Krisis adalah proses yang tidak diinginkan, luar biasa, seringkali tidak terduga dan waktunya terbatas, dengan kemungkinan perkembangan yang ambivalen. Krisis menuntut keputusan dan respon cepat untuk mempengaruhi perkembangan situasi, sehingga positif untuk destinasi/organisasi dan konsekuensi negatifnya minimum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan ...bramantiyo marjuki
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Data dan Informasi Geospasial Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Batang tubuh beserta lampirannya
How to make Map Package in ArcGIS, more detailed about Map Packages see here http://resources.arcgis.com/en/help/main/10.1/index.html#/Creating_a_map_package/006600000403000000/
Krisis adalah proses yang tidak diinginkan, luar biasa, seringkali tidak terduga dan waktunya terbatas, dengan kemungkinan perkembangan yang ambivalen. Krisis menuntut keputusan dan respon cepat untuk mempengaruhi perkembangan situasi, sehingga positif untuk destinasi/organisasi dan konsekuensi negatifnya minimum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan ...bramantiyo marjuki
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Data dan Informasi Geospasial Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Batang tubuh beserta lampirannya
How to make Map Package in ArcGIS, more detailed about Map Packages see here http://resources.arcgis.com/en/help/main/10.1/index.html#/Creating_a_map_package/006600000403000000/
Karena banyaknya permintaan via email dan menanggapi saudara-saudara yang menginginkan file ini, kembali saya upload untuk bisa digunakan bagi yang mau belajar..monggo silahkan semoga bermanfaat
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Bantenbramantiyo marjuki
Does Tanjung lesung specialized economic zone will boost Banten Economic income? or it is just mere an agglomeration of economic activity that will just increasing of the regional disparities of Banten and Indonesia.
Evaluasi Normalisasi dan Pembangunan Banjir Kanal Barat Kota Semarangbramantiyo marjuki
Review dan Evaluasi Normalisasi dan Revitalisasi Banjir Kanal barat Kota Semarang Dalam Rangka Penanggulangan Banjir dan Pemanfaatan Lain Untuk Lingkungan Perkotaan
Modul GIS (QGIS) Diklat GPS dan GIS BPSDM Kementerian PUPR, April 2016bramantiyo marjuki
Modul GIS Diklat GPS dan Pemetaan Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dilaksanakan di Yogyakarta 29 Maret - 2 April 2016
Pemetaan risiko secara partisipatif buat pengurangan risiko bencana. Sistem ini mempermudah pemetaan tanpa perlu keahlian gis.
sistem ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengetahui ancaman di area mereka dan bagaimana menyusun rencana penanggulangan bencana desa.
Saya menawarkan bimbingan privat belajar penginderaan jauh dan GIS. Silabus ini untuk materi penginderaan jauh. Syarat dan ketentuan silahkan dibaca di file penawaran
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utarabramantiyo marjuki
Sosialisasi hasil kegiatan pemetaan penutup lahan dan penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi, Provinsi Kalimantan Utara, WWF Indonesia, Tanjung Selor, Juli 2017
Wonogiri Strategic Economy Development Acceleration Plan (Final Report of Regional Development Class Planning Studio at Master Program of Regional and Urban Development, Diponegoro University, 2017)
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
3. Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Pemetaan Risiko adalah
Penggambaran Tingkat Risiko
bencana suatu daerah secara
spasial dan non spasial berdasarkan
Kajian Risiko Bencana suatu daerah
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat (UU24/2007).
4. Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Komponen Risiko terdiri dari Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas, dimana
hubungannya ditunjukkan menurut rumus di bawah.
tingkat risiko bencana amat bergantung pada :
1. Tingkat ancaman kawasan;
2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah
menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan
menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial
agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan
sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana
disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
1. Memperkecil ancaman kawasan;
2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
5. Persyaratan Umum Peta Risiko Bencana Ideal
Menurut PerKA BNPB Nomor 2/2012
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota
minimal hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari).
2. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000 untuk kabupaten/kota di Pulau
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara.
3. Mampu menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa).
4. Mampu menghitung nilai kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (dalam rupiah).
5. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
6. Menggunakan GIS dengan Analisis Grid (1 ha) dalam pemetaan risiko bencana.
6. Metode Pemetaan Risiko Bencana
Peta Risiko Bencana merupakan overlay (penggabungan)
dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas.
Peta-peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang
dihitung dari data data dan metode perhitungan tersendiri.
Penting untuk dicatat bahwa peta risiko bencana dibuat
untuk setiap jenis ancaman bencana yang ada pada suatu
kawasan.
Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk
menghitung berbagai indeks akan berbeda untuk setiap
jenis ancaman.
10. Metode Pemetaan Ancaman Rob
Area Tergenang = [elevasi] < [HHWL]
Dari formula diatas dapat diketahui apabila terdapat daerah
dengan elevasi di bawah HHWL, maka dipastikan daerah
tersebut merupakan daerah yang akan tergenang banjir rob.
Hasil pemetaan kemudian diklasifikasi tingkat bahayanya
menggunakan ketentuan seperti pada Peraturan Kepala
BNPB Nomor 2 Tahun 2012.
pemetaan genangan rob didasarkan pada analisa pembandingan antara informasi spasial elevasi
topografis dan ketinggian genangan yang diestimasi dari pasang tertinggi (HHWL/Highest High
Water Level). Informasi elevasi topografis diperoleh dari DEM SRTM 90 meter atau ASTER GDEM
15 meter. Sedangkan informasi HHWL diperoleh dari data pasang surut DISHIDROS-AL. Formula
yang digunakan untuk menentukan wilayah tergenang adalah
11. Metode Pemetaan Kerentanan Angin
Puting Beliung dan Rob
Peta kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik
dan ekologi/lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Exposure kali
Sensitivity. “Aset-aset” yang terekspos termasuk kehidupan manusia
(kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah
ekologi/lingkungan.
Tiap “aset” memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan
intensitas bencana).
Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal
dari laporan BPS (Provinsi/kabupaten Dalam Angka, PODES, Susenan, PPLS
dan PDRB) dan informasi peta dasar dari Bakosurtanal (penggunaan lahan,
jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum). Informasi tabular dari BPS idealnya
sampai tingkat desa/kelurahan.
Untuk peta batas administrasi menggunakan peta terbaru yang dikeluarkan
oleh BPS.
12. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Sosial)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan
penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio
kelompok umur. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata rata bobot
kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan (40%) yang terdiri dari rasio
jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat (10%) dan
kelompok umur (10%).
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Kepadatan
penduduk
60
< 500 jiwa/km2 500 – 1000
jiwa/km2
>1000
jiwa/km2
Kelas/Nilai
Max Kelas
Rasio
kemiskinan
(10%)
40 < 20% 20 – 40%
Rasio orang
cacat (10%)
Rasio
Kelompok
Umur (10%)
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.6 x (kerentanan kepadatan penduduk) + 0.1 (miskin) + 0.1 (cacat) + 0.1
(umur) + 0.1(Jenis Kelamin)
Klasifikasi total kerentanan social = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
13. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Fisik)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik adalah kepadatan rumah
(permanen, semipermanen dan non-permanen), ketersediaan
bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah
diperoleh dengan membagi mereka atas area terbangun atau luas desa dan
dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha).
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Persentase
lahan
terbangun
40
< 30 persen 30 – 60 persen 60
persen
Kelas/Nilai Max
Kelas
Fasilitas Umum 30 Tidak ada - ada
Fasilitas Kritis 30 Tidak ada - ada
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.4 x (lahan terbangun) + 0.3 (fasum) + 0.3 (fasilitas kritis)
Klasifikasi total kerentanan FISIK = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
14. Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting
Beliung dan Rob (Kerentanan Ekonomi)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan ekonomi adalah luas lahan
produktif dalam rupiah (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak) dan
PDRB. Luas lahan produktif diperoleh dari peta guna lahan dan buku
kabupaten atau kecamatan dalam angka, sedangkan PDRB dapat diperoleh
dari laporan sektor atau kabupaten dalam angka
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Lahan
produktif
60
< 10 Ha 10 – 20 Ha 20 Ha Kelas/Nilai Max
Kelas
PDRB 40 < 100 jt 100 – 300 jt >300 jt
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.6 x (lahan produktif) + 0.4 (pdrb)
Klasifikasi total kerentanan EKONOMI = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
15. Metode Pemetaan Kerentanan Rob (Kerentanan
Lingkungan)
Kerentanan lingkungan hanya digunakan untuk Bencana Banjir Rob
Parameter Bobo
t (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Hutan lindung 30 < 20 ha 20 – 50 ha >50 ha Kelas/Nilai
Max KelasHutan suaka
Alam
30 < 25 ha 20 – 75 ha >75 ha
Hutan
Bakau/mangro
ve
40 < 10 ha 10 – 30 ha >30 ha
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi)
Total Kerentanan = 0.3 x (lindung) + 0.3 (suaka) + 0.3 (mangrove)
Klasifikasi total kerentanan lingkungan = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
16. Metode Pemetaan Kerentanan
Penentuan Kerentanan Total :
Kerentanan banjir rob
0.4 * kerentanan sosial + 0.25 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi + 0.1 * kerentanan lingkungan
Kerentanan angin Puting Beliung
0.4 * kerentanan sosial + 0.35 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi
17. Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo
Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas
diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu.
Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada
suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah
kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus
kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu
daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat
Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan
Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks
Kapasitas.
18. Metode Pemetaan Kapasitas
Deskripsi untuk lima tingkat ketahanan adalah sebagai berikut :
Level 1 Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya
pengurangan risiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan maju
dalam rencana-rencana atau kebijakan.
Level 2 Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko
bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis yang
disesbabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan
sistematis.
Level 3 Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan
risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan
sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan
tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk
mengurangi dampak negatif dari bencana.
Level 4 Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam
pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-
capaian yang berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam
komitmen, sumberdaya finansial ataupun kapasitas operasional dalam
pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
Level 5 Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas
yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.
19. Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo
Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas
diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu.
Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada
suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah
kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus
kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu
daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat
Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan
Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks
Kapasitas.
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Aturan dan kelembagaan penanggulangan
bencana
100 < 0.33 0.33 – 0.66 >0.66
Kelas/Nilai
Max Kelas
Peringatan dini dan kajian risiko bencana
Pendidikan kebencanaan
Pengurangan faktor risiko dasar
Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh
lini
𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 𝑲𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝟏𝟎 ∗ 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒌𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔
20. Metode Penentuan Risiko
Tingkat Risiko ditentukan
menggunakan Matriks Risiko antara
Ancaman dan hasil matriks
Kerentanan/Kapasitas.
Sebelum menghitung risiko,
dibandingkan dulu antara kerentanan
dan kapasitas, yang hasilnya baru
dibandingkan dengan Ancaman untuk
menghasilkan tingkat risiko
21. Basis Data Spasial
Risiko Bencana
Hasil Pengolahan disimpan dalam basis data spasial/geodatabase ArcGIS
Konten dalam basis data disusun berdasarkan Hierarkhi tertentu sesuai dengan
Kategori datanya, Ancaman, Kerentanan, kapasitas, risiko, dan Peta dasar.
27. Permasalahan dalam
Pemetaan Risiko
1. Belum dilakukan Survei Kapasitas bencana
2. Belum ada kepastian Unit Pemetaan Risiko. Pemetaan Risiko sementara menggunakan Unit
Desa Sebagai Unit Risiko, Selain Unit Administrasi, bisa juga digunakan unit satuan lahan,
sehingga dalam satu Desa bisa memungkinkan tingkat risiko yang berbeda (mirip peta
ancaman). Perlu ada penyepakatan dalam hal ini.
28. Kritik, saran, dan masukan
sangat diharapkan agar
dihasilkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan.
Follow Up
Pemetaan Risiko Bencana
Kompilasi
dan tindak
lanjut kritik
dan
masukan
Pelaksanaan
Survei
Kapasitas
Revisi Peta
Risiko
Workshop
Akhir dan
Finalisasi
Peta
Publikasi
dan
Diseminasi