Ucapan "Subhânallâh" dan "Mâsyâallâh" memiliki makna yang berbeda meskipun sering ditukar. "Subhânallâh" digunakan untuk menyatakan ketidaksetujuan atas keburukan, sedangkan "Mâsyâallâh" digunakan untuk menyatakan kekaguman atas kebaikan dan keindahan yang terjadi atas kehendak Allah. Walaupun sering salah mengucapkannya, kita tidak berdosa asalkan niat
AMALAN SUNNAH , COVER BUKU DAN PERINGATAN underitan
Sayalah insan munafik yang menyatakan cinta kepada RasulAllah ﷺ tetapi tidak kenal dan tidak berusaha untuk mengenal Baginda RasulAllah ﷺ dengan sebenar benar kenal. Tidak mengetahui hak hak dan kemuliaan Baginda RasulAllah ﷺ juga para Ahlul Baytnya.
Ya Allah maafkan hamba yang munafik. Yang tidak sedar, lalai, lupa akan kemuliaan kekasihMu sedang nama suci Baginda RasulAllah ﷺ diabadikan sebaris dengan kalimah syahadahMu. ALLAHU AKBAR!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Bukhari bersabda bahwa, keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan. "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."
AMALAN SUNNAH , COVER BUKU DAN PERINGATAN underitan
Sayalah insan munafik yang menyatakan cinta kepada RasulAllah ﷺ tetapi tidak kenal dan tidak berusaha untuk mengenal Baginda RasulAllah ﷺ dengan sebenar benar kenal. Tidak mengetahui hak hak dan kemuliaan Baginda RasulAllah ﷺ juga para Ahlul Baytnya.
Ya Allah maafkan hamba yang munafik. Yang tidak sedar, lalai, lupa akan kemuliaan kekasihMu sedang nama suci Baginda RasulAllah ﷺ diabadikan sebaris dengan kalimah syahadahMu. ALLAHU AKBAR!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Bukhari bersabda bahwa, keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan. "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."
Mengedepankan wacana tentang Edmund Husserl tidak boleh tidak harus menyentuh core ideanya tentang filsafat, yaitu “Fenomenologi”, sebab dialah yang – paling tidak hingga saat ini – dianggap sebagai pendiri aliran pemikiran ini. Bertens, dalam salah satu tulisannya, menyatakan bahwa selaku pendiri aliran fenomenologi, Husserl telah mempengaruhi filsafat abad kita ini secara amat mendalam.[1] Sebegitu mendalamnya pengaruh pemikiran Edmund Husserl terhadap pemikiran filsafat abad ini, Delfgaauw, seorang filosof Belanda, bahkan dengan tegas menyatakan bahwa filsafat jaman kita (ini) dipengaruhi secara mendalam oleh fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).[2]
Bahagia dalam kehidupan dunia adalah dambaan setiap insan. Jika dia orang yang beriman, maka dia juga berharap bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Namun, tidak semua orang yang berkeinginan baik bisa meraih impiannya. Salah satu dari sekian banyak orang yang bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat adalah al-Mukhbitûn. Siapakah mereka? Apakah kriteria-kriteria mereka?
Ibrahim ibn Adham, ketika menjawab pertanyaan penduduk Basrah, “kenapa doa-doa kami tak pernah dikabulkan oleh Allah?” Beliau menyatakan bahwa ada sepuluh persoalan yang menjadi penyebab tidak terkabulnya serangkain doa, salah satu di antaranya yang terpenting adalah: “banyak memakan nikmat Tuhanmu, akan tetapi tidak mensyukurinya”.
TAWAKKAL adalah sebuah sikap yang – seharusnya – dipilih oleh setiap muslim, di mana pun, kapan pun dan dalam situasi dan kondisi apa pun. Tetapi, ternyata untuk memilihnya tidak semudah yang kita katakan. Selalu saja ada kendala yang menjadikan diri kita tak mampu bersikap tawakkal. Bahkan, karena kesalahfahaman kita terhadap makna tawakkal, bukan tidak mungkin ‘kita’ akan terjebak pada sikap yang salah.
Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ menyelamatkan Nabi Musa ’alaihis salâm dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ kepadanya, Nabi Musa ’alaihis salâm akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita (Muhammad) shallallâhu ‘alaihi wa sallam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda, فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ (Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian [kaum Yahudi]).
Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)Muhsin Hariyanto
Kisah-kisah dalam al-Quran, dalam pandangan para mufassir, selalu mengisyaratkan ‘ibrah yang sarat makna. Setiap pembaca kisah ini, bahkan mungkin akan menangkap isyarat yang berbeda-beda, karena kemampuan mereka yang tidak sama, atau karena mereka memiliki sudut-pandang yang berbeda terhadap kisah-kisah itu. Tak terkecuali terhadap kisah Ash-hâbul Kahfi. Kisah ini, menurut para mufassir sangat sarat dengan pesan moral. Dan siapa pun yang bisa membaca isyarat pesan moral di dalamnya akan mampu bercerita kembali dengan berbagai perspektif.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Kapan seharusnya kita ucapkan subhanallah ...
1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Kapan Seharusnya Kita Ucapkan
"Subhânallâh" dan "Mâsyâallâh"
Ucapan "Subhânallâh" dan "Mâsyâallâh" adalah dua bentuk ucapan
yang sering kita dengan dan (bahkan) – mungkin – sering kita ucapkan juga.
Tetapi, ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah " Subhânallâh " sering tertukar
dengan ungkapan " Mâsyâallâh ". Ucapan " Mâsyâallâh" seharusnya kita ucapkan
kalau kita merasa kagum. Sementara itu, ucapkan "Subhânallâh" seharusnya kita
capkan jika kita melihat keburukan!
Selama ini tidak sedikit di antara kaum muslimin yang sering “salah
kaprah” dalam mengucapkan kata Subhânallâh (Mahasuci Allah), tertukar
dengan ungkapan Mâsyâallâh (Itu terjadi atas kehendak Allah).
Kalau kita sedang ‘takjub’, kagum, atau mendengar hal yang baik
dan melihat hal yang indah, biasanya kita mengatakan Subhânallâh
(Mahasuci Allah). Padahal, seharusnya kita mengucapkan Mâsyâallâh, yang
bermakna: “hal itu terjadi atas kehendak Allah”.
Ungkapan Subhânallâh, tepatnya digunakan untuk mengungkapkan
“ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu kita mendengar ada
keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhânallâh
(Mahasuci Allah dari keburukan yang demikian). Bukan sebaliknya kita
ucapkan Mâsyâallâh, yang bermakna: “hal itu terjadi atas kehendak Allah”.
Karena Allah tidak pernah berkehendak untuk menciptakan ‘keburukan’.
Makna Ucapan Mâsyâallâh
Mâsyâallâh, artinya – kurang lebih -- “Allah telah berkehendak akan
hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah
lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.
Ungkapan Mâsyâallâh diucapkan bila seseorang melihat hal yang
baik dan indah. Itulah ekspresi penghargaan, sekaligus pengingat, bahwa
semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya.
Simaklah firman Allah berikut:
ۚ
2. 2
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu
“Mâsyâallâh lâa quwwata illâ billâh” (sungguh atas kehendak Allah semua ini
terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu
anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS al-
Kahfi/18: 39).
Makna Ucapan Subhânallâh
Pada saat kita mendengar atau melihat hal yang buruk/jelek,
ucapkanlah Subhânallâh sebagai penegasan: "Allah Mahasuci dari keburukan
tersebut".
“Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi
junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Beliau bersabda:‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau justeru pergi ketika
kami datang?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan
junub) dan aku merasa tidak nyaman untuk bertemu dengan dirimu dalam keadaan
junub. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Subhânallâh,
sesungguhnya orang yang beriman itu tidak najis” (Hadits Riwayat at-Tirmidzi
dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Sunan at-Tirmidzi, juz I, hal. 207,
hadits no. 121).
Kalimat “sesungguhnya orang yang beriman itu tidak najis” di dalam
hadits itu, maksudnya: “keadaan junub tidak menjadi halangan untuk
bertemu antarsesama muslim.”
Dalam al-Quran, ungkapan Subhânallâh digunakan dalam makna
‘menyucikan Allah’ dari hal-hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya, pada
firman-firman Allah berikut:
“Ataukah mereka memunyai Tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari apa yang
mereka persekutukan." (QS ath-Thûr/52: 53).
3. 3
ۖ
ۖ
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat: ”Apakah mereka ini dahulu
menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab: “Mahasuci Engkau.
Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin;
kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS Saba’/34: 40-41).
ۚ
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci
Engkau (dari menciptakan hal yang sia-sia), maka peliharalah kami dari siksa
neraka.” (QS Āli ‘Imrân/3:109).
Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhânallâh dianjurkan setiap kali
seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau
keindahan.
Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subhânahu Wa
Ta’âlâ Mahasuci dari semua keburukan tersebut.
Sementara itu, ungkapan Mâsyâallâh diucapkan bila seseorang
melihat yang indah-indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah
Subhânahu Wa Ta’âlâ.
Pertanyaannya: “Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan
Subhânallâh, padahal ucapan Mâsyâallâh-lah yang seharusnya kita ucapkan,
dan juga sebaliknya?”
Insyâallâh ‘tidak’. Allah Maha Mengerti maksud perkataan hamba-
Nya. Hanya saja, setelah kita tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat
ucapan Subhânallâh dan Mâsyâallâh tersebut.
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.