Dokumen tersebut membahas tentang tim dan organisasi berbasis tim. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi tim, kategori-kategori tim, pentingnya organisasi berbasis tim dalam meningkatkan kreativitas dan inovasi, serta perubahan paradigma kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi berbasis tim.
understanding group and team, memahami grup dan tim, semester 2 mata kuliah manajemen, struktur kelompok, kepuasan kinerja, proses kelompok, manajemen konflik, tim yang efektif, tantangan mengelola tim, jaringan sosial
understanding group and team, memahami grup dan tim, semester 2 mata kuliah manajemen, struktur kelompok, kepuasan kinerja, proses kelompok, manajemen konflik, tim yang efektif, tantangan mengelola tim, jaringan sosial
Bekerjasama dalam Team ( Kelompok )
1. Pengertian dan Karakteristik Kelompok
2. Tahapan Pembentukan Kelompok
3. Kekuatan Team Work
4. Implikasi Manajerial
Jelaskan berbagai jenis kelompok dan tim dalamorganisasi. Grup dan tim dapat diklasifikasikan dalamberbagai cara. Sampai batas tertentu, diatur olehnorma kelompok, perilaku organisasiberasal dari sikap individu dan norma kelompok. Kelompok formal sengaja dibentuk oleh organasionalisasi, sedangkan kelompok informal muncul seiring waktumelalui interaksi pekerja. Empat jenis tim kerjayang benar di sini adalah tim lintas fungsi, mayatim (yang bertemu secara digital), kru, dan orang top-ketepatan waktu. Tim virtual masih membutuhkan panduan danarah, dan mereka juga mendapat manfaat dari kepemimpinan bersama.
Manajemen Perubahan atau Change Management pada dasarnya adalah pendekatan terstruktur untuk memastikan bahwa perubahan dilakukan secara menyeluruh dan lancar serta memastikan bahwa perubahan yang dilakukan membawakan manfaat bagi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan organisasinya.
Menurut Robbins (2003) grup dan tim adalah kumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain, bekerja untuk tujuan yang sama, dan menganggap diri mereka sebagai kelompok.
DAFTAR PUSAKA
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior. Timothy A. Judge
Stephen P. Robbins, Essentials of Organization Behavior, 7th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, 2003) p.101.
Laurie J. Mullins, Management and Organizational Behavior, 7th Edition (Essex: Pearson Education Limited, 2005) p.520.
Dermawan, R. 2004. Pengambilan Keputusan: Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi.
Gibson, Ivancevich dan Donnelly. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik: untuk Organisasi Publik dan Non Profit. Jakarta: Gramedia Sarana Indo.
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sesudah mempelajari bab ini Anda akan dapat:
Menganalisis pertumbuhan popularitas tim dalam organisasi.
Membandingkan kelompok dengan tim.
Membandingkan lima tipe tim.
Mengidentifikasi karakteristik dari tim yang efektif.
Memperlihatkan bagaimana organisasi dapat menciptakan para pemain tim.
Memutuskan kapan menggunakan para individual dan bukannya tim.
Bekerjasama dalam Team ( Kelompok )
1. Pengertian dan Karakteristik Kelompok
2. Tahapan Pembentukan Kelompok
3. Kekuatan Team Work
4. Implikasi Manajerial
Jelaskan berbagai jenis kelompok dan tim dalamorganisasi. Grup dan tim dapat diklasifikasikan dalamberbagai cara. Sampai batas tertentu, diatur olehnorma kelompok, perilaku organisasiberasal dari sikap individu dan norma kelompok. Kelompok formal sengaja dibentuk oleh organasionalisasi, sedangkan kelompok informal muncul seiring waktumelalui interaksi pekerja. Empat jenis tim kerjayang benar di sini adalah tim lintas fungsi, mayatim (yang bertemu secara digital), kru, dan orang top-ketepatan waktu. Tim virtual masih membutuhkan panduan danarah, dan mereka juga mendapat manfaat dari kepemimpinan bersama.
Manajemen Perubahan atau Change Management pada dasarnya adalah pendekatan terstruktur untuk memastikan bahwa perubahan dilakukan secara menyeluruh dan lancar serta memastikan bahwa perubahan yang dilakukan membawakan manfaat bagi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan organisasinya.
Menurut Robbins (2003) grup dan tim adalah kumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain, bekerja untuk tujuan yang sama, dan menganggap diri mereka sebagai kelompok.
DAFTAR PUSAKA
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior. Timothy A. Judge
Stephen P. Robbins, Essentials of Organization Behavior, 7th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, 2003) p.101.
Laurie J. Mullins, Management and Organizational Behavior, 7th Edition (Essex: Pearson Education Limited, 2005) p.520.
Dermawan, R. 2004. Pengambilan Keputusan: Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi.
Gibson, Ivancevich dan Donnelly. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik: untuk Organisasi Publik dan Non Profit. Jakarta: Gramedia Sarana Indo.
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sesudah mempelajari bab ini Anda akan dapat:
Menganalisis pertumbuhan popularitas tim dalam organisasi.
Membandingkan kelompok dengan tim.
Membandingkan lima tipe tim.
Mengidentifikasi karakteristik dari tim yang efektif.
Memperlihatkan bagaimana organisasi dapat menciptakan para pemain tim.
Memutuskan kapan menggunakan para individual dan bukannya tim.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
1. BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Tim
Menurut Snow (1992), Johnson dan Johnson (2000) dan Cummings dan Worley
(2001), tim (team) adalah satu set interaksi interpersonal yang terstruktur
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Tim terdiri dari dua orang atau
lebih individu yang menyadari adanya interdependensi yang positif dalam
mencapai sasaran bersama, saling berinteraksi, menyadari siapa saja yang
menjadi anggota dan bukan anggota tim, memiliki peran atau fungsi spesifik dalam
menampilkan performa, dan memiliki masa keanggotaan yang terbatas.
2.1.1 Pembentukan Tim
Organisasi yang berhasil sering kali adalah organisasi yang mengembangkan
kemampuan anggotanya untuk bekerja dalam tim. Untuk meningkatkan produktivitas
organisasi, produktivitas setiap tim yang berada di dalamnya juga harus
meningkat.
Berdasarkan Robbins (2003), organisasi atau tim dikatakan produktif jika
dapat mencapai sasaran dan mengubah input menjadi output dengan cost yang
rendah. Dalam hal ini, produktivitas mengimplikasikan efektivitas dan efisiensi.
Produktivitas tim bukan hanya fungsi dari kemampuan teknis dan kemampuan
melaksanakan tugas para anggota tim, melainkan juga, menurut Johnson dan Johnson
(2000), pembentukan tim perlu dilakukan secara hati-hati.
2.1.2 Kategori Tim
a) Executive Team
Sebuah tim eksekutif adalah tim manajemen yang membuat rencana untuk kegiatan
dan kemudian mengarahkan kegiatan tersebut (Devine, 2002). Contoh dari tim
eksekutif akan menjadi tim konstruksi merancang Kerangka Kerja untuk sebuah
bangunan baru, dan kemudian membimbing pembangunan gedung menggunakan Kerangka
Kerja tersebut.
b) Command Team
Tujuan dari tim perintah untuk menggabungkan instruksi dan mengkoordinasikan
tindakan di antara manajemen. Dengan kata lain, tim perintah berfungsi sebagai
"Penengah" dalam tugas (Devine, 2002). Misalnya, beberapa utusan konstruksi,
menyampaikan instruksi dari tim eksekutif untuk pembangunan sesuai dengan
instruksi dari tim komando.
c) Project Team
Sebuah tim yang digunakan hanya untuk jangka waktu tertentu, yang lebih
dikenal sebagai tim proyek. Kategori ini meliputi tim negosiasi, komisi dan tim
desain subtipe. Secara umum, jenis tim yang multi-talented dan terdiri dari
individu-individu dengan keahlian dalam berbagai bidang. Anggota tim ini mungkin
milik kelompok yang berbeda, tetapi menerima tugas untuk kegiatan untuk proyek
yang sama, sehingga memungkinkan orang luar untuk melihat mereka sebagai satu
kesatuan. Dengan cara ini, menyiapkan sebuah tim diduga memfasilitasi
penciptaan, pelacakan dan tugas dari sekelompok orang berdasarkan proyek di
tangan.
d) Advisory Team
Tim Penasehat memberikan saran tentang suatu hasil akhir (Devine, 2002).
Misalnya, kelompok kontrol kualitas pada jalur perakitan akan menjadi contoh
dari sebuah tim penasehat: mereka akan memeriksa produk yang dihasilkan dan
membuat saran tentang bagaimana meningkatkan kualitas barang yang dibuat.
e) Work Team
Tim kerja bertanggung jawab atas tindakan yang sebenarnya menciptakan produk
dan jasa (Devine, 2002). Para pekerja yang sebenarnya pada jalur perakitan akan
menjadi contoh dari tim produksi, sedangkan pelayan dan pelayan di restoran akan
menjadi contoh dari tim layanan.
f) Action Team
Tim Action adalah tim yang sangat khusus dan terkoordinasi yang tindakannya
sangat terfokus Untuk menghasilkan produk atau jasa (Devine, 2002). Sebuah tim
sepak bola NFL akan menjadi contoh dari sebuah tim aksi. Contoh lain adalah
militer, paramedis, dan transportasi (kru Eg. Flight di pesawat terbang).
g) Sport Team
Sebuah tim olahraga adalah sekelompok orang yang bermain olahraga Secara Tim.
2. Anggotanya mencakup semua pemain (bahkan mereka yang sedang menunggu giliran
untuk bermain) serta anggota pendukung seperti manajer tim atau pelatih.
h) Virtual Team
Dengan teknologi komunikasi modern telah datang tim virtual, teknologi baru
dan canggih yang menyediakan sarana untuk pekerjaan yang tersebar (dilakukan di
lokasi yang berbeda) dan sinkronisasi (dilakukan pada waktu yang berbeda) masih
dilakukan dalam pengaturan tim. Struktur kerja disebut tim virtual dan dapat
diatur sepanjang garis fungsional atau lintas-fungsional. Sebuah tim virtual
adalah salah satu yang anggotanya didistribusikan secara geografis, mereka
bekerja sama melalui sarana elektronik dengan minimal melalui interaksi face-to-
face.
i) Swakelola Tim
Untuk mempertahankan keunggulan perusahaan-perusanan diperlukan pengelolaan
timsecara swakelola agar dapat mengembangkan dan mempertahankan keunggulan
kompetitif dengan intensitas tidak terlihat sebelumnya, dan dengan pengetahuan
bahwa lingkungan bisnis telah menjadi semakin bergejolak. Untuk memenuhi
tantangan semua jenis dan ukuran yang mengakui perlunya perubahan dalam struktur
internal dan budaya. Mereka akan hams membuat alternatif untuk perintah dan
kontrol struktur hirarkis, mengubah cara keputusan dibuat, mendefinisikan
kembali pekerjaan, dan perubahan asumsi manajer memiliki sekitar bagaimana
memimpin.
Swakelola tim (SMTs) adalah tim yang relatif otonom yang anggotanya berbagi
atau memutar tanggung jawab kepemimpinan dan saling menahan diri bertanggung
jawab untuk menentukan tujuan kinerja yang diberikan oleh manajemen yang lebih
tinggi. Swakelola tim biasanya lintas-fungsional dalam keanggotaan, dan memiliki
rentang lebar di daerah keputusan seperti mengelola diri mereka sendiri,
perencanaan dan penjadwalan kerja, dan mengambil tindakan pada masalah. Dalam
tim, anggota menetapkan tujuan tugas untuk daerah tertentu dari tanggung jawab
yang mendukung pencapaian tujuan tim secara keseluruhan. Persepsi adalah bahwa
karakteristik ini membuat swakelola tim lebih adaptif dan proaktif dalam
perilaku mereka daripada tim tradisioal
2.2 Team Based Organization
Setiap perusahaan memiliki orientasi untuk tumbuh dan berkembang menjadi
besar. Namun demikian, evolusi dari suatu organisasi kecil menjadi besar
memiliki dampak yang bisa sangat merugikan bagi kelangsungan perusahaan. Goleman
(2005) dan beberapa ahli lain berpendapat bahwa ukuran perusahaan yang semakin
besar dengan sendirinya sangat berlawanan dengan pengungkapan ide-ide
individual. Padahal sebagai suatu community, perusahaan dapat dinamis bergerak
akibat mobilitas para individu di dalamnya. Mereka menyarankan bahwa
lingkungan kerja kreatif dibentuk pada kebersamaan kelompok di mana
individu bisa saling mengenal satu sama lain.
Perusahaan besar yang cenderung monolitis dan birokratis adalah
hambatan terbesar dari optimalisasi pengembangan kreativitas individu. Jim
Collins dari Stanford University mengemukakan bahwa dalam kondisi
tersebut penyeragaman cenderung tumbuh, celah kreativitas menghilang dan
inovasi menjadi terkekang. Birokrasi panjang juga akan menghambat efektivitas
kerja, karena begitu banyak yang harus dilewati dari top leader (atau top
manager) sebagai konseptor dan perencana, sampai ke karyawan sebagai ujung
tombak pelaksana. Collins menganjurkan untuk ”memecah” perusahaan semacam ini
menjadi unit-unit yang lebih kecil dan semi otonom. Efisiensi dan efektivitas
dalam menghadapi masa yang dinamis, serba global dan serba cepat, memerlukan
transformasi dari perusahaan berdasar pada fungsi (functional-based
organization) yang sangat hierarkis dan bergerak lamban, menuju organisasi yang
berdasarkan tim (team-based organization). Tim-tim tersebut berupa Strategic
Bussiness Unit (SBU) yang lebih ramping, semi otonom, dan lebih lincah bergerak
sesuai dengan kondisi bisnis yang dialami.
Tim dengan kapasitas tersebut di atas tentu saja bukan sekedar
sekelompok individu yang ”bekerja bersama”. Stamatis (1996) mendefinisikan tim
sebagai sekelompok individu yang bekerja sama demi pencapaian tujuan bersama,
bertemu secara teratur untuk mengidentifikasikan masalah, memecahkan masalah
serta memperbaiki proses, dengan interaksi secara terbuka dan efektif dan
menghasilkan keluaran ekonomis serta dapat memotivasi organisasi. Secara
sederhana definisi tersebut dituangkan dalam akronim TEAM, Together
3. Everyone Achives More. Ada prinsip gestalt (kebulatan) berlaku di sini, bahwa
dalam kesatuan tim terdapat dinamika dan hasil yang tidak dapat dipenuhi
bila masing-masing individu berdiri sendiri. Tim bukan semata-mata
kumpulan individu sebagai pribadi, jumlah bagian-bagian tidak sama dengan
keseluruhan. Sebuah tim yang mampu memanfaatkan kekuatan dan ketrampilan khusus
setiap anggotanya, bisa menjadi lebih cerdas dan efektif daripada setiap
individu dalam tim tersebut.
Robert Sternberg, psikolog dari Universitas Yale, menyebutnya
sebagai IQ kelompok, yang merupakan keseluruhan talenta dari setiap anggota
tim. Ketika sebuah tim harmonis dan anggotanya tidak saling
berkompetisi secara negative, maka IQ kelompoknya menjadi tinggi dan
kemungkinan besar dapat mendorong kreativitas dari masing-masing anggota.
Menurut De Janasz, Dowd & Schneider (2000), terdapat banyak bukti yang
memperlihatkan bahwa tim dapat berfungsi lebih efektif, terutama bila
tugas-tugasnya sangat kompleks dan saling ketergantungan antar tugas
sangat tinggi. Tidak semua pekerjaan cocok dilaksanakan oleh tim. Namun
bila struktur tim telah dilaksanakan, banyak keuntungan yang dapat diperoleh
organisasi dan anggota tim itu sendiri, yaitu :
1. Meningkatkan kreativitas, pemecahan masalah dan inovasi.
2. Meningkatkan kualitas keputusan menjadi lebih baik.
3. Memperbaiki proses-proses.
4. Menjadi kompetitif secara global.
5. Meningkatkan kualitas.
6. Meningkatkan komunikasi.
7. Mengurangi turnover dan kemangkiran,serta meningkatkan moral karyawan.
Penyatuan ide, perspektif, pengetahuan, serta ketrampilan yang
berbeda dari individu di dalam tim, bisa menghasilkan sinergi dimana
ide-ide baru bisa dipertimbangkan. Bekerja dengan keragaman perbedaaan
individu, memungkinkan mereka menggabungkan ketrampilan dan bakat, guna
menciptakan pendekatan baru terhadap masalah.
De Janasz dkk., selanjutnya mengungkapkan bahwa hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan global (besar dan kompleks) yang telah
mentransformasikan diri menjadi team based organization menunjukkan
peningkatan dalam produktivitas, tanggung jawab atas pekerjaan, ketepatan waktu,
efisiensi serta pelayanan pada pelanggan. Sehingga dihasilkan standar
kualitas lebih tinggi daripada ketika masing-masing individu, atau sekelompok
individu yang tidak memiliki tujuan bersama, melakukan pekerjaan tersebut.
2.3 Perubahan Paradigma Kepemimpinan
Pelaksanaan team-based organization mengharuskan adanya pergeseran
paradigma kepemimpinan yang sudah ada. Salah satu tujuan pembentukan SBU adalah
menciptakan pembagian tanggung jawab pada setiap anggota tim, sehingga
tanggung jawab tunggal yang selama ini cenderung dibebankan kepada top
leader menjadi tidak relevan. Team Based Organization membutuhkan konsep
kepemimpinan sebagai kapasitas internal dalam diri setiap anggotanya.
Sehingga tugas seorang top leader adalah memberikan visi, dukungan, serta
membina hubungan perseorangan dengan orang-orang disekitarnya, dan setiap
individu dapat memberdayakan diri dan mengaktualisasikan dirinya.
Lebih lanjut Parker (1996) berpendapat bahwa kepemimpinan sebuah
tim harus dibagi bersama antar anggotanya. Setiap individu harus merasa dan
mengambil tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tugas dan
proses dalam tim. Tim efektif adalah tim yang melaksanakan kepemimpinan
bersama (shared leadership). Fungsi kepemimpinan dapat berganti dari waktu ke
waktu antar anggota tim, sesuai dengan pola kebutuhan tim dan ketrampilan para
anggotanya. Meskipun demikian, tanggung jawab pemimpin formal yang ada tidak
dapat diabaikan. Adanya transformasi terhadap masing- masing individu dalam
perusahaan dan transformasi perusahaan itu sendiri sebagai organisasi,
sesuai dengan konsep yang ditawarkan Bass (dalam Yukl, 2005) sebagai bentuk
kepemimpinan transformasional.
Dalam kepemimpinan transformasional, para karyawan akan merasakan
kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin
(formal) mereka, serta termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang
diharapkan dari dirinya. Kondisi tersebut dapat terbentuk karena pengaruh
beberapa perilaku pemimpin transformasional utama, yaitu:
1. Idealisasi Pengaruh
4. Pemimpin memberi makna pada apa yang diharapkan dari pengikutnya. Sesuatu yang
bermakna bagi perusahaan harus mampu ditanamkan dan menjadi bermakna pula bagi
karyawan.
2. Konsiderasi Pribadi
Mempedulikan kesejahteraan psiko-sosial para pengikut. Kesukaan, kebutuhan,
bahkan kehidupan pribadi karyawan harus menjadi perhatian bagi pemimpin,
sebagai jalan bagi pemberian dukungan atau sponsor bagi mereka.
3. Stimulasi Intelektual
Membangkitkan gairah belajar dan berbagi pengetahuan di antara para
pengikut. Proses tersebut dapat dibangun dengan budaya leading by question.
4. Motivasi Inspirasional
Membangkitkan gairah kerja secara inspirasional, bukan melalui
pertimbangan kalkulatif.
Keempat perilaku tersebut perlu dimantapkan dengan pembentukan
budaya apresiasi kepada karyawan. Sehingga terbangun self efficacy, yang
akan mengantarkan pada aktualisasi inovasi dan kreativitas karyawan.
Kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi
dan budaya manapun. Bass mengungkapkan bahwa para pemimpin transformasional
sesuai dalam organisasi apapun, dan dalam tingkatan kerja manapun. Inti dari
kepemimpinan ini adalah pemberian inspirasi, pengembangan dan pendelegasian
wewenang kepada karyawan, sehingga mereka tidak terlalu bergantung pada
pemimpin. Pemimpin transformasional menjadikan setiap pengikutnya seorang
pemimpin. Kepemimpinan transformasional percaya bahwa orang-orang pada
umumnya cerdas dan memiliki potensi yang siap untuk digunakan bila mereka yakin
bahwa kerja mereka bermanfaat bagi mereka dan pihak lain yang mereka hargai.
Pengembangan keyakinan dan ketrampilan diri dilakukan bersamaan dengan
pembentukan tim dengan kemampuan mengelola diri sendiri, memberikan akses
langsung pada informasi sensitif, menghilangkan pengendalian yang
tidak diperlukan dan membangun sebuah budaya yang kuat untuk mendukung
pendelegasian wewenang.
2.4 Kreativitas dan Eployability Karyawan
Konsekuensi dari pendelegasian wewenang pada organisasi berbasis tim
adalah keharusan setiap anggota tim untuk selalu menjadi pemikir kreatif
yang mengambil tanggung jawab atas sikap dan respon mereka terhadap setiap
peluang kemajuan.
Kreativitas, sering kali dimaknai secara tumpang tindih
dengan inovasi, berkembang dari hasil proses interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Individu dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan di mana dia berada, sehingga pengubah di dalam diri individu dan
lingkungan sama-sama menunjang atau menghambat upaya kreatif. Untuk menciptakan
perusahaan kreatif, diperlukan individu-individu yang kreatif pula.
Sebaliknya, individu kreatif dapat terbentuk dari iklim dan budaya perusahaan
yang memungkinkan perkembangan kreativitas.
Rhodes (1961) mengemukakan Four P’s of Creativity: Person, Process, Press,
Product dari analisisnya pada empat puluh definisi tentang kreativitas. Saling
keterkaitan dari keempat P tersebut adalah: pribadi kreatif akan mencari dan
melibatkan diri dalam proses kreatif yang aman dan bebas secara psikologis,
dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan yang memungkinkan pengembangan
kreativitasnya secara optimal dan memungkinkan adanya produk-produk kreatif
bermakna.
1. Pribadi. Kreativitas terkait dengan dijumpainya karakteristik
kreativitas pada diri individu baik yang bersifat aptitude (kognitif),
seperti, keluwesan, keunikan, dan kelancaran, maupun karakteristik yang bersifat
non aptitude (afektif) seperti, ingin mencoba hal baru, rasa ingin tahu, berani
menghadapi resiko dan tidak takut berbuat salah.
2. Pendorong. Pendorong internal dari dalam individu berupa motivasi yang kuat
pada diri sendiri. Sedangkan pendorong eksternal, berasal dari luar diri
individu, seperti, didapatkannya berbagai macam pengalaman kerja,
lingkungan perusahaan yang cenderung kondusif menghargai berbagai ide dari
individu dan sarana dan prasarana di perusahaan yang mendukung pengembangan
sikap kreatif.
3. Proses. Kreativitas dari segi proses merupakan aktivitas-
aktivitas kreatif dari karyawan. Penekanannya pada bagaimana karyawan
5. melibatkan diri pada kegiatan- kegiatan kreatif dan apa yang dihasilkan
proses tersebut melalui gagasan-gagasan dalam pikiran.
4. Produk. Arti kreativitas mengacu pada kemampuan karyawan untuk
menciptakan produk-produk “baru“ dalam hal apapun.
Pengembangan kreativitas dalam diri individu sebenarnya berasal dan
bermuara pada kreativitas itu sendiri. Lingkaran kreativitas memperlihatkan
bagaimana kreativitas dapat menyebabkan kita diberi tanggung jawab yang
lebih oleh perusahaan (misalnya, kenaikan pangkat, jabatan, dan peningkatan
karir). Peningkatan tanggung jawab tersebut kemudian menjadi pendorong bagi
lahirnya kreativitas-kreativitas baru yang akan mendatangkan tanggung jawab baru
pula. Sekali kita melangkah dengan ide, proses dan hasil yang kreatif, dan
didukung oleh lingkungan kondusif, kita tidak akan pernah berhenti untuk terus
menjadi kreatif.
Kreativitas juga merupakan kunci bagi pengembangan employability
karyawan. Setiap perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang handal dan
kompetitif, serta mampu mengembangkan perusahaan. Karyawan dituntut agar
memiliki employability, kemampuan untuk dapat bekerja mengembangkan perusahaan
dan menghadapi kompetisi dalam dunia kerja saat ini. Untuk bersaing dalam
ekonomi global organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki employability
melebihi persyaratan kerja dan melakukan pekerjaan secara proaktif
(dengan melalui inisiatif), serta secara aktif memiliki kemauan untuk belajar
(Sonnentag, 2003, h. 519).
Kreatifitas akan mendorong karyawan tidak hanya melakukan
seperti yang ditugaskan, mencari dan memanfaatkan kesempatan yang ada, serta
mampu menghasilkan perubahan konstruktif agar dapat memberi keuntungan pada
perusahaan dan konsumen. Tindakan-tindakan tersebut sangat dianjurkan oleh
Bateman & Snell (2004, h. 211) sebagai tindakan yang diperlukan dalam usaha
membentuk employability karyawan.
Penelitian Seibert, et al (1999, h. 423) terhadap sejumlah karyawan di
Amerika yang berasal dari berbagai pekerjaan dan perusahaan membuktikan bahwa
proaktivitas berkorelasi positif dengan kesuksesan karir individu baik karir
subjektif, berupa kepuasan karir (career satisfaction), maupun karir objektif,
meliputi peningkatan gaji dan promosi. Proaktivitas juga berkaitan dengan
kepemimpinan, sales performance, prestasi individu dan entrepreneurship
(atribut psikologis yangkental dengan kreativitas). Penelitian lain mengenai
proaktivitas, yang dilakukan oleh Kirkman dan Rosen (dalam Jong & Ruyter, 2004,
h. 463) juga membuktikan bahwa adanya proaktivitas dalam kelompok berkorelasi
positif terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja, customer service, dan
produktivitas.
Kreativitas yang tercermin dalam perilaku proaktif karyawan
tidak hanya berdampak pada kemajuan karir individu itu sendiri, tetapi secara
tidak langsung juga akan membawa pada kemajuan perusahaan. Terbukti dari hasil
penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan oleh Rust, et al pada tahun 2000
(dalam Jong & Ruyter, 2004, h. 463) menunjukkan bahwa proaktivitas dapat
berdampak pada peningkatan dalam penguasaan pasar (market share).
Employability, menurut Ramsey (dalam Mas“ud, 2002, h.206) harus
didukung dengan usaha karyawan untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi,
mengembangkan jaringan (network) dan mengembangkan hubungan manusia.
Sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dinamika karir
yang terjadi. Paradigma karir dapat dikatakan mulai berubah. Karir tidak
lagi diartikan sebagai suatu peningkatan jabatan secara vertikal, tetapi
setiap perubahan jabatan atau posisi kerja seseorang dianggap suatu karir.
Cascio (2003, h. 373) mengemukakan bahwa dinamika karir tidak selalu bergerak
vertikal tetapi juga dapat horisontal misalnya melalui rotasi pekerjaan,
karena rotasi pekerjaan menyediakan tantangan kerja yang berbeda, lebih besar,
dan dapat memberikan kesempatan pengembangan diri yang lebih besar pula.
2.5 Lintas Fungsionai Tim Cross-Fungsional Team
Organisasi semakin berkembang menghadapi lingkungan eksternal yang
kompleks dan sangat dinamis membutuhkan struktur yang fleksibel dan kurang
hirarkis.Organisasi dalam menyeiesaikan tugas-tugas sering membutuhkan kerjasama
lintas batas seperti daerah fungsionai atau divisi. Individu terus-menerus
diminta untuk melewati batas fungsionai dan membentuk tim dengan individu dari
6. disiplin fungsionai lainnya untuk mencapai suatu tujuan umum. Tim multi fungsi
diajukan dari berbagai anggota dengan latar belakang yang berbeda, pengetahuan,
pengalaman,dan keahlian, yang dapat memecahkan masalah dan juga membantu dalam
pengambilan keputusan. Sebuah tim lintas-fungsional terdiri dari anggota dari
departemen fungsional yang berbeda dari sebuah organisasi yang dibawa bersama-
sama untuk melakukan tugas-tugas yang unik untuk menciptakan produk baru. Tim
para anggota juga dapat mencakup perwakilan dari organisasi-organisasi luar,
seperti sebagai pemasok, klien, dan joint-venture partners. Berikut ini ada enam
faktor kunci keberhasilan lintas fungsional tim yang efektif.
1. Mengembangkan kesepakatan Visi umum atau misi dan tujuan yang fokus pada
melaksanakan tim dalam organisasi.
2. Kepemimpinan dan dukungan manajemen (Tim lintas fungsional menawarkan banyak
manfaat potensial bagi organisasi)
3. Menyatukan orang yang tepat memberikan sumbangan tim dan beragam pengetahuan
dan potensi kreatif yang jauh melebihi apapun tim fungsional tunggal.
4. Koordinasi ditingkatkan dan hindarkan banyak masalah ketika orang-orang dari
fungsi yang berbeda.
5. Tim memberikan manfaat berbagai sumber informasi dan perspektif, kontak di
luar spesialisasi fungsional seseorang, dan kecepatan ke pasar, yang penting
untuk sukses dalam berdaya saing global, teknologi tinggi.
6. Anggota belajar keterampilan baru yang dibawa kembali ke unit fungsional
mereka dan untuk tim berikutnya
7. Sinergi positif yang terjadi untuk efektif tim lintas fungsional dapat
membantu mereka mencapai tingkat kinerja yang jauh lebih baik dari pada
individual.
John Chambers berpendapat lintas-divisi tim dan kolaborasi sebagai solusi
untuk masalah memecahkan masalah. Lintas-divisi tim mendorong interaksi,
kerjasama, koordinasi, berbagi informasi, dan lintas-fertilisasi ide antara
orang-orang dari divisi yang berbeda menghasilkan lebih baik dan memenuhi syarat
produk / jasa dengan siklus perkembangan lebih pendek.
5
4
7. disiplin fungsionai lainnya untuk mencapai suatu tujuan umum. Tim multi fungsi
diajukan dari berbagai anggota dengan latar belakang yang berbeda, pengetahuan,
pengalaman,dan keahlian, yang dapat memecahkan masalah dan juga membantu dalam
pengambilan keputusan. Sebuah tim lintas-fungsional terdiri dari anggota dari
departemen fungsional yang berbeda dari sebuah organisasi yang dibawa bersama-
sama untuk melakukan tugas-tugas yang unik untuk menciptakan produk baru. Tim
para anggota juga dapat mencakup perwakilan dari organisasi-organisasi luar,
seperti sebagai pemasok, klien, dan joint-venture partners. Berikut ini ada enam
faktor kunci keberhasilan lintas fungsional tim yang efektif.
1. Mengembangkan kesepakatan Visi umum atau misi dan tujuan yang fokus pada
melaksanakan tim dalam organisasi.
2. Kepemimpinan dan dukungan manajemen (Tim lintas fungsional menawarkan banyak
manfaat potensial bagi organisasi)
3. Menyatukan orang yang tepat memberikan sumbangan tim dan beragam pengetahuan
dan potensi kreatif yang jauh melebihi apapun tim fungsional tunggal.
4. Koordinasi ditingkatkan dan hindarkan banyak masalah ketika orang-orang dari
fungsi yang berbeda.
5. Tim memberikan manfaat berbagai sumber informasi dan perspektif, kontak di
luar spesialisasi fungsional seseorang, dan kecepatan ke pasar, yang penting
untuk sukses dalam berdaya saing global, teknologi tinggi.
6. Anggota belajar keterampilan baru yang dibawa kembali ke unit fungsional
mereka dan untuk tim berikutnya
7. Sinergi positif yang terjadi untuk efektif tim lintas fungsional dapat
membantu mereka mencapai tingkat kinerja yang jauh lebih baik dari pada
individual.
John Chambers berpendapat lintas-divisi tim dan kolaborasi sebagai solusi
untuk masalah memecahkan masalah. Lintas-divisi tim mendorong interaksi,
kerjasama, koordinasi, berbagi informasi, dan lintas-fertilisasi ide antara
orang-orang dari divisi yang berbeda menghasilkan lebih baik dan memenuhi syarat
produk / jasa dengan siklus perkembangan lebih pendek.
5
4