1. RIBA DALAM ISLAM
KELOMPOK 10
IRENIZA PRATIWI BANGUN (12020523537)
TIONISHA OKTAVIA (12020523511)
Dosen Pengampu : Nuryanti,S.E.I,M.E.Sy
2. Secara bahasa (lughah), menurut al-Razi, riba berarti
tambahan. Hal ini didukung dengan sebuah ungkapan
rabā al-syay‟ yarbū; arbā al-rajul idzā „amala fī al-ribā.
Di samping itu juga dikuatkan oleh Q.S. al-Hajj [22]: 5:
اهتزت
وربت
......
(
... hiduplah bumi itu dan suburlah...). Secara
syar’I telah memberikan definisi tersendiri bagi kata r-
riba’, yakni pertambahan dalam muamalah tertentu
secara bathil yang tidak termasuk sebagai muamalah
jual beli. maksud pertambahan pada muamalah secara
bathil adalah pertambahan pada transaksi pertukaran/
jual beli secara barter atau pun transaksi pinjam
meminjam, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam
pertukaran dua harta yang sejenis tertentu
Pengertian Riba
3. Menurut Quraish Shihab, dalam al-Qur‟an, kata riba diulang
sebanyak delapan kali yang terdapat dalam empat surah, yakni al-
Baqarah, Ali Imran, al-Nisa’ dan Al-Rum
Dasar Hukum Riba
“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)” (QS. al-Rum [30]:39)
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah * dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil . Kami telah
menjadikan untk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih” (QS. al-Nisa‟ [4]:160-161).
4. “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami
haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah * dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan
harta orang dengan jalan yang batil . Kami telah menjadikan
untk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih” (QS. al-Nisa‟ [4]:160-161).
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang
yang beriman. Maka, jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan, jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba)
mapokok hartamu; kalian tidak menganiaya dan tidak pula
dianiaya” (QS. al-Baqarah [2]:278-279).
5. Jenis-Jenis Riba
Riba qard adalah suatu manfaat atau
tingkat kelebihan tertentu yang
diisyaratkan terhadap yang berutang
(muqtarid). Riba qard atau riba dalam
utang piutang sebenarnya dapat
digolongkan dalam riba nasi’ah.
Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah
mengatakan, “para ulama sepakat
bahwa jika orang yang memberikan
utang mensyaratkan kepada orang
yang berutang agar memberikan
tambahan atau hadiah, lalu dia
pun memenuhi persyaratan tadi, maka
pengembalian tambahan tersebut
adalah riba
yaitu berpisah dari tempat sebelum
ditimbang dan diterima, maksudnya :
orang yang membeli suatu barang,
kemudian sebelum ia menerima barang
tersebut dari si penjual, pembeli
menjualnya kepada orang lain. Jual beli
seperti itu tidak boleh, sebab jual beli
masih dalam ikatan dengan pihak
pertama.
1. Riba Qard 2. Riba Yad
6. 3. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Adapun pembagian riba jahiliyah atau riba jual bel terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Riba Fadl
Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang
atau komoditi ribawi.
Komoditi ribawi terdiri atas enam macam, yaitu emas, perak, gandum, sya’ir
(salah satu jenis gandum), kurma dan garam, sebagaimana disebutkan dalam
hadis di bawah ini: Artinya: “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan
perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual
dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam,
maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai).
Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba.
Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-
sama berada dalam dosa” (HR. Muslim).
Para ulama bersepakat bahwa enam komoditi tersebut dapat diperjualbelikan
dengan cara barter asalkan memenuhi dua persyaratan yaitu transaksi harus
dilakukan secara kontan (tunai) pada saat terjadinya akad dan barang yang
menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya walaupun terjadi
perbedaan mutu antara kedua barang
7. 2. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan
dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah
muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang
diserahkan kemudian.
Jika sebelumnya disebutkan bahwa riba qardh dapat
digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba nasi’ah terkenal
dan banyak berlaku dikalangan Arab Jahiliyah,
sehingga terkadang ada pula yang menyebutnya
dengan riba jahiliyah
8. Barang-Barang yang Termasuk
Riba
Dari kitab Manhaju al-Thulab, Artinya: “Sesungguhnya
riba diharamkan dalam emas, perak (nuqud), dan bahan
pangan yang berfaedah sebagai sumber kekuatan, lauk
pauk dan obat-obatan.”
Nuqud adalah barang yang terdiri atas emas (dzahab)
dan perak (fidlah). Kadang kala ia dicetak dalam bentuk
mata uang logam (fulûs), dan kadang pula dicetak
dalam rupa perhiasan (huliyyun) atau emas batangan
(tibrun). Masing-masing rupa emas dan perak ini, adalah
sama-sama merupakan barang ribawi. Oleh karena itu
berlaku akad ribawi bila bertransaksi dengannya.
9. Selain emas dan perak, barang ribawi berikutnya adalah
bahan pangan. Maksud dari bahan pangan ini adalah :
Artinya: “Bahan yang sebagian besar dimaksudkan untuk
tujuan pangan, meskipun jarang dikonsumsi, contoh:
buah-buahan.” (Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary,
Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb, Kediri:
Pesantren Fathul Ulum, tt., Juz 1 Hal. 161).
Dalam teks hadits disebutkan bahwa pada dasarnya
bahan pangan yang masuk kelompok ribawi ada tiga,
yaitu:
1. Gandum: baik gandum merah (burr) maupun gandum
putih (sya’îr), Bur dan sya’îr, keduanya dianggap
mewakili fungsi sebagai sumber kekuatan pokok
(taqawwut). Dari keduanya kemudian muncul
penyamaan hukum terhadap beberapa jenis bahan
makanan lain, seperti beras dan jagung dan kacang-
kacangan (al-fûl).
10. 2. Kurma (al-tamr). Kurma ini mewakili kelompok
lauk-pauk (taaddum), camilan (tafakkuh), dan manisan
(tahalla) karena ia bukan termasuk makanan pokok. Ia
hanya berperan sebagai sumber makanan sekunder.
Dari kurma ini selanjutnya muncul penyamaan hukum
terhadap anggur (zabib) dan buah tiin dan tebu.
3. Garam (al-milhu). Fungsi dari garam ini pada
dasarnya untuk membaguskan (li al-ishlaahi). Dari
peran membaguskan ini, maka ditarik persamaan
hukum untuk bahan-bahan yang berperan sebagai
obat-obatan (tadâwa), seperti za’farân dan jahe-jahean.
11. Dampak Riba Terhadap Ekonomi
Menurut syafi’I Antonio menurutnya dampak negatif dari riba
dalam ekonomi adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh
bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena
salah satu elemen dari penetuan harga adalah suku bunga.
Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan
ditetapkan pada suatu barang.
Agustianto (2010), dalam Riba dan Meta Ekonomi Islam,dampak
riba dari segi ekonomi adalah:
1. Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi
di mana-mana sepanjang sejarah Sepanjang sejarah, sejak tahun
1930 sampai saat ini akibat dari fluktuasi tingkat suku bunga,
telah membuka peluang kepada para spekulan untuk melakukan
spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak
negara.
2. Dibawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan
ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant,
sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
12. 3. Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi
dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga,
maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun,
produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan
meningkatkan angka pengangguran.
4. Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan
secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan
oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan
manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam, Inflasi akan
menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi
cateris paribus.
5. Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-
negara berkembang kepada jebakan hutang (debt trap) yang
dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan,
apalagi bersama pokoknya.