Peralatan Tata Hidang atau Restoram trbagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain furniture, chinawares, glassware, silverware, linen, other equipment.
Yeni Yulianti
S1 Pendidikan Tata Boga
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
PPT tersebut berisi tentang materi pendidikan kewarganegaraan yang bertema karakteristik warga negara yang baik dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM negara tersebut. Dengan adanya PPT tersebut diharapkan agar warga mengetahui ciri atau faktor apa saja yang termasuk karakteristik warga negara yang baik
Peralatan Tata Hidang atau Restoram trbagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain furniture, chinawares, glassware, silverware, linen, other equipment.
Yeni Yulianti
S1 Pendidikan Tata Boga
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
PPT tersebut berisi tentang materi pendidikan kewarganegaraan yang bertema karakteristik warga negara yang baik dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM negara tersebut. Dengan adanya PPT tersebut diharapkan agar warga mengetahui ciri atau faktor apa saja yang termasuk karakteristik warga negara yang baik
Pendidikan kewarganegaraan
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan PKN Secara Khusus
Tujuan PKN Secara Umum
Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
3. KB I Warga Negara Yang Cerdas
A. Konsep Warga Negara
Menurut Aristoteles, yang disebut warga negara adalah orang
yang secara aktif ikut mengambil bagian dalam kegiatan hidup
bernegara, yaitu orang yang bisa berperan sebagai orang yang
diperintah, dan orang yang bisa berperan sebagai yang
memerintah.
Orang yang diperintah dan yang memerintah itu sewaktu-waktu
dapat bertukar peran. Jadi, warga negara harus sanggup
memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara (Rapaar, 1993: 67).
4. Warga Negara dibagi ke
dalam Dua Golongan
(a) yang menguasai atau yang memerintah
Warga negara yang menguasai haruslah memiliki kebajikan
dan keutamaan yakni sifat kebaikan dan kearifan
(b) yang dikuasai atau yang diperintah
5. Karakteristik Warga Negara yang Cerdas
Warga negara yang cerdas erat kaitannya dengan kompetensi warga negara,
sebab warga negara yang cerdas mesti memenuhi sejumlah kompetensi serta
mampu mengaplikasikannya dalam praktik kehidupan sehari-hari
Kompetensi merupakan sejumlah kemampuan yang direfleksikan dalam
perilaku atau perbuatan sehari-hari. Warga negara sebagai bagian penting
dari eksistensi negara sudah barang tentu dituntut untuk memiliki
kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang direfleksikan dalam sikap,
perilaku atau perbuatan sebagai warga masyarakat dan warga negara.
6. Ricey mengemukakan ada enam kompetensi dasar (basic
competencies) warga negara, yaitu:
1. kemampuan memperoleh informasi dan menggunakan
informasi,
2. membina ketertiban,
3. membuat keputusan,
4. berkomunikasi,
5. menjalin kerja sama, dan
6. melakukan berbagai macam kepentingan secara benar.
7. DIMENSI-DIMENSI KECERDASAN WARGA NEGARA
Warga negara yang cerdas sebagaimana hendak diwujudkan melalui
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) tidak
semata-mata memenuhi kualifikasi cerdas secara intelektual
(Intellectual Quotion) melainkan cerdas secara emosional (Emotional
Intelligence), cerdas spiritual (Spiritual Intelligence), cerdas secara
moral (Moral Intelligence). Oleh karena penting untuk diusahakan
bagaimana memadukan dimensi-dimensi kecerdasan tersebut.
8. Setiap warga negara mempunyai potensi dasar mental yang dapat
dikembangkan, yang menurut Nursid Sumaatmadja (1998), meliputi:
(1) Minat (sense of interest);
(2) Dorongan ingin tahu (sense of curiosity);
(3) Dorongan ingin membuktikan kenyataan (sense of reality);
(4) Dorongan ingin menyelidiki (sense of inquiry);
(5) dorongan ingin menemukan sendiri (sense of discovery).
Potensi minat (sense of interest) merupakan kunci untuk
menumbuhkembangkan potensi-poetensi yang lainnya. Jika minat atau
keinginan pada diri manusia tidak ada atau kurang memadai maka
akan mempengaruhi terhadap rendahnya potensi yang lain.
9. KB II Warga Negara Yang Partisipatif
Partisipasi lazimnya dimaknai sebagai keterlibatan atau
keikutsertaan warga negara dalam berbagai kegiatan
kehidupan bangsa dan negara.
bentuk partisipasi menurut Koentjaraningrat (1994), yaitu
(1)berbentuk tenaga,
(2)berbentuk pikiran, dan
(3)berbentuk materi (benda)
10. Ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga
negara berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan
berpemerintahan (Wasistiono, 2003), yaitu
(1) ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan);
(2) ada keterlibatan secara emosional;
(3) memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung
dari keterlibatannya.
11. KB III Warga Negara Yang
Bertanggungjawab
PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab itu erat kaitannya dengan hak dan
kewajiban serta kekuasaan, sebab pelaksanaan
kewajiban dan kekuasaan serta penggunaan hak
yang dimiliki dan melekat dalam diri setiap warga
negara harus disertai dengan tanggung jawab.
12. Dalam menggunakan haknya, setiap warga negara
harus memperhatikan beberapa aspek, sebagai
berikut
1. Aspek kekuatan
2. Aspek perlindungan hukum (proteksi hukum)
3. Aspek pembatasan hukum (restriksi hukum)
13. PERWUJUDAN TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA
TERHADAP TUHAN YME
1. Mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakanNya kepada kita
semua;
2. Beribadah kepada Tuhan YME sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaan yang dianut masing-masing.
3. Melaksanakan segala perintahNya serta berusaha menjauhi
atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Tuhan YME.
4. Menuntut ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan
(kemaslahatan) umat manusia sebagai bekal kehidupan baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
5. Menjalin tali silaturahmi atau persaudaraan guna mewujudkan
kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan
sejahtera.
14. TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA
TERHADAP MASYARAKAT
1. Memelihara ketertiban dan keamanan hidup
bermasyarakat.
2. Menjaga dan memelihara rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat.
3. Meningkatkan rasa solidaritas sosial sebagai
sesama anggota masyarakat.
4. Menghapuskan bentuk-bentuk tindakan
diskriminatif dalam kehidupan di masyarakat
untuk menghindari disintegrasi masyarakat,
bangsa, dan negara.
15. TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA TERHADAP
LINGKUNGAN
1. Memelihara kebersihan lingkungan, seperti tidak
membuang sampah sembarangan.
2. Tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan,
mengingat keterbatasan sumber daya alam yang ada.
3. Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan
(environment friendly) agar kebersihan dan keasrian
lingkungan tetap terjaga dengan baik.
16. TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA TERHADAP BANGSA
DAN NEGARA
1. Memahami dan mengamalkan ideologi nasional kita, yakni
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang
kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
2. Menjaga dan memelihara nama baik bangsa dan negara di mata
dunia internasional sebagai bangsa dan negara yang merdeka,
berdaulat, berperadaban, dan bermartabat.
3. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghindari sikap
dan perilaku yang diskriminatif.
4. Membina solidaritas sosial sebagai sesama warga negara Indonesia.
5. Meningkatkan wawasan kebangsaan agar senantiasa terbina rasa
kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan pads
setiap diri warga negara.
17. KB IV Warga Negara yang Religius dan
Penuh Toleransi
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK RELIGI
US
Manusia adalah homo religius artinya makhluk yang
beragama, makhluk yang mempunyai keyakinan
akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang
menguasai alam jagad raya beserta seluruh
makhluk lainnya di dunia ini
18. PENGERTIAN WARGA NEGARA RELIGIUS
bahwa warga negara religius adalah warga negara yang
senantiasa memahami serta mengaktualisasikan nilai-nilai
ajaran agama yang dipeluk dan diyakininya dalam konteks
kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun bangsa dan negara
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3
dinyatakan dengan tegas bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
20. Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang senantiasa
tercermin dalam sikap maupun perilaku yang ditampilkan
oleh setiap warga negara:
(1) berhubungan dengan Tuhan,
(2) berhubungan dengan sesama warga negara,
(3) berhubungan dengan lingkungannya, maupun
(4) berhubungan dengan pemerintah negaranya.
21. PENTINGNYA SUATU TOLERANSI
Perwujudan sikap toleran dapat dimanifestasikan sebagai berikut:
1. Bergaul atau berinteraksi dengan sesama warga masyarakat dengan
tidak menonjolkan perbedaan agama, keturunan, bahasa, budaya,
ras atau etnik.
2. Tidak melakukan tindakan yang memprovokasi, seperti mengadu
domba, rasa kedaerahan (primordialisme) yang sempit maupun
etnosentrisme, pelecehan ajaran agama tertentu.
3. Tidak mencampuradukkan ajaran-ajaran agama yang satu dengan
yang lainnya.