SlideShare a Scribd company logo
1 of 54
Download to read offline
No. Kode: DAR2/Profesional/810/5/2019
PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING
MODUL 5 STRATEGI LAYANAN RESPONSIF
KEGIATAN BELAJAR 1
pendekatan konseling berorientasi psikoanalisis dan humanistik
Penulis
Edwindha Prafitra Nugraheni, S.Pd., M.Pd., Kons.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
A. Pendahuluan
Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu yaitu adanya interaksi antara
konselor dan konseli dalam suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai
perubahan dan belajar membuat keputusan sendiri serta bertanggung jawab atas keputusan yang
ia ambil. Seperti halnya profesi lainnya konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian
bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian spesifik sejalan dengan konsep yang
dikembangkan dalam lingkup ilmu dan profesinya. Di antara berbagai ilmu yang memiliki
kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan
konseling merupakan aplikasi dari psikologi. Hal ini dapat dilihat terutama pada tujuan, teori yang
digunakan dan proses penyelenggaraannya.
Konseling profesional merupakan layanan terhadap konselor yang dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan dapat dipertanggung-jawabkan dasar keilmuan dan teknologinya.
Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang dijadikan
sebagai dasar acuannya (Corey, 2016). Secara umum, pendekatan konseling hakikatnya merupakan
sistem konseling yang dirancang dan didesain berdasarkan teori-teori dan terapan- terapannya
sehingga muwujudkan suatu struktur performansi konseling. Bagi konselor, penggunaan
pendekatan konseling merupakan pertanggung jawaban ilmiah dan teknologi dalam
menyelenggaraan konseling.
Sekurang-kurangnya ada lima kriteria pendekatan yang baik, yaitu: (1) jelas, artinya dapat
dipahami dan tidak mengandung pertentangan di dalamnya, (2) komprehensif, yaitu dapat
menjelaskan fenomena secara menyeluruh, (3) eksplisit, artinya setiap penjelasan didukung oleh
bukti-bukti yang dapat diuji, (4) parsimonius, artinya menjelaskan data secara sederhana dan jelas,
dan (5) dapat menurunkan penelitian yang bermanfaat.
Modul strategi layanan responsif disusun mendasarkan pada beberapa kriteria yang telah
disebutkan sebelumnya. Tujuannya adalah memberikan kompetensi profesional bagi guru
bimbingan dan konseling ataupun konselor baik secara teoritik maupun praksis terutama pada
penguasaan pendekatan-pendekatan konseling individu maupun layanan responsive lainnya yang
bersifat aplikatif.
Modul strategi layanan responsif disusun dengan memfokuskan enam orientasi pendekatan
konseling yaitu Pendekatan Konseling Berorientasi Psikodinamik dan Humanistik, Pendekatan
Konseling Berorientasi Kognitif dan Perilaku, Pendekatan Konseling Berorientasi Posmodern dan
Integratif serta Layanan Referal, Konsultasi dan Advokasi. Berdasarkan enam orientasi
pendekatan tersebut maka pendekatan konseling yang dipelajari meliputi (1) konseling
psikoanalisis, (2) konseling person centered, (3) konseling gestalt, (4) konseling rational emotive
behavior dan cognitive behavior, (5) konseling behavior (6) konseling realita, (7) konseling
singkat berfokus solusi, (8) konseling kreatif, (9) konseling naratif.
Modul strategi layanan responsif dirancang secara komprehensif sehingga memiliki
kesesuaian dengan capaian pembelajaran lulusan khususnya pada program pendidikan profesi guru
bimbingan dan konseling atau konselor yaitu penguasaan pengetahuan dan keterampilan
pendekatan konseling individu serta layanan responsif lainnya.
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami, menguasai,
dan mengelola prosedur dan teknik (1) konseling psikoanalisis, (2) konseling person centered, (3)
konseling gestalt, (4) konseling rational emotive behavior dan cognitive behavior, (5) konseling
behavior (6) konseling realita, (7) konseling singkat berfokus solusi, (8) konseling kreatif, (9)
konseling naratif. Pada modul ini, mahasiswa ditekankan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan konseling individu terutama Pendekatan Konseling Psikoanalisis, Pendekatan
Konseling Person Centered, dan Pendekatan Konseling Gestalt.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran yang diharapkan dikuasai peserta PPG dari modul ini adalah “mampu
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, melalui aktivitas layanan
individual, kelompok, klasikal dan kelas besar/lintas kelas dengan menerapkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk membangun sikap (karakter Indonesia), pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik dalam mengembangkan potensi, mencegah, dan memecahkan masalah
serta pemeliharan dan pengembangan potensi diri secara humanis, kritis, kreatif, inovatif,
kolaboratif, dan komunikatif, dengan menggunakan model, sumber, dan media layanan bimbingan
dan konseling yang didukung hasil penelitian”. Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa
diharapkan mampu:
a. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan
kelompok pendekatan konseling psikoanalisis
b. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan
kelompok pendekatan konseling person centered
c. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan
kelompok pendekatan konseling gestalt
2. Pokok Materi
Dalam Modul 5 Kegiatan Belajar 1 ini akan dibahas materi terkait latar belakang, konsep
dasar, tujuan dan proses pendekatan konseling meliputi:
a. Pendekatan konseling psikoanalisis
b. Pendekatan konseling person centered
c. Pendekatan konseling gestalt.
3. Uraian Materi
a. Pendekatan Konseling Psikoanalisis
1) Latar Belakang
Pendekatan psikoanalisis dikembangkan Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah peletak
fondasi awal sistem psikoterapi yang mempengaruhi munculnya pendekatan-pendekatan
konseling dan psikoterapi di dunia. Psikoanalisis mulai diperkenalkan oleh Freud pada buku
pertamanya yaitu Interpretation of Dream pada tahun 1900. Freud mengemukakan
pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran.
Pengertian Psikoanalisis mencakup tiga aspek: (1) sebagai metode penelitian proses-proses
psikis; (2) sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis; (3) sebagai teori
kepribadian. Corey (2016) mengatakan bahwa Psikoanalisis merupakan teori pertama yang
muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan
perilaku neurotik. Psikoanalisis merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh dalam
mengubah pendapat tentang penyebab gangguan psikis (Bertens, 2006).
2) Konsep Dasar
a) Hakikat Manusia
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik (Corey 2016). Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irrasional, motivasi dan peristiwa, dorongan biologis serta
dorongan insting dan peristiwa psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama
kehidupannya.
Manusia berisi sistem energi (energi psikis) yang biasa disebut insting/libido/seks. Insting
adalah sumber energi psikis yang dibawa sejak lahir untuk mempertahankan hidup, yang
menjadi sumber insting yaitu kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Jenis insting dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
(1) Insting hidup (eros), fungsinya untuk melayani maksud individu untuk tetap hidup, seperti
insting makan, minum.
(2) Insting mati/destruktif (thanatos), di mana setiap orang tanpa disadari berkeinginan untuk
mati atau mencederai diri sendiri atau orang lain.
Manusia dideterminasi oleh kekuatan irasional, motif tidak sadar, kebutuhan serta dorongan
biologis/naluriah (dorongan agresif dan seksual). Tingkah laku manusia dalam pandangan
psikoanalisis juga dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.
b) Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga
unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Ketiga
sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan membentuk totalitas dan tingkah laku
manusia.
(1)Id, komponen kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia yang
merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure
principle) dan cenderung memenuhi kebutuhannya.
(2) Ego, berfungsi untuk menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar dan idealnya
merepresentasikan alasan dan akal sehat. Ego berpikir secara logis dan realitas (reality
principle) untuk memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.
(3) Super ego, berfungsi sebagai wadah impuls Id, untuk menghimbau ego agar menggantikan
tujuan yang realistik dengan yang moralistik, serta memperjuangkan kesempurnaan.
Superego bagian moral dari kepribadian manusia, sebagai filter dari sensor baik-buruk,
salah-benar yang dilakukan dorogan ego yang bersumber dari norma sosial dan kultur
masyarakat.
Gambar 1.1 Contoh Kasus Psikoanalisis
c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam pandangan psikoanalisis, tingkah laku bermasalah terjadi ketika dinamika antara id,
ego dan super ego tidak seimbang; ego tidak bisa mengontrol id dan super ego ke dalam
kesadaran sehingga muncul kecemasan yang menyebabkan mekanisme pertahanan dirinya
tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego adalah
strategi psikologis yang dilakukan seseorang untuk berhadapan dengan kenyataan dan
mempertahankan citra diri. Orang dengan pribadi sehat biasa menggunakan berbagai
mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis apabila
penggunaannya secara terus menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga
kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahanan
Contoh Kasus Psikoanalisis:
Konseli merupakan seorang siswa yang phobia dengan kucing. Hal ini disebabkan masa
kecil konseli yang merasa takut dengan neneknya tapi tidak dapat disalurkan. Perasaan
takut ini kemudian dilampiaskan kepada kucing neneknya karena neneknya ketika di
rumah suka membawa kucing. Hal ini yang membuat konseli menjadi ketakutan dan
cemas ketika melihat kucing. Hal ini sangat mengganggu konseli karena di sekitar
rumahnya banyak tetangga yang memelihara kucing.
Analisis
• Alternatif bantuan untuk konseli adalah asosiasi bebas yaitu teknik pengungkapan
pengalaman masa lampau dan penghentian emosi berkaitan dengan situasi traumatik
pada masa lampau. Bertujuan agar konseli memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri
sendiri. Kemudian dikombinasikan dengan latihan relaksasi dan menenangkan pikiran
saat melihat kucing. Dengan begitu, konseli akan tenang ketika melihat kucing.
• Tahap awal konseling adalah membangun hubungan baik kemudian memperjelas dan
mendefinisikan masalah sebenarnya yang dialami konseli. Pada tahap inti, konseli
diajak untuk meninjau pengalaman masa lalunya guna memahami apa yang menjadi
dasar dari masalah phobia terhadap kucing yang dialami konseli. Dalam hal ini konseli
diberikan kesempatan untuk mengungkapkan secara jelas dan jujur pengalaman masa
lalunya yang membuatnya menjadi takut dengan kucing. Pengalaman masa lalu yang
kurang menyenangkan inilah yang kemudian perlu dihentikan agar tidak menjadi
ketakutan untuk selamanya. Konseli diajak mengevaluasi hal apa yang dapat diubah
dari pengalaman masa lalunya untuk masa sekarang, sehingga konseli mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman baru. Dalam tahap ini, konseli dilatihkan teknik relaksasi
dan desensitisasi sistematis untuk mengurangi ketegangan dan kecemasannya ketika
melihat kucing. Konseli diberi penguatan agar mampu mengatasi masalahnya tersebut.
ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan. Bentuk mekanisme pertahanan
ego dapat dijelaskan dalam tabel 1 berikut ini (Corey, 2016).
Tabel 1.1 Mekanisme Pertahanan Ego
Bentuk Pertahanan Penggunaan untuk Perilaku
(1) Represi Pikiran dan perasaan yang
mengancam atau
menyakitkan ditekan dari
kesadaran
Salah satu proses Freudian yang paling
penting, itu adalah dasar dari banyak
pertahanan ego lainnya dan gangguan
neurotik. Freud menjelaskan represi
sebagai pemindahan paksa sesuatu dari
kesadaran. Diasumsikan bahwa sebagian
besar peristiwa menyakitkan pada usia 5
atau 6 tahun pertama kehidupan dikubur,
namun peristiwa ini mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
(2) Denial “Menutup mata” terhadap
keberadaan aspek realitas
yang mengancam.
Penyangkalan atas realitas adalah yang
paling sederhana dari semua mekanisme
pertahanan diri. Ini adalah cara
mengaburkan atau mendistorsi apa yang
dipikirkan, dirasakan, atau dipersepsi
individu dalam situasi yang traumatis.
Mekanisme ini mirip dengan represi,
namun umumnya beroperasi pada tingkat
prekondisi dan sadar
(3) Proyeksi Mengalihkan kepada
orang lain keinginan dan
impuls yang tidak dapat
diterima sendiri
Ini adalah mekanisme penipuan diri
sendiri. Impuls bernafsu, agresif, atau
lainnya sering kali dimiliki oleh "orang-
orang di luar sana, tetapi tidak oleh saya.
(4) Fiksasi menjadi “terpaku” pada
tahap perkembangan lebih
awal karena mengambil
langkah selanjutnya bisa
menimbulkan kecemasan
Orang yang terus menerus mendapat
kenikmatan dari memakan, merokok, atau
berbicara mungkin mengalami fiksasi
oral. Contohnya, seorang anak SD yang
tidak ingin ditinggalkan orangtuanya saat
berada di sekolah.
(5) Regresi Kembali ke fase
pengembangan
sebelumnya ketika ada
sedikit tuntutan yang
lebih sulit.
Dalam menghadapi stres berat atau
tantangan ekstrem, individu mungkin
berupaya mengatasi kecemasan mereka
dengan tetap berpegang pada perilaku
yang tidak dewasa dan tidak pantas.
Misalnya, anak-anak yang ketakutan di
sekolah dapat menikmati perilaku
kekanak-kanakan seperti menangis,
ketergantungan berlebihan, mengisap
jempol, bersembunyi, atau berpegangan
pada guru.
(6)
Rasionalisasi
Memproduksi alasan
"bagus" untuk
menjelaskan ego yang
hancur.
Rasionalisasi membantu menjustifikasi
perilaku tertentu, dan membantu
melunakkan “pukulan” yang terkait
dengan kekecewaan. Ketika orang tidak
mendapatkan posisi yang telah dia lamar
dalam pekerjaannya, dia memikirkan
alasan logis mengapa tidak berhasil, dan
kadang-kadang berusaha meyakinkan diri
sendiri bahwa ia sebenarnya tidak
menginginkan posisi itu.
(7) Sublimasi Mengalihkan energi
seksual atau energy
agresif ke saluran lain
Energi biasanya dialihkan ke saluran yang
dapat diterima secara sosial dan kadang-
kadang bahkan mengagumkan. Misalnya,
impuls agresif dapat disalurkan ke
kegiatan atletik, sehingga orang tersebut
menemukan cara untuk mengekspresikan
perasaan agresif dan, sebagai bonus
tambahan, sering dipuji.
(8)
Displacement
Mengarahkan energi ke
objek atau orang lain
ketika objek atau orang
asli tidak dapat diakses
(karena berbagai sebab
atau posisi)
Pemindahan adalah cara mengatasi
kecemasan yang melibatkan pemakaian
impuls dengan mengalihkan dari objek
yang mengancam ke "target yang lebih
aman." Misalnya, lelaki yang lemah
lembut yang merasa terintimidasi oleh
bosnya pulang ke rumah dan melepaskan
kejengkelannya kepada anak-anaknya.
(9) Reaction
formation
Secara aktif
mengekspresikan
dorongan yang
berlawanan dengan rasa
hati yang sesungguhnya
ketika dihadapkan dengan
dorongan yang
mengancam.
Dengan mengembangkan sikap dan
perilaku sadar yang secara diametris
bertentangan dengan keinginan yang
mengganggu, orang tidak harus
menghadapi kecemasan yang akan terjadi
jika mereka harus mengenali dimensi-
dimensi ini dari diri mereka sendiri.
Individu dapat menyembunyikan
kebencian dengan muka cinta, bersikap
sangat baik ketika mereka memendam
reaksi negatif, atau menutupi kekejaman
dengan kebaikan berlebihan.
(10)
Introyeksi
Mengambil dan
“menelan” nilai dan
standar orang lain.
Bentuk-bentuk positif dari introyeksi
meliputi penggabungan nilai-nilai
orangtua atau atribut-atribut dan nilai-nilai
konselor (dengan asumsi bahwa ini tidak
hanya diterima secara tidak kritis). Salah
satu contoh negatif adalah bahwa saat
anak dihukum ia cemas luar biasa dan
menerima nilai-nilai melalui identifikasi
dengan orangtua.
(11)
Identifikasi
Identifikasi dengan sebab-
sebab, organisasi, atau
orang yang berhasil
dengan harapan berhasil
pula
Identifikasi dapat meningkatkan harga diri
dan melindungi seseorang dari perasaan
gagal. Ini adalah bagian dari proses
perkembangan di mana anak-anak belajar
perilaku peran gender, tetapi juga bisa
menjadi reaksi defensif ketika digunakan
oleh orang-orang yang pada dasarnya
merasa rendah diri.
(12)
Kompensasi
Menyembunyikan
kelemahan yang dirasakan
atau mengembangkan
sifat positif tertentu untuk
menebus keterbatasannya.
Mekanisme ini dapat memiliki nilai
penyesuaian langsung, dan itu juga bisa
merupakan upaya oleh orang tersebut
untuk mengatakan "Jangan melihat cara
saya lebih rendah, tetapi lihatlah saya
dalam pencapaian prestasi saya."
3) Tujuan dan Proses Konseling
a)Tujuan Konseling
Tujuan konseling psikoanalisis adalah membentuk kembali struktur kepribadian konseli
dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri konseli. Proses konseling
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan
dengan sasaran merekonstruksi kepribadian (Corey, 2016). Selain itu, tujuan dari pelaksanaan
konseling psikoanalisis adalah:
a. Menjadikan ketidaksadaran menjadi sadar
b. Memperkuat fungsi ego, agar tingkah laku lebihdidasarkan pada pertimbangan rasional
bukan dari dorongan instink
c. Mengalihkan superego dari hukuman berdasarkan standard moral kepada standar yang
lebih manusiawi (Yusuf, 2016).
b) Peran dan Fungsi Konselor
(1) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu
Peran konselor dalam pendekatan psikoanalisis adalah berusaha tidak dikenal konseli,
sedikit sekali memperlihatkan perasaaan dan pengalamannya, sehingga konseli dengan mudah
dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan bahan analisis. (a) konselor berperan anonim
(blank screen); (b) sebagai pendengar aktif; (c) sebagai analisator konflik. Fungsi: (a)
menciptakan hubungan keefektifan dalam hubungan personal; (b) mendorong terjadinya
pemindahan perasaan konseli (dari subyek masalah langsung ke konselor); (c) memperoleh
kendali atas tingkah laku yang implisit dan irasional; (d) berusaha membantu konseli dalam
mencapai kesadaran atas pengalaman-pengalaman yang ditekan ke alam bawah sadarnya.
Catatan untuk butir (a) bahwa saat ini, freudian mulai mengakui pentingnya komunikasi
langsung antara konselor dan konseli, tidak hanya di balik layar.
(2) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Kelompok
Beberapa kelompok psikoanalitik berusaha menduplikasi keluarga asli dalam banyak hal.
Pemimpin kelompok berperan dalam pemahaman kepada keluarga seperti koneksi yang timbul
antar anggota dan konselor. Anggota kelompok sering mengalami kembali pertentangan yang
berasal dari konteks keluarga. Karena suasana keluarga seperti lapisan pelindung, kelompok
menyediakan kesempatan membangkitkan asosiasi untuk pengalaman hidup keluarga dari asal
dan sekarang (Rutan, Stone, & Shay, 2007).
Peranan pemimpin kelompok (guru BK) dalam pendekatan psikoanalis perlu disesuaikam
dengan karakteristik dan tahap perkembangan kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin
kelompok psikoanalisis sebaiknya memiliki sikap objektif, hangat, anonim. Pemimpin
kelompok harus memberikan energi positif dan mengerti apa yang dirasakan anggota
kelompok, sehingga mereka merasa nyaman dan menggali kondisi psikologis anggota
kelompok.
c)Pengalaman Konseli
Konseli dalam menjalani asosiasi bebas harus melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-
pengalaman, asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan dan fantasi-fantasinya melalui beberapa tahapan
pertemuan, konseli menjalani konseling secara intensif. Hubungan konseli dengan konselor
merupakan hal penting dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik.
Konseli harus mengalami transfernsi, karena melaluinya konseli bisa mengungkap mimpi-
mimpinya, resistensi-resistensinya. Konselor diharapkan agar relatif objektif dalam menerima
perasaan-perasaan yang kuat dari konseli. Sebagai hasil hubungan terapeutik, konseli
memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika tak sadarnya karena egonya berfungsi secara
penuh.
d) Tahapan Konseling
Konseling psikoanalisis klasik sering kali melibatkan paling sedikit empat sesi per minggu
dimana setiap sesi berlangsung paling sedikit 45 menit. Perjalanan konseling psikoanalisis bisa
memakan waktu beberapa tahun (Arlow dalam Jones, 2011). Selama konseling, konseli
bergerak melalui tahap-tahap tertentu antara lain: mengembangkan hubungan dan analisis,
mengalami krisis treatment guna memperoleh pemahaman terhadap masa lampaunya yang
tidak disadari dalam mengembangkan resistansi untuk belajar lebih banyak tentang diri sendiri,
mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan konselor, memperdalam konseling,
menangani resistansi dan masalah yang tersingkap dan mengakhiri konseling (Corey, 2016).
Ada empat tahap konseling psikoanalisis (Arlow dalam Nystul, 2011; Corey, 2016; Fall, 2004;
Yusuf, 2016) yaitu:
(1) Tahap pembukaan (the opening phase)
Konselor membangun hubungan terapeutik dan memperoleh pemahaman tentang konflik
ketidaksadaran konseli. Konselor mempelajari dinamika psikologis konseli dan
menginterpretasi konflik kesadaran konseli. Tugas konselor adalah mengases (menaksir)
hakikat distress konseli. Menurut Freud, masalah yang dapat dibantu melalui
psikoanalisis adalah yang mengalami neurosis, bukan masalah ekstrim dalam hal
impulsif, narsistik yang berlebihan, ketidakjujuran, psikopat atau berbohong patologis.
(2) Pengembangan Transferensi (the development of transference)
Pengembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam konseling psikoanalisis.
Transferensi adalah perasaan konseli kepada konselor. Pada fase ini perasaan yang
sebenarnya dialami konseli mulai ditujukan kepada konselor, yang dianggap sebagai
orang yang telah menguasainya di masa lalunya (significant figure person). Contohnya,
konseli mungkin mentransfer perasaan benci kepada ayahnya ke arah konselor. Analisis
transferensi membantu konseli belajar menggunakan pemahaman untuk
mengembangkan hubungan yang tepat. Pada tahap ini konselor harus menjaga jangan
sampai terjadi kontratransferensi yaitu respon atau reaksi emosional (tidak rasional) yang
dilakukan konselor pada konseli karena konselor memiliki perasaan-perasaan yang tidak
terpecahkan.
(3) Bekerja melalui transferensi (working through)
Tahap ini merupakan proses analisis atau eksplorasi ketidaksadaran yang bersumber di
masa kecil. Tahap ini tercapai melalui pengulangan interpretasi dan eksplorasi bentuk-
bentuk resistensi yang menghasilkan perubahan perasaan sehingga konseli dapat
membuat pilihan baru. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya, hanya
saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami tentang dinamika
kepribadian konselinya.
(4) Resolusi Transferensi (the resolution of transference)
Tujuan tahap ini adalah memecahkan perilaku neurosis konseli yang ditunjukkan kepada
konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor mulai mengembangkan hubungan yang
dapat meningkatkan kemandirian konseli dan menghindari ketergantungan konseli kepada
konselornya. Ketika konselor dan konseli sepakat tentang capaian tujuan konseling bagi
konseli, transferensi telah terpecahkan, maka konseling dapat diakhiri.
e)Teknik Konseling
(1) Asosiasi Bebas
Teknik pokok konseling psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan
konseli untuk menjernihkan pikiranya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin
untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya. Konseli mengemukakan segala
sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.
(2) Penafsiran
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi,
analisis resistensi dan analisis transferensi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis,
penjelasan, dan mengajarkan konseli tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam
mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran
adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses
menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.
(3) Analisis Mimpi
Adalah prosedur penting untuk mengungkap ketidaksadaran dan memberi pemahaman
kepada konseli terhadap berbagai hal yang terkait dengan masalah yang tidak terpecahkan.
Mimpi hadir dalam bentuk simbol yang berakar dari keinginan, ketakutan dan konflik yang
direpres. Selama tidur, kesadaran berkurang dan perasaan yang direpres muncul ke
permukaan.
(4) Analisis Resistensi
Adalah melakukan analisis terhadap sikap resisten konseli. Resistansi dapat berbentuk
tingkah laku yang tidak memiliki komitmen pada pertemuan konseling, tidak menepati
janji, menolak mengingat mimpi, menghalangi pikiran saat asosiasi bebas, dan bentuk
lainnya.
(5) Analisis Transferensi
Transferensi terjadi ketika konseli memandang konselor seperti orang lain. Dalam
konseling, terkadang konseli mentransfer perasaan tentang orang yang penting baginya
pada masa lalu kepada konselor. Dalam Teknik ini, konselor mendorong transferensi ini
dan menginterpretasikan perasaan positif dan negatif yang diekspresikan. Pelepasan ini
bersifat terapeutik, karena dilakukan melalui katarsis emosional.
(6) Analisis Kepribadian (Case Historis)
Teknik ini dilakukan dengan melihat dinamika dari dorongan primitive (libido) terhadap
ego dan bagaimana superego menahan dorongan tersebut. Teknik ini bertujuan melihat fase
perkembangan dorongan seksual apakah berjalan wajar, adakah hambatan dan kapan mulai
terjadi hambatan.
(7) Hipnotis
Hipnotis bertujuan mengeksplorasi dan memahami faktor ketidaksadaran
(unconsciousness) yang menjadi penyebab masalah. Konseli diajak melakukan katarsis
dengan memverbalisasikan konflik yang telah ditekan kea lam ketidaksadaran. Hipnotis
telah banyak ditinggalkan karena hasil tidak bertahan lama karena setelah sadar, penyebab
masih tetap ada dan mengganggu (Thompson, et al. 2004). Cara ini dipengaruhi oleh
Joseph Breur dalam membantu katarsis. Dalam praktik selanjutnya, Freud mengandalkan
teknik relaksasi.
b. Pendekatan Konseling Person Centered
1) Latar Belakang
Pendekatan konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahun
1940-an. Munculnya pendekatan ini didasarkan pada konsep psikologi humanistik sebagai reaksi
terhadap directive counseling dan pendekatan psikoanalisis. Arah perkembangan pendekatan ini
perlu dikaji berdasarkan periode perkembangan yang terjadi pada masing-masing periode.
Periode pertama tahun 1940-an awalnya bernama non directive counseling yang menekankan
pada penciptaan iklim permisif (membebaskan), memusatkan pada teknik penerimaan dan
klarifikasi guna membantu konseli memahami diri sendiri dan situasi kehidupannya.
Periode kedua tahun 1950-an berganti nama dengan client centered therapy yang
memfokuskan pada unsur afeksi individu dengan menghadirkan sejumlah kondisi fasilitatif yang
bisa membuat perubahan terapeutik. Kondisi fasilitastif yang dimaksudkan dengan cara
memunculkan empati, kongruen dan acceptance atau disebut unconditional positive regard. Client
centered juga menekankan refleksi perasaan konseli dan dunia pengalaman konseli sehingga
mampu mengembangkan keselarasan konsep diri dan konsep diri idealnya.
Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an merupakan pengembangan pendekatan ini secara meluas
dalam bidang pendidikan, industri, kelompok, resolusi konflik, dan pencarian perdamaian dunia.
Pendekatan ini memiliki pengaruh/aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan.
Ruang lingkup pendekatan ini semakin meluas pada pengaruh person, seperti bagaimana individu
mendapatkan, memiliki, membagi atau melepas power atau kontrol atas dirinya sendiri dan orang
lain, sehingga pendekatan ini dikenal dengan tiga istilah yang sering digunakan yaitu person
centered approach, person-centered therapy, atau person-centered counseling (Corey, 2016).
Pendekatan ini berparadigma humanistik yang menekankan pada pengalaman konseli saat
“sekarang dan di sini” (here and now) dibandingkan fokus pada akar permasalahan saat masa
kanak-kanak (psikodinamik) maupun pencapaian pola perilaku baru di masa yang akan datang
(behaviorisme). Oleh karenanya, pendekatan ini meletakkan konseli sebagai pusat konseling,
karena konseli adalah orang yang paling tahu tentang dirinya dan dapat menemukan tingkah laku
yang pantas bagi dirinya. Pendekatan berpusat pada pribadi mendapatkan sambutan positif dari
berbagai kalangan baik ilmuwan maupun praktisi hingga saat ini karena dirasa masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan.
2) Konsep Dasar
a) Hakikat Manusia
Pendekatan konseling berpusat pribadi memiliki pandangan bahwa individu pada dasarnya
baik. Rogers menyatakan bahwa manusia memiliki karakteristik positif, berkembang ke arah
yang lebih baik (aktualisasi diri), konstruktif, realistik, dan dapat diandalkan (Gladding, 2012).
Pandangan lain tentang hakikat manusia dalam perspektif pendekatan konseling berpusat
pribadi (Thompson et.al., 2004) bahwa setiap manusia:
(1)memiliki worth dan dignity dalam diri sehingga layak diberikan penghargaan (respect)
(2)memiliki kapasitas dan hal untuk mengatur dirinya sendiri (tendency toward self-
actualization) dan mendapat kesempatan membuat penilaian yang bijaksana
(3)dapat memilih nilainya sendiri (internal locus of self evaluation sebagai lawan dari external
locus of self evaluation)
(4)dapat belajar untuk bertanggungjawab secara konstruktif
(5)memiliki kapasitas untuk mengatasi perasaan, pikiran dan tingkah lakunya sendiri
(6)memiliki potensi untuk berubah secara konstruktif dan dapat berkembang ke arah hidup yang
penuh dan memuaskan (fully functioning person and satisfying life) atau aktualisasi diri.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dijelaskan secara rinci hakikat manusia
menurut pendekatan berpusat pribadi adalah sebagai berikut.
(1)Manusia mempunyai potensi untuk memahami diri dan mengatasi masalahnya sendiri
Setiap manusia memiliki kapasitas dan potensi untuk memahami keadaan yang
dialaminya dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik. Kemampuan untuk
memahami segala hal yang terjadi dalam diri seseorang adalah salah satu cara untuk
menekan kecemasan yang dirasakannya. Ketika seseorang berada dalam kondisi tertentu
yang mengancamnya, maka mereka akan berusaha menggunakan kemampuannya untuk
mengarahkan, membimbing, mengatur dan mengendalikan dirinya pada kondisi yang lebih
baik.
(2)Berkembang ke arah yang lebih baik (aktualisasi diri)
Kecenderungan manusia untuk berkembang ke arah lebih baik merupakan wujud dari
aktualisasi diri. Manusia memiliki dorongan untuk mengembangkan kapasitasnya yang
mengarah kepada perilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mereproduksi
dirinya menuju keutuhan dan pemuasan dari potensinya. Meskipun manusia memiliki
keinginan untuk memelihara status quo, mereka juga bersedia untuk belajar dan berubah.
Kebutuhan untuk menjadi lebih baik, berkembang dan meraih perubahan disebut
peningkatan diri. Kebutuhan untuk meningkatkan diri terlihat dari kemauan manusia belajar
suatu hal yang tidak menguntungkan mereka secara langsung. Setiap orang memiliki
kesadaran, terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak. Relevansi
dengan pendirian Rogers, bahwa manusia bersedia untuk menghadapi ancaman dan rasa
sakit karena kecenderungan dasar biologis untuk sebuah organisme memenuhi sifat
alamiahnya yang mendasar. Pada dasarnya, aktualisasi diri merupakan penggerak yang
paling umum dan memotivasi keberadaan, serta mencakup tindakan yang mempengaruhi
orang tersebut secara keseluruhan. Para ahli teori berpusat pada pribadi yakin bahwa masing-
masing individu mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupannya.
(3)Manusia melakukan sesuatu berdasarkan persepsinya (subjektif)
Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal
dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsikannya. Oleh karena itu,
persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subyektif. Secara umum, perilaku
seseorang dapat diamati dari sudut pandang orang luar atau sudut pandang orang yang
berperilaku itu sendiri. Dapat dijelaskan bahwa dalam melihat perilaku berasal dari kerangka
acuan eksternal maupun dari kerangka acuan internal-subjektif atau perseptual. Persepsi
konseli dianggap sebagai persepsinya tentang realitas. Satu-satunya realitas yang mungkin
diketahui orang adalah dunia yang dipersepsinya dan dialaminya secara individual pada saat
itu.
(4)Setiap manusia pada dasarnya baik sesuai dengan harkat dan martabat
Menurut Rogers, manusia adalah makhluk yang unik dan positif. Manusia pada
dasarnya bermartabat dan berharga serta memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai
hal yang baik bagi dirinya. Kebutuhan dan anggapan positif terhadap manusia merupakan
kebutuhan yang dipelajari dan dikembangkan sejak masa bayi. Apabila individu
memperoleh penghargaan positif dari lingkungannya, ia akan dapat berkembang secara
positif. Karakter baik yang dimiliki manusia akan menciptakan hubungan yang baik pula.
Kapasitas untuk menjalin hubungan pribadi yang baik ditunjukkan dengan cara menerima
orang lain sebagai pribadi yang unik, menghargai orang lain, menjalin hubungan dengan
terbuka dan bebas, serta mengkomunikasikan kesadaran tentang diri. Hubungan yang terjalin
ini ditandai oleh sikap saling peduli terhadap perkembangan kedua belah pihak.
(5)Dapat bertanggung jawab dan konstruktif
Manusia dipandang sebagai individu yang memiliki tanggung jawab atas
perkembangan pribadinya (personal responsibility), bukan hanya merasa bertanggungjawab
kepada orang lain. Kepercayaan pada otoritas dalam dirinya memberikan pengaruh terhadap
penerimaan tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab untuk berbeda dengan
orang lain. Orang yang mampu bertanggungjawab secara pribadi, mampu memegang
kendali terhadap kehidupan mereka. Pengakuan terhadap tanggung jawab pribadi
merupakan bagian sentral dari Self concept orang-orang efektif. Filosofi person centered
mencakup aspek Self control, Self help, dan personal power, dengan harapan dalam konteks
hubungan yang peduli. Oleh karena itu, secara mendasar manusia itu baik, dapat dipercaya,
dan konstruktif tidak merusak dirinya.
Sifat manusia dalam konseling person centered dipandang sebagai individu yang memiliki
potensi, beraktualisasi diri, memiliki kebaikan yang positif, memiliki kerangka referensi
perseptual (subjektif), serta bertanggungjawab dan konstruktif. Konseling person centered
berakar pada kesanggupan individu untuk sadar dan mampu membuat keputusan sendiri.
Asumsi dasarnya dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian konselor, konseli
mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-
awareness. Konseli diberdayakan melalui partisipasi mereka dalam hubungan konseling.
Mereka mewujudkan potensi mereka untuk tumbuh, utuh, spontan, dan diarahkan dari motivasi
internal (inner-directed).
b) Struktur Kepribadian
Pendekatan berpusat pribadi dibangun atas dua hipotesis dasar yaitu: (1) setiap orang
memiliki kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan ketidakbahagiaan dan
mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik, (2) kemampuan seseorang untuk
menghadapi keadaan ini dapat terjadi dan ditingkatkan jika konselor menciptakan kehangatan,
penerimaan, dan memahami relasi konseling yang sedang dibangun (Corey, 2016).
Sejak awal, Rogers menekankan pada cara kepribadian itu berubah dan berkembang, bukan
pada aspek struktural kepribadian. Namun, jika ditinjau dari hakikat pribadi manusia, Rogers
mengajukan tiga konstruk pokok dalam teorinya yaitu:
(1)Organisme, adalah individu itu sendiri yang mencakup aspek fisik maupun psikologis.
Organisme merupakan suatu kebulatan diri baik secara pikiran, perasaan, tingkah laku,
wadah fisik baik disadari maupun tidak mereaksi sebagai kebulatan terhadap medan
fenomena untuk memuaskan kebutuhannya dalam menghadapi pengalaman. Organisme
mungkin melambangkan kesadaran, menolak atau mengabaikan. Jika dijelaskan secara
lebih rinci, pengertian organisme mencakup tiga hal yaitu:
(a) Makhluk hidup; organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan
psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial
terdapat dalam kesadaran setiap saat yaitu persepsi seseorang mengenai event yang
terjadi di dalam diri dan di dunia eksternal.
(b) Realitas subjektif; organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
Realita adalah medan persepsi yang yang sifatnya subjektif, bukan fakta benar-salah.
Realita subjektif yang menentukan/ membentuk tingkah laku.
(c) Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian
akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
(2)Medan fenomena (phenomenal field), adalah semua hal yang dialami individu (dunia
pribadi) dan menjadi sumber kerangka acuan internal dalam memandang kehidupan. Dunia
pengalaman individu tersebut terus berubah baik secara internal maupun eksternal, dan
beberapa peristiwa ada yang diamati secara sadar dan ada yang tidak. Dengan kata lain,
medan fenomena merupakan pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi
individu, dapat berupa pengetahuan, pengasuhan orang tua, dan hubungan pertemanan.
Deskripsi tentang medan fenomena dijelaskan sebagai berikut.
(a) Medan fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan
pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar)
(b) Medan fenomena meliputi pengalaman yang: (a) disimbolkan (diamati dan disusun
dalam diri sendiri); (b) disimbolkan tetapi diingkari/ dikaburkan (karena tidak
konsisten dengan struktur dirinya); (3) tidak disimbolkan atau diabaikan (karena
diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang
disimbolkan itu disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan itu tidak
disadari.
(c) Semua persepsi bersifat subjektif, benar bagi dirinya sendiri
(d) Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui
inferensi empatik, pengetahuan yang diperoleh itupun tidak akan sempurna.
(3)Self, adalah struktur kepribadian yang sebenarnya. Self dipandang sebagai interaksi antara
organisme (individu) dengan medan fenomena yang kemudian membentuk self
(“I”/”me”/”saya”). Kesadaran tentang self membantu seseorang membedakan dirinya
Contoh Ideal Self dan Real Self
Seorang siswa mengira bahwa dia adalah siswa yang pintar dan tidak pernah
menyontek, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar dengan tingkah lakunya yang
bertentangan dengan pikiran itu. Siswa tersebut ternyata berkali-kali mencoba
menyontek dan jarang mengerjakan tugas-tugas sekolah. Padahal, seharusnya sebagai
siswa ia tidak boleh bertindak begitu.
Pengalaman nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya
ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana.
dengan orang lain. Self dibagi menjadi dua yaitu real self (keadaan diri individu saat ini)
dan ideal self (keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa
yang ingin dicapai oleh individu itu). Untuk menemukan Self yang sehat (the real Self),
individu butuh penghargaan, kehangatan, perhatian, dan penerimaan tanpa syarat. Namun,
jika seseorang akan merasa berharga hanya bila bertingkahlaku sesuai yang dikehendaki
orang lain maka yang akan terbentuk adalah ideal Self. Ketidaksesuaian antara ideal self
dan real self, munculah masalah.
Gambar 1.2 Contoh Ideal Self dan Real Self
c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam pendekatan konseling berpusat pribadi, seseorang dikatakan menjadi pribadi yang
bermasalah secara psikologis apabila mengalami kondisi penghargaan bersyarat, inkongruensi
(tidak kongruen), memiliki sikap defensif (membela diri) dan disorganisasi. Adapun penjelasan
asumsi tingkah laku bermasalah sebagai berikut.
(1)Penghargaan bersyarat (conditions of worth)
Penghargaan bersyarat muncul saat penghargaan positif dari significant other memiliki
persyaratan, saat individu tersebut merasa dihargai dalam beberapa aspek dan tidak dihargai
dalam aspek lainnya. Penghargaan bersyarat menjadi kriteria penerimaan atau penolakan
terhadap pengalaman seseorang. Apabila individu melihat orang lain menerimanya tanpa
melihat tindakannya, maka dipercaya bahwa individu tersebut dihargai tanpa syarat. Akan
tetapi, bila individu tersebut memiliki persepsi bahwa beberapa perilaku yang dilakukannya
mendapat persetujuan atau tidak, maka individu tersebut melihat bahwa penghargaan
bersifat kondisional. Dari setiap tahap perkembangan, ketika individu seringkali melihat
keluar diri untuk arahan dan panduan maka individu tersebut akan cenderung menjadi tidak
kongruen atau tidak seimbang. Sebagai contoh, ketika orang tua mendidik anak dengan
pendekatan penghargaan bersyarat, berarti orang tua telah memaksa anak untuk
menginternalisasi norma orangtuanya, dan apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan
norma tersebut dia akan merasa berharga. Anak terpaksa menghambat perkembangan
berbagai potensinya (yang tidak sesuai dengan norma orangtuanya), mereka menjadi tidak
bebas dan terhambat dalam mengembangkan aktualisasi dirinya.
(2)Inkongruensi
Organisme dan self merupakan dua entitas yang dapat kongruen satu sama lain ataupun
tidak. Ketidakseimbangan psikologis dapat dimulai saat seseorang gagal mengenali
pengalaman organismiknya sebagai pengalaman diri, yaitu ketika orang tersebut tidak secara
akurat membuat simbolisasi dan pengalaman organismiknya ke dalam kesadaran, karena
pengalaman tersebut terlihat tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang muncul.
Inkongruensi antara konsep diri dan pengalaman organismik adalah sumber gangguan
psikologis. Keadaan individu yang kongruensi dan tidak kongruensi dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 1.3 Individu yang kongruen dan inkongruen
Penghargaan bersyarat yang diterima pada awal masa kanak-kanak dapat
mengakibatkan konsep diri yang salah. Terkadang individu berperilaku dalam bentuk yang
memelihara dan meningkatkan kecenderungan aktualisasinya, tapi di saat yang lain individu
tersebut dapat bertindak dalam bentuk yang dirancang untuk memelihara dan meningkatkan
Picture B. Picture A.
Gambar A = keadaan
individu yang kongruen
(ideal self dan real self )
Gambar B individu yang
tidak kongruen
(Sumber: Pietrofesa, D.,
Leonard, G dan Hoose
WV.,1978).
konsep diri yang berasal dari ekspektasi dan evaluasi orang lain atas dirinya. Ada beberapa
kondisi akibat inkongruensi yaitu:
(a)Kerentanan; manusia menjadi rentan saat tidak menyadari perbedaan antara diri
organimiknya dengan pengalaman diri yang signifikan. Semakin besar inkongruensi
antara konsep diri dengan pengalaman organismiknya maka akan semakin rentan individu
tersebut. Kurangnya kesadaran atas inkongruensi membuat orang rentan berperilaku
dalam cara-cara yang tidak dapat dimengerti tidak hanya oleh orang lain tetapi juga
dirinya sendiri.
(b)Kecemasan; diartikan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan atau tekanan dari
sumber yang tidak diketahui. Saat seseorang mulai secara samar menyadari bahwa ada
perbedaan antara pengalaman organismik dan konsep dirinya mulai masuk dalam ranah
kesadaran maka orang tersebut akan merasa cemas.
(c)Ancaman; merupakan kesadaran bahwa diri seseorang tidak lagi utuh (kongruen).
Kondisi saat seseorang mulai menyadari inkongruensi atas pengalaman organismik
dengan persepsi terhadap diri menunjukkan bahwa kecemasan mulai berubah menjadi
ancaman. Kecemasan dan ancaman dapat merepresentasikan cara menuju kesehatan
psikologis karena pertanda bahwa pengalaman organismik tidak konsisten dengan konsep
dirinya.
(3)Sikap defensif
Reaksi yang umumnya dilakukan untuk menghindari ketidak konsistenan antara
pengalaman organismik dan diri yang dirasakan dengan cara defensif. Sikap defensif adalah
perlindungan terhadap konsep diri dari kecemasan dan ancaman dengan penyangkalan atau
distorsi dari pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri. Konsep diri terdiri dari
banyak kalimat pendeskripsian diri, sehingga konsep diri memiliki banyak sisi. Pada
umumnya, cara defensif untuk melindungi konsep diri adala distorsi dan penyangkalan.
Dengan distorsi, seseorang melakukan kesalahpahaman dari sebuah pengalaman agar sesuai
dengan salah satu aspek konsep dirinya. Sementara, dengan penyangkalan seseorang
menolak menghayati pengalaman dalam kesadaran atau menahan beberapa aspek dari
pengalaman tersebut agar tidak mencapai simbolisasi. Distorsi dan penyangkalan membuat
individu mengacuhkan atau menutup pengalaman baru yang mungkin saja menjadi
penyebab kecemasan yang tidak menyenangkan atau ancaman.
(4)Disorganisasi
Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau terjadi secara bertahap selama rentang
waktu yang panjang. Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku secara
konsisten dengan pengalaman organismiknya dan kadang sesuai dengan konsep diri yang
hancur. Sebagai contoh, seorang wanita yang sopan dan santun, tiba-tiba mulai
menggunakan bahasa yang kasar dan vulgar. Perilaku dapat menjadi tidak terorganisasi atau
bahkan menjadi psikotik apabila pertahanan seseorang tidak bekerja dengan benar.
3) Tujuan dan Proses Konseling
a) Tujuan Konseling
Konseling berpusat pribadi bertujuan agar individu (konseli) dapat mencapai karakteristik
pribadi yang beraktualisasi diri (self actualizing) atau berfungsi penuh (fully functioning
person). Rogers menekankan bahwa orang perlu bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi
berbagai situasi, salah satu caranya dengan “membantu konseli menjadi orang yang berfungsi
penuh (fully functioning person) yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk
menghadapi pengalaman sehari-hari” (Rogers, 1977; Gladding, 2012).
Gambar 1.4 Ciri manusia yang berfungsi secara penuh
Karakteristik individu yang dapat mengaktualisasikan diri dan berfungsi sepenuhnya (fully
functioning person) adalah sebagai berikut:
(1)Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to experience)
Keterbukaan terhadap pengalaman meliputi kemampuan untuk melihat realitas tanpa
terganggu untuk menyesuaikan pada self structure yang telah terbentuk sebelumnya.
Individu menjadi lebih terbuka yang berarti individu tersebut lebih menyadari realitas yang
ada di dalam diri dan luar dirinya, memiliki keyakinan yang tidak kaku, terbuka terhadap
pengetahuan baru, dapat berkembang dan toleran terhadap ambiguitas. Adanya keterbukaan
dan kesadaran terhadap pengalaman akan membantu pertumbuhan dalam menoleransi
keberagaman makna dirinya. Terbuka terhadap pengalaman memungkinkan tingkah laku
Manusia yang berfungsi secara penuh (fully functioning person) cirinya :
(1)Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to experience)
(2)Memiliki kepercayaan pada diri sendiri (self-trust)
(3)Mengevaluasi berdasar internalnya sendiri (internal source evaluation)
(4)Keinginan berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue
growing)
lebih efisien sebab mendorong lebih meluasnya medan persepsi, sehingga cenderung
berperilaku atas dasar pilihan daripada keharusan. Keterbukaan juga mengembangkan sikap
spontan dan kreatif, karena individu tidak dihalangi oleh kondisi yang menghambat.
(2)Kepercayaan pada diri sendiri (self-trust)
Pada awal proses konseling, kepercayaan diri konseli biasanya sangat rendah sehingga
tidak dapat mengambil keputusan secara mandiri. Ketika konseli lebih terbuka, maka akan
dapat mengembangkan kepercayaan kepada diri secara perlahan. Orang yang berfungsi
sepenuhnya tidak akan bergantung pada orang lain untuk mengarahkan mereka, karena
menyadari bahwa kriteria terbaik dalam mengambil keputusan adalah mempercayai
perasaan internal yang dirasa benar daripada ajaran orang tua atau peraturan masyarakat.
Namun, ketika mengambil keputusan juga perlu mempertimbangkan secara jelas hak dan
perasaan orang lain.
(3)Mengevaluasi berdasar internalnya sendiri (internal source evaluation)
Sumber internal evaluasi berarti bahwa individu mencari pada diri sendiri tentang
jawaban atas masalah eksistensi diri (introspeksi diri). Individu dibantu untuk memahami
diri dan mengambil keputusan secara mandiri tentang hidupnya.
(4)Keinginan berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue growing)
Pembentukan self dalam proses on becoming merupakan inti dari tujuan pendekatan
berpusat pribadi. Self bukan dipandang sebagai produk dari proses konseling. Meskipun
tujuan konseling adalah self yang berhasil, yang paling penting adalah proses berkelanjutan
di mana konseli mendapatkan pengalaman baru dan mendapatkan kesadaran diri. Konseli
bisa jadi menjalani proses konseling untuk mencari formula penyelesaian masalahnya guna
membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka sadar bahwa pertumbuhan adalah
suatu proses yang berkesinambungan. Para konseli selama proses konseling berada dalam
proses pengujian persepsi dan kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman-
pengalaman baru, bahkan beberapa revisi untuk menemukan cara yang tepat.
Karakterisktik fully functioning person tersebut memberikan frame kerja untuk memahami
arah proses konseling. Konselor tidak memilih tujuan konselingnya bagi konseli, melainkan
memfasilitasi konselinya melalui penciptaan hubungan terapeutik. Konseling pada dasarnya
bertujuan mereorganisasi konsep diri konseli melalui fasilitasi sikap genuineness, emphaty, dan
unconditional positive regard. Tujuan konseling tercapai yang ditandai dengan kondisi
hubungan konseling yang fasilitatif yaitu konselor dan konseli berada dalam kontak psikologis,
konseli berada dalam ketidakserasian, konselor berada dalam keadaan keserasian, konselor
memberikan penghargaan positif tanpa syarat, konselor memahami dunia internal konseli dan
mengkomunikasikannnya kepada konseli, dan konseli menyadari kongruensi, penerimaan
positif tidak bersyarat, dan empati konselor (Corey, 2016). Adapun penjelasan lebih rincinya
sebagai berikut.
(1) Kongruen (congruence) atau keaslian (genuineness)
Kongruen berarti konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan
otentik. Cirinya mengakui (mengasimilasi/menyimbulkan) atas segala pengalamannya
sebagai miliknya sendiri (congruence between self and experience). Sebai lawannya,
mengaburkan atau menolak pengalamannya sendiri (incongruence between self and
experience). Kongruensi konselor meliputi perasaan dan pikiran yang ada dalam dirinya
(inner) dengan perasaan, pandangan, dan tingkah laku yang diekspresikan (outer). Ciri
konselor yang kongruen meliputi: (1) menjadi pribadi konselor yang utuh, genuine dengan
dirinya sendiri dalam proses terapeutik, tanggap terhadap perubahan pikiran, perasaan dan
persepsi yang terjadi selama proses terapeutik serta (2) mampu memunculkan pribadi aslinya
secara tepat kepada konseli (Palmer, 2000).
Gambar 1.5 Contoh respon genuine konselor
Konselor yang otentik menampilkan diri yang spontan dan terbuka baik perasaan dan
sikap yang ada dalam dirinya serta dapat berkomunikasi secara jujur dengan konseli.
Konselor dapat menampilkan sikap impulsif dan berbagai perasaan maupun pikirannya
kepada konseli. Konselor diharapkan mampu melakukan self disclosure (keterbukaan diri)
Contoh respon genuine konselor:
Konseli : “Saya tersesat, benar-benar tersesat. Saya tidak tahu arah tujuan.
Konselor : Kamu merasa tersesat dan tidak yakin kemana arah tujuan yang
akan kamu capai. Saya merasa bahwa kamu sedang putus asa
dan saya di sini untukmu dalam masa sulitmu.
Berdasarkan pernyataan di atas, konselor mengekspresikan
dirinya dengan terbuka, secara genuine mampu berempati kepada konseli,
sadar terhadap apa yang dirasakan konseli, dan bisa mengekpresikan
keinginan konselor untuk membantu konseli. Keaslian konselor tidak
berarti bahwa konselor mengungkapkan semua perasaannya kepada
konseli, tetapi konselor mampu mengatur dan menggunakan perasaannya
sesuai dengan konteksnya dalam hubungan terapeutik.
sesuai dengan kondisi konseli dan substansi topik yang dibahasa dalam proses konseling.
Kondisi ini sangat mungkin dilakukan apabila konselor mendengarkan konseli secara
sungguh-sungguh dan memahami perasalahannya. Keaslian konselor terlihat melalui respon
konseli yang muncul secara alamiah, asli, tidak dibuat-buat.
(2) Penerimaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance)
Unconditional positif regard berarti bahwa konselor tidak melakukan penilaian dan
penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan perilaku konseli berdasarkan standar norma
tertentu. Acceptance menunjukkan penghargaan yang spontan terhadap konseli dan
menerimanya sebagai individu yang unik. Penerimaan bertujuan untuk membangun
hubungan terapeutik menjadi lebih konstruktif. Bagi konselor, kemampuan acceptance dan
unconditional positive regard tidak mungkin muncul sepanjang waktu, harusnya lebih sering
ditampilkan dalam hubungan konseling yang konstruktif.
Contoh respon unconditional positive regard konselor:
Konseli : “Saya sudah merasa putus asa terhadap situasi ini”.
Konselor : “Baiklah, saya masih ingin membuat janji bertemu denganmu lagi.
Saya ingin menyampaikan kepadamu jika masalah ini terlalu berat
untukmu, jangan ragu untuk menghubungi saya. Dan jika kamu harus
memutuskan untuk menyerah, saya akan mengapresiasi jika Anda
juga memberitahuku, sehingga saya bisa mengetahuinya lebih awal.
Saya tidak akan mencoba melarangmu, saya hanya ingin bertemu.”
Konseli : “Saya mungkin menyerah saat ini. Di mana, saya tidak tahu tapi saya
juga tidak peduli”.
Konselor: “Saya merasa bahwa Anda sudah membuat keputusan. Dan
keputusan yang Anda buat adalah menyerah tanpa menyelesaikan
masalah. Anda hanya akan menyerah? Hmm...”
Konseli : “(bergumam dengan nada putus asa) Itulah sebabnya saya ingin
menyerah, karena saya tidak peduli apa yang akan terjadi.”
Konselor : Hmm.. Jadi Anda ingin menyerah karena sudah tidak peduli dengan
dirimu sendiri. Anda hanya tidak peduli dengan apa yang terjadi. Hal
yang ingin saya katakan bahwa saya peduli dengan dirimu dan saya
peduli dengan apa yang akan terjadi. Bagaimanapun juga hal ini dapat
membuat perasaanmu tercurahkan. Anda hanya menangis dan
menangis dan menangis dan merasa sangat buruk. (Konseli terus
menangis, nafasnya terengah-engah)”.
Konselor : “Saya bisa merasa kan betapa buruknya apa yang Anda rasakan.
Anda hanya terisak dan tersedu.” (Konseli menangis sambil terisak-
isak).
Berdasarkan pernyataan di atas, konselor mampu memunculkan kepedulian dan
kehangatan untuk konseli. Nada suara dan kata-kata konselor harus kongruen
karena dianggap sebagai bentuk mengekspresikan penerimaan dan kepedulian.
Gambar 1.6 Contoh respon unconditional positive regard konselor
(3) Pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic understanding)
Empathy atau deep understanding adalah kemampuan konselor untuk memahami
permasalahan konseli, melihat melalui sudut pandang konseli, peka terhadap perasaan
konseli, sehingga konselor mengetahui bagaimana konseli merasakan perasaannya.
Konselor diharapkan memahami permasalahan tidak hanya pada permukaan, tetapi lebih
dalam pada kondisi psikologis konseli. Empati efektif dalam perubahan psikologis konseli
karena membuat konseli dapat mendengarkan diri mereka sendiri dan akhirnya menjadi
konselor bagi dirinya. Bagi Rogers, empati adalah proses karena tidak hanya sekedar
merefleksikan perasaan konseli atau mengulangi kata-kata konseli (Sharf, 2012).
Contoh respon empathic understanding konselor:
Konseli : “Saya merasa tidak pernah baik bagi orang lain, tidak pernah dan tidak
akan pernah bisa.”
Konselor: “Itu yang Anda rasakan saat ini? Anda merasa tidak baik terhadap diri
Anda sendiri dan tidak untuk siapapun. Hanya karena itu Anda merasa
tidak berharga? Perasaan itu benar-benar buruk. Hanya karena itu
Anda merasa tidak baik sama sekali?”
Konseli : “Ya (bergumam dengan suara rendah dan putus asa) itu yang dikatakan
oleh temanku beberapa hari yang lalu”.
Konselor : “Apakah teman Anda itu benar-benar mengatakan jika Anda tidak
baik? Apakah itu yang kamu katakan? Benarkah demikian?”
Konseli : “M-hm..”
Konselor:“Saya menangkap bahwa seseorang telah mengungkapkan sesuatu hal
padamu mengenai apa yang dia pikirkan tentangmu? Mengapa dia
mengatakan padamu jika kamu tidak baik sama sekali. Dan itu telah
menghancurkan keyakinan yang telah kamu pahami saat ini (konseli
menangis dengan tenang). Itulah yang membuatmu menangis.”
Konseli : “M-hm..”
Konseli : “(agak menantang) saya tidak peduli.”
Konselor : “Anda mengatakan pada diri sendiri bahwa Anda tidak peduli sama
sekali, tetapi entah bagaimana saya mengira sebagian dari diri Anda
peduli karena sebagian dari Anda menangis karenanya. Saya mengira
sebagian dari dirimu merasakan, ‘saat ini Anda dipukul, seolah-olah
Anda tidak pernah mendapatkan pukulan selama hidup Anda sampai
Anda merasa ada seseorang yang tidak menyukai Anda. Orang yang
Anda maksud saat ini mulai dekat dengan Anda dan dia tidak
menyukai Anda. Saya mengatakan saya tidak peduli. Saya tidak akan
membiarkan hal itu membuat perbedaan bagiku, tetapi air mata
mengalir di pipi. ”
Berdasarkan pernyataan di atas, konselor menunjukkan empatinya dengan
memahami aspek kognitif konseli, gesture konseli, emosional dan respon intuisi.
Gambar 1.7 Contoh respon empathic understanding konselor
b) Peran dan Fungsi Konselor
(1) Peran Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu
Peran konselor dalam konseling person centered berakar pada cara dan sikap konseli, bukan
teknik untuk membuat konseli untuk "melakukan sesuatu hal." Penelitian konseling person
centered menunjukkan bahwa sikap konseling tersebut memfasilitasi perubahan kepribadian
pada konseli, bukan pada pengetahuan, teori, atau teknik konselor. Pada dasarnya, konselor
berperan dirinya sebagai instrumen perubahan. Teori person centered menyatakan bahwa fungsi
konseling untuk ada dan terbuka serta berfokus pada pengalaman langsung konseli. Pertama
dan terpenting konselor harus bersedia untuk hadir dalam hubungan dengan konseli. (Corey,
2016).
Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Pada pendekatan berpusat
pada orang konselor adalah ahli proses tersebut dan ahli penelitian (mengenai konseli tersebut)
kesabaran adalah kuncinya (Glading 2009:245). Peran konselor adalah fasilitator dan reflektor.
Disebut fasilitator karena konselor memfasilitasi atau mengakomodasi konseli mencapai
pemahaman diri. Disebut reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali
kepada konseli perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap konselor sebagai
representasi orang lain. Di titik ini konselor client centered tidak berusaha mengarah kepada
pendemensian dunia batin konseli melainkan lebih fokus ke penyediaan sebuah iklim yang di
dalamnya konseli dimampukan membawa perubahan dalam dirinya. (Gibson, 2010: 216).
(2) Peran dan Fungsi Konselor dalam seting Konseling Kelompok
Pendekatan yang berpusat pada konseli menekankan kualitas pribadi pemimpin kelompok
daripada teknik terkemuka. Fungsi utama dari fasilitator adalah menciptakan iklim menerima
dan penyembuhan dalam kelompok. Konseling ini sebaiknya dianggap sebagai "cara hidup"
daripada "cara melakukannya." Rogers menulis bahwa peran konselor adalah menjadi
pendamping bagi konseli dalam perjalanan mereka menuju penemuan diri. Ketika fasilitator
dapat mencapai tingkat "menjadi" daripada "melakukan", mereka bisa memasuki keadaan
integrasi dari tindakan mereka yang menyerupai praktisi master dalam seni dan ilmu.
Pendekatan kelompok yang berpusat pada konseli menekankan sikap tertentu dan
keterampilan sebagai bagian penting dari gaya fasilitator: mendengarkan secara aktif dan
sensitif, menerima, memahami, menghormati, mencerminkan, mengklarifikasi, meringkas,
berbagi pengalaman pribadi, merespons, menghadapi dan melibatkan konseli lain dalam
kelompok, pergi dengan aliran kelompok daripada mencoba untuk mengarahkan cara kelompok
yang terjadi, dan menegaskan kapasitas anggota untuk menentukan nasib sendiri. Kualitas
relasional lainnya dan sikap yang dianut konseli yang berpusat pada konselor meliputi
penerimaan terhadap pengalaman, kontak dan keterlibatan, sebuah aliansi terapi, dialog otentik,
pemahaman pengalaman konseli, dan harapan mengenai kapasitas konseli untuk hubungan
(Cain, 2010).
c) Pengalaman Konseli
Perubahan dalam konseling tergantung pada pandangan konseli baik dari pengalaman
mereka sendiri dalam konseling atau sikap dari konselor. Jika konselor menciptakan suasana
yang kondusif untuk penjelajahan diri, konseli memiliki kesempatan untuk menjelajahi
berbagai pengalamannya yang meliputi perasaan, keyakinan, perilaku, dan cara pandang.
Perubahan yang dituju ialah perubahan dalam konsep diri supaya lebih sesuai dengan
pengalaman nyata yang dihadapi. Konseli dianggap mampu mencapai perubahan itu, bahkan
cenderung untuk mengusahakannya karena dorongan naluri untuk mencari perkembangan diri
yang optimal dan maksimal. Pada dasarnya konseli berakhlak baik dan cenderung bertindak
konstruktif. Semua itu lama-kelamaan akan muncul dengan sendirinya dan membawa konseli
ke penyelesaian masalah yang menguntungkan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Dalam proses konseling perhatian konseli dipusatkan pada keadaan sekarang ini tanpa
menggali- gali secara mendalam sejarah perkembangan rasa iri dalam hatinya. Konselor tidak
mencoba untuk mengadakan diagnosis yaitu mencari sebab musabab dalam sejarah hidup
sehingga mulai tampaklah suatu hubungan sebab akibat. Tugas konselor adalah membantu
konseli mengakui dan mengungkapkan seluruh perasaan yang dialami sekarang ini serta
menghayatinya dengan harapan konseli pada suatu ketika akan meninjau segala perasaan itu
secara lebih obyektif dengan mengambil jarak dari dirinya sendiri.
d) Tahapan Konseling
Pendekatan person centered adalah proses konseling yang fleksibel dan tergantung dari
proses komunikasi antara konselor dan konseli. Suasana konseling dalam pendekatan person
centered perlu adanya suatu hubungan interpersonal yang efektif, sehingga dapat terjalin
hubungan baik dari awal dan hal ini akan memberikan dampak positif dalam keberlangsungan
proses konseling. Tahapan dalam konseling berpusat pribadi dijelaskan dalam beberapa tahap
sebagai berikut:
(1) Menciptakan kondisi dan hubungan fasilitatif
Tahap pertama dalam konseling berpusat pribadi biasanya konseli “enggan
berkomunikasi dengan dirinya sendiri apalagi orang lain”. Komunikasi dianggap sebagai
kegiatan yang (semata-mata) bersifat eksternal. Perasaan dan pemahaman individu tidak
dihayati layaknya bagian dari hidup seseorang. Kedekatan dan relasi komunikatif dianggap
berbahaya. Konseli merasa bahwa dirinya baik-baik saja atau jauh dari masalah, sehingga
tidak ada hal yang perlu dirubah atau diperbaiki. Dalam mengikuti konseling, individu
tidak berangkat dari kesadarannya sendiri. Oleh karena itu, untuk memberikan kesadaran
kepada konseli, maka konselor perlu melakukan beberapa hal yaitu:
(a) Membina hubungan baik dengan konseli dengan menerapkan sikap dasar guna
memfasilitasi perubahan terapeutik pada konseli.
(b) Mendengarkan bahasa verbal dan non verbal konseli
(c) Memahami kerangka acuan sudut pandang dalam diri konseli (internal frame of
reference)
Setelah terjalin hubungan baik, konselor perlu menyediakan kondisi fasilitatif untuk
mendorong penerimaan diri konseli agar lebih terbuka. Konseli perlahan mulai berani
mengungkapkan ekspresi-ekspresi tertentu, meskipun tidak terkait dengan topik diri sendiri
secara langsung. Masalah tetap dianggap sebagai objek eksternal dan konseli merasa bahwa
itu bukan bagian dari tanggung jawab pribadinya. Perasaan mungkin saja nampak, tapi
tidak atau belum dihayati konseli. Konseli mungkin mengikuti proses konseling dengan
kesadaran diri, namun seringkali mereka tidak menunjukkan perkembangan atau kemajuan
yang berarti.
(2) Memberikan kebebasan konseli untuk mengekspresikan perasaannya
Ketika konseli dapat menerima dirinya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk
bebas berekspresi. Konseli relatif lebih bebas dalam berekspresi, terutama terkait dengan
dirinya sendiri. Perasaan di masa lalu dan pemahaman terhadap diri sendiri biasanya
bersifat negatif mampu diungkapkan, meski hanya disertai sedikit penerimaan. Konseli
akan benar-benar siap melakukan konseling pada langkah ini.
(3) Mengidentifikasi perasaan konseli
Mendorong konseli mampu menafsirkan makna akan pengalaman yang telah
dilaluinya, menjabarkan perasaan-perasaan yang muncul, komitmen untuk
bertanggungjawab terhadap masalahnya. Penerimaan, pemahaman, dan empati yang
muncul dalam diri konseli di tahap sebelumnya dibutuhkan untuk bergerak ke tahap
berikutnya. Perasaan konseli yang muncul jauh lebih mendalam, meskipun tidak
berlangsung terus-menerus. Pada tahap ini rasa takut, enggan, dan ketidakpercayaan masih
menyertai konseli dalam berinteraksi dengan konselor. Pada tahap ini, konseli mampu
menafsirkan makna akan pengalaman yang telah dilaluinya, menjabarkan perasaan-
perasaan yang muncul, komitmen untuk bertanggung jawab terhadap masalahnya.
(4) Mengembangkan pemahaman konseli
Membebaskan konseli untuk jauh lebih menyelami pengalamannya dan bebas
berekspresi, kendati masih ada sedikit rasa takut dan tidak percaya. Dalam tahap ini,
konseli jauh lebih menyelami pengalamannya dan bebas berekspresi, kendati masih ada
sedikit rasa takut dan tidak percaya. Mereka juga semakin tegas mengungkapkan rasa dan
makna, serta tanggung jawab yang diterima. Konseli bergerak menuju kehidupannya
sebagai organisme, mengikuti perasaan yang muncul.
Membantu konseli menerima keadaan dirinya apa adanya sebagaimana yang dia
persepsikan tanpa rasa takut, penolakan atau pengabaian. Pada tahap ini, konseli menjadi
lebih cepat menyadari perasaan yang muncul. Pengalaman dan perasaan yang menyertai
diterima apa adanya, tanpa rasa takut, penolakan, atau pengabaian. Sebuah pengalaman
menjadi hidup, tidak semata (sekedar) dirasakan. Individu sebagai objek mulai tidak
tampak. Inkongruensi menjadi kongruen. “Diferensiasi pengalaman semakin tajam dan
mendasar. Dalam fase ini, tidak ada lagi ‘masalah’, ruang eksternal dan internal. Konseli
menjadi menghayati hidupnya, subyektif, dan menyelami realitas yang dihadapi.
Keseluruhan hal tersebut bukan lagi objek”. Secara fisiologis, rasa lega yang muncul dalam
diri konseli membuatnya merasa nyaman dan rileks.
(5) Merefleksikan pengalaman untuk terbuka pada perubahan
Mendorong konseli untuk memiliki kesadaran untuk merefleksikan pengalaman,
terbuka terhadap pengalaman dan semakin percaya diri untuk mengalami proses hidup
walau sesulit apapun. Tahap ini, konseli tampak lebih ‘menikmati’ proses. Mereka dapat
menyerap pengalaman dan perasaan-perasaan baru yang melimpah dengan cepat serta
menggunakannya sebagai pedoman untuk mengenal diri sendiri, apa yang diinginkan, dan
bagaimana sikapnya selama ini. Pengalaman akan perasaan yang berubah benar-benar
dihayati misalnya kepercayaan muncul sebagai bagian dari hidup menjadi makhluk
organis. Individu menjadi lebih subjektif dan memiliki kesadaran untuk merefleksikan
pengalaman, semakin percaya diri untuk mengalami proses dibanding hanya sekedar
mempersepsikan objek. Pengalaman yang mampu disadari akan mengarahkan individu
untuk menentukan pilihan efektif. Tahap ini, meski tidak banyak konseli yang melaluinya,
ditandai dengan karakteristik berupa keterbukaan akan pengalaman yang menuntun hidup
menjadi bergerak dan berkualitas. Sebagai simpulan, proses tersebut melibatkan: (1)
perasaan yang lega; (2) perubahan pada sikap terhadap pengalaman; (3) perubahan dari
inkongruensi menjadi kongruen; (4) muncul keinginan dalam diri individu untuk
mengkomunikasikan dirinya sendiri dalam suasana tersbuka; (5) peta kognitif konseli
menjadi lebih luas; (6) adanya perubahan hubungan antara individu dengan masalah yang
dihadapi; serta (7) perubahan sikap individu dalam berelasi dengan lingkungannya.
e) Teknik Konseling
Sebagian besar pendekatan konseling memiliki teknik konselingnya masing-masing. Pada
pendekatan berpusat pribadi ini, orientasinya menekankan pada hubungan konseli-konselor
dengan teknik keterampilan komunikasi konseling. Teknik sifatnya sekunder dibandingkan
sikap konselor selama proses konseling. Pendekatan berpusat pribadi meminimalkan teknik-
teknik direktif, penafsiran, tanya jawab, penyelidikan, diagnosis, dan pengumpulan sejarah.
Proses konseling berpusast pribadi lebih memaksimalkan pada aspek mendengarkan dan
mendengar aktif, pemantulan perasaan, dan klarifikasi. Keterlibatan penuh dari konselor
sebagai pribadi dalam hubungan konseling lebih ditekankan.
Dalam konseling person centered, penekanan teknik konseling yang digunakan lebih kepada
kepribadian, keyakinan dan sikap konselor. Teknik dasar komunikasi konseling berpusat
pribadi (Eliason & Smith, dalam Erford, 2004) antara lain: (1) active listening; (2) reflection of
thoughts and feelings; (3) clarification; (4) summarization; (5) confrontation; (6) open-ended
statements.
Konselor dengan pendekatan berpusat pribadi memiliki peran penting dalam memberikan
bantuannya melalui keterampilan komunikasi konseling. Pada dasarnya, keterampilan dasar
konseling yang diaplikasikan dalam konseling berpusat pribadi yaitu:
(1)Acceptance (penerimaan), adalah bentuk perilaku konselor yang ditunjukkan pada konseli
sebagai penerapan sikap dasarnya yang ditunjukkan konselor dengan: 1) menerima apa
adanya konseli sebagai pribadi yang unik, 2) tidak menolak (alih-alih menyalahkan apa yang
dikatakan konseli), dan 3) tidak menyetujui apa yang dikatakan konseli. Teknik acceptance
mencakup non verbal (mimik wajah, kontak mata, gestur tubuh) dan verbal. Modalita verbal
meliputi respon verbal minimal (seperti “ya...ehm..oh...”) dan respon verbal lengkap yang
terdiri dari: (a) kata subjek, (b) penerimaan; (c) kata situasi (contoh: “Saya mengerti (b) apa
yang Andi (a) katakan ketika orang tua tidak setuju dengan keputusanmu (c)”).
(2)Lead/ Open Question (teknik bertanya), merupakan tindakan konselor dengan mengajukan
pertanyaan kepada konselor agar memperoleh informasi yang spesifik. Bertanya merupakan
salah satu bentuk teknik pengarahan (lead) yang dibedakan menjadi lead umum dan lead
khusus. Modalita yang biasanya digunakan untuk teknik bertanya misalnya: “Apa..?”,
“Bagaimana...?”, “Kapan..?”, “Siapa..?”, “Mengapa…?”, “Di mana...?” dan berbagai kata
tanya lainnya. Komponen teknik bertanya meliputi 1) kata tanya (sebagai pembuka), dan (2)
kalimat informasi yang berkaitan dengan arah atau tujuan dari pembicaraan. Contoh lead
umum: “Bagaimana (1) Anda memandang dirimu saat ini setelah orangtuamu tidak
menyetujui pilihanmu (2)?”
(3)Restatement dan Paraphrasing (Pengulangan penyataan dan Parafrase), tujuannya untuk
menunjukkan kepada konseli bahwa konselor senantiasa memperhatikan informasi yang
disampaikan konseli. Restatement adalah keterampilan untuk mengulang/ menyatakan
kembali sebagian pernyataan konseli yang dianggap penting. Restatement biasanya terdiri
dari dua atau tiga kata yang dianggap mewakili ide pokok dari pernyataan konseli. Parafrase
adalah mengulang kalimat/ pernyataan singkat konseli secara utuh, apa adanya, tanpa
merubah maknanya. Perubahan kata bisa dilakukan untuk rasionalnya kalimat namun
perubahan itu tidak menggeser arti kata atau kalimat konseli. Parafrase memiliki dua
komponen, yaitu 1) kata-kata inti atau kata-kata yang mendapat penekanan, dan 2) kata
pelengkap. Parafrase seringkali diawali dengan modalita yang merupakan kata pembuka,
seperti: “Anda katakan...”, “Keterangan Anda menunjukkan...”, “Menurut Anda...”,
“Menurut tangkapan saya ...” Kata-kata pembuka selanjutnya diikuti dengan komponen
dalam parafrase. Berikut ini contoh penggunaan teknik parafrase:
Konseli : “Orang tua saya tidak menyetujui keinginan saya di jurusan Teknik Mesin.”
Respon Restatement Konselor
Konselor : “Orang tua tidak setuju..” (pernyataan fokus pada aksen)
Respon Parafrase Konselor
Konselor : “Menurut Anda, orangtua Anda tidak setuju (1) kalau Anda masuk Jurusan
Teknik Mesin (2).”
(4)Reflection of thoughts and feelings (pemantulan pikiran dan perasaan), yaitu keterampilan
yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan (terdapat pesan emosi) yang berisi
tafsiran pikiran perasaan yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan/ sikap baik positif
maupun negatif yang terkandung di balik pernyataan konseli. Komponen dari keterampilan
pemantulan perasaan adalah (1) kata dugaan merupakan kata pendahuluan yang modalitanya
contohnya rupa-rupanya.., tampaknya.., kelihatannya.., rasa-rasanya.., kedengarannya..,
nada-nadanya.., agaknya.., mungkin.., barangkali..; (2) kata perasaan atau pikiran contohnya
positif (seperti bahagia, gembira, senang), negatif (marah, malu, benci), dan ambivalensi
atau perpaduan antara afeksi positif dengan negatif (seperti bingung, bimbang, ragu); (3)
kata situasi (keterangan). Contoh penggunaan teknik pemantulan perasaan:
Konseli: “Pak, saya sudah belajar dengan giat sebelum menghadapi UAS, tetapi nilai yang
saya terima jauh di bawah yang saya harapkan”.
Konselor: “Sepertinya Anda merasa kecewa terhadap nilai UAS yang Anda terima saat ini”.
(5)Clarification (klarifikasi), keterampilan yang digunakan untuk mengungkapkan kembali isi
pernyataan konseli dengan menggunakan kata-kata baru dan segar atau suatu keterampilan
yang merumuskan inti-inti kalimat dan gagasan konseli dalam bentuk lain dengan makna
sama. Tujuan klarifikasi mengungkap isi pesan utama konseli dan memperjelas isi pesan
yang diungkap konseli. Komponen teknik klarifikasi antara lain: (1) kata kunci penegas
modalitanya antara lain “Pada dasarnya..”, “Pada pokoknya…”, “Pada intinya…”, “Singkat
kata…”, “Dengan kata lain…”, “Maksudnya…”, “Pendek kata …”, “Artinya…”, “Pada
prinsipnya...”, “Jelasnya…” dan sebagainya.; (2) kata subjek; (3) predikat. Ada dua jenis
klarifikasi yaitu: (1) klarifikasi tak langsung dan (2) klarifikasi tak langsung. Contoh bentuk
penerapan teknik klarifikasi antara lain:
Klarifikasi tak langsung:
Konselor: “Apa (1) yang Anda (2) maksud dengan ungkapan bahwa anda sayang orang tua
tapi tidak bisa memenuhi harapannya (3)?”
Klarifikasi langsung:
Konseli: “Begini Pak, saya sekarang ini dalam keadaan sulit. Setelah lulus nanti saya ingin
berwiraswasta dengan membuka usaha kecil-kecilan di rumah, tetapi ibu
menginginkan saya jadi pegawai negeri. Katanya, jadi pegawai negeri itu lebih
tenang dibandingkan dengan jadi seorang wirausahawan.”
Konselor: “Pada dasarnya (1) Anda (2) memiliki perbedaan keinginan dengan ibu Anda
dalam hal pilihan pekerjaan.”
(6)Confrontation (Konfrontasi), adalah teknik untuk menunjukkan adanya kesenjangan,
diskrepansi atau inkronguensi dalam diri konseli lalu konselor mengumpanbalikkan kepada
konseli. Komponen teknik konfrontasi meliputi (1) kata pembuka/penggugah contoh
modalitanya harap anda cermati…”, “sadari hal menarik bahwa…”, “perlu diperhatikan...”,
“sangat mengesankan bahwa...”; (2) pesan yang “dipertentangkan” contoh modalitanya
“…dari antara...ada yang...”; “..sementara...juga…”; “…anda katakan di awal tadi
bahwa...dan terakhir…; “tadi anda mengatakan….terakhir terdengar...”, dan (3) kata atau
kalimat tanya contoh modalitanya “...apakah ini berarti ...?”, “...ada penjelasan apa?”, “...apa
yang Anda maksudkan...?”. Contoh penggunaan berbagai bentuk teknik konfrontasi
misalnya:
(a)Antara dua pernyataan verbal
Konseli: “Bu, dalam pesta ulang tahun kemarin malam, Adi duduk dengan Ani sahabat
saya. Saya sih tidak apa-apa dan gak cemburu, cuma saya pikir mestinya ia
menghargai perasaan saya sebagai pacarnya”
Konselor: “Harap anda cermati, tadi anda mengatakan tidak cemburu kalau pacar anda
duduk dengan sahabat Anda, sementara Anda juga mengatakan bahwa mestinya
pacar Anda menghargai perasaan Anda...bagaimana maksudnya ini, apa ini
bukan suatu kontradiksi?”
(b)Antara pernyataan verbal dengan tindakan
Konseli: “Udah 2 hari ini saya marah banget dengan Adi gara-gara dia menghilangkan
buku catatan saya, dan saya janji nggak ingin melihat mukanya apalagi
menghubunginya apapun itu…menyebalkan !!!... tadi malam saya berusaha
menelpon ia berkali-kali untuk membuat perhitungan dengan dia”
Konselor: “Anda tadi mengatakan marah dan sebal dengan Adi karena ia menghilangkan
buku catatan Anda dan Anda tidak ingin lagi menghubunginya sementara tadi
malam Anda berusaha menelepon Adi berkali kali. Bagaimana Anda
menjelaskan tentang hal ini?”
(c)Antara pernyataan dan tingkah laku non verbal
Konseli: “Pak saya ikut senang sekali Feri menikah dengan gadis pilihannya (berbicara
dengan suara yang rendah, muram sambil mengeluarkan air mata dan
menundukan kepala) ”
Konselor: “Saudara tadi mengatakan ikut senang dengan pernikahan Feri, sementara
Anda menangis, muram dan berbicara dengan suara rendah yang ini menurut
saya mencerminkan rasa sedih. Bagaimanakah kiranya ini?”
(d)Antara dua tingkah laku non verbal
Konseli: (mengeluarkan air mata dan mata memerah) (pesan non verbal 1) dan (mulut
terrtawa terbahak-bahak) (pesan non verbal 2)
Konselor: “Cukup terkesan saya, Anda menangis sambil tertawa; bisakah Anda
menjelaskannya?”
(7)Reassurance (penguatan/dukungan), adalah keterampilan/teknik konselor untuk
memberikan dukungan/penguatan terhadap pernyataan positif konseli agar menjadi lebih
yakin dan percaya diri. Reassurance terdiri atas prediction reassurance, postdiction
reassurance, dan factual reassurance. Contoh aplikasinya:
(a)Prediction Reassurance (Penguatan prediksi), dilakukan konselor terhadap
pernyataan/rencana positif yang akan dilaksanakan konseli. Contoh:
Konseli : “Pak nilai semester ini bagi saya adalah nilai yang sangat mengecewakan, hal
ini terjadi karena saya memang malas belajar, namun mulai semester depan saya
akan belajar dengan giat dan selalu belajar walaupun tidak ada ulangan.
Konselor : “Bagus sekali, jika anda mulai semester dapan akan belajar lebih giat dan
selalu belajar walaupun tidak ada ulangan tidak mustahil nilaimu akan lebih baik
dari semester ini”.
(b)Posdiction Reassurance (Penguatan postdiksi), adalah penguatan/dukungan konselor
terhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan konseli dan tampak hasil yang
diperoleh dari apa yang dilakukan oleh konseli tersebut. Contoh:
Konseli : “Pak dua hari yang lalu saya bertengkar dengan adik saya gara-gara saya secara
tidak sengaja menumpahkan air di kertas pekerjaan rumahnya dan semenjak itu
dia tidak mau menyapa ataupun tersenyum pada saya meskipun kami satu
rumah, tetapi saya berusaha menjelaskan kepada adik dan meminta maaf atas
kesalahan saya itu. Ya...Alhamdulillah Pak sekarang adik saya mulai menyapa
saya dan tidak marah lagi kepada saya.
Konselor : “Bagus sekali, setelah anda berusaha menjelaskan dan meminta maaf atas
kesalahan yang anda perbuat ternyata adik anda sekarang dapat memaafkan
dan bersikap baik kepada anda”.
(c)Factual Reassurance (Penguatan factual), merupakan penguatan konselor untuk
mengurangi beban penderitaan secara psikis konseli dengan cara mengumpulkan
bukti/fakta bahwa kejadian yang tidak diharapkan yang menimpa konseli bila dialami
oleh orang lain akan memberi dampak yang sama atau relatif sama dengan apa yang
dialami oleh konseli. Contoh:
Konseli : “Bu, selama ini saya dan adik selalu dekat dan saya sangat menyayanginya,
tetapi Bu saya tidak mengira kemarin saya dapat telpon dari ayah kalau adik
saya meninggal karena jatuh dari sepeda motor. Kejadian ini sangat memukul
dan membuat saya sedih”.
Konselor : “Setiap kakak yang menyayangi adiknya sudah barang tentu merasa terpukul
dan sedih ketika mendengar kabar adik yang sangat disayanginya meninggal”.
(8)Summary (merangkum), adalah teknik konselor/konseli untuk membuat simpulan mengenai
apa yang telah dibicarakan dalam sesi konseling. Beberapa bentuk teknik perangkuman
yaitu: (1) perangkuman bagian langsung dan tak langsung; 2) perangkuman
keseluruhan/perangkuman akhir: langsung dan tak langsung. Komponen teknik merangkum
meliputi: (1) kata penggugah perhatian modalitanya “sampai pada pembicaraan kita
sekarang ini...”; “sejak awal pembicaraan kita sampai menit-menit ini…”; “di tengah-tengah
pertemuan ini…”; “dari apa yang Anda bicarakan…”; (2) kata isyarat dan kata kunci
perangkuman modalitanya “…hal penting…”; “…inti perbincangan kita…”; “…pokok-
pokok pembicaraan…”; “…ada dua (atau tiga, empat dan seterusnya) hal yang penting
yaitu…”; (3) paduan isi, topik atau rangkuman. Contoh penggunaan summary:
Konselor: “Di tengah-tengah pertemuan ini (1) hal penting dari pembicaraan kita (2) yaitu
pertama cara belajar Anda, kedua perilaku bergaul dengan teman, dan ketiga
hubungan dengan pacar (3)”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik dalam konseling person centered adalah
acceptance, reassurance, reflection of feeling, lead/ open question, active listening,
restatement, paraprashing, clarification, summary, interpretation, konfrontation. Teknik ini
dilakukan karena konseling person centered lebih menekankan pada bagaimana seorang
konseli menyelesaikan masalahnya dengan mengandalkan potensi yang ada pada dirinya.
c. Pendekatan Konseling Gestalt
1) Latar Belakang
Konseling Gestalt dikembangkan oleh Frederick S. Perls (1893-1970). Konseling gestalt
adalah suatu pendekatan yang eksistensial, fenomenologis, dan berpijak pada premis bahwa
individu harus mengerti konteks hubungan dengan lingkungannya (Corey, 2016). Pendekatan
fenomenologi bermaksud untuk berada sedekat mungkin dengan pengalaman konseli, untuk
berada dalam situasi “disini dan kini” (here-and-now) daripada melakukan interpretasi konseli,
dimaksudkan untuk menolong konseli menyelidiki/ menjelajahi dan menjadi sadar akan
bagaimana dia membentuk kesan tentang dunianya. Dengan demikian, pendekatan
fenomenologi menolong konseli untuk memahami “siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia
sebenarnya”.
Menurut Perls, individu itu selalu aktif sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah dari
bagian-bagian atau organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan
suatu koordinasi semua bagian tersebut. Individu yang sehat adalah yang seimbang antara
ikatan organisme dengan lingkungan. Perls mengatakan bahwa konsep kepribadian yang
disusun oleh Freud tidak sempurna, sebab Freud tidak merumuskan lawan superego atau kata
hati dengan jelas dan nyata. Perls menyebut superego itu sebagai “top dog” sebagai lawan dari
“under dog”. Superego berkaitan dengan kekuasaan, kebenaran, dan kesempurnaan “top dog”
menghukum individu dengan keharusan, keinginan, dan ketakutan akan ancaman (bahaya).
Sedangkan “under dog” menguasai individu dengan penekanan yang baik dan kesadaran
mempertahankan diri. Menurut Perls, individu tersiksa oleh kedua kekuatan dari dalam
tersebut, yaitu “top dog” dan “under dog” yang selalu berlomba ingin mengontrolnya. Konflik
ini tidak pernah sempurna dan merupakan suatu bentuk penyiksaan diri (self-torture). Oleh
karena itu, pertentangan antara keberadaan sosial dengan biologis merupakan konsep dasar
konseling gestalt. Perls berpendapat, banyak sekali manusia yang mencoba menyatakan apa
yang seharusnya daripada apa yang sebenarnya. Dengan demikian, terjadi perbedaan aktualisasi
diri dan aktualisasi gambaran diri.
2) Konsep Dasar
a) Hakikat Manusia
Teori Gestalt adalah sebuah pendekatan esensial berdasarkan premis bahwa orang harus
mencari sendiri jalan hidupnya dan mau menerima tanggung jawab kalau mereka ingin
mencapai kedewasaan (Corey, 2016). Seperti yang dikutip oleh George dan Cristiani (1995),
Passons mendata delapan asumsi dasar hakikat manusia dalam konseling Gestalt dalam Gibson
& Mitchell (2011) yaitu:
(1) Individu saling tersusun sepenuhnya dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Tak satupun
dari bagian ini (tubuh, emosi, pikiran, sensasi dan persepsi) bisa dimengerti jika terpisah
dari keseluruhan konteks pribadinya.
(2) Individu-individu juga bagian dari lingkungannya sendiri dan tidak bisa dimengerti jika
terpisah darinya.
(3) Individu-individu memilih cara mereka untuk merespon stimuli eksternal dan internal,
karena mereka adalah aktor bukan reaktor.
(4) Individu-individu memiliki potensi untuk menyadari sepenuhnya semua sensasi, pikiran,
emosi dan persepsi.
(5) Individu-individu sanggup melakukan pilihan tertentu karena sadar betul akan dirinya,
lingkungannya dan kebutuhannya.
(6) Individu-individu memiliki kapasitas untuk mengatur hidup mereka sendiri secara efektif.
(7) Individu-individu tidak mengalami masa lalu dan masa depan, mereka dapat mengalami
hanya diri mereka di masa kini (di sini dan sekarang).
(8) Individu pada dasarnya bukan baik atau buruk.
Dari asumsi ini kita bisa menyimpulkan konselor Gestalt memiliki pandangan positif
mengenai kapasitas individu untuk mengarahkan diri. Lebih jauh lagi, konseli harus didukung
untuk menggunakan kapasitas ini dan mengambil tanggung jawab bagi hidupnya sendiri dan
untuk melakukannya sekarang, di masa kini, ia harus mengalami di sini dan sekarang.
Sementara itu menurut Gibson & Mitchell (2011), fokus utama pendekatan ini adalah masa
kini, di sini dan saat ini (the present, the here, and now). Implikasinya, masa lalu sudah berlalu,
dan masa depan belum tiba sehingga hanya masa kini yang penting.
b) Struktur Kepribadian
Gestalt adalah kata dalam bahasa Jerman yang berarti bentuk atau kesatuan; berarti
juga wholes (menyeluruh). Gestalt didasarkan pada field teori yang didasarkan prinsip bahwa
organisme harus dilihat dalam lingkungannya, atau dalam kontek, sebagai bagian dari field yang
terus berubah. Konseling Gestalt bertumpu pada prinsip bahwa segala sesuatu adalah relasional
(berkaitan), dalam perubahan yang terus menerus, saling terkait, dan dalam proses. Konselor
Gestalt memperhatikan dan mengeksplorasi apa yang terjadi antara orang dan lingkungan.
Parlett (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang terjadi antara konselor dengan konseli
didasarkan pada field/ di mana manusia itu berada dengan keterkaitan yang terjadi antara dirinya
dengan lingkungan.
Menurut konselor Gestalt, proses formulasi figur yang mendeskripsikan bagaimana
individu mengatur pengalaman dari waktu ke waktu, berawal dari field persepsi visual Dalam
konseling Gestalt, field berdiferensiasi menjadi latar depan (figure) dan latar belakang (ground).
Dalam konseling Gestalt, field berdiferensiasi menjadi latar depan (figure) dan latar belakang
(ground). Proses formasi figur melacak bagaimana beberapa aspek dari field lingkungan
muncul dari latar belakang dan menjadi titik fokus dari perhatian dan minat individu. Selain itu,
beberapa asumsi teori Gestalt dalam memandang struktur kepribadian (Yusuf, 2016) yaitu:
(1) Holisme vs dichotomy
Organisme manusia dilihat sebagai satu kesatuan dan menolak terhadap dichotomy atau
divisi-divisi. Dalam hal ini maksudnya bahwa aktivitas mental dan fisik tidak dapat
dipisahkan karena manusia itu menyatu dengan lingkungan di mana dia hidup. Manusia
yang sehat dilihat dari keseimbangan yang ada di dalam dirinya.
(2) Homeostatis
Homeostatis atau regulasi diri merupakan proses organisme mengembalikan ketika
equilibriumnya terganggu tuntutan atau kebutuhan. Organisme memiliki kecenderungan
untuk membentuk keseimbangan, jika organisme mengalami disequilibrium berarti bahwa
dirinya sakit.
(3) The contact boundary
Manusia dan lingkungan mempunyai hubungan saling menguntungkan yang tidak dapat
dipisahkan. Untuk mengkaji tentang hubungan ini, Perls menyatakan konsep “the ego
boundary (batas ego)” yang di dalamnya terdapat dua komponen antara self dan orang lain
yaitu identifikasi dan alienasi (pengasingan). Identifikasi berarti bahwa saya lebih bernilai
dari orang lain yang merupakan hasil dari kedekatan, kooperasi dan cinta. Contohnya jika
istri dihina, maka suami akan merasa terhina juga. Di sisi lain, alienasi berkembang dari
situasi penolakan, konflik dan diskriminasi. Batas ego akan membentuk polaritas daya tarik
dan penolakan, sehingga segala hal yang ada di dalam batas tersebut menjadi akrab dan
baik sementara segala hal yang ada di luar batas tersebut menjadi asing dan buruk. Konsep
penting lainnya terkait hubungan organisme adalah “the contact boundary” yaitu batas
organisme dengan lingkungan yang di dalamnya terjadi peristiwa psikologis seperti
pikiran, perasaan dan tindakan. Ketika organisme melakukan kontak dengan lingkungan
berarti membentuk gestalt sementara melarikan diri dari lingkungan berarti menutup
gestalt. Ide tentang baik-buruk, benar-salah merupakan bagian dari boundary. Mekanisme
contact boundary disturbance terjadi melalui introjeksi, projeksi, dan konfluensi. Introjeksi
adalah proses pengakuan atau pemilikan sesuatu yang ada pada dirinya padahal sebenarnya
milik orang lain. Contohnya seorang anak ketika memilih pilihan studi lanjut mengikuti
pilihan orang tuanya. Projeksi adalah lawan dari introjeksi karena memandang sesuatu
secara nyata bagian dirinya dilihat juga sebagai bagian dari lingkungan. Konfluensi
menunjukkan tidak adanya batasan atau perbedaan antara diri seseorang dengan orang lain.
Misalnya suami yang tidak dapat menerima perbedaan istrinya dengan dirinya.
(4) The self and self actualization
Dalam pendekatan gestalt, self akan membentuk figur dan latar, koordinasi motorik dan
kebutuhan organic, mengintegrasikan perasaan, serta menemukan makna hidup. Self
merupakan bagian dari identifikasi dan alienasi. Hal ini dapat dicontohkan seseorang dapat
akrab dengan teman (identifikasi) namun sekaligus juga merasa asing dari orang yang tidak
dikenal (alienasi). Self actualization yang tepat dapat membantu mengidentifikasi self,
mencegah hal-hal yang menghalangi kreativitas, dan mengalienasi segala sesuatu yang
tidak layak. Aktualisasi diri yang sehat mendasarkan prinsip bahwa diri seseorang adalah
apa adanya dan harus menerima keadaan tersebut.
c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam pendekatan Gestalt, perilaku individu yang bermasalah terjadi terjadi karena
beberapa keadaan, di antaranya:
(1) Pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah
kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam sedangkan Under dog adalah
keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.
(2) Perkembangan yang terganggu karena terjadi ketidakseimbangan antara apa-apa yang
harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self)
(3) Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, serta
(4) Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi
Keadaan-keadaan tersebut diatas kemudian membentuk pribadi yang bermasalah yang
dapat terlihat dalam bentuk perilaku seperti kepribadian yang kaku (rigid), tidak mau bebas-
bertanggung jawab, tetapi ingin tetap tergantung, menolak berhubungan dengan lingkungan,
pemeliharaan unfinished business, menolak kebutuhan diri sendiri serta melihat diri sendiri
dalam kontinum “hitam-putih”.
3) Tujuan dan Proses Konseling
a) Tujuan Konseling
Menurut Yontef dan Jacobs (2005) dalam Nelson (2011) melihat bahwa satu-satunya
tujuan konseling gestalt adalah kesadaran. Kesadaran yang meningkat dan kaya, dengan
sendirinya dan kekuatannya sendiri, dilihat sebagai memiliki daya pertumbuhan. Tanpa
kesadarn konseli tidak memiliki sarana untuk bisa mengubah kepribadian. Dengan kesadaran
memiliki kapasitas untuk mengahadapi dan menerima bagian keberadaan mereka yang mereka
ingkari dan berhubungan dengan pengalaman dan dengan realitas.
Konseli datang ke konselor Gestalt karena berada dalam krisis eksistensial. Arah sasaran
umum dari proses konseling Gestalt diberikan garis besarnya oleh Zinker (1978) dalam Corey
(2016), sebagai pertumbuhan dari pertemuan teraputik murni, maka diharapkan konseli akan:
(1)Maju ke arah peningkatan kesadaran akan diri.
(2)Secara bertahap mengasumsikan kepemilikan pengalaman (sebagai lawan dari menjadikan
orang lain bertanggung jawab akan apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan lakukan)
(3)Mengembangkan kemampuan, potensi dan memiliki nilai yang akan membuat mereka
berpuas diri dengan kebutuhan mereka sendiri tanpa harus melanggar hak orang lain.
(4)Menjadi sadar akan seluruh perasaannya.
(5)Belajar untuk menerima tanggung jawab akan apa yang mereka lakukan, termasuk juga
menerima konsekuensi akan semua tingkah laku mereka.
(6)Beranjak dari dukungan dari luar menuju ke dukungan internal yang makin meningkat.
(7)Masih juga mampu meminta dan mendapatkan pertolongan dari orang lain serta memberikan
pertolongan kepada orang lain.
Konseling Gestalt juga memiliki tujuan utamanya yaitu pengintegrasian kepribadian. Di
dalam terminologi populernya, ini bisa disebut “menyatukan semuanya bersama-sama”. Perls
(1948) dalam Gibson & Mitchell (2011) menyatakan bahwa ketika konseli telah selesai
ditangani terdapat persyaratan dasar yang akan dipenuhi seperti perubahan dalam cara pandang,
teknik mengekspresikan diri dan pengasimilasian yang tepat, serta kemampuan meluaskan
kesadaran hingga tataran verbal. Konseli kemudian mencapai kondisi integrasi yang membantu
perkembangannya lebih jauh, dan ia sekarang juga bisa merasa aman dengan dirinya.
b) Peran dan Fungsi Konselor
(1) Peran Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu
Satu fungsi yang penting dari konselor Gestalt adalah memberikan perhatian pada
bahasa tubuh konselinya. Isyarat-isyarat nonverbal dari konseli menghasilkan informasi yang
kaya bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering “mengkhianati” perasaan-perasaan
konseli, yang konseli sendiri tidak menyadarinya. Perls (dalam Corey, 2016) mengatakan
bahwa postur, gerakan-gerakan, mimik-mimik muka, keraguan, dan sebagainya, dapat
menceritakan kisah yang sesungguhnya. la mengingatkan bahwa komunikasi verbal sering
mengandung kebohongan dan bahwa jika konselor terpusat pada isi, maka dia kehilangan
esensi pribadi konseli.
Konseling Gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan konseli, kesadaran atas saat
sekarang, pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah
kosongkan pikiran Anda dan capailah kesadaran. Ada beberapa tugas konselor dalam
konseling Gestalt yaitu sebagai berikut:
(a)Menantang konseli. Dengan cara ini konseli belajar menggunakan kesadarannya secara
penuh. Konselor menghindari intelektualisasi abstrak, diagnosis, penafsiran, dan ucapan
yang berlebihan. Konselor dianjurkan untuk menggunakan pengalamannya sendiri sebagai
bahan yang esensial dalam proses konseling Polsters dan Polsters (Corey, 2016). Menurut
mereka konselor bukanlah semata-mata responder, pemberi umpan balik, atau katalisator
yang tidak mengubah diri sendiri. Jika konselor ingin berfungsi secara efektif, maka dia
harus selaras baik dengan konselinya maupun dengan dirinya sendiri. Jadi yang berubah
bukan hanya konseli melainkan juga konselor.
(b)Membantu konseli dalam melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada
dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Jalan buntu adalah titik tempat
individu menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam karena dia merasa
tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan terhadap langkah menghadapi diri sendiri dan
terhadap perubahan. Membantu konseli untuk menembus jalan buntu sehingga
pertumbuhan bisa terjadi.
(c)Membantu konseli agar menyadari dan menembus jalan buntu dengan menhadirkan
situasi-situasi yang mendorong konselinya itu untuk keterpakuannya, konseli mampu
berhubungan dengan frustasi-frustasinya.
(d)Menyajikan situasi yang menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan
konseli kepada titik tempat dia menghadapi suatu putusan apakah akan atau tidak akan
mengembangkan potensi-potensinya.
(e)Memberikan perhatian pada bahasa tubuh konselinya. Isyarat-isyarat non verbal dari
konseli menghasilkan informasi yang kaya bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering
“mengkhianati” perasaan-perasaan konseli, yang konseli sendiri tidak menyadarinya.
Konselor harus waspada terhadap celah-celah dalam perhatian dan kesadaran, dan dia harus
mengawasi ketidakselarasan antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan oleh
konseli dengan tubuhnya. Perhatian terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh konseli
secara nonverbal akan sangat membantu, dan konselor perlu berfokus pada isyarat-isyarat
nonverbal.
(2) Peran dan Fungsi Konselor dalam seting Konseling Kelompok
Pemimpin Gestalt berfokus pada kesadaran, kontak, dan model konselor mengalami.
proses interaksi yang berguna dengan mengungkapkan sendiri dengan cara menyadari dan
mengalaminya. Pemimpin secara aktif terlibat dengan anggota kelompok dan dapat
menggunakan pengungkapan diri sebagai cara untuk meningkatkan hubungan dan
menciptakan rasa kebersamaan dalam kelompok. Pemimpin dapat berbagi banyak tentang diri
mereka sendiri dengan tetap berpegang pada apa yang mereka alami pada saat dalam
kelompok, tanpa mengungkapkan banyak tentang diri mereka di luar kelompok. Ketika para
pemimpin berbagi persona mereka) reaksi terhadap apa yang terjadi dalam kelompok,
termasuk bagaimana mereka terpengaruh oleh apa yang mereka mendengar dan mengamati,
hal ini dapat sangat membantu. Pengungkapan masalah pribadi atau kehidupan di luar
kelompok harus dilakukan dengan intensionalitas dan melayani kebutuhan kelompok.
Ahli konseling kelompok, berfungsi seperti seniman, menciptakan percobaan dengan
konseli untuk meningkatkan jangkauan mereka perilaku. Fungsi pemimpin adalah untuk
menciptakan suasana dan struktur di mana kreativitas sendiri kelompok dan cipta dapat
muncul (Zinker, 1978). Misalnya, tema kesepian mungkin muncul dalam kelompok. Di sini
tugas utama pemimpin adalah untuk mengatur tema ini dengan menghubungkan anggota satu
sama lain dan menemukan cara untuk melibatkan kelompok secara keseluruhan dalam
mengeksplorasi kesepian.
Konselor Gestalt menganggap peran aktif dengan menggunakan berbagai in-
terventions dan eksperimen untuk membantu anggota kelompok mendapatkan kesadaran dan
mengalami konflik internal dan interpersonal yang sepenuhnya. Gestalt Konseling
menggunakan metode kedua hubungan terapeutik mendukung dan aktif untuk membantu
anggota menemukan bagaimana mereka memblokir kesadaran mereka dan fungsi pribadi.
c) Pengalaman Konseli
Konselor Gestalt tidak membuat penafsiran yang menjelaskan dinamika perilaku
individu atau memberitahu konseli mengapa ia bertindak dengan cara tertentu karena mereka
bukan ahli pada pengalaman konseli. Sebaliknya, kebenaran adalah hasil dari pengalaman
bersama. Konseli dalam konseling Gestlat adalah peserta aktif yang membuat interpretasi
mereka sendiri melaluikebermaknaan. Merekalah yang meningkatkan kesadaran dan
memutuskan apa yang mereka akan atau tidak akan lakukan dengan makna pribadi mereka.
Miriam Polster (Corey, 2016) dijelaskan urutan tiga tahap integrasi yang mencirikan
pertumbuhan konseli dalam konseling:
(1) Bagian pertama dari urutan ini adalah konseli cenderung mencapai kesadaran baru tentang
diri mereka sendiri atau untuk memperoleh pandangan baru dari situasi yang lama, atau
mereka mungkin melihat baru dibeberapa orang yang berpengaruh dalam hidup mereka.
Situasi tersebut sering datang sebagai hal yang mengejutkan mereka.
(2) Tahap kedua dari urutan integrasi adalah akomodasi konseli mengakui bahwa mereka
memiliki pilihan. Konseli memulai dengan mencoba perilaku baru dalam lingkungan yang
mendukung konseling, dan kemudian mereka memperluas kesadaran mereka tentang
dunia. Dalam membuat pilihan baru konseli terkadang masih memiliki rasa canggung tetapi
dengan dukungan konseling konseli dapat memperoleh keterampilan dalam menghadapi
situasi sulit. Konseli cenderung untuk berpartisipasi dalam percobaan di luar lingkungan
konseling yang dapat dibahas dalam sesi konseling berikutnya.
(3) Tahap ketiga dari urutan integrasi adalah asimilasi yang melibatkan konseli belajar
bagaimana mempengaruhi lingkungan mereka. Pada fase ini konseli merasa mampu
menghadapi situasi yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka kini mulai
melakukan tindakan lebih dari sekedar pasif menerima lingkungan. Perilaku pada tahap ini
mungkin termasuk mengambil sikap pada masalah kritis. Akhirnya, konseli
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1
M5 kb1

More Related Content

What's hot

Bab i bimbingan konseling kel 1
Bab i bimbingan konseling kel 1Bab i bimbingan konseling kel 1
Bab i bimbingan konseling kel 1Desii Belawati
 
Peta kognitif pendekatan pada bk
Peta kognitif pendekatan pada bkPeta kognitif pendekatan pada bk
Peta kognitif pendekatan pada bkbaeniikhwati
 
Pendekatan konseling realitas
Pendekatan konseling realitasPendekatan konseling realitas
Pendekatan konseling realitasIFTITAH INDRIANI
 
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunseling
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunselingPSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunseling
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunselingAmin Upsi
 
01 pengenalan kaunseling
01 pengenalan kaunseling01 pengenalan kaunseling
01 pengenalan kaunselingridzuangrik
 
Nota ringkas edu 3107
Nota ringkas edu 3107Nota ringkas edu 3107
Nota ringkas edu 3107dhuhahuda
 
Pendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredPendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredmisbakhulfirdaus
 
Developing interpersonal skills a micro skills approach 4520210014-muhammad ...
Developing interpersonal skills  a micro skills approach 4520210014-muhammad ...Developing interpersonal skills  a micro skills approach 4520210014-muhammad ...
Developing interpersonal skills a micro skills approach 4520210014-muhammad ...MuhammadAldiansyah22
 
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...Dadang DjokoKaryanto
 
makalah klmpk 5 konseling.docx
makalah klmpk 5 konseling.docxmakalah klmpk 5 konseling.docx
makalah klmpk 5 konseling.docxAryaKusuma32
 
Makalah 3
Makalah 3Makalah 3
Makalah 3ayu01
 

What's hot (20)

Bab i bimbingan konseling kel 1
Bab i bimbingan konseling kel 1Bab i bimbingan konseling kel 1
Bab i bimbingan konseling kel 1
 
Peta Kognitif Client Centered
Peta Kognitif Client CenteredPeta Kognitif Client Centered
Peta Kognitif Client Centered
 
Peta kognitif pendekatan pada bk
Peta kognitif pendekatan pada bkPeta kognitif pendekatan pada bk
Peta kognitif pendekatan pada bk
 
Stereotaip dalam kaunseling silang budaya
Stereotaip dalam kaunseling silang budayaStereotaip dalam kaunseling silang budaya
Stereotaip dalam kaunseling silang budaya
 
Pendekatan konseling realitas
Pendekatan konseling realitasPendekatan konseling realitas
Pendekatan konseling realitas
 
PENDEKATAN TEORI REALITA
PENDEKATAN TEORI REALITAPENDEKATAN TEORI REALITA
PENDEKATAN TEORI REALITA
 
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunseling
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunselingPSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunseling
PSIKOLOGI KAUNSELING pengenalan psikologi kaunseling
 
82042645 edu3107-nota-padat
82042645 edu3107-nota-padat82042645 edu3107-nota-padat
82042645 edu3107-nota-padat
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
01 pengenalan kaunseling
01 pengenalan kaunseling01 pengenalan kaunseling
01 pengenalan kaunseling
 
Nota ringkas edu 3107
Nota ringkas edu 3107Nota ringkas edu 3107
Nota ringkas edu 3107
 
Pendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredPendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centered
 
pelaporan hasil pentadbiran ujian inventori personaliti DISC
pelaporan hasil pentadbiran ujian inventori personaliti DISCpelaporan hasil pentadbiran ujian inventori personaliti DISC
pelaporan hasil pentadbiran ujian inventori personaliti DISC
 
Teori kognitif
Teori kognitif  Teori kognitif
Teori kognitif
 
Developing interpersonal skills a micro skills approach 4520210014-muhammad ...
Developing interpersonal skills  a micro skills approach 4520210014-muhammad ...Developing interpersonal skills  a micro skills approach 4520210014-muhammad ...
Developing interpersonal skills a micro skills approach 4520210014-muhammad ...
 
Ppt client centered
Ppt  client centeredPpt  client centered
Ppt client centered
 
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
makalah klmpk 5 konseling.docx
makalah klmpk 5 konseling.docxmakalah klmpk 5 konseling.docx
makalah klmpk 5 konseling.docx
 
Terapi Realitas
Terapi RealitasTerapi Realitas
Terapi Realitas
 
Makalah 3
Makalah 3Makalah 3
Makalah 3
 

Similar to M5 kb1

Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)Dina Haya Sufya
 
S oalan tugasan 2(sahsiah)
S oalan tugasan 2(sahsiah)S oalan tugasan 2(sahsiah)
S oalan tugasan 2(sahsiah)pohliyuen
 
02 Psikologi
02   Psikologi02   Psikologi
02 PsikologiWanBK Leo
 
02 Psikologi
02   Psikologi02   Psikologi
02 PsikologiWanBK Leo
 
Konsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku ManusiaKonsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku Manusiapjj_kemenkes
 
Konsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku ManusiaKonsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku Manusiapjj_kemenkes
 
Asigment pembangunan sahsiah betul
Asigment pembangunan sahsiah betulAsigment pembangunan sahsiah betul
Asigment pembangunan sahsiah betulSiti Jaharah Muhamad
 
Pendekatan konseling behavioral
Pendekatan konseling behavioralPendekatan konseling behavioral
Pendekatan konseling behavioralmisbakhulfirdaus
 
Materi psikologi pendidikan 1
Materi psikologi pendidikan 1Materi psikologi pendidikan 1
Materi psikologi pendidikan 1jaffichawindy
 
Konsep perkembangan dalam konstelasi
Konsep perkembangan dalam konstelasiKonsep perkembangan dalam konstelasi
Konsep perkembangan dalam konstelasiarlanridfan farid
 
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranTeori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranharjunode
 
Model Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docxModel Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docxSALMIARISAM
 
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELING
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELINGPOWER POINT PSIKOLOGI KONSELING
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELINGMuhammad_Rijal94
 
Makalah tentang dasar
Makalah tentang dasarMakalah tentang dasar
Makalah tentang dasarbkupstegal
 
Teorikaunseling
TeorikaunselingTeorikaunseling
Teorikaunselingeswoo
 

Similar to M5 kb1 (20)

Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
 
S oalan tugasan 2(sahsiah)
S oalan tugasan 2(sahsiah)S oalan tugasan 2(sahsiah)
S oalan tugasan 2(sahsiah)
 
Pendekatan bk
Pendekatan bkPendekatan bk
Pendekatan bk
 
02 Psikologi
02   Psikologi02   Psikologi
02 Psikologi
 
02 Psikologi
02   Psikologi02   Psikologi
02 Psikologi
 
Konsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku ManusiaKonsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku Manusia
 
Konsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku ManusiaKonsep Perilaku Manusia
Konsep Perilaku Manusia
 
Asigment pembangunan sahsiah betul
Asigment pembangunan sahsiah betulAsigment pembangunan sahsiah betul
Asigment pembangunan sahsiah betul
 
Pendekatan konseling behavioral
Pendekatan konseling behavioralPendekatan konseling behavioral
Pendekatan konseling behavioral
 
Materi psikologi pendidikan 1
Materi psikologi pendidikan 1Materi psikologi pendidikan 1
Materi psikologi pendidikan 1
 
Konsep perkembangan dalam konstelasi
Konsep perkembangan dalam konstelasiKonsep perkembangan dalam konstelasi
Konsep perkembangan dalam konstelasi
 
PSV 3107
PSV 3107PSV 3107
PSV 3107
 
pertemuan 4.pdf
pertemuan 4.pdfpertemuan 4.pdf
pertemuan 4.pdf
 
pertemuan 4.ppt
pertemuan 4.pptpertemuan 4.ppt
pertemuan 4.ppt
 
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranTeori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
 
Model Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docxModel Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docx
 
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELING
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELINGPOWER POINT PSIKOLOGI KONSELING
POWER POINT PSIKOLOGI KONSELING
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 
Makalah tentang dasar
Makalah tentang dasarMakalah tentang dasar
Makalah tentang dasar
 
Teorikaunseling
TeorikaunselingTeorikaunseling
Teorikaunseling
 

More from SPADAIndonesia

Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARISPADAIndonesia
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANSPADAIndonesia
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKSPADAIndonesia
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWASPADAIndonesia
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSSPADAIndonesia
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSSPADAIndonesia
 

More from SPADAIndonesia (20)

Ppt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAHPpt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAH
 
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
 
M5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWAM5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWA
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
 
M5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAHM5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAH
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
 
M6 kb1
M6 kb1M6 kb1
M6 kb1
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
 
M3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWAM3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWA
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 

M5 kb1

  • 1. No. Kode: DAR2/Profesional/810/5/2019 PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING MODUL 5 STRATEGI LAYANAN RESPONSIF KEGIATAN BELAJAR 1 pendekatan konseling berorientasi psikoanalisis dan humanistik Penulis Edwindha Prafitra Nugraheni, S.Pd., M.Pd., Kons. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019
  • 2. A. Pendahuluan Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu yaitu adanya interaksi antara konselor dan konseli dalam suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan dan belajar membuat keputusan sendiri serta bertanggung jawab atas keputusan yang ia ambil. Seperti halnya profesi lainnya konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam lingkup ilmu dan profesinya. Di antara berbagai ilmu yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan konseling merupakan aplikasi dari psikologi. Hal ini dapat dilihat terutama pada tujuan, teori yang digunakan dan proses penyelenggaraannya. Konseling profesional merupakan layanan terhadap konselor yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggung-jawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang dijadikan sebagai dasar acuannya (Corey, 2016). Secara umum, pendekatan konseling hakikatnya merupakan sistem konseling yang dirancang dan didesain berdasarkan teori-teori dan terapan- terapannya sehingga muwujudkan suatu struktur performansi konseling. Bagi konselor, penggunaan pendekatan konseling merupakan pertanggung jawaban ilmiah dan teknologi dalam menyelenggaraan konseling. Sekurang-kurangnya ada lima kriteria pendekatan yang baik, yaitu: (1) jelas, artinya dapat dipahami dan tidak mengandung pertentangan di dalamnya, (2) komprehensif, yaitu dapat menjelaskan fenomena secara menyeluruh, (3) eksplisit, artinya setiap penjelasan didukung oleh bukti-bukti yang dapat diuji, (4) parsimonius, artinya menjelaskan data secara sederhana dan jelas, dan (5) dapat menurunkan penelitian yang bermanfaat. Modul strategi layanan responsif disusun mendasarkan pada beberapa kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Tujuannya adalah memberikan kompetensi profesional bagi guru bimbingan dan konseling ataupun konselor baik secara teoritik maupun praksis terutama pada penguasaan pendekatan-pendekatan konseling individu maupun layanan responsive lainnya yang bersifat aplikatif. Modul strategi layanan responsif disusun dengan memfokuskan enam orientasi pendekatan konseling yaitu Pendekatan Konseling Berorientasi Psikodinamik dan Humanistik, Pendekatan Konseling Berorientasi Kognitif dan Perilaku, Pendekatan Konseling Berorientasi Posmodern dan
  • 3. Integratif serta Layanan Referal, Konsultasi dan Advokasi. Berdasarkan enam orientasi pendekatan tersebut maka pendekatan konseling yang dipelajari meliputi (1) konseling psikoanalisis, (2) konseling person centered, (3) konseling gestalt, (4) konseling rational emotive behavior dan cognitive behavior, (5) konseling behavior (6) konseling realita, (7) konseling singkat berfokus solusi, (8) konseling kreatif, (9) konseling naratif. Modul strategi layanan responsif dirancang secara komprehensif sehingga memiliki kesesuaian dengan capaian pembelajaran lulusan khususnya pada program pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor yaitu penguasaan pengetahuan dan keterampilan pendekatan konseling individu serta layanan responsif lainnya. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami, menguasai, dan mengelola prosedur dan teknik (1) konseling psikoanalisis, (2) konseling person centered, (3) konseling gestalt, (4) konseling rational emotive behavior dan cognitive behavior, (5) konseling behavior (6) konseling realita, (7) konseling singkat berfokus solusi, (8) konseling kreatif, (9) konseling naratif. Pada modul ini, mahasiswa ditekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan konseling individu terutama Pendekatan Konseling Psikoanalisis, Pendekatan Konseling Person Centered, dan Pendekatan Konseling Gestalt. B. Inti 1. Capaian Pembelajaran Capaian pembelajaran yang diharapkan dikuasai peserta PPG dari modul ini adalah “mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, melalui aktivitas layanan individual, kelompok, klasikal dan kelas besar/lintas kelas dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk membangun sikap (karakter Indonesia), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengembangkan potensi, mencegah, dan memecahkan masalah serta pemeliharan dan pengembangan potensi diri secara humanis, kritis, kreatif, inovatif, kolaboratif, dan komunikatif, dengan menggunakan model, sumber, dan media layanan bimbingan dan konseling yang didukung hasil penelitian”. Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa diharapkan mampu: a. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan kelompok pendekatan konseling psikoanalisis
  • 4. b. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan kelompok pendekatan konseling person centered c. mampu memilih dan menerapkan strategi, metode, dan teknik konseling individual dan kelompok pendekatan konseling gestalt 2. Pokok Materi Dalam Modul 5 Kegiatan Belajar 1 ini akan dibahas materi terkait latar belakang, konsep dasar, tujuan dan proses pendekatan konseling meliputi: a. Pendekatan konseling psikoanalisis b. Pendekatan konseling person centered c. Pendekatan konseling gestalt. 3. Uraian Materi a. Pendekatan Konseling Psikoanalisis 1) Latar Belakang Pendekatan psikoanalisis dikembangkan Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah peletak fondasi awal sistem psikoterapi yang mempengaruhi munculnya pendekatan-pendekatan konseling dan psikoterapi di dunia. Psikoanalisis mulai diperkenalkan oleh Freud pada buku pertamanya yaitu Interpretation of Dream pada tahun 1900. Freud mengemukakan pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran. Pengertian Psikoanalisis mencakup tiga aspek: (1) sebagai metode penelitian proses-proses psikis; (2) sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis; (3) sebagai teori kepribadian. Corey (2016) mengatakan bahwa Psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. Psikoanalisis merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh dalam mengubah pendapat tentang penyebab gangguan psikis (Bertens, 2006). 2) Konsep Dasar a) Hakikat Manusia Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik (Corey 2016). Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
  • 5. ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irrasional, motivasi dan peristiwa, dorongan biologis serta dorongan insting dan peristiwa psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama kehidupannya. Manusia berisi sistem energi (energi psikis) yang biasa disebut insting/libido/seks. Insting adalah sumber energi psikis yang dibawa sejak lahir untuk mempertahankan hidup, yang menjadi sumber insting yaitu kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Jenis insting dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) Insting hidup (eros), fungsinya untuk melayani maksud individu untuk tetap hidup, seperti insting makan, minum. (2) Insting mati/destruktif (thanatos), di mana setiap orang tanpa disadari berkeinginan untuk mati atau mencederai diri sendiri atau orang lain. Manusia dideterminasi oleh kekuatan irasional, motif tidak sadar, kebutuhan serta dorongan biologis/naluriah (dorongan agresif dan seksual). Tingkah laku manusia dalam pandangan psikoanalisis juga dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. b) Struktur Kepribadian Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan membentuk totalitas dan tingkah laku manusia. (1)Id, komponen kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia yang merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle) dan cenderung memenuhi kebutuhannya. (2) Ego, berfungsi untuk menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar dan idealnya merepresentasikan alasan dan akal sehat. Ego berpikir secara logis dan realitas (reality principle) untuk memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. (3) Super ego, berfungsi sebagai wadah impuls Id, untuk menghimbau ego agar menggantikan tujuan yang realistik dengan yang moralistik, serta memperjuangkan kesempurnaan. Superego bagian moral dari kepribadian manusia, sebagai filter dari sensor baik-buruk,
  • 6. salah-benar yang dilakukan dorogan ego yang bersumber dari norma sosial dan kultur masyarakat. Gambar 1.1 Contoh Kasus Psikoanalisis c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Dalam pandangan psikoanalisis, tingkah laku bermasalah terjadi ketika dinamika antara id, ego dan super ego tidak seimbang; ego tidak bisa mengontrol id dan super ego ke dalam kesadaran sehingga muncul kecemasan yang menyebabkan mekanisme pertahanan dirinya tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego adalah strategi psikologis yang dilakukan seseorang untuk berhadapan dengan kenyataan dan mempertahankan citra diri. Orang dengan pribadi sehat biasa menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis apabila penggunaannya secara terus menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahanan Contoh Kasus Psikoanalisis: Konseli merupakan seorang siswa yang phobia dengan kucing. Hal ini disebabkan masa kecil konseli yang merasa takut dengan neneknya tapi tidak dapat disalurkan. Perasaan takut ini kemudian dilampiaskan kepada kucing neneknya karena neneknya ketika di rumah suka membawa kucing. Hal ini yang membuat konseli menjadi ketakutan dan cemas ketika melihat kucing. Hal ini sangat mengganggu konseli karena di sekitar rumahnya banyak tetangga yang memelihara kucing. Analisis • Alternatif bantuan untuk konseli adalah asosiasi bebas yaitu teknik pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi berkaitan dengan situasi traumatik pada masa lampau. Bertujuan agar konseli memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri. Kemudian dikombinasikan dengan latihan relaksasi dan menenangkan pikiran saat melihat kucing. Dengan begitu, konseli akan tenang ketika melihat kucing. • Tahap awal konseling adalah membangun hubungan baik kemudian memperjelas dan mendefinisikan masalah sebenarnya yang dialami konseli. Pada tahap inti, konseli diajak untuk meninjau pengalaman masa lalunya guna memahami apa yang menjadi dasar dari masalah phobia terhadap kucing yang dialami konseli. Dalam hal ini konseli diberikan kesempatan untuk mengungkapkan secara jelas dan jujur pengalaman masa lalunya yang membuatnya menjadi takut dengan kucing. Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan inilah yang kemudian perlu dihentikan agar tidak menjadi ketakutan untuk selamanya. Konseli diajak mengevaluasi hal apa yang dapat diubah dari pengalaman masa lalunya untuk masa sekarang, sehingga konseli mendapatkan pengetahuan dan pemahaman baru. Dalam tahap ini, konseli dilatihkan teknik relaksasi dan desensitisasi sistematis untuk mengurangi ketegangan dan kecemasannya ketika melihat kucing. Konseli diberi penguatan agar mampu mengatasi masalahnya tersebut.
  • 7. ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan. Bentuk mekanisme pertahanan ego dapat dijelaskan dalam tabel 1 berikut ini (Corey, 2016). Tabel 1.1 Mekanisme Pertahanan Ego Bentuk Pertahanan Penggunaan untuk Perilaku (1) Represi Pikiran dan perasaan yang mengancam atau menyakitkan ditekan dari kesadaran Salah satu proses Freudian yang paling penting, itu adalah dasar dari banyak pertahanan ego lainnya dan gangguan neurotik. Freud menjelaskan represi sebagai pemindahan paksa sesuatu dari kesadaran. Diasumsikan bahwa sebagian besar peristiwa menyakitkan pada usia 5 atau 6 tahun pertama kehidupan dikubur, namun peristiwa ini mempengaruhi perilaku di kemudian hari. (2) Denial “Menutup mata” terhadap keberadaan aspek realitas yang mengancam. Penyangkalan atas realitas adalah yang paling sederhana dari semua mekanisme pertahanan diri. Ini adalah cara mengaburkan atau mendistorsi apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dipersepsi individu dalam situasi yang traumatis. Mekanisme ini mirip dengan represi, namun umumnya beroperasi pada tingkat prekondisi dan sadar (3) Proyeksi Mengalihkan kepada orang lain keinginan dan impuls yang tidak dapat diterima sendiri Ini adalah mekanisme penipuan diri sendiri. Impuls bernafsu, agresif, atau lainnya sering kali dimiliki oleh "orang- orang di luar sana, tetapi tidak oleh saya. (4) Fiksasi menjadi “terpaku” pada tahap perkembangan lebih awal karena mengambil langkah selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan Orang yang terus menerus mendapat kenikmatan dari memakan, merokok, atau berbicara mungkin mengalami fiksasi oral. Contohnya, seorang anak SD yang tidak ingin ditinggalkan orangtuanya saat berada di sekolah. (5) Regresi Kembali ke fase pengembangan sebelumnya ketika ada sedikit tuntutan yang lebih sulit. Dalam menghadapi stres berat atau tantangan ekstrem, individu mungkin berupaya mengatasi kecemasan mereka dengan tetap berpegang pada perilaku yang tidak dewasa dan tidak pantas. Misalnya, anak-anak yang ketakutan di sekolah dapat menikmati perilaku kekanak-kanakan seperti menangis, ketergantungan berlebihan, mengisap jempol, bersembunyi, atau berpegangan pada guru. (6) Rasionalisasi Memproduksi alasan "bagus" untuk menjelaskan ego yang hancur. Rasionalisasi membantu menjustifikasi perilaku tertentu, dan membantu melunakkan “pukulan” yang terkait dengan kekecewaan. Ketika orang tidak mendapatkan posisi yang telah dia lamar
  • 8. dalam pekerjaannya, dia memikirkan alasan logis mengapa tidak berhasil, dan kadang-kadang berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ia sebenarnya tidak menginginkan posisi itu. (7) Sublimasi Mengalihkan energi seksual atau energy agresif ke saluran lain Energi biasanya dialihkan ke saluran yang dapat diterima secara sosial dan kadang- kadang bahkan mengagumkan. Misalnya, impuls agresif dapat disalurkan ke kegiatan atletik, sehingga orang tersebut menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan agresif dan, sebagai bonus tambahan, sering dipuji. (8) Displacement Mengarahkan energi ke objek atau orang lain ketika objek atau orang asli tidak dapat diakses (karena berbagai sebab atau posisi) Pemindahan adalah cara mengatasi kecemasan yang melibatkan pemakaian impuls dengan mengalihkan dari objek yang mengancam ke "target yang lebih aman." Misalnya, lelaki yang lemah lembut yang merasa terintimidasi oleh bosnya pulang ke rumah dan melepaskan kejengkelannya kepada anak-anaknya. (9) Reaction formation Secara aktif mengekspresikan dorongan yang berlawanan dengan rasa hati yang sesungguhnya ketika dihadapkan dengan dorongan yang mengancam. Dengan mengembangkan sikap dan perilaku sadar yang secara diametris bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak harus menghadapi kecemasan yang akan terjadi jika mereka harus mengenali dimensi- dimensi ini dari diri mereka sendiri. Individu dapat menyembunyikan kebencian dengan muka cinta, bersikap sangat baik ketika mereka memendam reaksi negatif, atau menutupi kekejaman dengan kebaikan berlebihan. (10) Introyeksi Mengambil dan “menelan” nilai dan standar orang lain. Bentuk-bentuk positif dari introyeksi meliputi penggabungan nilai-nilai orangtua atau atribut-atribut dan nilai-nilai konselor (dengan asumsi bahwa ini tidak hanya diterima secara tidak kritis). Salah satu contoh negatif adalah bahwa saat anak dihukum ia cemas luar biasa dan menerima nilai-nilai melalui identifikasi dengan orangtua. (11) Identifikasi Identifikasi dengan sebab- sebab, organisasi, atau orang yang berhasil dengan harapan berhasil pula Identifikasi dapat meningkatkan harga diri dan melindungi seseorang dari perasaan gagal. Ini adalah bagian dari proses perkembangan di mana anak-anak belajar perilaku peran gender, tetapi juga bisa menjadi reaksi defensif ketika digunakan oleh orang-orang yang pada dasarnya merasa rendah diri.
  • 9. (12) Kompensasi Menyembunyikan kelemahan yang dirasakan atau mengembangkan sifat positif tertentu untuk menebus keterbatasannya. Mekanisme ini dapat memiliki nilai penyesuaian langsung, dan itu juga bisa merupakan upaya oleh orang tersebut untuk mengatakan "Jangan melihat cara saya lebih rendah, tetapi lihatlah saya dalam pencapaian prestasi saya." 3) Tujuan dan Proses Konseling a)Tujuan Konseling Tujuan konseling psikoanalisis adalah membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri konseli. Proses konseling difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian (Corey, 2016). Selain itu, tujuan dari pelaksanaan konseling psikoanalisis adalah: a. Menjadikan ketidaksadaran menjadi sadar b. Memperkuat fungsi ego, agar tingkah laku lebihdidasarkan pada pertimbangan rasional bukan dari dorongan instink c. Mengalihkan superego dari hukuman berdasarkan standard moral kepada standar yang lebih manusiawi (Yusuf, 2016). b) Peran dan Fungsi Konselor (1) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu Peran konselor dalam pendekatan psikoanalisis adalah berusaha tidak dikenal konseli, sedikit sekali memperlihatkan perasaaan dan pengalamannya, sehingga konseli dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan bahan analisis. (a) konselor berperan anonim (blank screen); (b) sebagai pendengar aktif; (c) sebagai analisator konflik. Fungsi: (a) menciptakan hubungan keefektifan dalam hubungan personal; (b) mendorong terjadinya pemindahan perasaan konseli (dari subyek masalah langsung ke konselor); (c) memperoleh kendali atas tingkah laku yang implisit dan irasional; (d) berusaha membantu konseli dalam mencapai kesadaran atas pengalaman-pengalaman yang ditekan ke alam bawah sadarnya. Catatan untuk butir (a) bahwa saat ini, freudian mulai mengakui pentingnya komunikasi langsung antara konselor dan konseli, tidak hanya di balik layar.
  • 10. (2) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Kelompok Beberapa kelompok psikoanalitik berusaha menduplikasi keluarga asli dalam banyak hal. Pemimpin kelompok berperan dalam pemahaman kepada keluarga seperti koneksi yang timbul antar anggota dan konselor. Anggota kelompok sering mengalami kembali pertentangan yang berasal dari konteks keluarga. Karena suasana keluarga seperti lapisan pelindung, kelompok menyediakan kesempatan membangkitkan asosiasi untuk pengalaman hidup keluarga dari asal dan sekarang (Rutan, Stone, & Shay, 2007). Peranan pemimpin kelompok (guru BK) dalam pendekatan psikoanalis perlu disesuaikam dengan karakteristik dan tahap perkembangan kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin kelompok psikoanalisis sebaiknya memiliki sikap objektif, hangat, anonim. Pemimpin kelompok harus memberikan energi positif dan mengerti apa yang dirasakan anggota kelompok, sehingga mereka merasa nyaman dan menggali kondisi psikologis anggota kelompok. c)Pengalaman Konseli Konseli dalam menjalani asosiasi bebas harus melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman- pengalaman, asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan dan fantasi-fantasinya melalui beberapa tahapan pertemuan, konseli menjalani konseling secara intensif. Hubungan konseli dengan konselor merupakan hal penting dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Konseli harus mengalami transfernsi, karena melaluinya konseli bisa mengungkap mimpi- mimpinya, resistensi-resistensinya. Konselor diharapkan agar relatif objektif dalam menerima perasaan-perasaan yang kuat dari konseli. Sebagai hasil hubungan terapeutik, konseli memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika tak sadarnya karena egonya berfungsi secara penuh. d) Tahapan Konseling Konseling psikoanalisis klasik sering kali melibatkan paling sedikit empat sesi per minggu dimana setiap sesi berlangsung paling sedikit 45 menit. Perjalanan konseling psikoanalisis bisa memakan waktu beberapa tahun (Arlow dalam Jones, 2011). Selama konseling, konseli bergerak melalui tahap-tahap tertentu antara lain: mengembangkan hubungan dan analisis,
  • 11. mengalami krisis treatment guna memperoleh pemahaman terhadap masa lampaunya yang tidak disadari dalam mengembangkan resistansi untuk belajar lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan konselor, memperdalam konseling, menangani resistansi dan masalah yang tersingkap dan mengakhiri konseling (Corey, 2016). Ada empat tahap konseling psikoanalisis (Arlow dalam Nystul, 2011; Corey, 2016; Fall, 2004; Yusuf, 2016) yaitu: (1) Tahap pembukaan (the opening phase) Konselor membangun hubungan terapeutik dan memperoleh pemahaman tentang konflik ketidaksadaran konseli. Konselor mempelajari dinamika psikologis konseli dan menginterpretasi konflik kesadaran konseli. Tugas konselor adalah mengases (menaksir) hakikat distress konseli. Menurut Freud, masalah yang dapat dibantu melalui psikoanalisis adalah yang mengalami neurosis, bukan masalah ekstrim dalam hal impulsif, narsistik yang berlebihan, ketidakjujuran, psikopat atau berbohong patologis. (2) Pengembangan Transferensi (the development of transference) Pengembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam konseling psikoanalisis. Transferensi adalah perasaan konseli kepada konselor. Pada fase ini perasaan yang sebenarnya dialami konseli mulai ditujukan kepada konselor, yang dianggap sebagai orang yang telah menguasainya di masa lalunya (significant figure person). Contohnya, konseli mungkin mentransfer perasaan benci kepada ayahnya ke arah konselor. Analisis transferensi membantu konseli belajar menggunakan pemahaman untuk mengembangkan hubungan yang tepat. Pada tahap ini konselor harus menjaga jangan sampai terjadi kontratransferensi yaitu respon atau reaksi emosional (tidak rasional) yang dilakukan konselor pada konseli karena konselor memiliki perasaan-perasaan yang tidak terpecahkan. (3) Bekerja melalui transferensi (working through) Tahap ini merupakan proses analisis atau eksplorasi ketidaksadaran yang bersumber di masa kecil. Tahap ini tercapai melalui pengulangan interpretasi dan eksplorasi bentuk- bentuk resistensi yang menghasilkan perubahan perasaan sehingga konseli dapat membuat pilihan baru. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya, hanya saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami tentang dinamika kepribadian konselinya.
  • 12. (4) Resolusi Transferensi (the resolution of transference) Tujuan tahap ini adalah memecahkan perilaku neurosis konseli yang ditunjukkan kepada konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor mulai mengembangkan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian konseli dan menghindari ketergantungan konseli kepada konselornya. Ketika konselor dan konseli sepakat tentang capaian tujuan konseling bagi konseli, transferensi telah terpecahkan, maka konseling dapat diakhiri. e)Teknik Konseling (1) Asosiasi Bebas Teknik pokok konseling psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan konseli untuk menjernihkan pikiranya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya. Konseli mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. (2) Penafsiran Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transferensi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan konseli tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. (3) Analisis Mimpi Adalah prosedur penting untuk mengungkap ketidaksadaran dan memberi pemahaman kepada konseli terhadap berbagai hal yang terkait dengan masalah yang tidak terpecahkan. Mimpi hadir dalam bentuk simbol yang berakar dari keinginan, ketakutan dan konflik yang direpres. Selama tidur, kesadaran berkurang dan perasaan yang direpres muncul ke permukaan. (4) Analisis Resistensi Adalah melakukan analisis terhadap sikap resisten konseli. Resistansi dapat berbentuk tingkah laku yang tidak memiliki komitmen pada pertemuan konseling, tidak menepati
  • 13. janji, menolak mengingat mimpi, menghalangi pikiran saat asosiasi bebas, dan bentuk lainnya. (5) Analisis Transferensi Transferensi terjadi ketika konseli memandang konselor seperti orang lain. Dalam konseling, terkadang konseli mentransfer perasaan tentang orang yang penting baginya pada masa lalu kepada konselor. Dalam Teknik ini, konselor mendorong transferensi ini dan menginterpretasikan perasaan positif dan negatif yang diekspresikan. Pelepasan ini bersifat terapeutik, karena dilakukan melalui katarsis emosional. (6) Analisis Kepribadian (Case Historis) Teknik ini dilakukan dengan melihat dinamika dari dorongan primitive (libido) terhadap ego dan bagaimana superego menahan dorongan tersebut. Teknik ini bertujuan melihat fase perkembangan dorongan seksual apakah berjalan wajar, adakah hambatan dan kapan mulai terjadi hambatan. (7) Hipnotis Hipnotis bertujuan mengeksplorasi dan memahami faktor ketidaksadaran (unconsciousness) yang menjadi penyebab masalah. Konseli diajak melakukan katarsis dengan memverbalisasikan konflik yang telah ditekan kea lam ketidaksadaran. Hipnotis telah banyak ditinggalkan karena hasil tidak bertahan lama karena setelah sadar, penyebab masih tetap ada dan mengganggu (Thompson, et al. 2004). Cara ini dipengaruhi oleh Joseph Breur dalam membantu katarsis. Dalam praktik selanjutnya, Freud mengandalkan teknik relaksasi. b. Pendekatan Konseling Person Centered 1) Latar Belakang Pendekatan konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahun 1940-an. Munculnya pendekatan ini didasarkan pada konsep psikologi humanistik sebagai reaksi terhadap directive counseling dan pendekatan psikoanalisis. Arah perkembangan pendekatan ini perlu dikaji berdasarkan periode perkembangan yang terjadi pada masing-masing periode.
  • 14. Periode pertama tahun 1940-an awalnya bernama non directive counseling yang menekankan pada penciptaan iklim permisif (membebaskan), memusatkan pada teknik penerimaan dan klarifikasi guna membantu konseli memahami diri sendiri dan situasi kehidupannya. Periode kedua tahun 1950-an berganti nama dengan client centered therapy yang memfokuskan pada unsur afeksi individu dengan menghadirkan sejumlah kondisi fasilitatif yang bisa membuat perubahan terapeutik. Kondisi fasilitastif yang dimaksudkan dengan cara memunculkan empati, kongruen dan acceptance atau disebut unconditional positive regard. Client centered juga menekankan refleksi perasaan konseli dan dunia pengalaman konseli sehingga mampu mengembangkan keselarasan konsep diri dan konsep diri idealnya. Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an merupakan pengembangan pendekatan ini secara meluas dalam bidang pendidikan, industri, kelompok, resolusi konflik, dan pencarian perdamaian dunia. Pendekatan ini memiliki pengaruh/aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Ruang lingkup pendekatan ini semakin meluas pada pengaruh person, seperti bagaimana individu mendapatkan, memiliki, membagi atau melepas power atau kontrol atas dirinya sendiri dan orang lain, sehingga pendekatan ini dikenal dengan tiga istilah yang sering digunakan yaitu person centered approach, person-centered therapy, atau person-centered counseling (Corey, 2016). Pendekatan ini berparadigma humanistik yang menekankan pada pengalaman konseli saat “sekarang dan di sini” (here and now) dibandingkan fokus pada akar permasalahan saat masa kanak-kanak (psikodinamik) maupun pencapaian pola perilaku baru di masa yang akan datang (behaviorisme). Oleh karenanya, pendekatan ini meletakkan konseli sebagai pusat konseling, karena konseli adalah orang yang paling tahu tentang dirinya dan dapat menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya. Pendekatan berpusat pada pribadi mendapatkan sambutan positif dari berbagai kalangan baik ilmuwan maupun praktisi hingga saat ini karena dirasa masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. 2) Konsep Dasar a) Hakikat Manusia Pendekatan konseling berpusat pribadi memiliki pandangan bahwa individu pada dasarnya baik. Rogers menyatakan bahwa manusia memiliki karakteristik positif, berkembang ke arah yang lebih baik (aktualisasi diri), konstruktif, realistik, dan dapat diandalkan (Gladding, 2012).
  • 15. Pandangan lain tentang hakikat manusia dalam perspektif pendekatan konseling berpusat pribadi (Thompson et.al., 2004) bahwa setiap manusia: (1)memiliki worth dan dignity dalam diri sehingga layak diberikan penghargaan (respect) (2)memiliki kapasitas dan hal untuk mengatur dirinya sendiri (tendency toward self- actualization) dan mendapat kesempatan membuat penilaian yang bijaksana (3)dapat memilih nilainya sendiri (internal locus of self evaluation sebagai lawan dari external locus of self evaluation) (4)dapat belajar untuk bertanggungjawab secara konstruktif (5)memiliki kapasitas untuk mengatasi perasaan, pikiran dan tingkah lakunya sendiri (6)memiliki potensi untuk berubah secara konstruktif dan dapat berkembang ke arah hidup yang penuh dan memuaskan (fully functioning person and satisfying life) atau aktualisasi diri. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dijelaskan secara rinci hakikat manusia menurut pendekatan berpusat pribadi adalah sebagai berikut. (1)Manusia mempunyai potensi untuk memahami diri dan mengatasi masalahnya sendiri Setiap manusia memiliki kapasitas dan potensi untuk memahami keadaan yang dialaminya dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik. Kemampuan untuk memahami segala hal yang terjadi dalam diri seseorang adalah salah satu cara untuk menekan kecemasan yang dirasakannya. Ketika seseorang berada dalam kondisi tertentu yang mengancamnya, maka mereka akan berusaha menggunakan kemampuannya untuk mengarahkan, membimbing, mengatur dan mengendalikan dirinya pada kondisi yang lebih baik. (2)Berkembang ke arah yang lebih baik (aktualisasi diri) Kecenderungan manusia untuk berkembang ke arah lebih baik merupakan wujud dari aktualisasi diri. Manusia memiliki dorongan untuk mengembangkan kapasitasnya yang mengarah kepada perilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mereproduksi dirinya menuju keutuhan dan pemuasan dari potensinya. Meskipun manusia memiliki keinginan untuk memelihara status quo, mereka juga bersedia untuk belajar dan berubah. Kebutuhan untuk menjadi lebih baik, berkembang dan meraih perubahan disebut peningkatan diri. Kebutuhan untuk meningkatkan diri terlihat dari kemauan manusia belajar suatu hal yang tidak menguntungkan mereka secara langsung. Setiap orang memiliki kesadaran, terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak. Relevansi
  • 16. dengan pendirian Rogers, bahwa manusia bersedia untuk menghadapi ancaman dan rasa sakit karena kecenderungan dasar biologis untuk sebuah organisme memenuhi sifat alamiahnya yang mendasar. Pada dasarnya, aktualisasi diri merupakan penggerak yang paling umum dan memotivasi keberadaan, serta mencakup tindakan yang mempengaruhi orang tersebut secara keseluruhan. Para ahli teori berpusat pada pribadi yakin bahwa masing- masing individu mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupannya. (3)Manusia melakukan sesuatu berdasarkan persepsinya (subjektif) Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subyektif. Secara umum, perilaku seseorang dapat diamati dari sudut pandang orang luar atau sudut pandang orang yang berperilaku itu sendiri. Dapat dijelaskan bahwa dalam melihat perilaku berasal dari kerangka acuan eksternal maupun dari kerangka acuan internal-subjektif atau perseptual. Persepsi konseli dianggap sebagai persepsinya tentang realitas. Satu-satunya realitas yang mungkin diketahui orang adalah dunia yang dipersepsinya dan dialaminya secara individual pada saat itu. (4)Setiap manusia pada dasarnya baik sesuai dengan harkat dan martabat Menurut Rogers, manusia adalah makhluk yang unik dan positif. Manusia pada dasarnya bermartabat dan berharga serta memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya. Kebutuhan dan anggapan positif terhadap manusia merupakan kebutuhan yang dipelajari dan dikembangkan sejak masa bayi. Apabila individu memperoleh penghargaan positif dari lingkungannya, ia akan dapat berkembang secara positif. Karakter baik yang dimiliki manusia akan menciptakan hubungan yang baik pula. Kapasitas untuk menjalin hubungan pribadi yang baik ditunjukkan dengan cara menerima orang lain sebagai pribadi yang unik, menghargai orang lain, menjalin hubungan dengan terbuka dan bebas, serta mengkomunikasikan kesadaran tentang diri. Hubungan yang terjalin ini ditandai oleh sikap saling peduli terhadap perkembangan kedua belah pihak. (5)Dapat bertanggung jawab dan konstruktif Manusia dipandang sebagai individu yang memiliki tanggung jawab atas perkembangan pribadinya (personal responsibility), bukan hanya merasa bertanggungjawab kepada orang lain. Kepercayaan pada otoritas dalam dirinya memberikan pengaruh terhadap
  • 17. penerimaan tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab untuk berbeda dengan orang lain. Orang yang mampu bertanggungjawab secara pribadi, mampu memegang kendali terhadap kehidupan mereka. Pengakuan terhadap tanggung jawab pribadi merupakan bagian sentral dari Self concept orang-orang efektif. Filosofi person centered mencakup aspek Self control, Self help, dan personal power, dengan harapan dalam konteks hubungan yang peduli. Oleh karena itu, secara mendasar manusia itu baik, dapat dipercaya, dan konstruktif tidak merusak dirinya. Sifat manusia dalam konseling person centered dipandang sebagai individu yang memiliki potensi, beraktualisasi diri, memiliki kebaikan yang positif, memiliki kerangka referensi perseptual (subjektif), serta bertanggungjawab dan konstruktif. Konseling person centered berakar pada kesanggupan individu untuk sadar dan mampu membuat keputusan sendiri. Asumsi dasarnya dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian konselor, konseli mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self- awareness. Konseli diberdayakan melalui partisipasi mereka dalam hubungan konseling. Mereka mewujudkan potensi mereka untuk tumbuh, utuh, spontan, dan diarahkan dari motivasi internal (inner-directed). b) Struktur Kepribadian Pendekatan berpusat pribadi dibangun atas dua hipotesis dasar yaitu: (1) setiap orang memiliki kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan ketidakbahagiaan dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik, (2) kemampuan seseorang untuk menghadapi keadaan ini dapat terjadi dan ditingkatkan jika konselor menciptakan kehangatan, penerimaan, dan memahami relasi konseling yang sedang dibangun (Corey, 2016). Sejak awal, Rogers menekankan pada cara kepribadian itu berubah dan berkembang, bukan pada aspek struktural kepribadian. Namun, jika ditinjau dari hakikat pribadi manusia, Rogers mengajukan tiga konstruk pokok dalam teorinya yaitu: (1)Organisme, adalah individu itu sendiri yang mencakup aspek fisik maupun psikologis. Organisme merupakan suatu kebulatan diri baik secara pikiran, perasaan, tingkah laku, wadah fisik baik disadari maupun tidak mereaksi sebagai kebulatan terhadap medan fenomena untuk memuaskan kebutuhannya dalam menghadapi pengalaman. Organisme mungkin melambangkan kesadaran, menolak atau mengabaikan. Jika dijelaskan secara lebih rinci, pengertian organisme mencakup tiga hal yaitu:
  • 18. (a) Makhluk hidup; organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat yaitu persepsi seseorang mengenai event yang terjadi di dalam diri dan di dunia eksternal. (b) Realitas subjektif; organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang yang sifatnya subjektif, bukan fakta benar-salah. Realita subjektif yang menentukan/ membentuk tingkah laku. (c) Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri. (2)Medan fenomena (phenomenal field), adalah semua hal yang dialami individu (dunia pribadi) dan menjadi sumber kerangka acuan internal dalam memandang kehidupan. Dunia pengalaman individu tersebut terus berubah baik secara internal maupun eksternal, dan beberapa peristiwa ada yang diamati secara sadar dan ada yang tidak. Dengan kata lain, medan fenomena merupakan pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi individu, dapat berupa pengetahuan, pengasuhan orang tua, dan hubungan pertemanan. Deskripsi tentang medan fenomena dijelaskan sebagai berikut. (a) Medan fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar) (b) Medan fenomena meliputi pengalaman yang: (a) disimbolkan (diamati dan disusun dalam diri sendiri); (b) disimbolkan tetapi diingkari/ dikaburkan (karena tidak konsisten dengan struktur dirinya); (3) tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang disimbolkan itu disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan itu tidak disadari. (c) Semua persepsi bersifat subjektif, benar bagi dirinya sendiri (d) Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empatik, pengetahuan yang diperoleh itupun tidak akan sempurna. (3)Self, adalah struktur kepribadian yang sebenarnya. Self dipandang sebagai interaksi antara organisme (individu) dengan medan fenomena yang kemudian membentuk self (“I”/”me”/”saya”). Kesadaran tentang self membantu seseorang membedakan dirinya
  • 19. Contoh Ideal Self dan Real Self Seorang siswa mengira bahwa dia adalah siswa yang pintar dan tidak pernah menyontek, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar dengan tingkah lakunya yang bertentangan dengan pikiran itu. Siswa tersebut ternyata berkali-kali mencoba menyontek dan jarang mengerjakan tugas-tugas sekolah. Padahal, seharusnya sebagai siswa ia tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. dengan orang lain. Self dibagi menjadi dua yaitu real self (keadaan diri individu saat ini) dan ideal self (keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu itu). Untuk menemukan Self yang sehat (the real Self), individu butuh penghargaan, kehangatan, perhatian, dan penerimaan tanpa syarat. Namun, jika seseorang akan merasa berharga hanya bila bertingkahlaku sesuai yang dikehendaki orang lain maka yang akan terbentuk adalah ideal Self. Ketidaksesuaian antara ideal self dan real self, munculah masalah. Gambar 1.2 Contoh Ideal Self dan Real Self c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Dalam pendekatan konseling berpusat pribadi, seseorang dikatakan menjadi pribadi yang bermasalah secara psikologis apabila mengalami kondisi penghargaan bersyarat, inkongruensi (tidak kongruen), memiliki sikap defensif (membela diri) dan disorganisasi. Adapun penjelasan asumsi tingkah laku bermasalah sebagai berikut. (1)Penghargaan bersyarat (conditions of worth) Penghargaan bersyarat muncul saat penghargaan positif dari significant other memiliki persyaratan, saat individu tersebut merasa dihargai dalam beberapa aspek dan tidak dihargai dalam aspek lainnya. Penghargaan bersyarat menjadi kriteria penerimaan atau penolakan terhadap pengalaman seseorang. Apabila individu melihat orang lain menerimanya tanpa melihat tindakannya, maka dipercaya bahwa individu tersebut dihargai tanpa syarat. Akan
  • 20. tetapi, bila individu tersebut memiliki persepsi bahwa beberapa perilaku yang dilakukannya mendapat persetujuan atau tidak, maka individu tersebut melihat bahwa penghargaan bersifat kondisional. Dari setiap tahap perkembangan, ketika individu seringkali melihat keluar diri untuk arahan dan panduan maka individu tersebut akan cenderung menjadi tidak kongruen atau tidak seimbang. Sebagai contoh, ketika orang tua mendidik anak dengan pendekatan penghargaan bersyarat, berarti orang tua telah memaksa anak untuk menginternalisasi norma orangtuanya, dan apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan norma tersebut dia akan merasa berharga. Anak terpaksa menghambat perkembangan berbagai potensinya (yang tidak sesuai dengan norma orangtuanya), mereka menjadi tidak bebas dan terhambat dalam mengembangkan aktualisasi dirinya. (2)Inkongruensi Organisme dan self merupakan dua entitas yang dapat kongruen satu sama lain ataupun tidak. Ketidakseimbangan psikologis dapat dimulai saat seseorang gagal mengenali pengalaman organismiknya sebagai pengalaman diri, yaitu ketika orang tersebut tidak secara akurat membuat simbolisasi dan pengalaman organismiknya ke dalam kesadaran, karena pengalaman tersebut terlihat tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang muncul. Inkongruensi antara konsep diri dan pengalaman organismik adalah sumber gangguan psikologis. Keadaan individu yang kongruensi dan tidak kongruensi dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1.3 Individu yang kongruen dan inkongruen Penghargaan bersyarat yang diterima pada awal masa kanak-kanak dapat mengakibatkan konsep diri yang salah. Terkadang individu berperilaku dalam bentuk yang memelihara dan meningkatkan kecenderungan aktualisasinya, tapi di saat yang lain individu tersebut dapat bertindak dalam bentuk yang dirancang untuk memelihara dan meningkatkan Picture B. Picture A. Gambar A = keadaan individu yang kongruen (ideal self dan real self ) Gambar B individu yang tidak kongruen (Sumber: Pietrofesa, D., Leonard, G dan Hoose WV.,1978).
  • 21. konsep diri yang berasal dari ekspektasi dan evaluasi orang lain atas dirinya. Ada beberapa kondisi akibat inkongruensi yaitu: (a)Kerentanan; manusia menjadi rentan saat tidak menyadari perbedaan antara diri organimiknya dengan pengalaman diri yang signifikan. Semakin besar inkongruensi antara konsep diri dengan pengalaman organismiknya maka akan semakin rentan individu tersebut. Kurangnya kesadaran atas inkongruensi membuat orang rentan berperilaku dalam cara-cara yang tidak dapat dimengerti tidak hanya oleh orang lain tetapi juga dirinya sendiri. (b)Kecemasan; diartikan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan atau tekanan dari sumber yang tidak diketahui. Saat seseorang mulai secara samar menyadari bahwa ada perbedaan antara pengalaman organismik dan konsep dirinya mulai masuk dalam ranah kesadaran maka orang tersebut akan merasa cemas. (c)Ancaman; merupakan kesadaran bahwa diri seseorang tidak lagi utuh (kongruen). Kondisi saat seseorang mulai menyadari inkongruensi atas pengalaman organismik dengan persepsi terhadap diri menunjukkan bahwa kecemasan mulai berubah menjadi ancaman. Kecemasan dan ancaman dapat merepresentasikan cara menuju kesehatan psikologis karena pertanda bahwa pengalaman organismik tidak konsisten dengan konsep dirinya. (3)Sikap defensif Reaksi yang umumnya dilakukan untuk menghindari ketidak konsistenan antara pengalaman organismik dan diri yang dirasakan dengan cara defensif. Sikap defensif adalah perlindungan terhadap konsep diri dari kecemasan dan ancaman dengan penyangkalan atau distorsi dari pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri. Konsep diri terdiri dari banyak kalimat pendeskripsian diri, sehingga konsep diri memiliki banyak sisi. Pada umumnya, cara defensif untuk melindungi konsep diri adala distorsi dan penyangkalan. Dengan distorsi, seseorang melakukan kesalahpahaman dari sebuah pengalaman agar sesuai dengan salah satu aspek konsep dirinya. Sementara, dengan penyangkalan seseorang menolak menghayati pengalaman dalam kesadaran atau menahan beberapa aspek dari pengalaman tersebut agar tidak mencapai simbolisasi. Distorsi dan penyangkalan membuat individu mengacuhkan atau menutup pengalaman baru yang mungkin saja menjadi penyebab kecemasan yang tidak menyenangkan atau ancaman.
  • 22. (4)Disorganisasi Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau terjadi secara bertahap selama rentang waktu yang panjang. Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku secara konsisten dengan pengalaman organismiknya dan kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur. Sebagai contoh, seorang wanita yang sopan dan santun, tiba-tiba mulai menggunakan bahasa yang kasar dan vulgar. Perilaku dapat menjadi tidak terorganisasi atau bahkan menjadi psikotik apabila pertahanan seseorang tidak bekerja dengan benar. 3) Tujuan dan Proses Konseling a) Tujuan Konseling Konseling berpusat pribadi bertujuan agar individu (konseli) dapat mencapai karakteristik pribadi yang beraktualisasi diri (self actualizing) atau berfungsi penuh (fully functioning person). Rogers menekankan bahwa orang perlu bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi, salah satu caranya dengan “membantu konseli menjadi orang yang berfungsi penuh (fully functioning person) yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi pengalaman sehari-hari” (Rogers, 1977; Gladding, 2012). Gambar 1.4 Ciri manusia yang berfungsi secara penuh Karakteristik individu yang dapat mengaktualisasikan diri dan berfungsi sepenuhnya (fully functioning person) adalah sebagai berikut: (1)Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to experience) Keterbukaan terhadap pengalaman meliputi kemampuan untuk melihat realitas tanpa terganggu untuk menyesuaikan pada self structure yang telah terbentuk sebelumnya. Individu menjadi lebih terbuka yang berarti individu tersebut lebih menyadari realitas yang ada di dalam diri dan luar dirinya, memiliki keyakinan yang tidak kaku, terbuka terhadap pengetahuan baru, dapat berkembang dan toleran terhadap ambiguitas. Adanya keterbukaan dan kesadaran terhadap pengalaman akan membantu pertumbuhan dalam menoleransi keberagaman makna dirinya. Terbuka terhadap pengalaman memungkinkan tingkah laku Manusia yang berfungsi secara penuh (fully functioning person) cirinya : (1)Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to experience) (2)Memiliki kepercayaan pada diri sendiri (self-trust) (3)Mengevaluasi berdasar internalnya sendiri (internal source evaluation) (4)Keinginan berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue growing)
  • 23. lebih efisien sebab mendorong lebih meluasnya medan persepsi, sehingga cenderung berperilaku atas dasar pilihan daripada keharusan. Keterbukaan juga mengembangkan sikap spontan dan kreatif, karena individu tidak dihalangi oleh kondisi yang menghambat. (2)Kepercayaan pada diri sendiri (self-trust) Pada awal proses konseling, kepercayaan diri konseli biasanya sangat rendah sehingga tidak dapat mengambil keputusan secara mandiri. Ketika konseli lebih terbuka, maka akan dapat mengembangkan kepercayaan kepada diri secara perlahan. Orang yang berfungsi sepenuhnya tidak akan bergantung pada orang lain untuk mengarahkan mereka, karena menyadari bahwa kriteria terbaik dalam mengambil keputusan adalah mempercayai perasaan internal yang dirasa benar daripada ajaran orang tua atau peraturan masyarakat. Namun, ketika mengambil keputusan juga perlu mempertimbangkan secara jelas hak dan perasaan orang lain. (3)Mengevaluasi berdasar internalnya sendiri (internal source evaluation) Sumber internal evaluasi berarti bahwa individu mencari pada diri sendiri tentang jawaban atas masalah eksistensi diri (introspeksi diri). Individu dibantu untuk memahami diri dan mengambil keputusan secara mandiri tentang hidupnya. (4)Keinginan berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue growing) Pembentukan self dalam proses on becoming merupakan inti dari tujuan pendekatan berpusat pribadi. Self bukan dipandang sebagai produk dari proses konseling. Meskipun tujuan konseling adalah self yang berhasil, yang paling penting adalah proses berkelanjutan di mana konseli mendapatkan pengalaman baru dan mendapatkan kesadaran diri. Konseli bisa jadi menjalani proses konseling untuk mencari formula penyelesaian masalahnya guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para konseli selama proses konseling berada dalam proses pengujian persepsi dan kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman- pengalaman baru, bahkan beberapa revisi untuk menemukan cara yang tepat. Karakterisktik fully functioning person tersebut memberikan frame kerja untuk memahami arah proses konseling. Konselor tidak memilih tujuan konselingnya bagi konseli, melainkan memfasilitasi konselinya melalui penciptaan hubungan terapeutik. Konseling pada dasarnya bertujuan mereorganisasi konsep diri konseli melalui fasilitasi sikap genuineness, emphaty, dan unconditional positive regard. Tujuan konseling tercapai yang ditandai dengan kondisi
  • 24. hubungan konseling yang fasilitatif yaitu konselor dan konseli berada dalam kontak psikologis, konseli berada dalam ketidakserasian, konselor berada dalam keadaan keserasian, konselor memberikan penghargaan positif tanpa syarat, konselor memahami dunia internal konseli dan mengkomunikasikannnya kepada konseli, dan konseli menyadari kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat, dan empati konselor (Corey, 2016). Adapun penjelasan lebih rincinya sebagai berikut. (1) Kongruen (congruence) atau keaslian (genuineness) Kongruen berarti konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan otentik. Cirinya mengakui (mengasimilasi/menyimbulkan) atas segala pengalamannya sebagai miliknya sendiri (congruence between self and experience). Sebai lawannya, mengaburkan atau menolak pengalamannya sendiri (incongruence between self and experience). Kongruensi konselor meliputi perasaan dan pikiran yang ada dalam dirinya (inner) dengan perasaan, pandangan, dan tingkah laku yang diekspresikan (outer). Ciri konselor yang kongruen meliputi: (1) menjadi pribadi konselor yang utuh, genuine dengan dirinya sendiri dalam proses terapeutik, tanggap terhadap perubahan pikiran, perasaan dan persepsi yang terjadi selama proses terapeutik serta (2) mampu memunculkan pribadi aslinya secara tepat kepada konseli (Palmer, 2000). Gambar 1.5 Contoh respon genuine konselor Konselor yang otentik menampilkan diri yang spontan dan terbuka baik perasaan dan sikap yang ada dalam dirinya serta dapat berkomunikasi secara jujur dengan konseli. Konselor dapat menampilkan sikap impulsif dan berbagai perasaan maupun pikirannya kepada konseli. Konselor diharapkan mampu melakukan self disclosure (keterbukaan diri) Contoh respon genuine konselor: Konseli : “Saya tersesat, benar-benar tersesat. Saya tidak tahu arah tujuan. Konselor : Kamu merasa tersesat dan tidak yakin kemana arah tujuan yang akan kamu capai. Saya merasa bahwa kamu sedang putus asa dan saya di sini untukmu dalam masa sulitmu. Berdasarkan pernyataan di atas, konselor mengekspresikan dirinya dengan terbuka, secara genuine mampu berempati kepada konseli, sadar terhadap apa yang dirasakan konseli, dan bisa mengekpresikan keinginan konselor untuk membantu konseli. Keaslian konselor tidak berarti bahwa konselor mengungkapkan semua perasaannya kepada konseli, tetapi konselor mampu mengatur dan menggunakan perasaannya sesuai dengan konteksnya dalam hubungan terapeutik.
  • 25. sesuai dengan kondisi konseli dan substansi topik yang dibahasa dalam proses konseling. Kondisi ini sangat mungkin dilakukan apabila konselor mendengarkan konseli secara sungguh-sungguh dan memahami perasalahannya. Keaslian konselor terlihat melalui respon konseli yang muncul secara alamiah, asli, tidak dibuat-buat. (2) Penerimaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance) Unconditional positif regard berarti bahwa konselor tidak melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan perilaku konseli berdasarkan standar norma tertentu. Acceptance menunjukkan penghargaan yang spontan terhadap konseli dan menerimanya sebagai individu yang unik. Penerimaan bertujuan untuk membangun hubungan terapeutik menjadi lebih konstruktif. Bagi konselor, kemampuan acceptance dan unconditional positive regard tidak mungkin muncul sepanjang waktu, harusnya lebih sering ditampilkan dalam hubungan konseling yang konstruktif. Contoh respon unconditional positive regard konselor: Konseli : “Saya sudah merasa putus asa terhadap situasi ini”. Konselor : “Baiklah, saya masih ingin membuat janji bertemu denganmu lagi. Saya ingin menyampaikan kepadamu jika masalah ini terlalu berat untukmu, jangan ragu untuk menghubungi saya. Dan jika kamu harus memutuskan untuk menyerah, saya akan mengapresiasi jika Anda juga memberitahuku, sehingga saya bisa mengetahuinya lebih awal. Saya tidak akan mencoba melarangmu, saya hanya ingin bertemu.” Konseli : “Saya mungkin menyerah saat ini. Di mana, saya tidak tahu tapi saya juga tidak peduli”. Konselor: “Saya merasa bahwa Anda sudah membuat keputusan. Dan keputusan yang Anda buat adalah menyerah tanpa menyelesaikan masalah. Anda hanya akan menyerah? Hmm...” Konseli : “(bergumam dengan nada putus asa) Itulah sebabnya saya ingin menyerah, karena saya tidak peduli apa yang akan terjadi.” Konselor : Hmm.. Jadi Anda ingin menyerah karena sudah tidak peduli dengan dirimu sendiri. Anda hanya tidak peduli dengan apa yang terjadi. Hal yang ingin saya katakan bahwa saya peduli dengan dirimu dan saya peduli dengan apa yang akan terjadi. Bagaimanapun juga hal ini dapat membuat perasaanmu tercurahkan. Anda hanya menangis dan menangis dan menangis dan merasa sangat buruk. (Konseli terus menangis, nafasnya terengah-engah)”. Konselor : “Saya bisa merasa kan betapa buruknya apa yang Anda rasakan. Anda hanya terisak dan tersedu.” (Konseli menangis sambil terisak- isak). Berdasarkan pernyataan di atas, konselor mampu memunculkan kepedulian dan kehangatan untuk konseli. Nada suara dan kata-kata konselor harus kongruen karena dianggap sebagai bentuk mengekspresikan penerimaan dan kepedulian.
  • 26. Gambar 1.6 Contoh respon unconditional positive regard konselor (3) Pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic understanding) Empathy atau deep understanding adalah kemampuan konselor untuk memahami permasalahan konseli, melihat melalui sudut pandang konseli, peka terhadap perasaan konseli, sehingga konselor mengetahui bagaimana konseli merasakan perasaannya. Konselor diharapkan memahami permasalahan tidak hanya pada permukaan, tetapi lebih dalam pada kondisi psikologis konseli. Empati efektif dalam perubahan psikologis konseli karena membuat konseli dapat mendengarkan diri mereka sendiri dan akhirnya menjadi konselor bagi dirinya. Bagi Rogers, empati adalah proses karena tidak hanya sekedar merefleksikan perasaan konseli atau mengulangi kata-kata konseli (Sharf, 2012). Contoh respon empathic understanding konselor: Konseli : “Saya merasa tidak pernah baik bagi orang lain, tidak pernah dan tidak akan pernah bisa.” Konselor: “Itu yang Anda rasakan saat ini? Anda merasa tidak baik terhadap diri Anda sendiri dan tidak untuk siapapun. Hanya karena itu Anda merasa tidak berharga? Perasaan itu benar-benar buruk. Hanya karena itu Anda merasa tidak baik sama sekali?” Konseli : “Ya (bergumam dengan suara rendah dan putus asa) itu yang dikatakan oleh temanku beberapa hari yang lalu”. Konselor : “Apakah teman Anda itu benar-benar mengatakan jika Anda tidak baik? Apakah itu yang kamu katakan? Benarkah demikian?” Konseli : “M-hm..” Konselor:“Saya menangkap bahwa seseorang telah mengungkapkan sesuatu hal padamu mengenai apa yang dia pikirkan tentangmu? Mengapa dia mengatakan padamu jika kamu tidak baik sama sekali. Dan itu telah menghancurkan keyakinan yang telah kamu pahami saat ini (konseli menangis dengan tenang). Itulah yang membuatmu menangis.” Konseli : “M-hm..” Konseli : “(agak menantang) saya tidak peduli.” Konselor : “Anda mengatakan pada diri sendiri bahwa Anda tidak peduli sama sekali, tetapi entah bagaimana saya mengira sebagian dari diri Anda peduli karena sebagian dari Anda menangis karenanya. Saya mengira sebagian dari dirimu merasakan, ‘saat ini Anda dipukul, seolah-olah Anda tidak pernah mendapatkan pukulan selama hidup Anda sampai Anda merasa ada seseorang yang tidak menyukai Anda. Orang yang Anda maksud saat ini mulai dekat dengan Anda dan dia tidak menyukai Anda. Saya mengatakan saya tidak peduli. Saya tidak akan membiarkan hal itu membuat perbedaan bagiku, tetapi air mata mengalir di pipi. ” Berdasarkan pernyataan di atas, konselor menunjukkan empatinya dengan memahami aspek kognitif konseli, gesture konseli, emosional dan respon intuisi.
  • 27. Gambar 1.7 Contoh respon empathic understanding konselor b) Peran dan Fungsi Konselor (1) Peran Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu Peran konselor dalam konseling person centered berakar pada cara dan sikap konseli, bukan teknik untuk membuat konseli untuk "melakukan sesuatu hal." Penelitian konseling person centered menunjukkan bahwa sikap konseling tersebut memfasilitasi perubahan kepribadian pada konseli, bukan pada pengetahuan, teori, atau teknik konselor. Pada dasarnya, konselor berperan dirinya sebagai instrumen perubahan. Teori person centered menyatakan bahwa fungsi konseling untuk ada dan terbuka serta berfokus pada pengalaman langsung konseli. Pertama dan terpenting konselor harus bersedia untuk hadir dalam hubungan dengan konseli. (Corey, 2016). Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Pada pendekatan berpusat pada orang konselor adalah ahli proses tersebut dan ahli penelitian (mengenai konseli tersebut) kesabaran adalah kuncinya (Glading 2009:245). Peran konselor adalah fasilitator dan reflektor. Disebut fasilitator karena konselor memfasilitasi atau mengakomodasi konseli mencapai pemahaman diri. Disebut reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali kepada konseli perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap konselor sebagai representasi orang lain. Di titik ini konselor client centered tidak berusaha mengarah kepada pendemensian dunia batin konseli melainkan lebih fokus ke penyediaan sebuah iklim yang di dalamnya konseli dimampukan membawa perubahan dalam dirinya. (Gibson, 2010: 216). (2) Peran dan Fungsi Konselor dalam seting Konseling Kelompok Pendekatan yang berpusat pada konseli menekankan kualitas pribadi pemimpin kelompok daripada teknik terkemuka. Fungsi utama dari fasilitator adalah menciptakan iklim menerima dan penyembuhan dalam kelompok. Konseling ini sebaiknya dianggap sebagai "cara hidup" daripada "cara melakukannya." Rogers menulis bahwa peran konselor adalah menjadi pendamping bagi konseli dalam perjalanan mereka menuju penemuan diri. Ketika fasilitator
  • 28. dapat mencapai tingkat "menjadi" daripada "melakukan", mereka bisa memasuki keadaan integrasi dari tindakan mereka yang menyerupai praktisi master dalam seni dan ilmu. Pendekatan kelompok yang berpusat pada konseli menekankan sikap tertentu dan keterampilan sebagai bagian penting dari gaya fasilitator: mendengarkan secara aktif dan sensitif, menerima, memahami, menghormati, mencerminkan, mengklarifikasi, meringkas, berbagi pengalaman pribadi, merespons, menghadapi dan melibatkan konseli lain dalam kelompok, pergi dengan aliran kelompok daripada mencoba untuk mengarahkan cara kelompok yang terjadi, dan menegaskan kapasitas anggota untuk menentukan nasib sendiri. Kualitas relasional lainnya dan sikap yang dianut konseli yang berpusat pada konselor meliputi penerimaan terhadap pengalaman, kontak dan keterlibatan, sebuah aliansi terapi, dialog otentik, pemahaman pengalaman konseli, dan harapan mengenai kapasitas konseli untuk hubungan (Cain, 2010). c) Pengalaman Konseli Perubahan dalam konseling tergantung pada pandangan konseli baik dari pengalaman mereka sendiri dalam konseling atau sikap dari konselor. Jika konselor menciptakan suasana yang kondusif untuk penjelajahan diri, konseli memiliki kesempatan untuk menjelajahi berbagai pengalamannya yang meliputi perasaan, keyakinan, perilaku, dan cara pandang. Perubahan yang dituju ialah perubahan dalam konsep diri supaya lebih sesuai dengan pengalaman nyata yang dihadapi. Konseli dianggap mampu mencapai perubahan itu, bahkan cenderung untuk mengusahakannya karena dorongan naluri untuk mencari perkembangan diri yang optimal dan maksimal. Pada dasarnya konseli berakhlak baik dan cenderung bertindak konstruktif. Semua itu lama-kelamaan akan muncul dengan sendirinya dan membawa konseli ke penyelesaian masalah yang menguntungkan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Dalam proses konseling perhatian konseli dipusatkan pada keadaan sekarang ini tanpa menggali- gali secara mendalam sejarah perkembangan rasa iri dalam hatinya. Konselor tidak mencoba untuk mengadakan diagnosis yaitu mencari sebab musabab dalam sejarah hidup sehingga mulai tampaklah suatu hubungan sebab akibat. Tugas konselor adalah membantu konseli mengakui dan mengungkapkan seluruh perasaan yang dialami sekarang ini serta menghayatinya dengan harapan konseli pada suatu ketika akan meninjau segala perasaan itu secara lebih obyektif dengan mengambil jarak dari dirinya sendiri.
  • 29. d) Tahapan Konseling Pendekatan person centered adalah proses konseling yang fleksibel dan tergantung dari proses komunikasi antara konselor dan konseli. Suasana konseling dalam pendekatan person centered perlu adanya suatu hubungan interpersonal yang efektif, sehingga dapat terjalin hubungan baik dari awal dan hal ini akan memberikan dampak positif dalam keberlangsungan proses konseling. Tahapan dalam konseling berpusat pribadi dijelaskan dalam beberapa tahap sebagai berikut: (1) Menciptakan kondisi dan hubungan fasilitatif Tahap pertama dalam konseling berpusat pribadi biasanya konseli “enggan berkomunikasi dengan dirinya sendiri apalagi orang lain”. Komunikasi dianggap sebagai kegiatan yang (semata-mata) bersifat eksternal. Perasaan dan pemahaman individu tidak dihayati layaknya bagian dari hidup seseorang. Kedekatan dan relasi komunikatif dianggap berbahaya. Konseli merasa bahwa dirinya baik-baik saja atau jauh dari masalah, sehingga tidak ada hal yang perlu dirubah atau diperbaiki. Dalam mengikuti konseling, individu tidak berangkat dari kesadarannya sendiri. Oleh karena itu, untuk memberikan kesadaran kepada konseli, maka konselor perlu melakukan beberapa hal yaitu: (a) Membina hubungan baik dengan konseli dengan menerapkan sikap dasar guna memfasilitasi perubahan terapeutik pada konseli. (b) Mendengarkan bahasa verbal dan non verbal konseli (c) Memahami kerangka acuan sudut pandang dalam diri konseli (internal frame of reference) Setelah terjalin hubungan baik, konselor perlu menyediakan kondisi fasilitatif untuk mendorong penerimaan diri konseli agar lebih terbuka. Konseli perlahan mulai berani mengungkapkan ekspresi-ekspresi tertentu, meskipun tidak terkait dengan topik diri sendiri secara langsung. Masalah tetap dianggap sebagai objek eksternal dan konseli merasa bahwa itu bukan bagian dari tanggung jawab pribadinya. Perasaan mungkin saja nampak, tapi tidak atau belum dihayati konseli. Konseli mungkin mengikuti proses konseling dengan kesadaran diri, namun seringkali mereka tidak menunjukkan perkembangan atau kemajuan yang berarti. (2) Memberikan kebebasan konseli untuk mengekspresikan perasaannya
  • 30. Ketika konseli dapat menerima dirinya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bebas berekspresi. Konseli relatif lebih bebas dalam berekspresi, terutama terkait dengan dirinya sendiri. Perasaan di masa lalu dan pemahaman terhadap diri sendiri biasanya bersifat negatif mampu diungkapkan, meski hanya disertai sedikit penerimaan. Konseli akan benar-benar siap melakukan konseling pada langkah ini. (3) Mengidentifikasi perasaan konseli Mendorong konseli mampu menafsirkan makna akan pengalaman yang telah dilaluinya, menjabarkan perasaan-perasaan yang muncul, komitmen untuk bertanggungjawab terhadap masalahnya. Penerimaan, pemahaman, dan empati yang muncul dalam diri konseli di tahap sebelumnya dibutuhkan untuk bergerak ke tahap berikutnya. Perasaan konseli yang muncul jauh lebih mendalam, meskipun tidak berlangsung terus-menerus. Pada tahap ini rasa takut, enggan, dan ketidakpercayaan masih menyertai konseli dalam berinteraksi dengan konselor. Pada tahap ini, konseli mampu menafsirkan makna akan pengalaman yang telah dilaluinya, menjabarkan perasaan- perasaan yang muncul, komitmen untuk bertanggung jawab terhadap masalahnya. (4) Mengembangkan pemahaman konseli Membebaskan konseli untuk jauh lebih menyelami pengalamannya dan bebas berekspresi, kendati masih ada sedikit rasa takut dan tidak percaya. Dalam tahap ini, konseli jauh lebih menyelami pengalamannya dan bebas berekspresi, kendati masih ada sedikit rasa takut dan tidak percaya. Mereka juga semakin tegas mengungkapkan rasa dan makna, serta tanggung jawab yang diterima. Konseli bergerak menuju kehidupannya sebagai organisme, mengikuti perasaan yang muncul. Membantu konseli menerima keadaan dirinya apa adanya sebagaimana yang dia persepsikan tanpa rasa takut, penolakan atau pengabaian. Pada tahap ini, konseli menjadi lebih cepat menyadari perasaan yang muncul. Pengalaman dan perasaan yang menyertai diterima apa adanya, tanpa rasa takut, penolakan, atau pengabaian. Sebuah pengalaman menjadi hidup, tidak semata (sekedar) dirasakan. Individu sebagai objek mulai tidak tampak. Inkongruensi menjadi kongruen. “Diferensiasi pengalaman semakin tajam dan mendasar. Dalam fase ini, tidak ada lagi ‘masalah’, ruang eksternal dan internal. Konseli menjadi menghayati hidupnya, subyektif, dan menyelami realitas yang dihadapi.
  • 31. Keseluruhan hal tersebut bukan lagi objek”. Secara fisiologis, rasa lega yang muncul dalam diri konseli membuatnya merasa nyaman dan rileks. (5) Merefleksikan pengalaman untuk terbuka pada perubahan Mendorong konseli untuk memiliki kesadaran untuk merefleksikan pengalaman, terbuka terhadap pengalaman dan semakin percaya diri untuk mengalami proses hidup walau sesulit apapun. Tahap ini, konseli tampak lebih ‘menikmati’ proses. Mereka dapat menyerap pengalaman dan perasaan-perasaan baru yang melimpah dengan cepat serta menggunakannya sebagai pedoman untuk mengenal diri sendiri, apa yang diinginkan, dan bagaimana sikapnya selama ini. Pengalaman akan perasaan yang berubah benar-benar dihayati misalnya kepercayaan muncul sebagai bagian dari hidup menjadi makhluk organis. Individu menjadi lebih subjektif dan memiliki kesadaran untuk merefleksikan pengalaman, semakin percaya diri untuk mengalami proses dibanding hanya sekedar mempersepsikan objek. Pengalaman yang mampu disadari akan mengarahkan individu untuk menentukan pilihan efektif. Tahap ini, meski tidak banyak konseli yang melaluinya, ditandai dengan karakteristik berupa keterbukaan akan pengalaman yang menuntun hidup menjadi bergerak dan berkualitas. Sebagai simpulan, proses tersebut melibatkan: (1) perasaan yang lega; (2) perubahan pada sikap terhadap pengalaman; (3) perubahan dari inkongruensi menjadi kongruen; (4) muncul keinginan dalam diri individu untuk mengkomunikasikan dirinya sendiri dalam suasana tersbuka; (5) peta kognitif konseli menjadi lebih luas; (6) adanya perubahan hubungan antara individu dengan masalah yang dihadapi; serta (7) perubahan sikap individu dalam berelasi dengan lingkungannya. e) Teknik Konseling Sebagian besar pendekatan konseling memiliki teknik konselingnya masing-masing. Pada pendekatan berpusat pribadi ini, orientasinya menekankan pada hubungan konseli-konselor dengan teknik keterampilan komunikasi konseling. Teknik sifatnya sekunder dibandingkan sikap konselor selama proses konseling. Pendekatan berpusat pribadi meminimalkan teknik- teknik direktif, penafsiran, tanya jawab, penyelidikan, diagnosis, dan pengumpulan sejarah. Proses konseling berpusast pribadi lebih memaksimalkan pada aspek mendengarkan dan mendengar aktif, pemantulan perasaan, dan klarifikasi. Keterlibatan penuh dari konselor sebagai pribadi dalam hubungan konseling lebih ditekankan.
  • 32. Dalam konseling person centered, penekanan teknik konseling yang digunakan lebih kepada kepribadian, keyakinan dan sikap konselor. Teknik dasar komunikasi konseling berpusat pribadi (Eliason & Smith, dalam Erford, 2004) antara lain: (1) active listening; (2) reflection of thoughts and feelings; (3) clarification; (4) summarization; (5) confrontation; (6) open-ended statements. Konselor dengan pendekatan berpusat pribadi memiliki peran penting dalam memberikan bantuannya melalui keterampilan komunikasi konseling. Pada dasarnya, keterampilan dasar konseling yang diaplikasikan dalam konseling berpusat pribadi yaitu: (1)Acceptance (penerimaan), adalah bentuk perilaku konselor yang ditunjukkan pada konseli sebagai penerapan sikap dasarnya yang ditunjukkan konselor dengan: 1) menerima apa adanya konseli sebagai pribadi yang unik, 2) tidak menolak (alih-alih menyalahkan apa yang dikatakan konseli), dan 3) tidak menyetujui apa yang dikatakan konseli. Teknik acceptance mencakup non verbal (mimik wajah, kontak mata, gestur tubuh) dan verbal. Modalita verbal meliputi respon verbal minimal (seperti “ya...ehm..oh...”) dan respon verbal lengkap yang terdiri dari: (a) kata subjek, (b) penerimaan; (c) kata situasi (contoh: “Saya mengerti (b) apa yang Andi (a) katakan ketika orang tua tidak setuju dengan keputusanmu (c)”). (2)Lead/ Open Question (teknik bertanya), merupakan tindakan konselor dengan mengajukan pertanyaan kepada konselor agar memperoleh informasi yang spesifik. Bertanya merupakan salah satu bentuk teknik pengarahan (lead) yang dibedakan menjadi lead umum dan lead khusus. Modalita yang biasanya digunakan untuk teknik bertanya misalnya: “Apa..?”, “Bagaimana...?”, “Kapan..?”, “Siapa..?”, “Mengapa…?”, “Di mana...?” dan berbagai kata tanya lainnya. Komponen teknik bertanya meliputi 1) kata tanya (sebagai pembuka), dan (2) kalimat informasi yang berkaitan dengan arah atau tujuan dari pembicaraan. Contoh lead umum: “Bagaimana (1) Anda memandang dirimu saat ini setelah orangtuamu tidak menyetujui pilihanmu (2)?” (3)Restatement dan Paraphrasing (Pengulangan penyataan dan Parafrase), tujuannya untuk menunjukkan kepada konseli bahwa konselor senantiasa memperhatikan informasi yang disampaikan konseli. Restatement adalah keterampilan untuk mengulang/ menyatakan kembali sebagian pernyataan konseli yang dianggap penting. Restatement biasanya terdiri dari dua atau tiga kata yang dianggap mewakili ide pokok dari pernyataan konseli. Parafrase adalah mengulang kalimat/ pernyataan singkat konseli secara utuh, apa adanya, tanpa
  • 33. merubah maknanya. Perubahan kata bisa dilakukan untuk rasionalnya kalimat namun perubahan itu tidak menggeser arti kata atau kalimat konseli. Parafrase memiliki dua komponen, yaitu 1) kata-kata inti atau kata-kata yang mendapat penekanan, dan 2) kata pelengkap. Parafrase seringkali diawali dengan modalita yang merupakan kata pembuka, seperti: “Anda katakan...”, “Keterangan Anda menunjukkan...”, “Menurut Anda...”, “Menurut tangkapan saya ...” Kata-kata pembuka selanjutnya diikuti dengan komponen dalam parafrase. Berikut ini contoh penggunaan teknik parafrase: Konseli : “Orang tua saya tidak menyetujui keinginan saya di jurusan Teknik Mesin.” Respon Restatement Konselor Konselor : “Orang tua tidak setuju..” (pernyataan fokus pada aksen) Respon Parafrase Konselor Konselor : “Menurut Anda, orangtua Anda tidak setuju (1) kalau Anda masuk Jurusan Teknik Mesin (2).” (4)Reflection of thoughts and feelings (pemantulan pikiran dan perasaan), yaitu keterampilan yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan (terdapat pesan emosi) yang berisi tafsiran pikiran perasaan yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan/ sikap baik positif maupun negatif yang terkandung di balik pernyataan konseli. Komponen dari keterampilan pemantulan perasaan adalah (1) kata dugaan merupakan kata pendahuluan yang modalitanya contohnya rupa-rupanya.., tampaknya.., kelihatannya.., rasa-rasanya.., kedengarannya.., nada-nadanya.., agaknya.., mungkin.., barangkali..; (2) kata perasaan atau pikiran contohnya positif (seperti bahagia, gembira, senang), negatif (marah, malu, benci), dan ambivalensi atau perpaduan antara afeksi positif dengan negatif (seperti bingung, bimbang, ragu); (3) kata situasi (keterangan). Contoh penggunaan teknik pemantulan perasaan: Konseli: “Pak, saya sudah belajar dengan giat sebelum menghadapi UAS, tetapi nilai yang saya terima jauh di bawah yang saya harapkan”. Konselor: “Sepertinya Anda merasa kecewa terhadap nilai UAS yang Anda terima saat ini”. (5)Clarification (klarifikasi), keterampilan yang digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pernyataan konseli dengan menggunakan kata-kata baru dan segar atau suatu keterampilan yang merumuskan inti-inti kalimat dan gagasan konseli dalam bentuk lain dengan makna sama. Tujuan klarifikasi mengungkap isi pesan utama konseli dan memperjelas isi pesan yang diungkap konseli. Komponen teknik klarifikasi antara lain: (1) kata kunci penegas
  • 34. modalitanya antara lain “Pada dasarnya..”, “Pada pokoknya…”, “Pada intinya…”, “Singkat kata…”, “Dengan kata lain…”, “Maksudnya…”, “Pendek kata …”, “Artinya…”, “Pada prinsipnya...”, “Jelasnya…” dan sebagainya.; (2) kata subjek; (3) predikat. Ada dua jenis klarifikasi yaitu: (1) klarifikasi tak langsung dan (2) klarifikasi tak langsung. Contoh bentuk penerapan teknik klarifikasi antara lain: Klarifikasi tak langsung: Konselor: “Apa (1) yang Anda (2) maksud dengan ungkapan bahwa anda sayang orang tua tapi tidak bisa memenuhi harapannya (3)?” Klarifikasi langsung: Konseli: “Begini Pak, saya sekarang ini dalam keadaan sulit. Setelah lulus nanti saya ingin berwiraswasta dengan membuka usaha kecil-kecilan di rumah, tetapi ibu menginginkan saya jadi pegawai negeri. Katanya, jadi pegawai negeri itu lebih tenang dibandingkan dengan jadi seorang wirausahawan.” Konselor: “Pada dasarnya (1) Anda (2) memiliki perbedaan keinginan dengan ibu Anda dalam hal pilihan pekerjaan.” (6)Confrontation (Konfrontasi), adalah teknik untuk menunjukkan adanya kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri konseli lalu konselor mengumpanbalikkan kepada konseli. Komponen teknik konfrontasi meliputi (1) kata pembuka/penggugah contoh modalitanya harap anda cermati…”, “sadari hal menarik bahwa…”, “perlu diperhatikan...”, “sangat mengesankan bahwa...”; (2) pesan yang “dipertentangkan” contoh modalitanya “…dari antara...ada yang...”; “..sementara...juga…”; “…anda katakan di awal tadi bahwa...dan terakhir…; “tadi anda mengatakan….terakhir terdengar...”, dan (3) kata atau kalimat tanya contoh modalitanya “...apakah ini berarti ...?”, “...ada penjelasan apa?”, “...apa yang Anda maksudkan...?”. Contoh penggunaan berbagai bentuk teknik konfrontasi misalnya: (a)Antara dua pernyataan verbal Konseli: “Bu, dalam pesta ulang tahun kemarin malam, Adi duduk dengan Ani sahabat saya. Saya sih tidak apa-apa dan gak cemburu, cuma saya pikir mestinya ia menghargai perasaan saya sebagai pacarnya” Konselor: “Harap anda cermati, tadi anda mengatakan tidak cemburu kalau pacar anda duduk dengan sahabat Anda, sementara Anda juga mengatakan bahwa mestinya
  • 35. pacar Anda menghargai perasaan Anda...bagaimana maksudnya ini, apa ini bukan suatu kontradiksi?” (b)Antara pernyataan verbal dengan tindakan Konseli: “Udah 2 hari ini saya marah banget dengan Adi gara-gara dia menghilangkan buku catatan saya, dan saya janji nggak ingin melihat mukanya apalagi menghubunginya apapun itu…menyebalkan !!!... tadi malam saya berusaha menelpon ia berkali-kali untuk membuat perhitungan dengan dia” Konselor: “Anda tadi mengatakan marah dan sebal dengan Adi karena ia menghilangkan buku catatan Anda dan Anda tidak ingin lagi menghubunginya sementara tadi malam Anda berusaha menelepon Adi berkali kali. Bagaimana Anda menjelaskan tentang hal ini?” (c)Antara pernyataan dan tingkah laku non verbal Konseli: “Pak saya ikut senang sekali Feri menikah dengan gadis pilihannya (berbicara dengan suara yang rendah, muram sambil mengeluarkan air mata dan menundukan kepala) ” Konselor: “Saudara tadi mengatakan ikut senang dengan pernikahan Feri, sementara Anda menangis, muram dan berbicara dengan suara rendah yang ini menurut saya mencerminkan rasa sedih. Bagaimanakah kiranya ini?” (d)Antara dua tingkah laku non verbal Konseli: (mengeluarkan air mata dan mata memerah) (pesan non verbal 1) dan (mulut terrtawa terbahak-bahak) (pesan non verbal 2) Konselor: “Cukup terkesan saya, Anda menangis sambil tertawa; bisakah Anda menjelaskannya?” (7)Reassurance (penguatan/dukungan), adalah keterampilan/teknik konselor untuk memberikan dukungan/penguatan terhadap pernyataan positif konseli agar menjadi lebih yakin dan percaya diri. Reassurance terdiri atas prediction reassurance, postdiction reassurance, dan factual reassurance. Contoh aplikasinya: (a)Prediction Reassurance (Penguatan prediksi), dilakukan konselor terhadap pernyataan/rencana positif yang akan dilaksanakan konseli. Contoh:
  • 36. Konseli : “Pak nilai semester ini bagi saya adalah nilai yang sangat mengecewakan, hal ini terjadi karena saya memang malas belajar, namun mulai semester depan saya akan belajar dengan giat dan selalu belajar walaupun tidak ada ulangan. Konselor : “Bagus sekali, jika anda mulai semester dapan akan belajar lebih giat dan selalu belajar walaupun tidak ada ulangan tidak mustahil nilaimu akan lebih baik dari semester ini”. (b)Posdiction Reassurance (Penguatan postdiksi), adalah penguatan/dukungan konselor terhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan konseli dan tampak hasil yang diperoleh dari apa yang dilakukan oleh konseli tersebut. Contoh: Konseli : “Pak dua hari yang lalu saya bertengkar dengan adik saya gara-gara saya secara tidak sengaja menumpahkan air di kertas pekerjaan rumahnya dan semenjak itu dia tidak mau menyapa ataupun tersenyum pada saya meskipun kami satu rumah, tetapi saya berusaha menjelaskan kepada adik dan meminta maaf atas kesalahan saya itu. Ya...Alhamdulillah Pak sekarang adik saya mulai menyapa saya dan tidak marah lagi kepada saya. Konselor : “Bagus sekali, setelah anda berusaha menjelaskan dan meminta maaf atas kesalahan yang anda perbuat ternyata adik anda sekarang dapat memaafkan dan bersikap baik kepada anda”. (c)Factual Reassurance (Penguatan factual), merupakan penguatan konselor untuk mengurangi beban penderitaan secara psikis konseli dengan cara mengumpulkan bukti/fakta bahwa kejadian yang tidak diharapkan yang menimpa konseli bila dialami oleh orang lain akan memberi dampak yang sama atau relatif sama dengan apa yang dialami oleh konseli. Contoh: Konseli : “Bu, selama ini saya dan adik selalu dekat dan saya sangat menyayanginya, tetapi Bu saya tidak mengira kemarin saya dapat telpon dari ayah kalau adik saya meninggal karena jatuh dari sepeda motor. Kejadian ini sangat memukul dan membuat saya sedih”. Konselor : “Setiap kakak yang menyayangi adiknya sudah barang tentu merasa terpukul dan sedih ketika mendengar kabar adik yang sangat disayanginya meninggal”. (8)Summary (merangkum), adalah teknik konselor/konseli untuk membuat simpulan mengenai apa yang telah dibicarakan dalam sesi konseling. Beberapa bentuk teknik perangkuman
  • 37. yaitu: (1) perangkuman bagian langsung dan tak langsung; 2) perangkuman keseluruhan/perangkuman akhir: langsung dan tak langsung. Komponen teknik merangkum meliputi: (1) kata penggugah perhatian modalitanya “sampai pada pembicaraan kita sekarang ini...”; “sejak awal pembicaraan kita sampai menit-menit ini…”; “di tengah-tengah pertemuan ini…”; “dari apa yang Anda bicarakan…”; (2) kata isyarat dan kata kunci perangkuman modalitanya “…hal penting…”; “…inti perbincangan kita…”; “…pokok- pokok pembicaraan…”; “…ada dua (atau tiga, empat dan seterusnya) hal yang penting yaitu…”; (3) paduan isi, topik atau rangkuman. Contoh penggunaan summary: Konselor: “Di tengah-tengah pertemuan ini (1) hal penting dari pembicaraan kita (2) yaitu pertama cara belajar Anda, kedua perilaku bergaul dengan teman, dan ketiga hubungan dengan pacar (3)”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik dalam konseling person centered adalah acceptance, reassurance, reflection of feeling, lead/ open question, active listening, restatement, paraprashing, clarification, summary, interpretation, konfrontation. Teknik ini dilakukan karena konseling person centered lebih menekankan pada bagaimana seorang konseli menyelesaikan masalahnya dengan mengandalkan potensi yang ada pada dirinya. c. Pendekatan Konseling Gestalt 1) Latar Belakang Konseling Gestalt dikembangkan oleh Frederick S. Perls (1893-1970). Konseling gestalt adalah suatu pendekatan yang eksistensial, fenomenologis, dan berpijak pada premis bahwa individu harus mengerti konteks hubungan dengan lingkungannya (Corey, 2016). Pendekatan fenomenologi bermaksud untuk berada sedekat mungkin dengan pengalaman konseli, untuk berada dalam situasi “disini dan kini” (here-and-now) daripada melakukan interpretasi konseli, dimaksudkan untuk menolong konseli menyelidiki/ menjelajahi dan menjadi sadar akan bagaimana dia membentuk kesan tentang dunianya. Dengan demikian, pendekatan fenomenologi menolong konseli untuk memahami “siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia sebenarnya”. Menurut Perls, individu itu selalu aktif sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah dari bagian-bagian atau organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan
  • 38. suatu koordinasi semua bagian tersebut. Individu yang sehat adalah yang seimbang antara ikatan organisme dengan lingkungan. Perls mengatakan bahwa konsep kepribadian yang disusun oleh Freud tidak sempurna, sebab Freud tidak merumuskan lawan superego atau kata hati dengan jelas dan nyata. Perls menyebut superego itu sebagai “top dog” sebagai lawan dari “under dog”. Superego berkaitan dengan kekuasaan, kebenaran, dan kesempurnaan “top dog” menghukum individu dengan keharusan, keinginan, dan ketakutan akan ancaman (bahaya). Sedangkan “under dog” menguasai individu dengan penekanan yang baik dan kesadaran mempertahankan diri. Menurut Perls, individu tersiksa oleh kedua kekuatan dari dalam tersebut, yaitu “top dog” dan “under dog” yang selalu berlomba ingin mengontrolnya. Konflik ini tidak pernah sempurna dan merupakan suatu bentuk penyiksaan diri (self-torture). Oleh karena itu, pertentangan antara keberadaan sosial dengan biologis merupakan konsep dasar konseling gestalt. Perls berpendapat, banyak sekali manusia yang mencoba menyatakan apa yang seharusnya daripada apa yang sebenarnya. Dengan demikian, terjadi perbedaan aktualisasi diri dan aktualisasi gambaran diri. 2) Konsep Dasar a) Hakikat Manusia Teori Gestalt adalah sebuah pendekatan esensial berdasarkan premis bahwa orang harus mencari sendiri jalan hidupnya dan mau menerima tanggung jawab kalau mereka ingin mencapai kedewasaan (Corey, 2016). Seperti yang dikutip oleh George dan Cristiani (1995), Passons mendata delapan asumsi dasar hakikat manusia dalam konseling Gestalt dalam Gibson & Mitchell (2011) yaitu: (1) Individu saling tersusun sepenuhnya dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Tak satupun dari bagian ini (tubuh, emosi, pikiran, sensasi dan persepsi) bisa dimengerti jika terpisah dari keseluruhan konteks pribadinya. (2) Individu-individu juga bagian dari lingkungannya sendiri dan tidak bisa dimengerti jika terpisah darinya. (3) Individu-individu memilih cara mereka untuk merespon stimuli eksternal dan internal, karena mereka adalah aktor bukan reaktor. (4) Individu-individu memiliki potensi untuk menyadari sepenuhnya semua sensasi, pikiran, emosi dan persepsi.
  • 39. (5) Individu-individu sanggup melakukan pilihan tertentu karena sadar betul akan dirinya, lingkungannya dan kebutuhannya. (6) Individu-individu memiliki kapasitas untuk mengatur hidup mereka sendiri secara efektif. (7) Individu-individu tidak mengalami masa lalu dan masa depan, mereka dapat mengalami hanya diri mereka di masa kini (di sini dan sekarang). (8) Individu pada dasarnya bukan baik atau buruk. Dari asumsi ini kita bisa menyimpulkan konselor Gestalt memiliki pandangan positif mengenai kapasitas individu untuk mengarahkan diri. Lebih jauh lagi, konseli harus didukung untuk menggunakan kapasitas ini dan mengambil tanggung jawab bagi hidupnya sendiri dan untuk melakukannya sekarang, di masa kini, ia harus mengalami di sini dan sekarang. Sementara itu menurut Gibson & Mitchell (2011), fokus utama pendekatan ini adalah masa kini, di sini dan saat ini (the present, the here, and now). Implikasinya, masa lalu sudah berlalu, dan masa depan belum tiba sehingga hanya masa kini yang penting. b) Struktur Kepribadian Gestalt adalah kata dalam bahasa Jerman yang berarti bentuk atau kesatuan; berarti juga wholes (menyeluruh). Gestalt didasarkan pada field teori yang didasarkan prinsip bahwa organisme harus dilihat dalam lingkungannya, atau dalam kontek, sebagai bagian dari field yang terus berubah. Konseling Gestalt bertumpu pada prinsip bahwa segala sesuatu adalah relasional (berkaitan), dalam perubahan yang terus menerus, saling terkait, dan dalam proses. Konselor Gestalt memperhatikan dan mengeksplorasi apa yang terjadi antara orang dan lingkungan. Parlett (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang terjadi antara konselor dengan konseli didasarkan pada field/ di mana manusia itu berada dengan keterkaitan yang terjadi antara dirinya dengan lingkungan. Menurut konselor Gestalt, proses formulasi figur yang mendeskripsikan bagaimana individu mengatur pengalaman dari waktu ke waktu, berawal dari field persepsi visual Dalam konseling Gestalt, field berdiferensiasi menjadi latar depan (figure) dan latar belakang (ground). Dalam konseling Gestalt, field berdiferensiasi menjadi latar depan (figure) dan latar belakang (ground). Proses formasi figur melacak bagaimana beberapa aspek dari field lingkungan muncul dari latar belakang dan menjadi titik fokus dari perhatian dan minat individu. Selain itu, beberapa asumsi teori Gestalt dalam memandang struktur kepribadian (Yusuf, 2016) yaitu:
  • 40. (1) Holisme vs dichotomy Organisme manusia dilihat sebagai satu kesatuan dan menolak terhadap dichotomy atau divisi-divisi. Dalam hal ini maksudnya bahwa aktivitas mental dan fisik tidak dapat dipisahkan karena manusia itu menyatu dengan lingkungan di mana dia hidup. Manusia yang sehat dilihat dari keseimbangan yang ada di dalam dirinya. (2) Homeostatis Homeostatis atau regulasi diri merupakan proses organisme mengembalikan ketika equilibriumnya terganggu tuntutan atau kebutuhan. Organisme memiliki kecenderungan untuk membentuk keseimbangan, jika organisme mengalami disequilibrium berarti bahwa dirinya sakit. (3) The contact boundary Manusia dan lingkungan mempunyai hubungan saling menguntungkan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk mengkaji tentang hubungan ini, Perls menyatakan konsep “the ego boundary (batas ego)” yang di dalamnya terdapat dua komponen antara self dan orang lain yaitu identifikasi dan alienasi (pengasingan). Identifikasi berarti bahwa saya lebih bernilai dari orang lain yang merupakan hasil dari kedekatan, kooperasi dan cinta. Contohnya jika istri dihina, maka suami akan merasa terhina juga. Di sisi lain, alienasi berkembang dari situasi penolakan, konflik dan diskriminasi. Batas ego akan membentuk polaritas daya tarik dan penolakan, sehingga segala hal yang ada di dalam batas tersebut menjadi akrab dan baik sementara segala hal yang ada di luar batas tersebut menjadi asing dan buruk. Konsep penting lainnya terkait hubungan organisme adalah “the contact boundary” yaitu batas organisme dengan lingkungan yang di dalamnya terjadi peristiwa psikologis seperti pikiran, perasaan dan tindakan. Ketika organisme melakukan kontak dengan lingkungan berarti membentuk gestalt sementara melarikan diri dari lingkungan berarti menutup gestalt. Ide tentang baik-buruk, benar-salah merupakan bagian dari boundary. Mekanisme contact boundary disturbance terjadi melalui introjeksi, projeksi, dan konfluensi. Introjeksi adalah proses pengakuan atau pemilikan sesuatu yang ada pada dirinya padahal sebenarnya milik orang lain. Contohnya seorang anak ketika memilih pilihan studi lanjut mengikuti pilihan orang tuanya. Projeksi adalah lawan dari introjeksi karena memandang sesuatu secara nyata bagian dirinya dilihat juga sebagai bagian dari lingkungan. Konfluensi
  • 41. menunjukkan tidak adanya batasan atau perbedaan antara diri seseorang dengan orang lain. Misalnya suami yang tidak dapat menerima perbedaan istrinya dengan dirinya. (4) The self and self actualization Dalam pendekatan gestalt, self akan membentuk figur dan latar, koordinasi motorik dan kebutuhan organic, mengintegrasikan perasaan, serta menemukan makna hidup. Self merupakan bagian dari identifikasi dan alienasi. Hal ini dapat dicontohkan seseorang dapat akrab dengan teman (identifikasi) namun sekaligus juga merasa asing dari orang yang tidak dikenal (alienasi). Self actualization yang tepat dapat membantu mengidentifikasi self, mencegah hal-hal yang menghalangi kreativitas, dan mengalienasi segala sesuatu yang tidak layak. Aktualisasi diri yang sehat mendasarkan prinsip bahwa diri seseorang adalah apa adanya dan harus menerima keadaan tersebut. c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Dalam pendekatan Gestalt, perilaku individu yang bermasalah terjadi terjadi karena beberapa keadaan, di antaranya: (1) Pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam sedangkan Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi. (2) Perkembangan yang terganggu karena terjadi ketidakseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self) (3) Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, serta (4) Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi Keadaan-keadaan tersebut diatas kemudian membentuk pribadi yang bermasalah yang dapat terlihat dalam bentuk perilaku seperti kepribadian yang kaku (rigid), tidak mau bebas- bertanggung jawab, tetapi ingin tetap tergantung, menolak berhubungan dengan lingkungan, pemeliharaan unfinished business, menolak kebutuhan diri sendiri serta melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih”. 3) Tujuan dan Proses Konseling a) Tujuan Konseling
  • 42. Menurut Yontef dan Jacobs (2005) dalam Nelson (2011) melihat bahwa satu-satunya tujuan konseling gestalt adalah kesadaran. Kesadaran yang meningkat dan kaya, dengan sendirinya dan kekuatannya sendiri, dilihat sebagai memiliki daya pertumbuhan. Tanpa kesadarn konseli tidak memiliki sarana untuk bisa mengubah kepribadian. Dengan kesadaran memiliki kapasitas untuk mengahadapi dan menerima bagian keberadaan mereka yang mereka ingkari dan berhubungan dengan pengalaman dan dengan realitas. Konseli datang ke konselor Gestalt karena berada dalam krisis eksistensial. Arah sasaran umum dari proses konseling Gestalt diberikan garis besarnya oleh Zinker (1978) dalam Corey (2016), sebagai pertumbuhan dari pertemuan teraputik murni, maka diharapkan konseli akan: (1)Maju ke arah peningkatan kesadaran akan diri. (2)Secara bertahap mengasumsikan kepemilikan pengalaman (sebagai lawan dari menjadikan orang lain bertanggung jawab akan apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan lakukan) (3)Mengembangkan kemampuan, potensi dan memiliki nilai yang akan membuat mereka berpuas diri dengan kebutuhan mereka sendiri tanpa harus melanggar hak orang lain. (4)Menjadi sadar akan seluruh perasaannya. (5)Belajar untuk menerima tanggung jawab akan apa yang mereka lakukan, termasuk juga menerima konsekuensi akan semua tingkah laku mereka. (6)Beranjak dari dukungan dari luar menuju ke dukungan internal yang makin meningkat. (7)Masih juga mampu meminta dan mendapatkan pertolongan dari orang lain serta memberikan pertolongan kepada orang lain. Konseling Gestalt juga memiliki tujuan utamanya yaitu pengintegrasian kepribadian. Di dalam terminologi populernya, ini bisa disebut “menyatukan semuanya bersama-sama”. Perls (1948) dalam Gibson & Mitchell (2011) menyatakan bahwa ketika konseli telah selesai ditangani terdapat persyaratan dasar yang akan dipenuhi seperti perubahan dalam cara pandang, teknik mengekspresikan diri dan pengasimilasian yang tepat, serta kemampuan meluaskan kesadaran hingga tataran verbal. Konseli kemudian mencapai kondisi integrasi yang membantu perkembangannya lebih jauh, dan ia sekarang juga bisa merasa aman dengan dirinya. b) Peran dan Fungsi Konselor (1) Peran Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu
  • 43. Satu fungsi yang penting dari konselor Gestalt adalah memberikan perhatian pada bahasa tubuh konselinya. Isyarat-isyarat nonverbal dari konseli menghasilkan informasi yang kaya bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering “mengkhianati” perasaan-perasaan konseli, yang konseli sendiri tidak menyadarinya. Perls (dalam Corey, 2016) mengatakan bahwa postur, gerakan-gerakan, mimik-mimik muka, keraguan, dan sebagainya, dapat menceritakan kisah yang sesungguhnya. la mengingatkan bahwa komunikasi verbal sering mengandung kebohongan dan bahwa jika konselor terpusat pada isi, maka dia kehilangan esensi pribadi konseli. Konseling Gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan konseli, kesadaran atas saat sekarang, pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah kosongkan pikiran Anda dan capailah kesadaran. Ada beberapa tugas konselor dalam konseling Gestalt yaitu sebagai berikut: (a)Menantang konseli. Dengan cara ini konseli belajar menggunakan kesadarannya secara penuh. Konselor menghindari intelektualisasi abstrak, diagnosis, penafsiran, dan ucapan yang berlebihan. Konselor dianjurkan untuk menggunakan pengalamannya sendiri sebagai bahan yang esensial dalam proses konseling Polsters dan Polsters (Corey, 2016). Menurut mereka konselor bukanlah semata-mata responder, pemberi umpan balik, atau katalisator yang tidak mengubah diri sendiri. Jika konselor ingin berfungsi secara efektif, maka dia harus selaras baik dengan konselinya maupun dengan dirinya sendiri. Jadi yang berubah bukan hanya konseli melainkan juga konselor. (b)Membantu konseli dalam melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Jalan buntu adalah titik tempat individu menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam karena dia merasa tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan terhadap langkah menghadapi diri sendiri dan terhadap perubahan. Membantu konseli untuk menembus jalan buntu sehingga pertumbuhan bisa terjadi. (c)Membantu konseli agar menyadari dan menembus jalan buntu dengan menhadirkan situasi-situasi yang mendorong konselinya itu untuk keterpakuannya, konseli mampu berhubungan dengan frustasi-frustasinya.
  • 44. (d)Menyajikan situasi yang menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan konseli kepada titik tempat dia menghadapi suatu putusan apakah akan atau tidak akan mengembangkan potensi-potensinya. (e)Memberikan perhatian pada bahasa tubuh konselinya. Isyarat-isyarat non verbal dari konseli menghasilkan informasi yang kaya bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering “mengkhianati” perasaan-perasaan konseli, yang konseli sendiri tidak menyadarinya. Konselor harus waspada terhadap celah-celah dalam perhatian dan kesadaran, dan dia harus mengawasi ketidakselarasan antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan oleh konseli dengan tubuhnya. Perhatian terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh konseli secara nonverbal akan sangat membantu, dan konselor perlu berfokus pada isyarat-isyarat nonverbal. (2) Peran dan Fungsi Konselor dalam seting Konseling Kelompok Pemimpin Gestalt berfokus pada kesadaran, kontak, dan model konselor mengalami. proses interaksi yang berguna dengan mengungkapkan sendiri dengan cara menyadari dan mengalaminya. Pemimpin secara aktif terlibat dengan anggota kelompok dan dapat menggunakan pengungkapan diri sebagai cara untuk meningkatkan hubungan dan menciptakan rasa kebersamaan dalam kelompok. Pemimpin dapat berbagi banyak tentang diri mereka sendiri dengan tetap berpegang pada apa yang mereka alami pada saat dalam kelompok, tanpa mengungkapkan banyak tentang diri mereka di luar kelompok. Ketika para pemimpin berbagi persona mereka) reaksi terhadap apa yang terjadi dalam kelompok, termasuk bagaimana mereka terpengaruh oleh apa yang mereka mendengar dan mengamati, hal ini dapat sangat membantu. Pengungkapan masalah pribadi atau kehidupan di luar kelompok harus dilakukan dengan intensionalitas dan melayani kebutuhan kelompok. Ahli konseling kelompok, berfungsi seperti seniman, menciptakan percobaan dengan konseli untuk meningkatkan jangkauan mereka perilaku. Fungsi pemimpin adalah untuk menciptakan suasana dan struktur di mana kreativitas sendiri kelompok dan cipta dapat muncul (Zinker, 1978). Misalnya, tema kesepian mungkin muncul dalam kelompok. Di sini tugas utama pemimpin adalah untuk mengatur tema ini dengan menghubungkan anggota satu sama lain dan menemukan cara untuk melibatkan kelompok secara keseluruhan dalam mengeksplorasi kesepian.
  • 45. Konselor Gestalt menganggap peran aktif dengan menggunakan berbagai in- terventions dan eksperimen untuk membantu anggota kelompok mendapatkan kesadaran dan mengalami konflik internal dan interpersonal yang sepenuhnya. Gestalt Konseling menggunakan metode kedua hubungan terapeutik mendukung dan aktif untuk membantu anggota menemukan bagaimana mereka memblokir kesadaran mereka dan fungsi pribadi. c) Pengalaman Konseli Konselor Gestalt tidak membuat penafsiran yang menjelaskan dinamika perilaku individu atau memberitahu konseli mengapa ia bertindak dengan cara tertentu karena mereka bukan ahli pada pengalaman konseli. Sebaliknya, kebenaran adalah hasil dari pengalaman bersama. Konseli dalam konseling Gestlat adalah peserta aktif yang membuat interpretasi mereka sendiri melaluikebermaknaan. Merekalah yang meningkatkan kesadaran dan memutuskan apa yang mereka akan atau tidak akan lakukan dengan makna pribadi mereka. Miriam Polster (Corey, 2016) dijelaskan urutan tiga tahap integrasi yang mencirikan pertumbuhan konseli dalam konseling: (1) Bagian pertama dari urutan ini adalah konseli cenderung mencapai kesadaran baru tentang diri mereka sendiri atau untuk memperoleh pandangan baru dari situasi yang lama, atau mereka mungkin melihat baru dibeberapa orang yang berpengaruh dalam hidup mereka. Situasi tersebut sering datang sebagai hal yang mengejutkan mereka. (2) Tahap kedua dari urutan integrasi adalah akomodasi konseli mengakui bahwa mereka memiliki pilihan. Konseli memulai dengan mencoba perilaku baru dalam lingkungan yang mendukung konseling, dan kemudian mereka memperluas kesadaran mereka tentang dunia. Dalam membuat pilihan baru konseli terkadang masih memiliki rasa canggung tetapi dengan dukungan konseling konseli dapat memperoleh keterampilan dalam menghadapi situasi sulit. Konseli cenderung untuk berpartisipasi dalam percobaan di luar lingkungan konseling yang dapat dibahas dalam sesi konseling berikutnya. (3) Tahap ketiga dari urutan integrasi adalah asimilasi yang melibatkan konseli belajar bagaimana mempengaruhi lingkungan mereka. Pada fase ini konseli merasa mampu menghadapi situasi yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka kini mulai melakukan tindakan lebih dari sekedar pasif menerima lingkungan. Perilaku pada tahap ini mungkin termasuk mengambil sikap pada masalah kritis. Akhirnya, konseli