SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 
IJTIHAD 
Tim Penyusun : 
1: 
2: 
3: 
FAKULTAS TEKNIK 
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN 
2014 
KATA PENGANTAR 
Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT 
yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga 
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah 
ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad 
SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran 
agama Islam. 
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam. 
Seperti; Al-Qur’an, Kedudukan Hadist, Ijma’, Qiyas, Pengertian Nash, Syari’ah, Teori 
Istinbath Hukum dalam Islam, serta Ijtihad dan Perbedaan Mazdhab. Penyusun berharap 
makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep didalamnya. 
Tim penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing serta 
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Tim penyusun berharap semoga 
semua yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang sebaik-baiknya 
dari Allah SWT. 
Akhirnya tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu 
tim penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga 
makalah ini bisa mencapai kesempurnaan. 
Lamongan, Oktober 2014 
Tim Penyusun
DAFTAR ISI 
SAMPUL LUAR ......................................................................................................i 
SAMPUL DALAM .................................................................................................ii 
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii 
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv 
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... 
A. Latar Belakang .................................................................................. 
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 
BAB II : PEMBAHASAN ...................................................................................... 
A. Pengertain Ijtihad.............................................................................. 
B. Kedudukan Hadist, Ijmak dan Qiyas ................................................ 
C. Pengertian Nash dan Syari’ah .......................................................... 
D. Teori Konsep Istinbath Hukum dalam Islam ................................... 
E. Ijtihad dan Perbedaan Mazdhab ....................................................... 
BAB III : KESIMPULAN ....................................................................................... 
DAFTAR PUSTAKA
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Dari segi bahasa, ijtihad berarti; mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Sedang 
menurut pengertian syara’ ijtihad adalah: 
اَ لإِسجْرَتِسهَاددُ : اِسسْرَتَفْرَرَاغُ  الْرَوُ سْرَعِس فِسيْرَ نَيْرَلِس جُ كْرَمٍ ِ رْرَعِسيّ بِ بِسطَرِسيْرَقِس اْرَلإِسسْرَتِسنْرَبَادطِس مِسنَ الْرَكِستَادبِس وَالسُّنَّةِةِس. 
Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan 
memetik/mengeluarkan dari kitab dan sunnah. 
Adapun pengertia ijtihad ialah: Mencurahkan segala tenaga (pikiran) untuk 
menemukan hukum agama (syara’), melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara tertentu. 
Tanpa dalil syara’ dan tanpa cara tertentu, maka hal tersebut merupakan pemikiran dengan 
kemauan sendiri semata-mata dan hal tersebut tidak dinamakan ijtihad.1 
Ijtihad mempunyai peranan yang penting dalam kaitannya pengembangan hukum Islam. 
Sebab, dalam kenyataannya di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Muhkamat (jelas 
kandungannya) dan ada yang Mutasyabihat (memerlukan penafsiran (belum terang). Dari 
sinilah, sehingga ajaran Islam selalu menganjurkan agar manusia menggunakan akalnya. 
Apalagi agama Islam sebagai Rahmatan lil Alamin (Rahmat bagi seluru alam) membuat 
kesediaannya dalam menerima perkembangan yang dialami umat manusia. Sehingga secara 
pasti cocok dan tepat untuk diterapkan dalam setiap waktu dan tempat. Maka peranan ijtihad 
semakin penting untuk membuktikan keluasan dan keluwesan hukum Islam. 
Secara historis, ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak masa-masa awal Islam, yakni 
pada zaman Nabi Muhammad saw, dan kemudian berkembang pada masa-masa sahabat dan 
tabi’in serta masa-masa generasi selanjutnya hingga kini dan mendatang dengan mengalami 
pasang surut dan karakteristiknya masing-masing. Bahwa ijtihad itu telah ada sejak zaman 
1
Rasul saw, antara lain dapat dilacak dari riwayat ‘Amr bin ‘Ash yang mendengar Rasulullah 
saw bersabda:“Apabila seorang hakim hendak menetapakan suatu hukum kemjudian dia 
berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka baginya dua pahala, dan apabila dia hendak 
menetapkan hukum kemudian dia berijtihad dan ternyata salah ijtihadnya maka untuknya satu 
pahala”. 
B. Rumusan Masalah 
Dalam penuluisan makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah diantaranya 
sebagai berikut: 
1. Pengertian Ijtihad 
2. Dasar-dasar Ijtihad 
3. Kedudukan hukum dari hasil Ijtihad 
4. Macam-macam Ijtihad 
5. Ijtihad dalam Tinjauan Sejarah 
6. Urgensi Ijtihad 
7. Syarat-syarat Mujtahid 
8. Tingkatan Mujtahid 
9. Wilayah Ijtihad 
C. Tujuan Penulisan 
1.Untuk mengetahui Al-Qur’an dan ruang lingkupnya. 
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah 
3.Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai Ijtihad
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 Pengertian Ijtihad 
Ijtihad berakar dari kata “jahda” secara etimologi berarti : mencurahkan segala 
kemampuan (berpikir) untuk mendapatkan sesuatu (yang sulit), dan dalam prakteknya 
digunakan untuk sesuatu yang sulit dan memayahkan. 
Namun dalam al-Qur’an kata “Jahda” sebagaimana dalam Q.S 16:38, 24:53, 35:42, 
semuanya mengandung arti “Badzu al-Wus’i wa al-Thoqoti” (pengerahan segala kesanggupan 
dan kekuatan) atau juga berarti “al-Mubalaghah fi al-yamin” (berlebih lebihan dalam 
sumpah). Dengan demikian arti ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan 
untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya. 
Ibrahim Husein mengidentifikasikan makna ijtihad dengan istinbath. Istinbath barasal dari 
kata nabath (air yang mula-mula memancar dari sumber yang digali). Oleh karena itu 
menurut bahasa arti istinbath sebagai muradif dari ijtihad yaitu “mengeluarkan sesuatu dari 
persembunyian”.2[1] 
Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh ijtihad adalah : pencurahan segenap kesanggupan 
(secara maksimal) seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap 
hukum syari’at.3[2] 
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai pelaku, objek dan target capaian 
ijtihad adalah : 
1. Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqh, bukan yang lain. 
2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i bidang amali (furu’iyah) yaitu hukum 
yang berhubungan dengan tingkah laku orang mukallaf. 
3. Hukum syar’i yang dihasilkan oleh suatu ijtihad statusnya adalah dhanni. 
2 
3
Status dhanni pada hukum hasil ijtihad berarti kebenarannya tidak bersifat absolut, ia 
benar tapi mengandung kemungkinan salah. Hanya saja menurut Mujtahid yang bersangkutan 
porsi kebenarannya lebih absolut. Atau sebaliknya ia salah tapi mengandung kemungkinan 
benar. 
Sandaran kerja ijtihad salalu pada dalil dhanni baik dhanniyu al-subut atau al-dalalah, 
seperti pada : 
a. Hadits ahad : dikategorikan dalil dhanniyu al-subut, mujtahid sebelum menyimpulkan 
hukum lebih dulu menyelidiki kondisi sanad dan segi patut tidaknya hadits tersebut 
dijadikan dasar hukum. 
b. Ayat al-Qur’an adalah dalalah lafadz (penunjukan maksud kata-katanya) perlu pengujian 
mutu tafsir atau mutu takwil-nya, demikian juga segala pertentangan dengan ayat lain 
(ta’arudh an-nushus) serta penunjukan ‘am-khasnya dan lain-lain. 
Abdul Wahab Khallaf menerangkan bahwa ijtihad juga meliputi pengerahan segenap 
kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara’ yang tidak ada hasilnya, disebut dengan 
(al-ijtihad bi al-ra’yi). Ijtihad bi al-ra’yi merupakan satu macam ijtihad dalam arti umum 
yang meliputi pengertian : 
1. Ijtihad untuk mendapatkan hukum yang dikehendaki nashnya yang dhanni dalalahnya. 
Hukum yang diperoleh berupa penafsiran berkualitas terhadap ungkapan nash al-Qur’an 
dan Hadits. 
2. Ijtihad untuk mendapatkan hukum syar’i amali (furu’iyah) dengan cara menetapkan qaidah 
syar iyah kulliyah. 
3. Ijtihad untuk mendapatkan hukum syara’ amali tentang masalah yang tidak ditunjuki 
hukumnya oleh suatu nash secara langsung yang disebut dengan “Ijtihad al-Ra’yi”.4[3] 
2.2 Dasar-dasar Ijtihad 
Sebagai landasan ijtihad adalah : 
1. Al-Qur’an 
4
2. As-Sunnah 
3. Dalil Aqli (Rasio) 
2.3 Kedudukan hukum dari hasil Ijtihad 
1. Benar atau salah dalam berijtihad 
2. Mengikat atau tidak pendapat hasil Ijtihad 
3. Pembatalan Ijtihad 
2.4 Macam-macam Ijtihad 
1. Ijtihad Fardli atau Ijtihad secara individual 
2. Ijtihad Jama’i atau ijtihad secara kolektif5[4] 
2.5 Ijtihad dalam tinjauan sejarah 
Ditinjaudari segi historis ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak zaman nabi 
muhammad SAW, kemudian berkembang pada masa sahabat, dan tabiin, serta generasi 
berikutnya hingga kini dan mendatang dengan memiliki ciri khusus masing-masing. Dalam 
sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘amr ibn al-‘ash ra. Ia mendengar rosulullah bersabda:” 
apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum, kemudian dia berijtihad dan ternyata 
ijtihadnya benar, maka baginya dua pahala, dan apabila ijtihadnya salah baginya satu 
ganjaran.” 
Demikian juga sebuah hadis yang sangat populer di kala nabi muhammad SAW, hendak 
mengutus muadz sebagai hadis qodli’ (hukum) di Yaman, nabi bertanya kepadanya:dengan 
apa kamu memutuskan perkara muadz? lalu muadz menjawab: dengan sesuatu yang terdapat 
dalam kitabullah. Kalau kamu tidak menemukannya dalam kitabullah?”pert`nyaan nabi 
selanjutnya.” Aku akan memutuskan menurut hukum yang ada dalam sunnah rosulullah,” 
jawab muadz lagi” kalau tidak kamu jumpai dalam kitabullah maupun dalam sunnah 
rosulullah?” Beliau mengakhiri pertanyaannya, muadz menjawab:”aku akan berijtihad 
dengan fikiranku sendiri”. Mendengar jawaban itu rosulullah mengakhiri dialognya sambil 
5
menepuk dada muadz seraya beliau bersabda: “segala puji bagi allah yang telah memberikan 
petunjuk pada utusan rosulya ke jalan yang di ridhoi oleh rosulullah” 
Menyimak beberapa riwayat di atas dapat di pahami bahwa terjadinnya ijtihad pada 
masa nabi muhammad SAW bukan semata-mat disebabkan atas dorongan nabi sendiri, namun 
juga lahir atas inisiatif dari sebagian sahabat, sebagaiman tergambar dari hadis muadz di atas, 
baru pada masa sahabat, ijtihad benar-benar mulai berfungsi sebagai alat penggali hukum 
guna menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapi umat islam yang hukumnya tidak secara 
tegas di jumpai dalam al-quran dan sunnah, maka muncullah para sahabat terkemuka, seperti 
abu bakar, umar, utsman, dan ali, sebagai pelopor melakukuan ijtihad. Oleh karena itu mereka 
selalu bersikap: 
a. Hanya berijtihad terhadap masalah-masalah yang terjadi. 
b. Suka tukar menukar informasi 
c. Sering bermusyawarah untuk memecahkan masalah(ijma’). 
d. Tidak menganggap pendapatnya paling benarsendiri, tetapi menghargai pendapat orang 
lain. 
e. Segera menarik fatwanya setelah mengetahui beberapa sunnah yang bertentangan dengan 
fatwanya. 
Pada masa daulat bani umayyah(661-750) atau periode tiga, berlakunya ijtihad sama 
dengan priode-priode sebelimnya meskipun situasi dalam keadaan perpecahan politik, banyak 
pemalsuan hadis dan tersebarnya fatwa yang berlawanan. Sebagai puncaknya, muncullah 
beberapa mujtahid pada periode IV (bani Abbasiyah), dimana pada fase ini fiqih islam 
mencapai puncak kejayaan bersam dengan kemajuan islam di berbagai bidang. Sehingga 
periode ini sering di sebut ijtihad dan lahir para mujtahid seperti: 
a. Imam abu hanifah(150 H) di kuffah 
b. Imam Malik bin Anas(179H) di madinah. 
c. Imam Syafi’i (240 H) di Baghdad dan pindah ke mesir 
d. Imam Ahmad bin Hambal(241 H) di baghdad
Selain empat imam madzhab di atas, sejarah juga mencatat mujtahid-mujtahid terkenal 
lainnya seperti: imam zay ibn ali ibn al-khusain(80-122 H), imam ja’far al shoddiq(80-148 H), 
dan masih banyak lainnya. 
Sesungguhnya apabila ijtihad itu tidak ada maka akan memberikan dampak negatif pada 
umat islam karena hukum-hukum islam yang semula dinamis menjadi statis dan kaku, 
sehingga islam tertinggal zaman, bahkan masih b`nyak kasus baru yang hukumnya belim di 
jelaskan oleh al-quran dan sunnah, serta belum di bahas oleh ulama’-ulama’ terdahulu. 
Demikian juga akan menutup kesempatan bagi para ulama’ untuk menciptakan pemikiran-pemikiran 
baik dalma memanfaatkan dan menggali sumber hukum islam sebagaimana di 
ungkapkan oleh ibn taimiyah bahwaseorang tidak berhak untuk memaksaorang lain dan 
mewajibkan sesuatu pada mereka, selain yang telah di wajibkan allah dan rasulullah, dan tidak 
boleh pula melarang kecuali sesuatu yang telah dilarang oleh allah dan rasulnya, termasuk 
berijtihad. 
2.6 Urgensi ijtihad 
Para ulama membagi hukum melakukam ijtihad menjadi 3 bagian,yaitu: 
a. Fardhu ‘ain ,bagi orang yang di mintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang 
terjadi, dan ia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya.Atau ia 
sendiri mengalami peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya. 
b. Fardhu kifayah , bagi orang yang di mintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang 
yang tidak di khawatirkan lenyap peristiwa itu,sedangkan selain dia ada mujtahid –mujtahid 
yang lainnya.Maka apabila kesemua mujtahid itu tidak ada yang melakukan ijtihad maka 
mereka berdosa semua.Tetapi apabila ada seorang dari mereka memberikan fatwa hukum 
maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka. 
c. Sunnat ,apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak 
terjadi. 
Ketiga hukum tersebut sebenarnya telah menggambarkan urgensi upaya ijtihad , karena 
dengan ijtihad dapat mendinamisir hukum islam dan dan mengkoreksi kekeliruan serta 
kekhilafan dari ijtihad yang laluijtihad merupakan upaya pembaruan hukum 
islam.Sebagaimana di ungkapkan oleh Abu Bakar al-Baqilani bahwa setiap ijtihad harus di 
orientasikan pada pembaruan, karena setiap periode memiliki ciri tersendirisehingga
menentukan perubahan hukum.Sedangkan Ibnu Hajid mengatakan bahwa ijtihad harus 
merujuk pada aspek-aspek pembaruan terhadap masalah yang belum pernah di singgung oleh 
ulama terdahulu,sedangkan masalah yang sudah di ijtihadkan pada masa lalu tidak perlu di 
perbaharui. 
Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama,sebab ada kalanya 
hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama.Bahkan sekalipun berbeda hasil 
ijtihad baru tidak bisa merubah status ijtihad yang lama ,hal itu seiring kaidah fiqhiyah “al-ijtihadu 
la yaudlu bi al-ijtihadi”(ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula). 
Adapun fungsi ijtihad ,diantaranya: 
 Fungsi Al-Ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran islam kepada al-Qur’an dan 
Sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan. 
 Fungsi Al-ihya(kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan islam 
semangat agar mampu menjawab tantangan zaman. 
 Fungsi al-Inabah(pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran islam yang telah di ijtihadi oleh 
ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi 
yang di hadapi. 
Begitu pentingnya melakukan ijtihad ,sehingga jumhur ulama menunjuk ijtihad menjadi 
hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan firman Allah SWT surat an-Nisa’59: “Jika 
kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah dan 
Rasul-Nya”. 
Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Qur’an dan Sunnah ketika terjadi 
perselisihan hukum ialah dengan penelitian seksama terhadap masalah terhadap masalah yang 
nashnya tidak tegas . 
Demikian juga sabda Nabi SAW: “Jika seorang hakim bergegas memutus perkara tentu ia 
melakukan ijtihad dan bila benar hasil ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala.Jika ia 
bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan ternyata hasilnya salah , maka ia 
mendapat satu pahala”.(HR.Asy-Syafi’i dari Amr bin ‘Ash) .Hadits ini bukan hanya memberi 
legalitas ijtihad, akan tetapi juga menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan perbedaan
pendapat hasil ijtihad bisa di lakukan secara individual (ijtihad fardi) yang hasil rumusan 
hukumnya tentu relatif terhadap tingkat kebenaran. 
2.7 . Syarat-syarat Mujtahid 
Syarat-syarat yang diperlukan oleh seorang mujtahid antara lain: 
a. Menguasahi bahasa arab dari segala aspeknya,serta mengetahui maksud yang terkandung 
didalamnya harus mengetahui bahasa arab.dalam hal ini al-Ghazali memberikan batasan 
ltentang kadar penguasaan bahasa arab yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid 
yaiti,mampu mengetahui khitab(pembicaraan). 
b. Memiliki kemampuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan 
masalah hukum,serta mampu membahas ayat tersebut untuk membahas hokum. 
c. Mengenal dan mengerti hadist Nabi yang berhubungan dengan dengan hukum baik 
Qouliyah, filiyah maupun taqririyah. ,penguasaan hadist minimal 2500 hdist menurut 
Ahmad bin Hambal 
d. Mengerti tentang usul Fiqih sebagai sarana lahiain itu untuk istinbat hokum. Menurut 
fakhruddin Al Razi dalam kitabnya al- Mahsul mengatakn bahwa ilmu lyang sangat 
penting bagi seorang mujtahid. 
e. Mengenal ijmak bagi yang beranggapan bahwa ijmak sebagai dalil syara’sehingga tidak 
memberikan fatwa yang bertentangndaengan ijma’ itu. 
Selain itu seorang mujthid harus berkepribadian baik,bertaqwa dan adil.Zuhali mengatakan 
kepribadian ini diperlukan untuk memantapkan kepercayaan orang lain terhadap fatwa”nya 
2.8 Tingkatan Mujtahid 
Tingkatan menurut ulama’ usul fiqih : 
a. Mujtahid mutlak yaitu:mujtahid yang mempunyai kemampuan untukmenggali hokum 
syara’ langsung dari sumbernya yang pokok yakni(Al-Qur’an da sunnah) dan mampu 
menerapkan metode dasar-dasar pokok yang ia susun sebagai landasan segala aktifitas 
ijtihadnya. 
b. Mujtahid muntasib yaitu:mujtahid menggabungkan dirinya dan ijtihadnya dengan suatu 
madhab.
c. Mujtahid muqoyyad yaitu:mujtahid yang terikat kepada imam madzhab dan tidak mau 
keluar dari madzhab dalam masalah ushul maupun furu’. 
d. Mujtahid murajih yaitu: mujtahid yang membandingkan beberapa imam mujtahid dan 
dipilih yang lebih unggul. 
2.9 Wilayah Ijtihad 
Dalam pandangan ulama’ salaf wilayah ijtihad terbatas pada masalah-masalah 
fiqhiyah, akan tetapi pada akhirnya wilayah tersebut berkembang pada berbagai aspek 
keislaman yang meliputi: Aqidah, filsafat, Tasawuf, dan feqih. Ibnu qoyyim mengatakan 
bahwa haram hukumnya memberikan fatwa hasil ijtihad yang menyalahi nas, bahkan ijtihad 
menjadi gugur jika ditemukan nashnya. Sebagaimana diungkapkan oleh imam syafi’i:’” bila 
ada hadis shahih maka buanglah pendapatmu yang mengaikat dan benarkan hadis itu”. 
Imam Ahmad berkata,”menurutku, perkara yang paling baik bagi Asy-Syafi’i adalah 
jika mendengarkan hadis belum diterima kemudian ia merujuk hadis itu dan meninggalkan 
pendapatnya”. 
Kaitanya dengan wilayah ijtihad, tidak semua masalah hukum bisa menjadi objek 
ijtihad. Hal-hal yang tidak boleh di ijtihad antara lain; 
a. Masalah qoth’iyah, yaitu masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dengan dalil-dalil 
yang pasti, baik melalui dalil naqli maupun aqli, hukum qoth’iyah sudah pasti keberlakuannya 
sepanjang masa sehingga tidak mungkin adanya perubahan dan modifikasi serta tidak ada 
peluang menginstimbatkan hukum bagi para mujtahid. Contoh: kewajiban sholat, puasa, 
zakat, dan haji, untuk masalah tersebut al-Qur’an telah mengatur dengan dalil yang 
shorih(tegas). Contoh lain: Bilangan rakaat sholat fardhu, cara menunaikan ibadah haji yang 
telah di tunjuk oleh hadist mutawatir. Untuk masalah tersebut tidak ada peluang untuk 
diijtihadkan, kewajiban kita hanya melaksanakan petunjuk nash. Sebagaiman bunyi kaidah 
ushuliyah: tidak berlaku ijtihadpada masalah yang telah ada nash dengan status qath’iy 
(dalalahnya) dan tegas. Demikian juga ijtihad akan gugur dengan sendirinya apabila hasil 
ijtihadnya berlawanan dengan nash. 
b. Masalah-masalah yang telah diijinkan oleh ulama’ mujtahid dari suatu masa, demikian 
pula lapangan hukum yang bersifat ta’abbudi (gharu ma’qulil makna) dimana kualitas ‘illat
hukumnya tidak dapat di cerna dan diketahui oleh akal mujtahid. Seperti pemberian 
1/6(seperenam) pusaka untuk nenek erempuannya. 
Adapun masalah-masalah yang dapat diijtihadkan antara lain: masalah Dzanniyah, 
yaitu masalah-masalah yang hukumnya belum jelas dalil nashnya, sehingga memungkinkan 
adanya wilayah ijtihad dan perbedaan pendapat. 
Masalah Dzanniyah terbagi menjadi 3 macam, yaitu: 
1. Hasil analisa para teolog yaitu masalah yang tidak berkaitan dengan aqidah keimanan 
seseorang. Seperti Apakah Allah wajib berkehendak baik atau lebih baik ? sebagian 
ahli kalam(teolog) mewajibkannya, karena hal itu membatasi kekuasaan Allah. 
2. Aspek Amaliyah yang dzany, yaitu masalah yang belum ditentukan kadar dan 
kreterianya dalam nash. Contohnya, batas-batas menyusui yang dapat menimbulkan 
mahrom, sebagaian berpendapat sekali sussan, ada yang tiga kali susuan dan lain-lain. 
3. Sebagai kaidah-kaidah dzanni yaitu masalah qiyas, sebagian ulam’ memeganginya 
karena qiyas merupakan norma hukum tersendiri, dan sebagian tidak karena qiyas 
bukan merupakan norma hukum tersendiri melainkan metode pemahaman nash.” 
Pembagian tersebut dapat di simpulkan bahwa wilayah ijtihad hanya sebatas pada masalah 
yang hukumnya ditunjukkan oleh dalil dzanni, kemudian dikenal dengan istilah masalah fiqih 
dan masalah hukumnya sama sekali tidak di singgung oleh al-Quran, sunnah maupun ijtima’. 
Hal ini merupakan masalah baru atau hukum baru. 
Apabila ijtima’ ini bertentangan dengan nas, maka ijtihad itu batal, karena tidak ada ijtihad 
terhadap nash. 
Memperhatikan fokus dalam kegiatan ijtihad terhadap nashterlihat upaya seoptimal 
mungkin menarik kesimpulan hukum dan sumber-sumernya. Oleh karena itu kegiatan ijtihad 
terbagi menjadi dua yaitu: ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi. Pada ijtihad istimbathi 
dengan seperangkat kaidah dilakukan untuk mengantarkan seorang penerap hukum kepada 
penerapan hukum secara tepat kepada pada suatu kasus. Dengan kegiatan semacam itu di 
samping harus mengetahui hukum material dan metode pengembangannya yang menjadi 
objek kajian adalah perbuatan manusia dan manusia itu sendiri sebagai elaku dengan sengaja 
kondisi dan perubahannya.
Sementara itu, menurut Yusuf al-Qardawi terdapat dua macam bentuk ijtihad yang 
pantas dilakukan pada saat ini yaitu ijtihad intiqol dan ijtihad inshal. Ijtihad intiqol yaitu 
mengadakan studi komparatif diantara pendapat-pendapat yang ada kemudian memilih 
pendapat yang dipandang lebih kuat dalil dan hujjahnya dengan menggunakan alat pengukur 
yang digunakan dalam mentarjih. Metode ini sangat tepat untuk masa sekarang, terlebih lagi 
jika dikonfirmasikan dengan mottoseorang mujtahid yang mengatakan:”pendapatku adalah 
benar, tapi mengandung kesalahan, sedangkan pendapat selainku adalah salah, tetapi 
mengandung kebenaran. Oleh karena itu, pendapat seorang mujtahid tidak selamanya benar, 
tapi di suatu sisi mengandung kesalahan dan untuk itu dapat dicari kebenaraanya melalui 
pendapat mujtahid lain.” 
Sedangkan ijtihad inshai(ijtihad kreatif) yaitu mengambil konklusi hukum baru dalam 
suatu permasalahan, dimana permasalahan tersebut belum pernah dikemukakan oleh mujtahid 
sebelumnya baik masalahitu baru atau lama. 
Dengan demikian masalah-masalah tersebut menerima berbagai macam interpretasi pendapat 
yang berbeda. Pendapat-pendapat orang lain yang juga berhak berijtihad tidak boleh dilakukan 
begitu saja. Solusinya adalah menggabungkan antara kedua metode tersebut ijtihad tersebut 
dengan cara menyeleksi pendapat ulama terdahulu yang dipandang lebih cocok dan kuat, 
kemudian menambahkan dalam pendapat tersebut unsur-unsur ijtihad baru. Al-Qardawi 
mengatakan bahwa ijtihad kontemporer semacam ini akan muncul dalam tiga bentuk 
perundang-undangan, bentuk fatwa atau dalam bentuk penelitian.6[5] 
6
BAB III 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Ijtihad dilakukan oleh mujtahid untuk mengeluarkan hukum berdasarkan Kitabullah 
dan Sunnah Rasul. Karena mujtahid ini mengeluarkan hukum, maka ia disebut pula sebagai 
hakim. Tapi tidak semua orang dapat berijtihad begitu saja dan mengeluarkan fatwa. 
Untuk mencapai derajat mujtahid, seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. 
Namun, dalam ijtihad terdapat perbedaan stratifikasi para mujtahid ke dalam beberapa 
martabat. 
Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an 
dan Hadits. Namun, seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui 
umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi 
diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara eksplisit (jelas), timbul istilah 
ijtihad.

More Related Content

What's hot

ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
annisa berliana
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
ikafia maulidia
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Abulkhair Abdullah
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
sumber sumber ajaran islam
sumber sumber ajaran islamsumber sumber ajaran islam
sumber sumber ajaran islam
diyan tri wijaya
 
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Mawadah Warohmah
 
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihadMakalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Internet Explorer
 
Fawatihus suwar
Fawatihus suwarFawatihus suwar
Fawatihus suwar
Nur Alfiyatur Rochmah
 
Ushul fiqh ppt
Ushul fiqh pptUshul fiqh ppt
Ushul fiqh ppt
atiqoh tiqo
 
makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij hadits
Feri Nugroho
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsFakhri Cool
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Dodyk Fallen
 
Makalah hukum pernikahan beda agama
Makalah hukum pernikahan beda agamaMakalah hukum pernikahan beda agama
Makalah hukum pernikahan beda agama
Rachman B. Prasetyo
 
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnya
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnyaInkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnya
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnyamakhrusvikers
 
Perang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi MongolPerang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi Mongol
Liseu Taqillah
 
Makalah model penelitian keagamaan
Makalah model penelitian keagamaanMakalah model penelitian keagamaan
Makalah model penelitian keagamaan
silvim04
 
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
 

What's hot (20)

ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
ULUMUL HADIS (SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI)
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
sumber sumber ajaran islam
sumber sumber ajaran islamsumber sumber ajaran islam
sumber sumber ajaran islam
 
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)
 
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihadMakalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
 
Fawatihus suwar
Fawatihus suwarFawatihus suwar
Fawatihus suwar
 
Ushul fiqh ppt
Ushul fiqh pptUshul fiqh ppt
Ushul fiqh ppt
 
Inkar As-Sunnah
Inkar As-SunnahInkar As-Sunnah
Inkar As-Sunnah
 
PowerPoint Haji
PowerPoint HajiPowerPoint Haji
PowerPoint Haji
 
makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij hadits
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi Hadits
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 
Makalah hukum pernikahan beda agama
Makalah hukum pernikahan beda agamaMakalah hukum pernikahan beda agama
Makalah hukum pernikahan beda agama
 
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnya
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnyaInkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnya
Inkar sunnah, sejarah dan bantahan terhadapnya
 
Perang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi MongolPerang Salib dan Invasi Mongol
Perang Salib dan Invasi Mongol
 
Makalah model penelitian keagamaan
Makalah model penelitian keagamaanMakalah model penelitian keagamaan
Makalah model penelitian keagamaan
 
Ulumul hadits
Ulumul haditsUlumul hadits
Ulumul hadits
 
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
 

Similar to Makalah pai

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
pamtahpamtah
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
Evi Rohmatul Aini
 
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterUshul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Miftah Iqtishoduna
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Zukét Printing
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
Zukét Printing
 
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Miftah Iqtishoduna
 
Makalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsanMakalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsan
Muli Bluelovers
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Zukét Printing
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Zukét Printing
 
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanyaHakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanyaSusand Susand
 
Makalah Qiyas
Makalah QiyasMakalah Qiyas
Makalah Qiyas
Nur Rohmah
 
Makalah IJTIHAD
Makalah IJTIHADMakalah IJTIHAD
Makalah IJTIHAD
Nur Rohmah
 
Makalah usul fiqih
Makalah usul fiqihMakalah usul fiqih
Makalah usul fiqih
Ade Mufti Kholil
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Raja Aidil Angkat
 
ijtihad
ijtihadijtihad
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyas
Rikza Adhia
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
FahmiIbrahim10
 
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdfMakalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
BregedekTutut
 
ppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptxppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptx
adindaarief
 
Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam  Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam
rosasitihajar
 

Similar to Makalah pai (20)

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterUshul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
 
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
 
Makalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsanMakalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsan
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
 
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanyaHakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
 
Makalah Qiyas
Makalah QiyasMakalah Qiyas
Makalah Qiyas
 
Makalah IJTIHAD
Makalah IJTIHADMakalah IJTIHAD
Makalah IJTIHAD
 
Makalah usul fiqih
Makalah usul fiqihMakalah usul fiqih
Makalah usul fiqih
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
 
ijtihad
ijtihadijtihad
ijtihad
 
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyas
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
 
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdfMakalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
 
ppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptxppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptx
 
Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam  Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam
 

Recently uploaded

Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
ananda238570
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
abdinahyan
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
margagurifma2023
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
PreddySilitonga
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
asepridwan50
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
SABDA
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
nimah111
 
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudahrefleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
muhamadsufii48
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIANSINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
NanieIbrahim
 

Recently uploaded (20)

Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
 
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudahrefleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIANSINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
 

Makalah pai

  • 1. MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IJTIHAD Tim Penyusun : 1: 2: 3: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
  • 2. UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN 2014 KATA PENGANTAR Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam. Seperti; Al-Qur’an, Kedudukan Hadist, Ijma’, Qiyas, Pengertian Nash, Syari’ah, Teori Istinbath Hukum dalam Islam, serta Ijtihad dan Perbedaan Mazdhab. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep didalamnya. Tim penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Tim penyusun berharap semoga semua yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT. Akhirnya tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu tim penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan. Lamongan, Oktober 2014 Tim Penyusun
  • 3. DAFTAR ISI SAMPUL LUAR ......................................................................................................i SAMPUL DALAM .................................................................................................ii KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... A. Latar Belakang .................................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................................. C. Tujuan Penelitian .............................................................................. BAB II : PEMBAHASAN ...................................................................................... A. Pengertain Ijtihad.............................................................................. B. Kedudukan Hadist, Ijmak dan Qiyas ................................................ C. Pengertian Nash dan Syari’ah .......................................................... D. Teori Konsep Istinbath Hukum dalam Islam ................................... E. Ijtihad dan Perbedaan Mazdhab ....................................................... BAB III : KESIMPULAN ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari segi bahasa, ijtihad berarti; mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Sedang menurut pengertian syara’ ijtihad adalah: اَ لإِسجْرَتِسهَاددُ : اِسسْرَتَفْرَرَاغُ الْرَوُ سْرَعِس فِسيْرَ نَيْرَلِس جُ كْرَمٍ ِ رْرَعِسيّ بِ بِسطَرِسيْرَقِس اْرَلإِسسْرَتِسنْرَبَادطِس مِسنَ الْرَكِستَادبِس وَالسُّنَّةِةِس. Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan memetik/mengeluarkan dari kitab dan sunnah. Adapun pengertia ijtihad ialah: Mencurahkan segala tenaga (pikiran) untuk menemukan hukum agama (syara’), melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara tertentu. Tanpa dalil syara’ dan tanpa cara tertentu, maka hal tersebut merupakan pemikiran dengan kemauan sendiri semata-mata dan hal tersebut tidak dinamakan ijtihad.1 Ijtihad mempunyai peranan yang penting dalam kaitannya pengembangan hukum Islam. Sebab, dalam kenyataannya di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Muhkamat (jelas kandungannya) dan ada yang Mutasyabihat (memerlukan penafsiran (belum terang). Dari sinilah, sehingga ajaran Islam selalu menganjurkan agar manusia menggunakan akalnya. Apalagi agama Islam sebagai Rahmatan lil Alamin (Rahmat bagi seluru alam) membuat kesediaannya dalam menerima perkembangan yang dialami umat manusia. Sehingga secara pasti cocok dan tepat untuk diterapkan dalam setiap waktu dan tempat. Maka peranan ijtihad semakin penting untuk membuktikan keluasan dan keluwesan hukum Islam. Secara historis, ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak masa-masa awal Islam, yakni pada zaman Nabi Muhammad saw, dan kemudian berkembang pada masa-masa sahabat dan tabi’in serta masa-masa generasi selanjutnya hingga kini dan mendatang dengan mengalami pasang surut dan karakteristiknya masing-masing. Bahwa ijtihad itu telah ada sejak zaman 1
  • 5. Rasul saw, antara lain dapat dilacak dari riwayat ‘Amr bin ‘Ash yang mendengar Rasulullah saw bersabda:“Apabila seorang hakim hendak menetapakan suatu hukum kemjudian dia berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka baginya dua pahala, dan apabila dia hendak menetapkan hukum kemudian dia berijtihad dan ternyata salah ijtihadnya maka untuknya satu pahala”. B. Rumusan Masalah Dalam penuluisan makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah diantaranya sebagai berikut: 1. Pengertian Ijtihad 2. Dasar-dasar Ijtihad 3. Kedudukan hukum dari hasil Ijtihad 4. Macam-macam Ijtihad 5. Ijtihad dalam Tinjauan Sejarah 6. Urgensi Ijtihad 7. Syarat-syarat Mujtahid 8. Tingkatan Mujtahid 9. Wilayah Ijtihad C. Tujuan Penulisan 1.Untuk mengetahui Al-Qur’an dan ruang lingkupnya. 2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah 3.Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai Ijtihad
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ijtihad Ijtihad berakar dari kata “jahda” secara etimologi berarti : mencurahkan segala kemampuan (berpikir) untuk mendapatkan sesuatu (yang sulit), dan dalam prakteknya digunakan untuk sesuatu yang sulit dan memayahkan. Namun dalam al-Qur’an kata “Jahda” sebagaimana dalam Q.S 16:38, 24:53, 35:42, semuanya mengandung arti “Badzu al-Wus’i wa al-Thoqoti” (pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan) atau juga berarti “al-Mubalaghah fi al-yamin” (berlebih lebihan dalam sumpah). Dengan demikian arti ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya. Ibrahim Husein mengidentifikasikan makna ijtihad dengan istinbath. Istinbath barasal dari kata nabath (air yang mula-mula memancar dari sumber yang digali). Oleh karena itu menurut bahasa arti istinbath sebagai muradif dari ijtihad yaitu “mengeluarkan sesuatu dari persembunyian”.2[1] Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh ijtihad adalah : pencurahan segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syari’at.3[2] Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai pelaku, objek dan target capaian ijtihad adalah : 1. Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqh, bukan yang lain. 2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i bidang amali (furu’iyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan tingkah laku orang mukallaf. 3. Hukum syar’i yang dihasilkan oleh suatu ijtihad statusnya adalah dhanni. 2 3
  • 7. Status dhanni pada hukum hasil ijtihad berarti kebenarannya tidak bersifat absolut, ia benar tapi mengandung kemungkinan salah. Hanya saja menurut Mujtahid yang bersangkutan porsi kebenarannya lebih absolut. Atau sebaliknya ia salah tapi mengandung kemungkinan benar. Sandaran kerja ijtihad salalu pada dalil dhanni baik dhanniyu al-subut atau al-dalalah, seperti pada : a. Hadits ahad : dikategorikan dalil dhanniyu al-subut, mujtahid sebelum menyimpulkan hukum lebih dulu menyelidiki kondisi sanad dan segi patut tidaknya hadits tersebut dijadikan dasar hukum. b. Ayat al-Qur’an adalah dalalah lafadz (penunjukan maksud kata-katanya) perlu pengujian mutu tafsir atau mutu takwil-nya, demikian juga segala pertentangan dengan ayat lain (ta’arudh an-nushus) serta penunjukan ‘am-khasnya dan lain-lain. Abdul Wahab Khallaf menerangkan bahwa ijtihad juga meliputi pengerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara’ yang tidak ada hasilnya, disebut dengan (al-ijtihad bi al-ra’yi). Ijtihad bi al-ra’yi merupakan satu macam ijtihad dalam arti umum yang meliputi pengertian : 1. Ijtihad untuk mendapatkan hukum yang dikehendaki nashnya yang dhanni dalalahnya. Hukum yang diperoleh berupa penafsiran berkualitas terhadap ungkapan nash al-Qur’an dan Hadits. 2. Ijtihad untuk mendapatkan hukum syar’i amali (furu’iyah) dengan cara menetapkan qaidah syar iyah kulliyah. 3. Ijtihad untuk mendapatkan hukum syara’ amali tentang masalah yang tidak ditunjuki hukumnya oleh suatu nash secara langsung yang disebut dengan “Ijtihad al-Ra’yi”.4[3] 2.2 Dasar-dasar Ijtihad Sebagai landasan ijtihad adalah : 1. Al-Qur’an 4
  • 8. 2. As-Sunnah 3. Dalil Aqli (Rasio) 2.3 Kedudukan hukum dari hasil Ijtihad 1. Benar atau salah dalam berijtihad 2. Mengikat atau tidak pendapat hasil Ijtihad 3. Pembatalan Ijtihad 2.4 Macam-macam Ijtihad 1. Ijtihad Fardli atau Ijtihad secara individual 2. Ijtihad Jama’i atau ijtihad secara kolektif5[4] 2.5 Ijtihad dalam tinjauan sejarah Ditinjaudari segi historis ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak zaman nabi muhammad SAW, kemudian berkembang pada masa sahabat, dan tabiin, serta generasi berikutnya hingga kini dan mendatang dengan memiliki ciri khusus masing-masing. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘amr ibn al-‘ash ra. Ia mendengar rosulullah bersabda:” apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum, kemudian dia berijtihad dan ternyata ijtihadnya benar, maka baginya dua pahala, dan apabila ijtihadnya salah baginya satu ganjaran.” Demikian juga sebuah hadis yang sangat populer di kala nabi muhammad SAW, hendak mengutus muadz sebagai hadis qodli’ (hukum) di Yaman, nabi bertanya kepadanya:dengan apa kamu memutuskan perkara muadz? lalu muadz menjawab: dengan sesuatu yang terdapat dalam kitabullah. Kalau kamu tidak menemukannya dalam kitabullah?”pert`nyaan nabi selanjutnya.” Aku akan memutuskan menurut hukum yang ada dalam sunnah rosulullah,” jawab muadz lagi” kalau tidak kamu jumpai dalam kitabullah maupun dalam sunnah rosulullah?” Beliau mengakhiri pertanyaannya, muadz menjawab:”aku akan berijtihad dengan fikiranku sendiri”. Mendengar jawaban itu rosulullah mengakhiri dialognya sambil 5
  • 9. menepuk dada muadz seraya beliau bersabda: “segala puji bagi allah yang telah memberikan petunjuk pada utusan rosulya ke jalan yang di ridhoi oleh rosulullah” Menyimak beberapa riwayat di atas dapat di pahami bahwa terjadinnya ijtihad pada masa nabi muhammad SAW bukan semata-mat disebabkan atas dorongan nabi sendiri, namun juga lahir atas inisiatif dari sebagian sahabat, sebagaiman tergambar dari hadis muadz di atas, baru pada masa sahabat, ijtihad benar-benar mulai berfungsi sebagai alat penggali hukum guna menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapi umat islam yang hukumnya tidak secara tegas di jumpai dalam al-quran dan sunnah, maka muncullah para sahabat terkemuka, seperti abu bakar, umar, utsman, dan ali, sebagai pelopor melakukuan ijtihad. Oleh karena itu mereka selalu bersikap: a. Hanya berijtihad terhadap masalah-masalah yang terjadi. b. Suka tukar menukar informasi c. Sering bermusyawarah untuk memecahkan masalah(ijma’). d. Tidak menganggap pendapatnya paling benarsendiri, tetapi menghargai pendapat orang lain. e. Segera menarik fatwanya setelah mengetahui beberapa sunnah yang bertentangan dengan fatwanya. Pada masa daulat bani umayyah(661-750) atau periode tiga, berlakunya ijtihad sama dengan priode-priode sebelimnya meskipun situasi dalam keadaan perpecahan politik, banyak pemalsuan hadis dan tersebarnya fatwa yang berlawanan. Sebagai puncaknya, muncullah beberapa mujtahid pada periode IV (bani Abbasiyah), dimana pada fase ini fiqih islam mencapai puncak kejayaan bersam dengan kemajuan islam di berbagai bidang. Sehingga periode ini sering di sebut ijtihad dan lahir para mujtahid seperti: a. Imam abu hanifah(150 H) di kuffah b. Imam Malik bin Anas(179H) di madinah. c. Imam Syafi’i (240 H) di Baghdad dan pindah ke mesir d. Imam Ahmad bin Hambal(241 H) di baghdad
  • 10. Selain empat imam madzhab di atas, sejarah juga mencatat mujtahid-mujtahid terkenal lainnya seperti: imam zay ibn ali ibn al-khusain(80-122 H), imam ja’far al shoddiq(80-148 H), dan masih banyak lainnya. Sesungguhnya apabila ijtihad itu tidak ada maka akan memberikan dampak negatif pada umat islam karena hukum-hukum islam yang semula dinamis menjadi statis dan kaku, sehingga islam tertinggal zaman, bahkan masih b`nyak kasus baru yang hukumnya belim di jelaskan oleh al-quran dan sunnah, serta belum di bahas oleh ulama’-ulama’ terdahulu. Demikian juga akan menutup kesempatan bagi para ulama’ untuk menciptakan pemikiran-pemikiran baik dalma memanfaatkan dan menggali sumber hukum islam sebagaimana di ungkapkan oleh ibn taimiyah bahwaseorang tidak berhak untuk memaksaorang lain dan mewajibkan sesuatu pada mereka, selain yang telah di wajibkan allah dan rasulullah, dan tidak boleh pula melarang kecuali sesuatu yang telah dilarang oleh allah dan rasulnya, termasuk berijtihad. 2.6 Urgensi ijtihad Para ulama membagi hukum melakukam ijtihad menjadi 3 bagian,yaitu: a. Fardhu ‘ain ,bagi orang yang di mintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi, dan ia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya.Atau ia sendiri mengalami peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya. b. Fardhu kifayah , bagi orang yang di mintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang yang tidak di khawatirkan lenyap peristiwa itu,sedangkan selain dia ada mujtahid –mujtahid yang lainnya.Maka apabila kesemua mujtahid itu tidak ada yang melakukan ijtihad maka mereka berdosa semua.Tetapi apabila ada seorang dari mereka memberikan fatwa hukum maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka. c. Sunnat ,apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi. Ketiga hukum tersebut sebenarnya telah menggambarkan urgensi upaya ijtihad , karena dengan ijtihad dapat mendinamisir hukum islam dan dan mengkoreksi kekeliruan serta kekhilafan dari ijtihad yang laluijtihad merupakan upaya pembaruan hukum islam.Sebagaimana di ungkapkan oleh Abu Bakar al-Baqilani bahwa setiap ijtihad harus di orientasikan pada pembaruan, karena setiap periode memiliki ciri tersendirisehingga
  • 11. menentukan perubahan hukum.Sedangkan Ibnu Hajid mengatakan bahwa ijtihad harus merujuk pada aspek-aspek pembaruan terhadap masalah yang belum pernah di singgung oleh ulama terdahulu,sedangkan masalah yang sudah di ijtihadkan pada masa lalu tidak perlu di perbaharui. Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama,sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama.Bahkan sekalipun berbeda hasil ijtihad baru tidak bisa merubah status ijtihad yang lama ,hal itu seiring kaidah fiqhiyah “al-ijtihadu la yaudlu bi al-ijtihadi”(ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula). Adapun fungsi ijtihad ,diantaranya:  Fungsi Al-Ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran islam kepada al-Qur’an dan Sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.  Fungsi Al-ihya(kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.  Fungsi al-Inabah(pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran islam yang telah di ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang di hadapi. Begitu pentingnya melakukan ijtihad ,sehingga jumhur ulama menunjuk ijtihad menjadi hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan firman Allah SWT surat an-Nisa’59: “Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya”. Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Qur’an dan Sunnah ketika terjadi perselisihan hukum ialah dengan penelitian seksama terhadap masalah terhadap masalah yang nashnya tidak tegas . Demikian juga sabda Nabi SAW: “Jika seorang hakim bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan bila benar hasil ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala.Jika ia bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan ternyata hasilnya salah , maka ia mendapat satu pahala”.(HR.Asy-Syafi’i dari Amr bin ‘Ash) .Hadits ini bukan hanya memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan perbedaan
  • 12. pendapat hasil ijtihad bisa di lakukan secara individual (ijtihad fardi) yang hasil rumusan hukumnya tentu relatif terhadap tingkat kebenaran. 2.7 . Syarat-syarat Mujtahid Syarat-syarat yang diperlukan oleh seorang mujtahid antara lain: a. Menguasahi bahasa arab dari segala aspeknya,serta mengetahui maksud yang terkandung didalamnya harus mengetahui bahasa arab.dalam hal ini al-Ghazali memberikan batasan ltentang kadar penguasaan bahasa arab yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid yaiti,mampu mengetahui khitab(pembicaraan). b. Memiliki kemampuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan masalah hukum,serta mampu membahas ayat tersebut untuk membahas hokum. c. Mengenal dan mengerti hadist Nabi yang berhubungan dengan dengan hukum baik Qouliyah, filiyah maupun taqririyah. ,penguasaan hadist minimal 2500 hdist menurut Ahmad bin Hambal d. Mengerti tentang usul Fiqih sebagai sarana lahiain itu untuk istinbat hokum. Menurut fakhruddin Al Razi dalam kitabnya al- Mahsul mengatakn bahwa ilmu lyang sangat penting bagi seorang mujtahid. e. Mengenal ijmak bagi yang beranggapan bahwa ijmak sebagai dalil syara’sehingga tidak memberikan fatwa yang bertentangndaengan ijma’ itu. Selain itu seorang mujthid harus berkepribadian baik,bertaqwa dan adil.Zuhali mengatakan kepribadian ini diperlukan untuk memantapkan kepercayaan orang lain terhadap fatwa”nya 2.8 Tingkatan Mujtahid Tingkatan menurut ulama’ usul fiqih : a. Mujtahid mutlak yaitu:mujtahid yang mempunyai kemampuan untukmenggali hokum syara’ langsung dari sumbernya yang pokok yakni(Al-Qur’an da sunnah) dan mampu menerapkan metode dasar-dasar pokok yang ia susun sebagai landasan segala aktifitas ijtihadnya. b. Mujtahid muntasib yaitu:mujtahid menggabungkan dirinya dan ijtihadnya dengan suatu madhab.
  • 13. c. Mujtahid muqoyyad yaitu:mujtahid yang terikat kepada imam madzhab dan tidak mau keluar dari madzhab dalam masalah ushul maupun furu’. d. Mujtahid murajih yaitu: mujtahid yang membandingkan beberapa imam mujtahid dan dipilih yang lebih unggul. 2.9 Wilayah Ijtihad Dalam pandangan ulama’ salaf wilayah ijtihad terbatas pada masalah-masalah fiqhiyah, akan tetapi pada akhirnya wilayah tersebut berkembang pada berbagai aspek keislaman yang meliputi: Aqidah, filsafat, Tasawuf, dan feqih. Ibnu qoyyim mengatakan bahwa haram hukumnya memberikan fatwa hasil ijtihad yang menyalahi nas, bahkan ijtihad menjadi gugur jika ditemukan nashnya. Sebagaimana diungkapkan oleh imam syafi’i:’” bila ada hadis shahih maka buanglah pendapatmu yang mengaikat dan benarkan hadis itu”. Imam Ahmad berkata,”menurutku, perkara yang paling baik bagi Asy-Syafi’i adalah jika mendengarkan hadis belum diterima kemudian ia merujuk hadis itu dan meninggalkan pendapatnya”. Kaitanya dengan wilayah ijtihad, tidak semua masalah hukum bisa menjadi objek ijtihad. Hal-hal yang tidak boleh di ijtihad antara lain; a. Masalah qoth’iyah, yaitu masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dengan dalil-dalil yang pasti, baik melalui dalil naqli maupun aqli, hukum qoth’iyah sudah pasti keberlakuannya sepanjang masa sehingga tidak mungkin adanya perubahan dan modifikasi serta tidak ada peluang menginstimbatkan hukum bagi para mujtahid. Contoh: kewajiban sholat, puasa, zakat, dan haji, untuk masalah tersebut al-Qur’an telah mengatur dengan dalil yang shorih(tegas). Contoh lain: Bilangan rakaat sholat fardhu, cara menunaikan ibadah haji yang telah di tunjuk oleh hadist mutawatir. Untuk masalah tersebut tidak ada peluang untuk diijtihadkan, kewajiban kita hanya melaksanakan petunjuk nash. Sebagaiman bunyi kaidah ushuliyah: tidak berlaku ijtihadpada masalah yang telah ada nash dengan status qath’iy (dalalahnya) dan tegas. Demikian juga ijtihad akan gugur dengan sendirinya apabila hasil ijtihadnya berlawanan dengan nash. b. Masalah-masalah yang telah diijinkan oleh ulama’ mujtahid dari suatu masa, demikian pula lapangan hukum yang bersifat ta’abbudi (gharu ma’qulil makna) dimana kualitas ‘illat
  • 14. hukumnya tidak dapat di cerna dan diketahui oleh akal mujtahid. Seperti pemberian 1/6(seperenam) pusaka untuk nenek erempuannya. Adapun masalah-masalah yang dapat diijtihadkan antara lain: masalah Dzanniyah, yaitu masalah-masalah yang hukumnya belum jelas dalil nashnya, sehingga memungkinkan adanya wilayah ijtihad dan perbedaan pendapat. Masalah Dzanniyah terbagi menjadi 3 macam, yaitu: 1. Hasil analisa para teolog yaitu masalah yang tidak berkaitan dengan aqidah keimanan seseorang. Seperti Apakah Allah wajib berkehendak baik atau lebih baik ? sebagian ahli kalam(teolog) mewajibkannya, karena hal itu membatasi kekuasaan Allah. 2. Aspek Amaliyah yang dzany, yaitu masalah yang belum ditentukan kadar dan kreterianya dalam nash. Contohnya, batas-batas menyusui yang dapat menimbulkan mahrom, sebagaian berpendapat sekali sussan, ada yang tiga kali susuan dan lain-lain. 3. Sebagai kaidah-kaidah dzanni yaitu masalah qiyas, sebagian ulam’ memeganginya karena qiyas merupakan norma hukum tersendiri, dan sebagian tidak karena qiyas bukan merupakan norma hukum tersendiri melainkan metode pemahaman nash.” Pembagian tersebut dapat di simpulkan bahwa wilayah ijtihad hanya sebatas pada masalah yang hukumnya ditunjukkan oleh dalil dzanni, kemudian dikenal dengan istilah masalah fiqih dan masalah hukumnya sama sekali tidak di singgung oleh al-Quran, sunnah maupun ijtima’. Hal ini merupakan masalah baru atau hukum baru. Apabila ijtima’ ini bertentangan dengan nas, maka ijtihad itu batal, karena tidak ada ijtihad terhadap nash. Memperhatikan fokus dalam kegiatan ijtihad terhadap nashterlihat upaya seoptimal mungkin menarik kesimpulan hukum dan sumber-sumernya. Oleh karena itu kegiatan ijtihad terbagi menjadi dua yaitu: ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi. Pada ijtihad istimbathi dengan seperangkat kaidah dilakukan untuk mengantarkan seorang penerap hukum kepada penerapan hukum secara tepat kepada pada suatu kasus. Dengan kegiatan semacam itu di samping harus mengetahui hukum material dan metode pengembangannya yang menjadi objek kajian adalah perbuatan manusia dan manusia itu sendiri sebagai elaku dengan sengaja kondisi dan perubahannya.
  • 15. Sementara itu, menurut Yusuf al-Qardawi terdapat dua macam bentuk ijtihad yang pantas dilakukan pada saat ini yaitu ijtihad intiqol dan ijtihad inshal. Ijtihad intiqol yaitu mengadakan studi komparatif diantara pendapat-pendapat yang ada kemudian memilih pendapat yang dipandang lebih kuat dalil dan hujjahnya dengan menggunakan alat pengukur yang digunakan dalam mentarjih. Metode ini sangat tepat untuk masa sekarang, terlebih lagi jika dikonfirmasikan dengan mottoseorang mujtahid yang mengatakan:”pendapatku adalah benar, tapi mengandung kesalahan, sedangkan pendapat selainku adalah salah, tetapi mengandung kebenaran. Oleh karena itu, pendapat seorang mujtahid tidak selamanya benar, tapi di suatu sisi mengandung kesalahan dan untuk itu dapat dicari kebenaraanya melalui pendapat mujtahid lain.” Sedangkan ijtihad inshai(ijtihad kreatif) yaitu mengambil konklusi hukum baru dalam suatu permasalahan, dimana permasalahan tersebut belum pernah dikemukakan oleh mujtahid sebelumnya baik masalahitu baru atau lama. Dengan demikian masalah-masalah tersebut menerima berbagai macam interpretasi pendapat yang berbeda. Pendapat-pendapat orang lain yang juga berhak berijtihad tidak boleh dilakukan begitu saja. Solusinya adalah menggabungkan antara kedua metode tersebut ijtihad tersebut dengan cara menyeleksi pendapat ulama terdahulu yang dipandang lebih cocok dan kuat, kemudian menambahkan dalam pendapat tersebut unsur-unsur ijtihad baru. Al-Qardawi mengatakan bahwa ijtihad kontemporer semacam ini akan muncul dalam tiga bentuk perundang-undangan, bentuk fatwa atau dalam bentuk penelitian.6[5] 6
  • 16. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ijtihad dilakukan oleh mujtahid untuk mengeluarkan hukum berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Karena mujtahid ini mengeluarkan hukum, maka ia disebut pula sebagai hakim. Tapi tidak semua orang dapat berijtihad begitu saja dan mengeluarkan fatwa. Untuk mencapai derajat mujtahid, seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun, dalam ijtihad terdapat perbedaan stratifikasi para mujtahid ke dalam beberapa martabat. Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Namun, seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara eksplisit (jelas), timbul istilah ijtihad.