3. Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu
saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau
bersabda :Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara:
Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu
berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu
memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah
sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat
kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun
kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk
mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu
kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan
lembaran telah kering.
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih)
4. AL BAHR BIN ABBAS
Satu diantara 4 Sahabat Nabi yang Abadillah
Ibnu Umar, Ibnu Amr bin Ash, Ibnu Mas’ud,
Allahuma faqihu fiddin wa alimut takwil - Bukhori
Usianya Sangat Muda 12 - 15 th (Wafat Rasulullah)
5. AHAMIYAH AL HADITS
Ibnu Rajab al Hambali - Jami Ulum wal hikam
Hadits ini memuat pesan - pesan dan kaidah yang sangat
penting
Ibnu Jauzi: Perenungan habits ini mengagumkan dan
hamper tidak sadar diri. Karena nya sungguh sayang sekali
bagi orang yang tidak memahami hadits ini
6. الحديث من الفوائد
1. Perhatian Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam
mengarahkan umatnya serta menyiapkan generasi Mu’min Idaman.
2. Termasuk adab pengajaran adalah menarik perhatian pelajar agar
timbul keinginannya terhadap pengetahuan sehingga hal tersebut lebih
terkesan dalam dirinya.
3. Siapa yang konsekwen melaksanakan perintah-perintah Allah,
nicsaya Allah akan menjaganya di dunia dan akhirat.
7. 4. Beramal shalih serta melaksanakan perintah Allah dapat
menolak bencana dan mengeluarkan seseorang dari kesulitan.
5. Tidak mengarahkan permintaan apapun (yang tidak dapat
dilakukan makhluk) selain kepada Allah semata.
6. Manusia tidak akan mengalami musibah kecuali berdasarkan
ketetapan Allah ta’ala .
7. Menghormati waktu dan menggunakannya kepada sesuatu yang
bermanfaat sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
memanfaatkan waktunya saat beliau berkendaraan.
الحديث من الفوائد
8. AHAMIYAH FIL HABITS
1. Penjagaan dari Allah ta’ala bagi seorang hamba yang menjaga batasan-batasan syariat-Nya, yang
dalam hal ini berlaku ketentuan dari Allah ta’ala yang disebut,
العمل جنس من الجزاء
“Balasan yang sesuai dengan jenis perbuatan.”
seperti yang juga Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
أذكركم فاذكروني
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS.Al Baqarah: 152),
dan firman-Nya:
ينصركم اهلل تنصر إن آمنوا الذين أيها يا
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu.” (QS. Muhammad: 7). (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam, 465)
9. 2. Makna “Penjagaan hamba (terhadap batasan-batasan syariat Allah)” adalah menjaga
hak-hak Allah dengan menunaikannya, menjaga batasan-batasan-Nya dengan tidak
melanggarnya, dan menjaga perintah dan larangan-Nya dengan melaksanakan semua
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan barang siapa yang melaksanakan
hal-hal tersebut di atas, maka dia termasuk orang-orang yang menjaga batasan-
batasan (syariat) Allah ta’ala yang dipuji oleh Allah ta’ala dalam Al Qur’an (dan hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), Allah ta’ala berfirman:
ٍيبِنُّم ٍبْلَقِب َءآَجَو ِبْيَغْلاِب َنَمْحَّالر َي ِشَخ ْنَّم . ٍيظِفَح ٍابَّوَأ ِّلُكِل َنوُدَعوُتاَم اَذَه
“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali
(kepada Allah) lagi menjaga (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut
kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang
dengan hati yang bertaubat.” (QS. Qaaf: 33)
Dan “Al hafiizh” dalam ayat ini ditafsirkan dengan orang yang menjaga perintah-
perintah Allah, dan orang yang menjaga dosa-dosanya dengan (segara) bertaubat
(kepada Allah ta’ala) dari dosa-dosa tersebut. (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam, 462)
10. 3. Adapun makna “penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba (yang menjaga batasan-batasan syariat-Nya)”,
maka hal ini meliputi dua macam penjagaan:
A. Penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba dalam urusan-urusan dunianya, seperti penjagaan Allah terhadap
(kesehatan) badannya, juga terhadap istri, keturunan dan hartanya. Maka barangsiapa yang menjaga
(batasan-batasan syariat)-Nya di masa kecilnya dan di kala (fisiknya masih) kuat, maka Allah ta’ala akan
menjaganya di masa tuanya dan di kala (fisiknya telah) lemah, dan Allah akan menguatkan pendengaran,
penglihatan, kesehatan dan akalnya. Salah seorang ulama salaf yang telah mencapai usia lebih dari seratus
tahun, akan tetapi kondisi fisik dan akalnya tetap kuat, maka suatu hari dia melakukan suatu lompatan yang
sangat kuat, sehingga orang-orang menegurnya, maka dia pun berkata: “(Seluruh) anggota badanku ini sejak
kecil (selalu) aku jaga dari perbuatan maksiat, maka Allah ta’alapun menjaganya ketika aku telah tua.”
B. Bahkan karena kesalehan seorang hamba Allah ta’ala akan menjaga keturunannya sepeninggalnya,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala: “sedang ayah mereka berdua adalah seorang yang
saleh.” (Al Kahfi: 82), bahwa kedua anak yatim yang disebutkan dalam ayat ini dijaga (oleh Allah ta’ala) karena
kesalehan ayah mereka berdua. Imam Sa’id bin Musayyib berkata kepada putranya: “Sungguh aku akan
memperbanyak shalat (sunnah)ku karena kamu, dengan harapan (Allah ta’ala akan) menjagamu
(sepeninggalku nanti)”, kemudian dia membaca ayat tersebut di atas. Dan Imam ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz
berkata: “Tidak ada seorang mukmin pun yang meninggal dunia, kecuali Allah ta’ala akan menjaga keturunan
dan anak cucunya.”
11. Dan barangsiapa yang menjaga (batasan-batasan syariat) Allah ta’ala, maka
Allah ta’ala akan menjaganya dari semua gangguan, telah berkata salah seorang
ulama salaf: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah ta’ala, maka (berarti) dia
telah menjaga dirinya, dan barangsiapa yang berpaling dari ketakwaan kepada
Allah ta’ala, maka (berarti) dia telah menyia-nyiakan dirinya, dan Allah ta’ala tidak
butuh kepadanya”.
C. Penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba dalam agama dan keimanannya, dan
penjagaan ini adalah penjagaan yang paling utama. Allah ta’ala menjaga hamba ini
dalam kehidupannya dari fitnah-fitnah syubhat (kerancuan dalam memahami
agama/pengaburan yang benar dan yang batil) yang menyesatkan dan fitnah-
fitnah syahwat (memperturutkan nafsu) yang diharamkan oleh Allah ta’ala, dan
Allah ta’ala akan selalu menjaga dan meneguhkan imannya sampai di akhir hayatnya
dan mewafatkannya dengan husnul khatimah (meninggal dunia di atas keimanan),
semoga Allah ta’ala menganugrahkan kepada kita semua penjagaan ini. Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan firman Allah ta’ala:
12. 4. وقلبه املرء بني يحول اهلل أن واعلموا
“Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah menghalangi (membatasi) antara manusia dan hatinya.” (QS. Al
Anfaal: 24), beliau berkata: “Allah ta’ala menghalangi orang yang beriman dari perbuatan maksiat yang akan
menjerumuskannya ke dalam neraka”, dan Allah ta’ala berfirman tentang Nabi Yusuf ‘alaihis salam:
املخلصني عبادنا من إنه والفحشاء السوء عنه لنصرف كذلك
“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24). (Jami’ul ‘ulum wal hikam (hal. 465-470), dengan
ringkas dan sedikit perubahan)
. Dan dipahami dari hadits ini, bahwa barangsiapa yang tidak menjaga (batasan-batasan syariat) Allah ta’ala,
dengan tidak mengindahkan perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, maka Allah ta’ala pun akan menyia-
nyiakannya dan menjadikannya lupa akan (kemaslahatan) dirinya sendiri, Allah ta’ala berfirman:
فنسيهم اهلل نسوا
“Mereka (orang-orang munafik) lupa kepada Allah, maka Allah pun melupakan mereka.” (QS. At Taubah: 67),
Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman:
الفاسقني القوم يهدي ال واهلل قلوبهم اهلل أزاغ زاغوا فلما
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah pun memalingkan hati mereka; dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash Shaff: 5).
13. 5. Makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “… Maka kamu akan
mendapati Allah di hadapanmu…” adalah: Allah ta’ala akan selalu bersamamu dalam
semua keadaan, Dia akan selalu melindungimu, menolongmu dan menjagamu, dan
inilah (yang disebut dengan) “Al Ma’iyyah al khaashshah” (kebersamaan
Allah ta’ala dengan hambanya yang bersifat khusus) yang mengandung arti
pertolongan, dukungan, penjagaan dan perlindungan (dari Allah ta’ala bagi
hambanya) (Lihat Bahjatun nazhirin, 1/135), sebagaimana firman Allah ta’ala:
محسنون هم والذين اتقوا الذين مع اهلل
إن
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128),
Qotadah mengatakan: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah ta’ala, maka Allah
akan selalu bersamanya, dan barangsiapa yang Allah ta’ala selalu bersamanya, maka
bersamanya ada kelompok yang tidak terkalahkan, penjaga yang tidak pernah tidur
dan pemberi petunjuk yang tidak pernah menyesatkan.” (Jami’ul ‘ulum, hal. 471)
14. 6. Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta
(berdoa) dan memohon pertolongan, dan untuk tidak
meminta sesuatu pun kepada makhluk, yang ini sesuai
dengan firman Allah ta’ala:
نستعني وإياك نعبد إياك
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al Faatihah: 5)
15. Dan dalam hal ini Perintah ada dua tingkatan:
– Tingkatan yang wajib, yaitu Tauhid, dengan meminta dan memohon pertolongan kepada
Allah ta’ala semata-semata dan tidak kepada selain-Nya dalam perkara-perkara yang tidak
mampu dilakukan kecuali oleh Allah ta’ala. Dan inilah yang kita kenal dalam pelajaran Tauhid,
bahwa memalingkan do’a dan isti’anah (memohon pertolongan) kepada selain
Allah ta’ala adalah perbuatan syirik.
– Tingkatan yang mustahabb (sunnah/anjuran), yaitu jika seseorang mampu untuk
mengerjakan (sendiri) suatu pekerjaan, maka janganlah dia meminta (pertolongan) kepada
siapapun, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil perjanjian dari
beberapa orang Sahabat radhiyallahu ‘anhu agar mereka tidak meminta apapun kepada
manusia, (sampai-sampai) perawi hadits ini berkata: “maka salah seorang dari mereka ketika
cemetinya terjatuh (dari hewan tunggangannya), dia tidak meminta orang lain untuk
mengambilkan cemeti tersebut untuknya (yaitu dia turun dari hewan tunggangannya dan
mengambilnya sendiri) (HR. Muslim, no. 1043), dan dalam hal ini kemampuan masing-masing
orang untuk menunaikan tingkatan ini berbeda-beda (sesuai dengan tingkat keimanan
mereka)
16. 7. Segala sesuatu yang menimpa seorang hamba dalam kehidupan di dunia, yang baik
maupun yang buruk, telah ditakdirkan (ditetapkan) oleh Allah ta’ala, maka tidak mungkin
akan menimpanya kecuali sesuatu yang telah tetapkan akan menimpanya, dan sesuatu
yang telah Allah ta’ala tetapkan akan menimpanya tidak akan luput darinya, dan upaya
keras semua makhluk untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan
Allah ta’ala tidak akan bermanfaat, maka ini semua seharusnya menjadikan seorang
hamba senantiasa mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta (berdo’a),
memohon pertolongan, menghinakan dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala, dan
mengesakan-Nya dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
Allah ta’ala berfirman:
املؤمنون فليتوكل اهلل وعلى موالنا هو لنا اهلل كتب ما إال يصيبنا لن
قل
“Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal’.” (QS. At Taubah: 51). (Lihat Ad Durarus Saniyyah, hal. 80-81)
17. 8. Barangsiapa yang mengenal Allah ta’ala sewaktu dalam keadaan lapang dan sehat, dengan
bertakwa dalam melaksanakan ketaatan kepadanya, maka Allah ta’ala akan mengenal
(menolong)nya sewaktu dia dalam keadaan susah, Allah ta’ala berfirman tentang Nabi
Yunus ‘alaihis sallam:
يبعثون يوم إلى بطنه في للبث ،املسبحني من كان أنه ال
فلو
“Maka kalau sekiranya dia (sebelumnya) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,
niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat).” (QS. Ash Shaaffaat:
144). Dan Allah ta’ala berfirman tentang Fir’aun:
واُنَب ِهِب ْتَنَماَء يِذَّلا َّالِإ َهَلِآلأ ُهَّنَأ ُنتَماَء َالَق ُقَرَغْلا ُهَكَرْدَأ اَذِإ ىَّتَح اًوْدَعَو اًيْغَب ُهُدوُنُجَو ُنْوَعْرَف ْمُهَعَبْتَأَف َرْحَبْلا َيلِاءَر ْسِإ يِنَبِب اَنْزَواَجَو
َنيِد ِسْفُ ْامل َنِم َنتُكَو ُلْبَق َتْي َصَع ْدَقَو َناَئْلآَء . َنيِمِل ْسُ ْامل َنِم اَنَأَو َيلِاءَر ْسِ
إ
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala
tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga ketika Fir’aun telah hampir
tenggelam dia berkata:”Saya percaya bahwa tidak ada Ilah (sembahan yang benar) melainkan
(Allah) yang diimani oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah), Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sebelum ini sungguh kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus: 90-91)
18. KHOTIMAH
Be The Best, Do The Best,
Allah will take care of the rest
Doddy Al Jambary - 0818 884 844
Jambary67@gmail.com
www.slideshare.net/Aljambary
www.cordova-travel.com
َكِدْمَحِبَو َّمُهَّلال َكَناَحْب ُس
َتْنَأ َّالِإ َهلِإ َال ْنَأ ُدَه ْشَأ
َكْيَلِإ ُبْوُتَأَو َكُرِفْغَت ْسَأ