Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu ”lokasi” sebagai akibat dari fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh pemerintah daerah
Presentasi berikut adalah materi yang disampaikan oleh Kepala Pelayanan Kesehatan Hewan PT. CP Prima pada sarasehan perudangan nasional yang diadakan oleh Shrimp Club Indonesia pada 20 Juli 2018
Presentasi Kualitas Air ini dibuat oleh Romi Novriadi, S.Pd,kim., M.Sc dalam upaya untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya lingkungan dalam mendukung produksi budidaya ikan laut
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di wilayah Pulau Nguan, Kelurahan Galang Baru, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 8,01 – 8,03, salinitas 33 ‰, Nitrit < <0.1 /><0,009 /><0,033 mg/L dan suhu berada pada kisaran 30,1 – 30,2 ⁰C. Sementara kedalaman dan kekeruhan menjadi faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi produksi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi parasit dan virus, namun positif terinfeksi oleh bakteri Vibrio spp. Adanya upaya untuk penerapan biosekuriti dan teknologi budidaya di kedua lokasi pemantauan menjadikan Pulau Nguan sangat berpotensi sebagai sentra produksi budidaya ikan laut di Kota Batam
Kata kunci: Pulau Nguan, Kualitas Air, Mikrobiologi, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Presentasi berikut adalah materi yang disampaikan oleh Kepala Pelayanan Kesehatan Hewan PT. CP Prima pada sarasehan perudangan nasional yang diadakan oleh Shrimp Club Indonesia pada 20 Juli 2018
Presentasi Kualitas Air ini dibuat oleh Romi Novriadi, S.Pd,kim., M.Sc dalam upaya untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya lingkungan dalam mendukung produksi budidaya ikan laut
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di wilayah Pulau Nguan, Kelurahan Galang Baru, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 8,01 – 8,03, salinitas 33 ‰, Nitrit < <0.1 /><0,009 /><0,033 mg/L dan suhu berada pada kisaran 30,1 – 30,2 ⁰C. Sementara kedalaman dan kekeruhan menjadi faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi produksi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi parasit dan virus, namun positif terinfeksi oleh bakteri Vibrio spp. Adanya upaya untuk penerapan biosekuriti dan teknologi budidaya di kedua lokasi pemantauan menjadikan Pulau Nguan sangat berpotensi sebagai sentra produksi budidaya ikan laut di Kota Batam
Kata kunci: Pulau Nguan, Kualitas Air, Mikrobiologi, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di Desa Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang, Batam. Pengamatan dilakukan pada bulan Februari 2015 di tiga lokasi budidaya dan dua diantaranya adalah unit produksi ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kedalaman air memiliki level yang rendah untuk budidaya ikan laut dan kekeruhan cukup tinggi untuk media persiapan produksi. Untuk budidaya ikan laut, pH berada pada kisaran 7,67-7,69, suhu 29,2⁰C, salinitas 30 ‰ dan kekeruhan 2,28-2,65 NTU. Sementara untuk media persiapan air tawar, pH 7,25, suhu 29,8⁰C, salinitas 0 ‰ dan kekeruhan 22,6 NTU. Secara umum, untuk seluruh lokasi parameter NO2, NH3 dan PO4 berada di bawah limit deteksi. Tidak adanya aplikasi biosekuriti, penerapan cara budidaya ikan yang baik serta terlalu bergantungnya masyarakat terhadap bantuan benih dan berbagai sarana produksi menjadikan aktivitas budidaya perikanan di Desa Tanjung Banon menjadi tidak berkelanjutan
Kata kunci: Tanjung Banon, Kualitas Air, Biosekuriti, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 – 7,5, salinitas 0 ‰ dan Nitrit < <0.1 /><0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 – 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 – 31,3 ⁰C and turbidity 16,27 – 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
Laporan hasil PKL mahasiswa Agrobisnis Perikanan, Universitas Brawijaya, sebagai wawasan, pengetahuan dan terapan hasil dari bangku kuliah pada keadaan lapang
prospek budidaya tambak udang pada daerah kabupaten garut jawa barat. bertujuan untuk dapat membantu petani atau pengusaha pemula dalam bidang pertambakan atau budidaya udang. hal ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan hasil dari budiya udang oleh petani atau petambak udang.
Kegiatan perikanan budidaya dikenal baik
menjadi penyumbang utama terhadap peningkatan tingkat limbah organik dan bahan
beracun dalam industri budidaya. Seiring dengan perkembangan budidaya perikanan yang
intensif di Cina, menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan dampak dari limbah
budidaya yang semakin meningkat baik terhadap produktivitas internal sistem budidaya dan
terhadap ekosistem perairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, jelas bahwa proses
pengelolaan limbah yang sesuai sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya
perikanan yang berkelanjutan. Tinjauan ini bertujuan untuk mengidentifikasi status terkini
perikanan budidaya dan produksi limbah perikanan budidaya di Cina
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Similar to Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek, kelurahan temoyong batam-1 (20)
Graduate school is known to be much more intensive than undergraduate work, so it is important that students develop good time management skills. We know that in graduate study, there are so many assignments, project work, appointment with professor or instructor. Therefore, the application of Higher Levels of Thinking (HOTs) are more important than Lower level of thinking (LOTs). HOTS require that we apply the facts that we learn. These skills are commonly defined based on Bloom's Taxonomy, which examines and categorizes different levels of thinking and HOTS include with: analysis, evaluation and creation
In order to promote HOTS, graduate students must not only have a basic knowledge and comprehension of concepts but be able to apply what they are learning through an activities.
Critical reading involves presenting a reasoned argument that evaluates and analyses what you have read. Being critical, therefore - in an academic sense - means advancing your understanding, not not to find fault, but also want to assess the strength of the evidence and the argument.
Group projects can help students develop a host of skills that are increasingly important in the professional world. Positive group experiences have been shown to contribute to student learning, improve the communication skills, discussion, solve the problem and support the succesfull study, especially in the graduate study
The new skills and knowledge that you gain from your graduate education can improve your ability to do your best in work and obtained a better position, means that you will have more opportunities to improve your career
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks
We investigated the effects of fish protein hydrolysate (FPH) on zootechnical performance and immune response of the Asian Seabass Lates calcarifer Bloch. Experimental fish were fed with 3 diets: a local commercial diet (control), coated or not, with 2 and 3% FPH (w/w). Twelve thousand Asian Seabass juveniles (5.88±0.56 g) were divided into three groups and two replicates reared in nursery tanks (2000 L). The remaining fish were then used for grow-out experiment in floating net cages (1m x 1 m x 3 m). Zootechnical performances were assessed at both stages with following indicators: total weight gain (TWG), % relative weight gain (% RWG), % specific growth rate (% SGR), final weight (g) and final length (cm). At the end of each trial period, fish immune status was assessed through blood sampling and the measurement of Neutrophile (%), Monocyte (%), Lymphocyte (%), Macrophage (105 cell/mL), Leukocyte (103 cell/mL) and Phagocytes activity (%). At the end of the nursery trial, an immersion bacterial challenge with Vibrio parahaemolyticus (105 cells mL-1) was implemented. The results showed that dietary FPH supplementation significantly influenced the growth and immune status of Asian Seabass when compared to the control group. Fish fed FPH supplemented diet yielded higher growth rates and survival rates than non supplemented group. Fish phagocytic activity and resistance to a bacterial challenge were also improved by dietary FPH supplementation. These results may be related to the significant changes observed in fish leukocyte profiles, when fed FPH supplemented diets. Altogether, these results show the positive contribution of FPH to the sustainability of Asian seabass farming.
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks.
Kota Batam merupakan wilayah kepulauan yang memiliki beberapa tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Bila selama ini, Batam cukup dikenal dengan wisata alam ke Jembatan Barelang (baca: Jembatan Raja Haji Fisabilillah) atau menyusuri sejarah perjuangan para pengungsi Vietnam yang terdampar di pulau Galang, maka kini Batam layak untuk direkomendasikan sebagai daerah dengan wisata pantai yang cukup indah dan salah satunya adalah di kawasan wisata pantai Nongsa.
Konsep Blue Economy yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli sangat menarik untuk dipahami dan diterapkan, khususnya oleh Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki karakteristik sebagai wilayah kepulauan dengan potensi kelautan yang cukup besar namun minim lahan untuk pertanian. Implementasi Blue economy dapat menjadi solusi bagi Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat serta mewujudkan penguatan ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas di bidang kelautan. Secara garis besar, konsep ini menawarkan paradigma pembangunan sektor kelautan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggungjawab dan berkelanjutan melalui penerapan industri yang bersifat tanpa limbah (Zero waste) dan efisien. Penerapan konsep Blue economy ini semakin menggema sejak disepakati oleh 21 Negara Asia Pasifik sebagai fokus kerjasama kemitraan negara APEC yang tertuang dalam Deklarasi Xianmen melalui Pertemuan Tingkat Menteri Kelautan APEC Keempat (The 4th APEC Ocean-related Ministerial Meeting/AOMM4). Dalam pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa penerapan konsep Blue economy akan lebih difokuskan kepada 3 bidang kerjasama, diantaranya: (1) Konservasi ekosistem laut dan pesisir, (2) keamanan pangan dan perdagangan, serta (3) pengembangan ilmu kelautan dan inovasi teknologi.
Model implementasi Blue Economy yang meliputi promosi Good Ocean Governance, pengembangan wilayah Blue Economy, dan model investasi Blue Economy menuju penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien telah berhasil diimplementasikan di beberapa negara, seperti: China, Korea Selatan dan Kanada dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja secara berkelanjutan. Penerapan konsep ini di Indonesia juga dapat dilihat melalui pilot project Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) di kawasan industry laut Nusa-penida Bali. Hasil yang diperoleh dari implementasi konsep ini dinilai sangat baik karena mampu mengintegrasikan berbagai sektor produksi dan limbah yang dihasilkan, seperti kotoran dari unit produksi sapi, babi dan aktivitas budidaya ikan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi rumput laut.
Penyakit ikan saat ini telah menjelma menjadi salah satu faktor pembatas dalam keberlanjutan usaha budidaya perikanan. Tindakan pengendalian dan penangulangan penyakit yang tepat dapat membantu meminimalisir tingkat kerugian ekonomi dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan budidaya
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Kita tentu berharap, dalam skala daerah, Provinsi Kepri juga ikut turut andil dalam mewujudkan peningkatan produksi untuk penyediaan bahan baku pangan baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal ini menjadi sangat vital mengingat di tahun 2015, Kepri menjadi salah satu “pintu gerbang” pelaksanaan AFTA yang pastinya akan menghadirkan persaingan ketat di pasar lokal. Kita berharap di tahun 2015, yang juga manjadi tahun pergantian Kepala Daerah, akan menghasilkan pemimpin dengan visi visi dan pengetahuan kemaritiman yang kuat serta berani menjadikan sektor perikanan budidaya sebagai pondasi pembangunan ekonomi. Bila ini mampu diwujudkan, tentu kasus impor lele Malaysia yang dianggap lebih murah tidak akan terjadi lagi dan produk perikanan budidaya kita mampu menjadi raja dan dikonsumsi di negeri sendiri***
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas suplementasi protein hidrolisis pada pakan terhadap respons
kekebalan tubuh dan performa pertumbuhan ikan kakap putih Lates calcarifer. Penelitian dilakukan di dua fase
pemeliharaan, yakni fase pendederan dan perbesaran dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Penelitian ini
menggunakan tiga perlakuan dan masing–masing perlakuan memiliki tiga ulangan, dengan deskripsi perlakuan
adalah kontrol, aplikasi 3% dan 2% protein hidrolisis. Uji tantang dilakukan dengan menggunakan Vibrio
parahaemolyticus pada konsentrasi 105 sel/mL dengan metode perendaman. Hasil analisa respons kekebalan
tubuh menunjukkan bahwa neutrofil, leukosit, dan monosit pada kelompok ikan yang mendapatkan aplikasi
protein hidrolisis meningkat secara nyata dibandingkan kontrol (p<0,05).><0,05).><0,05)><0,05).
Kata kunci: kakap putih, protein hidrolisis, pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
Alternative strategies for minimizing the detrimental effects of bacterial infection and prevention of diseases in aquaculture are necessary since the ongoing efficacy of antibiotics is proving to be unsustainable. One of the most promising approach is the use of aqua herbal conditioners to stimulate the immune system of fish to allow them to fight off infections. In this study, the protective effect of aqua herbal conditioners produced from, mainly, mangrove and neem plant extracts in marine fish, was tested on Asian Seabass Lates calcarifer and Silver Pompano Trachinotus blochii at 8-10 g of weight size. Challenge tests were performed by immersion with two pathogenic bacteria: Vibrio harveyi and Vibrio parahaemolyticus, at a concentration of 105 cells ml-1 for 60 minutes after 12 h, 24 h and 36 h conditioning treatment. The experimental trial show that after 72 h, commercially available aqua herbal conditioners (AquaHerb) was able to significantly increase the percentage survival of L. calcarifer and T. blochii and reduces their susceptibilityto the V.harveyi and V.parahaemolyticus. Significantly higher leukocytesnumber, monocyte, neutrophil andphagocyticindexwere detected in all conditioning group for Silver Pompano and Asian Seabass. These results suggest that the combination of herbal extracts together with other trace elements contained in AquaHerb were able to act as immunostimulants and appear to improve the immune status and disease resistance of Asian Seabass and Silver Pompano.
Kelompok II Diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) Angkatan 2014, terdiri dari: (1). Romi Novriadi, S.Pd.Kim., M.Sc (2) Corina Siringoringo, S.St.Pi. (3) Niezha Eka Putri, S.Si. (4) Dody Yunianto, S.Si. (5) Awal Junaid, S.Pi. (6) Indra Purwanto, S.Pi (7) Oxye Mitchel S.Pi dan (8) M. Arwin, S.Pi
In the present study, the protective effect of herbal-based conditioners as an immunostimulants was tested on tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) juvenile at various times of their culture period to enhance their resistance against bacterial infection. The trial comprised of a single formulation of herbal-based bioconditioners with scheduled water changes during the treatment. Three period of exposure (6 h, 12 h and 24 h) with herbal-based bioconditioners as well as a control are performed in completely randomized design of experiment followed by a challenge test using single pathogenic bacteria: Vibrio parahaemolyticus at concentration of 105 cells ml-1. Percentage survival and host-pathogen interaction were determined at the end of exposure and challenge test. Various challenge tests showed that herbal-based bioconditioners (AquaHerb) significantly increase the percentage survival (P<0.05)><0.05). In addition, tiger grouper immune system performance was found to be better than in the control group. Finally, by combining the positive impact of herbal-based Bioconditioners, this prophylactic approach can become a very effective alternatives to the use of antibiotics and other synthetic compounds.
Key Words: Herbal-based bioconditioners, V. parahaemolyticus, Tiger grouper, Percentage survival
Blue Economy merupakan konsep yang dapat dijadikan acuan untuk pembangunan sektor perikanan budidaya di Provinsi Kepulauan Riau. Presentasi ini dibuat oleh Dr. Syamsul Akbar dan Romi Novriadi, M.Sc sebagai insan perikanan yang ingin mendedikasikan hidup untuk mendukung produksi budidaya perikanan yang berkelanjutan
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
Modul Ajar Seni Rupa - Melukis Pemandangan - Fase B.pdf
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek, kelurahan temoyong batam-1
1. PEMANTAUAN KAWASAN BUDIDAYA DAN KESEHATAN
IKAN DAN LINGKUNGAN DI SELAT NENEK KELURAHAN
TEMOYONG, KECAMATAN BULANG - BATAM
LAPORAN PERJALANAN DINAS
Disusun Oleh :
ROMI NOVRIADI, S.Pd.Kim, M.Sc
Mulyadi, S.ST.Pi
Antin Sri Lestari, S.Pi
Jhonner Sihotang, A.Md
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT BATAM
2014
2. Gambar 1. Tim pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan Balai
Perikanan Budidaya Laut Batam bersama perangkat daerah Kelurahan Temoyong, Kecamatan
Bulang, Kota Batam
3. PEMANTAUAN KAWASAN BUDIDAYA DAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN
DI SELAT NENEK KELURAHAN TEMOYONG, KECAMATAN BULANG – BATAM
Romi Novriadi1, Mulyadi2, Antin S.L3 dan Jhonner Sihotang4
1) Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Muda
2) Pengawas Perikanan Muda
3) Perekayasa Muda
4) Pengawas Perikanan Pelaksana
A B S T R A K
Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu
perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang
relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu ”lokasi” sebagai akibat dari
fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang
dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup
optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa
terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem
budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat
antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh
pemerintah daerah
Kata kunci: Selat Nenek, Temoyong, Kualitas air, Diplectanum sp, Vibrio sp
A B S T R A C T
Monitoring of aquaculture site and fish diseases are one of the tool that can be used to
identify the production data and information about the current diseases characteristic at
“certain” location as an impact of several environmental quality. From the monitoring activity
that has been done at Nenek strait, Temoyong district showed that the water quality are good
enough for marine fish production, while from diseases analysis showed that parasitic infection
of Diplecatnum spp and bacterial infection Vibrio sp as an impact of aquaculture system. From
the interviewed activity showed that the society are very antusiastic to develop the aquaculture
production as along as their get a full support from the local government
Key words: Nenek strait, Temoyong, Water quality, Diplectanum sp, Vibrio sp
4. I. Pendahuluan
Pembangunan industri budidaya saat ini telah berjalan dengan sangat baik seiring dengan
komitmen untuk terlibat aktif dalam mendukung program ketahanan pangan nasional yang
disertai dengan peningkatan mutu dan daya saing produk. Berpatokan kepada hasil
pembangunan yang dicapai dan melihat masih besarnya potensi untuk pengembangan sektor
perikanan budidaya khususnya di Kelurahan Temoyong – Kota Batam, menjadikan sektor ini
sebagai salah satu sektor yang sangat menjanjikan bagi masyarakat dan daerah. Potensi ini
terlihat dari meningkatnya minat masyarakat untuk bekerja di bidang perikanan budidaya,
terbukanya peluang pendapatan selain dari sektor penangkapan hingga kepada pemasaran ikan
hasil budidaya ke luar negeri
Secara nasional, total produksi perikanan budidaya telah memiliki peningkatan yang cukup
signifikan selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata peningkatan sebesar 8.83% dan telah
mencapai total produksi hingga 13.2 juta ton. Sementara, berdasarkan data analisis (2011) yang
diperoleh dari Profil Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, jumlah total produksi berbagai
komoditas budidaya di Kota Batam baru mencapai 344 ton/ha/tahun dengan perincian 56 ton
dari produksi ikan karang, 260 ton dari ikan pelagis dan 28 ton dari produksi rumput laut.
Jumlah ini dinilai masih sangat kecil karena berdasarkan hasil analisis potensi, Kota Batam
seharusnya memiliki kontribusi produksi perikanan budidaya hingga 57.833 ton/tahun. Kalau
potensi ini dapat dioptimalkan, selain dapat meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian
masyarakat juga memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan
budidaya nasional.
Dalam pencapaian keberhasilan produksi, tentu tidak terlepas dari berbagai kendala dan
permasalahan seperti minimnya ketersediaan benih, pakan untuk perbesaran, degradasi
kualitas lingkungan, infeksi mikroorganisme patogen dan pemasaran (Rimmer dan Sugama,
2005). Oleh karena itu pengembangan dan aplikasi teknologi serta kebijakan yang dapat
menjamin keberlanjutan kesehatan lingkungan untuk produksi, dan juga peningkatan perhatian
dari konsumen, produsen perikanan budidaya, akademisi dan pengelola produksi sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk, gizi dan keamanan pangan hasil produksi
budidaya (NACA/FAO, 2000).
Memperhatikan hal tersebut di atas, maka upaya pengendalian penyakit ikan dan
lingkungan yang tepat, sistimatis serta terintegrasi menjadi hal yang penting dan mutlak untuk
dapat menjamin keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Salah satu upaya pengendalian
tersebut adalah dengan melakukan kegiatan pemantauan yang dapat memberikan informasi
akurat tentang keragaan jenis patogen potensial di suatu daerah/kawasan selama periode
tertentu, sehingga dapat ditentukan strategi pengendalian penyakit tertentu yang lebih efisien
dan aplikatif. Pemantauan rutin BPBL Batam di Bulan September ini bertujuan untuk selain
melakukan identifikasi kondisi kualitas lingkungan dan kesehatan ikan, juga mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi perikanan budidaya masyarakat Selat Nenek Temoyong.
Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan
diantaranya adalah pemerintah, masyarakat, akademisi dan praktisi.
5. II. Metodologi Monitoring
II.1 Waktu dan Tempat
Monitoring pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan ini
dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kecamatan Bulang, Kotamadya Batam
pada hari Senin Tanggal 8 September 2014
II.2 Pengambilan contoh
Metoda pengambilan contoh air dilakukan menurut metode gabungan tempat (integrated)
berdasarkan SNI 6989.57:2008, sementara metoda pengambilan contoh ikan dilakukan
secara purposive yang merupakan pemilihan sampel untuk kepentingan tertentu (FAO,
2004). Program pengambilan sampel juga dilakukan dengan mempertimbangkan jalur
masuk agen pencemar/penyakit ke lingkungan laut, periode pemaparan dan mekanisme
transport di badan air (Syakti, et al., 2012).
II.3 Preparasi Sampel
Dikarenakan jarak pemantauan dan waktu yang dibutuhkan untuk pemantauan rutin di
kawasan BPBL Batam tidak terlalu jauh, tidak ada preparasi khusus untuk sampel air dan
ikan yang diambil. Sampel air dimasukkan ke dalam botol plastic gelap untuk menghindari
oksidasi dan sampel ikan dimasuk ke dalam plastik yang dilengkapi dengan air dan oksigen.
II.4 Analisa Sampel
Analisa distribusi jenis penyakit dan kualitas lingkungan pada kegiatan monitoring ini
dilakukan melalui tiga tahapan, yakni tahapan pre site, on site dan post site. Tahapan pre
site merupakan tahapan pengumpulan data yang diperoleh melalui informasi anamnesa
dan bahan yang disampaikan oleh para pembudidaya ikan. Hasil analisa pre site kemudian
diverifikasi dengan melakukan kunjungan lapangan (tahapan on site). Pada tahapan on
site, analisa dilakukan untuk beberapa parameter kualitas air, diantaranya: (1) pH
menggunakan pH meter, (2) oksigen terlarut menggunakan DO meter, (3) Kadar garam
menggunakan refraktometer, (4) Suhu menggunakan thermometer dan (5) kecerahan
dengan menggunakan Secchi disk
Analisa post site dilakukan untuk analisa kualitas air lanjutan yang meliputi parameter
Ammonia (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Posphat (PO4) dan turbiditas dengan
menggunakan metode Spektrofotometri, Kolorimetri dan Turbidimetri. Tahapan analisa
post site juga dilakukan untuk identifikasi bakteri secara konvensional dan identifikasi
parasit untuk mengetahui infesitasi mikroorganisme patogen pada ikan hasil budidaya.
6. III. Hasil dan Pembahasan
III.1 Hasil
III.1.1 Gambaran Umum Selat Nenek Kelurahan Temoyong
Selat nenek merupakan salah satu desa di Kelurahan Temoyong, Kecamatan Bulang
Kotamadaya Batam yang memiliki karakter sosial kemasyarakatan sebagai nelayan. Jumlah
penduduk pada bulan Agustus 2014 adalah 604 orang yang terdiri atas 173 Kepala Keluarga
(KK). Menurut Dikrurahman dan Tubagus (2012), hampir seluruh masyarakat di Temoyong
berada pada usia produktif dan mampu melaksanakan produksi dari segi ekonomi dan
menaggung kebutuhan pribadi secara mandiri. Karakter sebagai nelayan tidak hanya dilakukan
oleh kaum laki-laki, namun kaum perempuan juga terlibat dalam aktivitas penangkapan untuk
lokasi di sekita pulau/pantai, seperti menagkp udang, kepiting bakau, dan jenis-jenis ikan
pantai, sehingga karakter masyarakat di Selat nenek dapat dispesifikasi menjadi dua, yaitu
kelompok nelayan laut dan kelompok nelayan pantai.
Data hasil produksi perikanan budidaya masyarakat selat nenek tidak terdokumentasi
dengan baik, namun berdasarkan hasil analisa pre site ataupun dari hasil wawancara diketahui
bahwa dari kelompok budidaya mandiri dapat menghasilkan tingkat kelulushidupan benih ikan
mencapai 70% dengan tujuan utama pemasaran adalah Singapura. Nilai jual hasil budidaya
yang diperoleh masyarakat selat nenek sedikit lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Provinsi
Kepulauan Riau karena dilakukan dengan sistem penjualan langsung tanpa melalui perantara.
III.1.2 Hasil analisa Pre site di lokasi pemantauan
Gambaran umum tentang karakteristik budidaya oleh masyarakat selat nenek disajikan
pada Tabel 1 dan Gambar 2 berikut ini:
A. Unit produksi milik Bp. Junaeri
( A ) ( B )
Gambar 2. Lokasi budidaya Bp. Junaeri (A) KJA merk Aquatec milik pak Junaeri dan (B)
Pengambilan sampel air di lokasi pak Junaeri
7. No Jenis identifikasi Hasil Identifikasi
1 Nama Pemilik Junaeri
2 Lokasi Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kotamadya Batam
3 Luas budidaya 1. 4 unit KJA Aquatec dengan ukuran 3x3x3 m
2. 4 unit Keramba Jaring Tancap
4 Tingkat teknologi Sederhana
5 Asal Benih Bantuan dari Pemerintah Kotamadya Batam dan Provinsi Kepri
6 Padat tebar 200 ekor/lubang
7 Waktu tebar Umumnya penebaran benih dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus, mengingat kematian massal akibat perubahan cuaca iklim
umumnya terjadi pada bulan April dan Mei
8 Sejarah penyakit Luka focal pada permukaan tubuh namun belum pernah
melakukan analisa secara laboratorium
9 Waktu serangan Dimulai pada saat musim penghujan yang ditandai dengan
perubahan kualitas air di bulan April dan Mei
10 Upaya pengendalian
penyakit
Negatif
11 Bobot serangan Sedang (mortality maksimum 50% per unit produksi)
12 Pakan Rucah
13 Biosekuriti Nihil dan belum memiliki sertifikat CBIB
B. Unit produksi milik Bp. Mahmud
No Jenis identifikasi Hasil Identifikasi
1 Nama Pemilik Mahmud
2 Lokasi Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, Kotamadya Batam
3 Luas budidaya 16 unit Keramba Jaring Tancap (KJT) dengan ukuran
4 Tingkat teknologi Sederhana
5 Asal Benih BPBL Batam dan PT. Batu Bata Ladi
6 Padat tebar 200 ekor/lubang
7 Waktu tebar Umumnya penebaran benih dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus, mengingat kematian massal akibat perubahan cuaca iklim
umumnya terjadi pada bulan April dan Mei
8 Sejarah penyakit Luka focal pada permukaan tubuh namun belum pernah
melakukan analisa secara laboratorium
9 Waktu serangan Dimulai pada saat musim penghujan yang ditandai dengan
perubahan kualitas air di bulan April dan Mei
10 Upaya pengendalian
penyakit
Negatif
11 Bobot serangan Sedang (mortality maksimum 50% per unit produksi)
12 Pakan Rucah
13 Biosekuriti Nihil dan belum memiliki sertifikat CBIB
Table 1. Karakteristik budidaya di lokasi pemantauan
8. Secara umum, perbandingan metoda budidaya yang dilakukan di kedua lokasi terangkum dalam
Table 2. Berikut:
No Parameter Bapak Mahmud Bapak Junairi
1 Jenis Komoditas kerapu Cantang kerapu macan
2 Asal benih Indomarind BPBL Batam
3 Ukuran awal tebar awal tebar kerapu cantang
berukuran 7 - 8 inch dan Kerapu
merah/ kerapu sunu
awal tebar ikan kerapu macan
yang berukuran 7-8 inch
4 Ukuran sekarang ikan sudah berukuran 3-4 ons ikan sudah berukuran 2-3 ons
5 Pengelolaan pakan Pakan yang diberikan berupa
ikan rucah hasil tangkapan
sendiri berupa ikan tamban,
riyau, pelata dll
Pakan yang diberikan berupa ikan
hasil tangkapan sendiri berupa
ikan tamban, riyau, pelata dll
6 Frekuensi pakan Pakan diberikan 2 kali sehari
pada pagi dan sore hari
Pakan diberikan 2 kali sehari pada
pagi dan sore hari
7 Pengendalian
hama penyakit
Tidak melakukan pengobatan Melakukan perendaman air tawar
8 Wadah budidaya Keramba tancap berjumlah 8
lobang yang berukuran 2x1,5x6
meter
Keramba Jaring Apung bejumlah
4 lobang dengan ukuran 3x3x3
meter
9 Kontruksi wadah Dengan menggunakan kayu bulat
di tancapkan kedasar perairan
dan kasi jaring
Dengan menggunakan aquatek
berwarna biru
10 pengelolaan
kesehatan ikan
jika ditemukan adanya ikan sakit
atau mati maka ikan tersebut
langsung dibuang kelaut
jika ditemukan adanya ikan sakit
dilakuan pengambilan lalu
dibuang ke laut
11 Panen panen dilakukan pada saat ikan
berukuran 5-8 ons, biasanya
pembeli datang langsung pada
lokasi budidaya dan juga dikirim
kesingapore apa bila/tahun baru
china/Imlek/China sembahyang
panen dilakukan pada saat ikan
berukuran 5-6 ons, biasanya
pembeli datang langsung pada
lokasi budidaya dan juga dijual
kes ingapore
12 cemaran
lingkungan
Keramba tancap berada
berdekatan dengan rumah
penduduk, cemaran yang
ditemui adalah buangan limbah
rumah tangga
keramba Jaring Apung berada
berdekatan dengan rumah
penduduk, cemaran yang ditemui
adalah buangan limbah rumah
tangga
13 pengembangan
usaha
Dilakukan secara mandiri Dibantu oleh Pemerintah
setempat baik sarana, prasarana
dan pelatihan
Tabel.2 Perbandingan praktek budidaya i kedua lokasi pemantauan
9. III.1.3 Hasil Analisa Kualitas Air di lokasi monitoring
Berdasarkan hasil pemantauan kesehatan lingkungan di kedua lokasi tersebut, data
karakteristik kualitas air di kedua lokasi pemantauan disajikan pada Tabel 3
PARAMETER
PARAMETER
SATUAN
UNIT
HASIL UJI
TEST RESULT SPESIFIKASI METODE
Pak METHODE SPESIFICATION
Mahmud
Pak Junaeri
pH*
7,82 7,82
SNI 06-6989.11-2004
(Insitu)
Nitrat (NO3) mg/L <0,1 ** <0,1 ** Kolorimetrik
Phosphat (PO4) mg/L <0,033 ** <0,033 ** IKM/5.4.8/BBL-B
Amoniak (NH3) mg/L 0.201 <0,009 IKM/5.4.6/BBL-B
Nitrit (NO2) mg/L <0,1 ** <0,1 ** Kolorimetrik
Salinitas* o/oo 29 29 IKM/5.4.4/BBL-B (Refraktometrik)
Turbidity NTU 3.61 3.55 IKM/5.4.9/BBL-B
Suhu oC 30,8 30,8 Insitu
Oksigen Terlarut mg/l 4,59 4,59 Insitu
Kedalaman m 7.71 7.73 Insitu
Tabel 3. Karakteristik kualitas air di lokasi pemantauan
Berdasarkan hasil pemantauan, diketahui bahwa pH memiliki nilai 7.82, salinitas 29 ‰,
Nitrat, Nitrit dan phosphate berada dibawah titik deteksi alat, Amoniak (NH3) memiliki
konsentrasi yang berbeda, dimana di lokasi Bp. Junaeri konsentrasi NH3 berada di bawah batas
deteksi minimum alat dan di lokasi Bp. Mahmud memiliki konsentrasi 0.201 mg/l. Nilai
kekeruhan memiliki kisaran 3.55 – 3.61 NTU, konsentrasi oksigen terlarut pada suhu 30.8⁰ C
adalah 4.59 mg/l dan kedalaman memiliki kisaran 7.71 – 7.73 meter.
Secara umum, lokasi budidaya di kawasan Selat nenek yang direpresentasikan melalui
pengambilan sampl air di dua lokasi budidaya (Bp. Jnaeri dan Bp. Mahmud) memiliki nilai
kisaran yang layak untuk optimalisasi hasil produksi budidaya. Hanya saja, konsentrasi NH3 di
lokasi Bp.Mahmud memiliki nilai yang cukup tinggi 0.201 mg/l. Hal ini dapat disebabkan oleh
sistem budidaya yang dilakukan oleh Bp. Mahmud, dimana sistem budidaya Keramba Jaring
Tancap dengan penggunaan ikan rucah sebagai pakan utama menyebabkan akumulasi sisa
pakan yang tidak terkonsumsi pada permukaan substrat pemeliharaan menjadi sulit untuk
dikendalikan. Tingkat toksisitas ammonia dipengaruhi oleh karakteristik utamanya yang bersifat
mudah berdifusi melewati jaringan inang atau ikan sehingga berpotensi menjadi racun dan
menghambat peredaran oksigen di dalam tubuh ikan.
10. III.1.4 Hasil Identifikasi Penyakit Ikan
Gambar 3. Sampel ikan Kerapu cantang dari lokasi Bp. Junaeri. Memiliki luka focal berbentuk
irregular, menyebar, lesi berwarna merah menyisip kulit dan sisik dan menunjukkan bagian
bawah dermis (keparahan rangking 4, “jelas”(agak parah). Lesi berlokasi pada sisi kanan dari
bagian tubuh ikan memanjang dan tersebar dari bagian posterior (belakang) ke bagian depan
tubuh ikan. Gerakan renang lemah dan berada di permukaan air. Nafsu makan selama masa
pemeliharaan rendah dan menunjukkan perilaku menyendiri dari kelompok.
No
KODE SAMPEL
SAMPLE CODE
PARAMETER
PARAMETERS
HASIL UJI
TEST RESULT
SPESIFIKASI METODE
METHODE SPESIFICATION
1 Kerapu Cantang
Parasit* Diplectanum
IKM/5.4.2/BBL-B
(Mikroskopis)
Bakteri Vibrio spp
Isolasi dan Identifikasi
Konvensional
Tabel 4. Hasil identifikasi penyakit pada ikan budidaya milik Bp. Junaeri. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive dan tidak dilakukan di unit budidaya Bp. Mahmud dikarenakan
adanya penolakan oleh pemilik unit budidaya
11. Berdasarkan hasil identifikasi penyakit yang dilakukan di unit budidaya milik Bp. Junaeri,
diketahui bahwa ikan Kerapu Cantang atau Hybrid grouper terinfeksi oleh Diplectanum spp
pada insang dan Vibrio spp pada bagian permukaan dan organ dalam ikan. Parasit Diplectanum
merupakan parasit Trematoda monogenea yang dapat menyebabkan tingkat kematian serius
dan sering ditemukan pada budidaya ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan
yang membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai
squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan
(Zafran et al., 1997). Menurut Bunga (2008), ikan kerapu sering mengalami kematian akibat
infeksi parasit Diplectanum sp dan bahkan tidak jarang tingkat mortalitas ikan yang
dibudidayakan pada sistem budidaya jaring apung ataupun tancap sangat tinggi. Bahkan
menurut Bunga dan Rantedondok (2009), distribusi parasit ini pada insang bagian kiri dan
kanan cukup merata dan utamanya berada pada bagian segmen dorsal, medial, dan ventral;
serta pada bagian proximal dan distal. Kondisi ini menunjukkan bahwa habitat hidup parasit ini
tidak terfokus pada satu bagian insang namun menyebar secara merata baik pada insang bagian
kiri maupun kanan. Infeksi Diplectanum sp akan menyebabkan ikan memiliki laju pernafasan
yang lebih cepat dengan tutup insang yang selalu terbuka.
Infeksi Diplectanum umumnya memiliki hubungan erat dengan penyakit sistemik lainnya
seperti vibriosis, sehingga ikan yang terinfeksi mengalami perubahan warna menjadi pucat dan
memiliki produksi lender yang berlebihan (Chong & Chao, 1986). Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukanoleh Tim Kesehatan ikan dan lingkungan BPBL Batam, dimana hasil
identifikasi pada organ luar dan dalam menunjukkan bahwa ikan juga terinfeksi oleh Vibrio spp.
Kondisi ini menyebabkan ikan yang terinfeksi memperlihatkan gejala penurunan nafsu makan
serta tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air.
Tindakan pencegahan terhadap adanya infestasi parasit Diplectanum sp dapat dilakukan
dengan menerapkan pendekatan prophylaksis atau tindakan pencegahan melalui pemberian
immunostimulan dan vitamin untuk memperkuat sistem imun ikan. Aspek lain yang juga perlu
diperhatikan adalah penerapan sistem biosecurity dan selalu memperhitungkan posisi jaring pada
unit perbesaran agar tidak terlalu dangkal pada saat surut untuk menghindari transmisi parasit.
Kondisi dekatnya jaring pada saat air mengalami surut dan metode Keramba Jaring Tancap yang
umumnya dikembangkan oleh masyarakat pembudidaya di Selat nenek menjadikan ikan sangat
rentan terhadap parasit ini. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
antihelmintik, namun penggunaan bahan ini harus didahului dengan suatu diagnosa yang baik dan
benar. Untuk tingkat serangan yang cukup parah pengobatan dengan menggunakan formalin
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif. Pengobatan dengan menggunakan formalin ini harus
disertai dengan sistem aerasi kuat dan selama pengobatan ikan harus selalu diawasi. Jika terjadi
reaksi yang tidak diinginkan, ikan harus segera diambil dan ditempatkan pada bak yang bersih.
Sementara untuk tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghindari kematian ikan
akibat infeksi Vibrio sp dapat dilakukan dengan memperkuat sistem imun ikan melalui aplikasi
immunostimulan, vaksinasi dan probiotik. Tindakan pengendalian dengan menggunakan
antibiotika diupayakan agar tidak dilakukan. Hal ini utamanya disebabkan oleh penggunaan
massive dari antibiotika telah menyebabkan resistensi pada bakteri target maupun bakteri non-target
terhadap senyawa antibiotika, sehingga pengobatan manjadi tidak efektif. (Cabello, 2006).
12. Memperhatikan kondisi budidaya di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong, secara umum wilayah
ini sangat berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai salah satu sentra budidaya. Hal ini selain
disebabkan oleh karakter asli masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, juga
didukung oleh faktor lingkungan dan geografis yang cukup baik untuk produksi budidaya. Oleh
karena itu, perencanaan yang baik dan jenis bantuan yang efektif dan tepat guna harus dilakukan
oleh Pemerintah Daerah, khususnya oleh Pemerintah Kota Batam.
IV. Kesimpulan dan Saran
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemantauan disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di kedua lokasi
cukup baik dengan pengecualian pada lokasi Bp. Mahmud yang memiliki konsentrasi Ammonia
(NH3) yang cukup tinggi. Untuk identifikasi penyakit ikan, diketahui bahwa infestasi
Diplectanum spp terdeteksi cukup tinggi dan ikan juga diketahui telah terinfeksi oleh Vibrio spp.
Dari hasil pemantauan juga diketahui bahwa masyarakat pembudidaya di lokasi pemantauan
belum melaksanakan sistem Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)
IV.2 Saran
Komoditas budidaya yang dikembangkan hendaknya tidak terfokus pada komoditas ekspor
namun juga dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, seperti: Kakap putih dan Bawal
Bawal Bintang. Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah juga sebaiknya tidak sebatas
pemberian sarana dan prasarana kegiatan namunnjuga disertai dengan bimbingan teknis dan
pemasaran ikan hasil budidaya agar nilai produksi semakin bertambah.
Daftar Pustaka
Bunga, M. dan Rantetondok, A. (2009). Mikrohabitat parasit Diplectanum sp. pada ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttaus Forsskal) di keramba jaring apung. Torani (Jurnal Ilmu
Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 27 – 35 ISSN: 0853-4489
Bunga, M. 2008. Prevalensi dan Intensitas Parasit Diplectanum sp. pada Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscogusttatus) di Karamba Jaring Apung. Jurnal Torani No. 3 Vol. 18 (2008),
ISSN : 0853-4489.
Cabello, F.C. 2006. Heavy use of prophylactic antibiotics in aquaculture: a growing problem for
human and animal health and for the environment. Environ Microbiol (8): 1137-1144.
NACA/FAO, 2000. Aquaculture Development Beyond 2000. The Bangkok Declaration and
Strategy. Conference on Aquaculture in the Third Millenium. 20- 25 February 2000,
Bangkok, Thailand. NACA Bangkok and FAO Rome. 27pp.
Rimmer, M. and Sugama, K. (2005). Sustainable Marine Finfish Aquaculture in Indonesia and
Australia. In A. Sudrajat, A. I. Azwar, L. E. Hadi, Haryanti, N. A. Giri and G. Sumiarsa (Eds).
Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta : 12-27