SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
0
MAKALAH
REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Pembelajaran Matematika
Dosen pengampu: Dr. Jaelani, M.Pd
Disusun oleh : Kelompok 5
Lihar Raudina Izzati
Saepul Watan
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
1
1. Pendahuluan
Pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan
adalah Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR). RME diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di
Belanda. Gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik ini
tidak hanya populer di Negeri Belanda saja, banyak negara maju telah
menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan realistik. Matematika realistik
banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua
pandangan penting beliau adalah “mathematics must be connected to reality and
mathematics as human activity”. Pertama, matematika harus dekat terhadap
siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia
menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus
di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam
matematika.
2. Pengertian Realistic Mathematic Education (RME)
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat membiasakan siswa
terampil dalam menghubungkan konsep matematika dengan masalah nyata yaitu
pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) atau dalam Bahasa
Indonesia disebut Pendekatan Pendidikan Matematik Realistik (PMR).
Berbicara tentang pendidikan matematika realistik, tidak terlepas dari tokoh
utama pencetus istilah ini yaitu Prof. Hans Freudenthal seorang matematikawan
Belanda yang berhasil menerapkan pedekatan ini di Negaranya. Pendekatan ini
dikembangkan dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas
manusia (mathematics is human activity). Menurut Freudenthal, matematika
bukan merupakan suatu subjek yang siap saji untuk siswa, melainkan suatu
pelajaran yang dinamis yang dipelajari dengan cara mengerjakannya. Dengan
kata lain kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru
kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Dunia nyata menurut Blum & Niss (1991: 2) adalah segala sesuatu di
luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan
2
sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sedangkan menurut Panhuizen (2001: 3)
kata “realistic” sering disalah artikan sebagai “real world” yaitu dunia nyata.
Penggunaan kata “realistic” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich
realiseren” yang berati untuk dibayangkan atau “to imagine”. Penggunaan kata
“realistic” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan
dunia nyata (real world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan
Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi
yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh siswa.
Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (Wijaya, 2012: 32), konteks dalam
pendekatan realistik dapat dipandang secara sempit maupun luas. Konteks dalam
arti sempit merujuk pada suatu situasi yang spesifik yaitu tergantung dari
konteks pembicaraan. Sedangkan dalam arti yang luas, konteks merujuk pada
fenomena kehidupan sehari-hari, cerita rekaan atau fantasi, atau bisa juga
masalah matematika secara langsung. Konteks dalam pendekatan realistik
ditujukan untuk membangun atau menemukan kembali suatu konsep matematika
melalui proses matematisasi. Secara sederhana, proses matematisasi dapat
diartikan sebagai proses mematematikakan suatu konteks, yaitu proses
menerjemahkan suatu konteks menjadi konsep matematika. Proses matematisasi
akan terjadi jika konteks bisa dibayangkan oleh siswa serta memungkinkan
siswa untuk memahami dan bekerja dalam konteks tersebut dengan
menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki.
Frudenthal (Gravemeijer, 1994: 82) menyatakan bahwa matematisasi
berhubungan dengan proses peningkatan dan pengembangan gagasan
matematika secara bertahap, yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada
suatu tahap akan menjadi objek analisis pada tahap selanjutnya; suatu kegiatan
operasional pada suatu level akan berkembang jadi bidang kajian pada level
yang lebih tinggi. Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam pembelajaran
matematika, Traffers (Panhuizen, 2003: 12) menyebutkan dua jenis
matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan
sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of
life into the world of symbols, while vertical mathematization means moving
within the world of symbols”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa
3
matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari
ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses
yang terjadi dalam lingkup dunia matematika itu sendiri.
Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, lebih
lanjut De lange (Wijaya, 2012: 42) memaparkan kedua matematisasi tersebut,
yaitu :
a. Matematisasi horizontal
Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal
kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba
menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan
menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Contoh kegiatannya adalah
mengidentifikasi matematika dalam suatu konteks umum, perumusan,
visualisasi dan memformulasikan masalah dalam cara-cara yang berbeda,
mencari hubungan dan keteraturan antar konsep, dan mentransformasikan
masalah nyata kedalam model matematika.
b. Matematisasi vertikal
Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika.
Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa
bantuan konteks. Contoh kegiatannya adalah menuangkan gagasan dalam
suatu rumus, pembuktian keteraturan, penyesuaian dan pengembangan model
matematika, menggunakan model yang bervariasi, memadukan dan
mengkombinasikan model matematika, merumuskan suatu konsep
matematika yang baru dan generalisasi
Mengacu kepada dua jenis kegiatan matematisasi diatas, Traffers
(Fruedenthal, 2002: 132) mengkalsifikasikan 4 pendekatan pemebelajaran
matematika, yaitu mekanistik, empiristik, strukturalis, dan realistik. Perbedaan
keempat pendekatan dalam pendidikan matematika ditekankan pada sejauh
mana pendekatan tersebut memuat atau menggunakan kedua komponen
matematisasi tersebut. Tabel 1 di bawah ini menunjukan perbedaan dari keempat
pendekatan pembelajaran matematika, menurut Traffers (Fruedendhal, 2002:
4
133). Tanda “+” menandakan lebih menekankan komponen dan tanda “-“ kurang
menekankan komponen.
Tabel 1 : Matematisasi Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan
Matematisasi
Horizontal
Matematisasi
Vertikal
Mekanistik - -
Empiristik + -
Strukturalis - +
Realistik + +
Dari tabel tersebut, jelas bahwa Pendekatan Matematika Realistik dapat
memberikan perhatian yang seimbang antara matematiisasi horizontal dan
matematisasi vertikal serta disampaikan secara terpadu kepada siswa. Dari
beberapa penjelasan teori di atas, maka disimpulkan bahwa Pendekatan Realistic
Mathmatic Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran
matematika yang mentransformasi masalah nayata/sehari-hari ke dalam bentuk
simbol (matematisasi horizontal) dan melakukan proses penyelesaian dalam
lingkup dunia matematika itu sendiri (matematisasi vertikal) secara bersamaan
dalam proses pembelajaran.
3. Prinsip Realistic Mathematic Education (RME)
Menurut Graveimmeijer (1994: 90) ada tiga prinsip dalam mendesain
pembelajaran matematika realistik, yaitu
a. Guided reinvention dan progressive mathematizing
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan
matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa
harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun
dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep matematika.
Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah masing-
masing siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis
masalah konseptual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi.
Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecahan masalah yang sama,
5
serta perancangan rute belajar yang sedemikian rupa, sehingga siswa
menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil. Prinsip ini sejalan dengan
paham konststruktivis yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat
diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh
siswa itu sendiri.
b. Didactikal phenomenology
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini
fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah untuk
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik ini
dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus
diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan aplikasi yang harus
dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru, tetapi
siswa harus berusaha menemukannya dari masalah kontekstual tersebut.
Secara historis, matematika berkembang dari penyelesaian masalah
praktis, karenanya beralasan jika diharapkan dapat ditemukan masalah yang
memunculkan proses tersebut dalam penerapan pada saat sekarang ini.
Selanjutnya, kita dapat membayangkan bahwa matematika formal berasal
dari generalisasi dan formalisasi prosedur penyelesaian masalah untuk situasi
yang dapat menimbulkan prosedur penyelesaian yang dapat dijadikan dasar
untuk matematisasi vertikal.
c. Self developed models
Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini
berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan
matematika formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu
memecahkan soal-soal kontekstual. Sebagai konsekuensi dari kebebasan
yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah, sangat mungkin
muncul berbagai model hasil pemikiran siswa, yang mungkinmasih mirip
atau jelas terlihat dengan masalah kontekstual. Melalui proses generalisasi
dan formalisasi, model tersebut diarahkan untuk menuju model matematika
formal. Pada awalnya siswa membangun model dari situasi nyata (soal
kontekstual), setelah terjadi interaksi dan diskusi kelas, siswa menyusun
model untuk menyelesaikan soal hingga mendapatkan pengetahuan formal
6
matematika. Model yang dikembangkan siswa tersebut diharapkan akan
berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik, akan efesien menuju
arah pengetahuan formal, hingga diharapkan terjadiurutan pembelajaran
seperti “situasi nyata” => “model dari situasi itu” => “model kearah formal”
=> “pengetahuan formal”.
4. Karakteristik Realistic Mathematic Education (RME)
Sebagai operasionalisasi dari ketiga prinsip utama diatas, Traffers (1987:
255) merumuskan 5 karakteristik RME, yaitu: 1) penggunaan konteks yang
“nyata” bagi para siswa, 2) penggunaan model-model untuk membantu siswa
mencapai pemahaman yang lebih tinggi, 3) pemanfaatan hasil konstuksi siswa,
4) interaktivitas alami dalam proses pembelajaran antara siswa dengan guru dan
siswa dengan siswa, dan 5) keterkaitan dengan berbagai unit/topik matematika.
Selanjutnya Wijaya (2012: 21) menguraikan kelima karakteristik
tersebut, adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa maslah dunia nyata
samun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi
lain selama hal tersebut bermakna dan dapat dibayangkan dalam pikiran
siswa.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam PMR, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara
progresif. Penggunaan model sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan
dan matematika tingkat kongkrit menuju pengetahuan dan matematika
formal.
c. Pemanfaatan hasil konstuksi siswa
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian
berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi
yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa bukan
7
dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangan diperhatikan
dan dihargai.
d. Interaktivitas
Interaksi antara siswa dan guru merupakan hal yang sangat penting
dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan,
pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan
matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
Pada karakteristik ini, menurut Ismail (2007: 9) memungkinkan
adanya umpan balik dalam pembelajaran matematika yang dilakukan oleh
guru dengan memunculkan berbagai pertanyaan yang bisa merespon dan
menimbulkan rasa keingintahuan siswa mengenai materi yang sudah
dipelajari, sehingga siswa terbimbing untuk bertanya dan melakukan diskusi
dengan teman sekelasnya. Berikut adalah ilustrasinya.
1) Setelah mempelajari Operasi Hitung Bentuk Aljabar. Adakah materi
yang belum kalian pahami? Catatlah materi yang belum kalian pahami,
lalu tanyakan kepada temanmu yang lebih tahu atau kepada gurumu.
2) Dapatkah kalian membuat contoh operasi hitung bentuk aljabar yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari? diskusikan dengan teman-
temanmu.
e. Keterkaitan
Berbagai struktur dan pemahaman konsep matematika saling
berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antartopik atau materi
pelajaran perlu dieksplorasi guna mendukung pembelajaran bermakna. Oleh
karena itu, dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika
merupakan hal yang penting. Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan
siswa dalam memecahkan masalah. Di samping itu, dengan pengintegrasian
ini dalam pembelajaran waktu pelajaran akan menjadi lebih efesien.
5. Langkah-langkah Realistic Mathematic Education (RME)
Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR,
selanjutnya, karakteristik PMR dijabarkan menjadi langkah-langkah operasional
8
dalam pembelajaran. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik
PMR, Narto (2014: 58) dalam tesisnya merancang langkah-langkah (kegiatan)
inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1) Pendahuluan
Guru memberi petunjuk/arahan seperlunya mengenai proses
pembelajaran yang akan dilakukan siswa dan memberi motivasi serta
mengingatkan materi prasyarat yang harus dimiliki siswa.
2) Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa
untuk memahami masalah tersebut. Jika bagian-bagian tertentu yang kurang
atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu
diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa
yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut
dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau saran-saran. Petunjuk
dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk
memahami masalah (soal), seperti: “apa yang kamu ketahui dari soal
tersebut?”, “apa yang ditanyakan?”, bagaimana strategi atau cara yang
digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut?”. Pada tahap ini, karakteristik
PMR yang muncul adalah mengunakan masalah kontekstual dan interaksi.
3) Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual diminta menyelesaikan masalah kontekstual
pada Buku siswa atau LKS dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan
jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa
untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian
soal tersebut. Misalnya: “Bagaimana kamu tahu itu?”, “bagaimana
caranya?”, “mengapa kamu berpikir seperti itu?”, dan lain-lain. Pada tahap
ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep atau prinsip
matematika melalui masalah kontekstual yang diberikan. Selain itu, pada
tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan
model/cara sendiri guna memudahkan memnyelesaikan masalah (soal). Guru
diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah
9
tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaian sendiri. Pada langkah ini,
karakteristik PMR yang muncul adalah menggunakan model dan interaksi.
4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi tersebut
dibandingkan pada diskusi kelompok yang dipimpin oleh guru. Tahap ini
dapat digunakan untuk melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat,
meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya.
Karakteristik PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan ide atau
kontruksi siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa,
dan antara siswa dengan sumber belajar.
5) Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan,
guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep atau
definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan
masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR yang
muncul pada langkah ini adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa dan
interaksi.
6) Penutup
Guru menutup pertemuan dengan menegaskan kembali hal-hal
penting yang berkaitan dengan materi pembelajaran, dan memberikan tugas
untuk dikerjakan dirumah (PR). PR ini tujuannya untuk melatih dan
memantapkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah
dipelajari.
5. Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematic Education (RME)
Pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika memiliki kelebihan
dan kelemahan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan pendekatan realistik
menurut Suherman (2003: 143). Kelebihan pendekatan realistik adalah sebagai
berikut.
a. Dapat membuat matematika menjadi lebih menarik, relevan, dan bermakna,
tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak
10
b. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa
c. Menekankan belajar matematika pada “learning by doing”
d. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika
e. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
Sementara itu, Suwarsono (Zuida, 2016: 40) mengungkapkan kelemahan
pendekatan realistik, antara lain:
a. Upaya untuk mengimplementasikan pendekatan realistik membutuhkan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal tentang guru, siswa,
dan peranan masalah kontekstual yang tidak mudah dipraktikan.
b. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk setiap topik
matematika yang dipelajari siswa.
c. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.
d. Proses penelitian kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal kontekstual,
proses matematisasi horizontal dan vertikal juga bukan merupakan sesuatu
yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti
dengan cermat.
e. Membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Meskipun demikian, ada beberapa upaya untuk meminimalisasikan
kelemahan-kelemahan pembelajaran dengan pendekatan realistik, diantaranya
adalah:
a. Guru perlu mempersiapkan pembelajaran yang akan dilakukan secara lebih
terencana.
b. Guru mengoptimalkan kemampuan awal siswa sehingga siswa memiliki
kemampuan awal yang memadai untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
c. Guru memberikan motivasi dan memberi bimbingan kepada siswa jika
diperlukan.
d. Guru memantau cara-cara yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan kontekstual yang diberikan, agar proses dan mekanisme
berfikir siswa dapat dapat diikuti dengan cermat, sehingga jika ada siswa
yang mengalami kesulitan guru dapat memberikan bantuan.
11
6. Implementasi/Contoh Penerapan Realistic Mathematic Education (RME)
a. Penjumlahan
Eka mempunyai 3 boneka di rumahnya. Ketika ulang tahun, Eka
mendapatkan hadiah sebanyak 4 boneka lagi. Berapakah boneka yang
dimiliki Eka sekarang?
Gambar 1 : Boneka
Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 11)
Penyelesaian :
Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai
penjumlahan 3 ditambah 4. Karena Mia memilik 3 boneka, maka dari titik
asal (0) bergerak 3 satuan ke kanan. Kemudian, karena mendapatkan 4
boneka lagi, berarti terus bergerak 4 satuan ke kanan. Sehingga hasil akhirnya
adalah 7.
Gambar 2 : Pejumlahan 3 + 4 pada garis bilangan
Jadi boneka yang dimiliki Mia sekarang adalah 7 boneka
b. Pengurangan
Nia mempunyai 6 pasang sepatu di rumahnya. Karena sedang senang hati,
Nia memberikan 2 pasang sepatunya kepada sepupunya. Berapakah pasang
sepatu yang dimiliki Nia sekarang?
12
Gambar 3 : Sepatu
Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 12)
Penyelesaian :
Bentuk dari soal tersebut adalah 6 − 2 = ...
Awalnya Nia memiliki 6 pasang sepatu, maka bergerak dari titik nol ke kanan
6 satuan. Karena dikurang 2 pasang sepatu, berarti panah berbalik arah ke kiri
2 satuan. Sehingga hasil akhirnya adalah 4.
Gambar 4 : Pengurangan 6 – 2 pada garis bilangan
Perhatikan bahwa 6 − 2 sama dengan penjumlahan 6 + (−2). Panah ke kiri
menunjukkan arah pengurangan oleh bilangan positif atau penjumlahan
dengan bilangan negatif (−). Jadi, banyak sepatu yang dimiliki Nia sekarang
adalah 6 − 2 = 4 pasang.
c. Perbandingan
Agung bersepeda di lintasan yang berbeda-beda. Terkadang melintasi jalan
yang naik, terkadang melintasi jalan yang menurun dan ada kalanya dia
melintasi jalan yang datar. Agung berhenti tiga kali untuk mencatat waktu
dan jarak yang telah ditempuhnya setelah melewati tiga lintasan.
 Pemberhentian ke-1: 8 kilometer; 20 menit
 Pemberhentian ke-2: 12 kilometer; 24 menit
 Pemberhentian ke-3: 24 kilometer; 40 menit
Pada lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan cepat dan
pada lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan lambat?
13
Gambar 5 : Bersepeda
Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 16)
Penyelesaian:
Kita harus menentukan kecepatan rata-rata Agung pada setiap lintasan.
 Lintasan pertama, Agung menempuh 8 kilometer dalam waktu 20 menit.
Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan
5
2
20
8
 km/menit.
 Lintasan kedua, Agung menempuh 12 kilometer dalam waktu 24 menit.
Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan
2
1
24
12
 km/menit.
 Lintasan ketiga, Agung menempuh 24 kilometer dalam waktu 40 menit.
Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan
5
3
40
24
 km/menit.
Karena
5
3
2
1
5
2
 , maka dapat disimpulkan bahwa Agung mengendarai
sepeda paling cepat saat berada di lintasan ketiga dan mengendarai sepeda
paling lambat saat berada di lintasan pertama.
d. Aritmatika Sosial
Pak Dedi membeli sepeda motor Supra X bekas dengan harga Rp
4.000.000,00. Dalam waktu satu minggu motor tersebut dijual kembali
dengan harga Rp 4.200.000,00. Tentukan persentase keuntungan Pak Dedi!
14
Gambar : Sepeda motor Supra X
Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-5opGpl0DKKU/UsbQmvXewBI/AAA
AAAAAJnA/JsYmYefJfw4/s1600/Honda+Supra+X+100+-+2.jpg
Penyelesaian:
Sebelum menentukan persentase keuntungan, kita menentukan keuntungan
(U) yang diperoleh Pak Dedi lebih dulu.
 Untung (U) = Harga Jual (HJ) – Harga Beli (HB)
= 4.200.000 − 4.000.000
= 200.000
 Presentasi Untung =
HB
U
x 100%
=
000.000.4
000.200
x 100%
= 5%
Jadi, persentase keuntungan yang diperoleh Pak Dedi adalah 5%.
e. Sudut
Tentukan ukuran sudut yang dibentuk oleh jarum jam dan jarum menit ketika
menunjukkan pukul 02.00.
Gambar: Sudut yang terbentuk ketika pukul 02.00
Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 134)
15
Penyelesaian:
Dengan memperhatikan Gambar tersebut, kita dapat melihat bahwa pada
pukul 02.00, jarum jam menunjuk ke arah bilangan 2 dan jarum menit
menunjuk ke arah bilangan 12, sehingga sudut yang terbentuk adalah
6
1
putaran penuh.
6
1
x 360 = 60°
Jadi sudut yang terbentuk oleh jarum jam dan jarum menit ketika pukul 02.00
adalah 60°.
7. Kesimpulan
Penggunaan istilah “realistic” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda
“zich realiseren” yang berarti untuk dibayangkan. Menurut Van den Heuvel-
Panhuizen, penggunaan kata “realistic” tersebut tidak sekedar menunjukan suatu
koneksi dengan dunia nyata, tetapi lebih mengacu pada fokus pendekatan
realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa
dibayangkan oleh siswa. Dunia nyata yang dimaksud disini adalah segala sesuatu
yang ada diluar matematika seperti mata pelajaran lain atau kehidupan sehari-hari
dan lingkungan sekitar kita. Pendekatan matematika realistik memiliki beberapa
karakteristik, yaitu menggunakan konteks, menggunakan model, menggunakan
kontribusi siswa, interaktivitas dan keterkaitan antar topik. Kelima karakteristik
tersebut tidak terlepas dari tiga prinsip utama yang ada pada pendekatan realistik
diantaranya guided reinvention (penemuan terbimbing), didactical
phenomenhology (fenomena didaktik), dan self developed model (model yang
dibangun sendiri). Seperti halnya pendekatan lain, pendekatan realistik juga
memliki kelebihan dan kekurangan. Namun walaupun begitu, mudah-mudahan
ini tidak mengurangi esensi dari pendekatan itu sendiri, karena bagaimanapun
suatu pendekatan merupakan cara yang dilakukan oleh guru dengan melibatkan
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman As’ari, Dkk. (2016). Matematika Untuk SMP/MTs Kelas VII
Semester 1 Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
As’ari, Dkk. (2016). Matematika Untuk SMP/MTs Kelas VII Semester 2 Edisi
Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Blum, W., & Niss, M (1991). Applied Mathematical Problem Solving, Modelling,
Applications, And Links To Other Subject-State, Trends And Issues In
Mathematical Intruction. Educational Studies In Mathematics, Vol 22.
Pp.37-68.
Fruedenthal, H. (2002) Revisting Mathematics Education. New York: Kluwer
Academic Publisher
Graveimeijer, K. P. E. (1994). Developing Realistik Mathematics Education.
Untrect: Cd-Β Press
Ismail. (2007). Pembaharuan Dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Narto (2014). Pengaruh Jenis Media Dan Gaya Belajar Peserta Didik Terhadap
Prestasi Belajar, Kemapuan Koneksi Matematis, Dan Minat Belajar
Matematika Siswa Kelas Viii Smp Materi Geometri Ruang. Tesis
Universitas Negeri Yogyakata. Yogyakarta: Diglib Uny
Suherman, Erman Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: Jica Upi.
Treffers, A.: 1987, Three Dimensions. A Model Of Goal And Theory Description
In Mathematics Instruction – The Wiskobas Project, Reidel Publishing
Company, Dordrecht, The Netherlands.
Van Den Heuvel-Panhuizen, (2001). Realistic Mathematics Education: Work In
Progress. In T. Breiteig And G. Brekke (Eds.), Theory Into Practice In
Mathematics Education. Kristiansand, Norway: Faculty Of
Mathematics And Sciences.
, (2003). The Didactical Use Of Models In Realistic Mathematics
Education: An Example From A Longitudinal Trajectory On
17
Percentage. Educational Studies In Mathematics Pp. 9–35netherlands:
Kluwer Academic Publishers.
Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Zuida Ratih Hedrastuti (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Yang Berorientasi Pada Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan
Koneksi Matematis, Dan Rasa Percaya Diri Siswa Smp Kelas Vii
Semester Genap. Tesis Universitas Negeri Yogyakata. Yogyakarta:
Digilib Uny

More Related Content

What's hot

Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1Robinson Daeli
 
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013Fardyani Narwis
 
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasContoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasMuh Yusuf Manguluang
 
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMK
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMKRPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMK
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMKYani Pieter Pitoy
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAMETA GUNAWAN
 
rpp-ipa- kelas 4 mi/sd
rpp-ipa- kelas 4 mi/sdrpp-ipa- kelas 4 mi/sd
rpp-ipa- kelas 4 mi/sdumirachel
 
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptx
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptxTopik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptx
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptxVinaOktaviani17
 
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematika
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematikaPendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematika
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematikayudith tae
 
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...ananda gunadharma
 
Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika RealistikPembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika RealistikMade Rai Adnyana
 
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sd
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sdPembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sd
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sdNASuprawoto Sunardjo
 
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi rHabib Gara
 
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013Ayu Febriyanti
 
Makalah metode pengajaran
Makalah metode pengajaranMakalah metode pengajaran
Makalah metode pengajaranPENJAGA HATI
 

What's hot (20)

RPP Aritmatika Sosial
RPP Aritmatika SosialRPP Aritmatika Sosial
RPP Aritmatika Sosial
 
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
 
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013
Rpp pertidaksamaan rasional dan irasional kurikulum 2013
 
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasContoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
 
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMK
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMKRPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMK
RPP: Persamaan dan Pertidaksamaan Linier SMK
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
 
rpp-ipa- kelas 4 mi/sd
rpp-ipa- kelas 4 mi/sdrpp-ipa- kelas 4 mi/sd
rpp-ipa- kelas 4 mi/sd
 
Keterampilan Mengajar
Keterampilan MengajarKeterampilan Mengajar
Keterampilan Mengajar
 
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptx
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptxTopik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptx
Topik 1_Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum .pptx
 
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematika
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematikaPendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematika
Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran matematika
 
Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan Koneksi MatematisKemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan Koneksi Matematis
 
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...
Pengembangan modul elektronik sebagai sumber belajar untuk mata kuliah multim...
 
Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika RealistikPembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik
 
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sd
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sdPembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sd
Pembelajaran perpangkatan dan penarikan akar bilangan di sd
 
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r
1 soal-cerita-matematika-sd-marsudi r
 
Rika puspitasari 1830206115 bilangan rasional
Rika puspitasari  1830206115 bilangan rasionalRika puspitasari  1830206115 bilangan rasional
Rika puspitasari 1830206115 bilangan rasional
 
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013
Rpp refleksi SMA KELAS 9 KURIKULUM 2013
 
RPP - Analisis Data
RPP - Analisis DataRPP - Analisis Data
RPP - Analisis Data
 
Makalah metode pengajaran
Makalah metode pengajaranMakalah metode pengajaran
Makalah metode pengajaran
 
Pengertian micro teaching
Pengertian micro teachingPengertian micro teaching
Pengertian micro teaching
 

Similar to Makalah rme revisi

bab20200015708.pdf
bab20200015708.pdfbab20200015708.pdf
bab20200015708.pdfYusmaYenti
 
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)Deszure Esp
 
RME and The Didactical Use Of Models
RME and The Didactical Use Of ModelsRME and The Didactical Use Of Models
RME and The Didactical Use Of ModelsFaridatul Lail
 
Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiasinaramdhani
 
Pendekatan matematik realistik
Pendekatan matematik realistikPendekatan matematik realistik
Pendekatan matematik realistikmatematikauntirta
 
Pendekatan Pembelajaran realistik
Pendekatan Pembelajaran realistikPendekatan Pembelajaran realistik
Pendekatan Pembelajaran realistikVeronika Citra
 
Kelompok 1 struktur aljabar
Kelompok 1 struktur aljabarKelompok 1 struktur aljabar
Kelompok 1 struktur aljabarYuli Sinaga
 
Pemahaman konsep dengan pmri
Pemahaman konsep dengan pmriPemahaman konsep dengan pmri
Pemahaman konsep dengan pmrimafia_konoha
 
Model Eliciting Activities (MEAs)
Model Eliciting Activities (MEAs)Model Eliciting Activities (MEAs)
Model Eliciting Activities (MEAs)Annisa Izzah
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 

Similar to Makalah rme revisi (20)

Makalah rme
Makalah rmeMakalah rme
Makalah rme
 
Tinjauan Pustaka
Tinjauan PustakaTinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
 
bab20200015708.pdf
bab20200015708.pdfbab20200015708.pdf
bab20200015708.pdf
 
Orneo
OrneoOrneo
Orneo
 
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)
Realistik Mathematics Education (Pembelajaran Realistik)
 
Laporan Tugas PMRI
Laporan Tugas PMRILaporan Tugas PMRI
Laporan Tugas PMRI
 
RME and The Didactical Use Of Models
RME and The Didactical Use Of ModelsRME and The Didactical Use Of Models
RME and The Didactical Use Of Models
 
Koneksi Matematika
Koneksi MatematikaKoneksi Matematika
Koneksi Matematika
 
Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesia
 
Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)
 
Pendekatan matematik realistik
Pendekatan matematik realistikPendekatan matematik realistik
Pendekatan matematik realistik
 
15. bab ii
15. bab ii15. bab ii
15. bab ii
 
Pendekatan Pembelajaran realistik
Pendekatan Pembelajaran realistikPendekatan Pembelajaran realistik
Pendekatan Pembelajaran realistik
 
Kelompok 1 struktur aljabar
Kelompok 1 struktur aljabarKelompok 1 struktur aljabar
Kelompok 1 struktur aljabar
 
Pemahaman konsep dengan pmri
Pemahaman konsep dengan pmriPemahaman konsep dengan pmri
Pemahaman konsep dengan pmri
 
Model Eliciting Activities (MEAs)
Model Eliciting Activities (MEAs)Model Eliciting Activities (MEAs)
Model Eliciting Activities (MEAs)
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Metodologi pembelajaran matematika
Metodologi pembelajaran matematikaMetodologi pembelajaran matematika
Metodologi pembelajaran matematika
 

Recently uploaded

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 

Recently uploaded (20)

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 

Makalah rme revisi

  • 1. 0 MAKALAH REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Pembelajaran Matematika Dosen pengampu: Dr. Jaelani, M.Pd Disusun oleh : Kelompok 5 Lihar Raudina Izzati Saepul Watan PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
  • 2. 1 1. Pendahuluan Pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan adalah Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). RME diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Belanda. Gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik ini tidak hanya populer di Negeri Belanda saja, banyak negara maju telah menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan realistik. Matematika realistik banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah “mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity”. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika. 2. Pengertian Realistic Mathematic Education (RME) Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat membiasakan siswa terampil dalam menghubungkan konsep matematika dengan masalah nyata yaitu pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) atau dalam Bahasa Indonesia disebut Pendekatan Pendidikan Matematik Realistik (PMR). Berbicara tentang pendidikan matematika realistik, tidak terlepas dari tokoh utama pencetus istilah ini yaitu Prof. Hans Freudenthal seorang matematikawan Belanda yang berhasil menerapkan pedekatan ini di Negaranya. Pendekatan ini dikembangkan dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas manusia (mathematics is human activity). Menurut Freudenthal, matematika bukan merupakan suatu subjek yang siap saji untuk siswa, melainkan suatu pelajaran yang dinamis yang dipelajari dengan cara mengerjakannya. Dengan kata lain kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Dunia nyata menurut Blum & Niss (1991: 2) adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan
  • 3. 2 sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sedangkan menurut Panhuizen (2001: 3) kata “realistic” sering disalah artikan sebagai “real world” yaitu dunia nyata. Penggunaan kata “realistic” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berati untuk dibayangkan atau “to imagine”. Penggunaan kata “realistic” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh siswa. Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (Wijaya, 2012: 32), konteks dalam pendekatan realistik dapat dipandang secara sempit maupun luas. Konteks dalam arti sempit merujuk pada suatu situasi yang spesifik yaitu tergantung dari konteks pembicaraan. Sedangkan dalam arti yang luas, konteks merujuk pada fenomena kehidupan sehari-hari, cerita rekaan atau fantasi, atau bisa juga masalah matematika secara langsung. Konteks dalam pendekatan realistik ditujukan untuk membangun atau menemukan kembali suatu konsep matematika melalui proses matematisasi. Secara sederhana, proses matematisasi dapat diartikan sebagai proses mematematikakan suatu konteks, yaitu proses menerjemahkan suatu konteks menjadi konsep matematika. Proses matematisasi akan terjadi jika konteks bisa dibayangkan oleh siswa serta memungkinkan siswa untuk memahami dan bekerja dalam konteks tersebut dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki. Frudenthal (Gravemeijer, 1994: 82) menyatakan bahwa matematisasi berhubungan dengan proses peningkatan dan pengembangan gagasan matematika secara bertahap, yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada suatu tahap akan menjadi objek analisis pada tahap selanjutnya; suatu kegiatan operasional pada suatu level akan berkembang jadi bidang kajian pada level yang lebih tinggi. Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam pembelajaran matematika, Traffers (Panhuizen, 2003: 12) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbols, while vertical mathematization means moving within the world of symbols”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa
  • 4. 3 matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup dunia matematika itu sendiri. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, lebih lanjut De lange (Wijaya, 2012: 42) memaparkan kedua matematisasi tersebut, yaitu : a. Matematisasi horizontal Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Contoh kegiatannya adalah mengidentifikasi matematika dalam suatu konteks umum, perumusan, visualisasi dan memformulasikan masalah dalam cara-cara yang berbeda, mencari hubungan dan keteraturan antar konsep, dan mentransformasikan masalah nyata kedalam model matematika. b. Matematisasi vertikal Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks. Contoh kegiatannya adalah menuangkan gagasan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, penyesuaian dan pengembangan model matematika, menggunakan model yang bervariasi, memadukan dan mengkombinasikan model matematika, merumuskan suatu konsep matematika yang baru dan generalisasi Mengacu kepada dua jenis kegiatan matematisasi diatas, Traffers (Fruedenthal, 2002: 132) mengkalsifikasikan 4 pendekatan pemebelajaran matematika, yaitu mekanistik, empiristik, strukturalis, dan realistik. Perbedaan keempat pendekatan dalam pendidikan matematika ditekankan pada sejauh mana pendekatan tersebut memuat atau menggunakan kedua komponen matematisasi tersebut. Tabel 1 di bawah ini menunjukan perbedaan dari keempat pendekatan pembelajaran matematika, menurut Traffers (Fruedendhal, 2002:
  • 5. 4 133). Tanda “+” menandakan lebih menekankan komponen dan tanda “-“ kurang menekankan komponen. Tabel 1 : Matematisasi Pendekatan Pembelajaran Matematika Pendekatan Matematisasi Horizontal Matematisasi Vertikal Mekanistik - - Empiristik + - Strukturalis - + Realistik + + Dari tabel tersebut, jelas bahwa Pendekatan Matematika Realistik dapat memberikan perhatian yang seimbang antara matematiisasi horizontal dan matematisasi vertikal serta disampaikan secara terpadu kepada siswa. Dari beberapa penjelasan teori di atas, maka disimpulkan bahwa Pendekatan Realistic Mathmatic Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang mentransformasi masalah nayata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol (matematisasi horizontal) dan melakukan proses penyelesaian dalam lingkup dunia matematika itu sendiri (matematisasi vertikal) secara bersamaan dalam proses pembelajaran. 3. Prinsip Realistic Mathematic Education (RME) Menurut Graveimmeijer (1994: 90) ada tiga prinsip dalam mendesain pembelajaran matematika realistik, yaitu a. Guided reinvention dan progressive mathematizing Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep matematika. Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah masing- masing siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah konseptual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecahan masalah yang sama,
  • 6. 5 serta perancangan rute belajar yang sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil. Prinsip ini sejalan dengan paham konststruktivis yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. b. Didactikal phenomenology Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan aplikasi yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah kontekstual tersebut. Secara historis, matematika berkembang dari penyelesaian masalah praktis, karenanya beralasan jika diharapkan dapat ditemukan masalah yang memunculkan proses tersebut dalam penerapan pada saat sekarang ini. Selanjutnya, kita dapat membayangkan bahwa matematika formal berasal dari generalisasi dan formalisasi prosedur penyelesaian masalah untuk situasi yang dapat menimbulkan prosedur penyelesaian yang dapat dijadikan dasar untuk matematisasi vertikal. c. Self developed models Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual. Sebagai konsekuensi dari kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah, sangat mungkin muncul berbagai model hasil pemikiran siswa, yang mungkinmasih mirip atau jelas terlihat dengan masalah kontekstual. Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut diarahkan untuk menuju model matematika formal. Pada awalnya siswa membangun model dari situasi nyata (soal kontekstual), setelah terjadi interaksi dan diskusi kelas, siswa menyusun model untuk menyelesaikan soal hingga mendapatkan pengetahuan formal
  • 7. 6 matematika. Model yang dikembangkan siswa tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik, akan efesien menuju arah pengetahuan formal, hingga diharapkan terjadiurutan pembelajaran seperti “situasi nyata” => “model dari situasi itu” => “model kearah formal” => “pengetahuan formal”. 4. Karakteristik Realistic Mathematic Education (RME) Sebagai operasionalisasi dari ketiga prinsip utama diatas, Traffers (1987: 255) merumuskan 5 karakteristik RME, yaitu: 1) penggunaan konteks yang “nyata” bagi para siswa, 2) penggunaan model-model untuk membantu siswa mencapai pemahaman yang lebih tinggi, 3) pemanfaatan hasil konstuksi siswa, 4) interaktivitas alami dalam proses pembelajaran antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dan 5) keterkaitan dengan berbagai unit/topik matematika. Selanjutnya Wijaya (2012: 21) menguraikan kelima karakteristik tersebut, adalah sebagai berikut. a. Penggunaan konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa maslah dunia nyata samun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan dapat dibayangkan dalam pikiran siswa. b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dalam PMR, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat kongkrit menuju pengetahuan dan matematika formal. c. Pemanfaatan hasil konstuksi siswa Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa bukan
  • 8. 7 dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangan diperhatikan dan dihargai. d. Interaktivitas Interaksi antara siswa dan guru merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Pada karakteristik ini, menurut Ismail (2007: 9) memungkinkan adanya umpan balik dalam pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru dengan memunculkan berbagai pertanyaan yang bisa merespon dan menimbulkan rasa keingintahuan siswa mengenai materi yang sudah dipelajari, sehingga siswa terbimbing untuk bertanya dan melakukan diskusi dengan teman sekelasnya. Berikut adalah ilustrasinya. 1) Setelah mempelajari Operasi Hitung Bentuk Aljabar. Adakah materi yang belum kalian pahami? Catatlah materi yang belum kalian pahami, lalu tanyakan kepada temanmu yang lebih tahu atau kepada gurumu. 2) Dapatkah kalian membuat contoh operasi hitung bentuk aljabar yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari? diskusikan dengan teman- temanmu. e. Keterkaitan Berbagai struktur dan pemahaman konsep matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antartopik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi guna mendukung pembelajaran bermakna. Oleh karena itu, dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang penting. Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa dalam memecahkan masalah. Di samping itu, dengan pengintegrasian ini dalam pembelajaran waktu pelajaran akan menjadi lebih efesien. 5. Langkah-langkah Realistic Mathematic Education (RME) Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR, selanjutnya, karakteristik PMR dijabarkan menjadi langkah-langkah operasional
  • 9. 8 dalam pembelajaran. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR, Narto (2014: 58) dalam tesisnya merancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: 1) Pendahuluan Guru memberi petunjuk/arahan seperlunya mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan siswa dan memberi motivasi serta mengingatkan materi prasyarat yang harus dimiliki siswa. 2) Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau saran-saran. Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “apa yang kamu ketahui dari soal tersebut?”, “apa yang ditanyakan?”, bagaimana strategi atau cara yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut?”. Pada tahap ini, karakteristik PMR yang muncul adalah mengunakan masalah kontekstual dan interaksi. 3) Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara individual diminta menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku siswa atau LKS dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: “Bagaimana kamu tahu itu?”, “bagaimana caranya?”, “mengapa kamu berpikir seperti itu?”, dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep atau prinsip matematika melalui masalah kontekstual yang diberikan. Selain itu, pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan model/cara sendiri guna memudahkan memnyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah
  • 10. 9 tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaian sendiri. Pada langkah ini, karakteristik PMR yang muncul adalah menggunakan model dan interaksi. 4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi tersebut dibandingkan pada diskusi kelompok yang dipimpin oleh guru. Tahap ini dapat digunakan untuk melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan ide atau kontruksi siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, dan antara siswa dengan sumber belajar. 5) Menyimpulkan Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep atau definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa dan interaksi. 6) Penutup Guru menutup pertemuan dengan menegaskan kembali hal-hal penting yang berkaitan dengan materi pembelajaran, dan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah (PR). PR ini tujuannya untuk melatih dan memantapkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah dipelajari. 5. Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematic Education (RME) Pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan pendekatan realistik menurut Suherman (2003: 143). Kelebihan pendekatan realistik adalah sebagai berikut. a. Dapat membuat matematika menjadi lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak
  • 11. 10 b. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa c. Menekankan belajar matematika pada “learning by doing” d. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika e. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. Sementara itu, Suwarsono (Zuida, 2016: 40) mengungkapkan kelemahan pendekatan realistik, antara lain: a. Upaya untuk mengimplementasikan pendekatan realistik membutuhkan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal tentang guru, siswa, dan peranan masalah kontekstual yang tidak mudah dipraktikan. b. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang dipelajari siswa. c. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. d. Proses penelitian kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal dan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat. e. Membutuhkan waktu yang cukup banyak. Meskipun demikian, ada beberapa upaya untuk meminimalisasikan kelemahan-kelemahan pembelajaran dengan pendekatan realistik, diantaranya adalah: a. Guru perlu mempersiapkan pembelajaran yang akan dilakukan secara lebih terencana. b. Guru mengoptimalkan kemampuan awal siswa sehingga siswa memiliki kemampuan awal yang memadai untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. c. Guru memberikan motivasi dan memberi bimbingan kepada siswa jika diperlukan. d. Guru memantau cara-cara yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan kontekstual yang diberikan, agar proses dan mekanisme berfikir siswa dapat dapat diikuti dengan cermat, sehingga jika ada siswa yang mengalami kesulitan guru dapat memberikan bantuan.
  • 12. 11 6. Implementasi/Contoh Penerapan Realistic Mathematic Education (RME) a. Penjumlahan Eka mempunyai 3 boneka di rumahnya. Ketika ulang tahun, Eka mendapatkan hadiah sebanyak 4 boneka lagi. Berapakah boneka yang dimiliki Eka sekarang? Gambar 1 : Boneka Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 11) Penyelesaian : Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4. Karena Mia memilik 3 boneka, maka dari titik asal (0) bergerak 3 satuan ke kanan. Kemudian, karena mendapatkan 4 boneka lagi, berarti terus bergerak 4 satuan ke kanan. Sehingga hasil akhirnya adalah 7. Gambar 2 : Pejumlahan 3 + 4 pada garis bilangan Jadi boneka yang dimiliki Mia sekarang adalah 7 boneka b. Pengurangan Nia mempunyai 6 pasang sepatu di rumahnya. Karena sedang senang hati, Nia memberikan 2 pasang sepatunya kepada sepupunya. Berapakah pasang sepatu yang dimiliki Nia sekarang?
  • 13. 12 Gambar 3 : Sepatu Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 12) Penyelesaian : Bentuk dari soal tersebut adalah 6 − 2 = ... Awalnya Nia memiliki 6 pasang sepatu, maka bergerak dari titik nol ke kanan 6 satuan. Karena dikurang 2 pasang sepatu, berarti panah berbalik arah ke kiri 2 satuan. Sehingga hasil akhirnya adalah 4. Gambar 4 : Pengurangan 6 – 2 pada garis bilangan Perhatikan bahwa 6 − 2 sama dengan penjumlahan 6 + (−2). Panah ke kiri menunjukkan arah pengurangan oleh bilangan positif atau penjumlahan dengan bilangan negatif (−). Jadi, banyak sepatu yang dimiliki Nia sekarang adalah 6 − 2 = 4 pasang. c. Perbandingan Agung bersepeda di lintasan yang berbeda-beda. Terkadang melintasi jalan yang naik, terkadang melintasi jalan yang menurun dan ada kalanya dia melintasi jalan yang datar. Agung berhenti tiga kali untuk mencatat waktu dan jarak yang telah ditempuhnya setelah melewati tiga lintasan.  Pemberhentian ke-1: 8 kilometer; 20 menit  Pemberhentian ke-2: 12 kilometer; 24 menit  Pemberhentian ke-3: 24 kilometer; 40 menit Pada lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan cepat dan pada lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan lambat?
  • 14. 13 Gambar 5 : Bersepeda Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 16) Penyelesaian: Kita harus menentukan kecepatan rata-rata Agung pada setiap lintasan.  Lintasan pertama, Agung menempuh 8 kilometer dalam waktu 20 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan 5 2 20 8  km/menit.  Lintasan kedua, Agung menempuh 12 kilometer dalam waktu 24 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan 2 1 24 12  km/menit.  Lintasan ketiga, Agung menempuh 24 kilometer dalam waktu 40 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan 5 3 40 24  km/menit. Karena 5 3 2 1 5 2  , maka dapat disimpulkan bahwa Agung mengendarai sepeda paling cepat saat berada di lintasan ketiga dan mengendarai sepeda paling lambat saat berada di lintasan pertama. d. Aritmatika Sosial Pak Dedi membeli sepeda motor Supra X bekas dengan harga Rp 4.000.000,00. Dalam waktu satu minggu motor tersebut dijual kembali dengan harga Rp 4.200.000,00. Tentukan persentase keuntungan Pak Dedi!
  • 15. 14 Gambar : Sepeda motor Supra X Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-5opGpl0DKKU/UsbQmvXewBI/AAA AAAAAJnA/JsYmYefJfw4/s1600/Honda+Supra+X+100+-+2.jpg Penyelesaian: Sebelum menentukan persentase keuntungan, kita menentukan keuntungan (U) yang diperoleh Pak Dedi lebih dulu.  Untung (U) = Harga Jual (HJ) – Harga Beli (HB) = 4.200.000 − 4.000.000 = 200.000  Presentasi Untung = HB U x 100% = 000.000.4 000.200 x 100% = 5% Jadi, persentase keuntungan yang diperoleh Pak Dedi adalah 5%. e. Sudut Tentukan ukuran sudut yang dibentuk oleh jarum jam dan jarum menit ketika menunjukkan pukul 02.00. Gambar: Sudut yang terbentuk ketika pukul 02.00 Sumber : Kemendikbud (As’ari, 2016: 134)
  • 16. 15 Penyelesaian: Dengan memperhatikan Gambar tersebut, kita dapat melihat bahwa pada pukul 02.00, jarum jam menunjuk ke arah bilangan 2 dan jarum menit menunjuk ke arah bilangan 12, sehingga sudut yang terbentuk adalah 6 1 putaran penuh. 6 1 x 360 = 60° Jadi sudut yang terbentuk oleh jarum jam dan jarum menit ketika pukul 02.00 adalah 60°. 7. Kesimpulan Penggunaan istilah “realistic” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti untuk dibayangkan. Menurut Van den Heuvel- Panhuizen, penggunaan kata “realistic” tersebut tidak sekedar menunjukan suatu koneksi dengan dunia nyata, tetapi lebih mengacu pada fokus pendekatan realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Dunia nyata yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang ada diluar matematika seperti mata pelajaran lain atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Pendekatan matematika realistik memiliki beberapa karakteristik, yaitu menggunakan konteks, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, interaktivitas dan keterkaitan antar topik. Kelima karakteristik tersebut tidak terlepas dari tiga prinsip utama yang ada pada pendekatan realistik diantaranya guided reinvention (penemuan terbimbing), didactical phenomenhology (fenomena didaktik), dan self developed model (model yang dibangun sendiri). Seperti halnya pendekatan lain, pendekatan realistik juga memliki kelebihan dan kekurangan. Namun walaupun begitu, mudah-mudahan ini tidak mengurangi esensi dari pendekatan itu sendiri, karena bagaimanapun suatu pendekatan merupakan cara yang dilakukan oleh guru dengan melibatkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  • 17. 16 DAFTAR PUSTAKA Abdur Rahman As’ari, Dkk. (2016). Matematika Untuk SMP/MTs Kelas VII Semester 1 Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. As’ari, Dkk. (2016). Matematika Untuk SMP/MTs Kelas VII Semester 2 Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Blum, W., & Niss, M (1991). Applied Mathematical Problem Solving, Modelling, Applications, And Links To Other Subject-State, Trends And Issues In Mathematical Intruction. Educational Studies In Mathematics, Vol 22. Pp.37-68. Fruedenthal, H. (2002) Revisting Mathematics Education. New York: Kluwer Academic Publisher Graveimeijer, K. P. E. (1994). Developing Realistik Mathematics Education. Untrect: Cd-Β Press Ismail. (2007). Pembaharuan Dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Narto (2014). Pengaruh Jenis Media Dan Gaya Belajar Peserta Didik Terhadap Prestasi Belajar, Kemapuan Koneksi Matematis, Dan Minat Belajar Matematika Siswa Kelas Viii Smp Materi Geometri Ruang. Tesis Universitas Negeri Yogyakata. Yogyakarta: Diglib Uny Suherman, Erman Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica Upi. Treffers, A.: 1987, Three Dimensions. A Model Of Goal And Theory Description In Mathematics Instruction – The Wiskobas Project, Reidel Publishing Company, Dordrecht, The Netherlands. Van Den Heuvel-Panhuizen, (2001). Realistic Mathematics Education: Work In Progress. In T. Breiteig And G. Brekke (Eds.), Theory Into Practice In Mathematics Education. Kristiansand, Norway: Faculty Of Mathematics And Sciences. , (2003). The Didactical Use Of Models In Realistic Mathematics Education: An Example From A Longitudinal Trajectory On
  • 18. 17 Percentage. Educational Studies In Mathematics Pp. 9–35netherlands: Kluwer Academic Publishers. Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zuida Ratih Hedrastuti (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Yang Berorientasi Pada Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Koneksi Matematis, Dan Rasa Percaya Diri Siswa Smp Kelas Vii Semester Genap. Tesis Universitas Negeri Yogyakata. Yogyakarta: Digilib Uny