SlideShare a Scribd company logo
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI
DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDIDIKAN
Ujian nasional (UN) sejak awal kemunculannya telah menjadi kontroversi
yang belum berakhir hingga saat ini. Ketika memasuki bulan Mei menjelang
pelaksanaan UN kontroveri akan semakin menguat. Mulai dari orang tua, guru,
anggota DPR, pakar pendidikan masing-masing menyuarakan pendapatnya mengenai
UN. Ada yang mendukung dan tidak sedikit yang menolak pelaksanaan UN.
Penolakan terhadap UN didasari pada tujuan dan manfaat UN yang
dianggap kurang sebanding dengan efek buruk yang ditimbulkannya. Kasus-kasus
kecurangan demi kelulusan, bunuh diri karena tidak lulus, kebocoran soal dan lain-
lain semakin menguatkan penolakan terhadap UN. Lantas apakah benar UN harus
dihentikan?
UN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan
akan diejawantahkan dalam aktivitas kegiatan belajar. Kegiatan pembelajaran
merupakan interaksi peserta didik dengan lingkungannyam baik lingkungan sosial
maupun lingkungan fisik. Melalui proses belajar inilah diharapkan ada perubahan
perilaku dari peserta didik menuju ke arah yang lebih baik. Artinya proses kegiatan
belajar yang dialami oleh siswa merupakan aspek penting dalam pendidikan. Peranan
sekolah dan guru adalah memberikan dan menyediakan fasilitas belajar untuk
memudahkan dan melancarkan kegiatan belajar siswa. Guru memliki peran yang
strategis dalam mendorong siswa belajar secara aktif, produktif dan efisien. Selain
dipengaruhi oleh guru kualitas dan proses pendidikan juga dipengaruhi oleh tujuan
pembelajaran, bahan/materi ajar, metode/ media, evaluasi dan siswa itu sendiri.
Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang kualitas sistem
pendidikan yang dinilai ada sekurang-kurangnya tiga komponen/dimensi yang perlu
dijadikan sasaran penilaian, yaitu progran pendidikan, proses pelaksanaan dan hasil-
hasil yang dicapai. Dengan demikian, proses evaluasi dalam pedidikan bertujuan
untuk mengetahui kemampuan siswa, sekaligus mengetahui apakah implementasi
kurikulum sudah sesuai. Evaluasi yang dilaksanakan setelah kegiatan belajar
merupakan bentuk feed back terhadap ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Evaluasi dalam arti luas merupakan sebuah proses merencanakan,
memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat
alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehmen). Artinya setiap kegiatan evaluasi
atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh
informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu
keputusan. Informasi atau data yang dikumpulkan haruslah sesuai dan mendukung
tujuan evaluasi yang telah direncanakan (Ngalim, 2010:3)
Menurut Norman E Gronlund, evaluasi dalam kegiatan pembelajaran
merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Sedangkan
tujuan evaluasi itu sendiri menurut Ngalim adalah untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami kebiatan belajar selama
jangka waktu tertentu dan untuk mengetahui keberhasilan program pengajaran.
Evaluasi yang dilakukan secara benar akan membantu guru memperbaiki
cara mengajar dan membantu siswa untuk meningkatkan cara belajar. Karena evaluasi
dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dalam proses
pembelajaran. Model-model evaluasi terus dikembangkan oleh para ahli untuk
menemukan bentuk evaluasi ideal yang dapat merekam kemampuan siswa dengan
baik. Berbagai bentuk evaluasi tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan.
Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Undang-
undang tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Selain itu merupakan
sebagai dasar hukum bagi pemerintah untuk melaksanakan evaluasi dengan UN.
Selain itu dasar hukum pelaksanaan UN adalah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dan yang terbaru adalah Permendikbud
Nomor 59 tahun 2011 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan
Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.
Tujuan Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan,
dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan. Untuk teknik pelaksanaannya, Badan Standarisasi Nasional
Pendidikan (BSNP) sebagai pelaksanan UN. BSNP bertugas untuk menjaga kualitas
soal-soal ujian dan juga membuat SOP pelaksanaan UN.
Jika dilihat dari sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia, pelaksanaan
ujian nasional sudah diterapkan sejak tahun 1960-a. Perkembangan UN dari zaman ke
zaman di Indonesia mengalami banyak metamorfosa dan telah beberapa kali diganti
formatnya.
Tahun
Pelaksanaan
Ujian Nasional
Keterangan
1965-1971
Sistem ujian dinamakan sebagai Ujian Negara. Hampir berlaku
untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di
Indonesia, yang berada pada satu kebijakan pemerintah pusat.
1972-1979
Dirubah menjadi Ujian sekolah. Sehingga, sekolahlah yang
menyelenggarakan ujian sendiri. Semuanya diserahkan kepada
sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-
kebijakan umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan
oleh pihak sekolah
1980-2000
Untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu
pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajar
Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS ini,
dikembangkan perangkat ujian pararel untuk setiap mata
pelajaran yang diujikan. Sedangkan yang menyelenggarakan dan
monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing
2001-2004
EBTANAS diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS).
Hal yang menonjol dalam peralihan dari EBTANAS menjadi
UNAS adalah dalam penentuan kelulusan siswa, yaitu ketika
masih menganut sistem Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2
semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan
dalam kelulusan UNAS ditentukan oleh mata pelajaran secara
individual
2005-2009 Terjadi perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar
pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP-
LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB) sehingga nilai kelulusan ada
target minimal
2010
Diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Untuk UN tahun 2010,
ada ujian remidial bagi siswa yang tidak lulus UN tahap pertama.
Dengan target, siswa yang melaksanakan UN dapat mencapai
nilai standar minimal UN sehingga mendapatkan lulusan UN
dengan baik
2011-2012
UN tidak lagi mengenal ujian ulangan remidial. Tetapi kelulusan
siswa selain ditentukan oleh UN juga ditentukan oleh Ujian Akhir
Sekolah (UAS). Nilai akhir kelulusan merupakan penjumlahan
dari nilai UN (0.4) dan nilai UAS (0.6).
Diolah dari berbagai sumber
Format UN yang berubah menunjukkan pemerintah terus mencari evaluasi
ideal yang komprehensif untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Evaluasi pendidikan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah sesuai UU No 20 Tahun
2003, Pasal 68, hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan
untuk:
1. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
2. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
3. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
4. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
UN SARANA KONTROL STANDARISASI NASIONAL PENDIDIKAN
Standarisasi pendidikan nasional diperlukan dengan beberapa alasan
menurut Tilaar:
1. Indonesia sebagai negara berkembang
2. Sebagai negara kesatuan kita memerlukan suatu penilaian dari kinerja sistem
pendidikan nasional
3. Anggota masyarakat global
Standar adalah patokan. Untuk mengetahui efektivitasnya diperlukan
sarana-sarana seperti ujian dan evaluasi nasional. Tentunya tidak dapat mencakup
semua standar isi karena akan memerlukan biaya dan tenaga yang sangat besar. Dari
pembahasans ebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan UN adalah untuk melakukan
pemetaan permasalahan pendidikan. Sehingga dengan demikian pemilihan beberapa
mata pelajaran yang esensial merupakan hal yang dapat dipahami. Mata pelajaran
seperti Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan Bahasa Inggris. Hasil UN
dievaluasi untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan selanjutnya.
Evaluasi standar nasional pendidikan dilaksanakan oleh guru secara
berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mencapai standar yang
ditentukan. Hasil evaluasi guru tersebut kemudian dikombinasikan dengan evaluasi
secara nasional.
TANTANGAN GLOBALISASI
Standarisasi pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan
sebuah cara yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi tantangan persaingan
global. Standarisasi pendidikan bertujuan menciptakan tenaga kerja yang akan mampu
bersaing dalam kancah internasional. Standarisasi pendidikan ini dituangkan dalam PP
N0.19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidikan Nasional. Dengan standar
pendidikan nasional, setiap institusi sekolah, baik di kota maupun di daerah
mempunyai acuan dan target keberhasilan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sekolah-sekolah yang mempunyai kualitas di bawah standar nasional yang
telah ditetapkan akan didorong untuk dapat mencapai standar pendidikan nasional.
Sedangkan sekolah yang telah mencapai standar pendidikan nasional akan terus
diupayakan mempertahankan dan meningkatkan kualitasnya.
Mengapa pemerintah menetapkan standarisasi pendidikan di Indonesia?
Dalam hasil survei yang dilakukan oleh UNDP mengenai pertumbuhan Human
Development Index (HDI), diketahui posisi Indonesia ternyata berada di bagian
bawah, bahkan hanya jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Jika
dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina ternyata kita tertinggal.
Dari peringkat negara di Asia Tenggara berdasarkan HDI tahun 2010 kita harus puas
berada di urutan ke enam dari 10 negara. Meskipun dari tahun ke tahun index HDI
Indonesia selalu naik, namun ternyata tidak mampu mengimbangi kenaikan index
HDI dari negara tetangga.
Tabel: Peringkat Negara ASEAN Berdasarkan HDI 2010
Negara
Peringkat Negara Asean Berdasarkan
Seluruh Komponen HDI
HDI Value
Singapura
Brunei Darusalam
Malaysia
Thailand
Philipina
Indonesia
Vietnam
Laos
Cambodia
Myanmar
27
37
57
92
97
108
113
122
124
132
0.846
0.805
0.744
0.654
0.638
0.600
0.572
0.497
0.494
0.451
Sumber: Data UNDP 2011 (www.hdr.undp.org/statistic)
Rendahnya HDI Indonesia dibanding negara lain merupakan hal yang
mengkhawatirkan. Pada tahun-tahun ke depan Indonesia akan dihadapkan pada
persaingan global. Persaingan global menuntut kesiapan tenaga kerja Indonesia untuk
bersaing dengan tenaga kerja asing. Bagaimana kita dapat bersaing jika tenaga kerja
kita kalah kualitas dibanding tenaga kerja asing?
Kembali ke standarisasi pendidikan sebelumnya, tujuan pemerintah
melakukan standarisasi pendidikan adalah agar dapat mengontrol kualitas pendidikan
di Indonesia. Salah satu kontrol kualitas tadi dengan melakukan evaluasi secara
nasional dengan menggunakan standar nasional. Sesuai dengan tujuan UN, melalui
UN diharapkan dapat melihat peta kualitas lulusan di Indonesia. Dengan mengetahui
kualitas lulusan, pemerintah dapat melihat kekurangan atau kelebihan dari suatu
daerah sehingga dapat merancang kebijakan dibidang pendidikan kedepannya.
Jika kita hubungkan dengan tantangan globalisasi, standarisasi pendidikan,
atau mungkin lebih mengerucut kita sebut sebagai UN merupakan salah satu alat yang
digunakan agar dapat mencetak penduduk yang berkualitas. Mungkin dianggap terlalu
naif. Tapi saya kira itulah tujuan sebenarnya. Prosesnya memang panjang, tidak
instan. Dengan menetapkan standar pendidikan dan lulusan, diharapkan semua pihak
bekerja keras untuk mencapainya. Standarisasi lulusan tentu akan sangat berguna bagi
lulusan ketika nantinya dia harus bersaing dengan tenaga kerja asing dalam
memperebutkan kesempatan kerja.
MEMPERTAHANKAN UJIAN NASIONAL
Gugatan terhadap pelaksanaan UN merupakan hal yang harus dihormati
sebagai bentuk kotrol sosial masyarakat terhadap kebijakan di bidang pendidikan yang
telah diambil oleh pemerintah. Gugatan ini sebenarnya kalau dicermati dikarenakan
adanya efek samping negatif dari pelaksanaan UN.
Setiap implementasi sebuah kebijakan pastilah akan membawa dampak,
baik postif maupun negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pelaksanaan UN
seyogyanya menjadi koreksi kebijakan bukan dengan menghapuskan UN. Jika
ditanya, pasti semua pihak setuju bahwa ujian harus diselenggarakan. Tidak dapat
dipungkiri pentingnya proses evaluasi dalam manajemen pendidikan.
Salah satu alasan bahwa pelaksanaan ujian nasional dianggap tidak adil
karena melakukan standarisasi lulusan, tetapi kurang memperhatikan standarisasi
fasilitas pendidikan. Perbedaan fasilitas yang didapatkan oleh peserta didik tentu
dianggap akan sangat mempengaruhi hasil yang dicapai oleh peserta didik itu sendiri.
Jika memang di beberapa wilayah fasilitas pendidikan kurang memadai, bukan
berarti lantas UN harus dihilangkan. Menunggu fasilitas memadai yang sama di
seluruh wilayah Indonesia mungkin memerlukan waktu yang sangat lama. Artinya
perbaikan fasilitas sekolah dapat dilakukan beriringan dengan pelaksanaan UN.
Standarisasi fasilitas memang tidak bisa ditawar demi keadilan pendidikan bagi warga
negara, namun semua juga tahu hal ini memerlukan proses. Jika pelaksanaan UN
harus menunggu semua fasilitas sekolah di seluruh Indonesia harus sama, sampai
kapan UN baru dapat dilakukan? Lantas siapa yang bertanggung jawab terhadap
kualitas lulusan selama waktu menunggu tersebut? Menurut hemat saya, standarisasi
fasilitas pendidikan dan standarisasi kualitas lulusan dapat dilakukan secara
beriringan, tanpa harus menunggu kesiapan satu sama lain. Pendidikan dan evaluasi
adalah proses, proses yang harus diperbaiki secara terus menerus.
Disorientasi tujuan pendidikan dianggap sebagai efek negatif lain dari
implementasi UN. Karena UN hanya mengujikan beberapa mata pelajaran saja,
akibatnya konsentrasi peserta didik maupun guru hanya terpusat pada mata pelajaran
yang di-UN-kan saja. Proses pembelajaran dianggap kurang bermakna karena peserta
didik hanya dituntut untuk dapat menyelesaikan soal UN dengan benar. Selain itu ada
anggapan bahwa dengan pelaksanaan UN yang hanya seminggu, tetapi menentukan
kelulusan pendidikan peserta didik yang telah ditempuh selama 3 tahun tidak adil.
Sebenarnya kalau dilihat dari kebijakan yang dilakukan pemerintah,
evaluasi UN terus menerus dilakukan. Saat ini kelulusan murid tidak hanya
ditentukan oleh Ujian Akhir Nasioan tapi juga ditentukan oleh nilai rapot. Artinya,
sebenarnya UN sangat menghargai proses belajar siswa selama di sekolah, Bahkan
persentase nilai rapot dalam menentukan kelulusan lebih besar dari nilai ujian akhir itu
sendiri, yaitu 60:40. Dengan demikian adanya anggapan bahwa pendidikan selama
bertahun-tahun hanya ditentukan melalui ujian selama satu minggu tidak beralasan.
Selain itu anggapan bahwa guru tidak diberi hak untuk menentukan kelulusan siswa
juga tidak beralasan, karena kelulusan tetap ditentukan oleh sekolah.
Berita mengenai kecurangan dalam pelaksanaan UN selalu mendominasi
setiap pelaksanaan UN. Bocornya soal, beredarnya kunci jawaban, lolosnya alat
elektronik ke dalam ruang ujian, tertangkapnya guru yang mengedarkan kunci
jawaban, contek massal di kelas, merupakan berita-berita yang banyak kita dengar
pasca pelaksanaan UN. Apa yang terjadi tersebut merupakan bentuk dari ketakutan
dari peserta didik, guru maupun orang tua jika peserta didik tidak lulus. Sehingga
berbagai cara dilakukan untuk dapat meluluskan peserta didik. Yang paling
menyedihkan adanya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswa karena tidak lulus
UN (Kompas.com, Rabu, 28 April 2010)
Ketakutan tidak lulus mungkin wajar ketika awal-awal pelaksanaan UN,
karena saat itu memang saat itu UN merupakan satu-satunya alat untuk menentukan
kelulusan siswa. Namun, koreksi terhadap sistem UN nasional berdasarkan kritikan
dan saran dari berbagai pihak telah dilakukan oleh para pengambil kebijakan.
Kelulusan tidak hanya ditentunkan oleh ujian akhir nasional. Saat ini nilai UN
merupakan akumulasi dari nilai ujian akhir nasional ditambah nilai ujian sekolah.
Nilai ujian sekolah sendiri merupakan rata-rata dari nilai rapot peserta didik selama
pendidikan ditambah dengan ujian akhir sekolah. Dengan demikian nampak bahwa
UN sebagai penentu kelulusan sebenarnya sangat menghargai proses belajar siswa
selama bertahun-tahun.
Peran sekolah sebenarnya lebih besar dalam menentukan kelulusan siswa.
Pemerintah sebenarnya menyerahkan kelulusan siswa pada masing-masing sekolah.
Sekolah dapat saja tidak meluluskan siswanya jika memang siswa tersebut dianggap
tidak layak lulus meskipun siswa tersebut sebenarnya lulus UN. Aspek afektif dan
psikomotor merupakan salah satu penentu kelulusan selain UN dan ujian sekolah.
Perubahan peraturan tersebut seharusnya menghilangkan kekhawatiran bahwa siswa
tidak akan lulus. Namun juga harus diiringi dengan persiapan yang matang oleh siswa
dan guru dalam menghadapi UN.
Kebocoran soal ujian maupun contek masal memang penyakit yang susah
untuk dihilangkan. Aturan-aturan baru terus dibuat untuk meminimalkan kecurangan
tersebut. Namun demikian yang harus ditekankan disini adalah kesadaran dan
kedisiplinan tinggi dari berbagai pihak. Perilaku jujur harus diterapkan sebagai hidden
curriculum di sekolah. Bahkan seharusnya perilaku jujur dan disiplin dijadikan
sebagai budaya sekolah. Jika perilaku jujur dan disiplin sudah menjadi model mental
dari semua warga sekolah, tentunya kecurangan-kecurangan semacam ini tidak akan
terjadi. Dan yang jelas hal tersebut tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba atau dalam
waktu singkat.
Kesadaran dari setiap Pemda di Indonesia untuk melepaskan pendidikan
dari politik praktis juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Selama ini, tingkat kelulusan sering dijadikan tolok ukur sebagai
keberhasilan pemerintah daerah. Hal ini berakibat tekanan besar terhadap sekolah
untuk meluluskan siswa-siswanya bahkan sampai 100%, jika tidak seringkali ada
ancaman mutasi bagi guru. Kondisi ini tentu sangat tidak sehat bagi perbaikan
pendidikan di Indonesia.
UN DAN CHARACTER BUILDING
Prof. Dr. H. Suparno menyampaikan bahwa pada dasarnya pendidikan
dilaksanakan untuk membentuk insan yang berkarakter. Karenanya, pendidikan harus
didasarkan pada norma yang berlaku, yaitu mencakup baik aspek religius maupun
aspek kebangsaan yang berhubungan dengan landasan bangsa dalam kehidupan yang
multietnis. Character building dalam dunia pendidikan cenderung merujuk pada
bagaimana membangun watak seorang anak. Watak adalah perilaku.
Karakter bangsa merupakan modal dasar dalam pembangunan nasional.
Hampir semua pihak saat ini sepakat bahwa bangsa Indonesia mengalami krisis
karakter. Kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan UN merupakan contoh nyata
krisis karakter yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pemerintah melalui
Kemendikbud kemudian memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum nasional.
Apakah hal tersebut cukup untuk mengatasi krisi karakter?
Pendidikan Character Building yang ada di sekolah diformulasikan
menjadi pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran budi pekerti,
yang program utamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata. Paling-
paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Padahal,
pendidikan watak seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Dari
sinilah dibutuhkan keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Dan
langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Jadi
dalam pendidikan watak, urut-urutan langkah yang harus terjadi ialah langkah
pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara
afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ini trilogi klasik pendidikan
yang oleh Ki Hajar Dewantara diterjemahkan dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
Pertanyaan selanjutnya apakah hanya sekolah yang dibebani dengan
pendidikan karakter? Tidak hanya oleh sekolah, tapi juga instansi pemerintah dan
swasta, lembaga dan LSM, perusahaan, organisasi, perkumpulan atau komunitas,
hingga pranata terkecil yaitu keluarga. Bahkan, pendidikan character building di
lingkungan keluarga adalah sangat vital dan menentukan serta menjadi tolok-ukur
keberhasilan sebuah pendidikan. Keluarga adalah tempat yang utama dan pertama
dalam membangun karakter positif dan menanamkan nilai-nilai. Kita tidak dapat
menumpahkan kegagalan pendidikan karakter semata-mata pada sekolah dan
pemerintah. Pendidikan karekter akan lebih mudah diberikan melalui role model. Role
model tidak hanya diperoleh siswa melalui bangku sekolah yang hanya menyita 8 jam
waktunya dalam sehari. Dalam kehidupan di masyarakat role model akan lebih banyak
ditemui oleh siswa, entah itu akan memberikan pengaruh positif atau negatif.
Jika kecurangan UN merupakan bentuk kegagalan pendidikan karakter,
maka semua pihak harus merasa bertanggung jawab dengan kegagalan tersebut.
Bukan hanya kurikulum pendidikan yang diperbaiki. Sebaik apapun kurikulum
disusun, jika kecurangan-kecurangan tetap terjadi dalam implementasinya maka
tidak akan pernah memberikan hasil yang optimal untuk perbaikan pendidikan di
Indonesia. Untuk itu kesadaran semua pihak dalam melaksanakan UN secara jujur
merupakan tanggung jawab bersama, bukan sekedar tanggung jawab sekolah dan
siswa semata.
Anak-anak kita dengan mudah mendapatkan berita-berita negatif dari
media massa mengenai perilaku bangsanya sendiri. Korupsi yang merebak di semua
bidang, pemalsuan ijasah bahkan dilakukan oleh anggota DPR, tawuran antar
penduduk dan sebagainya akan terekam jelas dalam benak mereka. Sekuat apapun
sekolah memberikan pendidikan karakter, jika generasi tua tidak memberikan contoh
bijak, ketika memasuki kehidupan bermasyarakat nantinya, karakter yang telah
mereka bentuk akan terancam eksistensinya.
PENUTUP
UN mutlak diperlukan. Selain alasan-alasan di atas, ada yang lebih
penting lagi, yaitu bagaimana mendidik anak-anak kita agar memiliki etos belajar
dan kerja keras. Dengan UN anak-anak mau tidak mau terus meningkatakan
kemampuannya agar dapat menyesuaikannya dengan standar minimal yang telah
ditentukan. Dengan UN, guru akan dipacu untuk berkreasi dalam menyampaikan
pembelajaran kepada anak didiknya sehingga lebih kreatif dan optimal.
Selain itu juga sangat wajar jika masyarakat ingin melihat apakah siswa
yang lulus dari sekolah di daerah terpencil juga memiliki kompetensi standar yang
sama dengan rekan mereka yang lulus dari sekolah di kota besar. Menyerahkan
sepenuhnya kelulusan sepenuhnya kepada guru dan sekolah bukannya tanpa masalah
karena akan memberikan hasil yang sangat beragam. Kualitas guru yang belum
memadai dikhawatirkan akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap standar
kelulusan siswa. Selain akan mempersulit sekolah yang sudah terlanjur dicap tidak
bermutu sehingga lulusan sekolah tersebut juga akan mendapat stigma tidak bermutu
(Driana, dalam Tilaar, 2010:232). Hal-hal tersebut dapat dikurangi dengan melakukan
ujian yang terstandar nasional.
Hasil lulusan yang telah terstandar nasional bahkan internasional, tentu
lebih mempersiapkan anak didik kita dalam memasuki dunia kerja dan bersaing
dengan pasar tenaga kerja internasional. Namun hal ini tentunga harus diiringi dengan
perbaikan kualitas pendidikan dan fasilitas pendidikan.
Namun demikian, dengan berbagai permasalahan UN yang dihadapi saat
ini, seyogyanya pemerintah kedepannya membuat kebijakan yang terintegrasi dan
terencana dalam membuat standar pendidikan nasional dengan kajian yang mendalam
mengenai dampak kebijakan tersebut dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat
sehingga ketika pada tataran implementasi, kebijakan tersebut tidak mendapat
penolakan.
DAFTAR BACAAN
Tilaar, HAR. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis.
Jakarta:Rineka Cipta
Baedowi, Ahmad. 2012. Calak Edu Esai-Esai Pendidikan 2008-2012. Jakarta:
Alvabet
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya
http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/13/character-building-modal-dasar-nation-
building/
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/11/memudarnya-karakter-bangsa/
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/04/suksesnya-un-bisakah-membangun-
karakter-siswa/
http://komunikasi.um.ac.id/?p=1684
http://kazwini13.wordpress.com/2012/04/16/sejarah-ujian-nasional-di-indonesia/
http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100344/null
http://data.menkokesra.go.id/content/hdi-indonesia-2010-metode-dan-indikator-baru
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/05/02/m3eleh-
pemetaan-keberhasilan-pendidikan-melalui-un-belum-berjalan
http://regional.kompas.com/read/2010/04/28/08461180/Duh.Tak.Lulus.UN.
Bunuh.Diri

More Related Content

What's hot

Dampak un padaualitas pendidikan
Dampak un padaualitas pendidikanDampak un padaualitas pendidikan
Dampak un padaualitas pendidikan
Mastudiar Daryus
 
Tanya jawab tentang ujian nasional
Tanya jawab tentang ujian nasionalTanya jawab tentang ujian nasional
Tanya jawab tentang ujian nasional
Muhsin Hariyanto
 
1.vina serevina ahmad rampiki
1.vina serevina ahmad rampiki1.vina serevina ahmad rampiki
1.vina serevina ahmad rampiki
vinaserevina
 
Peran manajemen peningkatan mutu sekolah
Peran manajemen peningkatan mutu sekolahPeran manajemen peningkatan mutu sekolah
Peran manajemen peningkatan mutu sekolah
Resti Ws
 
kritik jurnal higher education
kritik jurnal higher educationkritik jurnal higher education
kritik jurnal higher education
umiefatiya
 
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelasSosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
Muhamad Dopir
 
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
Jenry Saiparudin
 

What's hot (19)

Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Pbl
PblPbl
Pbl
 
Jp kim ia121redhana
Jp kim ia121redhanaJp kim ia121redhana
Jp kim ia121redhana
 
The Increase Of Early Childhod’s Cognitive Development With Thematic Approach
The Increase Of Early Childhod’s Cognitive Development With Thematic Approach The Increase Of Early Childhod’s Cognitive Development With Thematic Approach
The Increase Of Early Childhod’s Cognitive Development With Thematic Approach
 
Dampak un padaualitas pendidikan
Dampak un padaualitas pendidikanDampak un padaualitas pendidikan
Dampak un padaualitas pendidikan
 
Tanya jawab tentang ujian nasional
Tanya jawab tentang ujian nasionalTanya jawab tentang ujian nasional
Tanya jawab tentang ujian nasional
 
1.vina serevina ahmad rampiki
1.vina serevina ahmad rampiki1.vina serevina ahmad rampiki
1.vina serevina ahmad rampiki
 
Kejujuran sekolah kr
Kejujuran sekolah krKejujuran sekolah kr
Kejujuran sekolah kr
 
Teaching approach 1
Teaching approach 1Teaching approach 1
Teaching approach 1
 
Proposal usulan
Proposal usulanProposal usulan
Proposal usulan
 
Math anxiety 2
Math anxiety 2Math anxiety 2
Math anxiety 2
 
Programe International Student Assessment (PISA)
Programe International Student Assessment (PISA)Programe International Student Assessment (PISA)
Programe International Student Assessment (PISA)
 
Peran manajemen peningkatan mutu sekolah
Peran manajemen peningkatan mutu sekolahPeran manajemen peningkatan mutu sekolah
Peran manajemen peningkatan mutu sekolah
 
kritik jurnal higher education
kritik jurnal higher educationkritik jurnal higher education
kritik jurnal higher education
 
5464 17940-1-pb
5464 17940-1-pb5464 17940-1-pb
5464 17940-1-pb
 
Abstrak proposal
Abstrak proposalAbstrak proposal
Abstrak proposal
 
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelasSosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
Sosialisasi ujian nasional 2015 pada wali kelas
 
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
JURNAL PENDIDIKAN (I) TV10003 : ISU PERLAKSANAAN PENGAJARAN SUBJEK SAINS (PPS...
 
Tugas 4
Tugas 4Tugas 4
Tugas 4
 

Viewers also liked (16)

(konstran)
(konstran)(konstran)
(konstran)
 
Tweede Linkedin
Tweede LinkedinTweede Linkedin
Tweede Linkedin
 
Ly 2011 đề thi thử số 1
Ly 2011  đề thi thử số 1Ly 2011  đề thi thử số 1
Ly 2011 đề thi thử số 1
 
My autobiography
My autobiographyMy autobiography
My autobiography
 
Lesson 13
Lesson 13Lesson 13
Lesson 13
 
Study guide introduction to sea studies
Study guide introduction to sea studiesStudy guide introduction to sea studies
Study guide introduction to sea studies
 
De ltdh 1 2011
De ltdh 1 2011De ltdh 1 2011
De ltdh 1 2011
 
Zuhaitz guztiak1
Zuhaitz guztiak1Zuhaitz guztiak1
Zuhaitz guztiak1
 
Ih50 reti culturali per il lido 29ott11 ravola rotonda proloco
Ih50 reti culturali per il lido  29ott11 ravola rotonda prolocoIh50 reti culturali per il lido  29ott11 ravola rotonda proloco
Ih50 reti culturali per il lido 29ott11 ravola rotonda proloco
 
De ltdh 4 2011
De ltdh 4 2011De ltdh 4 2011
De ltdh 4 2011
 
Angkor wat study guide
Angkor wat study guideAngkor wat study guide
Angkor wat study guide
 
Göztepe'de Kurumsal Yeniden Yapılanma
Göztepe'de Kurumsal Yeniden YapılanmaGöztepe'de Kurumsal Yeniden Yapılanma
Göztepe'de Kurumsal Yeniden Yapılanma
 
De ltdh 6 2011
De ltdh 6 2011De ltdh 6 2011
De ltdh 6 2011
 
Kickstarter deck v0.4
Kickstarter deck v0.4Kickstarter deck v0.4
Kickstarter deck v0.4
 
Factors That Cause School Violence
Factors That Cause School ViolenceFactors That Cause School Violence
Factors That Cause School Violence
 
Father's day
Father's dayFather's day
Father's day
 

Similar to MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDIDIKAN

Kapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islamKapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islam
Phujie FaHrani
 
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKANUJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
NASuprawoto Sunardjo
 
Artikel ujian nasional dilema dan tantangan
Artikel  ujian nasional dilema dan tantanganArtikel  ujian nasional dilema dan tantangan
Artikel ujian nasional dilema dan tantangan
Tri Tjandra
 
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikanDampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
Mastudiar Daryus
 

Similar to MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDIDIKAN (20)

Pkn fix
Pkn fixPkn fix
Pkn fix
 
Kapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islamKapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islam
 
Dampak un
Dampak unDampak un
Dampak un
 
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik PendidikanKEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
 
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik PendidikanKEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL Kajian Kritis Politik Pendidikan
 
Jurnal_Moh. Zaini_IBU Malang_456 549-1-pb
Jurnal_Moh. Zaini_IBU Malang_456 549-1-pbJurnal_Moh. Zaini_IBU Malang_456 549-1-pb
Jurnal_Moh. Zaini_IBU Malang_456 549-1-pb
 
Ptkku
PtkkuPtkku
Ptkku
 
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
PROBLEMATIKA PENDIDIKANPROBLEMATIKA PENDIDIKAN
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
 
Materi akm bimtek guru
Materi akm bimtek guruMateri akm bimtek guru
Materi akm bimtek guru
 
Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS
Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSSPro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS
Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS
 
15097-45715-1-PB.pdf
15097-45715-1-PB.pdf15097-45715-1-PB.pdf
15097-45715-1-PB.pdf
 
Tanya jawab-un-2012
Tanya jawab-un-2012Tanya jawab-un-2012
Tanya jawab-un-2012
 
MEKANISME PENILAIAN (ANIDA&TITI)
MEKANISME PENILAIAN (ANIDA&TITI)MEKANISME PENILAIAN (ANIDA&TITI)
MEKANISME PENILAIAN (ANIDA&TITI)
 
AKM2021.docx
AKM2021.docxAKM2021.docx
AKM2021.docx
 
Pedoman pemenuhan-snp-smp
Pedoman pemenuhan-snp-smpPedoman pemenuhan-snp-smp
Pedoman pemenuhan-snp-smp
 
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKANUJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
UJIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
 
Rochmanu, e jrnal
Rochmanu, e  jrnalRochmanu, e  jrnal
Rochmanu, e jrnal
 
Artikel ujian nasional dilema dan tantangan
Artikel  ujian nasional dilema dan tantanganArtikel  ujian nasional dilema dan tantangan
Artikel ujian nasional dilema dan tantangan
 
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikanDampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
Dampak ujian nasional terhadap kualitas pendidikan
 
Kajian pelaksanaan pbs 2014
Kajian pelaksanaan pbs 2014Kajian pelaksanaan pbs 2014
Kajian pelaksanaan pbs 2014
 

Recently uploaded

PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 

Recently uploaded (20)

Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
PELAKSANAAN (di Hotel 101 Urban Thamrin Jkt) + Link2 MATERI Training_ "Effect...
PELAKSANAAN (di Hotel 101 Urban Thamrin Jkt) + Link2 MATERI Training_ "Effect...PELAKSANAAN (di Hotel 101 Urban Thamrin Jkt) + Link2 MATERI Training_ "Effect...
PELAKSANAAN (di Hotel 101 Urban Thamrin Jkt) + Link2 MATERI Training_ "Effect...
 
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptxSolusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxPresentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis JurnalRepi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
 
Bukti dukung E kinerja kepala sekolah.pdf
Bukti dukung E kinerja  kepala sekolah.pdfBukti dukung E kinerja  kepala sekolah.pdf
Bukti dukung E kinerja kepala sekolah.pdf
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 

MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDIDIKAN

  • 1. MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDIDIKAN Ujian nasional (UN) sejak awal kemunculannya telah menjadi kontroversi yang belum berakhir hingga saat ini. Ketika memasuki bulan Mei menjelang pelaksanaan UN kontroveri akan semakin menguat. Mulai dari orang tua, guru, anggota DPR, pakar pendidikan masing-masing menyuarakan pendapatnya mengenai UN. Ada yang mendukung dan tidak sedikit yang menolak pelaksanaan UN. Penolakan terhadap UN didasari pada tujuan dan manfaat UN yang dianggap kurang sebanding dengan efek buruk yang ditimbulkannya. Kasus-kasus kecurangan demi kelulusan, bunuh diri karena tidak lulus, kebocoran soal dan lain- lain semakin menguatkan penolakan terhadap UN. Lantas apakah benar UN harus dihentikan? UN DAN EVALUASI PENDIDIKAN Tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan akan diejawantahkan dalam aktivitas kegiatan belajar. Kegiatan pembelajaran merupakan interaksi peserta didik dengan lingkungannyam baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Melalui proses belajar inilah diharapkan ada perubahan perilaku dari peserta didik menuju ke arah yang lebih baik. Artinya proses kegiatan belajar yang dialami oleh siswa merupakan aspek penting dalam pendidikan. Peranan sekolah dan guru adalah memberikan dan menyediakan fasilitas belajar untuk memudahkan dan melancarkan kegiatan belajar siswa. Guru memliki peran yang strategis dalam mendorong siswa belajar secara aktif, produktif dan efisien. Selain dipengaruhi oleh guru kualitas dan proses pendidikan juga dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, bahan/materi ajar, metode/ media, evaluasi dan siswa itu sendiri. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang kualitas sistem pendidikan yang dinilai ada sekurang-kurangnya tiga komponen/dimensi yang perlu dijadikan sasaran penilaian, yaitu progran pendidikan, proses pelaksanaan dan hasil- hasil yang dicapai. Dengan demikian, proses evaluasi dalam pedidikan bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa, sekaligus mengetahui apakah implementasi
  • 2. kurikulum sudah sesuai. Evaluasi yang dilaksanakan setelah kegiatan belajar merupakan bentuk feed back terhadap ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Evaluasi dalam arti luas merupakan sebuah proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehmen). Artinya setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Informasi atau data yang dikumpulkan haruslah sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang telah direncanakan (Ngalim, 2010:3) Menurut Norman E Gronlund, evaluasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Sedangkan tujuan evaluasi itu sendiri menurut Ngalim adalah untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami kebiatan belajar selama jangka waktu tertentu dan untuk mengetahui keberhasilan program pengajaran. Evaluasi yang dilakukan secara benar akan membantu guru memperbaiki cara mengajar dan membantu siswa untuk meningkatkan cara belajar. Karena evaluasi dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dalam proses pembelajaran. Model-model evaluasi terus dikembangkan oleh para ahli untuk menemukan bentuk evaluasi ideal yang dapat merekam kemampuan siswa dengan baik. Berbagai bentuk evaluasi tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan. Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Undang- undang tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Selain itu merupakan sebagai dasar hukum bagi pemerintah untuk melaksanakan evaluasi dengan UN. Selain itu dasar hukum pelaksanaan UN adalah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dan yang terbaru adalah Permendikbud Nomor 59 tahun 2011 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional. Tujuan Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
  • 3. jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan. Untuk teknik pelaksanaannya, Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai pelaksanan UN. BSNP bertugas untuk menjaga kualitas soal-soal ujian dan juga membuat SOP pelaksanaan UN. Jika dilihat dari sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia, pelaksanaan ujian nasional sudah diterapkan sejak tahun 1960-a. Perkembangan UN dari zaman ke zaman di Indonesia mengalami banyak metamorfosa dan telah beberapa kali diganti formatnya. Tahun Pelaksanaan Ujian Nasional Keterangan 1965-1971 Sistem ujian dinamakan sebagai Ujian Negara. Hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, yang berada pada satu kebijakan pemerintah pusat. 1972-1979 Dirubah menjadi Ujian sekolah. Sehingga, sekolahlah yang menyelenggarakan ujian sendiri. Semuanya diserahkan kepada sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan- kebijakan umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan oleh pihak sekolah 1980-2000 Untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS ini, dikembangkan perangkat ujian pararel untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan yang menyelenggarakan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing 2001-2004 EBTANAS diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS). Hal yang menonjol dalam peralihan dari EBTANAS menjadi UNAS adalah dalam penentuan kelulusan siswa, yaitu ketika masih menganut sistem Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan dalam kelulusan UNAS ditentukan oleh mata pelajaran secara individual 2005-2009 Terjadi perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar
  • 4. pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP- LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB) sehingga nilai kelulusan ada target minimal 2010 Diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Untuk UN tahun 2010, ada ujian remidial bagi siswa yang tidak lulus UN tahap pertama. Dengan target, siswa yang melaksanakan UN dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga mendapatkan lulusan UN dengan baik 2011-2012 UN tidak lagi mengenal ujian ulangan remidial. Tetapi kelulusan siswa selain ditentukan oleh UN juga ditentukan oleh Ujian Akhir Sekolah (UAS). Nilai akhir kelulusan merupakan penjumlahan dari nilai UN (0.4) dan nilai UAS (0.6). Diolah dari berbagai sumber Format UN yang berubah menunjukkan pemerintah terus mencari evaluasi ideal yang komprehensif untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Evaluasi pendidikan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah sesuai UU No 20 Tahun 2003, Pasal 68, hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: 1. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; 2. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; 3. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; 4. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. UN SARANA KONTROL STANDARISASI NASIONAL PENDIDIKAN Standarisasi pendidikan nasional diperlukan dengan beberapa alasan menurut Tilaar: 1. Indonesia sebagai negara berkembang 2. Sebagai negara kesatuan kita memerlukan suatu penilaian dari kinerja sistem pendidikan nasional 3. Anggota masyarakat global
  • 5. Standar adalah patokan. Untuk mengetahui efektivitasnya diperlukan sarana-sarana seperti ujian dan evaluasi nasional. Tentunya tidak dapat mencakup semua standar isi karena akan memerlukan biaya dan tenaga yang sangat besar. Dari pembahasans ebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan UN adalah untuk melakukan pemetaan permasalahan pendidikan. Sehingga dengan demikian pemilihan beberapa mata pelajaran yang esensial merupakan hal yang dapat dipahami. Mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan Bahasa Inggris. Hasil UN dievaluasi untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan selanjutnya. Evaluasi standar nasional pendidikan dilaksanakan oleh guru secara berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mencapai standar yang ditentukan. Hasil evaluasi guru tersebut kemudian dikombinasikan dengan evaluasi secara nasional. TANTANGAN GLOBALISASI Standarisasi pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan sebuah cara yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi tantangan persaingan global. Standarisasi pendidikan bertujuan menciptakan tenaga kerja yang akan mampu bersaing dalam kancah internasional. Standarisasi pendidikan ini dituangkan dalam PP N0.19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidikan Nasional. Dengan standar pendidikan nasional, setiap institusi sekolah, baik di kota maupun di daerah mempunyai acuan dan target keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sekolah-sekolah yang mempunyai kualitas di bawah standar nasional yang telah ditetapkan akan didorong untuk dapat mencapai standar pendidikan nasional. Sedangkan sekolah yang telah mencapai standar pendidikan nasional akan terus diupayakan mempertahankan dan meningkatkan kualitasnya. Mengapa pemerintah menetapkan standarisasi pendidikan di Indonesia? Dalam hasil survei yang dilakukan oleh UNDP mengenai pertumbuhan Human Development Index (HDI), diketahui posisi Indonesia ternyata berada di bagian bawah, bahkan hanya jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina ternyata kita tertinggal. Dari peringkat negara di Asia Tenggara berdasarkan HDI tahun 2010 kita harus puas
  • 6. berada di urutan ke enam dari 10 negara. Meskipun dari tahun ke tahun index HDI Indonesia selalu naik, namun ternyata tidak mampu mengimbangi kenaikan index HDI dari negara tetangga. Tabel: Peringkat Negara ASEAN Berdasarkan HDI 2010 Negara Peringkat Negara Asean Berdasarkan Seluruh Komponen HDI HDI Value Singapura Brunei Darusalam Malaysia Thailand Philipina Indonesia Vietnam Laos Cambodia Myanmar 27 37 57 92 97 108 113 122 124 132 0.846 0.805 0.744 0.654 0.638 0.600 0.572 0.497 0.494 0.451 Sumber: Data UNDP 2011 (www.hdr.undp.org/statistic) Rendahnya HDI Indonesia dibanding negara lain merupakan hal yang mengkhawatirkan. Pada tahun-tahun ke depan Indonesia akan dihadapkan pada persaingan global. Persaingan global menuntut kesiapan tenaga kerja Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja asing. Bagaimana kita dapat bersaing jika tenaga kerja kita kalah kualitas dibanding tenaga kerja asing? Kembali ke standarisasi pendidikan sebelumnya, tujuan pemerintah melakukan standarisasi pendidikan adalah agar dapat mengontrol kualitas pendidikan
  • 7. di Indonesia. Salah satu kontrol kualitas tadi dengan melakukan evaluasi secara nasional dengan menggunakan standar nasional. Sesuai dengan tujuan UN, melalui UN diharapkan dapat melihat peta kualitas lulusan di Indonesia. Dengan mengetahui kualitas lulusan, pemerintah dapat melihat kekurangan atau kelebihan dari suatu daerah sehingga dapat merancang kebijakan dibidang pendidikan kedepannya. Jika kita hubungkan dengan tantangan globalisasi, standarisasi pendidikan, atau mungkin lebih mengerucut kita sebut sebagai UN merupakan salah satu alat yang digunakan agar dapat mencetak penduduk yang berkualitas. Mungkin dianggap terlalu naif. Tapi saya kira itulah tujuan sebenarnya. Prosesnya memang panjang, tidak instan. Dengan menetapkan standar pendidikan dan lulusan, diharapkan semua pihak bekerja keras untuk mencapainya. Standarisasi lulusan tentu akan sangat berguna bagi lulusan ketika nantinya dia harus bersaing dengan tenaga kerja asing dalam memperebutkan kesempatan kerja. MEMPERTAHANKAN UJIAN NASIONAL Gugatan terhadap pelaksanaan UN merupakan hal yang harus dihormati sebagai bentuk kotrol sosial masyarakat terhadap kebijakan di bidang pendidikan yang telah diambil oleh pemerintah. Gugatan ini sebenarnya kalau dicermati dikarenakan adanya efek samping negatif dari pelaksanaan UN. Setiap implementasi sebuah kebijakan pastilah akan membawa dampak, baik postif maupun negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pelaksanaan UN seyogyanya menjadi koreksi kebijakan bukan dengan menghapuskan UN. Jika ditanya, pasti semua pihak setuju bahwa ujian harus diselenggarakan. Tidak dapat dipungkiri pentingnya proses evaluasi dalam manajemen pendidikan. Salah satu alasan bahwa pelaksanaan ujian nasional dianggap tidak adil karena melakukan standarisasi lulusan, tetapi kurang memperhatikan standarisasi fasilitas pendidikan. Perbedaan fasilitas yang didapatkan oleh peserta didik tentu dianggap akan sangat mempengaruhi hasil yang dicapai oleh peserta didik itu sendiri. Jika memang di beberapa wilayah fasilitas pendidikan kurang memadai, bukan berarti lantas UN harus dihilangkan. Menunggu fasilitas memadai yang sama di seluruh wilayah Indonesia mungkin memerlukan waktu yang sangat lama. Artinya
  • 8. perbaikan fasilitas sekolah dapat dilakukan beriringan dengan pelaksanaan UN. Standarisasi fasilitas memang tidak bisa ditawar demi keadilan pendidikan bagi warga negara, namun semua juga tahu hal ini memerlukan proses. Jika pelaksanaan UN harus menunggu semua fasilitas sekolah di seluruh Indonesia harus sama, sampai kapan UN baru dapat dilakukan? Lantas siapa yang bertanggung jawab terhadap kualitas lulusan selama waktu menunggu tersebut? Menurut hemat saya, standarisasi fasilitas pendidikan dan standarisasi kualitas lulusan dapat dilakukan secara beriringan, tanpa harus menunggu kesiapan satu sama lain. Pendidikan dan evaluasi adalah proses, proses yang harus diperbaiki secara terus menerus. Disorientasi tujuan pendidikan dianggap sebagai efek negatif lain dari implementasi UN. Karena UN hanya mengujikan beberapa mata pelajaran saja, akibatnya konsentrasi peserta didik maupun guru hanya terpusat pada mata pelajaran yang di-UN-kan saja. Proses pembelajaran dianggap kurang bermakna karena peserta didik hanya dituntut untuk dapat menyelesaikan soal UN dengan benar. Selain itu ada anggapan bahwa dengan pelaksanaan UN yang hanya seminggu, tetapi menentukan kelulusan pendidikan peserta didik yang telah ditempuh selama 3 tahun tidak adil. Sebenarnya kalau dilihat dari kebijakan yang dilakukan pemerintah, evaluasi UN terus menerus dilakukan. Saat ini kelulusan murid tidak hanya ditentukan oleh Ujian Akhir Nasioan tapi juga ditentukan oleh nilai rapot. Artinya, sebenarnya UN sangat menghargai proses belajar siswa selama di sekolah, Bahkan persentase nilai rapot dalam menentukan kelulusan lebih besar dari nilai ujian akhir itu sendiri, yaitu 60:40. Dengan demikian adanya anggapan bahwa pendidikan selama bertahun-tahun hanya ditentukan melalui ujian selama satu minggu tidak beralasan. Selain itu anggapan bahwa guru tidak diberi hak untuk menentukan kelulusan siswa juga tidak beralasan, karena kelulusan tetap ditentukan oleh sekolah. Berita mengenai kecurangan dalam pelaksanaan UN selalu mendominasi setiap pelaksanaan UN. Bocornya soal, beredarnya kunci jawaban, lolosnya alat elektronik ke dalam ruang ujian, tertangkapnya guru yang mengedarkan kunci jawaban, contek massal di kelas, merupakan berita-berita yang banyak kita dengar
  • 9. pasca pelaksanaan UN. Apa yang terjadi tersebut merupakan bentuk dari ketakutan dari peserta didik, guru maupun orang tua jika peserta didik tidak lulus. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk dapat meluluskan peserta didik. Yang paling menyedihkan adanya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswa karena tidak lulus UN (Kompas.com, Rabu, 28 April 2010) Ketakutan tidak lulus mungkin wajar ketika awal-awal pelaksanaan UN, karena saat itu memang saat itu UN merupakan satu-satunya alat untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, koreksi terhadap sistem UN nasional berdasarkan kritikan dan saran dari berbagai pihak telah dilakukan oleh para pengambil kebijakan. Kelulusan tidak hanya ditentunkan oleh ujian akhir nasional. Saat ini nilai UN merupakan akumulasi dari nilai ujian akhir nasional ditambah nilai ujian sekolah. Nilai ujian sekolah sendiri merupakan rata-rata dari nilai rapot peserta didik selama pendidikan ditambah dengan ujian akhir sekolah. Dengan demikian nampak bahwa UN sebagai penentu kelulusan sebenarnya sangat menghargai proses belajar siswa selama bertahun-tahun. Peran sekolah sebenarnya lebih besar dalam menentukan kelulusan siswa. Pemerintah sebenarnya menyerahkan kelulusan siswa pada masing-masing sekolah. Sekolah dapat saja tidak meluluskan siswanya jika memang siswa tersebut dianggap tidak layak lulus meskipun siswa tersebut sebenarnya lulus UN. Aspek afektif dan psikomotor merupakan salah satu penentu kelulusan selain UN dan ujian sekolah. Perubahan peraturan tersebut seharusnya menghilangkan kekhawatiran bahwa siswa tidak akan lulus. Namun juga harus diiringi dengan persiapan yang matang oleh siswa dan guru dalam menghadapi UN. Kebocoran soal ujian maupun contek masal memang penyakit yang susah untuk dihilangkan. Aturan-aturan baru terus dibuat untuk meminimalkan kecurangan tersebut. Namun demikian yang harus ditekankan disini adalah kesadaran dan kedisiplinan tinggi dari berbagai pihak. Perilaku jujur harus diterapkan sebagai hidden curriculum di sekolah. Bahkan seharusnya perilaku jujur dan disiplin dijadikan sebagai budaya sekolah. Jika perilaku jujur dan disiplin sudah menjadi model mental dari semua warga sekolah, tentunya kecurangan-kecurangan semacam ini tidak akan
  • 10. terjadi. Dan yang jelas hal tersebut tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba atau dalam waktu singkat. Kesadaran dari setiap Pemda di Indonesia untuk melepaskan pendidikan dari politik praktis juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selama ini, tingkat kelulusan sering dijadikan tolok ukur sebagai keberhasilan pemerintah daerah. Hal ini berakibat tekanan besar terhadap sekolah untuk meluluskan siswa-siswanya bahkan sampai 100%, jika tidak seringkali ada ancaman mutasi bagi guru. Kondisi ini tentu sangat tidak sehat bagi perbaikan pendidikan di Indonesia. UN DAN CHARACTER BUILDING Prof. Dr. H. Suparno menyampaikan bahwa pada dasarnya pendidikan dilaksanakan untuk membentuk insan yang berkarakter. Karenanya, pendidikan harus didasarkan pada norma yang berlaku, yaitu mencakup baik aspek religius maupun aspek kebangsaan yang berhubungan dengan landasan bangsa dalam kehidupan yang multietnis. Character building dalam dunia pendidikan cenderung merujuk pada bagaimana membangun watak seorang anak. Watak adalah perilaku. Karakter bangsa merupakan modal dasar dalam pembangunan nasional. Hampir semua pihak saat ini sepakat bahwa bangsa Indonesia mengalami krisis karakter. Kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan UN merupakan contoh nyata krisis karakter yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pemerintah melalui Kemendikbud kemudian memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum nasional. Apakah hal tersebut cukup untuk mengatasi krisi karakter? Pendidikan Character Building yang ada di sekolah diformulasikan menjadi pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran budi pekerti, yang program utamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata. Paling- paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Padahal, pendidikan watak seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Dari sinilah dibutuhkan keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Jadi
  • 11. dalam pendidikan watak, urut-urutan langkah yang harus terjadi ialah langkah pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ini trilogi klasik pendidikan yang oleh Ki Hajar Dewantara diterjemahkan dengan kata-kata cipta, rasa, karsa. Pertanyaan selanjutnya apakah hanya sekolah yang dibebani dengan pendidikan karakter? Tidak hanya oleh sekolah, tapi juga instansi pemerintah dan swasta, lembaga dan LSM, perusahaan, organisasi, perkumpulan atau komunitas, hingga pranata terkecil yaitu keluarga. Bahkan, pendidikan character building di lingkungan keluarga adalah sangat vital dan menentukan serta menjadi tolok-ukur keberhasilan sebuah pendidikan. Keluarga adalah tempat yang utama dan pertama dalam membangun karakter positif dan menanamkan nilai-nilai. Kita tidak dapat menumpahkan kegagalan pendidikan karakter semata-mata pada sekolah dan pemerintah. Pendidikan karekter akan lebih mudah diberikan melalui role model. Role model tidak hanya diperoleh siswa melalui bangku sekolah yang hanya menyita 8 jam waktunya dalam sehari. Dalam kehidupan di masyarakat role model akan lebih banyak ditemui oleh siswa, entah itu akan memberikan pengaruh positif atau negatif. Jika kecurangan UN merupakan bentuk kegagalan pendidikan karakter, maka semua pihak harus merasa bertanggung jawab dengan kegagalan tersebut. Bukan hanya kurikulum pendidikan yang diperbaiki. Sebaik apapun kurikulum disusun, jika kecurangan-kecurangan tetap terjadi dalam implementasinya maka tidak akan pernah memberikan hasil yang optimal untuk perbaikan pendidikan di Indonesia. Untuk itu kesadaran semua pihak dalam melaksanakan UN secara jujur merupakan tanggung jawab bersama, bukan sekedar tanggung jawab sekolah dan siswa semata. Anak-anak kita dengan mudah mendapatkan berita-berita negatif dari media massa mengenai perilaku bangsanya sendiri. Korupsi yang merebak di semua bidang, pemalsuan ijasah bahkan dilakukan oleh anggota DPR, tawuran antar penduduk dan sebagainya akan terekam jelas dalam benak mereka. Sekuat apapun sekolah memberikan pendidikan karakter, jika generasi tua tidak memberikan contoh bijak, ketika memasuki kehidupan bermasyarakat nantinya, karakter yang telah mereka bentuk akan terancam eksistensinya.
  • 12. PENUTUP UN mutlak diperlukan. Selain alasan-alasan di atas, ada yang lebih penting lagi, yaitu bagaimana mendidik anak-anak kita agar memiliki etos belajar dan kerja keras. Dengan UN anak-anak mau tidak mau terus meningkatakan kemampuannya agar dapat menyesuaikannya dengan standar minimal yang telah ditentukan. Dengan UN, guru akan dipacu untuk berkreasi dalam menyampaikan pembelajaran kepada anak didiknya sehingga lebih kreatif dan optimal. Selain itu juga sangat wajar jika masyarakat ingin melihat apakah siswa yang lulus dari sekolah di daerah terpencil juga memiliki kompetensi standar yang sama dengan rekan mereka yang lulus dari sekolah di kota besar. Menyerahkan sepenuhnya kelulusan sepenuhnya kepada guru dan sekolah bukannya tanpa masalah karena akan memberikan hasil yang sangat beragam. Kualitas guru yang belum memadai dikhawatirkan akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap standar kelulusan siswa. Selain akan mempersulit sekolah yang sudah terlanjur dicap tidak bermutu sehingga lulusan sekolah tersebut juga akan mendapat stigma tidak bermutu (Driana, dalam Tilaar, 2010:232). Hal-hal tersebut dapat dikurangi dengan melakukan ujian yang terstandar nasional. Hasil lulusan yang telah terstandar nasional bahkan internasional, tentu lebih mempersiapkan anak didik kita dalam memasuki dunia kerja dan bersaing dengan pasar tenaga kerja internasional. Namun hal ini tentunga harus diiringi dengan perbaikan kualitas pendidikan dan fasilitas pendidikan. Namun demikian, dengan berbagai permasalahan UN yang dihadapi saat ini, seyogyanya pemerintah kedepannya membuat kebijakan yang terintegrasi dan terencana dalam membuat standar pendidikan nasional dengan kajian yang mendalam mengenai dampak kebijakan tersebut dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga ketika pada tataran implementasi, kebijakan tersebut tidak mendapat penolakan. DAFTAR BACAAN
  • 13. Tilaar, HAR. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta:Rineka Cipta Baedowi, Ahmad. 2012. Calak Edu Esai-Esai Pendidikan 2008-2012. Jakarta: Alvabet Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/13/character-building-modal-dasar-nation- building/ http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/11/memudarnya-karakter-bangsa/ http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/04/suksesnya-un-bisakah-membangun- karakter-siswa/ http://komunikasi.um.ac.id/?p=1684 http://kazwini13.wordpress.com/2012/04/16/sejarah-ujian-nasional-di-indonesia/ http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100344/null http://data.menkokesra.go.id/content/hdi-indonesia-2010-metode-dan-indikator-baru http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/05/02/m3eleh- pemetaan-keberhasilan-pendidikan-melalui-un-belum-berjalan http://regional.kompas.com/read/2010/04/28/08461180/Duh.Tak.Lulus.UN. Bunuh.Diri