengingat
detail-detail ketimbang laki-laki. Keuntungan
lainnya yaitu perempuan dapat mengidentifikasi
kebutuhan kelompok rentan lain yang ada di
komunitas karena pemahaman perempuan yang
lebih baik terhadap kebutuhan kelompok
tersebut.
Prasyarat utama pengarusutamaan gender
dalam PRBBK adalah adanya kesadaran dari
komunitas untuk menyediakan ruang dan
pelayanan kepada perempuan. Tanpa kesadaran
7. 7
ini, niscaya upaya pengurangan risiko bencana
yang digagas kurang berdampak bagi
masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan
PRBBK, strategi pengarusutamaan gender
dilakukan melalui:
1. Partisipasi Komunitas
Perempuan umumnya hanya menjadi
peserta pasif di dalam pertemuan-
pertemuan tingkat desa dan menyerahkan
keputusan pada laki-laki atau pimpinan
forum yang lazimnya didominasi oleh laki-
laki. Hal ini karena perempuan merasa
tidak punya kapasitas dan kurang percaya
diri dalam menyampaikan pendapat
terutama bila dalam pertemuan dihadiri
pula oleh laki-laki. Untuk menciptakan
kondisi yang mendorong perempuan mau
berbicara, ada beberapa cara yang
dilakukan yaitu:
a) Moderasi/fasilitasi
Dalam memoderasi proses diskusi
bersama masyarakat yang dihadiri oleh
peserta laki-laki dan perempuan,
fasilitator kegiatan selalu menanyakan
pendapat atau memberikan kesempatan
pada peserta perempuan untuk
menyampaikan tanggapan, pendapat,
dan usulan mereka atas topik yang
sedang didiskusikan.
b) Kuota perempuan
Untuk memastikan adanya jumlah
partisipan perempuan yang memadai
dan berimbang dengan laki-laki, dalam
undangan kegiatan secara jelas
mencantumkan jumlah yang berimbang
antara partisipan laki-laki dan
perempuan. Pada saat penyebaran
undangan, staf juga tidak lupa
menekankan pentingnya kehadiran
perempuan dalam setiap kegiatan yang
akan dilaksanakan.
c) Kelompok terpisah
Dalam pelaksanaan kegiatan yang
dihadiri oleh laki-laki dan perempuan,
secara teknis proses diskusi dilakukan
secara berkelompok antara laki-laki dan
perempuan. Cara ini dianggap cukup
efektif untuk memberikan kesempatan
pada perempuan mengutarakan
pendapatnya.
2. Manajemen Proyek
Pada lingkup manajemen proyek, telah ada
perimbangan proporsional antara laki-laki
dan perempuan di dalam tim pelaksana
program. Pengarusutamaan gender juga
ditunjukkan misalnya melalui penggunaan
fasilitator perempuan untuk memfasilitasi
berbagai kegiatan proyek. Selain itu,
seluruh fasilitator nonperempuan juga telah
berperspektif gender. Para fasilitator yang
terlibat dalam PRBBK telah diberikan
pengetahuan yang memadai baik melalui
pelatihan maupun kegiatan lain seperti
lokakarya dan seminar tentang gender.
Terkait perangkat-perangkat yang
digunakan dalam PRBBK juga telah
berperspektif gender, misalnya perangkat
untuk kajian ancaman, kerentanan, dan
kapasitas komunitas, dan PRA. Sementara
dalam proses pelaksanaan kegiatan di
tingkat masyarakat, fasilitator sedapat
mungkin menyelipkan materi gender di
dalam proses pelaksanaan maupun di dalam
konten yang disampaikan pada saat
memfasilitasi kegiatan.
Selain memasukkan perspektif gender ke dalam
siklus perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
dan evaluasi, ada pula pertimbangan penting
lain yang menjadi perhatian yaitu kapasitas
perempuan. Perlunya peningkatan kapasitas
perempuan khususnya dalam hal
mengemukakan pendapat di pertemuan
komunitas dipandang sebagai sebuah langkah
penting guna mendorong naiknya partisipasi
perempuan. Karena meskipun layanan dan
kesadaran masyarakat telah diupayakan,
selama perempuan masih belum dibekali
dengan kapasitas dasar yang memadai maka
perempuan masih terus berpotensi untuk
mengalami hambatan untuk berpartisipasi aktif.
Berangkat dari pemikiran ini, ada beberapa
aktivitas yang khusus didedikasikan (dedicated
activities) untuk memperkuat strategi
pengarusutamaan gender dalam program
PRBBK. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya
adalah:
1. Kajian kerentanan dan kapasitas berbasis
gender; bertujuan untuk menganalisis
persamaan dan perbedaan peran dan fungsi
gender dalam pembangunan dan
pengurangan risko bencana. Hasil kajian ini
menjadi dasar perencanaan kegiatan/aksi
komunitas. Kegiatan kajian partisipatif
kerentanan dan kapasitas berbasis gender
dilakukan dengan diskusi yang diikuti oleh
wakil kelompok sektoral dan administratif
dengan pemilahan laki-laki dan perempuan.
8. 8
Kajian ini dilakukan untuk semua ancaman
yang teridentifikasi di masing-masing desa,
kemudian berdasarkan kapasitas dan
kerentanan yang dibedakan menjadi 3
kategori yaitu: fisik/material,
sosial/organisasi dan motivasi /perilaku.
Dasar pengelompokan kategori ini mengacu
pada Anderson dan Woodrow (1989). Selain
itu juga melakukan kajian untuk
mengetahui perbedaan kapasitas dalam
mengelola ancaman (pencegahan dan
mitigasi) dan kapasitas dalam mengelola
kerentanan (ketahanan hidup dan
kesiapsiagaan). Kelompok perempuan dan
laki-laki berdiskusi dan masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil
diskusinya. Prinsip kajian ini adalah
bagaimana melihat perbedaan peran dan
tanggung jawab laki-laki dan perempuan
yang berguna untuk memberikan gambaran
yang lebih utuh tentang kapasitas dan
kerentanan pada laki-laki dan perempuan
agar dapat memberikan dasar yang kuat
PRBBK dalam mengelola sumber daya yang
ada dilihat dari sisi laki-laki dan
perempuan.
2. Peningkatan Kapasitas Perempuan; berupa
pelatihan public speaking, pengambilan
keputusan, kerjasama tim. Dalam pelatihan
ini, perempuan diberikan materi tentang
komunikasi dan metode berpikir sistem. Ini
dilandasi pada pemikiran bahwa agar
perempuan dapat meningkatkan peran serta
mereka di dalam proses pembangunan
desanya, maka mereka harus dibekali
dengan keterampilan yang paling dasar
yaitu cara berkomunikasi efektif. Kegiatan
ini juga bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran perempuan tentang kesetaraaan
gender, penghargaan, pelibatan, dan
pengakuan kepada perempuan. Dalam
kaitannya dengan pengurangan risiko
bencana, perempuan juga lebih jeli dalam
memotret, menganalisa dan memiliki cara
pandangnya sendiri dalam menyelesaikan
persoalan yang dihadapi oleh komunitas.
Namun krisis percaya diri yang dialami oleh
perempuan membuat mereka ragu bahkan
enggan mengungkapkan pemikiran dan
gagasan mereka khususnya di dalam
pertemuan atau forum besar. Pelatihan ini
merupakan sebuah upaya pengembangan
kemampuan yang dapat memungkinkan
perempuan berdaya tawar lebih di dalam
masyarakat.
3. Evaluasi Pengarusutamaan Gender dalam
program PRBBK; Kegiatan ini yang
dilaksanakan pada akhir proyek bertujuan
untuk: 1) Melihat sejauh mana pelibatan
dan peluang kesenjangan dalam aspek
peran/partisipasi, akses/peluang, kontrol
antara laki-laki dan perempuan di dalam
upaya-upaya pengurangan risiko bencana;
dan 2) Melihat sejauh mana
dampak/maanfaat program PRBBK
berkontribusi terhadap perubahan persepsi
gender di masyarakat.
2.2. Dampak Strategi PUG untuk Keadilan
Gender
Selain menilai dampak pelaksanaan program
PRBBK, evaluasi dampak juga menilai
efektivitas strategi pengarusutamaan gender
yang dilaksanakan oleh Lingkar dalam program
tersebut, dan hasilnya adalah:
Dalam hal partisipasi ada peningkatan
partisipasi perempuan dalam pertemuan
tingkat dusun dan desa. Warga di 3 dari 4
desa menyatakan bahwa jumlah peserta
perempuan sudah berimbang dengan laki-
laki. Adanya pelatihan komunikasi dan
pertemuan-pertemuan yang melibatkan
perempuan selama proyek PRBBK turut
berperan dalam menaikkan tingkat
kehadiran perempuan dalam kegiatan-
kegiatan desa saat ini dan menambah
kepercayaan diri perempuan untuk berani
usul dan mengutarakan pendapat dan
pikiran. Tingginya kehadiran perempuan di
pertemuan-pertemuan guna berpendapat
dan mengusulkan kegiatan di tingkat dusun
dan desa masih terus dilakukan hingga saat
ini. Perempuan turut menerima informasi
kebencanaan dan mampu mengelola
informasi (peringatan dini). Perempuan,
lansia, dan anak telah menjadi prioritas
dalam penyelamatan/evakuasi. Perempuan,
dalam hal ini ibu, sudah dipercaya dalam
penyampaian informasi PRB dan juga
peringatan dini, misalnya di beberapa desa
perempuan juga memukul kentongan
karena laki-laki/bapak bekerja dan jarang
berada di rumah.
Untuk aspek peran perempuan dalam upaya
PRB, perempuan aktif melakukan
penyebarluasan pengetahuan tentang PRB
lewat pertemuan formal seperti PKK,
9. 9
Yasinan, Posyandu maupun nonformal.
Edukasi kepada anak dan anggota keluarga
terdekat tentang kesiapsiagaan, mengenal
tanda-tanda, cara penyelamatan diri, dan
penyiapan dokumen penting dilakukan oleh
perempuan. Pada pasca kejadian bencana
perempuan tetap bertugas di dapur umum
dan tim kesehatan. Perempuan lebih
berperan pada kesehatan keluarga dan
lingkungan, dan budidaya tanaman lokal,
sampai pada pengolahan. Peran ganda
perempuan masih belum ada perubahan
dalam proyek PRBBK Lingkar; perempuan di
desa tetap yang melakukan kerja domestik,
produktif, dan sosial. Namun, pasca
pelatihan komunikasi, perempuan sudah
lebih baik dalam menyampaikan pendapat,
gagasan, keluhan atau keberatan mereka
kepada laki-laki khususnya di tingkat
keluarga.
Terkait aspek Akses, Kontrol, Manfaat,
pengarusutamaan gender masih belum
menunjukkan dampak yang berarti bagi
perempuan. Dalam hal akses kepemilikan,
proyek PRBBK tidak mempengaruhi pola
yang sudah ada sejak dulu, semisal
kepemilikan atas tanah, kendaraan masih
atas nama laki-laki/bapak. Belum ada
perubahan tentang dapur dan fasilitas
lainnya yang menjadi lebih ramah
perempuan. Meskipun pemahaman sudah
mulai muncul namun untuk mewujudkannya
harus merenovasi yang artinya tentu
membutuhkan dana. Soal penentuan
letak/posisi dapur biasanya datang dari ibu
dan bapak yang membangunnya. Dalam hal
pengelolaan keuangan keluarga juga masih
menjadi tanggung jawab perempuan.
Terkait aspek sosial politik, usulan
kelompok perempuan telah didengarkan
dan telah menjadi prioritas dalam program-
program desa. Ada representasi dari
perempuan dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin wanita telah berjalan.
Perempuan telah pula terlibat penuh
dengan menduduki jabatan dalam
kepengurusan Forum PRB dan Tim Aksi desa
antara lain: sekretaris, bendahara maupun
koordinator seksi, meskipun memang masih
belum ada yang menjadi Ketua. Di
beberapa desa juga sudah mulai
memposisikan perempuan sebagai ketua
panitia dalam kegiatan-kegiatan desa.
Dalam hal posisi dalam pemerintahan desa,
belum ada perempuan yang menduduki
jabatan dalam pemerintahan seperti Kepala
Desa atau kepala dusun pasca intervensi
program PRBBK.
Program PRBBK memberikan peluang untuk
memasukkan pengarusutamaan gender dalam
masyarakat pedesaan, melalui pendekatan
pengarusutamaan gender dalam program. Hal
ini menjadi wajib mengingat fakta
menunjukkan bahwa korban bencana
kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak
yang termasuk dalam kategori kelompok rentan
yang perlu perhatian khusus dalam upaya
pengurangan risiko bencana. Pentingnya
pengarusutamaan gender dapat dilakukan pada
program dengan prinsip kehati-hatian terhadap
kemungkinan timbulnya beban ganda pada
perempuan yang merupakan efek atau dampak
dari program.
III. PENUTUP
Kesimpulan
PRBBK bertujuan untuk mengurangi risiko
bencana masyarakat melalui peningkatan
kapasitas desa dan masyarakat, struktural
maupun nonstruktural yang terpadu dalam
rencana pembangunan desa. Melalui berbagai
kegiatan yang dirancang dalam program
masyarakat mampu menemukenali ancaman,
kerentanan, dan kapasitas lokal serta
mengindentifikasi dan mengoptimalkan
sumberdaya yang mereka miliki untuk
merencanakan tindakan pengurangan risiko
bencana. Strategi pengarusutamaan gender
dalam program PRBBK yang dilaksanakan oleh
Lingkar di 4 desa di DI Yogyakarta dan provinsi
Jawa Tengah dinilai cukup efektif untuk
meningkatkan kapasitas perempuan.
Pengarusutamaan gender penting karena
perempuan menjadi korban terbanyak dan
terdampak lebih buruk dalam kejadian
bencana. Bencana merupakan urusan semua
orang; perempuan dalam kajian-kajian
kebencanaan mempunyai peran yang penting
karena bisa mewakili dan menyuarakan
kepentingan kelompok rentan lainnya. Selama
ini kebutuhan perempuan belum terakomodasi
dalam berbagai kegiatan baik upaya PRB
maupun pembangunan desa. Strategi partisipasi
dan manajemen proyek dilakukan untuk
memastikan pengarusutamaan gender dalam
10. 10
kegiatan/upaya PRB karena dipandang mampu
mewadahi dan memunculkan keterlibatan dan
pengambilan keputusan perempuan.
Pelaksana proyek dengan pemahaman dan
keterampilan gender dapat memberikan
peluang dan jaminan integrasi
pengarusutamaan gender dalam setiap
kegiatan. Sementara itu di tingkat desa
keterlibatan dan kesempatan pengambilan
keputusan sesuai dengan kebutuhan laki-laki
dan perempuan. Keterlibatan, perimbangan,
dan kuota berlaku dalam setiap kegiatan yang
ada di dalam proyek PRBBK, lebih lanjut dalam
dedicated activities menjamin perempuan
untuk aktif dalam setiap kegiatan dan
pengambilan keputusan dengan dasar
keterampilan dan pemikirannya. Strategi
pengarusutamaan gender ini juga dapat
menyumbang pada penyelesaian ketidakadilan
gender yang dialami oleh salah satu pihak,
dalam hal ini perempuan, terutama di level
keluarga maupun komunitas.
Pengembangan Strategi
Keadilan gender untuk akses, kontrol dan
manfaat perempuan dalam sisi reproduktif,
produktif, dan sosial memang tidak tergarap
secara khusus dalam proyek PRBBK. Strategi
pengarusutamaan gender dalam PRBBK yang
dilakukan oleh Perkumpulan Lingkar tidak
secara detail memperjuangkan atau mengubah
akses, kontrol, manfaat yang telah berlaku di
komunitas tetapi lebih pada mendorong
penjaminan penyediaan akses, kontrol,
manfaat, dan partisipasi perempuan dalam
upaya PRB melalui:
1) partisipasi komunitas; dengan
mediasi/fasilitasi; kuota, kelompok
terpisah.
2) manajemen proyek; adanya perimbangan
tim pelaksana yang proporsional dan
berperspektif gender, perangkat kajian
berperspektif gender, dan difusi perspektif
gender dalam seluruh proses dan materi
kegiatan.
3) dedicated activities; adanya kegiatan
kajian kapasitas dan kerentanan berbasis
gender, kegiatan pelatihan untuk
peningkatan kapasitas perempuan, dan
evaluasi pengarusutamaan gender.
Pada awal program perlu dilakukan analisis
konteks sosial di untuk memperoleh data dasar
tentang kondisi gender di desa. Data dasar ini
dapat diperoleh lewat perangkat kajian
Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas.
Sementara untuk PRA dapat ditambahkan pula
perangkat yang gender sensitif seperti misalnya
Aktivitas Harian. Selain memperkaya dan
mempertajam akurasi hasil kajian masyarakat,
data tersebut dapat digunakan sebagai dasar
untuk memutuskan jenis peningkatan kapasitas
yang akan dilakukan oleh pelaksana program.
Daftar Pustaka
[1] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Akhir
Pelaksanaan Program Hibah Pengurangan
Risiko Bencana Berbasis Komunitas,
Program Pengurangan Risiko Bencana
Bencana Berbasis Komunitas
(Pengembangan Desa Tangguh), Kabupaten
Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta”,
2010.
[2] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Akhir
Pelaksanaan Program Hibah PRBBK
(Pengembangan Desa Tangguh) di Desa
Negarajati (Kecamatan Cimanggu) dan
Desa Panulisan Barat (Kecamatan
Dayeuhluhur), Kabupaten Cilacap, Provinsi
Jawa Tengah”, 2010.
[3] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Evaluasi
Dampak dan Pengarusutamaan Gender
dalam program PRBBK”, 2013.
[4] Perkumpulan Lingkar, “Working With
Communities, Good Practices Community
Based Disaster Risk Reduction”, 2012.
[5] Untung Tri Winarso, Makalah “Praktik
Pengembangan Desa Tangguh di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah oleh Perkumpulan Lingkar”, 2011.
[6] Jonathan Lassa, Eko Teguh Paripurno, Ninil
Miftahul Jannah, Puji Pujiono, “Panduan
Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis
Komunitas (PRBBK), Buku 1: Pentingnya
PRBBK”, 2011.
[7] John Twigg, “Characteristics of a Disaster-
Resilient Community: A Guidance Note”,
Version 2, DFID, 2009.
[8] Elaine Enarson, “Gender Equality, Work
and Disaster Risk Reduction; Making
Connection”, 2000.
[9] Dati Fatimah, “Menolak Pasrah, Gender,
Keagenan, dan Kelompok Rentan dalam
Bencana”, 2012.
11. 11
[10] Leonard H. Hoyle, “Event Marketing
Management”, 2002.
[11] Duggan, F. and Banwell, L., “Constructing
a Model of Effective Information
Dissemination in a Crisis”, 2004.