Dokumen tersebut membahas tentang persalinan letak sungsang, termasuk definisi, tipe, etiologi, mekanisme, dan diagnosa kedudukan janin pada persalinan letak sungsang. Persalinan letak sungsang merupakan kondisi dimana janin terletak memanjang dengan kepala di atas dan bokong di bawah. Diagnosa dilakukan melalui pemeriksaan abdominal dan auskultasi DJJ.
4. Fungsi air ketuban
Air ketuban berfungsi anatara lain untuk:
1. Sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat bentura
2. Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat menyebabkan mengerut
sehingga menghambat penyaluran oksigen melalui darah ibu ke janin.
3. Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrient bagi janin untuk sementara
4. Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu system pencernaan janin. System otot
dan tulang rangka, serta system pernafasan janin agar berkembang dengan baik
5. Menjadi incubator yang sangat istimewa dalam menjaga kehangatan disekitar janin selaput
ketuban dengan cairan ketuban didalamnya merupakan penahan janin dan rahim terhadap
kemungkinan infeksi
5. Amnion
•Mulai terbentuk pada usia kehamilan 4
minggu, berasal dari sel darah ibu
•Trimester kedua, fetus mulai buang air
kecil – menelan – menghisap air ketuban
•Air ketuban sebagian besar terbentuk dari
air seni janin mengatur volume cairan
•Normalnya air ketuban ± 1000cc
•Emboli air ketuban adalah salah satu
kondisi paling katastropik yang dapat
terjadi dalam kehamilan
Emboli
Air ketuban
6. Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang
fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang
selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
1. Kegagalan perfusi secara masif
2. Bronchospasme
3. Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin
yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
Faktor Resiko
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada
saat inparu (70%), pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%)
Faktor resiko
1. Multipara
2. Solusio plasenta
3. IUFD
4. Partus presipitatus
5. Suction curettahge
6. Terminasi kehamilan
7. Trauma abdomen
8. Versi luar
9. Amniosentesis
9. Fase AFE
FASE I
• Distress
pernafasan &
Sianosis
• Edema
pulmonal &
syok
hemoragik
• Konfusi
koma
FASE II
• Koagulopati
• Perdarahan
• Shock
• Gagal jantung
kiri
FASE III
• Multi organ
failure
• Kematian
10. Gambaran klinik
Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus
pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya
gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir
persalinan, pasien batuk batuk, sesak, terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif
2. Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
3. Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan
umum ibu stabil
4. X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan
5. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
6. Terapi tambahan :
a. Resusitasi cairan
b. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
c. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
d. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
e. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
f. Segera rawat di ICU
12. Definisi :
Distosia ialah kesulitan jalannya
persalinan atau dapat didefinisikan
Distosia ialah persalinan atau abnormal
yang timbul akibat berbagai kondisi yang
berhubungan dengan lima faktor
persalinan (Rustam, 1998)
Distosia Bahu ialah tersangkutnya bahu
janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan
Distosia bahu
13. Faktor Penyebab Distosia Bahu
1. Kehamilan Posterm
2. Paritas wanita hamil dengan diabetes melitus
3. Wanita yang habitus indolen
4. Anak yang berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
5. Orang tua yang besar
6. Eritroblastosis
Faktor Terjadinya Distosia Bahu
1. Kelainan bentuk panggul
2. Diabetes gestasional
3. Kehamilan post-mature
4. Riwayat persalinan dengan distosia bahu
5. Ibu yang pendek
Etiologi
14. 1. Kesukaran dapat terjadi karena
kepala yang besar atau kepala
yang lebih keras (pada post
maturitas) tidak dapat memasuki
pintu atas panggul atau karena
bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul
2. Apabila kepala anak sudah lahir
tetapi kelahiran bagian-bagian lain
macet karena lebarnya bahu, janin
dapat meninggal akibat asfiksia.
Menarik kebawah terlalu kuat
dalam pertolongan melahirkan
bahu yang sulit dapat berakibat
perlukaan pada brokhialis &
muskulus sternoleidomastoidelis
Prognosis
Pada Ibu
1. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil
2. Dengan persalinan yang tidak maju karena disproposi
sefalopelvik
3. Perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi ataupun atonia
uteri
Pada Bayi
1. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal jika di
tambah dengan infeksi intrapartum
2. Dengan adanya disproposi selfalopelvik kepala melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage
3. Timbulnya fraktur pada os parietalis (Hanifah, 2002)
4. Fraktur tulang (kalvikula dan humerus)
5. Cedera pleksus brakhialis
6. Hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen otak
Komplikasi
15. 1. Maternal
a. Kelainan anatomi panggul
b. Diabetes Gestational
c. Kehamilan postmatur
d. Riwayat distosia bahu
e. Tubuh ibu pendek
2. Fetal
Dugaan Macrosomia
3. Masalah Persalinan
a. Assited vaginal delivery (forceps atau
vacum)
b. “Protracted active phase” pada kala I
persalinan
c. “Protracted” pada kala II persalinan
Faktor Resiko
1. Pada kesukaran melahirkan bahu dan janin hidup dilakukan episiotomi
yang cukup lebar dan janin diusahakan lahir atau bahu diperkecil
dengan melakukan kleidotomi unilateral atau bilateral
2. Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah ia untuk meneuk kedua
tungainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya.
Mintalah bantuan dua orang asisten untuk menekan fleksi kedua
lututnya ibu ke arah dada
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfektankan tingkat
tinggi. Lakukan tarikan yang kuat dan terus menerus ke arah bawah
pada kepala janin untuk menggerakan bahu depan dibawah symphisis
pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada epala yang dapat
mengakibatkan trauma pada pleksus brakhralis. Mintalah seseorang
asisten untuk melaukan tekanan secara srimultan kearah bawah pada
daerah supra pubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan :jangan
lakukan tekanan fundus. Hal ini dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut
dan dapat mengaibatkan ruptura uteriuteri
4. Jika bayi masih belum dapat dilahirkan :
a.Pakailah sarung tangan yang telah didisinfektan tinggi, masukan
tangan kedalam vagina
b.Lakukan penekanan pada bahu yang terletak didepan dengan arah
sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu
c.Jika diperlukan laksanakan penekanan pada bahu belakang sesuai
dengan arah sternum
Penanganan
16. 5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan
setelah dilakukan tindakan diatas
a. Masukan tangan kedalam vagina
b. Raih humerus dari lengan belakang
dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah
dada
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak
dapat melahirkan bahu, pilihan lain
yaitu :
a. Patahkan klavikula untuk
mengurangi lebar bahu dan
bebaskan bahu depan
b. Lakukan tarikan dengan mengait
ketiak untuk mengeluarkan lengan
belakang (Ida Bagus, 2001)
Lanjutan ..
Distosia bahu dapat di kenali apabila di dapatkan adanya :
1. Kepala bayi sudah lahir tetapi bahu tertahan dan tidak dapat
dilahirkan
2. Kepala bayi sudah lahir namun tetap menekan vulva dengan
kencang
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap
tertahan di kranial simfisis pubis
Diagnosis
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu
sangat diperlukan
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu
adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu
untuk meneran
3. Lakukan episiotomi
Penatalaksanaan
17. Diagnosis
Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
Manuver Mc Robert
(Posisi Mc Robert, episiotomi bila perlu, tekanan supra pubic, tarikan kepala)
Manuver Rubin
(Posisi tetap Mc Robert, rotasikan bahu, tekanan supra pubic, tarikan kepala)
Lahirkan bahu posterior atau posisi merangkak atau manuver wood
Tindakan Pertolongan
Distosia Bahu
18. Langkah Pertama
1. Manuver Mc Robert
Minta asisten
melakukan tekanan ringan
pada supra pubic
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten
pada daerah supra pubic saat traksi
curam bawah pada kepala janin
19. Langkah Kedua
2. Manuver Rubin
1. Kedalam vagina menyusuri
humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi
lengan posterior atas didepan
dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
2. Tangan janin dicekam dan lengan
diluruskan melalui wajah janin
3. Lengan posterior dilahirkan
20. Langkah Ketiga
3. Manuver Woods
(Wood Crock Screw Maneuver)
Tangan kanan penolong dibelakang
bahu posterior janin
Bahu kemudian diputar 180 derajat
sehingga bahu anterior terbebas
dari tepi bawah simpisis pubis
22. Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kpala di fundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri
Tipe Letak Sungsang
1. Frank breech : kedua tungkai fleksi
2. Complete breech : tungkai atas lurus keatas,
tungkai bawah ekstensi
3. Footling : satu atau kedua tungkai atas ekstensi,
presentasi kaki
23. Etiologi
Faktor presentasi bokong
1. Prematuritas
2. Polihidramnion
3. Hamil ganda
4. Plasenta previa
5. Panggul sempit
6. Fibria
7. Myoma
8. Hidrocephalus
9. Dan makrosomia
Penyebab Letak Sungsang
1. Sudut ibu
a. Keadaan rahim : rahim arkuatus, septum
pada rahim, uterus dupleks, mioma bersama
kehamilan
b. Keadaan plasenta : plasenta letak rendah,
dan plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir : kesempitan panggul,
deformitas tulang panggul, terdapat tumor
2. Sudut janin
a. Tali pusat pendek, atau lilitan tali pusat
b. Hidrosefaus atau anesefalus
c. Kehamilan kembar
d. Hidroamnion atau oligoamnion
e. Prematuritas
Mekanisme Persalinan Letak Sungsang
1. Persalinan bokong
2. Persalinan bahu
3. Persalinan kepala
24. Diagnosa Kedudukan
1. Pemerikasaan Abdominal
a. Letaknya memanjang
b. Diatas panggul terasa massa lunak
mengalir dan tidak terasa seperti
kepala
c. Punggung ada di sebelah kanan
dekat dengan garis tengah bagian
kecil ada di sebelah kiri, jauh dari
garis tengah dan di belakang
d. Kepala berada di fundus uteri
e. Tonjolan kepala tidak ada bokong
tidak dapat di pantulkan
2. DJJ
DJJ terdengar paling keras pada atau di
atas umbilicus dan pada sisi yang
sama pada punggung. Pada RSA DJJ
terdengar paling keras pada kuadran
kanan atas perut ibu kadang di bawah
umbilicus
3. Pemeriksaan Vaginal
a. Bagian terendah teraba tinggi
b. Tidak teraba kepala yang keras,rata dan
teratur dengan garis sutura dan fantenella
c. Bagian terendah teraba lunak dan ireguller
d. Kadang pada presbo murni sacrum tertarik
kebawah dan teraba oleh jari pemeriksa
4. Pemeriksaan sinar X
25. Pertolongan Persalinan Bayi Sungsang
Melahirkan Bayi
1. Cara Bracht
a. Segera setelah bokong lahir, bokong di cekam
secara bracht (kedua ibu jari penolong sejajar
dengan panjang paha, jari yang lain memegang
daerah panggul)
b. Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses
keluarnya janin
c. Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan
sebagian dada
d. Lakukan hiperlordosis janin pada saat anguluc
skapula inferior tampak di bawah simfisis (dengan
mengikuti gerak rotasi anterior, yaitu: punggung
janin di dekatkan kearah perut ibu, tanpa tarikan)
disesuaikan dengan lahirnya badan bayi
e. Gerakkan keatas hingga lahir dagu, mulut, hidung,
dahi dan kepala
Penanganan Persalinan Sungsang
26. Pertolongan Persalinan Bayi Sungsang
Melahirkan Bayi
2. Cara Klasik
a. Segera setelah bokong lahir, bokong di cekam dan
dilahirkan sehingga bokong dan kaki lahir.
b. Tali pusat di kendorkan
c. Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu
tangan dan tarik ke atas
1) Dengan tangan kiri tarik ke arah kanan atas ibu
untuk melahirkan bahu kiri bayi yang berada di
belakang
2) Dengan tangan kanan tarik kearah
kiri atas ibu untuk melahirkan bahu kanan bayi
yang berada di belakang
d. Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai
letak bahu belakang) sejajar dengan lengan bayi,
untuk melahirkan lengan belakang bayi
e. Setelah bahu dan lengan belakan lahir kedua kaki di
tarik kearah bawah kontra lateral dari langkah
sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan bayi,
bagian depan dilakukan dengan cara yang sama
27. Pertolongan Persalinan Bayi Sungsang
Melahirkan Bayi
3. Cara Muller
Pegeluaran bahu dan tangan secara muller dilakukan
jika dengan cara bracht bahu dan tangan tidak bisa
lahir. Melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan
menarik kedua kaki dengan cara yang sama seperti
klasik, kearah belakang kontra lateral dari letak bahu
depan. Setelah bahu dan lengan depan lahir
dilanjutkan langkah yang sama untuk melahirkan
bahu dan lengan belakang
28. Pertolongan Persalinan Bayi Sungsang
Melahirkan Bayi
4. Cara Lovset
Dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di
belakang kepala atau nuchl arm
a. Setelah bokong dan kaki bayi lahir, pegang bayi
dengan kedua tangan. Putar bayi 180 derajat
dengan lengan bayi yang terjungkit kearah
penunjuk jari tangan yang muchal.
b. Memutar kembali 180 derajat kearah yang
berlawanan ke kiri atau ke kanan beberapa kali
hingga kedua bahu dan lengan dilahirkan secara
klasik atau muller
29. Cara Melahirkan Kepala Bayi Sungsang
Melahirkan Kepala
5. Cara Mauriceu
Dilakukan bila bayi dilahirkan secara manual aid bila
dengan bracht kepala belum lahir
a. Letakkan badan bayi di atas tangan kiri sehingga
badan bayi seolah – olah memegang kuda (untuk
penolong kidal, letakkan badan bayi diatas tangan
kanan)
b. Satu jari di masukkan di mulut dan dua jari di
maksila
c. Tangan kanan memegang atau mencekam bahu
dan tengkuk bayi
d. Pinta seorang asisten menekan fundus uteri
e. Bersama dengan adanya HIS, asisten menekan
fundus uteri, penolong persalinan melakukan
tarikan kebawah sesuai arah sumbu jalan lahir di
bimbing jari yang di masukkan untuK menekan
dagu atau mulut
31. Partus Lama
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif
Etiologi
1. Kelainan Tenaga (Kelainan HIS)
2. Kelainan Janin
3. Kelainan Jalan Lahir
Tanda dan Gejala
1. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Pada daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks,
cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium
2. Pada janin
Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negatif, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau. Kaput succedaneum yang besar,
Moulage kepala yang hebat Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK), Kematian
Janin Intra Parental (KJIP)
Partus Lama
32. Klasifikasi Partus Lama
1. Fase Laten Memanjang : Fase laten yang melampaui 20 jam pada primi gravida atau 14
jam pada multi gravida
2. Fase Aktif Memanjang : Fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada primi
gravida dan lebih dari 6 jam pada multi gravida, dengan laju dilatasi serviks kurang dari
1,5 cm per-jam.
3. Kala 2 Lama : Kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primi gravida dan 1 jam
pada multigravida
Dampak Persalinan Lama
1. Bahaya Bagi Ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik
dengan cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syock. Angka kelahiran dengan tindakan
yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu
2. Bahaya Bagi Janin
a. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
c. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran
Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat
membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin.
Partus Lama
34. Definisi :
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan
darah yang baru timbul setelah usia kehamilan
mencapai 20 minggu, disertai dengan
penambahan berat badan ibu yang cepat akibat
tubuh membengkak dan pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai protein di dalam urin/
proteinuria
Eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil dalam persalinan atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang, bukan
timbul akibat kelainan neurologic) dan atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala pre-eklampsia
35. Definisi
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20
minggu disertai dengan penambahan berat badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada
pemeriksaan laboratorium dijumpai protein di dalam urin atau proteinuria
01
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut :
* Tekanan darah 140/90 mmHg
* Proteinuria : ≥300 mg/24 jam
* Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per-minggu
* Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif +1 atau +2 pada urin kateter atau midstream
2. Preeklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
* Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
* Proteinuria 5 gr atau lebih per-liter
* Oliguria,yaitu: jumlah urin kurang dari 500 cc per-24 jam
* Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium
* Terdapat oedema paru dan sianosis
36. Komplikasi
2. Komplikasi pada janin
a. Kelahiran prematur
b. RDS ( Respiratory Distress Syndrome)
c. PPHN (Persistent Pulmonary Hypertension)
e. Kegagalan respirasi
Etiologi
Riwayat keluarga
Hipertensi sebelum hamil
Primigravida
Kehamilan ganda
Mola hidatidosa
Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu
a. Solutio Plasenta
b. Koagulopati
c. Gagal ginjal akut
d. Kerusakan hati
e. Edema paru
f. Hematoma
g. Penyakit kardiovaskuler
h. Defek neurologi.
37. Klasifikasi Eklampsia
Berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:
1. Eklamsi gravidarum
Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar
dibedakan terutama saat mulai inpartu
3. Eklamsi Puerperium
Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
Berdasarkan lamanya, yaitu :
1. Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala
dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat
tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar
ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.
Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur
4. tadium koma
Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam.
Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam
keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai
400 celcius
38. Penanganan Eklampsia
Penanganan Kejang
1. Beri obat antikonvulsan
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan napas, sedotan, masker dan balon)
3. Beri oksigen 4-6 liter per menit
4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi
6. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
Penanganan Umum
1. Jika tekanan diastolic tetap, lebih dari 110mmHg, berikan obat antihipertensi, sampai tekanan siastolik di antara 90-100
mmHg
2. Pasang infuse dengan jarum besar (16 gauige atau lebih besar)
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
5. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml per-jam: hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan I.V. (NaCL 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per-8 jam, pantau kemungkinan oedema paru
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
7. Observasi tanda-tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru
9. Hentikan pemberian cairan I.V. dan berikan diuretic, misalnya : furosemid 40mg I.V , satu kali saja jika ada oedema paru
10.Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana (bedside clotting test).
11.Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koadulopati