Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Hukum pidana adalah bagian hukum yang mengatur larangan-larangan perbuatan serta sanksi pidananya.
2) Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil yang mengatur larangan perbuatan dan hukum pidana formil yang mengatur proses penegakannya.
3) Sumber hukum pidana di Indonesia meliputi KUHP, UU-UU yang merubah dan menambah KUHP, serta ketentuan pidana dalam
b) Pelaksanaan pidana militer menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.
Dalam penerapannya,Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi KUHPM sebagai hukum materialnya dan hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai hukuman formal.
b) Pelaksanaan pidana militer menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.
Dalam penerapannya,Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi KUHPM sebagai hukum materialnya dan hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai hukuman formal.
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Kumpulan putusan uji materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terdiri dari Putusan MK No. 002/PUU-I/2003, Putusan MK No. 20/PUU-V/2007, dan Putusan MK No. 36/PUU-X/2012.
2. Pengertian Hukum Pidana (1)
Prof. Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg
berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar
dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak
boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau
sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tsb; Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah
diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana
Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tsb. Criminal
Procedure/ Hukum Acara Pidana
3. Pengertian Hukum Pidana (2)
Prof. Pompe
Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum
yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan
apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu
4. Pengertian Hukum Pidana (3)
Prof. Simons
Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah
dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara
dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya
aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi
akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan
pidana tersebut.
5. Pengertian Hukum Pidana (4)
Prof. Van Hamel
Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan
aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde)
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa
kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
6. Hukum Pidana Materiil (Hukum
Pidana)
Hukum Pidana Formil (Hukum
Acara Pidana)
Pembagian Hukum Pidana
7. Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-
ilmu lainnya
Kriminologi : 0byek studinya --> kejahatan,
penjahat, reaksi masyarakat terhadap
kejahatan & penjahat
Kriminalistik :
Ilmu Forensik:
Psikiatri Kehakiman :
Sosiologi Hukum :
8. Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman Kemerdekaan
Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915 -sekarang
KUHP dan Sejarahnya
9. Jaman VOC
Statuten van Batavia
Hk. Belanda kuno
Asas2 Hk. Romawi
Di daerah lainnya berlaku
Hukum Adat
mis. Pepakem Cirebon
10. Jaman Hindia Belanda
Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) -->
Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia &
Timur Asing
Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur
peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.
11. Jaman Jepang
WvSI masih berlaku
Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan
12. Jaman Kemerdekaan (1)
UUD 1945 Ps. II Aturan
Peralihan
Segala Badan
Negara dan
Peraturan yang ada
masih berlaku selama
belum diadakan
yang baru menurut
UUD ini
13. Jaman Kemerdekaan (2)
UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang
Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang
tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk
seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-
undang Hukum Pidana”
14. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI
INDONESIA
KUHP (beserta UU
yang merubah &
menambahnya)
UU Pidana di luar
KUHP
Ketentuan Pidana
dalam Peraturan
perundang-
undangan non-
pidana
15. KUHP
Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps
103)
Pasal 103 Ketentuan-ketentuan dalam
Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku
bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya
diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)
Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
16. Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP
(1)
UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan
beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan
UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia,
tambahan Ps 52a, 142a, 154a
UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5
Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
17. Beberapa UU yang merubah &
menambah KUHP (2)
Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap
beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)
Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi
dari KUHP
18. Pembaharuan Hukum Pidana
RUU KUHP Nasional
Sejarah Penyusunan
Metode & Sumber
penyusunan
Beberapa asas yg berubah
Tindak pidana2 baru
Pasal-pasal kontroversial
19. UU Pidana di luar KUHP
UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah
dihapus)
UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU
No. 31/1999
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
Perpu 1/2002 UU 15/2003 Anti Terorisme
UU Money Laundering
20. Contoh UU non pidana yang memuat sanksi
pidana
UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
21. H. Pidana Umum
1. H.Pidana non militer
2. KUHP & UU yg merubah &
menambahnya
3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP,
TPE,TPK, TPS, dll)
H. Pidana Khusus
1. H. Pidana militer
2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, H.Pid.
Fiskal
3. UU non pidana yg. Bersanksi
pidana
Hukum Pidana Umum & Khusus
22. Pasal 1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah
perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
23. ASAS YG TERCAKUP DLM
PASAL 1 (1) KUHP
Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege
poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg
terlebih dahulu menyebut perbuatan yang
bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat
suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
24. Asas-asas dalam
Pasal 1 ayat (1 ) KUHP
1. Asas Legalitas
2. Asas Larangan berlaku surut
3. Asas Larangan
penggunaan Analogi
25. ASAS LARANGAN BERLAKU
SURUT
Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak
ke belakang :
X--------- UU Pidana -------------
26. Larangan berlaku surut (dan pengecualiannya)
dalam berbagai ketentuan
Nasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
Perpu 1/2002 & 2/2002 UU 15/2003 ; UU
16/2003
Internasional
Ps 15 (1) dan (2) ICCPR
Ps 22, 23, dan 24 ICC
27. Ps 28i UUD 1945
“… hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
28. Ps 18 (2)
Setiap orang tidak boleh
dituntut untuk dihukum atau
dijatuhi pidana, kecuali
berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan yang
sudah ada sebelum tindak
pidana itu dilakukan
Ps 18 (3)
Setiap ada
perubahan dalam
peraturan perundang-
undangan maka
berlaku ketentuan
yang paling
menguntungkan bagi
tersangka
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
29. (1) Pelanggaran hak
asasi manusia yg. Berat
yg. Terjadi sebelum
diundangkannya UU
ini, diperiksa dan
diputus oleh
pengadilan HAM ad
hoc.
(2) Pengadilan HAM ad
hoc sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk atas usul
DPR Indonesia
berdasarkan peristiwa
tertentu dg. Keputusan
presiden.
Penjelasan Ps 43 (2)
“ Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan
dibentuknya Pengadilan
HAM ad hoc, DPR
Indonesia mendasarkan
pada dugaan telah
terjadinya pelanggaran
HAM yang berat yg
dibatasi pada locus dan
tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
diundangkannya
undang-undang ini.
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan
HAM (bisa berlaku surut ?)
30. UU Anti Terorisme dan
Putusan MK
MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Anti Terorisme
krn bertentangan dengan UUD 1945
32. Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht) (1)
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan
antara penafsiran ekstensif dan analogi.
Dalam kedua hal itu hakim membuat
konstruksi , yaitu membuat (mencari)
suatu pengertian hukum yang lebih
tinggi. Hakim membuat suatu kaidah
yang lebih tinggi dan yang dapat
dijadikan dasar beberapa ketentuan
yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Mengambil = mengadakan suatu perbuatan
33. PENAFSIRAN EKSTENSIF
Hakim meluaskan
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
sehingga perkara yang
bersangkutan termasuk
juga di dalamnya
ANALOGI
Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht) (2)
34. Pasal 1 ayat (2) KUHP
-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU
• Perubahan UU ? …………….
Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3)
Teori materiil tidak terbatas
• Paling menguntungkan ? …………..
• Terserah pada praktek & hanya dapat
ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in
concreto). Hal ini tidak dapat ditentukan sec.
Umum (in abstracto)
• Periksa : Utrecht h.228
35. Perubahan UU yg
dimaksud Pasal 1 (2)
KUHP Teori Formil :Ada perubahan undang-undang
kalau redaksi undang-undang pidana berubah
(simons)
ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps
295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 21 tahun
dlm BW
Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai
dg suatu perubahan perasaan (keyakinan)
hukum pada pembuat undang-undang (jadi
tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan
karena waktu)
Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan –
36. Tempus delicti penting
diketahui dalam hal2 :
Kaitannya dg Ps 1 KUHP
Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps
45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan Anak
37. Teori2 Tempus Delicti
1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het
instrumen)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
38. Teori2 Locus Delicti
1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
39. Locus delicti penting
diketahui dalam hal2 :
Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
- H. Indonesia atau H. negara lain
Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
40. Teori mana yg dipilih ?
Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak
diselesaikan
Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori sec teleologis
Periksa buku Utrecht hal 239
41. Surabaya Semarang Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B B B
Meervoudige locus delicti
•Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus delicti ini
•Lihat --> Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108
42. Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1)
Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2
dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No.
7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
43. Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa
masalah !
Wilayah Indonesia ?
Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
Prinsip ius passagii innoxii
Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
44. Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)
Ps 9 KUHP : Hukum publik
internasional membatasi berlakunya
Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
Termasuk yg memiliki imunitas
h.pidana : Sesuai perjanjian Wina
18/4/1961
Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara &
keluarganya (sec. resmi, bukan
incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya
--> konsul : tergantung traktat antar
negara.
3) Anak buah kapal perang asing :
termasuk awak kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg
47. Tindak Pidana (3)
Definisi Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat
melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan &
dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”
Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam
UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg
kesalahan”
Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi
pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya
dilarang & diancam dengan pidana”
Aliran Monistis ………...
Aliran Dualistis …………..
49. Kejahatan
(misdrijf)
dlm. MvT : sebelum ada UU
sudah dianggap tidak baik
(recht-delicten)
Hazewinkel-Suringa : tidak
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan
kuantitatif
a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
Pelanggaran
(overtreding)
dlm MvT : baru dianggap
tidak baik setelah ada UU
(wet delicten)
Perbedaan dg kejahatan:
a) Percobaan : tidak dipidana
b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan
berbeda
Jenis Delik (1)
50. D. Materiil : Yang
dirumuskan akibatnya -->
Ps 338, Ps 187, dll
D. Komisi : melanggar
larangan dg perbuatan
aktif
D. Dolus : delik dilakukan
dg sengaja, mis. Ps 338, Ps
351
D. Formil : yang
dirumuskan bentuk
perbuatannya --> Ps 362,
Ps 263, dll
D. Omisi : melakukan delik
dg perbuatan pasif
a) D. Omisi murni : melanggar
perintah dg tidak berbuat,
mis. Ps 164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni :
melanggar larangan dg tidak
berbuat, mis Ps 194 KUHP
D. Culpa : Delik dilakukan
dg kealpaan, mis. Ps 359,
Ps 360
Jenis Delik (2)
51. D. Biasa : penuntutannya
tidak memerlukan
pengaduan, mis. Ps 340,
Ps 285
D. Aduan :
penuntutannya memerlukan
pengaduan, mis. Ps 310, Ps
284
Jenis Delik (3)
52. Manusia (natuurlijk personen)
a) syarat merumuskan :
“Barangsiapa ….”
b) hukuman : mati,
penjara, kurungan, dll
(Ps 10 KUHP)
c) Hukum Pidana
disandarkan pada
kesalahan orang
Korporasi
UU TPE
UU Pemberantasan T.P.
Korupsi
Draft RUU KUHP
adanya kebutuhan
untuk memidana
korporasi
Korporasi ?
Badan hukum ?
Tindak Pidana (5)
Subyek
53. Tindak Pidana (6)
Cara Merumuskan Tindak Pidana
Disebutkan unsur-unsurnya
& disebut kualifikasinya -->
mis, Ps 362 KUHP
disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-
unsurnya --> mis. Ps 184, Ps
297, Ps 351
disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya
--> mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209
54. Di dalam perumusan (bagian)
dimuat dalam surat dakwaan
semua syarat yg dimuat dalam rumusan
delik merup-akan bagian-bagian,
sebanyak itu pula, yg apabila dipenuhi
membuat tingkah laku menjadi tindakan
yg melawan hukum
1. Tingkah laku yg dilarang
2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud,
tujuan, niat, rencana, ketakutan
3. Bagian obyektif : secara melawan
hukum, kausalitas, bagian2 lain yg
menentukan dapat dikenakan pidana
(syarat tambahan; keadaan)
4. Bagian yg mempertinggi dapatnya
dikenakan pidana
Di luar perumusan
(unsur) : syarat
dapat dipidana
1. Secara
melawan
hukum
2. Dapat
dipersalahkan
3. Dapat
dipertanggungj
awabkan
Tindak Pidana (6)
Unsur-unsur (van Bemmelen)
55. Tindak Pidana (7)
Unsur-unsur (Prof. Moeljatno)
a. kelakuan dan akibat ( = perbuatan)
b. hal ikhwal atau keadaan yg menyertai perbuatan
c. keadaan tambahan yg memberatkan
d. unsur melawan hukum yg obyektif
e. unsur melawan hukum yg subyektif
56. Unsur2 dalam perumusan
A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif)
- akibat
- melawan hukum
- syarat tambahan
- keadaan
B. Unsur Subyektif
- kesalahan :
(a) sengaja
(b) kealpaan
- keadaan
Unsur2 di luar perumusan
- secara melawan hukum
- dapat dipersalahkan
- dapat
dipertanggungjawab kan
Tindak pidana (8)
Unsur-unsur
57. Pasal 362 KUHP
barangsiapa
mengambil
barang
- yg sebagian/ seluruhnya
kepunyaan orang lain
dengan maksud memiliki
secara melawan hukum
Pasal 338 KUHP
barangsiapa
dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang
lain
Contoh unsur2 dalam
rumusan tindak pidana (1)
58. Pasal 285
barangsiapa
dengan kekerasan
atau
ancaman kekerasan
memaksa
seorang wanita
bersetubuh dengan
dia
di luar perkawinan
Pasal 259
barangsiapa
karena kealpaannya
menyebabkan orang
lain mati
Contoh unsur2 dalam
rumusan tindak pidana (2)
61. Dolus/ opzet/ sengaja (1)
Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT-
1886)
Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan
perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg
bersangkutanakan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
62. Dolus/ opzet/ sengaja (2)
istilah2 dalam rumusan tindak
pidana
Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
tahu tentang : Ps 164 KUHP
dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
niat : Ps 53 KUHP
dengan rencana lebih dahulu : Ps 340,
355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran
dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c )
direnungkan lebih dahulu.
63. Dolus/ opzet/ sengaja (3)
Macam2 opzet
Sengaja sebagai maksud/
tujuan (opzet als oogmerk)
Sengaja sebagai kesadaran
(keinsyafan) kepastian (opzet bij
zekerheidsbewustzijn)
Sengaja sebagai kesadaran
(keinsyafan) kemungkinan
(opzet bij mogelijkheids-
bewutzijn)
64. Dolus/opzet/sengaja (4)
macam 2 opzet Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat
perbuatannya tidak terjadi (Vos)
Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan
tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan
terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel-
Suringa) :
(a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi
(b) sengaja dg kemungkinan terjadi / sengaja bersyarat/ dolus
eventualis
65. Dolus/ opzet/ sengaja (5)
Dolus eventualis
Teori “inkauf nehmen” : untuk mencapai
apa yang dimaksud , resiko akan
timbulnya akibat atau keadaan
disamping maksudnya itu pun
diterima
Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” : kalau
resiko yg diketahui kemungkinan
akan adanya itu sungguh-sungguh
timbul (disamping hal yg
dimaksud), apa boleh buat, dia
66. Culpa (1)
Istilah2
Culpa (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya
Culpa (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yg berupa
kealpaan
Istilah2 :
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya
67. Culpa (2)
pengertian, jenis, syarat
KUHP : tidak ada definisi
MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg
kesengajaan dan di fihak lain dengan hal yg kebetulan
Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on
bewuste)
Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2)
kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana
diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana
diharuskan hukum
68. KESALAHAN
Beberapa masalah !
Apa beda dolus eventualis dg
culpa yg disadari ?
Apa yg dimaksud dg :
(a) pro parte dolus proparte culpa
(b) dolus directus; dolus indirectus
(c ) dolus determinatus; dolus
indeterminatus
(d) dolus premeditatus; dolus
repentinus
(e) dolus malus
Di Indonesia sebagaimana di
Belanda dianut pendapat bahwa
sengaja itu tidak berwarna. Apa
maksudnya ?
69. KAUSALITAS
1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran
kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena
kedatangan B, maka A terlambat ;
karena terlambat A mengendarai mobil
dengan kecepatan tinggi; A menubruk
70. Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan
akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki
penyebab sekaligus menjadi sebab
peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai
yang bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli
hukum pidana (bukan makna di atas),
tetapi makna yang dapat dilekatkan
71. Kapankah diperlukan
ajaran Kausalitas ?
Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana
perbuatan tersebut kadang tercakup dan
kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam
perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) :
Pelaku tidak melakukan kewajiban yang
dibebankan padanya dan dengan itu
menciptakan suatu akibat yang sebenarnya
tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar
suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya
harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu
tidak timbul.
Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak
pidana yang karena situasi dan kondisi khusus
yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan
yang bersangkutan atau karena akibat-akibat
72. Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer ,
Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries,
Simons, Pompe, Rumelink)
Teori Relevansi : Langemeyer
73. Ajaran Conditio Sine Qua
Non
Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat
dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
Ada beberapa sebab
Syarat = sebab
74. Pembatasan Ajaran Von Buri
Pembatasan ajaran Von Buri oleh
Van Hamel [dibatasi dg ajaran
kesalahan (dolus/culpa)]
Pengkesampingan semua sebab
yang terletak di luar dolus atau
culpa; dalam banyak kejahatan
dolus atau culpa merupakan
unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan
unsur delik, maka solusinya harus
75. Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori
Conditio Sine Qua Non . Di dalam
rangkaian syarat-syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya
akibat, lalu dicari syarat manakah
yang dalam keadaan tertentu itu,
yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder :
Sebab adalah syarat yang paling
76. Teori-teori menggeneralisasi
(1)
Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan mana atau
kejadian mana yang in concreto memberikan
pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang
dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara
umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin
ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada
77. Teori-teori menggeneralisasi
(2)
Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab
adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang
tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus
meniadakan akibat. Namun pembatasan demi
kepentingan penetapan pertanggungjawaban
pidana tidak dicari dalam nilai
kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor
dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna
semua itu secara umum, kemungkinan dari
faktor-faktor tersebut untuk memunculkan
akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang
dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat
tertentu, biasanya memunculkan akibat itu,
atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan
memunculkan akibat tertentu hanya dapat
78. Teori-teori menggeneralisasi
(3)
Rumelink (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus
(perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal
probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang
diketahui atau mungkin diketahui pada waktu
melakukan tindakannya, melainkan pada fakta
yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang
kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi
yang melingkupi peristiwa tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut
garis-garis umum pengalaman manusia dapat
menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan
79. Teori Relevansi
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan
memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang
mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan
saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.
80. Sifat Melawan Hukum
Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen
eens anders recht)
- tanpa alasan yg wajar
- Bertentangan dengan hukum positif
Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan
UU, sebab hukum adalah UU.
81. Materiil :
mengakui adanya
pengecualian /
penghapusan dari
sifat melawan
hukumnya
perbuatan menurut
hukum yang tertulis
dan yang tidak
tertulis
Formil :
hanya mengakui
pengecualian yang
tersebut dalam
undang-undang
Materiil :
sifat melawan hukum
adalah unsur mutlak
dari tiap-tiap tindak
pidana, juga bagi
yang dalam
rumusannya tidak
menyebut unsur-
unsur tersebut
Formil :
sifat tersebut tidak
selalu menjadi unsur
delik, hanya jika
dalam rumusan delik
disebutkan dengan
Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
82. Pembuktian Melawan
Hukum
Dengan mengakui bahwa sifat
melawan hukum selalu menjadi
unsur delik, ini tidak berarti bahwa
karena itu harus selalu dibuktikan
adanya unsur tersebut oleh
penuntut umum
Soal apakah harus dibuktikan atau
tidak, adalah tergantung dari
rumusan delik yaitu apakah dalam
rumusan unsur tersebut disebutkan
83. Alasan Pencantuman unsur Melawan
Hukum
Pada umumnya dalam perundang-
undangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan
hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari
tuntutan pidana.
84. Konsekuensi aliran Materiil
Apakah konsekuensi ajaran bahwa sifat melawan
hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik ?
Jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam
rumusan delik, maka unsur itu dianggap diam-diam
telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh
pihak terdakwa.
85. Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja &
unsur melawan hukum
Van Hamel, simons, pompe :
perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps
406 KUHP : dengan sengaja dan
melawan hukum ; Ps 333 KUHP :
dengan sengaja melawan hukum
Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata “dan” tidak berarti
apa2, semuanya mesti dibaca
“dengan sengaja dan melawan
hukum”
Remelink, van Bemmelen :
kata penghubung “dan” tidak
mempunyai arti, jadi istilah “dengan
86. PERCOBAAN (POGING)
PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk
itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan,
dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara
paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
87. POGING (PERCOBAAN)
“Permulaan kejahatan yang belum selesai”
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang
Poging adalah perluasan pengertian delik
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab
perbuatan itu melanggar kepentingan hukum
atau membahayakan kepentingan hukum
KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
Harus diketahui kapan suatu delik dianggap
selesai
Delik selesai berbeda antara delik formil dan
delik materiil
Pada delik formil : delik selesai apabila
perbuatan yang dilarang telah dilakukan
88. Percobaan Menurut
KUHP:
Percobaan sebagai
Suatu Delik yang Telah
Selesai (voltooid delict)
Percobaan Melakukan
Tindak Pidana yang Tidak
Dilarang
Percobaan Melakukan
Pelanggaran
89.
90. Percobaan sebagai Suatu Delik
yang Telah Selesai
(voltooid delict)
Pasal 104-107, 139a dan 139b
KUHP
Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP
Pasal 250, 261, 275 KUHP
91. Percobaan Melakukan Tindak
Pidana yang Tidak Dilarang
1. Pasal 184 KUHP)
2. Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
3. Pasal 302 ayat 4 KUHP)
92. Percobaan Menurut
Doktrin
Percobaan yang Tidak
Sempurna (Ondeugdelijk
Poging)
Percobaan yang Dikualifisir
(Gequalificeerde Poging)
Percobaan yang
Ditangguhkan (Geschorste
Poging)
93. Syarat Percobaan yg dapat
dipidana
Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri
94. NIAT
“Voornemen”
Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus
ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau “opzet”
Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu
kehendak melakukan kejahatan
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini
harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet
dalam arti pertama (sebagai “ogmerk” atau tujuan) ?
95. Permulaan Pelaksanaan
“Niat sudah terwujud dengan
adanya permulaan pelaksanaan”
een begin van uitvoering
Harus ada suatu
perbuatan(handeling)
apa yang dimaksud “perbuatan
sebagai permulaan
pelaksanaan” ?
Undang-undang tidak
96. Pelaksanaan Kehendak
atau
Pelaksanaan Kejahatan ? Secara gramatika, harus dihubungkan
dengan kata yang mendahuluinya yaitu
“voornemen”/ niat/kehendak Niat
sudah terwujud dengan adanya
permulaan pelaksanaan. Jadi :
pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai
“pelaksanaan kehendak” TEORI
POGING SUBYEKTIF
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak
kalimat berikutnya “… tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya
97. CONTOH KASUS
A menghendaki untuk membunuh B , untuk
melaksanakan maksudnya, A harus melakukan
beberapa perbuatan, yaitu :
a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
b. A membeli senjata api
c. A membawa senjata api ke rumahnya
d. A berlatih menembak
e. A menyiapkan sebjata apinya dengan
membungkusnya rapat-rapat
f. A menuju rumah B
g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu
dengan peluru
h. A mengarahkan senjata kepada B
i. A melepaskan tembakan ke arah B
98. MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?
1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak
yang jahat”
2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a f belum
merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu
“belum membahayakan kepentingan hukum si B
99. Contoh
Percobaan Pembunuhan Berencana
KASUS
A bermaksud menghabisi nyawa B
dengan meletakkan bom di mobil B. Bom
meledak sebelum B masuk mobil dan
mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan
pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
100. PEMBATASAN TERHADAP TEORI
SUBYEKTIF
Perbuatan dibedakan :
1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat
dihukum)
2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah
dapat dihukum)
Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan
“perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan
“perbuatan pelaksanaan” ?
101. PENDAPAT PARA AHLI DALAM
MASALAH TSB
1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah
terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk
melaksanakan perbuatannya”
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil
atau delik formil.
Pada delik formil apabila perbuatan itu
merupakan perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh UU, apabila
perbuatan itu merupakan sebagian dari
perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa
unsur maka jika sudah melakukan salah satu
unsur
Pada delik materril apabila perbuatan itu
dianggap sebagai perbuatan yang menurut
sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga
secara langsung dapat menimbulkan akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman
102. Pendapat Hoge Raad
Ada “permulaan pelaksanaan”
apabila antara perbuatan yang
dilakukan dan kejahatan yang
dkehendaki oleh seseorang itu
terdapat hubungan erat langsung;
yaitu apabila seorang melakukan
sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan ,
perbuatan itu baru dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan
apabila disamping perbuatan itu
103. Macam2 Percobaan (Doktrin)
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena
suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi
tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia
terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke
Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan
suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua
perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun
tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau
obyek (sasaran) tidak sempurna.
104. Penyertaan (1)
(Deelneming)
Pengertian penyertaan
Saat terjadinya
Macam/ bentuk
- melakukan
- menyuruh melakukan
- turut serta melakukan
- menggerakkan untuk melakukan
- membantu melakukan
Pengertian & syarat
Pertanggung jawaban masing-
masing
105. Ps 55 KUHP
a. pelaku
b. penyuruh
c. turut serta
d. pembujuk
--> dipidana
sebagaimana pelaku
Ps 56,57 KUHP
e. pembantu
---> ancaman pidana
berbeda dg pelaku ,
maksimum dikurangi :
a. penjara --> dikurangi 1/3
b. mati/ seumur hidup -->
maks 20 tahun
Penyertaan : turut sertanya seorang atau lebih
pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak
pidana (Wirjono.P)