Ringkasan dokumen tentang pendidikan inklusif:
1) Pendidikan inklusif didefinisikan berbagai lembaga seperti Seminar Agra, Indeks Inklusi, UNESCO, dan Permendiknas 70/2009.
2) Elemen-elemen pendidikan inklusif menurut Ainscow meliputi inklusi sebagai proses, identifikasi hambatan, kehadiran dan partisipasi semua siswa, serta perhatian pada kelompok rentan.
3) Perbedaan antara
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan ‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan ‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Modul ini membahas tentang latar belakang dan konsep dasar asesemen alternatif, bentuk asesmen kinerja, asesmen portofolio, dan pengembangan alat ukur afektif.
Pendidikan Montessori, khususnya di Indonesia. Slide ini berisi presentasi yang dibuat oleh teman-teman semasa kuliah, untuk mata kuliah Pendidikan Alternatif. Semoga bermanfat
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Modul ini membahas tentang latar belakang dan konsep dasar asesemen alternatif, bentuk asesmen kinerja, asesmen portofolio, dan pengembangan alat ukur afektif.
Pendidikan Montessori, khususnya di Indonesia. Slide ini berisi presentasi yang dibuat oleh teman-teman semasa kuliah, untuk mata kuliah Pendidikan Alternatif. Semoga bermanfat
Laporan Media Pembelajaran Membaca Permulaan dan MenulisWulan Yulian
Laporan Media Pembelajaran Membaca Permulaan dan Menulis. Media Pembelajaran ini bernama MELANKOLIS (Membaca lalu berkomunikasi dengan menulis). Media ini digunakan untuk belajar membaca permulaan kemudian berlatih menulis untuk membantu komunikasi anak dengan hambatan berbicara
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
2. Pembahasan
A. Definisi Pendidikan
inklusif
• Definisi Seminar Agra
• Definisi Indeks Inklusi
• Definisi UNESCO
• Definisi Permendiknas
70/2009
B. Elemen-elemen Pendidikan
Inklusif
• Inklusi sebagai sebuah
proses
• Inklusi sebagai identifikasi
dan penghilangan hambatan
• Inklusi sebagai kehadiran,
partisipasi dan pencapaian
semua siswa
• Integrasi vs Inklusi
3. A. Definisi Pendidikan Inklusif
Menurut beberapa ahli :
• Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994
• Stainback, 1980
Secara umum
4. Definisi Seminar Agra
Seminar Agra disetujui
oleh 55 peserta dari 23
negara (terutama dari
‘Selatan’) pada tahun
1998.
Pendidikan inklusif :
– Lebih luas daripada pendidikan
formal: mencakup pendidikan di
rumah, masyarakat, sistem
nonformal dan informal.
– Mengakui bahwa semua anak
dapat belajar.
– Memungkinkan struktur, sistem
dan metodologi pendidikan
memenuhi kebutuhan semua
anak.
5. Definisi Indeks Inklusif
Indeks untuk Inklusi merupakan hasil dari
proyek penelitian partisipatori selama 3
tahun di Inggris untuk mengembangkan
materi untuk mendukung inklusi.
6. Definisi UNESCO
UNESCO (United
Nations Educational,
Scientific and Cultural
Organization)
Pada Tahun 1994 UNESCO
mengeluarkan pernyataan
mengenai Pendidikan
Untuk Semua atau
Education For All
7. Definisi Permendiknas 70/2009
Peraturan menteri pendidikan nasional
republik indonesia nomor 70 tahun
2009 tentang pendidikan inklusif bagi
peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa
Pasal – Pasal :
Dalam permendiknas 70/2009 tentang
pendidikan inklusif terkandung 15 Pasal.
8. B. Elemen-elemen Pendidikan
Inklusif
Ainscow (2003) menganalisis bahwa pendidikan inklusif
mempunyai empat unsur yaitu:
1) inklusi sebagai sebuah proses;
2) inklusi sebagai usaha mengidentifikasi dan
menghilangkan hambatan;
3) inklusi sebagai kehadiran, partisipasi dan pencapaian
semua siswa; dan
4) inklusi memberi penekanan khusus pada kelompokkelompok siswa yang rentan marginalisasi.
9. Inklusi Sebagai Sebuah Proses
Inklusi sebagai sebuah proses, ini berarti bahwa
inklusi harus dipandang sebagai pencarian yang tak
kunjung berakhir untuk menemukan cara yang lebih
baik untuk merespon keberagaman.
10. Inklusi sebagai Identifikasi dan
Penghilangan Hambatan
Sebagai usaha mengidentifikasi dan menghilangkan
hambatan, konsekuensinya adalah inklusi berusaha
mengumpulkan, menyusun dan mengevaluasi informasi
dari berbagai macam sumber guna merencanakan
peningkatan mutu dalam kebijakan maupun praktek
11. Inklusi sebagai kehadiran, partisipasi,
dan pencapaian semua siswa
1. Kehadiran
2. Partisipasi
3. Pencapaian
12. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus
kepada Kelompok Anak yang Rentan
Marginalisasi
Sebagai penekanan khusus pada kelompok-kelompok
siswa yang rentan marginalisasi, eksklusi atau
underachievement, ini mengindikasikan tanggung
jawab moral untuk memastikan kehadirannya,
partisipasinya dan pencapaiannya dalam sistem
pendidikan.
13. INTEGRASI VS INKLUSI
Sekolah Terintegrasi
Integrasi (Terpadu)
yaitu sekolah reguler
(Sekolah untuk anak-anak
normal) yang menerima
ABK dengan kurikulum
dan sistem pendidikan
reguler/biasa.
Sekolah Inklusif yaitu
sekolah reguler yang
menerimaa ABK dengan
kurikulum dan sistem
pendidikan sesuai dengan
jenis kelainannya.