1. Penelitian menggunakan metode geolistrik untuk mengetahui litologi dan keberadaan akuifer di Desa Kurau Barat. Data geolistrik diolah menggunakan software untuk mengidentifikasi dua jenis akuifer.
2. Ditemukan akuifer bebas pada kedalaman 1,5-6,33 m dengan litologi endapan alluvial dan akuifer bebas pada kedalaman >77,71 m dengan litologi kerikil.
3. Hasil ini bermanfaat unt
Materi dari Dosen (Pak Uca, Ph.D)
1. Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan benar metode penempatan pos jaringan hidrologi.
2. Tujuan Khusus Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk curah hujan
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk aliran air permukaan
c. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk air tanah
4. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk pos klimatologi
Materi dari Dosen (Pak Uca, Ph.D)
1. Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan benar metode penempatan pos jaringan hidrologi.
2. Tujuan Khusus Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk curah hujan
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk aliran air permukaan
c. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk air tanah
4. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar cara penempatan pos hidrologi untuk pos klimatologi
Materi Dari Dosen (Pak Uca, Ph.D)
1. Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan benar proses terjadinya infiltrasi
2. Tujuan Khusus Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian infiltrasi?
b. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya infiltrasi?
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian: kapasitas lapangan, laju infiltrasi aktual, kapasitas infiltrasi, lengas tanah, titik layu permanen .
d. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan gaya-gaya utama yang menyebabkan terikatnya air dalam tanah.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian porositas.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa tanah mengandung pori-pori.
g. Mahasiswa dapat menjelaskan mentode pengukuran lengas tanah.
Materi ini dari Dosen (Uca, Ph.D)
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian air tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya air tanah.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian aquifer, aquiklud dan aquitad?
4. Mahasiswa menjelaskan pengertian lapisan tertekan dan lapisan tak tertekan
5. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya sumur artesis.
6. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian muka air preatik.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian draw down
8. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya intrusi air laut
Tugas Matakuliah Hidrografi untuk Rekayasa Wilayah Pesisir
Oleh : Luhur Moekti Prayogo (19/449597/PTK/12856) dan Yanuar Adji Nugroho
Magister Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada
Materi Dari Dosen (Pak Uca, Ph.D)
1. Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan benar proses terjadinya infiltrasi
2. Tujuan Khusus Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian infiltrasi?
b. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya infiltrasi?
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian: kapasitas lapangan, laju infiltrasi aktual, kapasitas infiltrasi, lengas tanah, titik layu permanen .
d. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan gaya-gaya utama yang menyebabkan terikatnya air dalam tanah.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian porositas.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa tanah mengandung pori-pori.
g. Mahasiswa dapat menjelaskan mentode pengukuran lengas tanah.
Materi ini dari Dosen (Uca, Ph.D)
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian air tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya air tanah.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian aquifer, aquiklud dan aquitad?
4. Mahasiswa menjelaskan pengertian lapisan tertekan dan lapisan tak tertekan
5. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya sumur artesis.
6. mahasiswa dapat menjelaskan pengertian muka air preatik.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian draw down
8. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya intrusi air laut
Tugas Matakuliah Hidrografi untuk Rekayasa Wilayah Pesisir
Oleh : Luhur Moekti Prayogo (19/449597/PTK/12856) dan Yanuar Adji Nugroho
Magister Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...YOHANIS SAHABAT
MATERI IV
EKSPLORASI AIR TANAH
Eksplorasi merupakan suatu/ serangkaian pekerjaan/tindakan yang dilakukan dalam rangka mencari, menemukan, dan menggali sumber daya alam, dalam hal ini adalah air tanah.
This slide was presented in front of the stakeholders in November 5th 2008. This talk was one of the session in a seminar on Regional Planning of Bodebekjur area.
AKUIFER
Akifer (Lapisan pembawa air):Batuan, sedimen, formasi, sekelompok formasi, atau sebagian dari suatu formasi yang jenuh air, yang permeabel, yang mampu memasok air kepada suatu mata-air / sumur dalam jumlah cukup ekonomik
Similar to Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah (20)
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
1. PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK
UNTUK PENDUGAAN AKUIFER DI DESA KURAU BARAT
KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH
ABSTRAK
Daerah penelitian ini berada di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba. Sebagian wilayah
merupakan pesisir pantai dengan daerah pasang surut berupa rawa. Daerah ini
mengalami kesulitan air bersih yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air
bersih berasal dari air tanah didapatkan melalui sumur gali dan sumur bor. Namun
debit air yang kecil di musim kemarau dan kualitas air yang kurang baik membuat
penduduk harus mengambil air bersih dari desa lain. Geolistrik adalah salah satu cara
yang digunakan untuk pendugaan litologi bawah permukaan. Data geolistrik metode
sclumberger kemudian diolah menggunakan software IPI2WIN untuk mengetahui
jumlah lapisan bawah permukaan yang ada. Kemudian hasil olah data diinterpretasi
dengan mengacu pada peta geologi, peta hidrogeologi dan informasi data log bor
setempat. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat terdapat dua jenis akuifer yaitu
akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter di bawah permukaan tanah (mbmt)
dengan litologi endapan alluvial dan akuifer bebas pada kedalaman di atas 77,71 mbmt
dengan litologi kerikil.
1. PENDAHULUAN
Pengelolaan dan perencanaan sumberdaya alam perlu direncanakan sesuai
dengan daya dukung alamiah yang dimiliki. Pertumbuhan dan perkembangan suatu
wilayah akan selalu diikuti dengan optimalisasi sumber daya alam yang ada. Begitu
pula dengan pemanfaatan air tanah yang akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan. Air tanah merupakan sumber daya
alam yang memiliki daya dukung terbatas sehingga dalam pemanfaatan dan
pengelolaannya memerlukan perencanaan yang baik, untuk menghindari dampak
negatif yang timbul akibat eksploitasi air tanah yang melebihi daya dukung. Potensi air
tanah merupakan besaran dinamis, yang berubah-ubah dalam dimensi ruang dan
waktu, serta akan memiliki karakteristik sumber daya air yang berbeda.
Adapun pengertian air tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2008 adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan
tanah. Air tanah terbentuk dari air hujan yang meresap dan mengisi batuan/ tanah
melalui ruang antar butir dan/ atau melalui rekahan. Keberadaan air tanah sangat
tergantung formasi geologi/ jenis batuan suatu daerah. Ada batuan yang bisa
menyimpan air, ada yang bisa menyimpan tapi tidak bisa meneruskan dan ada yang
tidak bisa menyimpan air sama sekali. Air tanah yang terdapat dalam formasi geologi/
batuan desebut akuifer. Akuifer adalah lapisan batuan yang jenuh air yang dapat
menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah yang cukup dan ekonomis
(PP Nomor 43 Tahun 2008). Akuifer terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu akuifer tertekan
(akuifer yang batas lapisan atas dan bawahnya bersifat tidak lulus air), akuifer semi
tertekan (akuifer yang lapisan atasnya bersifat sedikit lulus air dan lapisan atasnya
2. bersifat kedap air) dan akuifer bebas (akuifer yang tidak memiliki lapisan pembatas
di atasnya dan lapisan bawahnya bersifat kedap air).
Keberadaan akuifer sangat beragam, tergantung formasi geologi suatu daerah.
Wilayah pesisir di Kabupaten Bangka Tengah, salah satunya Desa Kurau Barat
Kecamatan Koba, merupakan daerah sering yang mengalami kesulitan dalam
mendapatkan air tanah. Permasalahan yang ada meliputi kualitas dan kuantitas air
tanah. Kualitas air tanah pada sumur-sumur gali penduduk umumnya memiliki PH
asam, Total Suspended Solid (TSS) cukup tinggi, sehingga kurang layak untuk
dikonsumsi. Sedangkan untuk kuantitas, air tanah yang diambil dari sumur gali berasal
dari akuifer bebas dengan debit yang dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau,
debit air pada sumur gali akan turun secara drastis dan tidak mencukupi untuk
kebutuhan penduduk.
Selain dari sumur-sumur gali, penduduk juga mencoba mendapatkan air tanah
melalui sumur bor. Namun pada beberapa sumur bor yang telah dibuat mengalami
kekeringan pada musim kemarau. Hal ini bisa disebabkan oleh 2 (dua) hal, pertama
sumur bor yang dibangun belum mengambil air tanah pada akuifer atau memang tidak
ada akuifer di wilayah Desa Kurau Barat.
2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Maksud pemanfaatan metode geolistrik di Desa Kurau Barat adalah untuk
mengetahui litologi bawah permukaan pada lokasi yang dilakukan geolistrik.
Tujuan penelitian adalah untuk memberikan informasi mengenai keberadaan
akuifer di Desa Kurau Barat sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentuan lokasi
sumur bor dengan debit air cenderung tetap pada setiap musim.
3. METODOLOGI
Metode penelitian yang dilakukan adalah pengukuran geolistrik metode
sclumberger dengan menggunakan alat Naniura NRD 22 S dan alat GPS untuk
menentukan posisi. Pengukuran dilakukan pada tanggal 24 februari 2014 dengan arah
bentangan lintasan barat laut – tenggara dengan posisi alat 02 0 19,40’ 40,6” LS dan 1060
13’ 37,5” BT. Metode sclumberger dipilih karena data yang diperlukan adalah vertical
sounding, untuk mengetahui ketebalan dan posisi akuifer.
Prinsip kerja pada metode geolistrik adalah mengukur nilai tahanan jenis batuan
dengan cara menginjeksikan arus listrik (DC Block) melalui elektroda transmitter C1,C2
kedalam tanah dan mengukur beda potensial melalui elektroda P1,P2. Gambar 1
menunjukan posisi elektroda arus dan elektroda potensial pada metode geolistrik
sclumberger.
2
3. Gambar 1. Posisi elektroda pada Metode Geolistrik Sclumberger
Prinsip geolistrikakan mengikuti hukum Ohm (Gambar 2), hubungan antara kuat
arus I, beda tegangan Δν dan tahanan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Harga tahanan R dalam sebuah penghantar:
R = ……..Ω (1)
R = harga tahanan (Ω)
Δν = beda tegangan (V)
Ι = kuat arus (A)
Gambar 2. Harga R Dalam Sebuah Pengantar
Harga tahanan listrik (R) dalam medium bawah permukaan bisa didapatkan jika
elektroda A dan B yang berada di permukaan tanah dialiri arus listrik, sehingga akan
terjadi aliran arus dari A ke B dan akan menyebabkan bidang equipotensial yang
disebabkan oleh nilai tahanan media tersebut (Gambar 3).
Gambar 3. Garis arus dan equipontensial di bawah permukaan tanah
Jika elektroda M dan N ditempatkan seperti Gambar 1 maka elektroda M-N akan
menerima Δν akibat adanya medan potensial seperti ditunjukan oleh Gambar 3. Harga
tahanan dibawah permukaan pada bidang yang isotropic-homogen dalam hal ini
disebut tahanan jenis ρa
Nilai tahananjenis dapat dihitung sebagai:
3
4. = ....
Respon Δν akan dipengaruhi oleh batuan yang dilalui arus listrik, sehingga
dapat dikatakan harga tahanan jenis batuan tergantung dari jenis batuan itu sendiri dan
keberadaan media fluida disekitar batuan tersebut.
Batuan lempung mempunyai harga tahanan jenis sangat rendah kurang dari 10
Ωm dan jika dalam kondisi kering mempunyai tahanan jenis tinggi hingga ratusan Ωm.
Breksi dengan media air tawar mempunyai harga tahanan jenis beberapa puluh hingga
ratusan Ωm, harga tahanan jenis akan lebih rendah jika media antar butir terisi oleh air
asin. Berikut korelasi harga harga tahanan jenis batuan dan interpretasi litologinya
(Telford dkk).
Gambar 4. Korelasi nilai tahanan jenis dengan litologi
4. HASIL PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA
Desa Kurau Barat terletak di sebelah barat muara sungai Kurau, sebagian daerah
pasang surut merupakan rawa. Berdasarkan peta geologi lembar bangka utara yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Geologi tahun 1994, Desa Kurau
Barat memiliki formasi geologi alluvium yang terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil,
pasir, lempung dan gambut. Kerikil dan pasir merupakan litologi akuifer yang umum
ditemui sebagai wadah air tanah pada batuan lepas (Direktorat Pembinaan dan
Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah). Berdasarkan informasi hasil log
bor milik Kadus Kurau Barat Bapak Matang, urutan litologi dari paling atas yang
ditemukan adalah tanah dasar, lempung, kerikil, pasir, lempung, lempung pasiran dan
lempung (hitam). Informasi log bor ini menunjukan kesamaan dengan formasi yang
ditunjukan oleh peta geologi. Hasil log bor ini merupakan alat kalibrasi untuk
interpretasi litologi dan hidrogeologi hasil pendugaan geolistrik, mengingat kisaran
4
5. tahanana jenis yang lebar dan terkadang sama untuk jenis litologi yang berbeda.
Berikut lokasi penelitian.
Gambar 5. Lokasi penelitian
4.1. Data Lapangan
Dokumentasi lapangan sewaktu pengambilan data geolistrik di Desa Kurau
Barat Kecamatan Koba dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
Gambar 6. Kelengkapan alat geolistrik Gambar 7. Pemasangan elektroda
5
6. Gambar 8 Pemasangan elektroda Gambar 9. Plotting data lapangan
Hasil pengukuran data lapangan berupa arus (I), tegangan (V), dan tahanan jenis semu
(Rhoa) yang dihitung berdasarkan I dan V, dicatat dalam tabel 1 berikut.
Tabel 1. Data lapangan
AB/2 MN K I V Rhoa
(m) (m) (m.A) (m.V) Ohm.m
1.5 1 6.28 500 239.8 3.01
2.5 1 18.84 231 29.7 2.42
4 1 49.46 233 10.4 2.21
6 1 112.26 296 5.1 1.93
8 1 200.18 498 5.4 2.17
10 1 313.22 474 3.4 2.25
12 1 451.38 453 2.3 2.29
15 1 705.72 332 1.1 2.34
15 10 62.80 332 2.9 0.55
20 10 117.75 241 5.8 2.83
25 10 188.40 208 3.5 3.17
30 10 274.75 179 2.3 3.53
30 20 125.60 181 4.9 3.40
40 20 235.50 304 6 4.65
50 20 376.80 247 3.6 5.49
60 20 549.50 227 3 7.26
75 20 867.43 286 2.5 7.58
75 50 314.00 286 6.9 7.58
100 50 588.75 636 10.8 10.00
125 50 942.00 384 4.3 10.55
150 50 1373.75 464 4.6 13.62
175 50 1884.00 232 1.9 15.43
200 50 2472.75 137 0.9 16.24
Setelah data I, V dan Rhoa diperoleh, kemudian nilai tahanan jenis semu
diplotkan ke dalam kertas bilogaritma dengan Rhoa sebagai sumbu x dan 0,5 panjang
bentangan (AB/2) sebagai sumbu y. Proses plotting dilakukan dilapangan, hal ini
berfungsi sebagai koreksi apabila ada kesalahan pembacaan alat. Kurva data lapangan
dapat dilihat pada gambar 5.
6
7. Gambar 10. Kurva Rhoa versus AB/2
4.2. Hasil Pengolahan Data Menggunakan Software IP2WIN
Pada software ini, input data adalah panjang AB/2, panjang MN, konstanta,
arus, tegangan dan tahanan jenis semu. Prinsip kerja pada software ini adalah
menentukan lapisan dengan cara menyatukan kurva induk dengan kurva lapangan.
Hasil pemodelan dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 11. Kurva hasil pemodelan
7
8. 4.3. Interpretasi Litologi
Setelah jumlah lapisan dan nilai tahanan jenis batuan didapatkan, langkah
selanjutnya adalah interpretasi litologi dan hidrogeologi. Ada beberapa hal yang
menjadi dasar penentuan litologi yaitu standar nilai tahanan jenis batuan (telford dkk),
peta geologi, peta hidrogeologi, informasi data log bor dan pengamatan lapangan. Hasil
interpretasi litologi dan hidrogeologi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil interpretasi litologi dan hidrogeologi
Lapisan Ketebala
n (m)
Kedalaman
(m)
Tahanan
Jenis
(Ohm-m)
Deskripsi
Litologi
Deskripsi
Hidrogeologi
1 1,5 1,5 3,04 Tanah penutup
2 4,83 6,33 1,51 Endapan
alluvial (rawa)
Akuifer bebas
(payau)
3 9,28 15,61 5,06 Lempung
pasiran
4 13,9 29,51 4,46 Lempung
pasiran
5 48,2 77,71 130 Batupasir Akuifer
6 7,96 Lempung
pasiran
4.4. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat akuifer bebas dan akuifer tertekan
pada lokasi yang dilakukan geolistrik. Namun lempung pasiran adalah jenis litologi
yang memiliki keterusan yang rendah. Keterusan adalah kemampuan suatu akuifer
untuk meneruskan air dan dinyatakan dalam banyaknya air dalam satuan waktu
(m3/jam) yang mengalir melalui suatu penampang tegak lapisan akuifer selebar
1 (satu) meter dengan landasan hidraulik sebesar 100 %. Nilai keterusan didapat dari uji
pemompaan pada sumur gali/ bor.
Peta hidrogeologi lembar pulau Bangka dan pulau Belitung menunjukan potensi
akuifer di Desa Kurau Barat adalah setempat akuifer dengan produktifitas sedang.
Umumnya akuifer ini tidak menerus, tipis dan rendah keterusannya. Memiliki muka air
tanah kurang dari 3 meter bawah muka tanah (mbmt) dan debit kurang dari
5 liter/detik. Hasil studi geolistrik yang dilakukan oleh instansi lain di Desa Kurau
Barat menunjukan akuifer dengan kedalaman yang berbeda-beda. Hal ini sejalan
dengan informasi dalam peta hidrogeologi. Karena jenis akuifer di Desa Kurau Barat
adalah setempat, maka hasil geolistrik pada satu titik di Desa Kurau Barat tidak bisa
dianggap sebagai gambaran umum kondisi bawah permukaan di Desa Kurau Barat.
Sehingga sebelum pekerjaan sumur bor dilakukan, perlu dilakukan uji geolistrik
terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan dan jenis akuifer. Selain kuantitas dan
sebaran akuifer, permasalahan lain yang dialami di Desa Kurau Barat adalah kualitas
air tanah kurang baik. Hasil pengukuran air tanah di sumur bor milik warga
menunjukan PH 2,34, Oxidation Reduction Potensial (ORP) -273mV. Hal ini disebabkan
air tanah berasal dari akuifer bebas dengan litologi endapan alluvial yang bersifat asam.
Sedangkan pada akuifer dengan litologi kerikil, diduga bahwa jenis air tanah adalah
8
9. tawar. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu
mengingat metode geolistrik tidak bisa digunakan untuk mengetahui kualitas air tanah.
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pemanfaatan metode geolistrik sclumberger yang dilakukan
di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba, menunjukan bahwa terdapat 2 (dua) jenis
akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter dengan deskripsi litologi
berupa endapan alluvial dan akuifer tertekan pada kedalaman di atas 77,71 m dibawah
permukaan tanah dengan deskripsi litologi kerikil.
6. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian pendugaan akuifer metode geolistrik sclumberger
dapat disarankan bahwa perlu dilakukan uji geolistrik terlebih dahulu sebelum
melakukan pengeboran untuk mengindari kegagalan pembuatan sumur bor.
7. DAFTAR PUSTAKA
· Sukrisna, 1994. Peta geologi lembar bangka utara. Bandung.
· Sukrisna, 2002. Peta hidrogeologi lembar Bangka dan Belitung. Bandung.
· Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral ESDM, 2008. Manajemen air
tanah berbasis konservasi. Jakarta.
· Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2012.
Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.
· Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2014.
Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.
9
10. tawar. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu
mengingat metode geolistrik tidak bisa digunakan untuk mengetahui kualitas air tanah.
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pemanfaatan metode geolistrik sclumberger yang dilakukan
di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba, menunjukan bahwa terdapat 2 (dua) jenis
akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter dengan deskripsi litologi
berupa endapan alluvial dan akuifer tertekan pada kedalaman di atas 77,71 m dibawah
permukaan tanah dengan deskripsi litologi kerikil.
6. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian pendugaan akuifer metode geolistrik sclumberger
dapat disarankan bahwa perlu dilakukan uji geolistrik terlebih dahulu sebelum
melakukan pengeboran untuk mengindari kegagalan pembuatan sumur bor.
7. DAFTAR PUSTAKA
· Sukrisna, 1994. Peta geologi lembar bangka utara. Bandung.
· Sukrisna, 2002. Peta hidrogeologi lembar Bangka dan Belitung. Bandung.
· Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral ESDM, 2008. Manajemen air
tanah berbasis konservasi. Jakarta.
· Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2012.
Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.
· Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2014.
Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.
9