Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan menjaga keamanan personil, produk dan lingkungan, serta menghindari kontaminasi silang melalui prosedur yang ketat.
Dokumen tersebut membahas farmakokinetika klinik dari carbamazepine, obat antiepilepsi. Secara ringkas:
1) Carbamazepine terutama dihilangkan melalui metabolisme hati dan menginduksi metabolisme dirinya sendiri.
2) Kisaran konsentrasi serum terapeutik adalah 4-12 μg/mL, dengan efek samping mungkin terjadi di atas 8 μg/mL.
3) Pemantauan pasien perlu dilakukan untuk mendeteksi efe
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan menjaga keamanan personil, produk dan lingkungan, serta menghindari kontaminasi silang melalui prosedur yang ketat.
Dokumen tersebut membahas farmakokinetika klinik dari carbamazepine, obat antiepilepsi. Secara ringkas:
1) Carbamazepine terutama dihilangkan melalui metabolisme hati dan menginduksi metabolisme dirinya sendiri.
2) Kisaran konsentrasi serum terapeutik adalah 4-12 μg/mL, dengan efek samping mungkin terjadi di atas 8 μg/mL.
3) Pemantauan pasien perlu dilakukan untuk mendeteksi efe
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Ny Rusni dirawat di rumah sakit karena DM, hipertensi, dislipidemia, dan asidosis metabolik. Terapi yang dianjurkan adalah insulin, ACE inhibitor, statin, dan natrium bikarbonat untuk mengendalikan kondisinya.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan terapi obat yang meliputi identifikasi masalah penggunaan obat pasien, evaluasi efektivitas dan keamanan terapi obat, serta rekomendasi perubahan terapi jika diperlukan untuk mencapai hasil terapi yang optimal.
Dokumen tersebut membahas tentang validasi metode analisis, termasuk pengertian, tujuan, dan parameter-parameter validasi seperti akurasi, presisi, selektivitas, linearitas, batas deteksi dan kuantitasi, ketangguhan metode, dan kekuatan metode. Validasi metode analisis bertujuan untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya.
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling yang dilakukan oleh apoteker, termasuk tujuan, sasaran, jenis informasi yang diberikan kepada berbagai pihak, dan dasar hukum yang mengatur PIO dan konseling di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas pengembangan obat herbal, mulai dari definisi obat herbal menurut WHO, penggunaan obat herbal di berbagai negara, tahapan pengembangan obat herbal meliputi seleksi, uji preklinik, standarisasi, uji klinik, serta contoh beberapa obat herbal.
Dokumen tersebut membahas tentang penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Metode yang digunakan adalah metode lempeng silinder dan turbidimetri untuk menentukan kadar hambatan minimum (KHM) antibiotik terhadap mikroba patogen. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi mulai dari persiapan bahan sampai perhitungan hasil.
1. Hipnotik dan sedatif adalah golongan obat penenang sistem saraf pusat yang efeknya bergantung pada dosis, dari ringan hingga berat seperti koma dan kematian.
2. Obat-obatan hipnotik sedative mampu mendepresi sistem saraf pusat dan diklasifikasikan menjadi benzodiazepin, barbiturat, dan non-barbiturat non-benzodiazepin seperti propofol.
3. Mekanisme kerja obat-
Vitamin K injection ampoules were proposed for a practicum on sterile preparations. The proposal discussed the active ingredient vitamin K, which is used to prevent or treat bleeding caused by vitamin K deficiency. Vitamin K is a crucial cofactor in liver enzyme reactions that activate blood clotting precursor factors. The document provided details on the preformulation data, pharmaceutical technology, and sterilization method for the vitamin K injection ampoules. Key requirements for parenteral solutions like freedom from microbes and pyrogens were also reviewed.
Pengelolaan perbekalan farmasi,narkotika dan pengelolaan serta penanganan lasaAchmad Fauzi Al' Amrie
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit, termasuk perencanaan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pelayanan, pemusnahan, pelaporan, dan evaluasi perbekalan. Dokumen ini juga membahas tentang pengelolaan narkotika, psikotropika, dan obat-obat yang mirip secara penglihatan atau pengucapan (LASA), serta cara menangani kesalahan akibat LASA.
Materi pertemuan ke-2 Mata Kuliah TFS Steril. Menjelaskan tentang macam-macam sediaan steril. Semoga materi ini bermanfaat.
S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
Materi ini berisi tentang pengaruh kondisi dan keadaan penyakit pasien yakni kondisi pediatrik (bayi), geriatrik (lansia) dan penderita obesitas terhadap parameter farmakokinetik dan penyesuaian dosis
Teks tersebut memberikan penjelasan mengenai Drug Related Problems (DRP) yang meliputi:
1) Pengertian DRP sebagai kejadian tidak diinginkan terkait terapi obat yang berpengaruh pada hasil pengobatan pasien.
2) Jenis-jenis DRP seperti terapi obat yang tidak perlu, reaksi obat merugikan, salah obat, dosis terlalu rendah/tinggi, dan masalah kepatuhan.
3) Klasifikasi DRP menurut PCNE dan komp
PENGGUNAAN OBAT TIDAK RASIONAL:
1. Ada atau kecil kemungkinan untuk memberi manfaat
2. Kemungkinan efek samping lebih besar dari manfaat
3. Biaya tidak seimbang dari manfaat
Ny Rusni dirawat di rumah sakit karena DM, hipertensi, dislipidemia, dan asidosis metabolik. Terapi yang dianjurkan adalah insulin, ACE inhibitor, statin, dan natrium bikarbonat untuk mengendalikan kondisinya.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan terapi obat yang meliputi identifikasi masalah penggunaan obat pasien, evaluasi efektivitas dan keamanan terapi obat, serta rekomendasi perubahan terapi jika diperlukan untuk mencapai hasil terapi yang optimal.
Dokumen tersebut membahas tentang validasi metode analisis, termasuk pengertian, tujuan, dan parameter-parameter validasi seperti akurasi, presisi, selektivitas, linearitas, batas deteksi dan kuantitasi, ketangguhan metode, dan kekuatan metode. Validasi metode analisis bertujuan untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya.
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling yang dilakukan oleh apoteker, termasuk tujuan, sasaran, jenis informasi yang diberikan kepada berbagai pihak, dan dasar hukum yang mengatur PIO dan konseling di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas pengembangan obat herbal, mulai dari definisi obat herbal menurut WHO, penggunaan obat herbal di berbagai negara, tahapan pengembangan obat herbal meliputi seleksi, uji preklinik, standarisasi, uji klinik, serta contoh beberapa obat herbal.
Dokumen tersebut membahas tentang penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Metode yang digunakan adalah metode lempeng silinder dan turbidimetri untuk menentukan kadar hambatan minimum (KHM) antibiotik terhadap mikroba patogen. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi mulai dari persiapan bahan sampai perhitungan hasil.
1. Hipnotik dan sedatif adalah golongan obat penenang sistem saraf pusat yang efeknya bergantung pada dosis, dari ringan hingga berat seperti koma dan kematian.
2. Obat-obatan hipnotik sedative mampu mendepresi sistem saraf pusat dan diklasifikasikan menjadi benzodiazepin, barbiturat, dan non-barbiturat non-benzodiazepin seperti propofol.
3. Mekanisme kerja obat-
Vitamin K injection ampoules were proposed for a practicum on sterile preparations. The proposal discussed the active ingredient vitamin K, which is used to prevent or treat bleeding caused by vitamin K deficiency. Vitamin K is a crucial cofactor in liver enzyme reactions that activate blood clotting precursor factors. The document provided details on the preformulation data, pharmaceutical technology, and sterilization method for the vitamin K injection ampoules. Key requirements for parenteral solutions like freedom from microbes and pyrogens were also reviewed.
Pengelolaan perbekalan farmasi,narkotika dan pengelolaan serta penanganan lasaAchmad Fauzi Al' Amrie
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit, termasuk perencanaan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pelayanan, pemusnahan, pelaporan, dan evaluasi perbekalan. Dokumen ini juga membahas tentang pengelolaan narkotika, psikotropika, dan obat-obat yang mirip secara penglihatan atau pengucapan (LASA), serta cara menangani kesalahan akibat LASA.
Materi pertemuan ke-2 Mata Kuliah TFS Steril. Menjelaskan tentang macam-macam sediaan steril. Semoga materi ini bermanfaat.
S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
Materi ini berisi tentang pengaruh kondisi dan keadaan penyakit pasien yakni kondisi pediatrik (bayi), geriatrik (lansia) dan penderita obesitas terhadap parameter farmakokinetik dan penyesuaian dosis
Teks tersebut memberikan penjelasan mengenai Drug Related Problems (DRP) yang meliputi:
1) Pengertian DRP sebagai kejadian tidak diinginkan terkait terapi obat yang berpengaruh pada hasil pengobatan pasien.
2) Jenis-jenis DRP seperti terapi obat yang tidak perlu, reaksi obat merugikan, salah obat, dosis terlalu rendah/tinggi, dan masalah kepatuhan.
3) Klasifikasi DRP menurut PCNE dan komp
PENGGUNAAN OBAT TIDAK RASIONAL:
1. Ada atau kecil kemungkinan untuk memberi manfaat
2. Kemungkinan efek samping lebih besar dari manfaat
3. Biaya tidak seimbang dari manfaat
Pemantauan Terapi Obat di Puskesmas bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko efek samping obat dengan melakukan identifikasi masalah penggunaan obat, memberikan rekomendasi, dan memantau pencapaian tujuan terapi."
Pemantauan Terapi Obat di Puskesmas bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko efek samping obat dengan mengidentifikasi masalah penggunaan obat pasien dan memberikan rekomendasi."
Pemakaian obat secara rasional melibatkan berbagai faktor, termasuk diagnosis yang tepat, pemilihan obat yang sesuai indikasi, dosis dan cara pemberian yang benar, serta evaluasi berkelanjutan terhadap respons pasien. Ketidakrasionalan dalam pengobatan dapat berdampak buruk pada mutu pelayanan, biaya pengobatan, dan timbulnya efek samping seperti resistensi antibiotik.
Dokumen tersebut membahas tentang Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang meliputi kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien dengan melakukan pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, dan reaksi obat. Dokumen tersebut juga menjelaskan proses asesmen PTO yang meliputi pengumpulan data subjektif dan objektif, penilaian masalah terkait obat, serta
1. Kode Domain Primer Domain Sekunder
Masalah
P1 Efektivitas pengobatan
Terdapat masalah yang berpotensi
mengurangi efek farmakoterapi
P1.1 Tidak ada efek dari terapi obat
P1.2 Efek terapi obat tidak optimal
P1.3 Gejala atau indikasi yang tidak diobati
P2 Keamanan pengobatan
Pasien mengalami, atau dapat
mengalami efek obat yang
merugikan
P2.1 Kejadian obat yang merugikan (mungkin) terjadi
P3 Lainnya P3.1 Masalah pengobatan yang berkaitan dengan efektivitas biaya
P3.2 Pengobatan yang tidak diperlukan
P3.3 Masalah terkait obat yang tidak jelas, sehingga memerlukan klarifikasi lebih
lanjut (harap gunakan hanya sebagai alternatif)
Penyebab C1 Pemilihan obat
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena pemilihan obat
C1.1 Obat tidak sesuai dengan pedoman/formularium
C1.2 Obat sesuai pedoman, namun terdapat kontraindikasi
C1.3 Tidak ada indikasi untuk obat
C1.4 Kombinasi tidak tepat misalnya obat-obat, obat-herbal, atau obat-suplemen
C1.5 Duplikasi dari kelompok terapeutik atau bahan aktif yang tidak tepat
C1.6 Pengobatan tidak diberikan atau tidak lengkap walaupun terdapat indikasi
C1.7 Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk satu indikasi
C2 Bentuk obat
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena pemilihan bentuk sediaan
obat
C2.1 Bentuk sediaan obat yang tidak sesuai dengan pasien
C3 Pemilian dosis
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena pemilihan dosis obat
C3.1 Dosis obat terlalu rendah
C3.2 Dosis obat terlalu tinggi
C3.3 Regimen dosis kurang
C3.4 Regimen dosis terlalu sering
C3.5 Instruksi waktu pemberian dosis salah, tidak jelas atau tidak ada
C4 Durasi pengobatan
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena durasi pengobatan
C4.1 Durasi pengobatan terlalu singkat
C4.2 Durasi pengobatan terlalu lama
2. C5 Penyiapan obat
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena proses ketersediaan obat yang
diresepkan dan proses penyiapannya
C5.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia
C5.2 Informasi yang diperlukan tidak tersedia
C5.3 Salah obat, kekuatan sediaan atau regimen dosis yang disarankan (khusus
OTC/obat bebas)
C5.4 Salah penyiapan obat atau kekuatan dosis
C6 Proses penggunaan obat
Masalah Terkait Obat (MTO) terjadi
karena penggunaan obat pasien
terlepas dari instruksi yang tepat
(pada label) oleh tenaga medis atau
perawat
C6.1 Waktu pemberian obat atau interval dosis tidak tepat
C6.2 Obat yang diberikan kurang
C6.3 Obat yang diberikan berlebih
C6.4 Obat tidak diberikan sama sekali
C6.5 Obat yang diberikan salah
C6.6 Obat diberikan melalui rute yang salah
C7 Terkait pasien
Masalah Terkait Obat (MTO)
terjadi karena pasien dan
perilakunya (sengaja atau tidak
sengaja)
C7.1 Pasien menggunakan obat lebih sedikit dari yang diresepkan atau tidak
menggunakan obat sama sekali
C7.2 Pasien menggunakan obat lebih banyak dari yang diresepkan
C7.3 Pasien menyalahgunakan obat (tidak sesuai anjuran)
C7.4 Pasien menggunakan obat yang tidak perlu
C7.5 Pasien mengonsumsi makanan yang menyebabkan interaksi obat
C7.6 Pasien menyimpan obat secara tidak tepat
C7.7 Waktu atau interval pemberian dosis yang tidak tepat
C7.8 Pasien menggunakan obat dengan cara yang salah
C7.9 Pasien tidak dapat menggunakan obat / bentuk sediaan sesuai petunjuk
C7.10 Pasien tidak dapat memahami instruksi dengan benar
C8 Terkait transfer pasien
Masalah Terkait Obat (MTO)
terkait dengan perpindahan pasien
antara perawatan primer, sekunder,
dan tersier, atau dalam satu ruang
perawatan
C8.1 Tidak ada rekonsiliasi obat saat pasien dipindahkan
C8.2 Tidak ada daftar obat terbaru yang tersedia.
C8.3 Informasi tentang obat-obatan pada saat pemulangan/transfer tidak
lengkap atau hilang
C8.4 Informasi klinis tentang pasien tidak memadai
C8.5 Pasien belum menerima obat yang diperlukan saat pemulangan
C9 Lainnya C9.1 Tidak terdapat hasil pemantauan terapi obat yang sesuai (termasuk
TDM/Therapeutic Drug Monitoring)
C9.2 Penyebab lain; sebutkan.......
C9.3 Tidak ada penyebab yang jelas
3. Rencana
Intervensi
I0 Tidak ada intervensi I0.1 Tanpa Intervensi
I1 Pada tingkat dokter penulis resep I1.1 Dokter penulis resep hanya diinformasikan
I1.2 Dokter penulis resep meminta informasi
I1.3 Intervensi diusulkan kepada dokter penulis resep
I1.4 Intervensi dibahas dengan dokter penulis resep
I2 Pada tingkat pasien I2.1 Konseling kepada pasien terkait obat
I2.2 Tersedia informasi tertulis
I2.3 Pasien disarankan kembali ke dokter
I2.4 Menyampaikan kepada anggota keluarga / pengasuh
I3 Pada tingkat obat I3.1 Obat diubah menjadi ... I3.2 Dosis diubah menjadi ...
I3.3 Formulasi diubah menjadi ...
I3.4 Petunjuk penggunaan diubah menjadi…
I3.5 Obat ditunda atau dihentikan
I3.6 Obat dimulai
I4 Lainnya I4.1 Intervensi lainnya (sebutkan)
I4.2 Efek samping dilaporkan ke pihak berwenang
Penerimaan
Intervensi
A1 Intervensi diterima A1.1 Intervensi diterima dan diimplementasikan sepenuhnya
A1.2 Intervensi diterima namun hanya diimplementasikan sebagian
A1.3 Intervensi diterima namun tidak diimplementasikan
A1.4 Intervensi diterima namun implementasi tidak diketahui
A2 Intervensi tidak diterima A2.1 Intervensi tidak diterima karena tidak dapat dilakukan
A2.2 Intervensi tidak diterima karena tidak disetujui
A2.3 Intervensi tidak diterima karena alasan lain (sebutkan)
A2.4 Intervensi tidak diterima karena alasan tidak diketahui
A3 Lainnya A3.1 Intervensi diusulkan namun penerimaan tidak diketahui
A3.2 Intervensi tidak diusulkan
Status
MTO
O0 Tidak diketahui O0.1 Status masalah tidak diketahui
O1 Terselesaikan O1.1 Masalah terselesaikan sepenuhnya
O2 Sebagian diselesaikan O2.1 Masalah diselesaikan sebagian
4. O3 Tidak terselesaikan
O3.1 Masalah tidak terselesaikan karena kurangnya kerjasama dengan pasien
O3.2 Masalah tidak terselesaikan karena kurangnya kerja sama dengan penulis
resep
O3.3 Masalah tidak terselesaikan karena intervensi tidak efektif
O3.4 Tidak perlu atau tidak memungkinkan untuk menyelesaikan masalah
Tabel Jenis – Jenis DRPs dan Penyebab Yang Mungkin Terjadi (Cipolle, et al., 2004).
DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs
Butuh terapi obat tambahan a) Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang baru.
b) Pasien dengan kondisi kronik membutuhkan lanjutan terapi obat.
c) Pasien dengan kondisi kesehatan membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek
sinergis atau potensiasi.
d) Pasien dengan risiko pengembangan kondisi kesehatan baru dapat dicegah dengan penggunaan
obat profilaksis.
Terapi obat yang tidak perlu a) Pasien mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi.
b) Pasien mengalami toksisitas karena obat atau hasil pengobatan.
c) Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.
d) Pasien dengan kondisi pengobatan yang lebih baik diobati tanpa terapi obat.
e) Pasien diberikan multiple drugs untuk kondisi di mana hanya single drugs therapy dapat digunakan.
f) Pasien diberikan terapi obat untuk penyembuhan untuk menghindari reaksi merugikan dari pengobatan
lainnya.
Obat tidak tepat a) Pasien di mana obatnya tidak efektif.
b) Pasien alergi.
c) Pasien dengan faktor risiko pada kontraindikasi penggunaan obat.
d) Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain yang lebih murah.
e) Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.
f) Pasien mengalami infeksi resisten terhadap obat yang diberikan.
5. Dosis terlalu rendah a) Pasien sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan.
b) Dosis yang digunakan terlalu rendah.
c) Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range terapeutik yang diharapkan.
d) Waktu pemberian antibiotik profilaksis (praoperasi) terlalu cepat diberikan.
e) Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
f) Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan cukup untuk pasien.
g) Pemberian obat terlalu cepat.
Reaksi obat merugikan a) Obat yang digunakan merupakan risiko yang berbahaya bagi pasien.
b) Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien.
c) Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.
d) Efek obat diubah oleh inhibitor enzyme atau induktor obat lain.
e) Efek obat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain.
f) Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain.
Dosis obat terlalu tinggi a) Dosis terlalu tinggi.
b) Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapi obat yang diharapkan.
c) Dosis obat meningkat terlalu cepat.
d) Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat.
e) Dosis dan interval tidak tepat.
Ketidakpatuhan Pasien a) Pasien tidak menerima aturan penggunaan obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, penggunaan).
Pasien tidak menuruti (tidak patuh) terhadap pengobatan yang diberikan.
b) Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal.
c) Pasien tidak menggunakan beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti.
d) Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah
sehat.