1. IMPLEMENTASI PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIS DI
INDONESIA
Oleh:
DANDA FAZA KAUTSAR
20410523
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendaftaran dan Pengurusan Hak-Hak Tanah Kelas C
Semester Ganjil 2023/2024
Dosen:
RICCO SURVIVAL YUBAIDI, S.H., M.Kn., Ph.D.
PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM SARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2023
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Implementasi Pendaftaran
Tanah Secara Sistematis di Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Ricco
Survival Yubaidi, S.H., M.Kn., Ph.D. pada mata kuliah Pendaftaran dan Pengurusan Hak-Hak
Tanah Kelas C. selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk diharapkan menambah wawasan
tentang studi kasus mengenai berbagai permasalahan dalam melakukan pendaftaran tanah yang
terjadi di Indonesia bagi para pembacan dan tentunya juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ricco Survival Yubaidi, S.H., M.Kn.,
Ph.D. selaku dosen pada mata kuliah Pendaftaran dan Pengurusan Hak-Hak Tanah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan serta wawasan sesuai dengan
bidang studi yang sedang kami tekuni.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami harapkan demi kesempurnaan
pada makalah ini.
Yogyakarta, 18 September 2023
Penyusun
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keanekaragaman budaya, suku,
bangsa, dan geografi yang sangat kaya. Namun dengan adanya keanekaragaman ini juga
menimbulkan tantangan unik dalam hal pertanahan. Sejarah kolonialisme, konflik agraria, dan
transformasi ekonomi telah memberikan kontribusi besar terhadap permasalahan pendaftaran
tanah di negara Indonesia ini.
Pendaftaran tanah merupakan salah satu aspek yang penting dalam sistem hukum
pertanahan yang berlaku di negara Indonesia. Permasalahan terkait pendaftaran tanah di negara
Indonesia sudah atau telah menjadi suatu isu yang cukup kompleks dan penting selama
beberapa dekade terakhir. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah pertanahan, perubahan regulasi
atau peraturan mengenai pertahanan, dan perkembangan sosial-ekonomi di Indonesia.
Dengan adanya permasalahan pendaftaran tanah di negara Indonesia, terdapat beberapa
faktor utama yang menjadikan dasar permasalahan pendaftaran tanah di Indonesia yaitu
sebagai berikut:
1. Sistem Pertanahan yang Kompleks di Indonesia;
2. Ketidakjelasan Batas-Batas Kepemilikan Tanah;
3. Ketidakseteraan Akses ke Informasi;
4. Pencatatan yang Tidak Tepat;
5. Adanya Perubahan Pada Peraturan;
6. Masih Tingginya Tingkat Korupsi dan Praktik Tidak Etis.
Permasalahan ini memiliki dampak yang cukup serius, termasuk penghambatan
invvestasi, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, hingga menimbulkan konflik sosial. Oleh
karena itu, pentingnya ada upaya yang lebih besar untuk meningkatkan sistem pendaftaran
tanah, meningkatkan akses ke informasi, memperbaiki tata kelola pertanahan, serta
memastikan perlindungan hak-hak pemilik tanah serta masyarakat yang terkait dengan tanah
tersebut.
4. Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan
pendaftaran tanah yang ada di Indonesia dan bentuk upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
keadilan dalam pengelolaan sumber daya tanah yang semakin langka.
5. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana bentuk permasalahan pendaftaran tanah yang ada di Indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui permasalahan pendaftaran tanah yang ada di Indonesia.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Permasalahan Pendaftaran Tanah di Indonesia
Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
merupakan kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32
dan 38 UUP. Pendaftaran tanah merupakan syarat untuk mencapai jaminan kepastian
hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah. Guna menciptakan kepastian hukum
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, adanya aturan hukum yang
jelas dan konsisten, Kedua Instansi pemerintahan menerapkan hukum secara konsisten,
tunduk, dan taat, Ketiga, masyarakat menyesuaikan perilaku terhadap aturan hukum
tersebut, Keempat, hakim-hakim yang mandiri dan tidak berpihak dan harus
menerapkan aturan hukum secara konsisten pada menyelesaikan suatu sengketa hukum.
sedangkan untuk perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pendaftaran
tanah dapat terwujud apabila telah terpenuhi 3 (tiga) unsur yaitu: Pertama, Penerbitan
sertifikat tanahnya telah berusia 5 tahun atau lebih, Kedua, proses penerbitan sertifikat
tanah tersebut didasarkan pada iktikad baik, dan Ketiga yaitu tanahnya dikuasai secara
fisik oleh pemegang hak atau kekuasaannya.
Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi pihak pemilik, juga
berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,
berapa luasnya, untuk apa dipergunakan, dan lain sebagainya. Jaminan kepastian
hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini meliputi kepastian hak
yang didaftarkan, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak, pendaftaran tanah ini
menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti hak kepemilikan tanah.
Dalam pelaksanaannya untuk mewujudkan tanah yang terdaftar di seluruh
Indonesia, pada kenyataan di lapangan belum menghasilkan pendaftaran tanah yang
memuaskan. Alasan bahwa pelaksanaan untuk mewujudkan tanah yang terdaftar di
Indonesia belum memuaskan yang dikarenakan dalam hal pendaftaran tanah di
Indonesia memiliki beberapa hambatan, yaitu hambatan sebagai berikut:
7. 1. Biaya Pajak Atas Tanah
Pada dasarnya proses pendaftaran tanah tidaklah murni keseluruhan
kewenangan BPN, karena adanya keterkaitan dengan instansi lainnya seperti
Kementerian Keuangan dalan hal Pajak Penghasilan (PPh) dan Pemerintah Daerah
dalam hal Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) serta
PPAT/Notaris untuk pembuatan akta sebagai syarat untuk mengeluarkan sertifikat.
Syarat adanya biaya PPh, BPHTB, dan pembuatan akta adalah salah satu faktor
utama penghambat dalam pembuatan akta. Dengan adanya berbagai tata cara
pendaftaran tanah yang cukup kompleks menjadikan masyarakat berpandangan
bahwa untuk mengurus sertifikat tanah merupakan proses yang mahal, lama, dan
berbelit-belit. Biaya mahal karena harus membayar akta, PPh, dan BPHTB,
prosesnya yang lama disebabkan butuh waktu untuk mengurus akta, membayar
pajak, dan proses administrasi di BPN, berbelit-belit yang dikarenakan dengan
seringnya ke kantor PPAT/Notaris, Kantor Pajak, dan Kantor Badan Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan BPN.
2. Sumber Daya Manusia, Sarana, dan Prasarana
Kebutuhan akan sumber daya manusia sangat menentukan dalam keberhasilan
pelaksanaan PTSL, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia
pada kantor-kantor pertanahan beragam dari segi keilmuannya dan sebenarnya
belum merata, didominasi pada daerah-daerah Pulau Jawa apabila dibandingkan
dengan Pulau Luar jawa. Hal ini juga harus menjadi bahan evaluasi di lingkungan
Kementerian ATR/Ka. BPN. Ditambah lagi dengan masalah pekerjaan rutinitas
pelayanan pendaftaran tanah yang cukup besar, jumlah luas bidang tanah pada tiap
tahunnya bertambah dalam kegiatan PTSL.
Demikian juga dengan keterbatasan sarana dan prasanaran yang dimiliki oleh
kantor pertanahan beragam dan tidak merata terkait dengan alat ukur berteknologi,
jaringan internet, komputer, dan lain sebagainya.
3. Permasalahan Tanah Absentee dan Tanah Terlantar
Pemilihan tanah pertanian secara absentee adalam pemilikan tanah letaknya di
luar tempat tinggal pemiliknya. Dalam ketentuan hukum tanah absentee wajib
mengalihkan hak atas tanahnya dalam jangka waktu 6 bulan kepada orang lain di
kecamatan tempat dimana letak tanah ata pemiliknya pindah ke kecamatan lain.
Larangan pemilikan tanah secara absentee karena melanggar asas dalam Pasal 10
UUPA yang menyatakan bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan
8. secara aktif oleh pemiliknya sendiri. demikian pula asas larangan pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas sebagai upaya mencegah tertumpuknya
tanah di tangan golongan-golongan tertentu saja. Serta larangan menelantarkan
tanah. Namun pada kenyataannya masih banyak terdapat orang yang memiliki
tanah pertanian secara absentee dan tanah yang melampaui batas serta
menelantarkan tanahnya.
4. Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis
Kegiatan PTSL sangat menuntut adanya jaminan kepastian hukum. salah satu
bentuk kepastian hukum yaitu adalah asas publisitas yang mempunyai perbedaan
pengaturan antara peraturan pemerintah dengan peraturan menteri. Untuk
memenuhi asas publisitas dalam pembuktian pemilikan tanah maka dilaksanakan
pengumuman data fisik dan data yuridis yang selam 14 (empat belas) hari.
Pengaturan asas publisitas yang berbeda-beda memberikan ruang potensi
sengketa di kemudian hari, karena pada asanya peraturan yang lebih rendah tidak
dapat atau dilarang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
5. Pembuktian Hak
Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah harus disaksikan paling sedikit
oleh 2 (dua) orang saksi dari lingkungan setempat yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun
pidana. Apabila di kemudian hari terdapat unsur ketidakbenaran dalam
pernyataannya, bukan merupakan tanggung jawab Panitia Ajudikasi PTSL.
Untuk meminimalisir terjadinya kasus sengketa tanah, sebaiknya peran dan
koordinasi desa/kelurahan tidak diabaikan dalam membuat Surat Pernyataan
Penguasaan Fisik Bidang Tanah sebagai bukti formal penguasaan atas tanah
dengan iktikad baik harus ada pengakuan dan dibenarkan oleh masyarakat hukum
adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan.
9. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai regulasi dibuat dan disempurnakan dalam pelaksanaan PTSL untuk
menciptakan jaminan kepastian hukum serta perlindungan hukum, dan untuk
mengurangi sengketa. Namun dalam tataran implementasi masih terdapat hambatan-
hambatan yang berpotensi menjadi masalah di kemudian hari, diantaranya yaitu
mengenai Pajak Tanah (PPh dan BPHTB terhutang), sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, permasalahan tanah absentee, kelebihan maksimum dan tanah terlantar,
masalah pengumuman data fisik dan data yuridis, dan pembuktian hak tanah. Pada
permasalahan tersebut sangat berpotensi untuk menimbulkan sengketa.
Alternatif solusi untuk menguraikan permasalah-permasalan hukum dan
implementasi dengan memperkuat dasar hukum pelaksanaan PTSL dengan Peraturan
Pemerintah, dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dan/atau pelaksanaan PTSL diatur tersendiri dalam Peraturan
Pemerintah, sehingga dengan demikian derajat hukum pelaksanaan PTSL lebih tinggi
dengan Peraturan Menteri. Karena secara asas peraturan perundang-undangan dapat
diterapkan beberapa yaitu: peraturan khusus mengesampingkan peraturan umum dan
peraturan yang lebih tinggi mengensampingkan peraturan yang lebih rendah. Hal ini
juga terkait keberadaan Peraturan Daerah apabila disandingkan dengan Peraturan
Menteri kedudukan hukumnya akan selalu menjadi bahan perdebatan. Berbeda apabila
pengaturan pelaksanaan PTSL menggunakan Peraturan Pemerintah, maka Peraturan
Daerah dapat dikesampingkan.
10. DAFTAR PUSTAKA
Dian Aries Mujiburohman. Potensi Permasalahan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap
(PTSL). Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Yogyakarta.
Fauziah Ahmad, dkk. Hambatan Dalam Pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL). Jurnal Inovasi dan Kreativitas. Februari 2022 .Vol.2 No.1. Hlm
49-68.
Septian Nurrohman. Problematika Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) di Kelurahan Pendean Lamper Kecamatan Gayamsari Kota Semarang.
Fakultasi Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
2022.
11. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
bisa dilakukan proses pensertipikatan tanah
melalui satu atap, dengan cara semua proses
ini dilakukan di kantor BPN (misalnya Kantor
Pajak dan PPAT ada ruang tersendiri di Kantor
BPN), sehingga dapat mempengaruhi minat
masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya.