Lemahnya pendidikan di Indonesia disebabkan oleh lemahnya sumber daya manusia dan ekonomi masyarakat. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini dengan memberikan bantuan dana operasional sekolah meski belum menjadi solusi. Pendidikan seharusnya tanggung jawab bersama sesuai ajaran Pancasila dan agama untuk saling tolong menolong. Biaya pendidikan yang meningkat sebaiknya diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.
Teks tersebut membahas masalah kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia rendah karena berbagai faktor seperti efektivitas pengajaran yang kurang, efisiensi proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan, serta biaya pendidikan yang mahal. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dengan menambah akses, meningkatkan kualitas guru dan sarana pembelajaran, serta mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan
Artikel ini membahas dukungan berbagai mitra pembangunan internasional terhadap sektor pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar. Mitra-mitra tersebut antara lain Komisi Eropa, Jerman, Belanda yang mendukung peningkatan akses, kualitas, dan tata kelola pendidikan di Indonesia melalui berbagai program dan pendekatan seperti SWAP.
Dokumen tersebut membahas tentang kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia yang menimbulkan berbagai dampak negatif bagi pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan banyak anak tidak sekolah dan putus sekolah. Dokumen ini juga menjelaskan upaya pemerintah untuk mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan namun anggaran tersebut belum dapat terserap secara optimal karena masalah birokrasi
Lemahnya pendidikan di Indonesia disebabkan oleh lemahnya sumber daya manusia dan ekonomi masyarakat. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini dengan memberikan bantuan dana operasional sekolah meski belum menjadi solusi. Pendidikan seharusnya tanggung jawab bersama sesuai ajaran Pancasila dan agama untuk saling tolong menolong. Biaya pendidikan yang meningkat sebaiknya diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.
Teks tersebut membahas masalah kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia rendah karena berbagai faktor seperti efektivitas pengajaran yang kurang, efisiensi proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan, serta biaya pendidikan yang mahal. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dengan menambah akses, meningkatkan kualitas guru dan sarana pembelajaran, serta mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan
Artikel ini membahas dukungan berbagai mitra pembangunan internasional terhadap sektor pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar. Mitra-mitra tersebut antara lain Komisi Eropa, Jerman, Belanda yang mendukung peningkatan akses, kualitas, dan tata kelola pendidikan di Indonesia melalui berbagai program dan pendekatan seperti SWAP.
Dokumen tersebut membahas tentang kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia yang menimbulkan berbagai dampak negatif bagi pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan banyak anak tidak sekolah dan putus sekolah. Dokumen ini juga menjelaskan upaya pemerintah untuk mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan namun anggaran tersebut belum dapat terserap secara optimal karena masalah birokrasi
Dokumen tersebut membahas masalah pendidikan di Indonesia, termasuk kualitas pendidikan yang rendah, biaya pendidikan yang mahal, dan privatisasi pendidikan yang berpotensi mengurangi akses masyarakat miskin untuk bersekolah. Dokumen ini juga menyebutkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan anggaran dan tanggung jawabnya untuk menjamin hak setiap warga Indonesia dalam mendapatkan pendidikan berkualitas.
Dokumen tersebut menjelaskan tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih rendah berdasarkan data sensus 2010. Sebagian besar penduduk hanya berpendidikan SD atau lebih rendah. Rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf di berbagai pulau seperti Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara juga masih di bawah rata-rata nasional. Beberapa faktor penyebab rendahnya pendidikan adalah sosial, budaya, ekonomi,
Buku pedoman ini memberikan panduan pelaksanaan program Bidikmisi tahun 2016, yaitu bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa berpotensi akademik namun tidak mampu secara ekonomi. Program ini diharapkan dapat meningkatkan akses pendidikan tinggi dan menghasilkan lulusan unggul guna meningkatkan daya saing bangsa."
Dokumen tersebut membahas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain: (1) Indonesia menempati peringkat rendah dalam indeks pendidikan internasional, (2) Faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia meliputi kualitas guru dan sarana pembelajaran yang kurang memadai, serta (3) Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan menambah anggaran, sarana
Dokumen tersebut membahas dampak modernisasi terhadap pendidikan Indonesia, kondisi pendidikan pasca kemerdekaan, dan upaya pembaharuan pendidikan nasional. Modernisasi bertransformasi menjadi globalisasi yang menekankan pasar bebas, menyebabkan negara berkembang terjerat hutang dan memangkas anggaran pendidikan. Hal ini berdampak pada privatisasi pendidikan dan menurunnya kualitas pendidikan.
India telah menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama untuk mendukung industri berbasis teknologi. Pemerintah India mengalokasikan anggaran besar untuk pendidikan dan menyediakan berbagai program beasiswa bagi mahasiswa asing, termasuk Indonesia. Hal ini membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia India secara berkelanjutan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Sistem pendidikan Indonesia dinilai masih bermasalah karena kualitas pendidikan rendah meski anggaran besar, (2) Ujian Nasional dinilai tidak efisien dan tidak sesuai tujuan penilaian yang sebenarnya, (3) Diperlukan reformasi kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara merata di seluruh Indonesia.
Dokumen tersebut membahas masalah pendidikan di Indonesia, termasuk kualitas pendidikan yang rendah, biaya pendidikan yang mahal, dan privatisasi pendidikan yang berpotensi mengurangi akses masyarakat miskin untuk bersekolah. Dokumen ini juga menyebutkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan dan menjamin akses pendidikan berkualitas bagi seluruh warga negara.
Dokumen tersebut membahas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa penyebab utamanya adalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru. Dokumen tersebut juga menjelaskan solusi sistemik seperti mengubah sistem ekonomi, dan solusi teknis seperti meningkatkan kualitas guru dan prestasi siswa.
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikromuhammadsucahyo
Makalah ini membahas permasalahan makro dan mikro dalam pendidikan di Indonesia. Permasalahan makro meliputi rendahnya kualitas guru, belum meratanya akses pendidikan, dan rendahnya efisiensi sistem pendidikan. Permasalahan mikro pada sarana fisik sekolah yang kurang memadai, proses pembelajaran berkualitas rendah, dan prestasi siswa yang masih di bawah harapan. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut,
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia dan dampaknya.
2. Salah satu dampaknya adalah mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan banyak anak tidak dapat bersekolah.
3. Dokumen tersebut juga membahas solusi untuk meningkatkan daya serap anggaran pendidikan seperti meningkatkan efisiensi birokrasi pendidikan
Dokumen tersebut membahas masalah pendidikan di Indonesia, termasuk kualitas pendidikan yang rendah, biaya pendidikan yang mahal, dan privatisasi pendidikan yang berpotensi mengurangi akses masyarakat miskin untuk bersekolah. Dokumen ini juga menyebutkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan anggaran dan tanggung jawabnya untuk menjamin hak setiap warga Indonesia dalam mendapatkan pendidikan berkualitas.
Dokumen tersebut menjelaskan tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih rendah berdasarkan data sensus 2010. Sebagian besar penduduk hanya berpendidikan SD atau lebih rendah. Rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf di berbagai pulau seperti Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara juga masih di bawah rata-rata nasional. Beberapa faktor penyebab rendahnya pendidikan adalah sosial, budaya, ekonomi,
Buku pedoman ini memberikan panduan pelaksanaan program Bidikmisi tahun 2016, yaitu bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa berpotensi akademik namun tidak mampu secara ekonomi. Program ini diharapkan dapat meningkatkan akses pendidikan tinggi dan menghasilkan lulusan unggul guna meningkatkan daya saing bangsa."
Dokumen tersebut membahas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain: (1) Indonesia menempati peringkat rendah dalam indeks pendidikan internasional, (2) Faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia meliputi kualitas guru dan sarana pembelajaran yang kurang memadai, serta (3) Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan menambah anggaran, sarana
Dokumen tersebut membahas dampak modernisasi terhadap pendidikan Indonesia, kondisi pendidikan pasca kemerdekaan, dan upaya pembaharuan pendidikan nasional. Modernisasi bertransformasi menjadi globalisasi yang menekankan pasar bebas, menyebabkan negara berkembang terjerat hutang dan memangkas anggaran pendidikan. Hal ini berdampak pada privatisasi pendidikan dan menurunnya kualitas pendidikan.
India telah menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama untuk mendukung industri berbasis teknologi. Pemerintah India mengalokasikan anggaran besar untuk pendidikan dan menyediakan berbagai program beasiswa bagi mahasiswa asing, termasuk Indonesia. Hal ini membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia India secara berkelanjutan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Sistem pendidikan Indonesia dinilai masih bermasalah karena kualitas pendidikan rendah meski anggaran besar, (2) Ujian Nasional dinilai tidak efisien dan tidak sesuai tujuan penilaian yang sebenarnya, (3) Diperlukan reformasi kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara merata di seluruh Indonesia.
Dokumen tersebut membahas masalah pendidikan di Indonesia, termasuk kualitas pendidikan yang rendah, biaya pendidikan yang mahal, dan privatisasi pendidikan yang berpotensi mengurangi akses masyarakat miskin untuk bersekolah. Dokumen ini juga menyebutkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan dan menjamin akses pendidikan berkualitas bagi seluruh warga negara.
Dokumen tersebut membahas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa penyebab utamanya adalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru. Dokumen tersebut juga menjelaskan solusi sistemik seperti mengubah sistem ekonomi, dan solusi teknis seperti meningkatkan kualitas guru dan prestasi siswa.
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikromuhammadsucahyo
Makalah ini membahas permasalahan makro dan mikro dalam pendidikan di Indonesia. Permasalahan makro meliputi rendahnya kualitas guru, belum meratanya akses pendidikan, dan rendahnya efisiensi sistem pendidikan. Permasalahan mikro pada sarana fisik sekolah yang kurang memadai, proses pembelajaran berkualitas rendah, dan prestasi siswa yang masih di bawah harapan. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut,
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia dan dampaknya.
2. Salah satu dampaknya adalah mahalnya biaya pendidikan yang menyebabkan banyak anak tidak dapat bersekolah.
3. Dokumen tersebut juga membahas solusi untuk meningkatkan daya serap anggaran pendidikan seperti meningkatkan efisiensi birokrasi pendidikan
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANIDadang DjokoKaryanto
Dokumen tersebut membahas tentang masalah pemerataan pendidikan di Indonesia. Dibahas mengenai pengertian pemerataan pendidikan, dasar-dasar pemerataan pendidikan, faktor-faktor yang mempengaruhi pemerataan pendidikan, dan masalah serta pemecahan masalah pemerataan pendidikan."
Makalah mahalnya pendidikan di indonesiasuyono fis
Makalah ini membahas tentang mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Biaya pendidikan berasal dari berbagai sumber seperti pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber luar negeri. Sayangnya, biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan banyak masyarakat kurang mampu tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya. Hal ini menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian.
Dokumen tersebut membahas permasalahan pendidikan di Indonesia dan solusinya. Permasalahan utama adalah sistem pendidikan yang menghasilkan siswa sebagai objek belajar tanpa kritis, selain itu terdapat masalah sarana, guru, biaya dan prestasi. Solusinya adalah perbaikan sistemik dan teknis seperti peningkatan sarana, kesejahteraan guru, serta kualitas proses belajar mengajar.
Dokumen tersebut membahas tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima SD Negeri Mararena di Kabupaten Sarmi. BOS bertujuan untuk membebaskan siswa dari beban biaya sekolah agar dapat berkonsentrasi belajar dan meningkatkan mutu pendidikan. Namun, pengelolaan dana BOS di sekolah tersebut dinilai kurang optimal karena kurang melibatkan unsur perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan peng
Dokumen tersebut membahas tentang problematika pendidikan di Indonesia, yang mencakup beberapa masalah utama yaitu rendahnya pemerataan kesempatan belajar, mutu akademik yang rendah, serta rendahnya efisiensi sistem pendidikan. Dokumen ini juga menjelaskan faktor-faktor penyebab masalah pendidikan seperti kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi, serta kebijakan pendidikan yang belum memadai.
Dokumen tersebut membahas tentang empat masalah pokok pendidikan di Indonesia yaitu masalah pemerataan pendidikan, mutu pendidikan, efisiensi pendidikan, dan relevansi pendidikan. Masalah-masalah tersebut muncul karena belum terpenuhinya kesempatan belajar bagi seluruh warga negara, rendahnya kualitas hasil belajar, tidak efisiennya penggunaan sumber daya pendidikan, dan kurang relevannya pendidikan den
Dokumen tersebut membahas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Secara garis besar, kualitas pendidikan Indonesia rendah dibuktikan dengan peringkat Human Development Index yang menurun, serta prestasi siswa yang rendah. Penyebab utamanya adalah rendahnya kualitas guru dan sarana pendidikan, serta rendahnya anggaran dan efisiensi sistem pendidikan. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dengan menambah akses, infrastruktur, dan anggar
Dokumen tersebut membahas tentang perdagangan internasional, kebijakan perdagangan bebas dan proteksionis serta dampaknya bagi negara pengekspor dan pengimpor. Secara khusus dijelaskan mengenai keuntungan spesialisasi dan perdagangan melalui contoh angka."
PDB didefinisikan sebagai total nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Ada tiga pendekatan untuk mengukur PDB yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Pendekatan produksi menjumlahkan nilai tambah setiap sektor, pendekatan pengeluaran menjumlahkan konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor-impor, sementara pendekatan
Makalah ini membahas permasalahan pendidikan di Indonesia. Tiga permasalahan utama yang dijelaskan adalah (1) keterbatasan pemerataan pendidikan ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat, (2) rendahnya mutu dan relevansi pendidikan, dan (3) masalah efisiensi dan efektivitas sistem pendidikan. Makalah ini menganalisis faktor-faktor penyebab ketiga permasalahan tersebut dan langkah-langkah untuk mengatas
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Dokumen ini menjelaskan pengertian, subjek, objek, dan sejarah pajak penghasilan di Indonesia dimulai dari zaman kolonial hingga saat ini.
Globalisasi dan proteksi perdagangan memiliki dampak positif dan negatif bagi perekonomian suatu negara. Dampak positifnya meliputi peningkatan produksi dan kemakmuran melalui spesialisasi, meluasnya pasar ekspor, dan bertambahnya modal asing dan teknologi. Namun demikian, globalisasi juga dapat menghambat pertumbuhan industri dalam negeri, memperburuk neraca pembayaran, dan menyebabkan sektor keuangan menjadi tidak
Makalah ini membahas tentang analisis proyek, termasuk langkah-langkah evaluasi proyek seperti identifikasi manfaat dan biaya, perhitungan dalam rupiah, serta perbedaan analisis proyek pemerintah dan swasta. Makalah ini juga membahas keuntungan dan kelemahan analisis manfaat-biaya serta menyimpulkan tentang pentingnya analisis proyek untuk penggunaan sumber daya yang efisien.
Teknik evaluasi non tes yang dijelaskan dalam dokumen tersebut meliputi skala bertingkat untuk menilai sikap siswa, kuesioner berbentuk skala Likert untuk mengukur pola konsumsi masyarakat, dan daftar cek untuk mengetahui tingkat percaya diri siswa.
Teks tersebut membahas tentang perdagangan bebas dan perjanjian perdagangan internasional yang telah disepakati Indonesia. Secara umum dikatakan bahwa perjanjian-perjanjian tersebut bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, namun ada pandangan yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu sebenarnya hanya untuk memperluas pasar dan agenda neoliberal serta menguntungkan perusahaan besar.
Globalisasi telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, budaya, dan politik. Dokumen tersebut menjelaskan pengertian globalisasi dan bagaimana prosesnya telah berlangsung sejak berabad-abad lalu meskipun semakin meluas di era modern. Dokumen juga membahas dampak positif dan negatif globalisasi terhadap perekonomian, serta perdebatan di antara para pendukung dan penentang ideologi globalisasi.
Makalah ini membahas tentang analisis proyek, termasuk langkah-langkah evaluasi proyek seperti identifikasi manfaat dan biaya, perhitungan dalam rupiah, serta perbedaan analisis proyek pemerintah dan swasta. Makalah ini juga membahas keuntungan dan kelemahan analisis manfaat-biaya serta menyimpulkan tentang pentingnya analisis proyek untuk penggunaan sumber daya yang efisien.
1. Masalah Pendidikan di Indonesia*
sim on January 5th, 2009
*oleh : Rini Setyowati, Haniah Nurlali, Diah Ayu Wulandari FKIP Geografi UNS
Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya
membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang
muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita. Sebagai siswa dan
sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti
:
1. Kurikulum
Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih baiklah, lebih
tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula
pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada
prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak
mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah
menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam pendidikan. Contohnya
guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan
dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan
pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan
pendidikan yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta yang
ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru, padahal tanpa guru kita
tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini.
2. Biaya
Akhir-akhir ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak pula pejabat
pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus
membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis
pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
Sekarang ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi
bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka sudah
mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan pendidikan yang
layak.
Akhir-akhir ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan
menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini
2. berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri
diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur
formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan
tidak mampu. Hal ini saya rasa sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan
mengotak-kotakan pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan
pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.
3. Tujuan pendidikan
Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan.
Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat.
Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang
membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti
kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena
memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang
tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu
permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP)
menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69 pasal banyak
mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan
mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia
pendidikan.
|Rabu, 17 Desember 2008, suara mahasiswa Universitas Indonesia yang memprotes pengesahan
RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) sudah semakin tipis. Namun, teriakan tetap mereka
lantangkan di lobi Gedung Nusantara II DPR, Rabu (17/12) sore.
Ketua BEM UI 2008 Edwin Nafsa Naufal mengatakan, mereka sudah mengawal pembahasan
RUU ini selama 3 tahun. Bahkan, sebuah konsep tandingan sudah disiapkan. Segala aspirasi dan
masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP.
Hal yang dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Anggapan mahasiswa ini, dikatakan
Ketua Pansus RUU BHP Irwan Prayitno, salah besar. Pendanaan. 20 persen operasional dibiayai
pemerintah. Untuk investasi dan bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah.
UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar
20 persen dari seluruh jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi
yang terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa, akhirnya
dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan menjadi kerangka
besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU BHP sendiri saat ini sedang
dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat status hukum PT BHMN, ia akan diatur
dalam UU BHP.
3. 5. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut
mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama Ujian Akhir
Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas).
Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4 Februari 2005), setidaknya ada empat
penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan,
kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan,
yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Kedua,
aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan
yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru
melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada
pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap
pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya
melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.
Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya,
pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada
tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi
peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan
di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.
Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005,
dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD
dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi
tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya.
Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN.
Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya.
Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
6. Kesrusakan fasilitas sekolah
Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60
persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak
mencapai 50 persen.
Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan
4. infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite
Sekolah.
Menurut saya, kerusakan bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan
karena secara psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruanagan
yang hamper roboh.
Bangsaku bangkitlah dengan Pendidikanmu, agar kita menjadi singa yang siap mengaung
keseluruh dunia bukan seperti kambing yang selalu malu menunjukan dirinya.
Sumber:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/17/16114897/mahasiswa.khawatir.uu.bhp.bikin.pend
idikan.semakin.mahal.
http://www.geramtolakbhp.blogspot.com/Potret Dunia Pendidikan Indonesia
http://mybluegreen.net/serbaneka/potret-dunia-pendidikan-indonesia/
http://beritasore.com/2007/07/03/uu-bhp-tidak-mengarah-privatisasi-perguruan-tinggi/
Tags: Masalah Pendidikan