4. Tujuan Terapi Ketergantungan Napza
Abstinensia
• Sangat ideal dan sulit dicapai sebagian besar orang dg adiksi napza
Pengurangan frekuensi dan keparahan kekambuhan
• Pencegahan kambuh, CBT, terapi rumatan
Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial
• Pengendalian dampak buruk dan bisa meneruskan kebiasaan positif
5. Konsep Dasar Proses Terapi
Program terapi menyasar pada masalah pemakaian zat,
kondisi medis penyerta,masalah psikososial
Pemilihan program TR tergantung taraf penggunaan,
jenis zat, kondisi klien.
Contoh: Ranap pada intoksikasi stimulan dengan gejala
psikotik, Rajal pada ganja rekreasional
6.
7. Prinsip Terapi Yang Efektif
1. Adiksi merupakan penyakit kompleks tapi dapat diterapi,
mempengaruhi fungsi otak dan perilaku
2. Tak ada terapi tunggal yg sesuai bagi setiap orang
3. Terapi harus siap sedia
4. Terapi yang efektif melayani banyak kebutuhan seseorang, tak
hanya penyalahgunaan zatnya
5. Bertahan dalam terapi untuk periode waktu yg adekuat adalah
hal yg penting
6. Terapi2 perilaku merupakan bentuk terapi GPZ yg paling umum
8. Prinsip Dasar Terapi Rehabilitasi (2)
7. Obat merupakan elemen penting terapi bagi banyak pasien
8. Rencana terapi dan layanan individu harus dikaji secara
berkesinambungan dan dimodifikasi seperlunya untuk
memastikan bahwa rencana tersebut memenuhi kebutuhannya
yg berubah2
9. Banyak orang dengan ketergantungan zat juga menderita
gangguan jiwa lainnya
10. Detoksifikasi dengan obat hanya tahap pertama terapi adiksi dan
itu saja berperan kecil untuk mengubah penyalahgunaan zat
jangka panjang
9. Prinsip Dasar Terapi Rehabilitasi (3)
11. Terapi tidak harus sukarela supaya efektif
12. Penggunaan zat selama terapi harus diawasi secara
berkesinambungan
13. Program2 terapi harus menguji pasien u/ adanya HIV/AIDS,
hepatitis B dan C, TB, dan penyakit menular lainnya, serta
menyediakan konseling pengurangan-risiko, menghubungkan
para pasien kepada terapi bila perlu
11. Treatment Modalities and Interventions
(WHO, UNODC 2020)
Screening, brief interventions & referral to treatment
Evidence-based psychosocial interventions
Evidence-based pharmacological interventions
Overdose identification & management
Treatment of co-occurring psychiatric & physical health conditions
Recovery management
12.
13. Jenis Terapi Gangguan Penggunaan Zat
(Napza)
1. Setting Rawat Jalan
Intervensi medis
a. Detoksifikasi
b. Terapi simptomatik
c. Terapi rumatan
d. Terapi kondisi medis penyerta
Intervensi psikososial
a. Psikoterapi
b. Edukasi, Konseling
14. 2. Setting Rawat Inap
Meliputi terapi rawat inap, ditambah pendekatan
Komunitas Terapeutik (TC), 12 langkah, dan berbagai
terapi yang sudah teruji secara ilmiah.
Termasuk intervensi medis bagi kegawat-daruratan medis
dan psikiatri.
15. Terapi Detoksifikasi
Tujuan Terapi Detoksifikasi adalah:
Untuk mengurangi, meringankan atau meredakan keparahan
gejala putus zat.
Untuk mengurangi keinginan, tuntutan dan kebutuhan pasien
untuk “mengobati dirinya sendiri” dengan menggunakan zat-
zat ilegal.
Mempersiapkan untuk proses terapi lanjutan yang dikaitkan
dengan modalitas terapi lainnya, seperti: therapeutic
community, berbagai jenis terapi rumatan atau terapi lain.
Menentukan dan memeriksa komplikasi fisik dan mental, serta
mempersiapkan perencanaan terapi jangka panjang.
16. Terapi Simptomatik
Tidak semua masalah zat perlu detoksifikasi
Dokter bisa memberikan intervensi medis berdasar
gejala yang menonjol.
Bisa bagian kedaruratan medis atau psikiatri, misal
depresi dan psikotik.
17. Kedaruratan Medik Pada Penggunaan
Napza dan Gangguan Mental Lainnya
Intoksikasi akut
Keadaan putus zat
Keadaan putus zat dengan delirium
Gangguan psikotik
Gaduh gelisah
Gangguan cemas/panik
Depresi berat dengan percobaan bunuh diri
18. Intoksikasi Akut
Gejala tergantung pada zat yang dipakai
Berbahaya karena agresivitas, impulsif, agitatif, kecuali intoksikasi
tembakau
Intoksikasi akut kokain, amfetamin, halusinogen dapat
menyebabkan kejang, hipertensi, gangguan irama jantung,
hipertermia, dehidrasi.
Perlu rawat inap untuk memulihkan organobiologik.
19.
20.
21.
22.
23. Terapi Intoksikasi Opioid
• Awasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu, pernafasan dan
kesadaran) oksigen, infus
O Antidotum Nalokson: 0,4-0,8 mg IV atau 0,01 mg/kgBB,
IV/IM. Bila respon (-) dalam 5 menit diulang sampai
timbul perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernafasan,
dilatasi pupil atau telah mencapai dosis maksimal nalokson
10 mg. Bila tetap tidak ada respon rujuk ke ICU. Respon
(+) drip Nalokson dalam cairan infus sebanyak 0,4
mg/jam selama 12 jam observasi ketat min 24 jam.
24. Terapi Intoksikasi Opioid (2)
O Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi, kalau perlu
pasang sonde lambung (NGT)
O Melalui oral: lakukan kuras lambung berikan Activated
Charchoal (misal: Norit), dosis 50 mg dilarutkan dalam 200
ml cairan, dapat diulang tiap 4 jam, maks 100 gram.
O Pertimbangkan pemasangan pipa trakea (intubasi) bila:
pernafasan tidak adekuat, koma.
O Bila Kejang diazepam 5-10 mg (iv/im)
25. Terapi Intoksikasi Amfetamin
Antipsikotik dosis rendah
Jika paranoid/perilaku menyerang & membahayakan AP / benzodiazepin
Antihipertensi bila diperlukan; Kontrol temperatur.
Beta receptors blocker dapat mengurangi beberapa gejala katekolaminergik
dan Benzodiazepin dapat mengontrol ansietas
Kondisi kejang dapat diatasi dgn Benzodiazepin (Diazepam atau Lorazepam)
Karena ada kemungkinan terjadi aritmia kordis yang dapat mengancam
kehidupan, maka kemungkinan diperlukan cardiac monitoring & dapat
diberikan Propanolol.
26. Terapi Intoksikasi Kanabis
O Bila Ansietas berat berikan antiansietas golongan
Benzodiazepin, misalnya : lorazepam 1-2 mg oral,
alprazolam 0,5-1 g oral, chlordiazepoxide 10-50 mg oral
O Bila gejala psikotik menonjol dapat diberikan major
tranquilizer, misal: Haloperidol 1 -2 mg oral atau IM dan
dapat diulang setiap 20-30 menit
27. Terapi Intoksikasi Kokain
Sedative-Hipnotika anti ansietas
Mayor Tranquilizer gejala psikotik
Bila ada hipertermia diberikan kompres dingin
Pemberian anti konvulsan bila kejang-kejang
Anti hipertensi bila ada kenaikan tekanan darah
28. Terapi Intoksikasi Benzodiazepin
Flumazenil (Antagonis Benzodiazepin) oleh dokter anestesi/berpengalaman
pertahankan jalan nafas & perbaiki gangguan asam basa
Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Kalau tidak, pikirkan Activated
Charcoal. Selama perawatan harus diawasi supaya tidak terjadi aspirasi, kalau
perlu pasang sonde lambung (NGT)
Perhatikan tanda-tanda vital & depresi pernafasan, aspirasi & edema paru
Bila sudah terjadi aspirasi, berikan antibiotik
Bila pasien ada usaha bunuh diri tempatkan di tempat khusus dengan
pengawasan
29. Terapi Intoksikasi Alkohol
O Kondisi Hipoglikemi Dextrose 40%
O Kondisi penurunan kesadaran sampai dengan koma, lakukan
penanganan kegawatdaruratan secara intensif
O Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy lalu 50 ml Dextrose 50% i.v
O Berikan Naloxon 0.4-2 mg bila ada riwayat kemungkinan pemakaian
opioida
O Antisipasi perilaku agresifitas buat suasana tenang & berikan
dosis rendah sedatif, misal: lorazepam 1-2 mg oral atau Haloperidol
5 mg oral, bila terlihat agresifitas tinggi berikan Haloperdol 5 mg IM.
30. Keadaan Putus Zat Dengan Delirium
kondisi klinis akibat pengurangan atau peghentian penggunaan
narkotika atau zat adiktif setelah penggunaan berulang kali,
lama dan /atau jumlah banyak,
Delirium merupakan kondisi seseorang kehilangan kemampuan
untuk mengalihkan, memusatkan perhatian, fluktuatif, bisa
disertai agitasi.
31. Gejala Putus Zat
Alkohol dan sedativ hipnotika : kejang, agitasi, hipotensi
postural, delirium
Kokain, stimulan : agitasi dan ide bunuh diri
Kondisi medik berat ranap
Putus tembakau, ganja rajal
Putus opioid : nyeri, kadang butuh ranap.
32. Terapi Sindroma Putus Zat Opioid
Terapi simptomatik sesuai gejala klinis analgetika
(Tramadol, Asam Mefenamik, Parasetamol), spasmolitik
(Papaverin, Spasmium), dekongestan, sedatif-hipnotik,
antidiare
Pemberian subtitusi: Metadon, Bufrenorfin yang diberikan
secara tapering off (bila tidak ada tersedia dapat diganti
Kodein).
Untuk Metadon dan Buprenorfin dapat dilanjutkan terapi
jangka panjang (Rumatan)
33. Terapi Sindroma Putus Zat Opioid
Pemberian subtitusi non opioida ; Clonidine dengan dosis
17mcg/Kg.BB dibagi dalam 3-4 dosis diberikan selama 10 hari
dengan tapering off 10%/hari untuk mencegah rebound
hypertension.
Selama pemberian clonidine lakukan pengawasan tekanan
darah, bila tekanan systole kurang dari 100 mmHg atau tekanan
diastole kurang 70 mmHg pemberian clonidine HARUS
DIHENTIKAN .
Pemberian Sedatif-Hipnotika, Neuroleptika (yang memberi efek
sedative, misal Clozapine 25 mg) dapat dikombinasikan dengan
obat-obat lain.
34. Terapi Sindroma Putus Zat Amfetamin
Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan psikiatrik
Rawat inap diperlukan bila gejala psikotik berat, gejala depresi
berat atau kecenderungan bunuh diri & komplikasi fisik lain.
Antipsikotik (Haloperidol 3 x 1,5-5mg, Risperidon 2 x 1,5-3 mg),
Antiansietas (Alprazolam 2 x 0,25-0,5 mg, Diazepam 3 x 5-10
mg, Clobazam 2 x 10 mg) atau Antidepresi golongan SSRI atau
Trisiklik/Tetrasiklik sesuai kondisi klinis
Terapi suportif : istirahat, olah raga, dan diet sehat.
Risiko relaps sangat tinggi selama periode awal intervensi
psikososial (terapi suportif, CBT, relapse prevention).
35. Terapi Sindroma Putus Zat Benzodiazepin
Penatalaksanaan dengan Benzodiazepine tapering off :
- Berikan salah satu Benzodiazepine (Valium, Frisium, Ativan)
dalam jumlah cukup; lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg)
setiap 2 hari
- Berikan hipnotika malam saja (Clozapine 25 mg, Halcion 0,25
mg)
- Berikan vitamin B complex.
- Injeksi Valium intramuskuler/intravena 1 ampul (10 mg) bila
pasien kejang/agitasi, dapat diulangi beberapa kali dgn selang
waktu 30-60 menit.
36. Terapi Sindroma Putus Zat Kanabis
Jarang memerlukan terapi medis ataupun psikiatrik.
Pengobatan diperlukan untuk mengurangi risiko relaps pada
klien yang berupaya untuk berhenti.
Terapi : Antipsikotik (Haloperidol 3 x 1,5-5 mg, Risperidon 2 x
1,5-3 mg), Antiansietas (Alprazolam 2 x 0,25-0,5 mg, Diazepam
3 x 5-10 mg, Clobazam 2 x 10 mg) atau Antidepresi golongan
SSRI atau Trisiklik/Tetrasiklik sesuai kondisi klinis.
37. Terapi Sindroma Putus Zat Kokain
Gejala withdrawal mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
Tidak ada farmakoterapi yang efektif untuk manajemen
withdrawal, terapi yang direkomendasikan
Benzodiazepin (jangka pendek) & Antidepresan.
38. Terapi Sindroma Putus Zat Alkohol
Berikan benzodiazepin (diazepam, khlordiazepoksid, lorazepam):
untuk meredakan kejang, delirium,hipertensi
kecemasan/kegelisahan, takikardia, diaphoresis, tremor
Klordiasepoksid 50-100 mg setiap 2-4 jam, atau Lorazepam 2-10 mg
setiap 4-6 jam
Benzodiazepin (diazepam, alprazolam, lorazepam) untuk mengurangi
gejala putus zat & mencegah kejang. Beri dosis rendah sedatif
(Lorazepam) 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah
berikan parenteral (i.m)
39. Pengelolaan Pasca Putus Alkohol
Tetap di dalam terapi, terapi dilanjutkan
Mencari rujukan.
Farmakoterapi:
acamprosate
naltrexone
disulfiram.
Alkohol
40. Gangguan Psikotik
Gejala psikotik yang muncul pada waktu atau dalam 2 minggu
penggunaan narkotika/zat adiktif, berlangsung paling sedikit
48 jam dan tidak lebih 6 bulan.
Bila disertai agresivitas ranap
Terapi : anti psikotik atipikal (risperidon, aripiprazol) atau
tipikal (haloperidol, stelazin)
41. Gaduh Gelisah Dan Gangguan Cemas/
Panik
Gaduh gelisah harus rawat inap
Terapi : antipsikotik atipikal
Gangguan cemas/panik tidak perlu ranap
Terapi : benzodiazepin dan antipsikotik tipikal dosis rendah
(trifluoperazin 1 mg, haloperidol 0,5mg)
Pertimbangan ulang benzodiazepin potensi tinggi.
42. Depresi Berat Dan Percobaan Bunuh Diri
Harus rawat inap
Terapi :antidepresan (fluoxetin, sertralin),
benzodiazepin, antipsikotik
43. Terapi Rumatan
Menggunakan zat agonis, penuh atau parsial, atau zat
antagonis, diberikan setelah detoksifikasi.
Tujuan : mencegah relaps.
Rumatan Opioid metadon (agonis penuh), buprenorfin
(agonis parsial), nalokson dan naltrekson (antagonis).
Tembakau : varenicline
44. Terapi Kondisi Medis Penyulit/ Penyerta
Gangguan Penggunaan narkotika pada pasien jarang ditemukan berdiri sendiri
melainkan terdapat bersama dengan gangguan lain (komorbiditas).
Penggunaan narkotika dengan cara suntik, dapat membuat seseorang menderita
penyakit penyulit (komplikasi) seperti HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS),
hepatitis B atau C dan lain-lain.
Sesuai dengan konsep dasar proses terapi, program terapi harus menyediakan
assesmen untuk HIVAIDS, Hepatitis B dan C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi
lain
Perlu dilakukan konseling untuk membantu pasien merubah perilakunya, agar
tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang berisiko
mendapatkan infeksi.
45. Terapi Diagnosis Ganda (Dual Diagnosis)
Dual diagnosis adalah istilah klinis untuk penyebutan
diagnosis ganda atau multiple pada pasien ketergantungan
narkotika dan terdapat bersama-sama dengan gangguan
psikiatri lain secara independen.
Pasien-pasien dengan kombinasi ketergantungan napza dan
gangguan psikiatri lainnya membutuhkan terapi khusus,
guna mempersiapkan dirinya dalam program pemulihan
yang sesuai dan adekuat.
46. Incidence of Co-occurring Disorders
SUD
Mental
Disorder
19.7 percent of adults
with a mental disorder
also have an SUD
42.8 percent of adults
with an SUD also have a
mental disorder
Co-occurring SUD and
Mental Disorder
Source: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. (2010). Results from the 2009
National Survey on Drug Use and Health: Mental Health Findings. Office of Applied Studies, NSDUH Series H-
39, HHS Publication No. SMA 10-4609. Rockville, MD: U.S. Department of Health and Human Services.
About 50 percent of those
with an SUD also have at
least 1 mental disorder
47. 47
Kategori Gangguan Penggunaan Napza dan
Gangguan Jiwa Lainnya
OTHER MENTAL DISORDERS
Schizophrenia
Bipolar
Schizoaffective
Major Depression
Borderline Personality
Post Traumatic Stress
Social Phobia
etc
Substance Use Disorder
Alcohol Abuse/Dependence
Cocaine/ Amphethamine
Opioids
Marijuana (Cannabis)
Hallucinogen
Inhalant
Hypnotic-sedative
Prescription drugs / NPS
48. Isu-isu Dalam Terapi Komorbiditas
Tidak mudah untuk menerima treatment
Membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama
Pemenuhan kebutuhan treatment yang sulit ; negosiasi tujuan
dari treatment yang objective, sosial support yang inadekuat,
putus pengobatan
Kebutuhan support sosial untuk proses abstinent dan
mengurangi distress
Relapse prevention klien komorbiditas risiko relaps lebih
tinggi
49. Dampak Komorbiditas (Dual Diagnosis)
Meningkatkan kejadian
kekerasan
Tuna wisma
Kepatuhan berobat menurun
Reduksi atau efek potensiasi
medikasi
Perlambatan kesembuhan dari
masalah penggunaan zat
Meningkatkan angka bunuh diri.
50.
51.
52. Evidence-based Psychosocial Interventions
(UNODC-WHO, 2020)
Cognitive-behavioural therapy
Motivational interviewing and motivational enhancement
therapy
Contingency management
Family orientated treatment approaches
The community reinforcement approach
Mutual-help groups
53. Terapi Dan Rehabilitasi Medis Ranap Berbasis Rumah
Sakit Dan Komunitas
Program terapi berbasis rumah sakit :
a. General Hospital Based Program
RS pemerintah, rehabilitasi medis untuk pemulihan penyakit
komorbid.
b. Psychiatric hospital (RSJ)
RS pemerintah, rehabilitasi mental untuk dual diagnosis
54. c. Rumah Sakit Khusus
RSKO Jakarta dengan fasilitas IGD, Detoksifikasi, ranap
rehabilitasi (Rehabilitasi Residensial), terapi dual
diagnosa, terapi rumatan Opioid (metadon/buprenorfin)
Berbasis Komunitas di fasilitas rehabilitasi yg
diselenggarakan masyarakat, seperti TC, 12 langkah.
Bersifat Rehab Sosial, tanpa intervensi medis.
56. Harm Reduction
Pengurangan Dampak Buruk
adalah suatu kebijakan atau program yang ditujukan
untuk menurunkan konsekuensi kesehatan, sosial dan
ekonomi yang merugikan sebagai akibat penggunaan
narkotika tanpa kewajiban abstinensia dari penggunaan
narkotika
57. Beberapa Program Harm Reduction
1. Syringe Exchange Program
Tersedianya tempat penukaran jarum suntik bekas dengan
yang steril. Atau tersedianya jarum suntik steril tanpa
penukaran dengan jarum suntik bekas.
2. Methadone Maintenance Treatment Program (MMTP)
MMTP telah dikembangkan sejak tahun 60an sebagai suatu
cara untuk mengurangi angka kriminalitas, konsekuensi sosial
yang merugikan dan infeksi HIV/AIDS.
3. Education, Outreach Program And Bleach Kits
Ini adalah suatu program edukasi membersihkan jarum suntik
yang sudah dipakai untuk mencuci-hamakan jarum bekas.
58. 4. Tolerance Areas
Tolerance areas adalah suatu tempat yang diperkenankan
untuk melakukan kebiasaan menggunakan heroin melalui
suntikan tanpa mendapatkan hukuman. Cara tersebut
memerlukan koordinasi yang ketat.
5. Kawasan Bebas Asap Rokok
kawasan bebas asap rokok merupakan tempat-tempat atau
gedung-gedung yang tidak diperkenankan orang untuk
merokok.
60. Rencana Terapi
Bekal berhasilnya program terapi
Disusun berdasarkan hasil assesmen komprehensif, sesuai
kebutuhan klien.
Disepakati klien, orang tua, wali/keluarga, pimpinan IPWL
Perlunya rujukan sesuai kebutuhan.
Melalui IPWL minimal klien mendapat konseling
61.
62. Pelaksana Program Terapi
A Treatment Team of Professionals:
O Psikiater
O Dokter
O Psikolog
O Perawat
O Konselor
O Pekerja Sosial
dll..
63. Contoh Rencana Terapi
Resume masalah:
Nick memiliki riwayat ketergantungan ganja yang saat ini berada pada tahap remisi
awal. Sudah 6 bulan tidak menggunakan ganja, sesekali minum alkohol. Kondisi fisik
tiga bulan terakhir ini batuk-batuk. Pemeriksaan fisik ditemui ronkhi kasar di paru
kanan. Tidak mengalami masalah psikiatris bermakna, belum pernah dihukum, namun
pernah ditangkap krn pemilikan 1 linting ganja. Saat ini masih hidup dengan
pasangan, belum menikah. Pekerjaan tidak tetap, sebagai tour guide
Rencana Terapi:
Pemeriksaan radiologi & konsultasi penyakit paru
Konseling adiksi Napza
Informasi pengurangan dampak buruk alkohol
Informasi tentang perilaku seks yang aman