salah satu metode yang digunakan dalam menentukan suatu hukum berdasarkan kesungguhan atau kemampuan akal seseorang. Ijtihad juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
Al-dzari’ah merupakan larangan yang wajib kita tinggalkan karena menyumbat jalan yang menuju kerusakan. Oleh sebab itu, apabila ada perbuatan baik yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan, hendaklah dicegah/disumbat agar tidak terjadi kerusakan.
Kalau perbuatan itu dipastikan kebiasaan yang sangat kecil, maka kebiasaan kecil akan mendatangkan yang lebih besar.
Al-dzari’ah merupakan larangan yang wajib kita tinggalkan karena menyumbat jalan yang menuju kerusakan. Oleh sebab itu, apabila ada perbuatan baik yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan, hendaklah dicegah/disumbat agar tidak terjadi kerusakan.
Kalau perbuatan itu dipastikan kebiasaan yang sangat kecil, maka kebiasaan kecil akan mendatangkan yang lebih besar.
Studi Hukum Islam tak henti hentinya di kaji dan menarik untuk dijadikan wacana dan penelitian dalam segala aspek yang melingkupi perjalanan dinamika keislaman. kiranya gairah umat islam yang besar untuk melakukan kajian bisa atersalur lewat forum ilmiyah, forum online dan yang lainnya.
Makalah ini mencoba menguraikan masalah yang berkenaan dengan Talfiq dan taqlid yang ramai dan tetap hangat untuk didiskusikan, dan pembahasan ini sangat kita butuhkan, terutama juga masyarakat kita di Indonesia, oleh karena itu kita dituntut agar mengetahui, meneliti dan mendalami ilmu usul fiqh terutama untuk materi ini, sehingga kita tidak canggung ketika dihadapkan permasalahan atau pertanyaan tentang masalah ini. Makalah ini hanyalah sebagai pengantar, agar nantinya kita bisa lebih mendalami dengan mengkaji khazanah-khazanah keilmuan yang ada di negeri ini.
1. IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
Disusun oleh :
Evi Rohmatul Aini
Hukum Ekonomi Syari’ah
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tahun 2016/2017
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah agar dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan
bagi semuanya yang telah membaca dan memahami isi dari makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun.Dan mengharapkan semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita
semua juga kami minta maaf apabila dalam penulisannya kurang berkenan di hati para pembaca.
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................iii
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................iv
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................iv
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian ijtihad...............................................................................................1
B. Syarat-syarat mujathid……………………………………...............................1
C. Hukum berijtihad…………………………………………...............................2
D. Kedudukan ijtihad dalam Islam.........................................................................3
E. Metode dalam berijtihad....................................................................................4
F. Ijtihad sebagai upaya dalam pengembangan hukum Islam…………………….5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..6
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................7
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ‘ain, yakni kewajiban pribadi setiap
muslim dan muslimah dalam mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh
akal pikiran manusia, yang diwajibkan kepada kelompok masyarakat.
Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari
Al-Qur’an yang memuat wahyu Allah dan hadits yang memuat sunnah-sunnah Rasulullah
SAW. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam yaitu aqidah,
syari’ah, dan akhlak. Ketiga hal tersebut dikembangkan dengan penglihatan dan akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk mengembangkannya.
Sumber ajaran Islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Dengan demikian sumber ajaran Islam ialah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syari’at Islam.
Pada umumnya, para Ulama Fiqh berpendapat bahwa sumber utama hukum Islam
adalah Al-Qur’an dan Hadits. Dari Rasulullah SAW bersabda “ Aku tinggalkan bagi
kalian yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang
pada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku”. Di samping itu pula para Ulam Fiqh
menjadikan Ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an dan hadits.
5. B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad?
2. Apa saja syarat-syarat Ijtihad?
3. Bagaimana hukum berijtihad?
4. Bagaimana kedudukan ijtihad dalam Islam?
5. Apa saja macam-macam metode ijtihad?
6. Bagaimana peranan ijtihad dalam upaya pengembangan hukum Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan ijtihad.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Ijtihad.
3. Untuk mengetahui hukum berijtihad.
4. Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam Islam.
5. Untuk mengetahui macam-macam metode ijtihad.
6. Untuk mengetahui peranan ijtihad dalam upaya pengembangan hukum Islam.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan
segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa,ijtuhad artinya
bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Sedangkan menurut istilah hukum
Islam,ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk menemukan hukum
agama atau syara’ melalui salah satu dalil syara’. Usaha tersebut merupakan pemikiran
dengan kemauan sendiri dan orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.1
Adapun menurut ahli Ushul Fiqh,ijtihad adalah pengarahan daya pikir untuk
menemukan suatu ketentuan ataupun jawaban hukum syara’ dari dalil-dalilnya.2
Berdasarkan pengertian diatas,dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah berusaha
sungguh-sungguh dengan menggunakan daya kemampuan intelektual serta menyelidiki
dalil-dalil dari sumbernya yang resmi yaitu dalam Al-quran maupun hadits dengan syarat
menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang, kemudian menarik garis hukum
dalam masalah tertentu.
B. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad di masa sahabat ra disebut qori’
sedangkan di zaman tabiin disebut mufti atau faqieh. Mujtahid dari isim fail yang
1 A. Hanaf, M.A.,Pengantardan Sejarah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, Cet.VII, 1995, hlm.162.
2 Aswadi Syukur, H.M.Prof.Lc, PengantarIlmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 239.
7. bermakna orang bersungguh-sungguh. Oleh karena itu,mujtahid dapat dikategorikan
menjadi 4 bagian yaitu:
1. Mujtahid mutlak yaitu orang-orang yang melakukan ijtihad langsung secara
keseluruhan dari Al-quran dan hadits.
2. Mujtahid madzhab yaitu para mujtahid yang mengikuti salah satu madzhab dan tidak
membentuk suatu madzhab sendiri.
3. Mujtahid fil masail yaitu orang-orang yang berijtihad hanya pada beberapa masalah
saja bukan secara keseluruhan.
4. Mujtahid muqayyad yaitu orang-orang yang berijtihad mengikatkan diri dan
mengikuti pendapat ulama salaf.
Untuk menjadi seorang mujtahid harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:
1. Mampu menguasai bahasa Arab
2. Mengetahui Al-quran
3. Mengetahui asbabhul nuzul ayat
4. Mengetahui hadits-hadits Nabi SAW
5. Mengetahui segi-segi pemakaian qiyas
6. Mampu menghadapi nash-nash yang berlawanan
C. HUKUM BERIJTIHAD
Hukum melakukan ijtihad adalah fardlu ‘ain bila dilakukan oleh setiap orang yang
mencukupi syarat-syarat diatas bilamana terjadi pada dirinya sesuatu yang
membutuhkaan jawaban hukumnya. Melakukan ijtihad hukumnya fardlu kifayah jika
8. ada mujtahid lain akan menjelaskan hukumnya bilamana salah satu diantara mereka
melakukan ijtihad berarti sudah memadai dan tuntutan sudah terbayar dari mujtahid yang
lainnya. Berijtihad bisa berarti mandub jika melakukan ijtihad dalam hal-hal yang belum
terjadi. Sedangkan berijtihad haram hukumnya jika berijtihad dalam hal-hal yang ada
nash secara tegas (qath’i) dan jika orang yang berijtihad tidak memenuhi syarat.
D. KEDUDUKAN IJTIHAD
Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-quran dan
hadits. Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-Baqarah ayat 150 yang artinya: “dari
mana saja kamu berangkat maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan dimana
saja kamu berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,agar tidak ada hujjah manusia
atas kamu kecuali orang-orang yang dzalim diantara mereka. Maka janganlah kamu
takut kepada mereka dan takutlah kepada Ku. Dan agar Ku sempurnakan nikmat Ku atas
mu dan supaya kamu mendapat petunjuk.”.
Adapun tafsir dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang-orang berada jauh
dari Baitullah kakbah,masjidil haram apabila hendak mengerjkan shalat ia dapat mencari
dan menentukan arah kiblat shalat itu melalui ijtihad dengan mencurahkan pikirannya
berdasarkan tanda-tanda yang ada.
Muhammad Ma’ruf Ad-dawalidi menyimpulkan Rasulullah SAW menempatkan
ijtihad sebagai sumber hukum dalam ajaran Islam setelah Al-quran dan hadits.
Kedudukan ijtihad begitu penting dalam ajaran Islam karena ijtihad telah membuktikan
kemampuannya dan menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi umat Islam mulai
dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Melalui ijtihad,masalah-masalah
9. baru yang tidak dijelaskan oleh Al-quran dan sunnah dapat dipecahkan. Melalui ijtihad
juga ajaran Islam telah berkembang sedemikian rupa menuju kesempurnaannya. Bahkan
ijtihad merupakan daya gerak kemajuan Islam artinya ijtihad merupakan kunci dinamika
ajaran Islam.
E. METODE DALAM IJTIHAD
Beberapa macam metode ijtihad yang harus diketahui adalah:
1. Ijma adalah metode ijtihad yang dilakukan para ulama Islam dengan cara
beunding,berdiskusi dan muncul suatu kesepakatan untuk menyelesaikan
permasalahan.
2. Qiyas yaitu upaya mencari solusi permasalahan dengan cara mencari persamaan
antara masalah yang sedang dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama yaitu
Al-Qur’an dan Hadits.
3. Istihasan yaitu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk mencegah
terjadinya kemudharatan.
4. Istishab yaitu upaya untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh pemuka
agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut.
5. Maslahah mursalah yaitu macam dari ijtihad yang dilakukan untuk kepentingan umat
dengan cara memutuskan permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang
menyakut kepentingan umat.
6. ‘Urf yaitu ijtihad yang dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang
berhubungan dengan adat istiadat.
10. F. IJTIHAD SUATU UPAYA PENGEMBANGAN HUKUM ISLAM
Dalam filsafat hukum Islam dikenal adanya sumber-sumber hukum secara
struktural meliputi ; Al-Qur’an , Hadits, dan Ijtihad. Pengakuan atas ijtihad sebagai
sumber hukum didasarkan atas hadits yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal pada
saat di utus Nabi SAW menjadi gubernur Syam. Sebelum pengangkatan tersebut, Nabi
melakukan pengujian kelayakan atas Mu’adz dalam menjabat gubernur Syam. Hadits ini
para ulama dijadikan dasar pijakan eksistensi ijtihad sebagai sumber tatanan hukum
Islam dan menggambarkan hukum Islam secara hierarkis yang meliputi Al-Qur’an,
hadits dan ijtihad.
Tidak setiap hasil ijtihad dapat dijadikan sumbangan dalam pembaharuan hukum
Islam dan mendapatkan pengesahan sebagai hukum Islam kecuali apabila
memperhatikan dua hal pokok yaitu pelaku pembaharuan hukum Islam adalah orang
yang memenuhi kualitas sebagai mujtahid dan pembaharuan itu dilakukan di tempat-
tempat ijtihad yang dibenarkan oleh syara’.
11. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ijtihad memiliki
peranan yang sangat besar dalam pembaharuan hukum Islam. Pembaharuan tersebut
tidak mungkin terlaksana tanpa ada mujtahid yang memenuhi syarat untuk
melaksanakannya. Antara pembaharuan dan ijtihad sperti dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan, harus saling mengisi dan melengkapi. Jika proses ijtihad
dapat dilaksanakan dalam proses pembaharuan hukum Islam secara benar, maka
hukum-hukum yang dihasilkan dari proses ijtihad tersebut akan benar pula.
12. DAFTAR PUSTAKA
Hanaf, A. 1995. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam.Jakarta : Bulan Bintang
Syukur, Aswadi.1990. Pengantar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqih. Surabaya : Bina Ilmu
Naofal, Erlan. Tanpa tahun. Urgensi Ijtidad dalam Pengembangan Hukum Islam Di
Indonesia. www.pta-medan.go.id diakses pada 3April 2017