Teks tersebut membahas perbedaan antara pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan adalah informasi yang belum tersusun secara sistematis dan belum teruji kebenarannya, sedangkan ilmu merupakan pengetahuan yang telah disusun, diorganisir, dan dilakukan pengujian kebenarannya melalui metode ilmiah. Ilmu memiliki objek material dan formal, yaitu apa yang dipelajari dan cara pendekatan yang digunakan untuk mempelajarinya.
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Historis filsafat
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu telah banyak pengaruhnya bagi kehidupan manusia, berbagai kemudahan
hidup telah banyak dirasakan, semua ini telah menumbuhkan keyakinan bahwa ilmu merupakan
suatu sarana yang penting bagi kehidupan, bahkan lebih jauh ilmu dianggap sebagai dasar bagi
suatu ukuran kebenaran. Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat
didekati dengan pendekatan ilmiah, sekuat apapun upaya itu dilakukan. Walaupun ilmu
pengetahuan mencari pengertian menerobos realitas sendiri, pengertian itu hanya dicari di tataran
empiris dan eksperimental. Ilmu pengetahuan membatasi kegiatannya hanya pada fenomena-
fenomena, yang entah langsung atau tidak langsung, dialami dari panca indera. Dengan kata lain
ilmu pengetahuan tidak menerobos kepada inti objeknya yang sama sekali tersembunyi dari
observasi. Maka ia tidak memberi jawaban perihal kausalitas yang paling dalam.
Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa sulit bahkan tidak mungkin ilmu mampu menembus
batas-batas yang menjadi wilayahnya yang sangat bertumpu pada fakta empiris, memang tidak
bisa dianggap sebagai kegagalan bila demikian selama klaim kebenaran yang disandangnya
diberlakukan dalam wilayahnya sendiri, namun jika hal itu menutup pintu refleksi radikal
terhadap ilmu maka hal ini mungkin bisa menjadi ancaman bagi upaya memahami kehidupan
secara utuh dan kekayaan dimensi di dalamnya.
Meskipun dalam tahap awal perkembangan pemikiran manusia khususnya jaman Yunani kuno
cikal bakal ilmu terpadu dalam filsafat, namun pada tahap selanjutnya ternyata telah melahirkan
berbagai disiplin ilmu yang masing-masing mempunyai asumsi filosofisnya (khususnya tentang
manusia) masing-masing. Ilmu ekonomi memandang manusia sebagai homo economicus yakni
makhluk yang mementingkan diri sendiri dan hedonis, sementara sosiologi memandang manusia
sebagai homo socius yakni makhluk yang selalu ingin berkomunikasi dan bekerjasama dengan
yang lain, hal ini menunjukkan suatu pandangan manusia yang fragmentaris dan kontradiktif,
memang diakui bahwa dengan asumsi model ini ilmu-ilmu terus berkembang dan makin
terspesialisasi, dan dengan makin terspesialisasi maka analisisnya makin tajam, namun seiring
2. 2
dengan itu hasil-hasil penelitian ilmiah selalu berusaha untuk mampu membuat generalisasi, hal
ini nampak seperti contradictio in terminis (pertentangan dalam istilah).
Dengan demikian eksistensi ilmu mestinya tidak dipandang sebagai sesuatu yang sudah final, dia
perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi untuk memposisikan secara tepat dalam
batas wilayahnya, hal inipun dapat membantu terhindar dari memutlakkan ilmu dan menganggap
ilmu dan kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, di samping perlu terus diupayakan
untuk melihat ilmu secara integral bergandengan dengan dimensi dan bidang lain yang hidup dan
berkembang dalam memperadab manusia. Dalam hubungan ini penulis ingin mengulas lebih
lanjut tentang “Ilmu dan Pengetahuan.”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan dan ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
3. Bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Melalui penulisan ini diharapkan nantinya bisa mengungkapkan secara detail perbedaan antara
ilmu dengan pengetahuan, sehingga nantinya hasil dari ulasan penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengetahuan
Sebelum penjabaran tentang perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, perlu diuraikan
tentang pengertian pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk memudahkan
dalam mendalami perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge.[1] Dalam
Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa pengetahuan adalah kepercayaan yang benar
(knowledge is justified true belief). Sedangkan secara terminologi pengetahuan ada beberapa
definisi:
a. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu
adalah semua isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.[2]
b. Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang
diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui
itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
c. Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu,
termasuk di dalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan khasanah
kekayaan mental yang secara langsung dan tak langsung memperkaya kehidupan kita.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-
barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia
berbentuk ide, atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
(1) Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Cet. XI, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 85.
(2) Burhanuddin Salam, Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan), Cet. I, (Bandung:
Rineka Cipta, 2003), hal. 28.
4. 4
Jadi dapat dipahami bahwa, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun,
baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang
berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu.[3] Pengetahuan berakar
pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini
landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji
karena kesimpulannya ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian
pengetahuan lebih cenderung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka.
2.2 Ilmu
Pada prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisir dan mensistematisasikan
sesuatu.Sesuatu tersebut dapat diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari. Namun sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode.
Ilmu dapat berupa suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.Ini diperoleh melalui observasi,
eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya merupakan hal yang objektif dengan menyampingkan
unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau
subjektif). Ilmu secara komprehensif yang merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan
konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika
dan dapat diamati panca indera manusia.
Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh
sesuatu lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian
serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya.
Berbicara masalah ilmu pengetahuan beserta definisinya ternyata tidak semudah dengan yang
diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat
menolong untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu.
[3] Burhanuddin Salam, Logika Materiil …. hal. 29.
5. 5
Sekarang orang lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga
garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu. Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti
yang dikutip oleh Amsal Bakhtiar (2005) di antaranya adalah:
1. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,
maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
4. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. Harsojo, menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang
pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
6. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-
hukum, yang ketetapan dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan
pengetahuan. Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau
menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir
6. 6
rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai
dengan fakta. Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan
dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan
pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya
yang belum tersusun dengan baik.
2.3 Objek Ilmu Pengetahuan
Ilmu filsafat memiliki objek material dan objek formal. Objek material adalah apa yang
dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material adalah objek yang
dijadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek
material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge), pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
Objek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas objek material, yang sedemikian khas
sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara
pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat ilmu. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa objek formal adalah sudut pandang dari mana dan bagaimana subjek
menelaah objek materialnya yang menyangkut asal usul, struktur, metode, dan validitas ilmu.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih
menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu
pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi
manusia.
Jadi beranjak dari sana kita dapat memahami bahwa, ilmu adalah kumpulan pengetahuan.
Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar
dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan
adalah objek material dan objek formal.[10] Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun
ilmu filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut. Objek material adalah sesuatu hal yang
dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang
dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia, tumbuhan, batu ataupun hal-
hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Objek formal adalah cara
7. 7
memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek materialnya serta
prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan
suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek
material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang
berbeda-beda.
2.4 Dasar Ilmu
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi ilmu mencakup
seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi masih dalam
jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material
seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Untuk
memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan yaitu asumsi
pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi),
struktur atau komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya
ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi ketiga
yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan.
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sebagian ciri yang
patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa modern adalah
munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik
terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari
untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan
justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi
ini.
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat manusia. Dasar aksiologi
ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala keperluan
dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Berdasarkan
8. 8
aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang
apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. Etika mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.
Salah satu ciri khas ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu aktivitas, yaitu sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan secara sadar oleh manusia. Ilmu menganut pola tertentu dan tidak terjadi secara
kebetulan. Ilmu tidak saja melibatkan aktivitas tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas,
sehingga dengan demikian merupakan suatu proses. Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat
intelektual, dan mengarah pada tujuan-tujuan tertentu. Di samping ilmu sebagai suatu aktivitas,
ilmu juga sebagai suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang merupakan hasil berpikir manusia. Kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud aktivitas
manusia dan hasil aktivitas tersebut, merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari ciri ketiga yang
dimiliki ilmu yaitu sebagai suatu metode.
Pada umumnya metodologi yang digunakan dalam ilmu kealaman disebut siklus-empirik. Ini
menunjukkan pada dua hal yang pokok, yaitu siklus yang mengandaikan adanya suatu kegiatan
yang dilaksanakan berulang-ulang, dan empirik menunjukkan pada sifat bahan yang diselidiki,
yaitu hal-hal yang dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi secara inderawi. Metode siklus-
empirik mencakup lima tahapan yang disebut observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan
evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runut dari segenap tahapan
prosedur ilmiah tersebut, meskipun pada prakteknya tahap-tahap kerja tersebut sering kali
dilakukan secara bersamaan.
2.5 Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat
Filsafat ilmu pengetahuan adalah salah satu cabang filsafat. Filsafat diartikan sebagai sikap:
sikap mempertanyakan atau sikap bertanya, yaitu bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu
atau mempertanyakan apa saja. Dengan kata lain filsafat sesungguhnya adalah metode berfikir,
9. 9
yaitu cara. Sikap bertanya itu sendiri adalah filsafat, termasuk mempertanyakan “Apa itu
filsafat?” Karena itu, ketika kita bertanya “Apa itu filsafat?” kita sesungguhnya berfilsafat dan
dengan demikian memperlihatkan secara paling konkret hakikat filsafat itu sendiri. Meskipun
pada akhirnya setiap pertanyaan dapat ditemukan jawabannya, namun jawaban ini selalu
dipertanyakan lagi. Karena itulah, filsafat dianggap sebagai sesuatu yang bermula dari
pertanyaan dan berakhir dengan pertanyaan. Bahkan pertanyaan itu sendiri merupakan sebuah
jawaban. Dengan kata lain, filsafat adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara
berpikir, yang terbuka; terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali. Teori
pengetahuan menjadi inti diskusi, apa hakikat pengetahuan, apa unsur-unsur pembentuk
pengetahuan, bagaimana menyusun dan mengelompokkan pengetahuan, apa batas-batas
pengetahuan, dan juga apa saja yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan.Jadi di sinilah
filsafat ilmu memfokuskan kajian atau telaahnya. Yakni pada sebuah kerangka konseptual yang
menyangkut sebuah sistem pengetahuan yang di dalamnya terdapat hubungan relasional antara,
pengetahu/yang mengetahui (the knower) dan yang terketahui/yang diketahui (the known) dan
juga antara pengamat (the observer) dengan yang diamati (the observed).
Memang benar bahwa secara etimologis filsafat itu berarti cinta akan kebenaran; suatu dorongan
terus-menerus, suatu dambaan untuk mencari dan mengejar dambaan. Tetapi, dalam pengetian
ini, yang pertama-tama mau diungkapkan adalah bahwa filsafat adalah sebuah upaya, sebuah
proses, sebuah pencarian, sebuah quest, sebuah perburuan tanpa henti akan kebenaran. Karena
itu, cinta (philo) dalam philosophia, tidak dipahami pertama-tama sebagai kata benda yang statis,
yang given, melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses. Dalam arti itu, filsafat adalah
sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam pencarian, dalam quest, dalam pertanyaan
terus-menerus.
Dalam filsafat ilmu pengetahuan, sikap ini muncul dalam bentuk sikap kritis yang ingin
meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan. Karena itu pula, apa yang disebut sebagai
kebenaran dan yang pada titik tertentu diyakini sebagai kebenaran selalu akan diliputi tanda
tanya. Konkritnya dengan berfilsafat, dengan berupaya mencari kebenaran, pada akhirnya orang
semakin memahami makna segala sesuatu, termasuk makna kehidupan ini, justru karena
pencarian terus-menerus tadi, maka semakin jelas tentang apa itu filsafat.
10. 10
Filsafat disebut juga sebagai ratu dan induk semua ilmu pengetahuan, ratu yang
memahkotai semua ilmu dengan sikap dasar selalu bertanya ini. Disebut induk karena dari sikap
dasar bertanya ini lahirlah berbagai ilmu yang demikian banyak sekarang ini. Tapi, ada satu
perbedaan dasar antara sikap bertanya dalam filsafat dan sikap bertanya dalam semua ilmu
lainnya. Dalam filsafat, kita memepertanyakan apa saja dari berbagai sudut, khususnya dari
sudut yang paling umum dan mendasar menyangkut hakikat, inti, penegertian paling mendasar.
Sedangkan dalam ilmu pengetahuan, yang di pertanyakan hanya satu saja kenyataan yang
digulumi oleh ilmu itu dan dipertanyakan dari sudut pandang ilmu yang bersangkutan. Jadi, yang
dipersoalkan filsafat adalah seluruh kenyataan dari sudut pandang yang paling mendasar.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, di mana ilmu
mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya,
ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indera serta berupaya
untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya
mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal
umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis
dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan
utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan
masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga
mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih
luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh
ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan
atau dijadikan objek kajian filsafat (filsafat ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai
kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski
dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang
bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-
masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, namun ada ilmu
yang dapat menjawab masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis.
11. 11
Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang
pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan
saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh karena itu pemahaman bidang filsafat dan
pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya yang bersifat timbal balik,
meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan
otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
I. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yakni pada masa Yunani kuno yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu
khusus merupakan bagian dari filsafat.[18] Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk
atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu
seluruh kenyataan, padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan
berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu
memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus
menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-
batas yang tegas di antara masing-masing ilmu.[19] Dengan kata lain tidak ada bidang
pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha
untuk menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan
merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang
berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga
sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan sumber ilmu,
tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi.[20]
Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral.
Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan
filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkristal dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks
inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
12. 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, di antaranya yang menjadi esensi dari pembahasan
antara lain:
Hakikat filsafat secara bahasa philo/philia/philare yang artinya cinta, ingin, senang dan kata
sophia/sophos yang artinya ilmu, kebijaksanaan atau pengetahuan. Jadi filsafat/falsafah/filosofi
artinya adalah mencintai kebijaksanan pengetahuan dan keinginan yang kuat akan ilmu
pengetahuan. Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada
secara kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensif.
Hakikat filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar
ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep- konsep, dan pra-anggapan-pra-anggapannya, serta
letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual. Di samping itu
filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science
of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya. Dalam menyelesaikan kajiannya pada
konsep ontologis, secara epistemologis dan tinjauan ilmu secara aksiologis.
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Soyomukti, N, Pengantar Filsafat Umum, ( Jogjakarta, Ar-Ruzzmedia, 2011)
Arief Sidharta, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu, (Bandung: Pustaka Sutra, 2008).
Burhanuddin Salam, Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan), Cet. I, (Bandung: Rineka
Cipta, 2003).
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Pustaka Indeks, 2008).
Endang Saifudddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987).
Fathul Mufid, Filsafat Ilmu Islam, (Kudus: Stain Kudus, 2008).