Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
DESAIN ELEKTROKIMIA
1. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
44
DESAIN PEMBELAJARAN ELEKTROKIMIA
MENGGUNAKAN KONTEKS KERIS SEBAGAI KEARIFAN LOKAL INDONESIA
UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMA
Oleh :
Suci Rizki NA1
, Ahmad Mudzakir2
, Hernani3
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI – email : nurul_aeni78@yahoo.com 1
Jurusan Pendidikan kimia FPMIPA UPI Bandung. – email : zakir66@hotmail.com 2
Jurusan Pendidikan kimia FPMIPA UPI – email : hernani_kimia@yahoo.com3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain pembelajaran meliputi Desain
Didaktis (DD) dan Antisipasi Didaktis Pedagogis (ADP). DD dan ADP dituangkan dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), multimedia
pembelajaran, dan alat ukur penilaian untuk meningkatkan literasi sains siswa. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Karakteristik desain pembelajaran
yang dikembangkan nampak pada konten pembelajaran yang mengkaitkan pembelajaran
elektrokimia dengan konteks keris sebagai kearifan lokal Indonesia. Desain pembelajaran
sesuai dengan aspek kompetensi yang dikembangkan oleh PISA (2009) dan sikap serta
nilai budaya dan karakter bangsa yang dikembangkan oleh Puskur (2010). Tanggapan
guru kimia terhadap desain yang dikembangkan diperoleh dari angket rating scale.
Tanggapan terhadap RPP Topik 1 (Sel Volta) dan perangkatnya berdasarkan komponen
penilaian adalah sangat baik dengan perolehan persentase 77,38%, sedangkan terhadap
RPP Topik 2 (Elektrolisis dan Hukum Faraday) dan perangkatnya adalah juga sangat baik
dengan perolehan persentase 72,62%. Desain pembelajaran yang telah dikembangkan
dapat dikategorikan sangat baik dan layak untuk diimplementasikan.
Kata kunci : Literasi sains, kearifan lokal, keris, elektrokimia.
DESIGN OF ELECTROCHEMISTRY TEACHING MODEL USING INDONESIAN
CREESE AS LOCAL WISDOM TO INCREASE HIGH SCHOOL STUDENT
SCIENCE LITERACY
Abstract
The objective od this research is to develop teaching model covering Didactic Design
(DD) and Anticipation Didactic Paedagogic (ADP) which was adopted into Lesson Plan
(LP), Student Work Sheets (LKS), teaching multimedia and evaluation instruments to
increase student science literacy. Research methode used is descriptive. Teaching design
of electrochemistry was developed by linking into Indonesian local wisdom such as
creese. The competition aspect model was designed base on PISA (2009), while attitude,
character and nation culture was adopted from Puskur (2010). Teacher respond into the
model was obtained from rating scale questioners. Teacher respond into first Lesson Plan
model unit of Volta Cell topic was very good by 77.38%, also into second lesson plan of
Electrolysis and Faraday’s Law was very good 72.62%. The category of this develepoved
teaching model was very good and suitable to class implementations.
Key words: Science Literacy, Local wisdom, creese, electrochemistry.
PENDAHULUAN
Kimia merupakan bagian dari
rumpun sains, karena itu pembelajaran
kimia juga merupakan bagian dari
pembelajaran sains. Pembelajaran sains
diharapkan dapat menjadi wahana bagi
D
O
N
O
T
C
O
PY
2. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
45
peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari[1]
. Pembelajaran sains
menekankan pada pemberian pengalam-
an pembelajaran secara langsung atau
pengembangan kompetensi, agar siswa
mampu memahami alam sekitar secara
ilmiah.
Siswa sering beranggapan bahwa
pembelajaran sains yang diterapkan di
sekolah selama ini merupakan pelajaran
yang terpisah dari dunia tempat mereka
berada. Hal tersebut menyebabkan siswa
tidak mampu mengaitkan dan
menggunakan konsep-konsep sains yang
dipelajarinya untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari, karena siswa tidak memperoleh
pengalaman belajar untuk mengaitkan
konsep-konsep sains dengan fenomena-
fenomena yang ada di lingkungan mereka.
Sains pada hakikatnya terdiri atas
empat aspek yaitu konten/konsep sains,
kompetensi (proses) sains, konteks
aplikasi sains, dan sikap sains[2]
.
Kemampuan penguasaan terhadap empat
aspek sains yaitu konten/konsep sains,
kompetensi sains, konteks aplikasi sains,
dan sikap sains (literasi sains) siswa SMA
di Indonesia masih di bawah rata-
rata. Hasil studi komparatif internasional
PISA (Programme for International Student
Assesment) yang diselenggarakan OECD
(Organization for Economic Cooperation and
Development) tahun 2009 menunjukkan
bahwa:
1. Tidak ada siswa Indonesia yang
mencapai level level 5 dan level 6.
2. Capaian Indonesia untuk level 4 adalah
0,5 %.
3. Capaian Indonesia untuk level 3 adalah
6,9 %.
4. Capaian Indonesia untuk level 2 adalah
27,0 %.
5. Capaian Indonesia untuk level 1 adalah
41,0 %.
6. Sebanyak 6,9% siswa Indonesia berada
di bawah level 1.
Berdasarkan data tersebut, terlihat
dengan jelas bahwa siswa di Indonesia
memiliki literasi sains yang masih di
bawah rata-rata dan secara umum
kemampuan siswa Indonesia berada pada
tahapan terendah skala pengukuran PISA,
yaitu hanya dapat menjelaskan konsep
sederhana. Oleh karena itu, diperlukan
suatu wahana agar siswa mendapatkan
kesempatan untuk mengaitkan
pengetahuan sains yang dipelajarinya
dengan fenomena-fenomena yang terjadi
di sekitar mereka.
Selain kompetensi yang sifatnya
global, pendidikan dalam perspektif
literasi juga harus menimbang kearifan
lokal[3]
. Suatu bangsa dapat maju jika
masyarakatnya menjunjung tinggi kearifan
lokalnya[4]
. Kearifan lokal perlu dikaitkan
dalam pembelajaran sains/kimia dengan
harapan siswa akan lebih mengerti konsep-
konsep kimia apabila berangkat dan
dikaitkan dengan kearifan lokalnya
masing-masing. Nilai-nilai yang
terkandung dalam kearifan lokal
merupakan salah satu nilai yang perlu
ditanamkan kepada siswa sebagai wahana
pendidikan karakter bangsa.
Indonesia adalah suatu bangsa yang
syarat dengan kearifan lokal. Salah satu
dari sekian banyak kearifan lokal
Indonesia adalah keris. Keris adalah
khasanah budaya asli warisan nenek
moyang bangsa Indonesia, berasal dari
pulau Jawa yaitu dari Kerajaan Mataram
Hindu[5]
. Pada 25 November 2005, keris
telah ditetapkan sebagai karya agung milik
bangsa Indonesia oleh UNESCO.
Khususnya di pulau Jawa ada tradisi
jamasan atau mencuci keris setahun sekali
pada bulan-bulan tertentu. Sebenarnya hal
tersebut secara ilmiah dapat dihubungkan
dengan sifat dari material utama keris
yaitu besi. Sifat besi yang korosif membuat
D
O
N
O
T
C
O
PY
3. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
46
tradisi tahunan ini perlu dilakukan.
Berdasarkan standar isi mata pelajaran
kimia, salah satu materi pokok dalam
mata pelajaran kimia adalah elektrokimia.
Konten elektrokimia sangat berhubungan
dengan konteks keris serta tradisi
penjamasannya.
Berdasarkan hal di atas, maka
penulis melakukan penelitian mengenai
“desain pembelajaran elektrokimia
menggunakan konteks keris sebagai
kearifan lokal Indonesia untuk
meningkatkan literasi sains siswa”.
Adapun permasalahan utama dalam
penelitian ini adalah “bagaimana desain
pembelajaran elektrokimia menggunakan
konteks keris sebagai kearifan lokal
Indonesia yang dapat meningkatkan
literasi sains siswa SMA?” Permasalahan
tersebut diuraikan menjadi sub-sub
masalah berikut:
1. Bagaimana langkah-langkah pengem-
bangan desain pembelajaran elektro-
kimia menggunakan konteks keris
untuk meningkatkan literasi sains
siswa SMA?
2. Bagaimana karakteristik desain
pembelajaran yang dikembangkan?
3. Bagaimana penilaian guru kimia
terhadap desain pembelajaran yang
dikembangkan berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
perangkatnya?
Tujuan utama penelitian ini adalah
diperolehnya:
1. Desain pembelajaran meliputi desain
didaktis dan antisipasi didaktis
pedagogis yang dituangkan dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS),
multimedia pembelajaran, dan alat
ukur penilaian.
2. Informasi tentang tanggapan guru
kimia terhadap program yang
dikembangkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan
merupakan penelitian deskriptif yang
memuat aspek kualitatif juga kuantitatif.
Data kualitatif berupa karakteristik desain
yang dikembangkan dan data kuantitatif
berupa persentase penilaian ahli
berdasarkan angket rating scale.
Penelitian deskriptif meliputi
penelitian yang diarahkan pada penelitian
kualitatif atau kuantitatif[6]
. Namun
penelitian deskriptif dalam bidang
pendidikan dapat berupa perpaduan
penelitian kualitatif dan kuantitatif[7]
.
Untuk mencapai tujuan penelitian
yang telah ditetapkan maka diperlukan
alur penelitian.
1. Menganalisis standar kompetensi dan
kompetensi dasar pada submateri
pokok elektrokimia dalam Standar Isi
mata pelajaran kimia SMA.
2. Telaah buku teks kimia Sunarya dan
Setiabudi (2009).
3. Telaah kepustakaan pembelajaran
literasi sains dan kepustakaan
pembelajaran berbasis kearifan lokal
keris.
4. Perumusan, validasi, dan revisi
indikator dan tujuan pembelajaran
aspek kognitif disesuaikan dengan
kompetensi PISA 2009.
5. Perumusan, validasi, dan revisi
indikator dan tujuan pembelajaran
aspek sikap disesuaikan dengan PISA
2009 (sikap terhadap sains) dan Pusat
Kurikulum 2010 (nilai budaya dan
karakter bangsa).
6. Melakukan analisis dan
pemproduksian wacana materi pokok
elektrokimia menggunakan konteks
keris. Wacana yang dianalisis berupa
wacana konten dan wacana konteks.
7. Penyusunan lesson sequence map
elektrokimia konteks keris
berdasarkan tujuan dan wacana
pembelajaran materi pokok
elektrokimia konteks keris.
D
O
N
O
T
C
O
PY
4. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
47
8. Perumusan desain didaktis dan
antisipasi didaktis pedagogis materi
pokok elektrokimia konteks keris
sebagai kerangka awal desain
pembelajaran. Urutan pembelajaran
pada desain didaktis dan antisipasi
didaktis pedagogis disesuaikan dengan
lesson sequence map yang telah disusun.
9. Perumusan RPP dan perangkat
pendukung RPP.
10. Validasi RPP dan perangkat
pendukung RPP oleh pakar
pendidikan.
11. Revisi urutan lesson sequence map,
desain didaktis dan antisipasi didaktis
pedagogis.
12. Revisi RPP dan perangkat pendukung
RPP.
13. Penyebaran angket pada guru kimia
untuk mengetahui tanggapan guru
kimia sebagai praktisi pendidikan
terhadap desain pembelajaran yang
telah dikembangkan. Format
penilaian desain pembelajaran
mengadaptasi format penilaian lesson
plan menurut WOGI (2010).
Instrumen-instrumen Penelitian yang
digunakan antara lain:
1. Instrumen penelitian yang disusun
untuk menjawab rumusan masalah satu
dan dua terdiri atas:
a. Tabel validasi kesesuaian indikator
dan tujuan pembelajaran aspek
kognitif dengan SK, KD, konteks,
konten dan kompetensi pisa 2009.
b. Tabel validasi kesesuaian indikator
dan tujuan pembelajaran aspek
sikap dengan SK, KD, konten, serta
aspek sikap PISA 2009 (sikap
terhadap sains) dan Pusat
Kurikulum 2010 (nilai budaya dan
karakter bangsa).
c. Desain didaktis.
d. Antisipasi didaktis pedagogis.
e. Tabel validasi kesesuaian langkah-
langkah pembelajaran RPP, media
pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran.
f. Tabel validasi kesesuaian
komponen LKS pembelajaran
dengan tujuan pembelajaran.
g. Tabel validasi kesesuaian alat ukur
penilaian dengan indikator
pembelajaran.
h. Format validasi media pendukung
desain pembelajaran elektrokimia
konteks keris.
2. Instrumen penelitian yang disusun
untuk menjawab rumusan masalah tiga
yaitu angket tanggapan guru kimia
terhadap desain pembelajaran yang
dikembangkan.
Menganalisis data penelitian yang
dihasilkan dari instrumen-instrumen
penelitian 1 dilakukan untuk
menghasilkan deskripsi langkah-
langkah pengembangan desain
pembelajaran elektrokimia konteks
keris. Selain itu, hal ini juga dilakukan
untuk menentukan karakteristik
desain pembelajaran yang telah
dikembangkan.
Data angket yang diperoleh diolah
dengan rating scale. Menggunakan rating
scale, data mentah yang diperoleh
berupa angka kemudian ditafsirkan
dalam pengertian kualitatif[8]
. Penyusun
instrumen rating scale harus dapat
mengartikan setiap angka yang
diberikan pada alternatif jawaban pada
setiap item instrumen[8]
.
Berdasarkan instrumen yang
diberikan kepada responden sejumlah p,
jumlah item sebanyak q, dan skor
tertinggi adalah 3, maka jumlah skor
kriterium (bila setiap butir mendapat
skor tertinggi) = p × q × 3. Sehingga, bila
instrumen diberikan kepada 12
responden, maka sebelum dianalisis,
data harus ditabulasikan.
Untuk skor tertinggi tiap butir = 3,
jumlah butir = 7 dan jumlah responden
= 12, maka jumlah skor kriterium adalah
D
O
N
O
T
C
O
PY
5. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
48
= 3 × 7 × 12 = 252. Secara kontinum
dapat dibuat tiga kategori, yaitu
87(kurang baik), 168(baik), 252
(sangat baik) [8].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah - Langkah Pengembangan
Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran elektrokimia
yang dikembangkan dan diwujudkan
dengan rancangan RPP. RPP terdiri atas
sejumlah komponen yaitu identitas mata
pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
ajar, alokasi waktu, model, pendekatan
dan metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar[9]
.
Komponen-komponen RPP selain
identitas mata pelajaran, SK dan KD
dapat terwujud melalui pengembangan
desain pembelajaran sebagai bentuk
perencanaan pembelajaran. Desain
pembelajaran adalah rancangan
pembelajaran berupa suatu rangkaian
situasi didaktis (hubungan siswa dengan
materi) beserta antisipasi didaktis
pedagogis (tindakan yang akan dilakukan
guru berdasarkan prediksi respon siswa
terhadap situasi didaktis yang tercipta)
untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan[10]
. Untuk menghasilkan
desain tersebut dilakukan melalui
sejumlah langkah- langkah pengembang-
an. Langkah-langkah pengembangan
desain tersebut terdiri atas:
1. Perumusan, validasi dan revisi
indikator pembelajaran aspek kognitif
dan sikap
2. Perumusan, validasi dan revisi tujuan
pembelajaran aspek kognitif dan sikap.
3. Pemproduksian wacana.
4. Penyusunan lesson squence map.
5. Perumusan desain didaktis dan
antisipasi didaktis pedagogis.
6. Perancangan dan validasi RPP dan
perangkat penunjang RPP.
7. Revisi urutan lesson squence map, desain
didaktis, dan antisipasi didaktis
pedagogis.
8. Revisi RPP dan perangkat penunjang
RPP.
Karakteristik Desain Pembelajaran yang
Dikembangkan
Indikator terdiri atas indikator aspek
kognitif dan indikator aspek sikap.
Validasi indikator kognitif disesuaikan
dengan SK dan KD, konten, dan aspek
kompetensi PISA 2009, sehingga yang
menjadi ciri khas indikator kognitif pada
desain adalah terdapatnya aspek
kompetensi ilmiah PISA 2009. Validasi
indikator aspek sikap disesuaikan dengan
SK dan KD, konten, dan aspek sikap PISA
2009, aspek nilai budaya dan karakter
bangsa Puskur 2010. Indikator aspek sikap
memiliki ciri khas yang sesuai dengan
aspek sikap PISA 2009, aspek nilai budaya
dan karakter bangsa Puskur 2010.
Langkah-langkah pembelajaran yang
disusun sesuai dengan pembelajaran STL
yang mengadopsi tahap-tahap
pembelajaran berdasarkan proyek chemie
in context dalam Nentwig et al. (2002) dan
penyisipan langkah seperti yang
disarankan oleh Holbrook (2005). Strategi
pembelajaran yang digunakan disesuaikan
pula dengan pembelajaran STL yang
menyisipkan isu sosio-ilmiah pada
tahapannya. Isu tersebut sebenarnya
tercakup pada materi pembelajaran yang
dikembangkan.
Materi pembelajaran dikembangkan
terdiri atas konten dan konteks. Konteks
yang dipilih sesuai dengan isu sosio-ilmiah
yang diangkat pada pembelajaran. Isu
tersebut dimunculkan sebagai pertanyaan
pada tahap kuriositi kemudian dituntut
untuk dijawab pada tahap decission making
berdasarkan konsep yang dikaji pada
tahap elaborasi. Alat ukur disusun
D
O
N
O
T
C
O
PY
6. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
49
berdasarkan indikator dan penyusunan
sumber dan media dilakukan berdasarkan
analisis tujuan pembelajaran. Alat ukur
dan sumber belajar tentunya memuat
aspek kognitif sesuai dengan aspek
kompetensi ilmiah PISA 2009 serta aspek
sikap sesuai dengan PISA 2009 dan
Puskur 2010.
Tanggapan Guru Kimia terhadap Desain
Pembelajaran yang Dikembangkan
Instrumen yang digunakan untuk
mengetahui tanggapan guru kimia yaitu
berupa angket tanggapan guru kimia
terhadap desain serta perangkatnya.
Angket disebarkan kepada dua belas orang
guru kimia yang merupakan lulusan dari
LPTK negeri. Guru kimia terbagi ke
dalam tiga kualifikasi, yaitu guru kimia
pemula, medium, dan profesional. Dua
belas orang guru kimia menanggapi desain
pembelajaran beserta perangkatnya, yang
terdiri atas Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), multimedia pembelajaran, dan alat
ukur literasi sains.
RPP dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta
didik dalam upaya mencapai KD[9]
. Untuk
mencapai KD, kegiatan pembelajaran
pada RPP ditunjang oleh perangkat
penunjang berupa bahan ajar dan alat
ukur. Perangkat penunjang yang
digunakan pada desain pembelajaran
elektrokimia yang dikembangkan yaitu
LKS, multimedia pembelajaran, dan alat
ukur literasi sains.
Angket yang berupa format
tanggapan terhadap RPP dan
penunjangnya memuat penilaian seluruh
komponen tersebut. Adapun komponen
yang ditanggapi oleh guru, yaitu tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran,
prosedur pembelajaran, komunikasi kelas,
tugas kimia (LKS dan tugas terstruktur),
penggunaan multimedia, penilaian.
Guru kimia diminta untuk
menanggapi desain pembelajaran yang
telah dikembangkan dan diminta pula
komentar dan saran guru kimia terhadap
desain yang dikembangkan. Penilaian
guru terhadap komponen-komponen
desain menggunakan tiga skala penilaian,
yaitu sangat baik (3 poin), baik (2 poin),
dan tidak baik (1 poin)[11]
.
1. Penilaian Terhadap Desain
Pembelajaran
Berdasarkan tanggapan dua belas
guru kimia berupa penilaian terhadap
desain pembelajaran yang dikembangkan
dengan skala yang telah ditentukan, maka
diperoleh data angket berupa angka yang
diolah berdasarkan rating scale. Angka
yang diperoleh dari angket diolah menjadi
nilai kualitatif, pengolahan data terdapat
pada lampiran 10.
Berdasarkan pengolahan data angket
tanggapan guru kimia, desain
pembelajaran elektrokimia yang
dikembangkan dapat dikualifikasikan
sangat baik. Jumlah skor kriterium (bila
setiap butir mendapatkan skor tertinggi)
untuk skor tertinggi tiap butir =3, jumlah
butir = 7, dan responden =12 yaitu 3 x 7 x
12 = 252. Adapun jumlah skor hasil
pengumpulan data adalah 195 untuk RPP
1 dan 183 untuk RPP 2. Dengan
demikian kualitas desain pembelajaran
elektrokimia yang dikembangkan menurut
persepsi 12 responden itu untuk RPP 1
adalah 195 : 252 = 77,38 % dan untuk
RPP 2 adalah 183 : 252 = 72,62 %.
Nilai 195 dan 183 termasuk dalam
kategori interval “baik dan sangat baik”.
Tetapi lebih mendekati sangat baik.
Sehingga desain pembelajaran yang telah
dikembangkan dapat dikategorikan sangat
baik dan layak untuk diimplementasikan.
Adapun komentar dan saran guru kimia
terhadap desain pembelajaran dipaparkan
kemudian.
D
O
N
O
T
C
O
PY
7. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
50
2. Komentar dan Saran Guru Kimia
Terhadap Desain Pembelajaran
Selain memberikan penilaian terhadap
komponen-komponen desain pembelajaran
yang dikembangkan, guru kimia
memberikan juga saran dan komentar
terhadap desain pembelajaran yang
dikembangkan. Pada umumnya seluruh
guru menyatakan komentar yang baik
terhadap desain pembelajaran yang
dikembangkan, para guru setuju dengan
pengembangan desain pembelajaran dengan
menggunakan konteks budaya Indonesia
sebagai kearifan lokal Indonesia. Semua
guru tertarik dengan penyisipan nilai budaya
pada pembelajaran sains di sekolah, namun
25% guru menyatakan keberatan apabila
konten korosi logam disampaikan sejak awal
pembelajaran. Keberatan tersebut
disebabkan materi terkait reaksi redoks yang
terjadi pada peristiwa tersebut memiliki
tingkat kesulitan yang lebih tinggi sehingga
materi tentang reaksi redoks pada proses
korosi lebih cocok disampaikan pada akhir
subbab sel volta, setelah siswa memahami
reaksi-reaksi sederhana yang dapat terjadi
pada beberapa sel volta. Selain itu, 33,3 %
guru kimia merasa kesulitan untuk dapat
menilai desain pembelajaran yang
dikembangkan karena tidak melihat
langsung pelaksanaan proses pembelajaran
Adapun saran perbaikan yang
disampaikan oleh seluruh guru kimia
dikategorikan menjadi beberapa bagian,
yaitu saran perbaikan untuk materi
pembelajaran, saran perbaikan untuk
prosedur pembelajaran, saran perbaikan
untuk tugas kimia, dan saran perbaikan
untuk penilaian.
1) Materi Pembelajaran
16,67 % responden menyatakan
bahwa materi pembelajaran harus
ditinjau ulang, PW menyarankan agar
peneliti dapat menyiapkan materi yang
lebih penting untuk bekal siswa agar
dapat menyelesaikan soal-soal seleksi yang
memiliki tingkat kesukaran tinggi dan
tingkat penguasaan pengetahuan yang
dalam. Selain itu, PW menyarankan agar
pembahasan korosi tidak hanya korosi
besi saja, disampaikan pula aplikasi
korosi pada contoh logam lain.
Kemudian YL menyarankan agar konteks
pembelajaran tidak terbatas konteks keris
untuk keseluruhan materi pokok
elektrokimia. YL juga menyarankan agar
memperbanyak konteks berupa contoh-
contoh sel elektrokimia yang lebih
mutakhir dan komersil, seperti macam-
macam baterai atau sel bahan bakar
terbarukan yang menggunakan konsep sel
elektrokimia.
2) Prosedur pembelajaran
25 % guru kimia menyarankan agar
prosedur pembelajaran dapat diperbaiki.
YL menyarankan agar memperbanyak
metode praktikum pada pembelajaran
KD. 2.2, seperti memberikan
pengalaman langsung kepada siswa untuk
dapat melakukan elektrolisis
menggunakan berbagai elektroda
inert/tak inert, kemudian untuk hukum
Faraday dapat diterapkan pembelajaran
praktikum pelapisan logam. YL dan YR
menyarankan agar pembelajaran korosi
disampaikan diakhir pembelajaran sel
volta. Selain itu, YL dan YR
menyarankan agar menambah jumlah
alokasi waktu pertemuan untuk
pembahasan materi elektrokimia ini
karena berdasarkan pengalaman,
pembelajaran materi elektrokimia
biasanya minimal dilakukan selama 16
jam pelajaran.
3) Tugas kimia
33,33 % guru kimia menyarankan
agar peneliti memperbaiki tugas kimia.
Tugas kimia terdiri atas tugas yang
menuntut siswa untuk mengkonstruk
pengetahuannya yaitu tugas berupa LKS
dan tugas rumah yang akan merefleksi
hasil pembelajaran di kelas. AM dan YR
menyarankan untuk memperbaiki bahan-
bahan dan prosedur pengamatan pada
LKS praktikum. DA, YL dan YR
menyarankan untuk memperbanyak soal
D
O
N
O
T
C
O
PY
8. ISSN : 2301-721X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013
51
latihan pada setiap akhir pembelajaran
sebagai pengayaan untuk belajar siswa di
rumah.
4) Penilaian
16,67% guru kimia menyarankan
alat ukur dapat diperbaiki, YR
menyarankan agar pada alat ukur
ditambahkan soal pilihan ganda. PW
menyarankan agar menambahkan soal-
soal subbab potensial sel.
KESIMPULAN
1. Langkah-langkah pengembangan desain
pembelajaran elektrokimia konteks keris,
terdiri atas :
a. Perumusan, validasi dan revisi
indikator pembelajaran aspek
kognitif dan sikap Perumusan,
validasi dan revisi tujuan
pembelajaran aspek kognitif dan
sikap.
b. Pemproduksian wacana.
c. Penyusunan lesson squence map.
d. Perumusan desain didaktis dan
antisipasi didaktis pedagogis.
e. Perancangan serta validasi RPP dan
perangkat penunjang RPP.
f. Revisi urutan lesson squence map,
desain didaktis, dan antisipasi
didaktis pedagogis.
g. Revisi RPP dan perangkat penunjang
RPP.
2. Desain pembelajaran yang dikembangkan
terdiri atas desain didaktis dan antisipasi
didaktis pedagogis yang dituangkan
dalam RPP dan perangkatnya.
Karakteristik desain pembelajaran yang
dikembangkan sesuai dengan aspek
kompetensi dan aspek sikap serta aspek
nilai budaya dan karakter bangsa, dan
model pembelajaran STL yang
mengadopsi tahap-tahap pembelajaran
berdasarkan proyek Chemie im Kontext
dengan menambahkan tahap
pengambilan keputusan.
3. Desain pembelajaran telah
diklasifikasikan sangat baik oleh guru-
guru kimia, sehingga desain
pembelajaran yang telah dikembangkan
layak untuk diimplementasikan.
REFERENSI
Alwasilah, C., Karim S., Tri K. (2009). Etnopedagogi: Landasan Praktik Pendidikan Guru. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama
BSNP. (2007). Standar Proses. Jakarta: BSNP
Depdiknas. (2008). Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Keunggulan dan Kearifan Lokal. Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Harsrinuksmo, B.(2003). Ensiklopedia Keris. Jakarta: Gramedia.
Hayat, B dan Suhendra Y.(2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Niaz, M. (1997). Can We Intregrate Qualitative and Quantitative Research In Science Education?. Netherland :
Cluwer Academic Publisher.
OECD (2009). PISA 2009 Assessment Framework Key competencies in reading, mathematics and science.
[online]. Tersedia : http:// www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.pdf [10 September
2010]
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian dan Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.
Suryadi, D. (2010). “Metapedadidaktik dan Didactical Desain Research (DDR): Sintesis Hasil Pemikiran
Berdasarkan Leson Study”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA
dalam Konteks Indonesia.Bandung: FPMIPA UPI.
WOGI.(________).Rubric for Lesson Plan Evaluation. (online). tersedia:
http://www.unfwogi.com/images/Rubric%20for%20Lesson%20Plan%20Evaluation.pdf [24
Mei 2011]
D
O
N
O
T
C
O
PY