3. Pendidikan Nilai ?
Herman (1972) “Value is neither taught
nor cought, it is learned”, yang artinya Nilai itu tidak di
ajarkan ataupun di tangkap, itu di pelajari.
Proses pendidikan nilai sudah
berlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam
bentuk berbagai tradisi seperti pepatah adat, tradisi
turun-temurunn, simbol-simbol, kesenian daerah
seperti “Macapat” yang ada di tatar jawa dan berbalas
pantun di tatar melayu.
4. Kesenian pada dasarnya
merupakan produk budaya masyarakat yang
melukiskan penghayatan tentang nilai yang
berkembang dalam lingkungan
masyarakatnya masing-masing
Indigasi adalah pemanfaatan
kebudayaan daerah untuk
pembelajaran mata pelajaran lain
dengan tujuan untuk mendekatkan
pelajaran itu dengan lingkungan
sekitar siswa.
5. Contoh Kebudayaan daerah :
MALIN KUNDANG
(SUMATRA BARAT)
SANGKURIANG
(JAWA BARAT)
Adalah beberapa contoh
kesenian budaya yang digunakan sebagai
stimulus dalam pembahasan konsep nilai
“Surga di telapak kaki ibu”.
6. Pendidikan memiliki dua tujuan besar yaitu :
Lickona (1992:6)
Mengembangkan individu
dan masyarakat yang
“smart and good”
Konteks Pendidikan Nasional telah di
tegaskan dalam
Pasal 1 butir 1 UU sidikan 20/2003
7. Prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai berikut
Pendidikan diselengarkan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagaaman, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.
01
Pendidikan di selengarakan sebagai satu kesatuan yang
sistematik dengan system terbuka dan multicultural.
02
Pendidikan diselangarakan sebagai suatu proses
pembudaayn dan peberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
03
8. Pendidikan di selenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
04
Pendidikan di selenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca, menulis, dan berhitung.
05
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat.
06
10. Permendiknas no 22 tahun 2006 : bahwa
“Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamantkan oleh pancasila
dan UUD 1945”
11. 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif
dalam menanggapi isu kewarganegaraan
Tujuan Permendiknas tersebut di buat adala
adalah :
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung
jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan masyarakat, berbangsa, bernegara,
serta antikorupsi
3. Berkembang secara positif dan demkratis
untuk membentuk diri berdasarkan karakter
masyarakat indonesia agar dapat hidup
bersama bangsa lain
4. Berinterkasi dengan bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dalam memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
12. 02
03 Berpikir kreatif adalah proses psikologis untuk menghasilkan suatu cara atau proses baru
yang lebih berkualitasatas dasar pemikiran terbaik
Berpikir kritis adalah proses psikologis untuk memberikan penilaian terhadap suatu objek
atau fenomena dengan informasi yang akurat dan otentik,
Berpikir rasional adalah proses psikologis untuk memahami suatu objek dengan logika
01
Dilihat dari rumusan tujuannya , tidak terdapat rumusan bahwa PKN merupakan
pendidikan nilai dan moral, namun bila dikaji secra cermat dan mendasar pada setiap rumusan
kualitas perilaku yang ingin dikembangkan melekat sejumlah nilai dan moral yaitu .
13. 05
06
Hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain adalah sikap dan cara hidup dengan individu
yang berasal dari masyarakat lain dengan prinsip saling menghormati dan hidup
berdampingan secara damai
Partisipasi aktif dan bertanggung jawab proses perlibatan sosial kultural seseorang atas
dasar inisiatif sendiri dengan penuh perhatian dan kesedian memikul resiko
Bertindak cerdas adalah aktivitas nyata untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan
yang matang dan utuh
04
Dilihat dari rumusan tujuannya , tidak terdapat rumusan bahwa PKN merupakan
pendidikan nilai dan moral, namun bila dikaji secra cermat dan mendasar pada setiap rumusan
kualitas perilaku yang ingin dikembangkan melekat sejumlah nilai dan moral yaitu .
14. 01.
Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
NKRI, partisipasi pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan
dan jaminan keadilan
Berdasarkan Permendiknas no 22 tahun 2006
Secara umum meliputi nilai dan moral sebagai berikut :
02.
Norma, hukum dan peraturan meliputi tertib dalam kehidupan
keluarga, tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat,
peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan bangsa dan
bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukium peradilan
internasional
15. 03.
Hak asasi manusia meliputi hak dan kewajiban anak, anggota
masyarakat , instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan ,
penghormatan dan perlindungan ham
04.
Kebutuhan warga negara meliputi hidup gotong royong harga diri
sebagai masyarakat , kebebasan berorganisasi, mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, persamaan kedudukan
05.
Konstitusi negara meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di indonesia
hubungan dasar negara dengan konstitusi
16. 06.
Kekuasaan dan politik meliputi pemerintah desa dan kecamatan,
demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi
menuju masyarakat madani , sistem pemerintah , pers dalam
masyarakat demokrasi
07.
Pancasila meliputi pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, proses perumusan pancasila pancasila sebgai dasar negara,
pengamalan nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila
sebagai ideologi terbuka
08.
Globalisasi meliputi globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri
indonesia di era globalisasi, dampk globalisasi, hubungan
internasional, mengevaluasi globalisasi
18. Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan
proses pendidikan di sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai
secara konseptual dan operasional. Konsep-konsep "values education, moral
education, education for virtues” yang secara teorik, oleh Lickona (1992)
diperkenalkan sebagai program dan proses pendidikan yang tujuannya selain
mengembangkan pikiran,
Seperti dikutip oleh Lickona
(1992) Theodare Roosevelt (mantan Presiden
USA) dan Bill Honing (Superintendent of
Public Insruction, California) memberi
landasan pentingnya pendidikan nilai di
Amerika
19. “Mendidik orang, hanya tertuju pada pikirannya
dan bukan moralnya, sama dengan mendidikkan
keburukan kepada masyarakat”.
Bandul telah berayun kembali dari ide
romantika yang memandang bahwa semua nilai
kemasyarakatan adalah ancaman. Tetapi para pendidik
telah lama mengikuti masa kegilaan itu, yang pada
akhirnya berujung pada peserta didik ethically illiserate.
ROSEVEELT
HONING
20. Dua kutipan tersebut memberikan
landasan bahwa pendidik di dunia Barat
mempunyai keyakinan bahwa pendidikan nilai,
etika, moral sangat penting sebagai salah satu
wahana sosiopedagogis dalam menjamin
kelangsungan hidup masyarakat, bangsa, dan
negara.
21. Hal tersebut juga tampaknya dipicu oleh
kenyataan meningkatnya permasalahan moral dalam
masyarakat yang merentang dari sikap rakus dan tidak
jujur sampai pada aneka kriminalitas dan perilaku
merusak diri sendiri seperti narkoba dan bunuh diri
Lickona (19922:4-5) kini semua negara bagian Amerika
Serikat dan semua unsur dalam masyarakat, publik dan
privat sepakat dan mendorong agar dunia persekolahan
mengambil peran yang aktif dalam pendidikan Nilai
khususnya pendidikan nilai moral. Tujuannya adalah
agar peserta didik menjadi melek etika, dan mampu
berperilaku baik di dalam masyarakat. Dalam konteks
itu dunia pendidikan diharapkan semakin mampu
mewujudkan tujuan utama pendidikan, yakni
mengembangkan individu yang “cerdas dan baik”.
22. Lebih jauh juga Lickona (1992:6-7) melihat bahwa
para pemikir dan pembangun demokrasi, sebagai paradigma
kehidupan di dunia Barat, berpandangan bahwa pendidikan
moral merupakan aspek yang esensial bagi perkembangan dan
berhasilnya kehidupan demokrasi.
Hal itu sangatlah beralasan, karena demokrasi pada
dasarnya merupakan suatu sistem pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat. Sesungguhnyalah rakyat yang harus bertanggung
jawab untuk menjamin tumbuh dan berkembangnya masyarakat
yang bebas dan adil
23. Dalam konteks itu setiap
individu warga negara
seyogianya mengerti dan
memiliki komitmen terhadap
fondasi moral demokrasi yakni;
Menghormati hak orang lain,
Mematuhi hukum yang berlaku,
Partisipasi dalam kehidupan masyarakat, dan
Peduli terhadap perlunya kebaikan bagi umum.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut,
sejak dini sekolah diharapkan mampu mengambil peran
yang aktif dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
nilai moral yang bersumber dari kebajikan dan keadaban
demokrasi.
Dengan kata lain pendidikan nilai dalam dunia barat
adalah pendidikan nilai yang bertolak dari dan bermuara
pada nilai-nilai sosial-kultural demokrasi.
24. Jean Piaget pada masa hidupnya pernah
menjadi Wakil Direktur “Institute of Educational
Science” dan sebagai Guru Besar (Profesor) Psikologi
Eksperimental pada university of Geneva. Ia dengan
tekun melakukan penelitian mengenai perkembangan
struktur kognitif (cognitive structure) anak dan kajian
moral (moral judgement) anak selama 40 tahunan.
Penelitiannya itu didasarkan pada sikap verbal anak
(children verbal aftitudes) terhadap berbagai aturan
permainan, perilaku sehari-hari, mencuri, dan
membohong.
25. mengidentifikasi bahwa ada dua tingkat perkembangan moral pada
anak usia antara 6-12 tahun yakni;
Jean Piaget
Heteronomi
Autonomi
yakni anak mulai menyadari adanya
kebebasan untuk tidak sepenuhnya
menerima aturan itu sebagai hal yang
datang dari luar dirinya. Pada tingkatan ini
anak menunjukkan kemampuan untuk
mengkritisi aturan dan memilih aturan yang
tepat atas dasar kesepakatan dan
kerjasama dengan lingkungannya.
yakni segala aturan oleh anak dipandang
sebagai hal yang datang dari luar jadi
bersifat eksternal dan dianggap sakral
karena aturan itu merupakan hasil
pemikiran orang dewasa.
26. Piaget bertolak dari postulat atau
asumsi dasar bahwa “moralita berada
dalam suatu sistem aturan, oleh
karena itu hakikat moralita seyogianya
dilihat dari sudut bagaimana individu
menyadari kebutuhannya akan aturan
itu”. Atas dasar itu ia meneliti
bagaimana anak menyadari adanya
aturan dan bagaimana ia menerapkan
aturan itu dalam suatu permainan.
Sifat heteronomi anak disebabkan
oleh faktor kematangan struktur
kognitif yang ditandai sifat
egosentrisme dan hubungan interaktif
dengan orang dewasa di mana anak
merasa kurang berkuasa dibanding
orang dewasa.
Sedang sifat Autonomi dipengaruhi
oleh kematangan struktur kognitif yang
ditandai oleh kemampuan mengkaji
aturan secara kritis dan
menerapkannya secara selektif yang
muncul dari sikap resiprositas dan
kerjasama,
27. Bagaimana nilai moral berkembang dalam diri individu?
Secara teoritik nilai moral berkembang
secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya
dengan usia, Piaget merumuskan perkembangan
kesadaran dan pelaksanaan aturan sebagai berikut.
Piaget membagi beberapa tahapan dalam dua domain
yakni kesadaran mengenai aturan dan pelaksanaan
aturan.
28. aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja
Usia 0 – 2 Tahun
aturan diterima sebagai perwujudan dari
kesepakatan
Usia 6 – 10 Tahun
aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih ber
orientasi diri sendiri
Usia 2 – 6 Tahun
aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat
memaksa
Usia 0 – 2 Tahun
aturan disikapi sebagai hal yang bersifat sakral dan
diterima tanpa pemikiran
Usia 2 – 8 Tahun
aturan diterima sebagai hasil kesepakatan
Usia 8 – 12 Tahun
Tahapan pada domain kesadaran
mengenai aturan:
aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun
Usia 10– 12 Tahun
Tahapan pada domain pelaksanaan
aturan:
29. Bertolak dari teorinya itu Piaget menyimpulkan bahwa
pendidikan sekolah seyogianya menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan mengambil keputusan
(decision making skills) dan memecahkan masalah
(problem solving) dan membina perkembangan moral
dengan cara menuntut para peserta didik untuk
mengembangkan aturan berdasarkan
keadilan/kepatutan (fairness). Dengan kata lain,
pendidikan nilai berdasarkan teori Piaget adalah
pendidikan nilai moral atau nilai etis yang
dikembangkan berdasarkan pendekatan psikologi
perkembangan moral kognitif. Di situlah pendidikan nilai
dititikberatkan pada pengembangan perilaku moral
yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam
konteks kehidupan masyarakat.
30. Di lain pihak, Lawrence Kohlberg,
Professor pada Harvard University, USA, sejak tahun
1969 selama 18 tahun ia mengadakan penelitian tentang
perkembangan moral berlandaskan teori
perkembangan kognitif Piaget. Ia mengajukan postulat
atau anggapan dasar bahwa anak membangun cara
berpikir melalui pengalaman termasuk . pengertian
konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan
kesejahteraan manusia
31. B
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. Ciri moralita pada tahap ini adalah apapun
yang pada akhirnya mendapat pujian atau dihadiahi adalah baik, dan apapun yang pada
akhirnya dikenai hukuman adalah buruk
Tahap 2: Orientasi instrumental nisbi. Ciri moralita pada tahap ini adalah seseorang
berbuat baik apabila orang lain berbuat baik padanya, dan yang baik itu adalah sesuatu
bila satu sama lain berbuat hal yang sama
A
Membangun cara berpikir melalui pengalaman
termasuk pengertian konsep moral seperti keadilan, hak,
persamaan, dan kesejahteraan manusia.
Penelitian yang dilakukannya memusatkan perhatian
pada kelompok usia di atas usia yang diteliti oleh Piaget.
Dari penelitiannya itu Kohlberg merumuskan adanya
tiga tingkat (level) yang terdiri atas enam tahap (stage)
perkembangan moral seperti berikut.
1. Tingkat I: Prakonvensional (Preconventional)
32. B
Tahap 3: Orientasi kesepakatan timbal balik. Ciri utama moralita pada tahap ini adalah
bahwa sesuatu hal dipandang baik dengan pertimbangan untuk memenuhi anggapan
orang lain baik atau baik karena memang disepakati.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban. Ciri utama moralita pada tahap ini adalah
bawa sesuatu hal yang baik itu adalah yang diatur oleh hukum dalam masyarakat dan
dikerjakan sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan norma hukum tersebut.
A
2. Tingkat II: Konvensional (Conventional)
B
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalistik. Ciri utama moralita adalah bahwa sesuatu
dinilai baik bila sesuai dengan kesepakatan umum dan diterima oleh masyarakat sebagai
kebenaran konsensual.
Tahap 6: Orientasi prinsip etika universal. Ciri utama moralita pada tahap ini adalah
bahwa sesuatu dianggap baik bila telah menjadi prinsip etika yang bersifat universal dari
mana norma dan aturan dijabarkan.
A
3. Tingkat Ill: Poskonvensional (Postconventional)
33. Dengan teorinya itu Kohlberg (SMDE-Website, 2002) menolak pendidikan nilai/ karakter tradisional
yang berpijak pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan/ keadaban (bag of virtues) seperti kejujuran, budi
baik, kesabaran, ketegaran yang menjadi landasan perilaku moral. Oleh karena itu ditegaskannya bahwa tugas guru
adalah membelajarkan kebajikan itu melalui percontohan dan komunikasi langsung keyakinan serta memfasilitasi
peserta didik untuk melaksanakan kebajikan itu dengan memberinya penguatan. Konsepsi dan pendekatan tradisional
pendidikan nilai ini dinilai tidak memberi prinsip yang memandu untuk mendefinisikan kebajikan mana yang sungguh
berharga untuk diikuti.
Dalam kenyataannya para guru pada akhirnya
berujung pada proses penanaman nilai yang tergantung
pada kepercayaan sosial, kultural dan personal. Untuk
mengatasi hal tersebut Kohlberg mengajukan pendekatan
pendidikan nilai dengan menggunakan pendekatan
klarifikasi nilai (value clarification approach). Pendekatan ini
bertolak dari asumsi bahwa tidak ada jawaban benar satu
satunya terhadap suatu dilema moral, tetapi di situ ada nilai
yang dipegang sebagai dasar berpikir dan berbuat.
34. Dengan kata lain, pendekatan
pendidikan nilai yang ditawarkan oleh
Kohiberg sama dengan yang ditawarkan
Piaget dalam hal fokusnya terhadap
perilaku moral yang dilandasi oleh
penalaran moral, namun berbeda dalam
hal titik berat pembelajarannya di mana
Piaget menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan
mengambil kepwusan dan memecahkan
masalah, sedangkan Kohlberg
menitikberatkan pada pemilihan nilai
yang dipegang terkait dengan alternatif
pemecahan terhadap suatu dilema
moral melalui proses klarifikasi bernalar.
Kedua teori perkembangan moral ini
memiliki visi dan misi yang sama dan sampai
dengan saat ini menjadi landasan dan
kerangka berpikir pendidikan nilai di dunia
barat yang dengan jelas menitikberatkan
pada peranan pikiran manusia dalam
mengendalikan perilaku moralnya. Tampak
jelas di situ bahwa pendidikan milai atas
dasar teori Piaget dan Kohlberg tersebut
sangat kental dengan pendidikan nilai yang
bersifat sekuler tidak mempertimbangkan
bahwa di dunia ini ada nilai religius yang
melandasi kehidupan individu dan
masyarakat yang tidak bisa sepenuhnya
didekati secara rasional.
35. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik and
content by Eliana Delacour
THANKS!
Monggo Tanglet !!