BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Tiap ahli psikologi memberikan batasan yang berbeda tentang belajar dan terdapat keragaman dalam hal menjelaskan atau mendefinisikan belajar itu sendiri. Belajar merupakan hal yang paling penting sekali dalam kehidupan manusia. Dengan belajar manusia akan mengalami proses ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam kaitannya dengan belajar ini, banyak sekali para ahli psikologi yang membahas tentang belajar. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada kerangka konseptual yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran. Dalam perkembangannya, terdapat banyak teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh psikologi. Dalam makalah ini akan dibahas teori pembelajaran pemprosesan informasi dan kognitif, serta teori sosial kognitif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran pemprosesan informasi dan kognitif ?
2. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran sosial kognitif ?
1.3 TUJUAN
Dengan adanya makalah pendekatan belajar pemprosesan informasi dan sosial kognitif ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca berkaitan dengan teori belajar.
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan ‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan ‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta DidikPutriMeka
Perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh kondisi-kondisi seperti pengaruh keluarga, pengaruh gizi, kematangan, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, keshatan,dan stimulasi lingkungan.
Perkembangan fisik peserta didik akan mempengaruhi proses belajar peserta didik, sehingga sangat penting bagi pendidik untuk memahami karakteristik perkembangan fisik peserta didiknya.
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta DidikPutriMeka
Perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh kondisi-kondisi seperti pengaruh keluarga, pengaruh gizi, kematangan, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, keshatan,dan stimulasi lingkungan.
Perkembangan fisik peserta didik akan mempengaruhi proses belajar peserta didik, sehingga sangat penting bagi pendidik untuk memahami karakteristik perkembangan fisik peserta didiknya.
proses belajar terdiri dari perhatian, memori, elaboration, berpikir dan problem solving. proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikiomotorik yang terjadi dalam diri seseorang. Perhatian (attention) yaitu sebagai salah satu aktifitas psikis. Ditinjau dari berbagai segi, perhatian dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Ditinjau dari segi timbulya perhatian, maka perhatian dibedakan atas perhatian spontan dan tidak spontan. Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya (bersifat pasif). Sedangkan perhatian tidak spontan adalah perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, sehingga harus ada kemauan yang menimbulkannya (bersifat aktif).
2. Ditinjau dari segi banyaknya objek yang dicakup oleh perhatian pada saat yang bersamaan, maka perhatian dibedakaan atas perhatian yang sempit dan perhatian yang luas. Perhatian yang sempit adalah perhatian individu pada suatu saat yang hanya memerhatikan objek yang sedikit. Sedangkan perhatian yang luas adalah perhatian individu pada suatu saat yang dapat memerhatikan objek yang banyak sekaligus.
Memori atau ingatan adalah retensi informasi. Bagian utama dari pembahasan ini akan difokuskan pada encoding (penyandian), penyimpanan, dan pengambilan (retrieval).
Ada enam konsep yang berhubungan dengan encoding, yaitu:
a. Atensi, yaitu mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental.
b. Pengulangan, yaitu repetisi informasi dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada di dalam memori.
c. Pemrosesan mendalam, teori level pemrosesan menyatakan bahwa pemrosesan memori terjadi pada kontinum dari dangkal ke mendalam, di mana pemrosesan yang mendalam akan menghasilkan memori yang lebih kuat.
d. Elaborasi, yaitu ekstensivitas pemrosesan memori dalam penyandian.
e. Mengkontruksi citra (imaji),
f. Penataan (organisasi), apabila murid menata informasi ketika mereka menyandikannya, maka memori mereka akan banyak terbantu. Strategi penataan memori yang baik adalah dengan pengemasan (chunking) yaitu dengan mengelompokkan informasi menjadi unit-unit yang dapat diingat sebagai satu unit tunggal.
Elaborasi adalah ekstensivitas pemrosesan memori dalam penyandian.
Menurut Briggs dan Gagne mengemukakan Sembilan strategi untuk kegiatan intruksional yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian;
2. Menjelaskan tujuan intruksional kepada peserta didik;
3. Meningatkan kompetisi pra syarat;
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep);
5. Memberikan petunjuk belajar;
6. Menentukan penampilan peserta didik;
7. Memberi umpan baik;
8. Menilai penampilan;
9. Menyimpulkan.
Berpikir adalah memanipulasi atau mengolah dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.
Pemecahan masalah (problem solving) adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Makalah mengenai Teori Kognitivistik,Tokoh-tokoh Teori Kognitivistik,Kelebihan dan kekurangan Teori Kognitivistik ,Prinsip-prinsip dasar Teori belajar Kognitivistik, Pandangan Teori Kognitivistik tentang belajar, Pengaplikasian Teori Kognitivistik dalam pembelajaran
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan InformasiDedy Wiranto
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.
Similar to Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran (20)
1. Definisi Psikologi Eksperimen
Pendekatan penelitian eksperimen adalah sebuah desain penelitian kuantitatif untuk menemukan efek dari sebab yang diduga. Eksperimen dikembangkan untuk mempelajari fenomena dalam kerangka hubungan sebab-akibat. Dalam penelitian eksperimen perilaku individu diamati dengan cara manipulasi. Penelitian ini bersifat prediktif, yaitu meramalkan akibat dari suatu manipulasi terhadap variabel terikatnya. Menurut Zymney (dalam Susanti dan Fitriyani, 2015) bahwa penelitian eksperimen merupakan suatu observasi yang dibuat agar terjadi dalam suatu kondisi yang terkontrol ketat, dimana satu atau lebih faktor dimanipulasi serta divariasikan dan faktor lain dibuat konstan dengan tujuan kausalitas atau menggambarkan hubungan sebab akibat. Menurut Solso dan Mclin (2002) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian dengan memberikan suatu perlakuan langsung dengan manipulasi satu variabel untuk mempelajari sebab akibat (Susanti dan Fitriyani, 2015)
Pendidikan Keluarga
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan dalam menumbuh kembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.
Menurut Walter Houston Clark, perkembangan bayi tak mungkin berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar, walaupun secara alami ia memiliki potensi bawaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, bayi akan kehilangan kemampuan berkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan berkembang serta potensi-potensi lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Tiap ahli psikologi memberikan batasan yang berbeda tentang belajar dan terdapat keragaman dalam hal menjelaskan atau mendefinisikan belajar itu sendiri. Belajar merupakan hal yang paling penting sekali dalam kehidupan manusia. Dengan belajar manusia akan mengalami proses ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam kaitannya dengan belajar ini, banyak sekali para ahli psikologi yang membahas tentang belajar. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada kerangka konseptual yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran. Dalam perkembangannya, terdapat banyak teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh psikologi. Dalam makalah ini akan dibahas teori pembelajaran pemprosesan informasi dan kognitif, serta teori sosial kognitif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran pemprosesan informasi dan kognitif ?
2. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran sosial kognitif ?
1.3 TUJUAN
Dengan adanya makalah pendekatan belajar pemprosesan informasi dan sosial kognitif ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca berkaitan dengan teori belajar.
Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat atau keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiaraan, keharuan, kecintaan, dan keberanian yang bersifat subjektif (KBBI)
2.2 Identitas Sosial
1. Definisi
Teori social identity (identitas sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok. Menurut Tajfel (1982), social identity (identitas sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Social identity berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu.
Hogg dan Abram (1990) menjelaskan social identity sebagai rasa keterkaitan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat. Menurut William James (dalam Walgito, 2002), social identity lebih diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anak–istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman–temannya, milikinya, uangnya dan lain–lain. Sementara Fiske dan Taylor (1991) menekankan nilai positif atau negatif dari keanggotaan seseorang dalam kelompok tertentu.
Untuk menjelaskan identitas sosial, terdapat konsep penting yang berkaitan, yaitu kategori sosial. Turner (dalam Tajfel, 1982) dan Ellemers dkk., (2002) mengungkapkan kategori sosial sebagai pembagian individu berdasarkan ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, agama, dan lain-lain. Kategori sosial berkaitan dengan kelompok sosial yang diartikan sebagai dua orang atau lebih yang mempersepsikan diri atau menganggap diri mereka sebagai bagian satu kategori sosial yang sama. Seorang individu pada saat yang sama merupakan anggota dari berbagai kategori dan kelompok sosial (Hogg dan Abrams, 1990). Kategorisasi adalah suatu proses kognitif untuk mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa ke dalam kategori-kategori tertentu yang bermakna (Turner dan Giles, 1985; Branscombe dkk., 1993). Pada umumnya, individu-individu membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni kita dan mereka. Kita adalah ingroup, sedangkan mereka adalah outgroup. Berdasarkan uraian beberapa tokoh mengenai pengertian social identity, maka dapat disimpulkan bahwa social identity adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan atas keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial tertentu, yang di dalamnya disertai dengan nilai-nilai, emosi, tingkat keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga terhadap keanggotaannya dalam kelompok tersebut.
Perkembangan Fisik dan Motorik siswa dalam bidang Pendidikan.
Perkembangan Fisik anak Prasekolah (0-6 tahun)
Tugas Perkembangan
Belajar memakan makanan padat.
Belajar berdiri dan berjalan.
Belajar berbicara.
Belajar mengendalikan pembuangan.
Belajar membedakan jenis kelamin.
Belajar mempersiapkan diri untuk membaca, menulis, dan berhitung.
Belajar mengadakan hubungan emosional selain subjek lekatnya.
Belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta mengembangkan kata hati.
B. Ciri-ciri Usia Prasekolah
Sebutan dari orang tua :
Usia sulit atau masalah
Usia bermain
Sebutan para pendidik :
Usia prasekolah
Sebutan para ahli psikologi :
Usia psrakelompok
Usia menjelajah
Usia bertanya
Usia meniru
Usia kreatif
C. Perkembangan Fisik
Perubahan tubuh masa kanak-kanak awal saat usia prasekolah tumbuh lebih besar, Pada umumnya masa kanak-kanak awal, rata-rata anak bertambah tinggi 6,25 cm setiap tahun, dan bertambah berat 2,5 – 3,5 kg setiap tahun.
Pertumbuhan otak mencapai 75% pada usia 5 tahun.
Perbandingan tubuh sangat berubah dan penampilan bayi tidak nampak lagi.
Gumpalan pada bagian-bagian tubuh berangsur berkurang tubuh cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang rata, dengan dada yang berbidang, dan bahu lebih luas dan lebih persegi.
Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki tumbuh lebih besar.
Gigi mulai tanggal dan digantikan oleh gigi tetap.
F. Penerapan dalam Bidang Pendidikan
Motorik Halus :
Melukis
Bermain puzzle
Bermain lego dan balok
Motorik Kasar :
Berlari
Melompat
Bermain jingkat
Bermain bola
dll
More from Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (10)
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Tiap ahli
psikologi memberikan batasan yang berbeda tentang belajar dan terdapat
keragaman dalam hal menjelaskan atau mendefinisikan belajar itu sendiri. Belajar
merupakan hal yang paling penting sekali dalam kehidupan manusia. Dengan
belajar manusia akan mengalami proses ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam kaitannya dengan belajar ini, banyak sekali para ahli psikologi yang
membahas tentang belajar. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada kerangka
konseptual yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran. Dalam
perkembangannya, terdapat banyak teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh
psikologi. Dalam makalah ini akan dibahas teori pembelajaran pemprosesan
informasi dan kognitif, serta teori sosial kognitif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran pemprosesan informasi dan
kognitif ?
2. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran sosial kognitif ?
1.3 TUJUAN
Dengan adanya makalah pendekatan belajar pemprosesan informasi dan
sosial kognitif ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca berkaitan
dengan teori belajar.
2. 2
BAB II
TEORI
2.1 PENDEKATAN INFORMATION PROCESSING & COGNITIF
2.1.1 Teori Pembelajaran Kognitif
A. Teori Kognitif Bruner
Bruner menekankan adanya pengaruh budaya terhadap tingkah laku
seseorang dengan teorinya yang disebut free discovery learning. Ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu, enactive, icomic, dan
symbolic.
1) Tahap inaktif. Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya.
2) Tahap ikomik. Seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3) Tahap simbolik. Seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa
dan berlogika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-
simbol bahasa, logika, mataematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin
matang seseorang dalam proses berfikirnya., semakin dominan sistem simbolnya.
Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan enaktif dan ikomik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti
masih diperlukannya sistem enaktif dan ikomik dalam proses belajar.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap
perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral
3. 3
curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro,
menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi
secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkna yang sama dalam
cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang
dikemukankannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian
antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang
belajar.
Di saat yang sama, tiap jenis kemampuan pembelajaran individu
mempunyai fitur yang unik. Bruner (1985) dengan lugas berkata bahwa pandangan
pembelajaran tidaklah sesuatu yang mutlak mengenai benar atau salah, melainkan
sesuatu yang bisa dievaluasi hanya dalam kondisi dimana sifat tugas tersebut
dipelajari, jenis pembelajaran tercapai, dan sifat-sifat yang dibawa siswa ke dalam
situasi tersebut (pada saat pembelajaran berlangsung).
B. Teori Kognitif Piaget
Piaget adalah seorang psikolog perkembangan karena penelitianya
mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan oleh mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat
kemampuannya.
Menurut Piaget pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari
keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu penomena baru sebagai pengalaman atau
persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru,
keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan
adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi dibagi menjadi dua bentuk dan terjadi secara simultan,
yaitu:
1. Asimilasi
Proses perubahan apa yang dipahami adalah proses sesuai dengan struktur
kognitif yang ada sekarang,
4. 4
2. Akomodasi
Proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Hal ini berarti
apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang sudah
dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang dipunyai.
C. Teori Kognitif Ausubel
Ausubel menyatakan bahwa konsep belajar berhubungan dengan
bagaimana memperoleh pengetahuan baru dan mengaitkan pengetahuan yang
diperoleh pada struktur kognitif yang dimiliki.
Menurut ausubel proses belajar peserta didik dipengaruhi oleh
kebermaknaan teknik pengajaran, adanya bahan yang relevan dengan struktur
kognitif dan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran.
2.1.2 Teori Pemrosesan Informasi (Information-Processing-Theory)
Pendekatan pemprosesan informasi adalah murid menyatakan bahwa
mengilah informasi, memonitornya, dan menyusun strategis berkenaan dengan
informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan proses
berfikir. Menurut pendekatan pemprosesan informasi, anak secara bertahap
mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara
bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Beberapa pendekatan pemprosesan informasi memiliki kecenderungan
yang lebih konstruktivis ketimbang pendekatan lainnya. Memandang guru sebagai
pembimbing kognitif untuk tugas akademik dan murid sebagai pelajar yang
berusaha memahami tugas-tugas tersebut (mayer,2001, 2002).
Teori ini merupakan salah satu teori kognitif tentang belajar yang pertama
dan paling berpengaruh (Eggen dan Kauchak,1997). Teori pemrosesan informasi
adalah teori kognitif tentang belajar yang menggambarkan pemrosesan,
penyimpanan dan perolehan pengetahuan oleh pikiran (Byrnes, 1996 ). Teori yang
berakar pada lapangan Arificial Intelegence ( AI ) ini merupakan karya dari
Alexandra Lauria (1902-1077) dalam Sukadji (1998).
Menurut teori ini, belajar adalah menyangkut tentang bagaimana informasi
dari lingkungan dapat disimpan dalam memori. Untuk menggambarkan proses
5. 5
tersebut digunakan permodelan. Model proses penyimpanan informasi yang paling
berpengaruh dalam hal ini adalah model yang dikemukakan oleh Atkinson dan
Siffrin pada tahun 1968. Model tersebut memiliki tiga komponen mayor, yaitu:
penyimpanan informasi ( information store ), proses kognitif ( cognitive process ),
dan metakognisi ( metakognition ) ( Eggen dan Kauchak,1997 ).
Robert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karakter utama dari pendekatan
pemprosesan informasi: proses berfikir, mekanisme perubahan, dan modifikasi diri:
a. Proses Berfikir
Menurut Siegler (2002), berfikir adalah pemprosesan informasi. Dalam hal
ini Siegler berpendapat bahwa ketika anak merasakan (perceive), melakukan
penyandian (encording), mempresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia
sekelilingnya, mereka melakukan proses berfikir. Siegler percaya bahwa pikiran
adalah suatu yang fleksibel, yang menyebabkan individu dapat beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan, tugas, dan tujuan. Tetapi,
ada batasan kemampuan berfikir manusia ini.
b. Mekanisme perubahan
Siegler berpendapat ada empat mekanisme yang bekerja sama menciptakan
perubahan dalam keterampilan kognitif anak:
1) Encoding
Proses memasukkan informasi kedalam memori. Siegler mengatakan bahwa
aspek utama dari pemecahan problem adalah menyandikan informasi yang
relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan.
2) Otomatisitas
Adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa
usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, pemprosesan
informasi makin otomatis, dan anak bisa mendeteksi hubungan-hubungan
antara ide dan kejadian (kail, 2002).
3) Konstruksi Strategis
Adalah penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Siegler
(2001) mengatakan bahwa anak perlu menyandikan informasi kunci untuk
suatu problem dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan
pengetahuan sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
6. 6
c. Modifikasi diri
Pendekatan pemprosesan informasi kontemporer menyatakan bahwa,
seperti dalam teori perkembangan kognitif Piaget, anak memainkan peran aktif
dalam perkembangan meraka. Mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang
telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang
baru. Dengan cara ini, anak membangun respon baru yang lebih canggih
berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.
2.2 PENDEKATAN KOGNITIF SOSIAL UNTUK PEMBELAJARAN
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga
faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert Bandura
(1986, 1997, 2000, 2001) adalah salah satu arsitek utama teori kognitif sosial. Pada
teori ini, faktor internal maupun eksternal dianggap penting. Bandura
mengembangkan determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu
perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berinteraksi satu
sama lain. faktor-faktor sosial seperti model, dapat mempengaruhi faktor personal
siswa, seperti tujuan, sense of efficacy untuk suatu tugas, atribusi, dan proses
regulasi diri, seperti merencanakan, memantau, dan mengontrol distraksi. Sebagai
contoh, umpan balik guru dapat membuat siswa menetapkan tujuan yang lebih
tinggi. Contoh lain, bila siswa mencapai sesuatu, keyakinan diri dan minatnya
meningkat.
Pengaruh Resiprokal
Ketiga kekuatan-personal, sosial/lingkungan, dan perilaku-berinteraksi
secara konstan. Mereka saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Pengaruh-Pengaruh Sosial
(Variabel-Variabel
Lingkungan)
Model
Instruksi
Umpan balik
Pengaruh-Pengaruh Self
(Variabel-Variabel Personal)
Tujuan
Efikasi Diri
Ekspektasi Hasil Atribusi
Evaluasi-Diri atas Kemajuan
Self-Regulatory Progress
Hasil-Hasil Pencapaian
(Perilaku)
Kemajuan Tujuan
Motivasi
Belajar
7. 7
Sumber: Dari “Social-Self Interaction and Achievement Behavior” oleh D. H.
Schunk, 1999. Educational Psychologist, 34, hlm. 221. Diadaptasi dengan seizin
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. dan penulis.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan
peran penting. Faktor person yang ditekankan Bandura ialah self-efficacy, yakni
keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.
Definisi lain mengatakan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang akan
kapabilitasnya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan rangkaian tindakan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan pencapaian tertentu.
Sumber-Sumber Efikasi Diri. Bandura mengidentifikasi empat sumber
efikasi diri: mastery experince, physiological and emotional arousal, vicarious
experinces, dan social persuasion. Mastery experince adalah pengalaman
langsung kita. Kesuksesan menaikkan efikasi, sementara kegagalan menurunkan
efikasi. Tingkat arousal mempengaruhi efikasi diri, tergantung bagaimana arousal
itu diinterpretasikan. Dalam vicarious experience (pengalaman orang lain),
seseorang memberikan penyelesaian. Bila sang model bekerja dengan baik, maka
efikasi siswa meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, maka efikasi
siswa menurun. Social persuasion berupa umpan balik spesifik atas kinerja.
2.2.1 PENERAPAN TEORI KOGNITIF SOSIAL
1. Pembelajaran Observasional
Pembelajaran observasional, juga dinamakan imitasi atau modeling, adalah
pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku
orang lain. Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi dapat
mengeliminasi pembelajaran trial and error yang membosankan. Dalam banyak
kasus, pembelajaran observasional membutuhkan lebih sedikit waktu ketimbang
pengkondisian operan.
Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura
Ada empat proses yang terlibat dalam pembelajaran observasional Bandura.
Proses itu adalah: atensi, retensi, produksi, dan motivasi.
a) Atensi. Sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus
memperhatikan apa yang dilakukan oleh model. Atensi model
8. 8
dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik. Misalnya, orang yang hangat,
kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan ketimbang orang yang dingin,
lemah, dan kaku. Murid lebih mungkin memperhatikan model yang
memiliki status tinggi daripada model yang memiliki status rendah.
b) Retensi. Untuk memproduksi tindakan model, murid harus mengodekan
informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga
informasi itu bisa diambil kembali. Deskripsi verbal dan gambar yang
menarik akan membantu daya retensi murid.
c) Produksi. Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang
mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya,
mereka tidak bisa mereproduksi perilaku model. Belajar, berlatih, dan
berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor
mereka.
d) Motivasi. Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau
dilakukan oleh model, menyimpan informasi dalam memori, dan
memiliki kemampuan gerak dalam meniru tindakan model, namun tidak
termotivasi untuk melakukannya. Maka dari itu diperlukan penguat
untuk memotivasi anak. Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu
dibutuhkan agar pembelajaran observasional terjadi. Tetapi, jika si anak
tidak meniru perilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang bisa
menolong: (1) memberi imbalan pada model; (2) memberi imbalan pada
anak; atau (3) memerintahkan anak untuk membuat pernyataan untuk
memperkuat diri.
Pembelajaran Observasional dalam Pengajaran
a) Mengarahkan perhatian. Dengan mengobservasi orang lain, kita bukan
hanya belajar tentang berbagai tindakan, tetapi juga melihat berbagai
objek yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu.
b) Menyempurnakan perilaku yang sudah dipelajari. Semua orang
pernah mengalami mencari isyarat dari orang lain ketika berada dalam
situasi yang asing. Mengobservasi perilaku orang lain menunjukkan
perilaku mana yang sudah dipelajari yang akan digunakan.
9. 9
c) Memperkuat atau memperlemah hambatan. Bila para anggota kelas
melihat seorang siswa melanggar aturan kelas dan tidak mendapat sanksi
apa-apa, mereka belajar bahwa konsekuensi yang tidak diinginkan tidak
selalu mengikuti pelanggaran aturan. Bila guru dapat menangani seorang
pelanggar aturan dengan baik, terlebih bila pelanggar adalah ketua kelas,
ide melanggar aturan ini dapat dihambat oleh siswa-siswa lain yang
melihat interaksi itu.
d) Mengajarkan perilaku baru. Modeling dapat diterapkan di kelas untuk
mengajarkan berbagai keterampilan mental dan memperluas wawasan-
untuk mengajarkan cara berpikir baru. Guru bertindak sebagai model
untuk mengajarkan berbagai macam perilaku, seperti melafalkan kata-
kata.
e) Membangkitkan emosi. Melalui pembelajaran observasional, orang
dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang belum
pernah mereka alami secara pribadi. Misalnya seorang anak yang melihat
temannya jatuh dari ayunan dan lengannya patah mungkin menjadi takut
bermain ayunan.
2. Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri
Dalam pendekatan perilaku kognitif, penekanannya adalah untuk membuat
murid memonitor, mengelola, dan mengatur perilaku mereka sendiri, bukan
mengontrol mereka melalui faktor eksternal. Pendekatan perilaku kognitif berasal
dari psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran terhadap perilaku, dan
behaviorisme, yang menekankan pada teknik mengubah perilaku.
Metode instruksi-diri adalah sebuah teknik perilaku kognitif yang
dimaksudkan guna mengajari individu untuk memodifikasi perilaku mereka
sendiri. Bayangkan sebuah situasi di mana murid SMA sangat gugup saat akan
menempuh ujian standar, misalnya UAN. Murid itu bisa diajak untuk berbicara
pada dirinya sendiri secara positif. Strateginya adalah mengubah pernyataan negatif
menjadi pernyataan positif.
Pembelajaran Regulasi Diri. Pembelajaran regulasi diri adalah
memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk
10. 10
mencapai suatu tujuan. Tujuan dapat berupa tujuan akademik ataupun tujuan
sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
11. 11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Belajar Pemprosesan Informasi dan Kognitif
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik
yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model
belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model Perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan presepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Asumsi dari teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya.
Diantara para pakar kognitif terdapat 3 pakar terkenal yaitu: Piaget, Bruner,
dan Ausubel. Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan
yang sama yaitu mementingkan ketertiban siswa secara aktif dalam belajar.
Menurut salah satu tokoh kognitif mengatakan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Teori kognitif pembelajaran
tidaklah sesuatu yang mutlak mengenai benar atau salah, melainkan sesuatu yang
bisa dievaluasi hanya dalam kondisi dimana sifat tugas tersebut dipelajari, jenis
pembelajaran tercapai, dan sifat-sifat yang dibawa siswa kedalam situasi tersebut.
Menurut pandangan kognitif bahwa, proses-proses kognitif adalah hal-hal
yang dikerjakan pembelajar secara mental ketika mereka berusaha menafsirkan dan
mengingat apa yang mereka lihat, dengar, dan pelajari. Proses kognitif dapat
memberikan efek besar pada apa yang dipelajari dan diingat secara spesifik oleh
pembelajar. Sebagai contoh, dorongan siswa untuk berfikir tentang materi pelajaran
dengan cara yang akan membantu mereka mengingatnya. Seperti ketika guru
mengenalkan konsep mamalia, dan meminta siswa untuk memberikan banyak
12. 12
contoh dan siswa mampu menyebutkan beberapa contoh mamalia yang diinginkan
guru tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif ini sudah banyak
digunakan baik dalam rumusan tujuan, maupun dalam pengembangan strategi,
belajar. Kegiatan pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip seperti:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui
tahapan-tahapan tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar baik
terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit
3. Ketertiban siswa secara aktif dalam belajar yang amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi,
akomodasi pengetahuan, dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif
yg telah dimiliki siswa.
3.2 Pendekatan Belajar Kognitif Sosial
Pendekatan belajar kognitif sosial menekankan adanya pengaruh dari tiga
faktor yang membentuk perilaku dalam proses belajar, yaitu faktor kognitif/person,
faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Ketiganya saling mempengaruhi satu sama
lain. hal yang paling ditekankan oleh Bandura dalam proses belajar adalah adanya
efikasi diri pada seseorang. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap
kemampuan yang dimilikinya sehingga ia dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan baik. Efikasi diri memainkan peran penting dalam proses
pembelajaran.
Seorang murid yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa
membantunya mengerjakan soal. Efikasi diri tidak tergantung pada jenis
keterampilan atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang, tetapi berhubungan
dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan menyangkut seberapa besar
usaha yang dikeluarkan seseorang dalam suatu tugas dan seberapa lama ia akan
bertahan. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri menyebabkan seseorang terus
13. 13
berusaha sampai tujuannya tercapai. Namun, apabila keyakinan akan kemampuan
diri tidak kuat, seseorang cenderung akan mengurangi usahanya bila menemui
masalah. Selain itu efikasi diri juga mempengaruhi pola berpikir, reaksi emosional,
dan perilaku seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya. Seseorang yang
menilai dirinya mampu akan memusatkan perhatiannya dan berusaha lebih keras
lagi bila ia mengalami kegagalan.
Efikasi diri turut mempengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usaha,
ketekunannya, dan prestasinya. Dibandingkan dengan siswa yang meragukan
kemampuan belajarnya, siswa yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau
melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih
gigih dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Jadi,
dalam belajar siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi tidak memandang tugas
tersebut sebagai suatu ancaman yang harus dihindari, melainkan menganggap
tantangan yang harus dihadapi.
Setiap orang pasti memiliki efikasi diri, namun yang membedakan adalah
tingkat efikasi diri yang dimiliki, apakah tinggi atau rendah. Pada kegiatan
pembelajaran, banyak sekali siswa yang memiliki efikasi diri rendah. Contoh kasus:
banyaknya siswa yang tidak percaya diri ketika mengerjakan soal ulangan.
Mengapa hal ini terjadi ? Hal ini terjadi karena mereka tidak mempunyai keyakinan
dan motivasi sehingga memiliki dorongan yang kurang untuk menapai tujuan yang
diinginkan. Akibatnya banyak dari siswa lebih memilih jalan pintas yang tidak baik
untuk memenuhi keinginanya. Menyontek merupakan salah satu perbuatan yang
mengatakan bahwa siswa memiliki efikasi diri yang rendah.
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan efikasi diri pada siswa ialah
dengan adanya pelatihan berpikir positif. Elfiky menyebutkan bahwa proses
berpikir berkaitan erat dengan konsentrasi, perasaan, sikap, dan perilaku. Berpikir
positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan
pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun situasi yang dihadapi (Elfiky, 2008, h.269). Berpikir positif juga membuat
individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres (Brissette dkk. dalam
Kivimaki dkk, 2005, h.413). Selain itu, Fordyce (dalam Seligman dkk, 2005, h.
419) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu
14. 14
dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas.
Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada
diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan
motivasi (Hill & Ritt, 2004, h. 175).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwitanyanov, dkk tentang pengaruh
pelatihan berpikir positif pada efikasi akademik mengatakan bahwa pelatihan
berpikir positif memiliki pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri akademik
mahasiswa. Efikasi diri akademik kelompok eksperimen terbukti lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suryani tentang pengaruh berpikir positif terhadap
efikasi diri mahasiswa. Pada penelitian itu didapatkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah
dilakukan pelatihan berpikir positif yang berupa persuasi verbal. Hasilnya berbeda
karena penelitian pertama mengamati pengaruh efikasi diri mahasiswa pada bidang
akademik, sedangkan pada penelitian kedua dilakukan pada mahasiswa profesi
pada tahap klinik yang melakukan praktek lapangan.
Pada konsep belajar Bandura terdapat pembelajaran observasional.
Pembelajaran observasional juga disebut pembelajaran modeling. Pembelajaran
observasional Bandura memiliki keunggulan dalam hal mengakomodir
kompleksitas perilaku, lingkungan dan individu siswa sehingga pembelajaran dapat
bermanfaat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Teknik pembelajaran
modeling merupakan pembelajaran yang diawali melalui pengamatan terhadap
seorang model. Dengan melakukan pengamatan, maka siswa akan memperoleh
gambaran yang jalas dan akurat terhadap konsep gerak yang akan dilakukan.
Pengamatan akan secara langsung menjadi sebuah proses mengingat sehingga
sangat bermanfaat dalam melakukan gerakan yang telah diingat melalui proses
mengingat. Dengan berbekal ingatan yang diperkuat dengan peran model maka
dimungkinkan seorang siswa akan lebih fokus, berkonsentrasi, tertarik dan
memiliki semangat tinggi untuk belajar. Jika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional (ceramah dan demontrasi), proses belajar hanya sampai pada proses
pengamatan tanpa ada penguatan yang lebih lanjut dengan model, sehingga jika
dibandingkan dengan pembelajaran observasional Bandura dengan menggunakan
15. 15
model, maka akan nyata terlihat perbedaan hasil belajarnya, karena tanpa penguatan
model, proses belajar siswa melalui model pembelajaran konvensional akan kurang
berkonsentrasi, dan kurang menciptakan motivasi dalam belajarnya. Pembelajaran
observasional Bandura juga menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student center). Hal ini terbukti dengan tahapan dalam pembelajaran
obervasional yang terdiri dari retensi dan produksi. Pada tahap retensi, siswa
dibebaskan untuk melakukan konsep berpikir dan mengingat serta membayangkan
secara seluas-luasnya baik individu maupun kelompok berdasarkan apa yang telah
diamati dari model, dengan keleluasaaan ini, maka siswa secara aktif berpikir dan
berprilaku sesuai dngan kebutuhannya sehingga meningkatkan transfer
mengingatnya ke dalam fase gerakan. Sedangkan pada tahap produksi, siswa
diberikan keleluasaan untuk melakukan latihan dan mempraktekkan secara seluas-
luasnya gerakan yang telah diingat dan diamati, sehingga secara konseptual siswa
terpola hasil gerakannya dari mengamati, mengingat dan mempraktekkan.
Pembelajaran observasional dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian oleh Gus Rohmat, dkk tentang
pengaruh pembelajaran observasional dapal meningkatkan motivasi belajar siswa.
Secara keseluruhan motivasi belajar IPS siswa meningkat di setiap tindakan. Dalam
pembelajaran observasional, di-perlukan model yang akan menjadi sarana bagi
pebelajar untuk memberi stimuli bagi respon pebelajar. Lebih jauh lagi, Lapono
menjelaskan model yang dapat digunakan dalam peniruan dapat berupa real life
model (model kehidupan nyata), symbolic model (model disajikan secara simbolis
lewat pembelajaran lisan, tertulis, peraga dan kombinasi serta gambar), dan repre-
sentative model (model yang ditayangkan melalui televisi maupun video).
Kelemahan dari teori Bandura adalah teori belajar sosial Albert Bandura
sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena teknik
pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan perilaku dan adakalanya cara
peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat individu yang
menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku akan meniru
tingkah laku yang negatif, termasuk perlakuan yang tidak diterima masyarakat.
16. 16
Namun hal itu tetap kembali pada individu itu sendiri, ketika individu menerima
informasi, apakah diolah dengan baik melalui proses kognitifnya atau tidak.
Kelebihan dari teori Bandura adalah teori belajar sosial Albert Bandura
lebih lengkap dari teori sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan
erilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atas stimulus,
melainkan juga atas reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar
social menekankan pentngnya perhatian empiris dalam mempelajari perkembangan
anak-anak. Penelitian ini berfokus pada perkembangan anak-anak faktor sosial dan
kognitif.
17. 17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pada teori kognitif, terdapat dua teori yang dibahas yaitu teori kognitif
Bruner dan teori kognitif Piaget. Bruner menekankan adanya pengaruh budaya
terhadap tingkah laku seseorang dengan teorinya yang disebut free discovery
learning. Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik yaitu proses yang didasarkan oleh mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang maka makin
komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat kemampuannya.
Pada pendekatan belajar pemprosesan informasi, inti dari pendekatan ini
adalah proses memori dan proses berfikir. Menurut pendekatan pemprosesan
informasi, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses
informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan
pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Pada teori kognitif sosial, menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan
juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert
Bandura (1986, 1997, 2000, 2001) adalah salah satu arsitek utama teori kognitif
sosial. Pada teori ini, faktor internal maupun eksternal dianggap penting. Aplikasi
dari teori kognitif sosial adalah adanya pembelajaran modeling serta pembelajaran
regulasi diri. Bandura juga mengatakan bahwa faktor terpenting dari belajar adalah
efikasi diri. Semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin bagus hasil yang
akan didapatkan dari proses belajar.
4.2 SARAN
Dengan adanya teori belajar pemprosesan informasi dan kognitif, serta
sosial kognitif modeling, semoga dapat menjadi referensi dalam memilih
pendekatan pembelajaran yang sesuai sehingga tujuan yang hendak diraih berhasil
dicapai. Pada teori pemprosesan informasi dan kognitif telah dijelaskan tahap-tahap
18. 18
pemprosesan informasi sehingga terbentuk perilaku baru. Hendaknya dalam
mengajarkan siswanya, guru menyampaikan contoh-contoh sembari menjelaskan
pelajaran, sehingga dengan contoh-contoh yang kongkrit, siswa dapat dengan
mudah mengerti dalam proses belajar. Guru juga hendaknya dapat menghubungkan
suatu masalah dengan informasi yang telah dimiliki oleh siswanya.
Pada teori modeling Albert Bandura, hendaknya dalam proses peniruan,
pilihlah hal yang positif dari apa yang ditiru. Meniru bukan berarti harus sesuai
dengan hasil observasi. kita dapat memodifikasi perilaku sesuai dengan keyakinan
dan kemampuan diri yang kita miliki, sehingga kita dapat meningkatkan
kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif. Dalam teori ini hendaknya
kita dapat belajar bagaimana menjadi individu yang memiliki efikasi diri yang
tinggi. Individu dengan efikasi diri yang tinggi tidak akan cepat menyerah ketika
mengalami kegagalan, melainkan dapat bengkit kembali dan dengan
mengintropeksi kekurangan sehingga dapat memaksimalkan usaha untuk
menghadapi masalah kedepannya.
19. 19
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W.2008.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Kencana Prenada Media
Group.
Woolfolk, Anita.2009.Educational Psychology Bagian
Pertama.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Woolfolk, Anita.2009.Educational Psychology Bagian Kedua.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Zalnaya.2014.Psikologi Pembelajaran.Pekanbaru:Mutiara Pesisir Sumatra.