SlideShare a Scribd company logo
BAB II PERIHAL GUGATAN
Posted Juni 4, 2010 by tiarramon in BAHAN KULIAH, Hukum Acara Perdata. 1 Komentar

BAB II
PERIHAL GUGATAN
A. Pendahuluan
Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh diselesaikan
dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak
yg merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh
penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap
pihak dirasa merugikan.
Perkara perdata ada 2 yaitu :
1. Perkara contentiosa (gugatan) yaitu perkara yang di dalamnya terdapat sengketa 2 pihak atau
lebih yang sering disebut dengan istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus
diselesaikan dan harus diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah memang atau damai
tergantung pada proses hukumnya. Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll.
2. Perkara voluntaria yaitu yang didalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya
semata-mata untuk kepentingan pemohon dan bersifat sepihak (ex-parte). Disebut juga gugatan
permohonan. Contoh meminta penetapan bagian masing-masing warisan, mengubah nama,
pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dll.
Menurut Yahya Harahap gugatan permohonan (voluntair) adalah permasalahan perdata yang
diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan
kepada ketua pengadilan.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only) :
 Benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahan
perdata yang memerlukan kepastian hokum, isalnya permintaan izin dari pengadilan untuk
melakukan tindakan tertentu.
 Apa yang dipermasalahkan pemohon tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan lain.
2. Permasalahan yang dimohon penyelesaian kepada pengadilan negeri, pada prinsipnya tanpa
sengketa dengan pihak lain (withaout disputes of defferences with another party).Berdasarkan
ukuran ini tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau
pemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga.
3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex parte.
Benar-benar murni dan mutlak satu pihak atau bersifat ex parte. Permohonan untuk kepentingan
sepihak (on behalf of one party) atau yang terlibat dalam permasalahan hokum(involving onle one
party to a legal matter) yang diajukan dalam kasus itu, hanya satu pihak.
Perbedaan antara contentiosa dan voluntaria dapat ditinjau dari :
1. Pihak yang berpekara :
 Contentiosa, pihak yang berperkara adalah penggugat dan tergugat. Ada juga isitlah turut
tergugat (tergugat II,II, IV , dst). Pihak ini tidak menguasai objek sengketa atau mempunyai
kewajiban melaksanakan sesuatu. Namun hanya sebagai syarat lengkapnya pihak dalam
berperkara. Mereka dalam petitum hanya sekedar dimohon agar tunduk dan taat dan taat
terhadap putusan pengadilan (MA tgl 6-8-1973 Nomor 663 K/Sip/1971 tanggal 1-8-1973 Nomor
1038 K/Sip/1972). Sedangkan turut penggugat tidak dikenal dalam HIR maupun praktek.
 Voluntaria, pihak yang berpekara adalah pemohon.
Istilah pihak pemohon dalam perakra voluntaria diatas, ini tentunya tidak relevan dengan jika
dikaitkan dengan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama sebab dalam UU tersebut dikenal
adanya permohonan dan gugatan perceraian. Permohonan perceraian dilakukan oleh suami kepada
istrinya sehingga pihak-pihaknya disebut pemohon dan termohon berarti ada sengketa atau konflik .
istilah pihak-pihak yang diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 adalah tentunya suatu pengecualiaan
istilah yang dipakai dalam perkara voluntaria.
2. Aktifitas hakim dalam memeriksa perkara :
 Contentiosa, terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak
 Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas hakim bercorak
administratif.
3. Kebebasan hakim
 Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan undangundang
 Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya.
4. Kekuatan mengikat putusan hakim
 Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah
didengar sebagai saksi.
 Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak.
5. Hasil akhir perkara :
 Hasil suatu gugatan (Contentiosa) adalah berupa putusan (vonis)
 Hasil suatu permohonan (voluntaria) adalah penetapan (beschikking).
B. Pengertian Gugatan
1. Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2, gugatan adalah tuntutan hak yang
mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
2. Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim
sendiri(eigenrichting).
3. Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa
menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan
tersebut.
C. Ciri-Ciri Gugatan
1. Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan mengandung sengketa
2. Sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak
3. Bersifat partai (party) dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai
penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.
D. Bentuk Gugatan
Gugatan diajukan dapat berbentuk :
1. Tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg
2. Lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg
Tentang gugatan lisan “bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat
dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan”.(Pasal 120
HIR).
Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4-12-1975
Nomor 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara
lisan
Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan :
1. Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan gambaran
tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547
K/Sip/1972)
2. Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
3. Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151
/Sip/1975 dll
4. Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran
tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971)
Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijk verklaard)
Ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan
gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak
advokat/pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulisa baca.
Dalam hukum acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.
 Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwaperistiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini
bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat
mengajukan kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.
 Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwaperistiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan melakukan penolakan
bermaksud menolah setelah mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak
ada kesempatan mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak
memenuhi syarat materil (pembuktian)
E. Syarat dan Isi Gugatan
Syarat gugatan :
1. Gugatan dalam bentuk tertulis.
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi)
Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
1. Identitas para pihak
2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan
hukum
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan
Identitas para pihak adalah keterangan yang lengkap dari pihak-pihak yang berpekara yaitu nama,
tempat tinggal, dan pekerjaan. Kalau mungkin juga agama, umur, dan status kawin.
Fundamentum petendi (posita) adalah dasar dari gugatan yang memuat tentang adanya hubungan
hukum antara pihak-pihak yang berpekara (penggugat dan tergugat) yang terdiri dari 2 bagian yaitu :
1) uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa (eittelijke gronden) adalah merupakan
penjelasan duduk perkaranya, 2) uraian tentang hukumnya (rechtsgronden) adalah uraian tentang
adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan
Petitum adalah yang dimohon atau dituntut supaya diputuskan pengadilan. Jadi, petitum ini akan
mendapat jawabannya dalam diktum atau amar putusan pengadilan. Karena itu, penggugat harus
merumuskan petitum tersebut dengan jelas dan tegas, kalau tidak bisa menyebabkan gugatan tidak
dapat diterima.
Dalam praktek ada 2 petitum yaitu :
1. Tuntutan pokok (primair) yaitu tuntutan utama yang diminta
2. Tuntutan tambahan/pelengkap (subsidair) yaitu berupa tuntutan agar tergugat membayar
ongkos perkara, tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uit vierbaar
bij vorraad), tuntutan agar tergugat dihukum membayar uang paksa (dwangsom), tuntutan akan
nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam hal gugatan perceraian, dsb.
F. Teori Pembuatan Gugatan
Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu :
1. Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus
menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa
hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan
tidak cukup hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus
menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb. Teori
sudah ditinggalkan
2. Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan bahwa dalam dalam gugatan cukup
disebutkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan
hhukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang
mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut. Bagi penggugat
yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup disebutkan bahwa ia
adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah adanya hak milik atas benda itu padanya
tidak perlu dimasukan dalam gugatan karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan
dengan disertai bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg,
dimana orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli hukum
dan hakim bersifat aktif.
G. Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan dapat terjadi:
1. Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan
jawaban.
2. Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan
jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat.
Jika gugatan dicabut sebelum tergugat memberikan jawaban maka penggugat masih boleh
mengajukan gugatannya kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak boleh
lagi mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan haknya.
H. Perubahan Gugatan
Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat :
1. Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971
Nomor 209 K/Sip/1970.
2. Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Contoh ad. 1. Penggugat semula menuntut agar tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang
atas dasar “perjanjian hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian penitipan uang
penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak diperkenankan.
Contoh ad. 2. Dalam gugatan semula A menutut B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000.
Kemudian A mengubah tuntutannya agar B membyara hutangnya sebesar 1.000.000 ditambah
Bungan 10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak dibenarkan.
Tentang perubahan atau penambahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam
yurisprudensi MA dijelaskan bahwa perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak
merubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan kepentingannya (MA
tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal 29-11976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak diperkenankan kalau pemeriksaan hamper selesai.
Semua dali pihak-pihak sudah saling mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada
majelis hakim (MA tanggal 28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970).
Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
1. Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
2. Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika tidak di setujui
perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
a) Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama tergugat.
b) Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya perkara.
c) Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
I. Penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan
Penggabungan / kumulasi gugatan ada 2 yaitu :
1. Kumulasi subjektif yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127 HIR/151 RBg) adalah
penggugat atau beberapa penggugat melawan (menggugat) beberapa orang tergugat, misalnya
Kreditur A mengajukan gugatan terhadap beberapa orang debitur (B, C, D) yang berhuntang
secara tanggung renteng (bersama). Atau beberapa penggugat menggugat seorang tergugat
karena perbuatan melawan hukum(onrechtmatige daad). Syarat untuk kumulasi subjektif
adalah bahwan tuntutan tersebut harus ada hubungan hokum yang erat satu tergugat dengan
tergugat lainnya (koneksitas). Kalau tidak ada hubunganya harus digugat secara tersendiri.
2. Kumulasi objektif yaitu penggabungan beberapa tuntutan dalam satu perkara sekaligus
(penggabungan objek tuntutan), misalnya A menggugat B selain minta dibayar hutang yang
belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam.
Penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
1. Hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa satu tuntutan yang diajukan secara
bersama-sama dalam gugatan.
2. Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa
menurut acara biasa.
3. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan
tentangeigendom dalam satu gugatan.
Tujuan penggabungan gugatan :
1. Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau berlawanan/bertentangan.
2. Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan.
J. Kompetensi atau Kewenangan Mengadili
Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan peradilan.
Kompetensi ada 2 yaitu :
1. Kompetensi mutlak/absolut yaitu dilihat dari beban tugas masing-masing badan peradilan. Di
Indonesia ada beberapa badan peradilan, misalnya peradilan umum (pengadilan negeri),
peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, peradilan niaga (kepailitan,
Hak Kekayaan Intelektual), pengadilan hubungan industrial (perburuhan), peradilan HAM di
Indonesia. Jika ada suatu sengketa dibidang tanah, maka yang berwenang (kompetensi asbulut)
adalah pengadilan negeri. Atau sengketa warisan bagi orang islam maka yang berwenang
(kompetensi absolut) adalah pengadilan agama.
2. Kompetensi relatif/nisbi yaitu dari wilayah hukum masing-masing peradilan. Wilayah hukum
peradilan biasanya berdasarkan pada wilayah dimana tempat tinggal tergugat, misalnya
sengketa warisan orang islam tergugatnya berada di Tembilahan (Inhil) maka komptensi
relatifnya adalah pengadilan agama Tembilahan. Lain hal jika alamat tergugat berada di
kabupaten Rengat, maka kompetensi relatifnya adalah pengadilan agama Rengat. Dalam
perkara cerai talak, komptensi relatifnya berdasarkan dimana alamat termohon. Tentang
kompetensi relative, hal ini disebutkan dalam Pasal 118 HIR/142 RBg kompetensi relatif adalah
pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat (asas Actor Sequitor Forum Rei).
Pasal 118 HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu :
1. Diajukan di tempat kediaman tergugat yang terakhir yang sebenarnya apabila tidak diketahui
tempat tinggalnya.
2. Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal salah satunya sesuai pilihan
penggugat.
3. Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin diajukan di tempat tinggal yang
berhutang, apabila tempat tinggal tergugat (berhutang) dan tempat turut tergugat (penjamin)
berbeda maka diajukan dimana tempat tinggal tergugat.
4. Jika tidak dikenal tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan kepada ketua pengadilan
negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat.
5. Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu berada.
6. Jika ditentukan dalam perjanjian (akta) ada tempat tinggal yang dipilih (domisili hukum) mka
gugatan diajukan di tempat tinggal yang dipilih tersebut (pilihan domisili hukum), namun jika
penggugat mau memilih berdasarkan tempat tinggal tergugat, maka gugatan juga dapat
diajukan di tempat tinggal tergugat.
K. Para Pihak Dalam Berperkara
Ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat. Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan
dan dapat juga diwakilkan baik melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa insidentil
(hubungan keluarga).
Untuk ini dapat dibedakan atas :
1. Pihak materil : pihak yang mempunyai kepentingan langsung yaitu penggugat dan tergugat.
Sering juga disebut dengan penggugat in person dan tergugat in person.
2. Pihak formil : mereka yang beracara di pengadilan, yaitu penggugat, tergugat dan kuasa hukum.
3. Turut tergugat : pihak yang tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan
hakim.
Contoh perkara sengketa tanah antara A (penggugat) dengan B (Tergugat), dimana B mengusai tanah
milik A dan tanah tersebut disertifikat, dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut
disertifikatkan oleh C (BPN), maka A dan B disebutkan oleh C (BPN), maka A dan B disebut pihak
formil/materil dan C adalah turut tergugat.
L. Perwakilan dalam Perkara Perdata
Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan
syarat dengan surat kuasa. Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum itu
diberikan kepada advokat.
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat
kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau
beracara di pengadilan.
M. Surat Kuasa
Surat kuasa adalah suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang
pada orang lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Menurut Pasal 1792
KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan.
Macam-macam surat kuasa :
1. Surat kuasa umum yaitu surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk
hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik
berat pengurusan. Surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk
mewakili pemberi kuasa.
2. Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku
untuk hal-hal tertentu saja atau lebih (1795 KUHPerdata). Dengan surat kuasa khusus penerima
kuasa dapat mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 123 HIR.
Dengan demikian dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
Isi Surat Kuasa Khusus :
1. Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat
tinggal.
2. Apa yang menjadi pokok perkara, misalnya perkara perdata jual beli sebidang tanah ditempat
tertentu melawan pihak tertentu dengan nomor perkara, pengadilan tertentu.
3. Batasan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang kekhususan isi kuasa. Diluar kekhususan
yang diberikan penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan melakukan tindakan hukum,
termasuk kewengan sampai ke banding dan kasasi.
4. Hak subsitusi/pengganti. Ini penting manakala penerima kuasa berhalangan sehingga ia
berwenang menggantikan kepada penerima kuasa lainnya, sehingga sidang tidak tertunda dan
tetap lancar.
Contoh kuasa khusus :
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: FIRDAUS Bin DAUS
TTL / Umur
: Makasar, 26 Juni 1975 / 29 tahun
Pekerjaan
: Tani
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan
: WNI
Alamat
: Jalan Pelita jaya No. 20 Tembilahan Inhil Riau
Dengan ini menerangkan memberikan kuasa pekara No.… (tulis nomor perkara jika perkara sudah
masuk dipersidangan) kepada :
Nama
: ABDUL HADI HASIBUAN, SH
Pekerjaan
: Pengacara / Advokat
Berkantor jalan Subrantas No. 09 Tembilahan.
KHUSUS
Untuk dan atas nama pemberi mewakili sebagai Penggugat, mengajukan gugatan …….terhadap H.
SINAGA Bin H. LUBIS di Pengadilan Negeri Tembilahan.
Untuk itu yang diberi kuasa dikuasakan untuk menghadap dan menghadiri semua persidangan
Pengadilan Negeri Temvbilahan, menghadapi instansi-instansi, jawabatan-jawatan, hakim, pejabatpejabat, pembesar-pembesar, menerima, mengajukan kesimpulan-kesimpulan, meminta siataan,
mengajukan dan menolak-saksi-saksi, menerima atau menolak keterangan saksi-saksi, meminta atau
memberikan segala keterangan yang diperlukan, dapat mengadakan perdamaian dengan syaratsyarat yang dianggap baik oleh yang diberi kuasa, menerima uang pembayaran dan memberikan
kwitansin tanda penerimaan dan memberikan kwitansi tanda penerimaan uang, meminta penetapan,
putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), melakukan peneguran-peneguran, dapat mengambil segala
tindakan yang penting, perlu dan berguna sehubungan dengan menjalankan perkara serta dapat
mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh seorang kuasa/wakil
guna kepentingan tersbeut diatas, juga mengajukan permohonan banding atau kontra, kasasi atau
kontra.
Kuasa ini berikan dengan berhak mendapatkan honorarium (upah) dan retensi (hak menahan barang
milik orang lain) serta dengan hak substitusi (melimpahkan) kepada orang lain baik sebagian maupun
seluruhnya.
Tembilahan,
2010
Penerima Kuasa
Pemberi Kuasa
Materi 6000
ABDUL HADI HASIBUAN, SH
FIRDAUS BIN DAUS
Proses pemeriksaan perkara perdata (gugatan)
Posted Mei 15, 2013 by tiarramon in Hukum Acara Perdata. Tinggalkan Sebuah Komentar

Perkara perdata ada 2 yaitu perkara gugatan contohnya perkara gugatan sengketa tanah dan
perkara permohonan contohnya permohonan polygami. Dalam hal proses pemeriksaan
perkara gugatan timbul karena adanya gugatan yang diajukan oleh pihak ke pengadilan.
Adapun proses pemeriksaan perkara gugatan (dalam praktek) biasanya sebagai berikut :
1. Diawali karena adanya gugatan masuk ke pengadilan. Gugatan tersebut diproses dahulu di
bagian panitera perdata yaitu mulai dari membayar panjar biaya perkara, penetapan nomor
register perkara, disampaikan ke Ketua Pengadilan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis
Hakim, selanjutnya Majelis Hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan melalui
panitera agar pihak penggugat dan tergugat dipanggil sesuai dengan hari sidang yang telah
ditetapkan.
2. Pada persidangan pertama jika Penggugat atau wakilnya tidak pernah hadir setelah dipanggil
secara patut dan sah selama 3 kali berturut-turut maka majelis hakim akan memberikan
putusan gugatan gugur. Sebaliknya jika Tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara patut dan
sah selama 3 kali berturut-turut maka majelis hakim akan memberikan putusan Verstek.
Namun demikian jika Penggugat dan Tergugat hadir, maka majelis hakim akan menanyakan
dahulu apakah gugatannya ada perubahan, jika ada diberika kesempatan untuk merubah dan
dicata panitera pengganti. Jika tidak ada perubahan majelis Hakim akan melakukan mediasi
untuk berdamai paling lama 40 hari.
3. Jika selama 40 hari tersebut mediasi ataud amai tidak tercapai, maka persidangan selanjutnya
adalah pembacaan gugatan oleh Penggugat. Dalam prakteknya pembacaan gugatan selalu
tidak dilakukan yang terjadi adalah gugatan dianggap dibacakan sepanjang antara Penggugat
dan Tergugat sepakat. Hal ini untuk menghemat waktu. karena pada dasarnya gugatan
tersebut sudah dibaca oleh Tergugat ketika gugatan disampaikan pengadilan (juru sita) minimal
3 hari sebelum persidangan pertama dimulai.
4. Setelah pembacaan gugatan selesai atau dianggap dibacakan, Majelis Hakim menanyakan
kepada Tergugat apakah ada tanggapan baik lisan maupun tertulis. Apabila lisan majelis hakim
pada persidangan tersebut akan mencatat dan apabila tertulis biasanya diberi kesempatan 1
minggu untuk menanggapinya yang disebut dengan Jawaban Tergugat atas Gugatan
Penggugat. Dalam jawaban tergugat ini tergugat dapat melakukan bantahan, mengakui dan
tidak membantah dan tidak mengakui (referte) serta mengajukan eksepsi (formil dan materil)
dan rekonvensi (gugatan balik).
5. Pada persidangan selanjutnya adalah menyerahkan Jawaban Tergugat. Dalam prakteknya
jawaban tergugat tidak dibacakan tetapi diberi kesempatan kepada Penggugat secara tertulis
untuk menanggapi Jawaban Tergugat yang disebut dengan Replik Penggugat (Tanggapan
terhadap Jawaban Tergugat). Replik Penggugat isinya sebenarnya harus mempertahankan dalildalil isi gugatan adalah benar sedangkan dalil-dalil dalam jawaban tergugat adalah salah.
Replik juga bisa lisan tentunya jika lisan jawaban harus dibacakan agar Penggugat tahu yang
mana yang akan ditanggapinya.
6. Pada persidangan berikutnya adalah menyerahkan Replik Penggugat Dalam prakteknya Replik
Penggugat juga tidak dibacakan tetapi diberi kesempatan kepada Tergugat secara tertulis
untuk menanggapi Replik Penggugat yang disebut dengan Duplik Tergugat (Tanggapan
terhadap Replik Penggugat). Duplik Tergugat isinya sebenarnya harus mempertahankan dalildalil jawaban Tergugat adalah benar sedangkan dalil-dalil dalam Replik Penggugat adalah
salah. Duplik juga bisa lisan tentunya jika lisan Replik harus dibacakan agar Tergugat tahu yang
mana yang akan ditanggapinya.
7. Pada persidangan berikutnya, adalah menyerahkan Duplik Tergugat yaitu tanggapan terhadap
Replik Penggugat. Setelah Duplik, majelis hakim akan melanjutkannya penyerahan alat-alat
8.

9.

10.
11.

12.

bukti tertulis Penggugat. Kemudian Tergugat diminta juga menyerahkan alat-alat bukti tertulis
kepada majelis hakim.
Setelah penyerahan alat bukti tertulis selesai, jika penggugat merasa perlu menghadirkan saksisaksi untuk mendukung alat bukti tertulisnya, maka majelis hakim memberikan kesempatan
dan dilakukan pemeriksaan saksi untuk diminta keterangannya sesuai perkara. Setelah itu baru
diberi kesempatan juga pada Tergugat untuk menghadirkan saksi untuk dimintai
keterangannya.
Setelah pemeriksaan alat bukti selesai, dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat (PS) yaitu
Majelis Hakim akan datang ke lokasi objek sengketa (tanah) untuk melihat fakta apakah antara
isi gugatan dengan fakta dilapangan mempunyai kesesuaian.
Apabila pemeriksaan setempat selesai, dilanjutnya dengan kesimpulan oleh penggugat maupun
tergugat.
Terakhir adalah putusan hakim (vonis). Jika eksepsi diterima putusannya adalah gugatan tidak
dapat diterima (NO), jika gugatan dapat dibuktikan oleh penggugat putusan hakim adalah
mengabulkan baik seleuruh maupun sebagian serta jika gugatan tidak dapat dibuktikan oleh
Penggugat, putusan hakim adalah menolak gugatan. (CATATAN : SEBELUM VONIS HAKIM
DIJATUHKAN, PERDAMAIAN MASIH DAPAT DILAKUKAN, BAHKAN PERDAMAIAN TERSEBUT
HARUS SELALU DITAWARKAN HAKIM PADA SETIAP TAHAP PERSIDANGAN).
Terhadap putusan hakim, jika para pihak merasa keberatan dapat melakukan upaya hukum
Banding ke Pengadilan Tinggi. Pernyataan banding tersebut dapat dilakukan pada saat putusan
dijatuhkan atau pikir-pikir setelah 14 hari sejak putusan dijatuhkan.
About these ads

More Related Content

What's hot

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
زكي عليا إبن محمد
 
Pengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawinPengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawin
Deejay Satugus Susanto
 
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Idik Saeful Bahri
 
Surat kuasa termohon
Surat kuasa termohonSurat kuasa termohon
Surat kuasa termohonNasria Ika
 
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
Taufik Budi Permana
 
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
Idik Saeful Bahri
 
Pelaksanaan putusan
Pelaksanaan putusanPelaksanaan putusan
Pelaksanaan putusan
Daniel_Alfaruqi
 
Bab Tata Hukum Indonesia
Bab  Tata Hukum IndonesiaBab  Tata Hukum Indonesia
Bab Tata Hukum Indonesia
Fenti Anita Sari
 
kesimpulan penggugat
kesimpulan penggugatkesimpulan penggugat
kesimpulan penggugat
Nakano
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
Arman Solit
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Muhammad Rafi Kambara
 
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Idik Saeful Bahri
 
Contoh Surat Tuntutan
Contoh Surat TuntutanContoh Surat Tuntutan
Contoh Surat Tuntutan
Fenti Anita Sari
 
Komisi yudisial
Komisi yudisialKomisi yudisial
Komisi yudisial
enggalfauzia
 
Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)
Teuku Alaidinsyah
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Idik Saeful Bahri
 
Jawaban gugatan
Jawaban gugatanJawaban gugatan
Jawaban gugatan
ardi hansa
 

What's hot (20)

Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Pengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawinPengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawin
 
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
 
Surat kuasa termohon
Surat kuasa termohonSurat kuasa termohon
Surat kuasa termohon
 
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
Contoh duplik tergugat (peradilan semu)
 
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Asas-asas hukum acara perdata (Idik Saeful Bahri)
 
Pelaksanaan putusan
Pelaksanaan putusanPelaksanaan putusan
Pelaksanaan putusan
 
Bab Tata Hukum Indonesia
Bab  Tata Hukum IndonesiaBab  Tata Hukum Indonesia
Bab Tata Hukum Indonesia
 
kesimpulan penggugat
kesimpulan penggugatkesimpulan penggugat
kesimpulan penggugat
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
 
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
 
Mahkamah agung
Mahkamah agungMahkamah agung
Mahkamah agung
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Contoh Surat Tuntutan
Contoh Surat TuntutanContoh Surat Tuntutan
Contoh Surat Tuntutan
 
Komisi yudisial
Komisi yudisialKomisi yudisial
Komisi yudisial
 
Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
 
Jawaban gugatan
Jawaban gugatanJawaban gugatan
Jawaban gugatan
 

Viewers also liked

surat gugatan
surat gugatansurat gugatan
surat gugatan
Nakano
 
Surat kuasa pemohon
Surat kuasa pemohonSurat kuasa pemohon
Surat kuasa pemohon
Nasria Ika
 
surat wasiat
surat wasiatsurat wasiat
surat wasiat
Legal Akses
 
Perjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha BersamaPerjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha Bersama
Legal Akses
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian Kerja
Legal Akses
 
Draf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan PerusahaanDraf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan Perusahaan
Legal Akses
 
perjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumahperjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumah
Legal Akses
 
Adendum perjanjian
Adendum perjanjianAdendum perjanjian
Adendum perjanjian
Legal Akses
 

Viewers also liked (8)

surat gugatan
surat gugatansurat gugatan
surat gugatan
 
Surat kuasa pemohon
Surat kuasa pemohonSurat kuasa pemohon
Surat kuasa pemohon
 
surat wasiat
surat wasiatsurat wasiat
surat wasiat
 
Perjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha BersamaPerjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha Bersama
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian Kerja
 
Draf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan PerusahaanDraf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan Perusahaan
 
perjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumahperjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumah
 
Adendum perjanjian
Adendum perjanjianAdendum perjanjian
Adendum perjanjian
 

Similar to Bab ii perihal

Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
hikpknlgto
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
Andi Komara
 
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
MaulanaAminThahir1
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
MaulanaAminThahir1
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
asifsardari
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
MaulanaAminThahir1
 
Acaraperdata
AcaraperdataAcaraperdata
Acaraperdata
bigmanandysianipar
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
Andhika Pratama
 
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHIDokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
Fardalaw Labor
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
Fenti Anita Sari
 
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
arjunowidya
 
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
EMLI Indonesia
 
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptxhukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
AlfiyaWicaksono
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
PembayunAM
 
Gugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptxGugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptx
AsweriMarpaung1
 
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
Fenti Anita Sari
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdatasesukakita
 
praktik peradilan perdata
praktik peradilan perdatapraktik peradilan perdata
praktik peradilan perdata
anthonius karianga
 
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptPertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
nlpt3435
 
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxPERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
ArmanSyah89
 

Similar to Bab ii perihal (20)

Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
 
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
6 dan 7 (Gugatan dan Jawaban).pptx
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.pptPPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt
 
Acaraperdata
AcaraperdataAcaraperdata
Acaraperdata
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHIDokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
Dokumen Hukum Jawab Jinawab PHI
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
 
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
 
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptxhukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
hukum acara perdata pertemuan ke-6 dan tugas.pptx
 
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
2.2-GUGATAN-DAN-PERMOHONAN-Tindakan-Sebelum-Sidang-HAPER.pptx
 
Gugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptxGugatan Sederhana.pptx
Gugatan Sederhana.pptx
 
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
 
praktik peradilan perdata
praktik peradilan perdatapraktik peradilan perdata
praktik peradilan perdata
 
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptPertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
 
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxPERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
 

Bab ii perihal

  • 1. BAB II PERIHAL GUGATAN Posted Juni 4, 2010 by tiarramon in BAHAN KULIAH, Hukum Acara Perdata. 1 Komentar BAB II PERIHAL GUGATAN A. Pendahuluan Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh diselesaikan dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yg merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap pihak dirasa merugikan. Perkara perdata ada 2 yaitu : 1. Perkara contentiosa (gugatan) yaitu perkara yang di dalamnya terdapat sengketa 2 pihak atau lebih yang sering disebut dengan istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah memang atau damai tergantung pada proses hukumnya. Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll. 2. Perkara voluntaria yaitu yang didalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan pemohon dan bersifat sepihak (ex-parte). Disebut juga gugatan permohonan. Contoh meminta penetapan bagian masing-masing warisan, mengubah nama, pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dll. Menurut Yahya Harahap gugatan permohonan (voluntair) adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada ketua pengadilan. Ciri-cirinya sebagai berikut : 1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only) :  Benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahan perdata yang memerlukan kepastian hokum, isalnya permintaan izin dari pengadilan untuk melakukan tindakan tertentu.  Apa yang dipermasalahkan pemohon tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan lain. 2. Permasalahan yang dimohon penyelesaian kepada pengadilan negeri, pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (withaout disputes of defferences with another party).Berdasarkan ukuran ini tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau pemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga. 3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex parte. Benar-benar murni dan mutlak satu pihak atau bersifat ex parte. Permohonan untuk kepentingan sepihak (on behalf of one party) atau yang terlibat dalam permasalahan hokum(involving onle one party to a legal matter) yang diajukan dalam kasus itu, hanya satu pihak. Perbedaan antara contentiosa dan voluntaria dapat ditinjau dari : 1. Pihak yang berpekara :  Contentiosa, pihak yang berperkara adalah penggugat dan tergugat. Ada juga isitlah turut tergugat (tergugat II,II, IV , dst). Pihak ini tidak menguasai objek sengketa atau mempunyai kewajiban melaksanakan sesuatu. Namun hanya sebagai syarat lengkapnya pihak dalam berperkara. Mereka dalam petitum hanya sekedar dimohon agar tunduk dan taat dan taat terhadap putusan pengadilan (MA tgl 6-8-1973 Nomor 663 K/Sip/1971 tanggal 1-8-1973 Nomor 1038 K/Sip/1972). Sedangkan turut penggugat tidak dikenal dalam HIR maupun praktek.  Voluntaria, pihak yang berpekara adalah pemohon. Istilah pihak pemohon dalam perakra voluntaria diatas, ini tentunya tidak relevan dengan jika dikaitkan dengan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama sebab dalam UU tersebut dikenal adanya permohonan dan gugatan perceraian. Permohonan perceraian dilakukan oleh suami kepada
  • 2. istrinya sehingga pihak-pihaknya disebut pemohon dan termohon berarti ada sengketa atau konflik . istilah pihak-pihak yang diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 adalah tentunya suatu pengecualiaan istilah yang dipakai dalam perkara voluntaria. 2. Aktifitas hakim dalam memeriksa perkara :  Contentiosa, terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak  Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas hakim bercorak administratif. 3. Kebebasan hakim  Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan undangundang  Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya. 4. Kekuatan mengikat putusan hakim  Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi.  Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak. 5. Hasil akhir perkara :  Hasil suatu gugatan (Contentiosa) adalah berupa putusan (vonis)  Hasil suatu permohonan (voluntaria) adalah penetapan (beschikking). B. Pengertian Gugatan 1. Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2, gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan 2. Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri(eigenrichting). 3. Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. C. Ciri-Ciri Gugatan 1. Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan mengandung sengketa 2. Sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak 3. Bersifat partai (party) dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat. D. Bentuk Gugatan Gugatan diajukan dapat berbentuk : 1. Tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg 2. Lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg Tentang gugatan lisan “bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan”.(Pasal 120 HIR). Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4-12-1975 Nomor 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan : 1. Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547 K/Sip/1972) 2. Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
  • 3. 3. Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll 4. Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971) Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) Ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulisa baca. Dalam hukum acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.  Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwaperistiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.  Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwaperistiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan melakukan penolakan bermaksud menolah setelah mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak ada kesempatan mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat materil (pembuktian) E. Syarat dan Isi Gugatan Syarat gugatan : 1. Gugatan dalam bentuk tertulis. 2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan. 3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi) Isi gugatan : Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat : 1. Identitas para pihak 2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum 3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan Identitas para pihak adalah keterangan yang lengkap dari pihak-pihak yang berpekara yaitu nama, tempat tinggal, dan pekerjaan. Kalau mungkin juga agama, umur, dan status kawin. Fundamentum petendi (posita) adalah dasar dari gugatan yang memuat tentang adanya hubungan hukum antara pihak-pihak yang berpekara (penggugat dan tergugat) yang terdiri dari 2 bagian yaitu : 1) uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa (eittelijke gronden) adalah merupakan penjelasan duduk perkaranya, 2) uraian tentang hukumnya (rechtsgronden) adalah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan Petitum adalah yang dimohon atau dituntut supaya diputuskan pengadilan. Jadi, petitum ini akan mendapat jawabannya dalam diktum atau amar putusan pengadilan. Karena itu, penggugat harus merumuskan petitum tersebut dengan jelas dan tegas, kalau tidak bisa menyebabkan gugatan tidak dapat diterima. Dalam praktek ada 2 petitum yaitu : 1. Tuntutan pokok (primair) yaitu tuntutan utama yang diminta 2. Tuntutan tambahan/pelengkap (subsidair) yaitu berupa tuntutan agar tergugat membayar ongkos perkara, tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uit vierbaar bij vorraad), tuntutan agar tergugat dihukum membayar uang paksa (dwangsom), tuntutan akan nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam hal gugatan perceraian, dsb. F. Teori Pembuatan Gugatan
  • 4. Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu : 1. Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan tidak cukup hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb. Teori sudah ditinggalkan 2. Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan bahwa dalam dalam gugatan cukup disebutkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hhukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup disebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah adanya hak milik atas benda itu padanya tidak perlu dimasukan dalam gugatan karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan dengan disertai bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg, dimana orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli hukum dan hakim bersifat aktif. G. Pencabutan Gugatan Pencabutan gugatan dapat terjadi: 1. Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan jawaban. 2. Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat. Jika gugatan dicabut sebelum tergugat memberikan jawaban maka penggugat masih boleh mengajukan gugatannya kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak boleh lagi mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan haknya. H. Perubahan Gugatan Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat : 1. Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970. 2. Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan. Contoh ad. 1. Penggugat semula menuntut agar tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang atas dasar “perjanjian hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian penitipan uang penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak diperkenankan. Contoh ad. 2. Dalam gugatan semula A menutut B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000. Kemudian A mengubah tuntutannya agar B membyara hutangnya sebesar 1.000.000 ditambah Bungan 10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak dibenarkan. Tentang perubahan atau penambahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam yurisprudensi MA dijelaskan bahwa perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak merubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan kepentingannya (MA tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal 29-11976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak diperkenankan kalau pemeriksaan hamper selesai. Semua dali pihak-pihak sudah saling mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada majelis hakim (MA tanggal 28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970). Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap : 1. Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
  • 5. 2. Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan : a) Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama tergugat. b) Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya perkara. c) Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya. I. Penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan Penggabungan / kumulasi gugatan ada 2 yaitu : 1. Kumulasi subjektif yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127 HIR/151 RBg) adalah penggugat atau beberapa penggugat melawan (menggugat) beberapa orang tergugat, misalnya Kreditur A mengajukan gugatan terhadap beberapa orang debitur (B, C, D) yang berhuntang secara tanggung renteng (bersama). Atau beberapa penggugat menggugat seorang tergugat karena perbuatan melawan hukum(onrechtmatige daad). Syarat untuk kumulasi subjektif adalah bahwan tuntutan tersebut harus ada hubungan hokum yang erat satu tergugat dengan tergugat lainnya (koneksitas). Kalau tidak ada hubunganya harus digugat secara tersendiri. 2. Kumulasi objektif yaitu penggabungan beberapa tuntutan dalam satu perkara sekaligus (penggabungan objek tuntutan), misalnya A menggugat B selain minta dibayar hutang yang belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam. Penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal: 1. Hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa satu tuntutan yang diajukan secara bersama-sama dalam gugatan. 2. Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa menurut acara biasa. 3. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentangeigendom dalam satu gugatan. Tujuan penggabungan gugatan : 1. Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau berlawanan/bertentangan. 2. Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan. J. Kompetensi atau Kewenangan Mengadili Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan peradilan. Kompetensi ada 2 yaitu : 1. Kompetensi mutlak/absolut yaitu dilihat dari beban tugas masing-masing badan peradilan. Di Indonesia ada beberapa badan peradilan, misalnya peradilan umum (pengadilan negeri), peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, peradilan niaga (kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual), pengadilan hubungan industrial (perburuhan), peradilan HAM di Indonesia. Jika ada suatu sengketa dibidang tanah, maka yang berwenang (kompetensi asbulut) adalah pengadilan negeri. Atau sengketa warisan bagi orang islam maka yang berwenang (kompetensi absolut) adalah pengadilan agama. 2. Kompetensi relatif/nisbi yaitu dari wilayah hukum masing-masing peradilan. Wilayah hukum peradilan biasanya berdasarkan pada wilayah dimana tempat tinggal tergugat, misalnya sengketa warisan orang islam tergugatnya berada di Tembilahan (Inhil) maka komptensi relatifnya adalah pengadilan agama Tembilahan. Lain hal jika alamat tergugat berada di kabupaten Rengat, maka kompetensi relatifnya adalah pengadilan agama Rengat. Dalam perkara cerai talak, komptensi relatifnya berdasarkan dimana alamat termohon. Tentang kompetensi relative, hal ini disebutkan dalam Pasal 118 HIR/142 RBg kompetensi relatif adalah pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat (asas Actor Sequitor Forum Rei). Pasal 118 HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu : 1. Diajukan di tempat kediaman tergugat yang terakhir yang sebenarnya apabila tidak diketahui tempat tinggalnya.
  • 6. 2. Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal salah satunya sesuai pilihan penggugat. 3. Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin diajukan di tempat tinggal yang berhutang, apabila tempat tinggal tergugat (berhutang) dan tempat turut tergugat (penjamin) berbeda maka diajukan dimana tempat tinggal tergugat. 4. Jika tidak dikenal tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat. 5. Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu berada. 6. Jika ditentukan dalam perjanjian (akta) ada tempat tinggal yang dipilih (domisili hukum) mka gugatan diajukan di tempat tinggal yang dipilih tersebut (pilihan domisili hukum), namun jika penggugat mau memilih berdasarkan tempat tinggal tergugat, maka gugatan juga dapat diajukan di tempat tinggal tergugat. K. Para Pihak Dalam Berperkara Ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat. Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan dan dapat juga diwakilkan baik melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa insidentil (hubungan keluarga). Untuk ini dapat dibedakan atas : 1. Pihak materil : pihak yang mempunyai kepentingan langsung yaitu penggugat dan tergugat. Sering juga disebut dengan penggugat in person dan tergugat in person. 2. Pihak formil : mereka yang beracara di pengadilan, yaitu penggugat, tergugat dan kuasa hukum. 3. Turut tergugat : pihak yang tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim. Contoh perkara sengketa tanah antara A (penggugat) dengan B (Tergugat), dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut disertifikat, dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut disertifikatkan oleh C (BPN), maka A dan B disebutkan oleh C (BPN), maka A dan B disebut pihak formil/materil dan C adalah turut tergugat. L. Perwakilan dalam Perkara Perdata Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan surat kuasa. Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum itu diberikan kepada advokat. Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan. M. Surat Kuasa Surat kuasa adalah suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang pada orang lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Macam-macam surat kuasa : 1. Surat kuasa umum yaitu surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan. Surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. 2. Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja atau lebih (1795 KUHPerdata). Dengan surat kuasa khusus penerima kuasa dapat mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 123 HIR. Dengan demikian dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
  • 7. Isi Surat Kuasa Khusus : 1. Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal. 2. Apa yang menjadi pokok perkara, misalnya perkara perdata jual beli sebidang tanah ditempat tertentu melawan pihak tertentu dengan nomor perkara, pengadilan tertentu. 3. Batasan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang kekhususan isi kuasa. Diluar kekhususan yang diberikan penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan melakukan tindakan hukum, termasuk kewengan sampai ke banding dan kasasi. 4. Hak subsitusi/pengganti. Ini penting manakala penerima kuasa berhalangan sehingga ia berwenang menggantikan kepada penerima kuasa lainnya, sehingga sidang tidak tertunda dan tetap lancar. Contoh kuasa khusus : SURAT KUASA Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : FIRDAUS Bin DAUS TTL / Umur : Makasar, 26 Juni 1975 / 29 tahun Pekerjaan : Tani Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : WNI Alamat : Jalan Pelita jaya No. 20 Tembilahan Inhil Riau Dengan ini menerangkan memberikan kuasa pekara No.… (tulis nomor perkara jika perkara sudah masuk dipersidangan) kepada : Nama : ABDUL HADI HASIBUAN, SH Pekerjaan : Pengacara / Advokat Berkantor jalan Subrantas No. 09 Tembilahan. KHUSUS Untuk dan atas nama pemberi mewakili sebagai Penggugat, mengajukan gugatan …….terhadap H. SINAGA Bin H. LUBIS di Pengadilan Negeri Tembilahan. Untuk itu yang diberi kuasa dikuasakan untuk menghadap dan menghadiri semua persidangan Pengadilan Negeri Temvbilahan, menghadapi instansi-instansi, jawabatan-jawatan, hakim, pejabatpejabat, pembesar-pembesar, menerima, mengajukan kesimpulan-kesimpulan, meminta siataan, mengajukan dan menolak-saksi-saksi, menerima atau menolak keterangan saksi-saksi, meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, dapat mengadakan perdamaian dengan syaratsyarat yang dianggap baik oleh yang diberi kuasa, menerima uang pembayaran dan memberikan kwitansin tanda penerimaan dan memberikan kwitansi tanda penerimaan uang, meminta penetapan, putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), melakukan peneguran-peneguran, dapat mengambil segala tindakan yang penting, perlu dan berguna sehubungan dengan menjalankan perkara serta dapat mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh seorang kuasa/wakil guna kepentingan tersbeut diatas, juga mengajukan permohonan banding atau kontra, kasasi atau kontra. Kuasa ini berikan dengan berhak mendapatkan honorarium (upah) dan retensi (hak menahan barang milik orang lain) serta dengan hak substitusi (melimpahkan) kepada orang lain baik sebagian maupun seluruhnya. Tembilahan, 2010 Penerima Kuasa Pemberi Kuasa Materi 6000 ABDUL HADI HASIBUAN, SH FIRDAUS BIN DAUS
  • 8. Proses pemeriksaan perkara perdata (gugatan) Posted Mei 15, 2013 by tiarramon in Hukum Acara Perdata. Tinggalkan Sebuah Komentar Perkara perdata ada 2 yaitu perkara gugatan contohnya perkara gugatan sengketa tanah dan perkara permohonan contohnya permohonan polygami. Dalam hal proses pemeriksaan perkara gugatan timbul karena adanya gugatan yang diajukan oleh pihak ke pengadilan. Adapun proses pemeriksaan perkara gugatan (dalam praktek) biasanya sebagai berikut : 1. Diawali karena adanya gugatan masuk ke pengadilan. Gugatan tersebut diproses dahulu di bagian panitera perdata yaitu mulai dari membayar panjar biaya perkara, penetapan nomor register perkara, disampaikan ke Ketua Pengadilan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis Hakim, selanjutnya Majelis Hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan melalui panitera agar pihak penggugat dan tergugat dipanggil sesuai dengan hari sidang yang telah ditetapkan. 2. Pada persidangan pertama jika Penggugat atau wakilnya tidak pernah hadir setelah dipanggil secara patut dan sah selama 3 kali berturut-turut maka majelis hakim akan memberikan putusan gugatan gugur. Sebaliknya jika Tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara patut dan sah selama 3 kali berturut-turut maka majelis hakim akan memberikan putusan Verstek. Namun demikian jika Penggugat dan Tergugat hadir, maka majelis hakim akan menanyakan dahulu apakah gugatannya ada perubahan, jika ada diberika kesempatan untuk merubah dan dicata panitera pengganti. Jika tidak ada perubahan majelis Hakim akan melakukan mediasi untuk berdamai paling lama 40 hari. 3. Jika selama 40 hari tersebut mediasi ataud amai tidak tercapai, maka persidangan selanjutnya adalah pembacaan gugatan oleh Penggugat. Dalam prakteknya pembacaan gugatan selalu tidak dilakukan yang terjadi adalah gugatan dianggap dibacakan sepanjang antara Penggugat dan Tergugat sepakat. Hal ini untuk menghemat waktu. karena pada dasarnya gugatan tersebut sudah dibaca oleh Tergugat ketika gugatan disampaikan pengadilan (juru sita) minimal 3 hari sebelum persidangan pertama dimulai. 4. Setelah pembacaan gugatan selesai atau dianggap dibacakan, Majelis Hakim menanyakan kepada Tergugat apakah ada tanggapan baik lisan maupun tertulis. Apabila lisan majelis hakim pada persidangan tersebut akan mencatat dan apabila tertulis biasanya diberi kesempatan 1 minggu untuk menanggapinya yang disebut dengan Jawaban Tergugat atas Gugatan Penggugat. Dalam jawaban tergugat ini tergugat dapat melakukan bantahan, mengakui dan tidak membantah dan tidak mengakui (referte) serta mengajukan eksepsi (formil dan materil) dan rekonvensi (gugatan balik). 5. Pada persidangan selanjutnya adalah menyerahkan Jawaban Tergugat. Dalam prakteknya jawaban tergugat tidak dibacakan tetapi diberi kesempatan kepada Penggugat secara tertulis untuk menanggapi Jawaban Tergugat yang disebut dengan Replik Penggugat (Tanggapan terhadap Jawaban Tergugat). Replik Penggugat isinya sebenarnya harus mempertahankan dalildalil isi gugatan adalah benar sedangkan dalil-dalil dalam jawaban tergugat adalah salah. Replik juga bisa lisan tentunya jika lisan jawaban harus dibacakan agar Penggugat tahu yang mana yang akan ditanggapinya. 6. Pada persidangan berikutnya adalah menyerahkan Replik Penggugat Dalam prakteknya Replik Penggugat juga tidak dibacakan tetapi diberi kesempatan kepada Tergugat secara tertulis untuk menanggapi Replik Penggugat yang disebut dengan Duplik Tergugat (Tanggapan terhadap Replik Penggugat). Duplik Tergugat isinya sebenarnya harus mempertahankan dalildalil jawaban Tergugat adalah benar sedangkan dalil-dalil dalam Replik Penggugat adalah salah. Duplik juga bisa lisan tentunya jika lisan Replik harus dibacakan agar Tergugat tahu yang mana yang akan ditanggapinya. 7. Pada persidangan berikutnya, adalah menyerahkan Duplik Tergugat yaitu tanggapan terhadap Replik Penggugat. Setelah Duplik, majelis hakim akan melanjutkannya penyerahan alat-alat
  • 9. 8. 9. 10. 11. 12. bukti tertulis Penggugat. Kemudian Tergugat diminta juga menyerahkan alat-alat bukti tertulis kepada majelis hakim. Setelah penyerahan alat bukti tertulis selesai, jika penggugat merasa perlu menghadirkan saksisaksi untuk mendukung alat bukti tertulisnya, maka majelis hakim memberikan kesempatan dan dilakukan pemeriksaan saksi untuk diminta keterangannya sesuai perkara. Setelah itu baru diberi kesempatan juga pada Tergugat untuk menghadirkan saksi untuk dimintai keterangannya. Setelah pemeriksaan alat bukti selesai, dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat (PS) yaitu Majelis Hakim akan datang ke lokasi objek sengketa (tanah) untuk melihat fakta apakah antara isi gugatan dengan fakta dilapangan mempunyai kesesuaian. Apabila pemeriksaan setempat selesai, dilanjutnya dengan kesimpulan oleh penggugat maupun tergugat. Terakhir adalah putusan hakim (vonis). Jika eksepsi diterima putusannya adalah gugatan tidak dapat diterima (NO), jika gugatan dapat dibuktikan oleh penggugat putusan hakim adalah mengabulkan baik seleuruh maupun sebagian serta jika gugatan tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat, putusan hakim adalah menolak gugatan. (CATATAN : SEBELUM VONIS HAKIM DIJATUHKAN, PERDAMAIAN MASIH DAPAT DILAKUKAN, BAHKAN PERDAMAIAN TERSEBUT HARUS SELALU DITAWARKAN HAKIM PADA SETIAP TAHAP PERSIDANGAN). Terhadap putusan hakim, jika para pihak merasa keberatan dapat melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi. Pernyataan banding tersebut dapat dilakukan pada saat putusan dijatuhkan atau pikir-pikir setelah 14 hari sejak putusan dijatuhkan. About these ads