3. 1. Ajaran Pokok Etika
Deontologis Kant
Etika deontologis adalah teori
filsafat moral yang mengajarkan bahwa
sebuah tindakan itu benar kalau tindakan
tersebut selaras dengan prinsip
kewajiban yang relevan untuknya. Akar
kata Yunani deon berarti 'kewajiban yang
mengikat'. Istilah "deontology" dipakai
pertama kali oleh C.D. Broad dalam
bukunya Five Types of Ethical Theory.
Etika deontologis juga sering disebut
sebagai etika yang tidak menganggap
akibat tindakan sebagai faktor yang
relevan untuk diperhatikan dalam menilai
moralitas suatu tindakan.
4. Tujuan filsafat moral menurut
Kant adalah untuk menetapkan
dasar yang paling dalam guna
menentukan keabsahan (validitas)
peraturan-peraturan moral. Ia
berusaha untuk menunjukkan
bahwa dasar yang paling dalam ini
terletak pada akal budi murni, dan
bukan pada kegunaan, atau nilai
lain. Moralitas baginya menyediakan
kerangka dasar prinsip dan
peraturan yang bersifat rasional dan
yang mengikat serta mengatur hidup
setiap orang, lepas dari tujuan-
tujuan dan keinginan-keinginan
pribadinya..
5. 2. Kekuatan Etika Deontologis Kant
Memberi dasar kokoh bagi rasionalitas
dan objektivitas kesadaran moral
Kant memberi dasar yang kokoh bagi
rasionalitas dan objektivitas kesadaran
moral. Bahwa penentuan benar salahnya
tindakan atau baik buruknya kelakuan
manusia itu bukan hanya perkara selera
atau perasaan belaka dari orang yang
memberi penilaian, melainkan bahwa itu
berdasarkan suatu prinsip yang nalar
(masuk akal). Keputusan moral itu bisa dan
perlu dipertang-gungjawabkan sehingga
kebenarannya dapat diuji oleh orang lain.
6. Memberi tolok ukur yang perlu dan
penting untuk menilai moralitas suatu
tindakan,yakni prinsip universalitas
Tindakan yang secara moral
betul setidak-tidaknya mesti
didasarkan atas prinsip yang tidak
hanya berlaku untuk subjek pelaku
tertentu dan pada waktu serta kondisi
tertentu, melainkan pada prinsip yang
bisa disetujui dan berlaku untuk
semua orang di mana dan kapan saja
mereka berada.
7. Menjamin otonomi dan keluhuran martabat
manusia
Manusia dalam etika Kant
tak pernah boleh diperalat untuk
suatu tujuan-tujuan tertentu yang
pencapaiannya mengorbankan
manusia tersebut. Dalam hal ini
etika Kant misalnya bisa berfungsi
kritis terhadap sikap utilitarian yang
sering muncul sebagai argumen
bagi pembenaran tindakan
penggusuran atau pengorbanan
seseorang/kelompok demi
kepentingan orang banyak.
8. 3. Kesulitan pokok etika
deontologis Kant
Tidak memberi tempat bagi adanya dilema
moral dan tidak bisa memberi jalan keluar
bila terjadi konflik prinsip moral
Dilema moral adalah situasi ketika seorang
pelaku S secara moral wajib untuk melakukan
A dan sekaligus juga secara moral wajib
untuk melakukan B, namun ia tak dapat
melakukan keduanya sekaligus, entah karena
dengan melakukan A itu berarti ia tidak
melakukan B, atau karena keterbatasannya
sebagai manusia tidak memungkinkan untuk
melakukan keduanya sekaligus.
9. Kemutlakan norma tanpa kemungkinan
pengecualian dengan mengindahkan akibat
tindakan, sulit diterima
Teori etika deontologis tidak
mengenal kekecualian; ada norma
ada kewajiban yang mengikat
mutlak; jadi harus dilaksanakan
entah apa pun akibatnya.
10. Imperatif kategoris Kant melulu formal,
hingga tidak membantu mengerti
kewajibanmana yang secara konkret mengikat
seorang pelaku moral
Imperatif kategoris hanya menegaskan apa yang
tidak boleh dilakukan (misalnya: jangan ingkar janji, jangan
dusta, jangan bunuh diri etc.), bukan apa yang secara
positif perlu dilakukan. Mengenai kegiatan-kegiatan apa
yang harus dilakukan, tujuan-tujuan mana perlu dikejar,
imperatif kategoris tidak memberi keterangan apa-apa.
Moralitas dalam hal ini lalu hanya menetapkan batas-batas
ruang lingkup kegiatan hidup kita, tetapi tidak memberi
arah. Imperatif kategoris Kant memberi tolok ukur untuk
menguji benar tidaknya suatu kaidah tindakan, tetapi tidak
membantu mengetahui dari mana seorang pelaku moral
memperoleh kaidah yang mau diuji tersebut. Dengan
demikian moralitas dalam teori etika Kant mengandaikan
adanya suatu praktek moral yang sudah berlaku.
11. 4. Keberlakuan Prima Facie
Berlaku prima facie berarti: berlaku kalau
masalahnya hanya dilihat dari segi kewajiban
itu saja, jadi kalau tidak ada alasan-alasan
moral dari segi kewajiban lain yang perlu
diperhatikan. Dengan demikian suatu
kewajiban hanya mengikat, kalau tidak ada
kewajiban lain yang juga mengikat. Kalau ada
kewajiban yang bertentangan, orang yang
bersangkutan harus memilih menurut
keinsafannya sendiri, dan untuk itu tidak ada
peraturan lagi
12. 5. Kritik Hegel terhadap teori
moral Kant
Bagi Hegel teori moral Kant yang menekankan
otonomi kehendak manusia yang rasional dan yang
memandang akalbudi sebagai pemberi hukum merupakan
teori yang cukup maju dan lebih memadai daripada
misalnya teori moral Hedonisme ataupun Utilitarisme.
Pengertian Kant tentang norma moral sebagai 'tugas' yang
mengikat mutlak dan universal setiap manusia sebagai
mahluk rasional bagi Hegel merupakan suatu pengertian
etika yang benar. Dalam pola pemahaman Hegel, yang
memandang teorinya sendiri sebagai suatu sintesis, teori
moral Kant merupakan antitesis, sedangkan tesisnya
adalah tatamoral tradisional sebagaimana terungkap dalam
adat kebiasaan Yunani kuno
13. 6. Konsep – Konsep Etika
Deontologi
1. Sistem etika ini hanya
menekankan suatu perbuatan di
dasarkan pada wajib tidaknya kita
melakukan perbuatan itu.
2. Yang di sebut baik dalam arti
sesungguhnya hanyalah kehendak yang
baik, semua hal lain disebut baik secara
terbatas ataupun dengan syarat.
Contohnya : kesehatan, kekayaan,
intelegensia, adalah baik jika digunakan
dengan baik oleh kehendak manusia.
Tetapi jika digunakan oleh kehendak
jahat, semua hal itu menjadi jahat sekali.
14. 3. Kehendak menjadi baik,
jika bertindak karena kewajiban.
Kalau perbuatan dilakukan
dengan suatu maksud atau
motif lain, perbuatan itu tidak
bisa disebut perbuatan baik,
walaupun perbuatan itu suatu
kecenderungan atau watak baik.
4. Pebuatan dilakukan
berdasarkan kewajiban,
bertindak sesuai dengan
kewajiban disebut legalitas kita
memenuhi norma hukum