SlideShare a Scribd company logo
HUKUM PIDANA
Pengertian Hukum Pidana (1)
Prof. Moeljatno
 Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg
berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar
dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak
boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau
sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tsb;  Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah
diancamkan ;  Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana
Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tsb.  Criminal
Procedure/ Hukum Acara Pidana
Pengertian Hukum Pidana (2)
Prof. Pompe
 Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum
yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan
apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu
Pengertian Hukum Pidana (3)
Prof. Simons
 Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah
dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara
dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya
aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi
akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan
pidana tersebut.
Pengertian Hukum Pidana (4)
Prof. Van Hamel
 Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan
aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde)
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa
kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
 Hukum Pidana Materiil (Hukum
Pidana)
 Hukum Pidana Formil (Hukum
Acara Pidana)
Pembagian Hukum Pidana
Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-
ilmu lainnya
 Kriminologi : 0byek studinya --> kejahatan,
penjahat, reaksi masyarakat terhadap
kejahatan & penjahat
 Kriminalistik :
 Ilmu Forensik:
 Psikiatri Kehakiman :
 Sosiologi Hukum :
 Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman Kemerdekaan
 Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915 -sekarang
KUHP dan Sejarahnya
Jaman VOC
 Statuten van Batavia
 Hk. Belanda kuno
 Asas2 Hk. Romawi
 Di daerah lainnya berlaku
Hukum Adat
 mis. Pepakem Cirebon
Jaman Hindia Belanda
 Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) -->
Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia &
Timur Asing
 Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur
peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.
Jaman Jepang
 WvSI masih berlaku
 Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
 H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan
Jaman Kemerdekaan (1)
 UUD 1945 Ps. II Aturan
Peralihan
Segala Badan
Negara dan
Peraturan yang ada
masih berlaku selama
belum diadakan
yang baru menurut
UUD ini
Jaman Kemerdekaan (2)
 UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang
Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia
 Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
 PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
 UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang
tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk
seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-
undang Hukum Pidana”
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI
INDONESIA
 KUHP (beserta UU
yang merubah &
menambahnya)
 UU Pidana di luar
KUHP
 Ketentuan Pidana
dalam Peraturan
perundang-
undangan non-
pidana
KUHP
 Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps
103)
Pasal 103  Ketentuan-ketentuan dalam
Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku
bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya
diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain
 Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)
 Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP
(1)
 UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan
beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
 UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan
 UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
 UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia,
tambahan Ps 52a, 142a, 154a
 UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5
Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
Beberapa UU yang merubah &
menambah KUHP (2)
 Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap
beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)
 Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
 UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
 UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
 UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
 UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi
dari KUHP
Pembaharuan Hukum Pidana
RUU KUHP Nasional
 Sejarah Penyusunan
 Metode & Sumber
penyusunan
 Beberapa asas yg berubah
 Tindak pidana2 baru
 Pasal-pasal kontroversial
UU Pidana di luar KUHP
 UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah
dihapus)
 UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU
No. 31/1999
 UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
 Perpu 1/2002  UU 15/2003 Anti Terorisme
 UU Money Laundering
Contoh UU non pidana yang memuat sanksi
pidana
 UU Lingkungan
 UU Pers
 UU Pendidikan Nasional
 UU Perbankan
 UU Pajak
 UU Partai Politik
 UU pemilu
 UU Merek
 UU Kepabeanan
 UU Pasar Modal
 H. Pidana Umum
1. H.Pidana non militer
2. KUHP & UU yg merubah &
menambahnya
3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP,
TPE,TPK, TPS, dll)
 H. Pidana Khusus
1. H. Pidana militer
2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, H.Pid.
Fiskal
3. UU non pidana yg. Bersanksi
pidana
Hukum Pidana Umum & Khusus
Pasal 1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah
perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP DLM
PASAL 1 (1) KUHP
 Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege
poenali :
 Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg
terlebih dahulu menyebut perbuatan yang
bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat
suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
Asas-asas dalam
Pasal 1 ayat (1 ) KUHP
1. Asas Legalitas
2. Asas Larangan berlaku surut
3. Asas Larangan
penggunaan Analogi
ASAS LARANGAN BERLAKU
SURUT
 Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak
ke belakang :
X--------- UU Pidana -------------
Larangan berlaku surut (dan pengecualiannya)
dalam berbagai ketentuan
Nasional
 Ps 28i UUD 1945
 Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
 Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
 Perpu 1/2002 & 2/2002  UU 15/2003 ; UU
16/2003
Internasional
 Ps 15 (1) dan (2) ICCPR
 Ps 22, 23, dan 24 ICC
Ps 28i UUD 1945
 “… hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
 Ps 18 (2)
Setiap orang tidak boleh
dituntut untuk dihukum atau
dijatuhi pidana, kecuali
berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan yang
sudah ada sebelum tindak
pidana itu dilakukan
 Ps 18 (3)
Setiap ada
perubahan dalam
peraturan perundang-
undangan maka
berlaku ketentuan
yang paling
menguntungkan bagi
tersangka
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
(1) Pelanggaran hak
asasi manusia yg. Berat
yg. Terjadi sebelum
diundangkannya UU
ini, diperiksa dan
diputus oleh
pengadilan HAM ad
hoc.
(2) Pengadilan HAM ad
hoc sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk atas usul
DPR Indonesia
berdasarkan peristiwa
tertentu dg. Keputusan
presiden.
 Penjelasan Ps 43 (2)
“ Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan
dibentuknya Pengadilan
HAM ad hoc, DPR
Indonesia mendasarkan
pada dugaan telah
terjadinya pelanggaran
HAM yang berat yg
dibatasi pada locus dan
tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
diundangkannya
undang-undang ini.
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan
HAM (bisa berlaku surut ?)
UU Anti Terorisme dan
Putusan MK
 MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Anti Terorisme
krn bertentangan dengan UUD 1945
 Penafsiran :
Otentik
Sistematis
Gramatikal
Historis
Sosiologis
Teleologis
Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?
 Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus
pencurian listrik di
Gravenhage)
 Putusan Rechtbank
Leeuwarden, 10 Des 1919
(pencurian sapi)
 Taverne Vs para sarjana
pidana lainnya (Van Hattum,
Simons, Zevenbergen, Van
Hamel)
PENAFSIRAN & ANALOGI
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht) (1)
 Pada hakekatnya tidak ada perbedaan
antara penafsiran ekstensif dan analogi.
Dalam kedua hal itu hakim membuat
konstruksi , yaitu membuat (mencari)
suatu pengertian hukum yang lebih
tinggi. Hakim membuat suatu kaidah
yang lebih tinggi dan yang dapat
dijadikan dasar beberapa ketentuan
yang mempunyai kesamaan.
Mis.
 Mengambil = mengadakan suatu perbuatan
 PENAFSIRAN EKSTENSIF
 Hakim meluaskan
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
sehingga perkara yang
bersangkutan termasuk
juga di dalamnya
 ANALOGI
 Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht) (2)
Pasal 1 ayat (2) KUHP
-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU
• Perubahan UU ? …………….
Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3)
Teori materiil tidak terbatas
• Paling menguntungkan ? …………..
• Terserah pada praktek & hanya dapat
ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in
concreto). Hal ini tidak dapat ditentukan sec.
Umum (in abstracto)
• Periksa : Utrecht h.228
Perubahan UU yg
dimaksud Pasal 1 (2)
KUHP Teori Formil :Ada perubahan undang-undang
kalau redaksi undang-undang pidana berubah
(simons)
 ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps
295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23  21 tahun
dlm BW
 Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai
dg suatu perubahan perasaan (keyakinan)
hukum pada pembuat undang-undang (jadi
tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan
karena waktu)
 Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan –
Tempus delicti penting
diketahui dalam hal2 :
 Kaitannya dg Ps 1 KUHP
 Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
 Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps
45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan Anak
Teori2 Tempus Delicti
 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het
instrumen)
 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
Teori2 Locus Delicti
 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
 4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
Locus delicti penting
diketahui dalam hal2 :
 Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
- H. Indonesia atau H. negara lain
 Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
Teori mana yg dipilih ?
 Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak
diselesaikan
 Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori sec teleologis
 Periksa buku Utrecht hal 239
Surabaya Semarang Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B B B
Meervoudige locus delicti
•Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus delicti ini
•Lihat --> Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1)
 Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
 Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2
dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No.
7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
 Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
 Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa
masalah !
 Wilayah Indonesia ?
 Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
 Prinsip ius passagii innoxii
 Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)
 Ps 9 KUHP : Hukum publik
internasional membatasi berlakunya
Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
 Termasuk yg memiliki imunitas
h.pidana : Sesuai perjanjian Wina
18/4/1961
 Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara &
keluarganya (sec. resmi, bukan
incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya
--> konsul : tergantung traktat antar
negara.
3) Anak buah kapal perang asing :
termasuk awak kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg
Tindak Pidana (1)
 Istilah, Definisi, & jenis2
Tindak Pidana
 Subyek Tindak Pidana
 Cara merumuskan &
Unsur-unsur Tindak
Pidana
Tindak Pidana (2)
Istilah
 Strafbaar feit
 Perbuatan pidana
 Peristiwa pidana
 Tindak pidana
 Delict / Delik
 Criminal act
 Jinayah
Tindak Pidana (3)
Definisi Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat
melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan &
dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”
 Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam
UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg
kesalahan”
 Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi
pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya
dilarang & diancam dengan pidana”
 Aliran Monistis ………...
 Aliran Dualistis …………..
Tindak Pidana (4)
Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)
 Delik Kejahatan & Delik pelanggaran
 Delik Materiil & Delik Formil
 Delik Komisi & Delik Omisi
 Delik Dolus & Delik Culpa
 Delik Biasa & Delik Aduan
 Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
 Delik Selesai & Delik yg diteruskan
 Delik Tunggal & Delik Berangkai
 Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
 Delik Politik & Delik Komun (umum)
 Delik Propia & Delik Komun (umum)
 Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :
Kejahatan
(misdrijf)
 dlm. MvT : sebelum ada UU
sudah dianggap tidak baik
(recht-delicten)
 Hazewinkel-Suringa : tidak
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan
kuantitatif
a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
Pelanggaran
(overtreding)
 dlm MvT : baru dianggap
tidak baik setelah ada UU
(wet delicten)
 Perbedaan dg kejahatan:
a) Percobaan : tidak dipidana
b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan
berbeda
Jenis Delik (1)
 D. Materiil : Yang
dirumuskan akibatnya -->
Ps 338, Ps 187, dll
 D. Komisi : melanggar
larangan dg perbuatan
aktif
 D. Dolus : delik dilakukan
dg sengaja, mis. Ps 338, Ps
351
 D. Formil : yang
dirumuskan bentuk
perbuatannya --> Ps 362,
Ps 263, dll
 D. Omisi : melakukan delik
dg perbuatan pasif
a) D. Omisi murni : melanggar
perintah dg tidak berbuat,
mis. Ps 164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni :
melanggar larangan dg tidak
berbuat, mis Ps 194 KUHP
 D. Culpa : Delik dilakukan
dg kealpaan, mis. Ps 359,
Ps 360
Jenis Delik (2)
 D. Biasa : penuntutannya
tidak memerlukan
pengaduan, mis. Ps 340,
Ps 285
 D. Aduan :
penuntutannya memerlukan
pengaduan, mis. Ps 310, Ps
284
Jenis Delik (3)
 Manusia (natuurlijk personen)
a) syarat merumuskan :
“Barangsiapa ….”
b) hukuman : mati,
penjara, kurungan, dll
(Ps 10 KUHP)
c) Hukum Pidana
disandarkan pada
kesalahan orang
 Korporasi
 UU TPE
 UU Pemberantasan T.P.
Korupsi
 Draft RUU KUHP
 adanya kebutuhan
untuk memidana
korporasi
 Korporasi ?
 Badan hukum ?
Tindak Pidana (5)
Subyek
Tindak Pidana (6)
Cara Merumuskan Tindak Pidana
 Disebutkan unsur-unsurnya
& disebut kualifikasinya -->
mis, Ps 362 KUHP
 disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-
unsurnya --> mis. Ps 184, Ps
297, Ps 351
 disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya
--> mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209
 Di dalam perumusan (bagian)
 dimuat dalam surat dakwaan
 semua syarat yg dimuat dalam rumusan
delik merup-akan bagian-bagian,
sebanyak itu pula, yg apabila dipenuhi
membuat tingkah laku menjadi tindakan
yg melawan hukum
1. Tingkah laku yg dilarang
2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud,
tujuan, niat, rencana, ketakutan
3. Bagian obyektif : secara melawan
hukum, kausalitas, bagian2 lain yg
menentukan dapat dikenakan pidana
(syarat tambahan; keadaan)
4. Bagian yg mempertinggi dapatnya
dikenakan pidana
 Di luar perumusan
(unsur) : syarat
dapat dipidana
1. Secara
melawan
hukum
2. Dapat
dipersalahkan
3. Dapat
dipertanggungj
awabkan
Tindak Pidana (6)
Unsur-unsur (van Bemmelen)
Tindak Pidana (7)
Unsur-unsur (Prof. Moeljatno)
 a. kelakuan dan akibat ( = perbuatan)
 b. hal ikhwal atau keadaan yg menyertai perbuatan
 c. keadaan tambahan yg memberatkan
 d. unsur melawan hukum yg obyektif
 e. unsur melawan hukum yg subyektif
 Unsur2 dalam perumusan
A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif)
- akibat
- melawan hukum
- syarat tambahan
- keadaan
B. Unsur Subyektif
- kesalahan :
(a) sengaja
(b) kealpaan
- keadaan
 Unsur2 di luar perumusan
- secara melawan hukum
- dapat dipersalahkan
- dapat
dipertanggungjawab kan
Tindak pidana (8)
Unsur-unsur
Pasal 362 KUHP
 barangsiapa
 mengambil
 barang
- yg sebagian/ seluruhnya
kepunyaan orang lain
 dengan maksud memiliki
 secara melawan hukum
Pasal 338 KUHP
 barangsiapa
 dengan sengaja
 menghilangkan nyawa orang
lain
Contoh unsur2 dalam
rumusan tindak pidana (1)
Pasal 285
 barangsiapa
 dengan kekerasan
atau
 ancaman kekerasan
 memaksa
 seorang wanita
 bersetubuh dengan
dia
 di luar perkawinan
Pasal 259
 barangsiapa
 karena kealpaannya
 menyebabkan orang
lain mati
Contoh unsur2 dalam
rumusan tindak pidana (2)
 Pasal …….  Pasal …...
Contoh unsur2 dalam
rumusan tindak pidana (3)
KESALAHAN
Pengertian
 1. Dapat dipersalahkan
 2. Arti luas : Dolus & culpa
 3. Arti sempit : culpa
Dolus/ opzet/ sengaja (1)
 Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT-
1886)
 Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan
perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg
bersangkutanakan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
Dolus/ opzet/ sengaja (2)
istilah2 dalam rumusan tindak
pidana
 Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
 Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
 tahu tentang : Ps 164 KUHP
 dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
 niat : Ps 53 KUHP
 dengan rencana lebih dahulu : Ps 340,
355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran
dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c )
direnungkan lebih dahulu.
Dolus/ opzet/ sengaja (3)
Macam2 opzet
 Sengaja sebagai maksud/
tujuan (opzet als oogmerk)
 Sengaja sebagai kesadaran
(keinsyafan) kepastian (opzet bij
zekerheidsbewustzijn)
 Sengaja sebagai kesadaran
(keinsyafan) kemungkinan
(opzet bij mogelijkheids-
bewutzijn)
Dolus/opzet/sengaja (4)
macam 2 opzet Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat
perbuatannya tidak terjadi (Vos)
 Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan
tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
 Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan
terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
 2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel-
Suringa) :
(a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi
(b) sengaja dg kemungkinan terjadi / sengaja bersyarat/ dolus
eventualis
Dolus/ opzet/ sengaja (5)
Dolus eventualis
 Teori “inkauf nehmen” : untuk mencapai
apa yang dimaksud , resiko akan
timbulnya akibat atau keadaan
disamping maksudnya itu pun
diterima
 Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” : kalau
resiko yg diketahui kemungkinan
akan adanya itu sungguh-sungguh
timbul (disamping hal yg
dimaksud), apa boleh buat, dia
Culpa (1)
Istilah2
 Culpa (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya
 Culpa (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yg berupa
kealpaan
 Istilah2 :
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
 istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya
Culpa (2)
pengertian, jenis, syarat
 KUHP : tidak ada definisi
 MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg
kesengajaan dan di fihak lain dengan hal yg kebetulan
 Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on
bewuste)
 Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2)
kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana
diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana
diharuskan hukum
KESALAHAN
Beberapa masalah !
 Apa beda dolus eventualis dg
culpa yg disadari ?
 Apa yg dimaksud dg :
(a) pro parte dolus proparte culpa
(b) dolus directus; dolus indirectus
(c ) dolus determinatus; dolus
indeterminatus
(d) dolus premeditatus; dolus
repentinus
(e) dolus malus
 Di Indonesia sebagaimana di
Belanda dianut pendapat bahwa
sengaja itu tidak berwarna. Apa
maksudnya ?
KAUSALITAS
 1. Pengertian ?
 2. Kapankah diperlukan ajaran
kausalitas ?
 3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena
kedatangan B, maka A terlambat ;
karena terlambat A mengendarai mobil
dengan kecepatan tinggi; A menubruk
Pengertian Kausalitas
 Hal sebab-akibat
 Hubungan logis antara sebab dan
akibat
 Persoalan filsafat yang penting
 Setiap peristiwa selalu memiliki
penyebab sekaligus menjadi sebab
peristiwa lain
 Sebab dan akibat membentuk rantai
yang bermula di suatu masa lalu
 Yang menjadi fokus perhatian ahli
hukum pidana (bukan makna di atas),
tetapi makna yang dapat dilekatkan
Kapankah diperlukan
ajaran Kausalitas ?
 Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana
perbuatan tersebut kadang tercakup dan
kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam
perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
 Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) :
Pelaku tidak melakukan kewajiban yang
dibebankan padanya dan dengan itu
menciptakan suatu akibat yang sebenarnya
tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar
suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya
harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu
tidak timbul.
 Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak
pidana yang karena situasi dan kondisi khusus
yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan
yang bersangkutan atau karena akibat-akibat
Ajaran Kausalitas
 Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
 Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer ,
Mulder
 Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries,
Simons, Pompe, Rumelink)
 Teori Relevansi : Langemeyer
Ajaran Conditio Sine Qua
Non
 Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat
dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
 Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
 Ada beberapa sebab
 Syarat = sebab
Pembatasan Ajaran Von Buri
 Pembatasan ajaran Von Buri oleh
Van Hamel [dibatasi dg ajaran
kesalahan (dolus/culpa)]
 Pengkesampingan semua sebab
yang terletak di luar dolus atau
culpa; dalam banyak kejahatan
dolus atau culpa merupakan
unsur-unsur perumusan delik.
 Jika hal itu bukan merupakan
unsur delik, maka solusinya harus
Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
 Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori
Conditio Sine Qua Non . Di dalam
rangkaian syarat-syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya
akibat, lalu dicari syarat manakah
yang dalam keadaan tertentu itu,
yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
 G.E Mulder :
 Sebab adalah syarat yang paling
Teori-teori menggeneralisasi
(1)
 Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan mana atau
kejadian mana yang in concreto memberikan
pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang
dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara
umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin
ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
(2)
 Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab
adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang
tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus
meniadakan akibat. Namun pembatasan demi
kepentingan penetapan pertanggungjawaban
pidana tidak dicari dalam nilai
kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor
dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna
semua itu secara umum, kemungkinan dari
faktor-faktor tersebut untuk memunculkan
akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang
dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat
tertentu, biasanya memunculkan akibat itu,
atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut.
 Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan
memunculkan akibat tertentu hanya dapat
Teori-teori menggeneralisasi
(3)
 Rumelink (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus
(perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal
probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang
diketahui atau mungkin diketahui pada waktu
melakukan tindakannya, melainkan pada fakta
yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang
kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi
yang melingkupi peristiwa tersebut.
 Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut
garis-garis umum pengalaman manusia dapat
menimbulkan akibat
 Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan
Teori Relevansi
 Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan
memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang
mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan
saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.
Sifat Melawan Hukum
 Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen
eens anders recht)
- tanpa alasan yg wajar
- Bertentangan dengan hukum positif
 Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan
UU, sebab hukum adalah UU.
 Materiil :
mengakui adanya
pengecualian /
penghapusan dari
sifat melawan
hukumnya
perbuatan menurut
hukum yang tertulis
dan yang tidak
tertulis
 Formil :
hanya mengakui
pengecualian yang
tersebut dalam
undang-undang
 Materiil :
sifat melawan hukum
adalah unsur mutlak
dari tiap-tiap tindak
pidana, juga bagi
yang dalam
rumusannya tidak
menyebut unsur-
unsur tersebut
 Formil :
sifat tersebut tidak
selalu menjadi unsur
delik, hanya jika
dalam rumusan delik
disebutkan dengan
Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
Pembuktian Melawan
Hukum
 Dengan mengakui bahwa sifat
melawan hukum selalu menjadi
unsur delik, ini tidak berarti bahwa
karena itu harus selalu dibuktikan
adanya unsur tersebut oleh
penuntut umum
 Soal apakah harus dibuktikan atau
tidak, adalah tergantung dari
rumusan delik yaitu apakah dalam
rumusan unsur tersebut disebutkan
Alasan Pencantuman unsur Melawan
Hukum
 Pada umumnya dalam perundang-
undangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
 Alasan pencantuman sifat melawan
hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari
tuntutan pidana.
Konsekuensi aliran Materiil
 Apakah konsekuensi ajaran bahwa sifat melawan
hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik ?
Jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam
rumusan delik, maka unsur itu dianggap diam-diam
telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh
pihak terdakwa.
Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja &
unsur melawan hukum
 Van Hamel, simons, pompe :
perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps
406 KUHP : dengan sengaja dan
melawan hukum ; Ps 333 KUHP :
dengan sengaja melawan hukum
 Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata “dan” tidak berarti
apa2, semuanya mesti dibaca
“dengan sengaja dan melawan
hukum”
 Remelink, van Bemmelen :
kata penghubung “dan” tidak
mempunyai arti, jadi istilah “dengan
PERCOBAAN (POGING)
 PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk
itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan,
dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara
paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
 Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
POGING (PERCOBAAN)
 “Permulaan kejahatan yang belum selesai”
 Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang
 Poging adalah perluasan pengertian delik
 Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab
perbuatan itu melanggar kepentingan hukum
atau membahayakan kepentingan hukum
 KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
 Harus diketahui kapan suatu delik dianggap
selesai
 Delik selesai berbeda antara delik formil dan
delik materiil
 Pada delik formil : delik selesai apabila
perbuatan yang dilarang telah dilakukan
Percobaan Menurut
KUHP:
 Percobaan sebagai
Suatu Delik yang Telah
Selesai (voltooid delict)
 Percobaan Melakukan
Tindak Pidana yang Tidak
Dilarang
 Percobaan Melakukan
Pelanggaran
Percobaan sebagai Suatu Delik
yang Telah Selesai
(voltooid delict)
 Pasal 104-107, 139a dan 139b
KUHP
 Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP
 Pasal 250, 261, 275 KUHP
Percobaan Melakukan Tindak
Pidana yang Tidak Dilarang
1. Pasal 184 KUHP)
2. Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
3. Pasal 302 ayat 4 KUHP)
Percobaan Menurut
Doktrin
 Percobaan yang Tidak
Sempurna (Ondeugdelijk
Poging)
 Percobaan yang Dikualifisir
(Gequalificeerde Poging)
 Percobaan yang
Ditangguhkan (Geschorste
Poging)
Syarat Percobaan yg dapat
dipidana
 Niat
 Permulaan Pelaksanaan
 Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri
NIAT
“Voornemen”
 Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus
ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau “opzet”
 Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu
kehendak melakukan kejahatan
 Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini
harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet
dalam arti pertama (sebagai “ogmerk” atau tujuan) ?
Permulaan Pelaksanaan
 “Niat sudah terwujud dengan
adanya permulaan pelaksanaan”
 een begin van uitvoering
 Harus ada suatu
perbuatan(handeling)
 apa yang dimaksud “perbuatan
sebagai permulaan
pelaksanaan” ?
 Undang-undang tidak
Pelaksanaan Kehendak
atau
Pelaksanaan Kejahatan ? Secara gramatika, harus dihubungkan
dengan kata yang mendahuluinya yaitu
“voornemen”/ niat/kehendak  Niat
sudah terwujud dengan adanya
permulaan pelaksanaan. Jadi :
pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai
“pelaksanaan kehendak”  TEORI
POGING SUBYEKTIF
 Tetapi, jika dihubungkan dengan anak
kalimat berikutnya “… tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya
CONTOH KASUS
 A menghendaki untuk membunuh B , untuk
melaksanakan maksudnya, A harus melakukan
beberapa perbuatan, yaitu :
 a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
 b. A membeli senjata api
 c. A membawa senjata api ke rumahnya
 d. A berlatih menembak
 e. A menyiapkan sebjata apinya dengan
membungkusnya rapat-rapat
 f. A menuju rumah B
 g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu
dengan peluru
 h. A mengarahkan senjata kepada B
 i. A melepaskan tembakan ke arah B
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?
 1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak
yang jahat”
 2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a  f belum
merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu
“belum membahayakan kepentingan hukum si B
Contoh
Percobaan Pembunuhan Berencana
KASUS
 A bermaksud menghabisi nyawa B
dengan meletakkan bom di mobil B. Bom
meledak sebelum B masuk mobil dan
mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
 Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan
pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
 15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
PEMBATASAN TERHADAP TEORI
SUBYEKTIF
 Perbuatan dibedakan :
 1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat
dihukum)
 2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah
dapat dihukum)
 Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan
“perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan
“perbuatan pelaksanaan” ?
PENDAPAT PARA AHLI DALAM
MASALAH TSB
1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah
terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk
melaksanakan perbuatannya”
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil
atau delik formil.
 Pada delik formil apabila perbuatan itu
merupakan perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh UU, apabila
perbuatan itu merupakan sebagian dari
perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa
unsur maka jika sudah melakukan salah satu
unsur
 Pada delik materril apabila perbuatan itu
dianggap sebagai perbuatan yang menurut
sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga
secara langsung dapat menimbulkan akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman
Pendapat Hoge Raad
Ada “permulaan pelaksanaan”
apabila antara perbuatan yang
dilakukan dan kejahatan yang
dkehendaki oleh seseorang itu
terdapat hubungan erat langsung;
yaitu apabila seorang melakukan
sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan ,
perbuatan itu baru dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan
apabila disamping perbuatan itu
Macam2 Percobaan (Doktrin)
 Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena
suatu hal
 Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi
tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia
terhalang oleh suatu hal
 Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke
Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan
suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua
perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun
tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau
obyek (sasaran) tidak sempurna.
Penyertaan (1)
(Deelneming)
 Pengertian penyertaan
 Saat terjadinya
 Macam/ bentuk
- melakukan
- menyuruh melakukan
- turut serta melakukan
- menggerakkan untuk melakukan
- membantu melakukan
 Pengertian & syarat
 Pertanggung jawaban masing-
masing

 Ps 55 KUHP
a. pelaku
b. penyuruh
c. turut serta
d. pembujuk
--> dipidana
sebagaimana pelaku
 Ps 56,57 KUHP
e. pembantu
---> ancaman pidana
berbeda dg pelaku ,
maksimum dikurangi :
a. penjara --> dikurangi 1/3
b. mati/ seumur hidup -->
maks 20 tahun
Penyertaan : turut sertanya seorang atau lebih
pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak
pidana (Wirjono.P)

More Related Content

What's hot

Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Idik Saeful Bahri
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
زكي عليا إبن محمد
 
Asas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum PidanaAsas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum Pidana
Bilawal Alhariri Anwar
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Idik Saeful Bahri
 
Penggolongan hukum
Penggolongan hukumPenggolongan hukum
Penggolongan hukum
Rachmad Septiawan
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidana
yudikrismen1
 
Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)
Teuku Alaidinsyah
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
villa kuta indah
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalNuelnuel11
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
Sigit Riono
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
NaomiPoppyMoore
 
Pertemuan 20 hukumpidana
Pertemuan 20 hukumpidanaPertemuan 20 hukumpidana
Pertemuan 20 hukumpidana
yudikrismen1
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
Muslimin B. Putra
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Idik Saeful Bahri
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Idik Saeful Bahri
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
Dian Oktavia
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
Fenti Anita Sari
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
Arman Solit
 

What's hot (20)

Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Asas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum PidanaAsas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum Pidana
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Penggolongan hukum
Penggolongan hukumPenggolongan hukum
Penggolongan hukum
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidana
 
Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasional
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Pertemuan 20 hukumpidana
Pertemuan 20 hukumpidanaPertemuan 20 hukumpidana
Pertemuan 20 hukumpidana
 
Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum PidanaPerbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum Pidana
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 

Viewers also liked

Bab 5 teori causalitet
Bab 5   teori causalitetBab 5   teori causalitet
Bab 5 teori causalitetNuelimmanuel22
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidanaNuelimmanuel22
 
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidanaNuelimmanuel22
 
Kaidah kausalitas 1
Kaidah kausalitas 1Kaidah kausalitas 1
Kaidah kausalitas 1Ardi Muluk
 
Presentation12`1qa
Presentation12`1qaPresentation12`1qa
Presentation12`1qa
Andiex Ae
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidanairmasiti8
 
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukumpengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
Rifa Ramadhani
 
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
Tugas Kontrak Jawab Soal UTSTugas Kontrak Jawab Soal UTS
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
Rachardy Andriyanto
 

Viewers also liked (10)

Bab 5 teori causalitet
Bab 5   teori causalitetBab 5   teori causalitet
Bab 5 teori causalitet
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
 
Bab 3 tindak pidana
Bab 3   tindak pidanaBab 3   tindak pidana
Bab 3 tindak pidana
 
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
 
Kaidah kausalitas 1
Kaidah kausalitas 1Kaidah kausalitas 1
Kaidah kausalitas 1
 
Presentation12`1qa
Presentation12`1qaPresentation12`1qa
Presentation12`1qa
 
Bab 5 teori
Bab 5 teoriBab 5 teori
Bab 5 teori
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukumpengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
pengertian hukum,tujuan hukum,jenis jenis hukum dan macam macam pembagian hukum
 
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
Tugas Kontrak Jawab Soal UTSTugas Kontrak Jawab Soal UTS
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
 

Similar to Hukum Pidana

Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
NasiPadang7
 
hukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdfhukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdf
FitriaAbdullah
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
zairafotocopy
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
Indah Greensei
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
 
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptxHAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
DirgaGunk
 
6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpidRonalto_Tan
 
1 pengertiandan sumberhkacpid
1 pengertiandan sumberhkacpid1 pengertiandan sumberhkacpid
1 pengertiandan sumberhkacpidRonalto_Tan
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
AZIS50
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
ssuser0a01f91
 
Landasan Yurisis Berlakunya Hukum Adat.pptx
Landasan Yurisis  Berlakunya Hukum Adat.pptxLandasan Yurisis  Berlakunya Hukum Adat.pptx
Landasan Yurisis Berlakunya Hukum Adat.pptx
AndrewYoshi1
 
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
DiasSaktiawan
 
Kitab undang
Kitab undangKitab undang
Kitab undang
Yeminus Kogoya
 
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptxOK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
ssuserfaa0b2
 
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
 
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas BumiKumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 

Similar to Hukum Pidana (20)

Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
 
hukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdfhukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdf
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptxHAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
 
6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid
 
1 pengertiandan sumberhkacpid
1 pengertiandan sumberhkacpid1 pengertiandan sumberhkacpid
1 pengertiandan sumberhkacpid
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
 
Landasan Yurisis Berlakunya Hukum Adat.pptx
Landasan Yurisis  Berlakunya Hukum Adat.pptxLandasan Yurisis  Berlakunya Hukum Adat.pptx
Landasan Yurisis Berlakunya Hukum Adat.pptx
 
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
 
Hk.pidana
Hk.pidanaHk.pidana
Hk.pidana
 
Kitab undang
Kitab undangKitab undang
Kitab undang
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptxOK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
 
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
 
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas BumiKumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
 
Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003
 

More from Muhamad Yogi

Teori Politik Moderen
Teori Politik ModerenTeori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
Muhamad Yogi
 
Surat Berharga
Surat BerhargaSurat Berharga
Surat Berharga
Muhamad Yogi
 
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan PerburuhanKetenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
Muhamad Yogi
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUAL
Muhamad Yogi
 
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKANKEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Muhamad Yogi
 
Keadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan IslamKeadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan Islam
Muhamad Yogi
 
Keadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan IslamKeadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan Islam
Muhamad Yogi
 
Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
Muhamad Yogi
 
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015Muhamad Yogi
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDMuhamad Yogi
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaMuhamad Yogi
 
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...Muhamad Yogi
 
Group Investigation ppt
Group Investigation pptGroup Investigation ppt
Group Investigation pptMuhamad Yogi
 
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014Muhamad Yogi
 
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIASISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIAMuhamad Yogi
 
Peran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorPeran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorMuhamad Yogi
 

More from Muhamad Yogi (20)

Teori Politik Moderen
Teori Politik ModerenTeori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
 
Surat Berharga
Surat BerhargaSurat Berharga
Surat Berharga
 
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan PerburuhanKetenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUAL
 
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKANKEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
 
Keadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan IslamKeadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan Islam
 
Keadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan IslamKeadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan Islam
 
Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
 
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
 
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
 
Group Investigation ppt
Group Investigation pptGroup Investigation ppt
Group Investigation ppt
 
BENTUK NEGARA
BENTUK NEGARABENTUK NEGARA
BENTUK NEGARA
 
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
 
Pilar Belajar
Pilar BelajarPilar Belajar
Pilar Belajar
 
Prasangka Sosial
Prasangka SosialPrasangka Sosial
Prasangka Sosial
 
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIASISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
 
Hukum Keluarga
Hukum Keluarga Hukum Keluarga
Hukum Keluarga
 
Peran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorPeran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai Motivator
 

Recently uploaded

LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
rohman85
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 

Recently uploaded (20)

LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 

Hukum Pidana

  • 2. Pengertian Hukum Pidana (1) Prof. Moeljatno  Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;  Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;  Criminal Liability/ Criminal Responsibility 1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb.  Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
  • 3. Pengertian Hukum Pidana (2) Prof. Pompe  Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu
  • 4. Pengertian Hukum Pidana (3) Prof. Simons  Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
  • 5. Pengertian Hukum Pidana (4) Prof. Van Hamel  Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
  • 6.  Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)  Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana) Pembagian Hukum Pidana
  • 7. Ilmu Hukum Pidana & Ilmu- ilmu lainnya  Kriminologi : 0byek studinya --> kejahatan, penjahat, reaksi masyarakat terhadap kejahatan & penjahat  Kriminalistik :  Ilmu Forensik:  Psikiatri Kehakiman :  Sosiologi Hukum :
  • 8.  Andi Hamzah - Jaman VOC - Jaman Hindia Belanda - Jaman Jepang - Jaman Kemerdekaan  Utrecht -Jaman VOC -Jaman Daendels -Jaman Raffles -Jaman Komisaris Jenderal -Tahun 1848-1918 -KUHP tahun 1915 -sekarang KUHP dan Sejarahnya
  • 9. Jaman VOC  Statuten van Batavia  Hk. Belanda kuno  Asas2 Hk. Romawi  Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat  mis. Pepakem Cirebon
  • 10. Jaman Hindia Belanda  Dualisme dalam H. Pidana 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing  Unifikasi : Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.
  • 11. Jaman Jepang  WvSI masih berlaku  Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942  H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan
  • 12. Jaman Kemerdekaan (1)  UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini
  • 13. Jaman Kemerdekaan (2)  UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia  Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)  PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera  UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang- undang Hukum Pidana”
  • 14. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA  KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya)  UU Pidana di luar KUHP  Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang- undangan non- pidana
  • 15. KUHP  Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103) Pasal 103  Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain  Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)  Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
  • 16. Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP (1)  UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI  UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan  UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527  UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a  UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
  • 17. Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP (2)  Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)  Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X  UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a  UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10 juta.  UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A.  UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP
  • 18. Pembaharuan Hukum Pidana RUU KUHP Nasional  Sejarah Penyusunan  Metode & Sumber penyusunan  Beberapa asas yg berubah  Tindak pidana2 baru  Pasal-pasal kontroversial
  • 19. UU Pidana di luar KUHP  UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah dihapus)  UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999  UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955  Perpu 1/2002  UU 15/2003 Anti Terorisme  UU Money Laundering
  • 20. Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana  UU Lingkungan  UU Pers  UU Pendidikan Nasional  UU Perbankan  UU Pajak  UU Partai Politik  UU pemilu  UU Merek  UU Kepabeanan  UU Pasar Modal
  • 21.  H. Pidana Umum 1. H.Pidana non militer 2. KUHP & UU yg merubah & menambahnya 3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll)  H. Pidana Khusus 1. H. Pidana militer 2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, H.Pid. Fiskal 3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana Hukum Pidana Umum & Khusus
  • 22. Pasal 1 KUHP (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. (2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .
  • 23. ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP  Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali :  Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
  • 24. Asas-asas dalam Pasal 1 ayat (1 ) KUHP 1. Asas Legalitas 2. Asas Larangan berlaku surut 3. Asas Larangan penggunaan Analogi
  • 25. ASAS LARANGAN BERLAKU SURUT  Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang : X--------- UU Pidana -------------
  • 26. Larangan berlaku surut (dan pengecualiannya) dalam berbagai ketentuan Nasional  Ps 28i UUD 1945  Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999  Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000  Perpu 1/2002 & 2/2002  UU 15/2003 ; UU 16/2003 Internasional  Ps 15 (1) dan (2) ICCPR  Ps 22, 23, dan 24 ICC
  • 27. Ps 28i UUD 1945  “… hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
  • 28.  Ps 18 (2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan  Ps 18 (3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang- undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka UU No. 39/ 1999 ttg HAM
  • 29. (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. Terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc. (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden.  Penjelasan Ps 43 (2) “ Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini. UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut ?)
  • 30. UU Anti Terorisme dan Putusan MK  MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Anti Terorisme krn bertentangan dengan UUD 1945
  • 31.  Penafsiran : Otentik Sistematis Gramatikal Historis Sosiologis Teleologis Ekstensif Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?  Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage)  Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi)  Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel) PENAFSIRAN & ANALOGI
  • 32. Pendapat Scholten (dan juga Utrecht) (1)  Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan. Mis.  Mengambil = mengadakan suatu perbuatan
  • 33.  PENAFSIRAN EKSTENSIF  Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya  ANALOGI  Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi Pendapat Scholten (dan juga Utrecht) (2)
  • 34. Pasal 1 ayat (2) KUHP -+-----------+---------------+----> UU Perbuatan Perubahan UU • Perubahan UU ? ……………. Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas • Paling menguntungkan ? ………….. • Terserah pada praktek & hanya dapat ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in abstracto) • Periksa : Utrecht h.228
  • 35. Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 (2) KUHP Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-undang pidana berubah (simons)  ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23  21 tahun dlm BW  Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)  Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan –
  • 36. Tempus delicti penting diketahui dalam hal2 :  Kaitannya dg Ps 1 KUHP  Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa  Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps 45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan Anak
  • 37. Teori2 Tempus Delicti  1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)  2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)  3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)  4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
  • 38. Teori2 Locus Delicti  1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)  2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)  3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)  4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
  • 39. Locus delicti penting diketahui dalam hal2 :  Hukum pidana mana yang akan diberlakukan - H. Indonesia atau H. negara lain  Kompetensi relatif suatu pengadilan - contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
  • 40. Teori mana yg dipilih ?  Van Hamel, Simons : Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak diselesaikan  Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer : Mempergunakan 3 teori sec teleologis  Periksa buku Utrecht hal 239
  • 41. Surabaya Semarang Cirebon ---- racun --> ----diminum ---> ----- mati A --> B B B Meervoudige locus delicti •Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus delicti ini •Lihat --> Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108
  • 42. Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1)  Asas Teritorialitas/ wilayah : Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976  Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999  Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif : Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP  Asas Universalitas : Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976 “melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank”
  • 43. Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah !  Wilayah Indonesia ?  Kapal : a) kapal Indonesia b) kapal perang c) kapal dagang  Prinsip ius passagii innoxii  Asas Universalitas : - Kejahatan Terorisme ? - Kejahatan HAM berat ?
  • 44. Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)  Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP  Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961  Yg memiliki imunitas : 1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah) 2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara. 3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak kapal terbang militer 4) Pasukan negara sahabat yg
  • 45. Tindak Pidana (1)  Istilah, Definisi, & jenis2 Tindak Pidana  Subyek Tindak Pidana  Cara merumuskan & Unsur-unsur Tindak Pidana
  • 46. Tindak Pidana (2) Istilah  Strafbaar feit  Perbuatan pidana  Peristiwa pidana  Tindak pidana  Delict / Delik  Criminal act  Jinayah
  • 47. Tindak Pidana (3) Definisi Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”  Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan”  Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”  Aliran Monistis ………...  Aliran Dualistis …………..
  • 48. Tindak Pidana (4) Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)  Delik Kejahatan & Delik pelanggaran  Delik Materiil & Delik Formil  Delik Komisi & Delik Omisi  Delik Dolus & Delik Culpa  Delik Biasa & Delik Aduan  Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut  Delik Selesai & Delik yg diteruskan  Delik Tunggal & Delik Berangkai  Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege  Delik Politik & Delik Komun (umum)  Delik Propia & Delik Komun (umum)  Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :
  • 49. Kejahatan (misdrijf)  dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik (recht-delicten)  Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif a) Percobaan : dipidana b) Membantu : dipidana c) Daluwarsa : lebih panjang d) Delik aduan : ada e) Aturan ttg Gabungan berbeda Pelanggaran (overtreding)  dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada UU (wet delicten)  Perbedaan dg kejahatan: a) Percobaan : tidak dipidana b) Membantu : tidak dipidana c) Daluwarsa : lebih pendek d) Delik aduan : tidak ada e) Aturan ttg Gabungan berbeda Jenis Delik (1)
  • 50.  D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya --> Ps 338, Ps 187, dll  D. Komisi : melanggar larangan dg perbuatan aktif  D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps 338, Ps 351  D. Formil : yang dirumuskan bentuk perbuatannya --> Ps 362, Ps 263, dll  D. Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasif a) D. Omisi murni : melanggar perintah dg tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP b) D. Omisi tak murni : melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP  D. Culpa : Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps 359, Ps 360 Jenis Delik (2)
  • 51.  D. Biasa : penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps 340, Ps 285  D. Aduan : penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310, Ps 284 Jenis Delik (3)
  • 52.  Manusia (natuurlijk personen) a) syarat merumuskan : “Barangsiapa ….” b) hukuman : mati, penjara, kurungan, dll (Ps 10 KUHP) c) Hukum Pidana disandarkan pada kesalahan orang  Korporasi  UU TPE  UU Pemberantasan T.P. Korupsi  Draft RUU KUHP  adanya kebutuhan untuk memidana korporasi  Korporasi ?  Badan hukum ? Tindak Pidana (5) Subyek
  • 53. Tindak Pidana (6) Cara Merumuskan Tindak Pidana  Disebutkan unsur-unsurnya & disebut kualifikasinya --> mis, Ps 362 KUHP  disebutkan kualifikasinya tanpa disebut unsur- unsurnya --> mis. Ps 184, Ps 297, Ps 351  disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya --> mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209
  • 54.  Di dalam perumusan (bagian)  dimuat dalam surat dakwaan  semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik merup-akan bagian-bagian, sebanyak itu pula, yg apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yg melawan hukum 1. Tingkah laku yg dilarang 2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud, tujuan, niat, rencana, ketakutan 3. Bagian obyektif : secara melawan hukum, kausalitas, bagian2 lain yg menentukan dapat dikenakan pidana (syarat tambahan; keadaan) 4. Bagian yg mempertinggi dapatnya dikenakan pidana  Di luar perumusan (unsur) : syarat dapat dipidana 1. Secara melawan hukum 2. Dapat dipersalahkan 3. Dapat dipertanggungj awabkan Tindak Pidana (6) Unsur-unsur (van Bemmelen)
  • 55. Tindak Pidana (7) Unsur-unsur (Prof. Moeljatno)  a. kelakuan dan akibat ( = perbuatan)  b. hal ikhwal atau keadaan yg menyertai perbuatan  c. keadaan tambahan yg memberatkan  d. unsur melawan hukum yg obyektif  e. unsur melawan hukum yg subyektif
  • 56.  Unsur2 dalam perumusan A. Unsur Obyektif - perbuatan (aktif/pasif) - akibat - melawan hukum - syarat tambahan - keadaan B. Unsur Subyektif - kesalahan : (a) sengaja (b) kealpaan - keadaan  Unsur2 di luar perumusan - secara melawan hukum - dapat dipersalahkan - dapat dipertanggungjawab kan Tindak pidana (8) Unsur-unsur
  • 57. Pasal 362 KUHP  barangsiapa  mengambil  barang - yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain  dengan maksud memiliki  secara melawan hukum Pasal 338 KUHP  barangsiapa  dengan sengaja  menghilangkan nyawa orang lain Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (1)
  • 58. Pasal 285  barangsiapa  dengan kekerasan atau  ancaman kekerasan  memaksa  seorang wanita  bersetubuh dengan dia  di luar perkawinan Pasal 259  barangsiapa  karena kealpaannya  menyebabkan orang lain mati Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (2)
  • 59.  Pasal …….  Pasal …... Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (3)
  • 60. KESALAHAN Pengertian  1. Dapat dipersalahkan  2. Arti luas : Dolus & culpa  3. Arti sempit : culpa
  • 61. Dolus/ opzet/ sengaja (1)  Apakah sengaja itu ? Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT- 1886)  Teori2 “sengaja” : (a) teori kehendak (wils theorie) “ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku” (b) teori bayangan (voorstellings-theorie) “opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg bersangkutanakan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
  • 62. Dolus/ opzet/ sengaja (2) istilah2 dalam rumusan tindak pidana  Dengan sengaja : Ps 338 KUHP  Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP  tahu tentang : Ps 164 KUHP  dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP  niat : Ps 53 KUHP  dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP - dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
  • 63. Dolus/ opzet/ sengaja (3) Macam2 opzet  Sengaja sebagai maksud/ tujuan (opzet als oogmerk)  Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)  Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kemungkinan (opzet bij mogelijkheids- bewutzijn)
  • 64. Dolus/opzet/sengaja (4) macam 2 opzet Sengaja sebagai maksud/ tujuan : - apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya; - tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi (Vos)  Sengaja sebagai keinsyafan kepastian : - pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud  Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan: - pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya  2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel- Suringa) : (a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi (b) sengaja dg kemungkinan terjadi / sengaja bersyarat/ dolus eventualis
  • 65. Dolus/ opzet/ sengaja (5) Dolus eventualis  Teori “inkauf nehmen” : untuk mencapai apa yang dimaksud , resiko akan timbulnya akibat atau keadaan disamping maksudnya itu pun diterima  Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” : kalau resiko yg diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yg dimaksud), apa boleh buat, dia
  • 66. Culpa (1) Istilah2  Culpa (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya  Culpa (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yg berupa kealpaan  Istilah2 : - culpa - schuld - nalatigheid - sembrono - teledor  istilah 2 yg digunakan dalam rumusan : - kelalaian - kealpaan - kesalahan - seharusnya diketahuinya - sepatutnya diketahuinya
  • 67. Culpa (2) pengertian, jenis, syarat  KUHP : tidak ada definisi  MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di fihak lain dengan hal yg kebetulan  Macam2 Culpa : (a) culpa levis ; culpa lata (b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)  Syarat adanya kealpaan : (a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-hati (b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
  • 68. KESALAHAN Beberapa masalah !  Apa beda dolus eventualis dg culpa yg disadari ?  Apa yg dimaksud dg : (a) pro parte dolus proparte culpa (b) dolus directus; dolus indirectus (c ) dolus determinatus; dolus indeterminatus (d) dolus premeditatus; dolus repentinus (e) dolus malus  Di Indonesia sebagaimana di Belanda dianut pendapat bahwa sengaja itu tidak berwarna. Apa maksudnya ?
  • 69. KAUSALITAS  1. Pengertian ?  2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?  3. Ajaran Kausalitas ? Ilustrasi : B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A menubruk
  • 70. Pengertian Kausalitas  Hal sebab-akibat  Hubungan logis antara sebab dan akibat  Persoalan filsafat yang penting  Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain  Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu  Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
  • 71. Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas ?  Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana perbuatan tersebut kadang tercakup dan kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360  Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Pelaku tidak melakukan kewajiban yang dibebankan padanya dan dengan itu menciptakan suatu akibat yang sebenarnya tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu tidak timbul.  Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi dan kondisi khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau karena akibat-akibat
  • 72. Ajaran Kausalitas  Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)  Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder  Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)  Teori Relevansi : Langemeyer
  • 73. Ajaran Conditio Sine Qua Non  Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.  Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)  Ada beberapa sebab  Syarat = sebab
  • 74. Pembatasan Ajaran Von Buri  Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)]  Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.  Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya harus
  • 75. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima  Birkmeyer : Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.  G.E Mulder :  Sebab adalah syarat yang paling
  • 76. Teori-teori menggeneralisasi (1)  Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan mana atau kejadian mana yang in concreto memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada
  • 77. Teori-teori menggeneralisasi (2)  Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.  Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat
  • 78. Teori-teori menggeneralisasi (3)  Rumelink (Teori Adequat Objectif) : Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.  Simons : Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat  Pompe : Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan
  • 79. Teori Relevansi  Langemeijer Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.
  • 80. Sifat Melawan Hukum  Arti : - tanpa hak sendiri (zonder eigen recht) - bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht) - tanpa alasan yg wajar - Bertentangan dengan hukum positif  Melawan hukum : formil & materiil - aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.
  • 81.  Materiil : mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis  Formil : hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang  Materiil : sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur- unsur tersebut  Formil : sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil
  • 82. Pembuktian Melawan Hukum  Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum  Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan
  • 83. Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum  Pada umumnya dalam perundang- undangan , lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam rumusannya  Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana : - untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana.
  • 84. Konsekuensi aliran Materiil  Apakah konsekuensi ajaran bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik ? Jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam rumusan delik, maka unsur itu dianggap diam-diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa.
  • 85. Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum  Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan hukum  Vos, zevenbergen, langemeijer : tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca “dengan sengaja dan melawan hukum”  Remelink, van Bemmelen : kata penghubung “dan” tidak mempunyai arti, jadi istilah “dengan
  • 86. PERCOBAAN (POGING)  PASAL 53 (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata- mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.  Pasal 54 Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
  • 87. POGING (PERCOBAAN)  “Permulaan kejahatan yang belum selesai”  Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang  Poging adalah perluasan pengertian delik  Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum  KUHP tidak memberi perumusan/ definisi  Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai  Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil  Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan
  • 88. Percobaan Menurut KUHP:  Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai (voltooid delict)  Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang  Percobaan Melakukan Pelanggaran
  • 89.
  • 90. Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai (voltooid delict)  Pasal 104-107, 139a dan 139b KUHP  Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP  Pasal 250, 261, 275 KUHP
  • 91. Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang 1. Pasal 184 KUHP) 2. Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP 3. Pasal 302 ayat 4 KUHP)
  • 92. Percobaan Menurut Doktrin  Percobaan yang Tidak Sempurna (Ondeugdelijk Poging)  Percobaan yang Dikualifisir (Gequalificeerde Poging)  Percobaan yang Ditangguhkan (Geschorste Poging)
  • 93. Syarat Percobaan yg dapat dipidana  Niat  Permulaan Pelaksanaan  Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
  • 94. NIAT “Voornemen”  Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau “opzet”  Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu kehendak melakukan kejahatan  Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet dalam arti pertama (sebagai “ogmerk” atau tujuan) ?
  • 95. Permulaan Pelaksanaan  “Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan”  een begin van uitvoering  Harus ada suatu perbuatan(handeling)  apa yang dimaksud “perbuatan sebagai permulaan pelaksanaan” ?  Undang-undang tidak
  • 96. Pelaksanaan Kehendak atau Pelaksanaan Kejahatan ? Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak  Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak”  TEORI POGING SUBYEKTIF  Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
  • 97. CONTOH KASUS  A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :  a. A pergi ke tempat penjualan senjata api  b. A membeli senjata api  c. A membawa senjata api ke rumahnya  d. A berlatih menembak  e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat  f. A menuju rumah B  g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru  h. A mengarahkan senjata kepada B  i. A melepaskan tembakan ke arah B
  • 98. MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ?  1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan “permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak yang jahat”  2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a  f belum merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu “belum membahayakan kepentingan hukum si B
  • 99. Contoh Percobaan Pembunuhan Berencana KASUS  A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah. PASAL YG DIDAKWAKAN  Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana) ANCAMAN PIDANA  15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
  • 100. PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF  Perbuatan dibedakan :  1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)  2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)  Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan “perbuatan pelaksanaan” ?
  • 101. PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TSB 1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya” 2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.  Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur  Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman
  • 102. Pendapat Hoge Raad Ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu
  • 103. Macam2 Percobaan (Doktrin)  Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal  Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal  Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
  • 104. Penyertaan (1) (Deelneming)  Pengertian penyertaan  Saat terjadinya  Macam/ bentuk - melakukan - menyuruh melakukan - turut serta melakukan - menggerakkan untuk melakukan - membantu melakukan  Pengertian & syarat  Pertanggung jawaban masing- masing 
  • 105.  Ps 55 KUHP a. pelaku b. penyuruh c. turut serta d. pembujuk --> dipidana sebagaimana pelaku  Ps 56,57 KUHP e. pembantu ---> ancaman pidana berbeda dg pelaku , maksimum dikurangi : a. penjara --> dikurangi 1/3 b. mati/ seumur hidup --> maks 20 tahun Penyertaan : turut sertanya seorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana (Wirjono.P)