Teks membahas tentang politik dan filantropi di Indonesia. Filantropi sering digunakan untuk kepentingan politik seperti menarik suara pemilih. Aktivis politik juga menggunakan program filantropi untuk menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat. Spirit filantropi seharusnya dikembangkan untuk memberdayakan masyarakat, bukan sebagai alat politik. Diperlukan politik filantropi yang sejalan dengan kepentingan zaman.
Partisipatif, dimaknai sebagai kapsitas lembaga meraih dukungan keterlibatan donors dan banyak pihak lainnya. Lembaga kemanusiaan dikatakan baik, tidak cukup sekadar mengelola bantuan dan mengedukasi, melainkan juga mendorong partisipasi. Semakin besar lembaga, semakin luas mandat kemanusiaan yang diamanahkan kepada lembaga, seharusnya semakin kuat kapasitas lembaga meraih dukungan masyarakat. Semakin besarnya problem kemanusiaan, perlu didukung penguatan kapasitas lembaga mempartipasikan masyarakat luas. Organisasi kemanusiaan akan “terengah-engah” tanpa meningkatkan dukungan masyarakat lainnya. Gagal mempartisipasikan masyarakat (korban krisis kemanusiaan), hanya mengantar organisasi kemanusiaan pada kehancurannya.
Partisipatif, dimaknai sebagai kapsitas lembaga meraih dukungan keterlibatan donors dan banyak pihak lainnya. Lembaga kemanusiaan dikatakan baik, tidak cukup sekadar mengelola bantuan dan mengedukasi, melainkan juga mendorong partisipasi. Semakin besar lembaga, semakin luas mandat kemanusiaan yang diamanahkan kepada lembaga, seharusnya semakin kuat kapasitas lembaga meraih dukungan masyarakat. Semakin besarnya problem kemanusiaan, perlu didukung penguatan kapasitas lembaga mempartipasikan masyarakat luas. Organisasi kemanusiaan akan “terengah-engah” tanpa meningkatkan dukungan masyarakat lainnya. Gagal mempartisipasikan masyarakat (korban krisis kemanusiaan), hanya mengantar organisasi kemanusiaan pada kehancurannya.
Dunia maya; Informasi Sampah dan Alat PropagandaLSP3I
Meledaknya arus informasi di jagad media social tak pelak menghadirkan masalah, baik dalam skala kecil maupun besar. Jika menyimak konten social media Indonesia kekinian, ramai dengan konten-konten negative, bagai sampah berserakan. Ujaran kebencian, fitnah, hoax, sampai isu sara. Kontennya beragam, mulai dari konteks sosial, ekonomi, politik, sampai agama. Bentuknya pun beragam, mulai dari teks, gambar, suara maupun video.
HASIL SURVEY JAJAK PENDAPAT MASYARAKAT TERHADAP KEPEMIMPINAN SBY-BUDIONO DAN PARPOL HASIL PEMILU 2009 DAN JAJAK PENDAPAT MASYARAKAT TERHADAP PARPOL DAN CALON PRESIDENT PADA PEMILU 2014
partisipasi politik agaknya semakin luntur dan mengalami beberapa kemunduran, pesan "tritura" sama sekali telah pudar dan hilang, ini adalah alarm "ada yang tidak beres dg negri ini", selengkapnya baca https://bit.ly/2M4iGMR
#midwaywriter #politik #indonesia #demokrasi
Mohon maaf atas kekurangan pada drise cetak edisi 56. Ada beberapa halaman yang salah cetak. Sebagai gantinya, bisa disimak berikut beberapa rubrik terb
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta "buddayah" yang berarti akal atau pikiran. Kebudayaan politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik dari suatu sistem politik. Berdasarkan siaka
Mengedepankan wacana tentang Edmund Husserl tidak boleh tidak harus menyentuh core ideanya tentang filsafat, yaitu “Fenomenologi”, sebab dialah yang – paling tidak hingga saat ini – dianggap sebagai pendiri aliran pemikiran ini. Bertens, dalam salah satu tulisannya, menyatakan bahwa selaku pendiri aliran fenomenologi, Husserl telah mempengaruhi filsafat abad kita ini secara amat mendalam.[1] Sebegitu mendalamnya pengaruh pemikiran Edmund Husserl terhadap pemikiran filsafat abad ini, Delfgaauw, seorang filosof Belanda, bahkan dengan tegas menyatakan bahwa filsafat jaman kita (ini) dipengaruhi secara mendalam oleh fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).[2]
Bahagia dalam kehidupan dunia adalah dambaan setiap insan. Jika dia orang yang beriman, maka dia juga berharap bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Namun, tidak semua orang yang berkeinginan baik bisa meraih impiannya. Salah satu dari sekian banyak orang yang bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat adalah al-Mukhbitûn. Siapakah mereka? Apakah kriteria-kriteria mereka?
More Related Content
Similar to Politik filantropi atau filantropi politik
Dunia maya; Informasi Sampah dan Alat PropagandaLSP3I
Meledaknya arus informasi di jagad media social tak pelak menghadirkan masalah, baik dalam skala kecil maupun besar. Jika menyimak konten social media Indonesia kekinian, ramai dengan konten-konten negative, bagai sampah berserakan. Ujaran kebencian, fitnah, hoax, sampai isu sara. Kontennya beragam, mulai dari konteks sosial, ekonomi, politik, sampai agama. Bentuknya pun beragam, mulai dari teks, gambar, suara maupun video.
HASIL SURVEY JAJAK PENDAPAT MASYARAKAT TERHADAP KEPEMIMPINAN SBY-BUDIONO DAN PARPOL HASIL PEMILU 2009 DAN JAJAK PENDAPAT MASYARAKAT TERHADAP PARPOL DAN CALON PRESIDENT PADA PEMILU 2014
partisipasi politik agaknya semakin luntur dan mengalami beberapa kemunduran, pesan "tritura" sama sekali telah pudar dan hilang, ini adalah alarm "ada yang tidak beres dg negri ini", selengkapnya baca https://bit.ly/2M4iGMR
#midwaywriter #politik #indonesia #demokrasi
Mohon maaf atas kekurangan pada drise cetak edisi 56. Ada beberapa halaman yang salah cetak. Sebagai gantinya, bisa disimak berikut beberapa rubrik terb
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta "buddayah" yang berarti akal atau pikiran. Kebudayaan politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik dari suatu sistem politik. Berdasarkan siaka
Mengedepankan wacana tentang Edmund Husserl tidak boleh tidak harus menyentuh core ideanya tentang filsafat, yaitu “Fenomenologi”, sebab dialah yang – paling tidak hingga saat ini – dianggap sebagai pendiri aliran pemikiran ini. Bertens, dalam salah satu tulisannya, menyatakan bahwa selaku pendiri aliran fenomenologi, Husserl telah mempengaruhi filsafat abad kita ini secara amat mendalam.[1] Sebegitu mendalamnya pengaruh pemikiran Edmund Husserl terhadap pemikiran filsafat abad ini, Delfgaauw, seorang filosof Belanda, bahkan dengan tegas menyatakan bahwa filsafat jaman kita (ini) dipengaruhi secara mendalam oleh fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).[2]
Bahagia dalam kehidupan dunia adalah dambaan setiap insan. Jika dia orang yang beriman, maka dia juga berharap bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Namun, tidak semua orang yang berkeinginan baik bisa meraih impiannya. Salah satu dari sekian banyak orang yang bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat adalah al-Mukhbitûn. Siapakah mereka? Apakah kriteria-kriteria mereka?
Ibrahim ibn Adham, ketika menjawab pertanyaan penduduk Basrah, “kenapa doa-doa kami tak pernah dikabulkan oleh Allah?” Beliau menyatakan bahwa ada sepuluh persoalan yang menjadi penyebab tidak terkabulnya serangkain doa, salah satu di antaranya yang terpenting adalah: “banyak memakan nikmat Tuhanmu, akan tetapi tidak mensyukurinya”.
TAWAKKAL adalah sebuah sikap yang – seharusnya – dipilih oleh setiap muslim, di mana pun, kapan pun dan dalam situasi dan kondisi apa pun. Tetapi, ternyata untuk memilihnya tidak semudah yang kita katakan. Selalu saja ada kendala yang menjadikan diri kita tak mampu bersikap tawakkal. Bahkan, karena kesalahfahaman kita terhadap makna tawakkal, bukan tidak mungkin ‘kita’ akan terjebak pada sikap yang salah.
Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ menyelamatkan Nabi Musa ’alaihis salâm dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ kepadanya, Nabi Musa ’alaihis salâm akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita (Muhammad) shallallâhu ‘alaihi wa sallam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda, فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ (Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian [kaum Yahudi]).
Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)Muhsin Hariyanto
Kisah-kisah dalam al-Quran, dalam pandangan para mufassir, selalu mengisyaratkan ‘ibrah yang sarat makna. Setiap pembaca kisah ini, bahkan mungkin akan menangkap isyarat yang berbeda-beda, karena kemampuan mereka yang tidak sama, atau karena mereka memiliki sudut-pandang yang berbeda terhadap kisah-kisah itu. Tak terkecuali terhadap kisah Ash-hâbul Kahfi. Kisah ini, menurut para mufassir sangat sarat dengan pesan moral. Dan siapa pun yang bisa membaca isyarat pesan moral di dalamnya akan mampu bercerita kembali dengan berbagai perspektif.
1. Politik Filantropi atau Filantropi Politik?
Filantropi atau kedermawanan sosial merupakan wacana yang
berkembang pesat di Indonesia. Mulai dari pemanfaatan ibadah agama sebagai
filantropi, juga Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai filantropi
perusahaan hingga menjelang pesta demokrasi pemilu 2009 (dan sangat
mungkin berlanjut) juga memanfaatkan filantropi untuk meraup suara.
Filantropi ramai di bicarakan di Indonesia, karena di negara ini,
kemiskinan merupakan bagian dari keseharian sebagian besar rakyatnya.
Semua pihak kemudian menggunakan istilah kedermawanan untuk
menyembunyikan ‘niatan’ yang sebenarnya. Meskipun saya tetap berkeyakinan
masih banyak yang benar-benar memberikan dengan tangan kanannya tanpa
harus diketahui tangan kirinya. Akan tetapi, selain kaya dengan korupsi,
bangsa kita juga kaya dengan orang-orang yang ‘narsis’. Yang ingin diketahui
amal baiknya oleh orang lain, ingin diketahui bahwa dirinya peduli terhadap
penderitaan orang lain.
Kedermawanan sosial untuk membantu meringankan beban
masyarakat-pun di gelar di mana-mana oleh aktivis politik. Untuk
menunjukkan keseriusan bahwa partai mereka atau calon mereka peduli
terhadap kondisi masyarakat; minimal di daerah pemilihannya sendiri.
Dibungkus dengan pelbagai alasan yang progresif untuk mengubah kondisi ke
depan, menanamkan harapan hingga meluapkan harapan hingga ke langit-
langit untuk kembali dihempaskan ke bumi. ‘Mati’.
Gejala yang sementara ada di masyarakat kita menunjukkan bahwa
filantropi masih diajadikan sebagai alat mobilitas politik, dan belum ada tanda-
tanda keinginan kuat untuk membudayakan filantropi sebagai bagain dari
'amal saleh' yang diminati dan dicintai umat Islam untuk menyantuni dan
memberdayakan umat.
Saatnya spirit al-ma'un kita tumbuhkan kembali, agar filantropi segera
menjadi 'yang dirindukan dan ditumbuhsuburkan' oleh para munfiq,
mutashaddiq dan muzakki'. Sehingga para mustahiq benar-benar bisa
menikmatinya untuk kepentingan pemberdayaan umat.
Dan oleh karenanya, diperlukan: "politik filantropi" yang selaras dengan
kepentingan zaman.
Untuk mengawali pemahaman kita terhadap politik filantropi, saya
anjurkan segera membaca buku terbaru Hilman Latief, M.A. Ph.D: "Politik
Filantropi Islam".
Ngadisuryan - Yogyakarta, Rabu, - 24 Juli 2013