BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu organisasi selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) (Siagian, 1980).
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan kekuasaan politik dalam organisasi kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal.
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah kali ini penulis akan membahas masalah :
1. Bagaimana pengertian kepemimpinan?
2. Bagaimana kepemimpinan versi manajemen?
3. Bagaimana gaya kepemimpinan?
4. Bagaimana kerja sama tim dalam manajemen konflik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Pengertian Kepemimpinan
2. Untuk mengetahui Kepemimpinan Versi Manajemen
3. Untuk mengetahui Gaya Kepemimpinan
4. Untuk mengetahui kerjasama tim dalam manajemen konflik
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara konsopsional strategis dan makro. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan
semakin generalist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialis.
3.2 Saran
Jadi hendaklah kita yang merupakan calon-calon pemimpin ini menggunakan hati, pikiran dan segala usaha untuk memajukan apa yang kita pimpin dan bukan untuk kepentingan pribadi semata.
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garamsiti nurlaeli
Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi lautan memiliki potensi alam yang melimpah salah satunya dalam produksi garam. Garam lokal sudah biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri aneka pangan ikan, asin, perminyakan kulit, pakan ternak, es, tekstil, dan pengeboran minyak. Petani garam mengklain sebagian besar produiksi garam nasional sudah bisa memenuhi persyaratan kualitas yang dibutuhkan industri. Karenanya, petani menolak upaya pemerintah mengimpor garam sesuai dengan rekomendasi dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Denganan demikian, wacana impor garam dianggap sebagai akal-akalan pengusaha semata.
Industri makanan dan minuman membutuhkan garam dengan kadar alkali yang cukup tinggi sebesar 2,2 juta ton hingga 2,3 juta ton atau lebih. Selain itu, garam yang diperlukan industri makanan dan minuman memiliki kadar NaCL sebesar 97% dengan kadar air maksimum 0,5% sementara, kebanyakan produksi lokal dipandang belum mampu memenuhi syarat garam industri tersebut. Disisi lain dari pihak pelaku industri menyatakan bahwa persoalannya bukan hanya sekedar bisa produksi, faktor penting lain juga ada pada kualitas. Hal ini lah yang memicu PT.Garuda Food menghentikan kegiatan produksinya untuk sementara jika pasokan garam industri tidak segera tersedia dalam waktu dekat.
Kebijakan impor garam pertama kali ditempuh berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang belum bisa dipenuhi oleh produsen garam industri maupun garam konsumsi. Dalam peraturan itu dinyatakan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai bahan baku industri serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam perlu mengatur ketentuan garam impor.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka kami merumuskannya dalam 2 pertanyaan, antara lain :
1. Apa yang menjadi penyebab impor garam industri Indonesia semakin meningkat?
2. Bagaimana upaya PT. Garam selaku BUMN yang mengurusi pergaraman menangani tataniaga garam industri?
Kami mengupasnya dalam powerpoint ini.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting karena Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu organisasi selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) (Siagian, 1980).
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan kekuasaan politik dalam organisasi kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal.
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah kali ini penulis akan membahas masalah :
1. Bagaimana pengertian kepemimpinan?
2. Bagaimana kepemimpinan versi manajemen?
3. Bagaimana gaya kepemimpinan?
4. Bagaimana kerja sama tim dalam manajemen konflik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Pengertian Kepemimpinan
2. Untuk mengetahui Kepemimpinan Versi Manajemen
3. Untuk mengetahui Gaya Kepemimpinan
4. Untuk mengetahui kerjasama tim dalam manajemen konflik
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara konsopsional strategis dan makro. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan
semakin generalist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialis.
3.2 Saran
Jadi hendaklah kita yang merupakan calon-calon pemimpin ini menggunakan hati, pikiran dan segala usaha untuk memajukan apa yang kita pimpin dan bukan untuk kepentingan pribadi semata.
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garamsiti nurlaeli
Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi lautan memiliki potensi alam yang melimpah salah satunya dalam produksi garam. Garam lokal sudah biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri aneka pangan ikan, asin, perminyakan kulit, pakan ternak, es, tekstil, dan pengeboran minyak. Petani garam mengklain sebagian besar produiksi garam nasional sudah bisa memenuhi persyaratan kualitas yang dibutuhkan industri. Karenanya, petani menolak upaya pemerintah mengimpor garam sesuai dengan rekomendasi dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Denganan demikian, wacana impor garam dianggap sebagai akal-akalan pengusaha semata.
Industri makanan dan minuman membutuhkan garam dengan kadar alkali yang cukup tinggi sebesar 2,2 juta ton hingga 2,3 juta ton atau lebih. Selain itu, garam yang diperlukan industri makanan dan minuman memiliki kadar NaCL sebesar 97% dengan kadar air maksimum 0,5% sementara, kebanyakan produksi lokal dipandang belum mampu memenuhi syarat garam industri tersebut. Disisi lain dari pihak pelaku industri menyatakan bahwa persoalannya bukan hanya sekedar bisa produksi, faktor penting lain juga ada pada kualitas. Hal ini lah yang memicu PT.Garuda Food menghentikan kegiatan produksinya untuk sementara jika pasokan garam industri tidak segera tersedia dalam waktu dekat.
Kebijakan impor garam pertama kali ditempuh berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang belum bisa dipenuhi oleh produsen garam industri maupun garam konsumsi. Dalam peraturan itu dinyatakan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai bahan baku industri serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam perlu mengatur ketentuan garam impor.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka kami merumuskannya dalam 2 pertanyaan, antara lain :
1. Apa yang menjadi penyebab impor garam industri Indonesia semakin meningkat?
2. Bagaimana upaya PT. Garam selaku BUMN yang mengurusi pergaraman menangani tataniaga garam industri?
Kami mengupasnya dalam powerpoint ini.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting karena Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya
Sasaran Pembelajaran
Sesudah mempelajari bab ini Anda akan dapat:
Membedakan kepemimpinan dengan manajemen.
Meringkaskan kesimpulan-kesimpulan dari teori sifat kepemimpinan.
Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama dan keterbatasan pokok dari teori-tori mengenai perilaku.
Menilai teori kontingensi kepemimpinan dengan level pendukung mereka.
UNIVA BAB VII KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL.pptxYuniAndri3
Pemimpin transformasional yang sesungguhnya adalah agen perubahan karena memang erat kaitannya dengan transformasi yangterjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah katalis/mempercepat perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Caraalamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.
Teori kepemimpinan situasional atauthe situational leadership theory adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis bukuSituational Leader. Dan Ken Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis pula buku Management of Organizational Behavior (skarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9).
Teori ini pada awalnya diintrodusir sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”. Sampai kemudian pada pertengahan 1970an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti dengan sebutan “Situational Leadership Theory“. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey – mengembangkanSituational Leadership Model dan Blancard – mengembangkan Situational Leadership ModelII.
Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.
1. PERILAKU DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Pemimpin yang Dikagumi
Banyak cara menuju puncak karier. Namun, begitu tiba di atas, tak banyak yang bisa
menghayati dan menjalani peran seorang pimpinan dengan baik. Berikut adalah 8 atribut
yang membedakan seorang pemimpin berhasil karena kualitas dari pemimpin yang berhasil
menempati posisi puncak karena keberuntungan (kebetulan).
Kepemimpinan Artinya Mampu Memimpin Diri Sendiri
Memerintah atau menyuruh orang lain sama mudahnya dengan membagi-bagikan kartu
nama. Namun seorang pemimpin yang bijaksana, ia juga harus tahu bagaimana cara
memimpin dirinya sendiri. Tak hanya untuk memberikan contoh bagi orang lain, tapi juga
sebagai orang yang menggerakkan roda bisnis perusahaan. Sangat penting bagi seorang
pemimpin memiliki kemampuan untuk fokus dan memotivasi dirinya sama ketika ia
memotivasi orang lain, saran Larraine Segil, pengajar edukasi eksekutif di California Institute
of Technology, Pasadena, AS.
Jangan Menjadi Diktator
Amat penting untuk tidak melihat perusahaan yang dipimpin sebagai sebuah kerajaan
kecil. Ketika roda perusahaan sudah bergulir dengan baik untuk beberapa saat, ini berarti
Anda sudah memiliki tenaga-tenaga yang berbakat. Karenanya, disarankan untuk berhati-hati
dalam melangkah. Jangan sampai Anda seperti membangun sebuah kerajaan kecil milik Anda
di dalam perusahaan. Sebagai pemimpin, usahakanlah untuk memandu karyawan Anda,
namun jangan mengimplementasikan parameter lebih dari yang diperlukan. Penting untuk
bisa memandu bawahan Anda dan untuk menciptakan atmosfer agar mereka bisa percaya
kepada Anda untuk memandu mereka.
Terbuka untuk Mencoba Hal Baru
Salah satu ranjau potensial dari sebuah perusahaan yang sedang berkembang adalah
rutinitas dan stagnasi. Memang sulit untuk mau mulai menjajaki hal baru dan mencoba untuk
mengubah apa yang sudah ada ketika segalanya sudah berjalan damai Padahal,
kepemimpinan yang bijaksana harusnya bisa dan mau melakukan perubahan yang
disesuaikan dengan zaman demi perbaikan dan perkembangannya sendiri.
Bhineka Tunggal Ika
Menurut situs MSN, saat ini karyawan dari perusahaan-perusahaan sudah sangat
beragam. Jika dahulu karyawan perusahaan didominasi oleh pria berkulit putih, tapi sekarang
latar belakang karyawan sudah bercampur, baik secara gender, suku, ras, dan kultur. Tak
sedikit pula perusahaan yang sukses dimotori oleh karyawan-karyawan yang latar
belakangnya beragam. Pemimpin yang bijaksana akan berusaha untuk memenuhi hal ini
semampunya. Kompetisi, yakni sebuah dorongan konstan untuk menyelesaikan tugas lebih
cepat, lebih baik, dan lebih murah merupakan sebuah mandat yang kita coba pelajari dan
laksanakan secara efektif dengan adanya perbedaan di kantor. Sebuah perusahaan yang
berusaha menggabungkan dan mengapresiasi perbedaan ke dalam kultur perusahaannya akan
membuat dirinya lebih kuat dan memiliki daya bertahan yang lebih baik.
2. Bangun Komitmen yang Baik
Bangun dan buktikan bahwa Anda memiliki komitmen. Rancang rencana yang masuk
akan dan meyakinkan untuk mencapai tujuan akhir Anda. Jangan lupa untuk membuat tabel
waktu yang masuk akal untuk merampungkan tujuan tersebut.
Selesaikan Pekerjaan
Kebanyakan pimpinan senang mengutarakan rencana besar mereka, tapi berapa banyak
dari para bos ini yang benar-benar bisa menyelesaikan apa yang mereka katakan? Pimpinan
yang tak bisa menyelesaikan atau membuktikan perkataannya akan kehilangan kepercayaan
dari anak buah dan pelanggannya. Kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan hal-hal yang
dikatakan sangat krusial. Cobalah untuk membangun tujuan dan ukur kemampuan Anda
untuk bisa menyelesaikannya.
Apresiasi Tulus
Seorang pimpinan harus bisa bersikap tegas, sekaligus juga bisa mengayomi dan
bijaksana. Jika ada anak buah yang mampu menyelesaikan target, Anda pun harus bisa
menyampaikan apresiasi Anda kepadanya. Pimpinan yang memiliki pandangan ke depan
harus bisa dan mau memberikan pujian dengan imbalan setimpal yang benar-benar
diwujudkan, seperti promosi, kenaikan gaji, bonus, dan lainnya. Hal semacam ini akan
memotivasi karyawan, tak hanya untuk membuat produktivitas mereka meningkat, tapi juga
keinginan untuk setia kepada perusahaan lebih lama.
Kemauan untuk Terus Belajar
Tak sedikit eksekutif bisnis percaya bahwa kemampuan kepemimpinan datang dari
sebuah pencerahan atau hadiah dari langit. Tentu, ide-ide bagus bisa datang kepada kita
begitu saja, namun, untuk menjadi seorang pemimpin yang hebat, ia harus mau untuk terus
belajar. Bacalah buku mengenai kepemimpinan yang efektif, datangi seminar, atau apa pun
itu. Akan butuh kerja keras dan upaya, namun akan menjadi keuntungan untuk Anda di
kemudian hari.
B.Teori-Teori Perilaku Kepemimpinan
Sulitnya mendefinisikan kepemimpinan efektif hanya berdasarkan karakter memicu minat
untuk melihat perilaku pemimpin dan bagaimana perilaku tersebut dapat menentukan
kesuksesan atau kegagalan mereka dilakuakan dengan dua metode penelitian antara lain:
1. Studi Universitas Iowa
Salah satu eksplorasi formal yang pertama dari kedua gaya dilakukan oleh Kurt Lewin
dan koleganya di University of Iowa, pada 1930-an - saat teori sifat masih didominasi
'peneliti perhatian yang besar. Lewin menggunakan istilah:
a. Otokratis - di mana staf yang hanya melakukan seperti yang diperintahkan.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau
wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin,
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang
3. tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman.
Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan
keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman
dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah
pada tugas.
b. Demokratis - di mana staf memiliki beberapa mengatakan atas apa yang terjadi di tempat
kerja mereka.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau
wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat
dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama
dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran,
pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan
keputusan kelompok.
2. Studi Universitas Michigan
Teori kepemimpinan perilaku benar-benar datang ke dalam tahun 1940, dan 1950-an
ketika dua kelompok terpisah peneliti dari University of Michigan, dan Ohio State University
mulai sistematis melihat perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin yang efektif.
Pekerjaan yang dilakukan oleh University of Michigan, di bawah pengawasan Rensis
Likert, yang disebut gaya kepemimpinan seorang manajer sebagai salah satu:
a. Produksi berorientasi - dengan memungkinkan hanya mendapatkan pekerjaan yang
dilakukan dan dilakukan dengan baik sikap.
b. Karyawan berorientasi - mengambil kepentingan pribadi dalam staf mereka dan secara
aktif mencari untuk memelihara comerarderie kuat.
Kesimpulan dari para peneliti asli karyawan yang berorientasi pemimpin mencapai
tingkat yang lebih tinggi dari produktivitas kerja, dan memiliki staf yang lebih puas daripada
pemimpin berorientasi produksi. Namun, lain berpendapat [6]
bahwa upaya penelitian untuk
mengidentifikasi satu universal gaya terbaik, telah lemah yang terbaik - peneliti terkemuka
untuk menemukan pentingnya situasi dalam menentukan gaya yang akan bekerja terbaik.
3. Ohio State Univerity Studi
Studi Ohio, yang dilakukan pada waktu yang sama seperti yang di Michigan di bawah
arahan Ralph Stogdill, disebut dua cara utama sebagai:
1. Memulai struktur - di mana manajer menentukan dan ketat struktur pekerjaan staf.
4. 2. Pertimbangan - mana manajer memelihara rasa saling percaya dan hubungan intepersonal
kuat.
Namun, penelitian ini unik karena mereka tidak melihat dua dimensi kepemimpinan untuk
menjadi eksklusif gaya bersama, di mana seorang manajer adalah tugas baik atau hubungan
terfokus.
4. Model Leadership Continuum
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa
pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang
menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang
menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan
(consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari
dua pandangan dasar :
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.
5. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Para ahli ada yang meninjau dari sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan
mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk dan mempengaruhi orang
lain. Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta
menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan.
Teori-teori perilaku kepemimpinan:
a. Otokratis - di mana staf yang hanya melakukan seperti yang diperintahkan.
b. Demokratis - di mana staf memiliki beberapa mengatakan atas apa yang terjadi di tempat
kerja mereka.
c. Produksi berorientasi - dengan memungkinkan hanya mendapatkan pekerjaan yang
dilakukan dan dilakukan dengan baik sikap.
d. Karyawan berorientasi - mengambil kepentingan pribadi dalam staf mereka dan secara
aktif mencari untuk memelihara comerarderie kuat.
e. Memulai struktur - di mana manajer menentukan dan ketat struktur pekerjaan staf.
f. Dan lain sebagainya.
Dengan mempelajari teori perilaku dalam kepemimpinan kita dapat mengetahui
perilaku pemimpin yang dapat dicontoh dan ditiru oleh bawahannya. Selain itu kita juga
dapat belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang profesional, berwibawa,berkarismatik
dan dapat menjadi tauladan bagi bawahan.
6. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikutip Nanang fattah (2001), sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality). Hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalaman yang akan
mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa kesuksesan pemimpin dipengaruhi sejumlah kondisi.
Karena itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadi keharmonisan dalam hubungan atau interaksi
yang baik antara atasan dengan bawahan.
Di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi untuk
beprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap hubungan
manusiawi.
Selanjutnya, peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim
Purwanto(2007), antara lain sebagai pelaksana, perencana, ahli dan mewakili kelompok dalam
tindakannya ke luar. Selain itu, pemimpin berperan mengawasi hubungan antar anggota-anggota
kelompok, bertindak sebagai pemberi pujian atau hukuman dan sebagai wasit dan penengah.
M Ngalim Purwanto melanjutkan pemimpin merupakan lambang dari pada kelompok, pemegang
tanggungjawab para anggota kelompok, sebagai pencipta, bertindak sebagai seorang ayah sekaligus
dapat berperan sebagai kambing hitam.
Pemimpin memiliki tugas menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompok.
Dari keinginan itu dapat dipetik keinginan realistis yang dapat dicapai. Selanjutnya, pemimpin harus
meyakinkan kelompok mengenai apa yang menjadi keinginan realistis dan mana yang sebenarnya
merupakan khayalan.
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas
yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses dimana
seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran,
perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang pemimpin yang profesional,
dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan
peranannya sebagai seorang pemimpin.
Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga
terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu
kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah
ditetapkan.
7. Pengertian Kepemimpinan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
5:29 AM Posted by By Communicator 12 No Comment
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau
sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kepemimpinan merupakan suatu proses
dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain: 1. Kepemimpinan adalah pengaruh
antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24). 2. Kepemimpinan
adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7). 3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang
mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling,
1984, 46). 4. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok
atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya. 5. Kepemimpinan adalah suatu proses yang
memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk
memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281). Banyak definisi kepemimpinan
yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi
orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang
ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C.
Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.
• K • 1.5 faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Davis menyimpulkan ada empat faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan dalam organisasi, yaitu : • Kecerdasan : seorang pemimpin
harus mempunyai kecerdasan yang melebihi para anggotanya • Kematangan dan keluasan
sosial(Social manutary and breadth) : seorang pemimpin biasanya memiliki emosi yang stabil,
matang, memiliki aktivitas dan pandangan yang ckup matang • Motivasi dalam dan dorongan
prestasi(Inner motivation and achievement drives) : dalam diri seorang pemimpin harus mempunyai
motivasi dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan • Hubungan manusiawi : pemimpin harus bisa
mengenali dan menghargai para anggotanya Menurut Greece, di dalam suatu organisasi, hubungan
antara bawahan dengan pimpinan bersifat saling mempengaruhi. 1.6 Gaya kepemimpinan Gaya
kepemimpinan ada dua gaya kepemimpinan berdasarkan studi-studi klasik yang membahas tentang
kepemimpinan, yaitu : Berorientasi kepada atasan : karakteristik dari gaya kepemimpinan ini
adalah : • Menggunakan teori X dari McGregor, yaitu melihat manusia dari sedi negatif • Autokrat,
yaitu hanya mementingkan pelaksanaan atau penyelesaian tugas saja • Tertutup • Lebih banyak
memerintah • Menentukan apa yang harus dikerjakan serta cara mengerjakan tugas-tugas • Lebih
mementingkan aspek produksi Berorientasi kepada bawahan : karakteristik mdari gaya
kepemimpinan ini adalah : • Menggunakan teori Y dari McGregor, yaitu memandang manusia dari
segi positif • Demokratis • Terbuka • Suportif atau partisipatif, berkemauan menunjang bersedia
menerima partisipasi dari bawahan • Akrab dengan bawahan, mempercayai bawahan, serta
menghargai bawahan • Lebih mementingkan aspek manusia Salah satu pendekatan yang cukup
populer dalam membuat identifikasi mengenai gaya-gaya kepemimpinan adalah konsep
“managerial-gird” yang disampaikan oleh Blake dan Mouton.
8. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN GURU DALAM
PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Makalah ini membahas konsep tantang kepemimpinan, faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan, dan implikasinya dalam bidang pendidikan. Makalah ini merupakan hasil dari
penelaahan terhadap beberapa makalah (dari jurnal dan beberapa sumber lain) yang
kemudian dipilah dan dikaji secara teoretis dari segi konsep kepemimpinan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, kemudian diterapkan dalam konsep pendidikan (pada tataran
teoretis praktis)
B. Pengertian Kepemimpinan
Cukup banyak definisi kemepimpinan yang bisa kita dapatkan dari barbagai literartur. Penulis
akan mengemukakan defini kepemimpinan menurut Stoner dan Freeman, Bartol dan Martin,
Gary A.Yukl, Miftah Toha, Gibosn dkk.
Menurut Stoner dan Freeman (1992:472) kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para
anggota kelompok. Sedangkan Bartol dan Martin (1991:480) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain tentang pencapaian prestasi ke arah
tujuan organisasi.
Secara luas definisi kepemimpinan dikemukakan oleh Yukl (1989:4-5). Ia menyatakan bahwa
kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.
Definisi kepemimpinan sebagaimana telah dikemukakan di atas mengandung tiga implikasi
penting, yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3)
adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara.
Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan
kekuasaan pemimpin dapat memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.
Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi,
keahlian, penghargaan, relevansi, informasi, dan hubungan (Toha, 1990:323-330). Pada
dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang atau suatu
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Kekuasaan dalam hal ini tidak lain adalah
kemampuan untuk mengajak orang lain mau melakukan apa yang diinginkan oleh pihak .
Efektivitas kepemimpinan bukan ditentukan seseorang atau beberapa orang saja, melainkan
hasil bersama antara orang pemimpin dengan orang yang dipimpinnya. Pemimpin tidak akan
efektif apabila tidak ada partisipasi bawahan. Untuk mengevaluasi efektivitas kepemimpinan
sering dikaitkan dengan konsekuensi dan tindakan-tindakan pemimpin tersebut bagi para
pengikutnya dan para stakeholder lainnya.
Dan uraian di atas secara konseptual disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
mengarahkan dan mempengaruhi kelompok maupun individu yang dipimpinnya untuk
mencapai tujuan, melalui: (a) program /rencana yang jelas dan kongkrit; (b) membuat
9. prosedur kerja,; (c) membina; (d) membangun kerjasama dengan unit kerja terkait; (e)
perhatian pada bawahan/ berpartisipasi pada bawahan; (f) merencanakan dan pengambilan
keputusan; (g) melakukan hubungan antara pribadi; (h) melakukan inovasi baru, (i)
memberikan semangat kompetisi; (j) mengatur tugas dan tanggung jawab bawahan; serta (k)
pengendalian. Sedangkan efektivitas kepemimpinan adalah keberhasilan dalam mengarahkan
dan mempengaruhi kelompok maupun individu yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan
melalui: mengarahkan, membuat prosedur kerja, membina, membangun kerjasama, perhatian
pada bawahan, merencanakan dan pengambilan keputusan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya kepemimpinan
pada dasarnya merupakan perwujudan dan tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri,
bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dan
pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan
(k) merupakan suatu fungsi dan pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat
dinotasikan dalam bentuk formula :
k = f (p, b, s).
Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk
melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi.
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya,
dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis,
manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang
merupakan anggota dan suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan
perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu
organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya
seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang
pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat
tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa
tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena
memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling
terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Selain Hersey dan Blanchard, para ahli yang membahas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kepemimpinan adalah Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W.
Mahoney (2008). Ketiga ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga lingkaran
variabel, yaitu variabel individu, organisasi, dan sosial. Seperti tampak pada gambar berikut:
Keputusan tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah murni disebabkan
oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari faktor organisasi kemudian faktor
sosial yang melikupi individu tersebut. Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan faktor-
faktor dalam tataran individu, organisasi, dan sosial.
Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan
keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam
membuat keputusan. Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya, politik organisasi,
10. ancaman dan resiko, Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup
variabel sosial adalah kebutuhan resmi, meta value, politik, dan ekonomi.
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard serta penjelasan yang
dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor-faktor yang muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal
adalah faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk
didalamnya situasi organisasi dan sosial.
1. Faktor Internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya
dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia
memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada
kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan.
Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin
merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat
mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat
karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill.
Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai
berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten
terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau
diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang
melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan
tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept
adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang
memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang
dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan
tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri
individu, skill bersifat action. Skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat
motives, traits, self concept, dan knowledge.
Dengan mengutip pendapat Spencer (1993) dan Kazanas (1993), Asropi menjelaskan bahwa
kompetensi kepemimpinan secara umum dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu
kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality,
technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation,
interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking,
entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others,
develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi
jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manaj erial.
Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke
dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan
pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result
(achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking,
building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others,
developing others, dan felexibilty.
Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result
(achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others,
11. developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation,
interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dan technical expertise. Sedangkan pada
tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise,
developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation,
building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty,relatiuonship
building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity.
Asropi meyakinkan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki
kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan
inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi,
(4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan.
Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti
perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan,
memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial. Dalam
hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer, kunci dan kualitas kepemimpinan
yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9 dari 25
kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas
dengan “status quo” dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa
kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen
organisasional yang kuat, visionary, disiplin din yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang
sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu,
mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya,
empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan
dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di
dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll.
Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan
mempengaruhinya. Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola
kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada
yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula
siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi.
Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat,
tujuan, karakteristik organisasi dll. Bertalian dengan waktu, perkembangan ilmu dan
pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu
berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan. Hasbi Umari (2006:1-4)
memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat
Islam.
Menurut Umari, Ada tiga fase dalam periodesasi kepemimpinan umat di Indonesia. Setiap
fase menunjukan genesis kepemimpinan yang khas. Pertama, fase ulama. Pada fase ini,
seseorang menjadi pemimpin umat karena is memiliki pengetahuan agama yang mendalam
dan menjadi rujukan umat. Ia melewati masa awal hidupnya di pesantren sebagai santri dan
menghabiskan sisa hidupnya jugs di pesantren sebagai kiyai.
Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap kebijakan politis kolonial, mungkin antara
lain politik etis, masyarakat khususnya umat Islam membentuk organisasi (sosial, ekonomis,
atau politis) seperti Syarikat Islam, Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan lain-
12. lain. Pada fase ini, pemimpin Islam adalah pemimpin organisasi Islam. Tentu raja, karir
kepemimpinan kini tidak dimulai di pesantren, tetapi dari organisasi. Orang menapak, secara
berangsur-angsur atau melompat, hierarki organisasi. Variabel kepemimpinan yang utama
tidak lagi pengetahuan agama yang mendalam, tetapi keterampilan organisasi (organization
skill), termasuk lobbying dan kasak kusuk. Yang sampai ke tingkat nasional, melalui jenjang
organisasi, pada umumnya, walaupun tidak selalu, adalah orang yang mempunyai pijakan
loka1.
Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader). Pada fase pertama, pemimpin ulama
lahir dan dibesarkan di pesantren. Pada fase kedua, pemimpin organisator lahir dan
dibesarkan di organisasi. Dan bagaiinana pula dengan pemimpin umat di besarkan melalui
media massa.. Ini adalah dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
berdampak pada kepemimpinan umat. Pada fase ini yang dianggap sebagai pemimpin umat
adalah para empu yang (dianggap) pandai melontarkan isu-isu penting untuk dijadikan
agenda media massa. Mereka menulis di media, atau menghadiri berbagai seminar dan
diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa yang banyak dalam acara-acara mereka.
Apabila media massa yang mengagendakan isu-isu mereka itu lokal, mereka menjadi
pemimpin umat berskala lokal. Apabila medianya nasional, merekamenjadi pemimpin umat
berskala nasional.
Pengikut fase pertama, santri; fase kedua, anggota organisasi; fase ketiga, “fans”
(penggemar). Pada fase ketiga, pemimpin umat (Islam) menjadi “idola”. Ada dua jenis
pemimpin umat pada fase ketiga ini’ yaitu:
Pertama, mubalig. Ia mungkin memulai kariemya pada tingkat lokal. la berbicara pada
majelis-majelis taklim atau stadiun radio. Ceramahnya direkam, dan rekamannya
direproduksi dan dijual secara nasional. Media massa menyiarkan ceramahnya dan
menokohkannya. Tidak perlumubaligituberasal dan pesantren; tidak perlu ia menguasai
pengetahuan agama yang mendalam; juga tidakperlu ia memiliki keterampilan komunikasi,
termasulc ketnampuan menyiarkan agama sebagai pop culture. Karena digemari oleh orang
banyak, para mubaligh menjadi celebrities. Dunia celebrities sudah lama dihuni oleh para
entertainers, misalnya artis, pelawak, dan perancang mode. Maka, terjadilah tumpang tindih;
mubaligh menjadi artis, artis menjadi mubaligh.
Kedua, cendekiawan. Apabila mubaligh lebih banyak menyentuh ranah afektif, cendekiawan
bergerak di ranah kognitif. Ia dibesarkan lewat kerja sama kampus dengan media massa.
Melalui tulisan di media, seminar, dan diskusi, paracendekiawan membentukjanngan
pengikulnya Bukanmenuduh, umumnya pengetahuan agama mereka sangat dangkal. Akan
tetapi, analisis mereka tentangpersoalan-persoalan umat sangat tajam. Mereka membentuk
opini, sikap, dan akhimya tindakan umat.
Perkembangan Zaman pun memperlihatkan bahwa ada tiga liran teori kepemimpinan yang
mengalami perubahan pandangan seiring dengan waktu . Studi kepemimpinan yang pada
awal perkembangannya cenderung bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam
literatur manajemen dan perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir.
Secara umum kajian perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan
menjadi tiga tahap penting. Pertama, tahap awal studi tentang kepemimpinan menghasilkan
teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang mengasumsikan bahwa seseorang
dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa dia memiliki sifat atau atribusi personal yang
membedakannya dari mereka yang bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap
sulitnya mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori
perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini penekanan yang semula
13. diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang dianut oleh para
pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar organisasi dapat berjalan secara
efektif, terdapat penekanan terhadap suatu gaya kepemimpinan terbaik (one best way of
leading). Ketiga, berdasarkan anggapan, bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun
teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama yaitu mengabaikan
peranan penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan,
kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situational theories). Dan
pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan orientasi dari `one
best way leading’ menjadi ‘context-sensitive leadership’ (Dewi, Piramida Vol.V no.1, 2009).
Dilihat dari faktor tempat pun, konsep kepemimpinan pun akan berubah. Dilihat dari
cakupannya, kita bisa mengkategorikan kepemimpinan lokal, regional, nasional, bahkan
internasional. Semakin luas cakupan kepemimpinan akan berdampak pada tuntutan nilai-nilai
universal yang lebih luas. Semakin sempit cakupan (lokal bahkan pada level organisasi) akan
muncul tuntutan warna loka sesuai dengan kultur masayarakat setempat. Tulisan La Ode Turi
(Budaya Kepemimpinan Lokal dalam Pelaksanaan MBS, Universitas Kendari) dan Tulisan
Dewi Kurniasih (Kepemimpinan Politik Orang Sunda, Unikom Bandung) merupakan contoh
pendapat bahwa kepemimpinan di wilayah lokal, harus memperhatikan aspek budaya lokal
jika kepemimpinan itu ingin efektif.
Agama dan ideologi pun tentu berpengaruh terhadap kepemimpinan. Komunitas masyarakat
Islam, tentu akan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penyusunan konsep dan aplikasi
kepemimpinannya. Demikian pula masyarakat Kristen, Budha, dll. Ideologi komunis akan
menjalankan kepemimpinan dengan ideologi komunis, demikian pula ideologi liberal.
D. Implikasi Konsep Kepemimpinan dalam Pendidikan
Pendidikan baik pada tataran teoretis maupun praktis, tentu akan menggunakan konsep
kepemimpinan karena ada unsur filosofi (pandangan), harapan/tujuan, tantangan, dan sumber
daya di dalamnya. Semua faktor itu harus diatur sehingga bisa mencapai tujuan yang
diharapkan. Dengan kata lain mesti ada konsep kepemimpinan pendidikan .
Dilihat dari aspek folosofis-teoretis, kepemimpinan dalam pendidikan harus menggunakan
dasar-dasar pandangan yang sesuai dengan jatidiri bangsa. Pendidikan harus berkarakter
bangsa Indonesia. Dalam kaitannya ini, kajian terhadap nilai-nilai kepemimpinan yang
bersumber pada karakter bangsa harus tetap dipertahankan bahkan mesti lebih diperdalam.
Kosep kepemimpinan warisan kebudayaan bangsa jangan sampai tegusur konsep-konsep
kepemimpinan dari luar karena dalil modernitas. Seperti ajaran Hastha Brata, atau delapan
ajaran keutamaan; kemudian konsep yang diajukan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangunkarso, dan tut wuri handayani), lalu falsafah bhinci-bhinciki kuli
dari Buton.
Pada tataran praktis-managerial, konsep kepemimpinan juga mesti diterapkan sehinga sistem
pendidikan nasional terkonsep rapi, bersinergis, dan efektif. Secara praktis harus dapat
dilaksanakan baik pada tingkatan nasional, lokal, bahkan pada tingkat satuan pendidikan
seperti sekolah. Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan adalah pemimpin. Yang
membedakannya hanya pada level mana mereka memimpin. Konsep kepemimpinan yang
efektif tentu harus menjiwai pada setiap level tersebut.
E. Implikasi Konsep Kepemimpinan dalam Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi Siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Di dalam proses pembelajaran terdapat usaha guru mambantu siswa
14. memeroleh ilmu dan pengetahuan, menguasai kemahiran dan tabiat, serta membentuk sikap
dan karakter siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa
agar dapat belajar dengan baik. Dilihat dari deskripsi pembelajaran di atas, tampak bahwa
peran guru sangatlah penting.
Secara spesifik, undang-undang no.14 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa tugas
utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwa untuk menjalankan tugasnya, kompetensi
yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, dengan segenap kompetensi yang dimilikinya, guru
merupakan profesi yang menuntut penerapan konsep kepemimpinan yang unik. Keunikan
tersebut dibentuk karena bawahan (menurut istilah Hersey dan Blanchard) adalah siswa,
sekelompok manusia yang memiliki karakteristik tertentu. Selain itu, unsur situasi yang
melingkupinya juga unik, yaitu sekolah. Sekolah merupakan satuan organisasi yang unik.
Organisasi ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari organisasi yang yang
lebih luas (Depdiknas), dan hidup dalam konteks lingkungan social-budaya dimana sekolah
itu berada. Jika sekolah tersebut dibangun oleh organasasi masyarakat, tentu ada visi dan misi
tertentu yang juga mempengaruhi organisasinya.
Dilihat dari posisinya sebabagi bagian dari sebuah organisasi, kepemimpinan guru lebih mirip
kepemimpinan manajerial. Ia berfungsi sebagai unsur yang bertugas melancarkan
penyelengaraan pembelajaran di kelas untuk tujuan-tujuan yang telah ditentutan (tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusioanal, dan tujuan kurikuler). Meskipun demikian, dengan
merujuk pada pendapat Arends (2008:147) guru memiliki autonomy norm (norma otonom)
untuk bebas mengajar di dalam kelas. Dalam hal ini ia boleh berkreativias melaksanakan
pembelajaran, tanpa lepas dari koridor aturan organsasi sekolah tempatnya mengajar.
Berkaitan dengan ini Arends juga menambahkan bahwa guru terikat pada the hands-off norm,
yaitu norma yang melarang guru mengganggu atau mencampuri pekerjaan guru lain.
Merujuk pada konsep sumber kepemimpinan yang dikemukakan Toha, kepemimpinan guru
dalam pembelajaran di kelas bisa bersumber dari kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian,
penghargaan, relevansi, informasi, atau hubungan (Toha, 1990:323-330). Guru punya
kekuasan memaksa di kelas karena dilihat dari usia dan kematangan, guru biasanya relatif
lebih tua dibanding siswanya Ia pun tentu punya legitimasi karena ditunjuk sekolah untuk
mengajar di kelas. Guru pun Tentu punya keahlian dan informasi yang dibutuhkan siswa,
karena guru dididik untuk keperluan itu. Kekuasaan yang bersumber pada penghargaan dan
hubungan bisa juga dimiliki guru karena ini memiliki kedudukan yang luhur sehingga patut
digugu dan ditiru.
Dengan sumber kekuasaan kepemimpinan yan demikian luas, guru bisa saja bertindak dengan
model kepemimpinan otoriter, demokratis, atau laissez faire. Model kepemimpinan yang
tepat bagi guru untuk siswanya akan kembali ditentukan oleh karakeristik guru (sebagai
pemimpin), siswa (bawahan), dan sekolah (situasi).
Terkait dengan proses pembelajaran, secara prosedural kegiatan yang dilakukan guru adalah
menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi serta
tindak lanjut.
15. Dalam menyusun rencana pembelajaran, aspek penentuan tujuan, materi, dan evaluasi
merujuk pada standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Aspek metode/strategi, penentuan
media pembelajaran, dan teknik penilaian bergantung pada karakteristik tujuan dan materi.
Sedangkan aspek organisasi materi, selain mengacu pada standar isi dan standar kompetensi
lulusan, juga dipengaruhi oleh waktu yang tersedia.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, tahapan yang dilakukan guru adalah (1) membuka
pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat
peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7)
mengorganisasi kegiatan, ( berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan
pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan tindak lanjut.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan
guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang
telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah
kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu
perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap
ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan
pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar,
penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai
hasil belajar siswa
Setelah melaksanakan proses pembelajaran, tahap terakhir pembelajaran adalah
melaksanakan evaluasi. Yang dikerjakan guru dalam tahapan ini adalah memilih dan
membuat soal sesuai dengan SKL dengan memperhatikan tingkat kesukaran dan tingkat
pembeda, Selanjutnya memeriksa jawaban, mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, mengolah
dan menganalisis hasil penilaian, menafsirkan dan menyusun program tindak lanjut hasil
penilaian.
Dalam menjalankan semua tahapan pembelajaran tersebut, ada proses pengambilan
keputusan yang harus dilakukan guru. Ketika mengambil kepetusan inilah guru berperan
sebagai seorang pemimpin yang dituntut mampu membawa para siswanya mencapat tujua
pembelajaran dan pendidikan yang telah direncanakan.
16. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Hadari (2003;70) menjelaskan bahwa unsur-unsur dalam kepemimpinan adalah
1. Adanya seseorang yang berfungsi memimpin, yang disebut pemimpin (leader).
2. Adanya orang lain yang dipimpin
3. Adanya kegiatan yang menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan mempengaruhi dan
pengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah lakunya
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai dan berlangsung dalam suatu proses di dalam organisasi,
baik organisasi besar maupun kecil.
Sejalan dengan pendapat Hadari tersebut, Poernomosidhi Hadjisarosa (1980;33)
selanjutnya merinci faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan yang tidak
dapat dilepaskan dari sifat kepemimpinan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai
berikut:
1. Dapat menyelesaikan pekerjaar} melalui orang lain
a. harus menguasai bidang kerjanya (tanpa kecuali)
b. bersikap ulet
c. diimbangi dengan keluwesan
2. Melalui orang lain
a. mampu berorganisasi
b. mampu berkomunikasi
c. bersikap manusiawi
3. Dalam kerangka tanggungjawab
a. melakukan tanggungjawab secara proporsional
b. dapat dipercaya
c. berjiwa stabil
4. Disertai dengan kepribadian
a. dapat memelihara dan mengembangkan entusiasme
b. bersikap tanggap
c. dan tenang
5. Dan pengendalian ke dalam
a. bersikap obyektif
b. mampu mengkoreksi diri
c. merasa dapat diganti
6. Dengan keseimbangan dalam pertimbangan
a. keseimbangan antara keuletan dan pengertian
b. keseimbangan antara pengetahuan dan tindakan
c. kesimbangan antara kemajuan dan etika
7. Dan kelebihan dalam wawasan
a. dalam membawakan produktivitas kerja pegawai
b. dalam menjangkau gambaran masa depan
c. Ketangguhan dalam menghadapi tantangan berat
Menurut Teori Perilaku untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan perilaku
atau gaya kepemimpinan pada hakekatnya berhubungan dengan gaya pemimpin tersebut
berhubungan dengan bawahan. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan tersebut dapat
bersifat (1) berorientasi pada tugas (task oriented sryle) dan (2) berorientasi pada bawahan
(employee oriented style).
Selanjutnya yang dimaksud perilaku kepemimpinan dalam penelitian ini adalah sifat
pemimpin, dan dari perilaku (gaya) pemimpin yang bersangkutan dalam mempengaruhi
17. orang lain yang menjadi bawahannya untuk mencapai target atau sasaran perusahaan yang
menjadi tanggungjawabnya
Untuk lebih mengarahkan tentang pengertian kepemimipinan yang dimaksud dalam
penelitian ini, maka kiranya diperlukan suatu pengertian kepemimpinan pendidikan. Hal ini
diharapkan dapat mempermudah untuk memahami secara mendalam dan lebih khusus
mengenai kepemimpinan di bidang pendidikan. Tim dosen MKDK Pengelolaan Pendidikan
”Akdon” (1994: 102) mengemukakan tentang pengertian kepemimpinan pendidikan, yaitu :
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kualitas kegiatan-kegiatan dan integrasi di
dalam situasi pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk
menggerakan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pendidikan
merupakan kemampuan dari seorang pemimpin pendidikan untuk mampu menggerakkan
seluruh sumber daya pendidikan, baik sumberdaya manusia maupun non manusia untuk
digerakkan, dibina, dan diarahkan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara
optimal sampai mampu mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakan orang lain untukk menunjukan
kegiatan manajemen sekolah adalah kepemimpinan (leadership), sebab kepemimpinan yang
menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang
mendukung pelaksanaan proses manajemen kepala sekolah secara keseluruhan. Kesalahan
dalam kepemimpinan dapat mengakibatkan gagalnya organisasi dalam menjalankan misinya.
Selain itu, kepemimpinan kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber dan alat-
alat (human resources), sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Keberhasilan
kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinannya bukan hanya ditentukan oleh tingkat
keterampilan tehnik saja (technical skill), akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh
keahliannya dalam menggerakkan orang lain yang sering disebut dengan manajerial skills.
18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam
Manajemen Pendidikan
Oleh : Subagio,M.Pd.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith, sebagaimana yang dikutip oleh
Aunurrahman (2009) menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana
dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau nondefensif serta selalu berupaya mendorong
sikap positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan proses pembelajaran. Oleh sebab
itu, pemimpin pendidikan ketika mengaplikasikan gaya atau aktivitas kepemimpinannya
sangat tergantung pada pola organisasi yang melingkupinya. Dan juga dalam melaksanakan
aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut
sebagaimana sebagaimana yang dikutip Nanang fattah (2001), sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup
nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya
kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam
aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu
kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan
dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping
dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi untuk beprestasi,
kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan
manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim
Purwanto(2007),sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana (executive)
2. Sebagai perencana (planner)
3. Sebagai seorang ahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal
relationship)
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and
punishments)
7. Bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (sybol of the group)
10. Pemegang tanggungjawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual
responsibility)
11. Sebagai pencipta/ memiliki cita-cita (ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang ayah (father figure)
13. Sebagai kambing hitam (scape goat)
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan
harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin
memiliki tugas yang embannya, sebagai mana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut
19. :
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-
benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang
realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami
akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam
proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang pemimpin yang
profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin,
serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus
menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja
yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam
mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.