Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Terdapat penjelasan mengenai perencanaan stratejik, manajerial, dan lingkungan yang mempengaruhi perencanaan stratejik untuk menciptakan keunggulan bersaing. Hipotesis penelitian adalah bahwa faktor manajerial dan lingkungan mempengaruhi perencanaan stratejik.
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS PENELLITIAN
2.1. Perencanaan Stratejik
2.1.1 Pengertian Perencanaan Stratejik
Pengertian manajemen strategis tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan sebelumnya terutama berkaitan dengan perencanaan
strategis. Berry dan Wechsler menjelaskan pengertian perencanaan
strategis sebagai suatu proses sistematis untuk mengelola organisasi dan
arah mendatang dalam hubungan dengan lingkungan dan permintaan
stakeholder eksternal, mencakup perumusan strategi, analisis kekuatan
dan kelemahan agensi, identifikasi stakeholder agensi, implementasi
tindakan strategis, dan manajemen isu.
Perencanaan stratejik hadir sekitar pertengahan tahun 1960-an dan
para pimpinan perusahaan mengakui bahwa perencanaan stratejik
merupakan โthe one best wayโ untuk memutuskan dan
mengimplementasikan strategi yang dapat meningkatkan kompetitif pada
setiap unit bisnis.
Seperti yang diungkapkan oleh ahli penelitian Frederick Taylor,
perencanaan stratejik merupakan cara yang melibatkan pemikiran melalui
sebuah karya, penciptaan dari fungsi manajemen staf baru yaitu
munculnya ahli perencanaan. Dimana sistem perencanaan ini merupakan
strategi yang bagus sebagai suatu tahapan strategi yang akan diterapkan
2. para pelaku bisnis, manajer perusahaan dan mengarahkan agar tidak
membuat kekeliruan (Mintzberg,H.1996).
Menurut (Allison, Kaye, 2005) definisi perencanaan stratejik adalah
proses sistematik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan
diantara stakeholder utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan
tanggap terhadap lingkungan operasi.
Perencanaan stratejik khususnya digunakan untuk mempertajam
fokus organisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara
optimal untuk melayani misi organisasi itu. Artinya bahwa perencanaan
stratejik menjadi pedoman sebuah organisasi harus tanggap terhadap
lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik
menekankan pentingnya membuat keputusan- keputusan yang
menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan
lingkungan. Fokus perencanaan stratejik adalah pada pengelolaan
stratejik, artinya penerapan pemikiran stratejik pada tugas memimpin
sebuah organisasi guna mencapai maksudnya.
Pengertian lain dari perencanaan stratejik menurut (Shrader,Taylor
dan Dalton,1984) adalah perencanaan jangka panjang yang tertulis
dimana didalamnya terdiri dari kesepakatan misi dan tujuan perusahaan.
Beberapa dimensi dari perencanaan stratejik telah dikemukakan
(Frederickson,1986) menurut kategori yaitu : inisiasi proses, aturan tujuan,
arti dan akhir dari hubungan, penjelasan dari pelaksanaan stratejik dan
tingkat keputusan yang terintergrasi.
3. Menurut Philips (2000) perencanaan stratejik yang efektif
pengaruhnya pada kinerja keuangan pada contoh kasus pada hotel,
ditunjukkan pada peranan perilaku manajer dalam pengambilan
keputusan. Studi lanjutan dari Bracker et al (1997) menyatakan hubungan
antara proses perencanaan dengan kinerja keuangan pada perusahaan
kecil yang terseleksi menunjukkan hasil yang signifikan.
Studi lain dari Robinson dan Pearce (1988) menganalisa pengaruh
moderating dari perencanaan stratejik dalam kinerja strategi di 97
perusahaan manufaktur dengan 60 industri yang berbeda menghasilkan
efek moderasi positif dan signifikan.
Formulasi dari perencanaan stratejik dipengaruhi oleh budaya
perusahaan dan perilaku manajer (Bailey,Johnson dan Daniels,2000;
Haberberg dan Rieple, 2001; Hart dan Banbury, 1994; Lynch, 2000;
Miesling dan Wolfe, 1985; Venkatraman, 1989). Sehingga pengaruhnya
dapat dilihat pada perubahan dan pengembangan suatu organisasi.
Kaitan selanjutnya mengenai pengembangan perencanaan stratejik
adalah pada penciptaan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini
tercapai ketika kemampuan manajemen dan menggunakan kreasi dan
mengimplentasikan strategi agar tahan pada keunggulan yang banyak
terjadi peniruan, mampu menciptakan faktor hambatan dalam jangka
waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan dan Fahy, 1993; Grant, 1995;
Mahoney dan Pandian, 1992; Rumelt, 1984).
4. Berdasarkan penelitian para pakar secara umum, disimpulkan
bahwa perencana mengalahkan non-perencana, pemikirannya adalah
bahwa perusahaan yang memiliki rencana formal lebih unggul
dibandingkan dengan rencana informal, karena proses penulisan rencana
mengharuskan untuk menuangkan ide-ide dan tujuan-tujuan untuk
dipikirkan secara matang (Hopkins and Hopkins,1997; Rue dan
Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Pendapat ini juga didukung oleh
Robinson dan pearce (1984) yang dikutip oleh Shrader et al. (1989)
bahwa makin rumit proses perencanaan maka makin baik pula kinerja
organisasi.
Proses perencanaan terdiri dari tiga komponen utama (Armstrong,
1982 dalam Shrader et al, 1989; Robinson and pearce, 1984) yaitu: (1)
perumusan, yang meliputi pengembangan misi, penentuan tujuan utama,
penilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan
alternatif; (2) penerapan; dan (3) pengendalian.
Orpen (1985) menyatakan bahwa perencanaan menguntungkan
perusahaan-perusahaan kecil dengan mendorong mereka untuk mencari
alternatif-alternatif baru guna meningkatkan penjualan dan posisi
kompetitif mereka. Menurut Bracker et al (1988) mengemukakan bahwa
perencanaan yang matang menguntungkan perusahaan kecil dalam
industri dinamis yang berkembang pesat.
Berdasar hasil penelitian Rue dan Ibrahim (1998) dan Shrader et.al.
(1989), menyatakan bahwa top manajer atau CEO dalam perusahaan
5. kecil menengah mengindikasikan perencanaan perusahaan pada
umumnya dikerjakan sendiri, yang artinya top manajer atau CEO
sekaligus perencana.
Perencanaan strategi pada berbagai keadaan usaha yang
seharusnya dimiliki oleh perusahaan baik besar atau kecil. Karena dengan
manajemen strategi akan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
mengkomunikasikan tujuan perusahaan serta alternatif jalan yang akan
ditempuh guna pencapaian tujuan tersebut (Nurwening,1997).
Perlu diingat bahwa proses perencanaan strategi ini adalah suatu
pemikiran stratejik (strategic thinking) dari para pemilik usaha.
Perencanaan strategi tidak harus bersifat formal namun pemikiran stratejik
ini setidaknya mensistesiskan intuisi dan kreativitas wirausaha kedalam
visi masa depan (Rambat,2002).
Perencanaan strategi merupakan sebuah rencana tertulis jangka
panjang, yang didalamnya menyatakan misi perusahaan dan pernyataan
tujuan organisasi. Perencanaan strategi juga dianggap memberikan
substansi dimana kinerja perusahaan dapat dikontrol dan diukur (Rue dan
Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Ditambahkan pula menurut (Hopkins
and Hopkins, 1997) perencanaan strategi adalah sebagai proses
penggunaan kriteria sistematis dan investigasi yang sangat teliti untuk
merumuskan, menetapkan dan mengendalikan strategi serta
mendokumentasikan harapan-harapan organisasi secara formal.
6. Perencanaan strategik biasanya mencakup periode waktu satu
sampai lima tahun (Matthews & Scott, 1995; Rue & Ibrahim,1998;
Robinson and pearce, 1997; Shrader et al, 1984). Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa perencanaan stratejik menjadi pedoman sebuah
organisasi untuk tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit
diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat
keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil
menanggapi perubahan lingkungan.
Perencanaan strategis tidak mengenal standar baku, dan
prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas. Tiap penerapan perlu
merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi
setempat. Meskipun demikian, secara umum proses perencanaan
strategis memuat unsur-unsur: (1) perumusan visi dan misi, (2) pengkajian
lingkungan eksternal, (3) pengkajian lingkungan internal, (4) perumusan
isu-isu strategis, dan (5) penyusunan strategi pengembangan (yang dapat
ditambah dengan tujuan dan sasaran).
Sebagai upaya untuk meningkatkan keunggulan bersaing, perlu
ditelaah lebih jauh mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
sebuah perencanaan stratejik sehingga mampu menciptakan nilai
keunggulan yang kompetitif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
tersebut dihipotesiskan terdiri dari variabel faktor manajerial, faktor
lingkungan dan kultur organisasi.
7. 2.2. Manajerial
2.2.1. Pengertian Manajerial
Kompetensi dalam perencanaan strategi dapat menentukan derajat
dimana perusahaan menjadi terkait dengan perencanaan strategis.
Proses perencanaan strategis bergantung pada sumber-sumber
manajerial tertentu. Faktor personalitas manajerial yang berpengaruh
pada perencanaan strategis dan keyakinan terhadap adanya hubungan
antara perencanaan โ kinerja (Hopkins and Hopkins,1997).
Henry (1980) dalam (Hopkins and Hopkins,1997) menduga bahwa
keterlibatan manajemen dalam perencanaan strategi adalah karena
pemahaman untuk menyakinkan bahwa proses perencanaan strategi
dilaksanakan secara kompehensif, sangat sedikit atau tidak ada perhatian
tergantung apakah manajemen memiliki keahlian untuk menjalankan
proses.
Eastlack & McDonald (1970) menemukan bahwa kinerja
perusahaan akan lebih baik pada perusahaan yang melibatkan proses
perencanaan strategi. Penemuan tersebut menunjukkan terdapat
keyakinan pada para manajer bahwa perencanaan strategis dapat
memberikan kemanfaatan terhadap perusahaan yang dipimpinnya
(Hopkins and Hopkins,1997).
Keahlian dalam perencanaan strategi ini termasuk didalamnya
adalah pengetahuan dan keahlian untuk penerapan perencanaan
strategis. Pada penelitian yang terdahulu ditemukan bahwa kompetensi
dalam perencanaan strategis dapat menentukan derajat perusahaan
8. untuk menerapkan perencanaan strategis (Higgins, 2001).
Miller 1987 serta Hopkins and Hopkins (1997) mengembangkan
dua variabel utama yaitu faktor personalitas manajerial yaitu keyakinan
terhadap adanya hubungan perencanaan โ kinerja dan keahlian
perencanaan strategis. Penjelasan ini berfokus pada pimpinan
perusahaan. Keahlian dalam perencanaan strategis adalah pengetahuan
dan keahlian pimpinan perusahaan untuk menerapkan perencanaan
strategis. Keyakinan akan hubungan perencanaan strategis dan kinerja
didefinsikan sebagai seberapa besar keyakinan pimpinan perusahaan
terhadap perencanaan strategis dapat meningkatkan kinerja perusahaan
yang berujung pada keunggulan bersaing.
2.3. Lingkungan
2.3.1. Pengertian Lingkungan
Dalam konteks manajemen strategi, lingkungan didefinisikan
berdasarkan dekat dan jauhnya lingkungan dari organisasi atau langsung
dan tidak langsungnya lingkungan mempengaruhi organisasi. Lingkungan
yang paling dekat dengan organisasi atau disebut juga task environment,
industry environment (Hitt et al., 2001; Pearce dan Robinson, 2000),
specific environment (Robbins, 1994) yaitu lingkungan yang langsung
mempengaruhi strategi, mencakup pesaing, pemasok, pelanggan dan
serikat dagang. Selanjutnya lingkungan yang secara tidak langsung
mempengaruhi strategi atau disebut juga general environment; Robbins,
1997), remote environment (Pearce dan Robinson, 2000).
9. Lebih lanjut Robbins (1994) membedakan lingkungan organisasi
atas lingkungan umum versus lingkungan khusus dan lingkungan aktual
versus lingkungan yang dipersepsikan. Robbins (1994) membedakan
lingkungan organisasi berdasarkan sumber informasi yang dapat
diberikannya yaitu, yang stabil dan pasti dengan lingkungan yang berubah
secara cepat dan dinamis. Robbins (1994) mengidentifikasi empat macam
lingkungan yang mungkin dihadapi organisasi, yaitu placid-randomized,
placid-clustered, disturbed-reactive dan turbulent field. Pearce and
Robinson (1998) membedakan lingkungan atas lingkungan jauh (remote
environment), lingkungan industri dan lingkungan operasional. Wheleen
dan Hunger (2002) membedakannya atas lingkungan eksternal (external
environment) dan lingkungan internal (internal environment).
Lingkungan bisnis merupakan lingkungan yang dihadapi organisasi
dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan bisnis
(perusahaan). Aktivitas keseharian organisasi mencakup interaksi dengan
lingkungan kerja Hal ini termasuk hubungannya dengan pelanggan,
supliers, serikat dagang dan pemegang saham. Lingkungan bisnis
berperan dalam mempengaruhi penetapan strategi organisasi.
Lingkungan organisasi dapat dibedakan atas lingkungan internal
(internal environment) dan lingkungan eksternal (external environment)
(Wright et al.,1996; Wheleen dan Hunger, 2000; Hitt, 1995). Lingkungan
internal terdiri dari struktur (structure), budaya (culture), sumber daya
(resources) (Wheelen dan Hunger, 2000). Lingkungan internal perlu
10. dianalisis untuk mengetahui kekuatan (strength) dan kelemahan
(weaknesses) yang ada dalam perusahaan. Struktur adalah bagaimana
perusahaan diorganisasikan yang berkenaan dengan komunikasi,
wewenang dan arus kerja. Struktur sering juga disebut rantai perintah dan
digambarkan secara grafis dengan menggunakan bagan organisasi.
Budaya merupakan pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang
dibagikan oleh anggota organisasi. Norma-norma organisasi secara
khusus memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima
anggota dari manajemen puncak sampai karyawan operatif.
Sumber daya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi
produksi barang dan jasa organisasi. Aset ini dapat meliputi keahlian
seseorang, kemampuan, dan bakat manajerial seperti aset keuangan dan
fasilitas pabrik dalam wilayah fungsional. Peter et al., (1996) menjelaskan
bahwa:
โA firmโs resources constitute its strengths and weaknesses. They
include human resources (the experience, capabilities, knowledge,
skills, and judgment of all the firmโs employees) organizational
resources (the firmโs systems and processes, including its strategies,
structure, culture, purchasing/materials management, production/
operations, financial base, research and development, marketing,
information system, and control systems), and physical resources
(plant and equipment, geographic locations, access to raw materials,
distribution network, and technology).
Menurut Peter et al., (1996) lingkungan internal perusahaan
merupakan sumber daya perusahaan (the firmโs resources) yang
akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber
daya perusahaan ini meliputi sumber daya manusia (human
resources) seperti pengalaman (experiences), kemampuan
(capabilities), pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan
pertimbangan (judgment) dari seluruh pegawai perusahaan, sumber
daya perusahaan (organizational resources) seperti proses dan
11. sistem perusahaan, termasuk strategi perusahaan, struktur, budaya,
manajemen pembelian material, produksi/operasi, keuangan, riset
dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem
pengendalian), dan sumber daya fisik seperti (pabrik dan peralatan,
lokasi geografis, akses terhadap material, jaringan distribusi dan
teknologi). Jika perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan
sumber daya tersebut, maka ketiga sumber daya di atas
memberikan perusahaan sustained competitive advantage.
Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar
organisasi dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan
(opportunities) dan ancaman (threath) yang akan dihadapi perusahaan.
Terdapat dua perspektif untuk meng-konseptualisasikan lingkungan
eksternal.
Pertama, perspektif yang memandang lingkungan eksternal
sebagai wahana yang menyediakan sumber daya (resources) (Clark et
al., 1994: Tan dan Litschert, 1994). Kedua perspektif yang memandang
lingkungan eksternal seba-gai sumber informasi. Perspektif pertama
berdasar pada premis bahwa lingkungan eksternal merupakan
wahana yang menyediakan sumber daya yang kritikal bagi kelangsungan
hidup perusahaan (Tan dan Litschert, 1994). Perspektif ini juga
mengandung makna potensi eksternal dalam mengancam sumber daya
internal yang dimiliki perusahaan. Pemogokan, deregulasi, perubahan
undang-undang, misalnya, berpotensi merusak sumber daya internal yang
dimiliki perusahaan (Clark et al., 1994). Perspektif kedua mengaitkan
informasi dengan ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty).
Ketidakpastian lingkungan mengacu pada kondisi lingkungan eksternal
yang sulit diramalkan perubahannya (Clark et al., 1994). Hal ini
12. berhubungan dengan kemampuan anggota organisasi dalam pengambilan
keputusan (decision making) (Clark et al., 1994).
Kaitan lingkungan eksternal dengan organisasi dapat dijelaskan
dengan teori-teori seperti, teori ekologi-populasi (population ecology
theory), teori kontinjensi (contingency theory), dan teori ketergantungan
pada sumber daya (resource dependence theory). Teori pendekatan
ekologi populasi menjelaskan bahwa kelangsungan hidup dan
keberhasilan perusahaan ditentukan oleh karak-teristik lingkungan di
mana perusahaan berada (Child, 1997). Model pendekatan ini membawa
implikasi bahwa lingkungan eksternal mempunyai pengaruh langsung
(direct effect) terhadap kinerja perusahaan tanpa memandang pilihan
strategi yang dijalankan perusahaan (Wiklund, 1999).
Teori kontingensi (contingency theory) menyatakan bahwa
keselarasan antara strategi dengan lingkungan bisnis eksternal
menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan (Child, 1997).
Teori kontijensi juga bermakna bagaimana perencanaan strategi mampu
memenuhi tuntutan lingkungan, yang mana jika tidak tercipta keselarasan
antara perencanaan strategi dengan lingkungan bisnis eksternal dapat
berakibat turunnya kinerja sehingga munculnya krisis organisasi atau
perusahaan (Elenkov, 1997). Keselarasan antara strategi organisasi
dengan lingkungan eksternalnya merupakan fokus kajian manajemen
strategik. Pendekatan dengan menggunakan teori kontijensi ini mendapat
dukungan dari banyak pakar. Bukti empiris yang ada pada umumnya
menunjukkan bahwa perusahaan yang berhasil menyelaraskan
13. strateginya dengan lingkungan eksternal yang dihadapinya akan
memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan-
perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strateginya. (Elenkov,
1997).
Krajewski, et al., (1987) dalam Masood, et al., (2000) berpendapat
bahwa terdapat tujuh dimensi dalam pengukuran lingkungan eksternal,
yaitu:
1.Kondisi perekonomian
2.Kecenderungan yang terjadi
3.Perubahan teknologi
4.Kondisi politik
5.Perubahan sosial
6.Ketersediaaan sumber daya utama
7.Gabungan kekuatan antara konsumen dan pemasok
Penelitian lain yang dilakukan oleh Heizer dan Render (dalam
Masood et al, 2000) menyatakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
lingkungan adalah kondisi perekonomian, budaya, teknologi, demografi,
dan peraturan pemerintah. Lain halnya dengan Bourgeois (dalam Masood
et al, 2000) yang mengatakan bahwa lingkungan dipengaruhi oleh
konsumen, pesaing, pemasok, dan peraturan pemerintah.
Ada dua pendekatan untuk mengukur lingkungan bisnis eksternal,
yaitu ukuran objektif (objectif environmental measures) dan ukuran
subjektif/persepsi (perceptual environmental measures) (Boyd et al.,
14. 1993). Pengukuran lingkungan bisnis eksternal dengan pendekatan
objektif dilakukan dengan rasio konsentrasi industri Boyd et al., 1993).
Sementara pengukuran lingkungan bisnis eksternal dengan pendekatan
subjektif dilakukan dengan menggunakan atensi dan interpretasi manajer
sebagai informan kunci (key informan) dari lingkungan yang dihadapi
perusahaan. Hal ini memungkinkan para peneliti menggambarkan
lingkungan bisnis eksternal berdasarkan perspektif anggota organisasi
dalam hal ini manajer dan top manajer (Boyd dan Fulk, 1996; Boyd et al.,
1993).
Banyak terjadi perdebatan dalam hal mengukur lingkungan bisnis
eksternal, apakah lingkungan eksternal seharusnya diperlakukan sebagai
suatu kenyataan (objective reality) atau sebagai fenomena berdasarkan
persepsi saja (perceptual phenomenon) (Boyd dan Fulk, 1996). Hal yang
utama adalah bukan pada apakah lingkungan harus diukur secara objektif
atau berdasarkan persepsi, tetapi yang harus diperhatikan adalah
masalah relevansinya. Dalam proses pengambilan keputusan (decision
making), untuk mempelajari perilaku dan tindakan manejerial serta
formulasi dan perencanaan strategik ukuran subjektif lebih relevan
digunakan (Boyd dan Fulk, 1996). Sementara ukuran objektif relevan
untuk memahami dan mengukur hambatan eksternal (external
constraints) yang dihadapi perusahaan dan kualitas peluang yang tersedia
(Boyd dan Fulk, 1996; Boyd et al., 1993). Oleh karena itu ukuran objektif
lebih tepat digunakan oleh peneliti yang menggunakan model
ketergantungan pada sumber daya dan model pendekatan ekologi
16. Sedangkan kajian tentang tindakan perusahaan seperti dalam
persepsi (Boyd et al., 1993). Ukuran berdasarkan persepsi lebih penting
karena persepsi dapat membentuk perilaku managerial (managerial
behavior) yang pada gilirannya, akan mempengaruhi pilihan manajerial
(managerial choice). Elenkov (1997) menjelaskan bahwa persepsi dan
interpretasi manajer terhadap lingkungannya merupakan dasar bagi
tindakan strategik (strategic action). Argumen di atas mendukung
pengukuran lingkungan berdasarkan persepsi (subjective measure), dalam
hal ini persepsi manajer secara metodologi adalah valid, serta mempunyai
tingkat akurasi yang tidak kalah dengan ukuran objektif.
Variabel selanjutnya dalam penelitian ini, sebuah perencanaan stratejik
dapat dipengaruhi oleh variabel faktor lingkungan sebagai upaya untuk
menganalisa, mengevaluasi, mengimplementasi strategi atas kekuatan
eksternal dan internal dari sebuah organisasi.
Faktor lingkungan sangat berperan terhadap kondisi usaha, karena
faktor lingkungan ini sangat menentukan strategi yang akan dijalankan
(Covin and Covin,1990; Miller and Friesen,1982). Mengikuti lini pemikiran
ini , premis dasar dari studi yang dilakukan oleh Miller,1997 adalah
strategi usaha secara meningkat telah ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
lingkungan. Akibatnya fokus dari penelitian tersebut adalah menguji
keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan sebagai pengaruh
perencanaan strategi dalam mencapai keunggulan bersaing yang
maksimal.
17. Pearce dan Robinson (1997) menyatakan bahwa perumusan
strategi memedomani eksekutif dalam menetapkan kebijakan organisasi
untuk mencapai tujuan akhir serta cara yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan akhir tersebut. Perumusan strategi yang efektif dan
efisien adalah perumusan yang memadukan perspektif yang berorientasi
kedepan dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi.
Lingkungan eksternal diketahui mempunyai peranan besar dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial, proses dan struktur
organisasi (Keats & Hitt,1988), maka lingkungan eksternal penting untuk
selalu dipantau dan dianalisis. Pengamatan lingkungan merupakan suatu
proses penting dalam manajemen yang strategis, sebab pengamatan
adalah mata rantai yang pertama dalam rantai tindakan dan persepsi yang
memungkinkan suatu organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya (Hambrick, 1982 dalam Abdalla dan Sammy,1995)
Snyder (1981) juga mengemukakan bhawa pengamatan
lingkungan sebagai monitoring, evaluasi dan penyebaran informasi pada
lingkungan eksternal merupakan kunci para manajer dalam organisasinya
(Wheelen dan Hunger,1992 dalam Abdalla dan Sammy,1995)
menyatakan bahwa sebelum CEO merumuskan strategi organisasi,
mereka perlu meneliti lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi
ancaman dan peluang organisasi.
Melihat lebih jauh lingkungan operasi terdekat organisasi bagi
industri dimana ia berkompetisi telah lama dianjurkan, para manajer harus
18. merubah pandangan penelitian mereka terhadap lingkungan pada โdaerah
terdekat dimana organisasi bersaing dalam industri secara keseluruhanโ.
Porter (1980) mencatat bahwa isi dari formulasi strategi kompetitif adalah
menguntungkan organisasi dengan lingkungannya dan aspek inti dari
faktor lingkungan organisasi dalah industri-industri dimana organisasi itu
bersaing.
Dalam beberapa literatur dikenal beragam dimensi lingkungan,
pada lingkungan eksternal dikonseptualisasikan sebagai konstuk yang
bersifat multi dimensi (Tan & Lischert,1994; Van Egeren dan
OโConnor,1998 dalam tesis Nomastuti Junita Dewi,2005) terdapat
dimensi-dimensi lingkungan eksternal yang masuk dalam literatur-literatur
manajemen strategi dan teori organisasi terdiri dari 3 dimensi yaitu : (a)
Dukungan lingkungan (environmental munifence) adalah sejauh mana
sumber daya yang diberikan lingkungan dapat mendukung pertumbuhan
& stabilitas yang diperlukan oleh organisasi. (b) Dinamika lingkungan
(environmental dynamism) adalah tingkat perubahan yang tidak dapat
diprediksi dan sulit direncanakan sebelumnya dalam elemen-elemen
lingkungan, misal sektor pelanggan, pesaing, pemerintah dan teknologi.
(c) Kompleksitas lingkungan (environmental complexity) adalah
heterogenitas dari rangkaian aktivitas-aktivitas lingkungan. Penilaian
lingkungan dianggap sebagai aktivitas pendahuluan bagi formulasi tujuan-
tujuan tertentu.Bagian dari aktifitas ini mempunyai landasan dari literatur
normatif pada formulasi strategi.
19. 2.4. Budaya Organisasi
2.4.1. Pengertian Budaya Organisasi
Tingginya tingkat persaingan antar perusahaan membuat para
pengambil keputusan perlu melakukan kajian yang mendalam tentang
budaya perusahaan atas 4 (empat) elemen yang saling berkaitan yaitu
faktor manajerial, faktor lingkungan, budaya organisasi, perencanaan
stratejik dan keunggulan bersaing.
Sebuah paper menyatakan bahwa sebuah kultur/budaya
perusahaan dapat menjadi alat praktis manajemen dan mampu
mendukung perubahan proses manajemen dalam memanaje perubahan
strategi. Bagi sebagian orang berpendapat bahwa budaya perusahaan
sama antara satu dengan yang lain, tapi perlu diketahui bahwa budaya
perusahaan secara akademik dapat digunakan sebagai jembatan antara
analisis level mikro dan makro. Penghubung antara perilaku organisasi
pada level operasional dalam perusahaan dan manajemen stratejik. Bagi
para praktisi, budaya merupakan pilihan seseorang dalam memahami
dunia organisasi mereka dengan mempelajari pengalaman mereka sehari-
hari dalam organisasi dengan perubahan secara nyata dalam dunia bisnis
(Wilkins,1993).
Budaya perusahaan mencakup mengenai nilai, aturan,
kepercayaan didalamnya yang membentuk perilaku, sikap yang
menguntungkan (Schein,1992) sehingga budaya perusahaan dapat
mempengaruhi kepuasan karir seseorang dan komitmen organisasi.
Karena ada persamaan mengenai tipologi dan dimensi dari budaya
organisasi.
20. Menurut (Chen,2004) budaya perusahaan memberikan efek
signifikan terhadap tanggung jawab dan komitmen karyawan pada
organisasi mereka. Sikap dan perilaku langsung dari pimpinan akan
mempengaruhi tanggung jawab dan komitmen karyawan serta perilaku
mereka dalam berinteraksi untuk menciptakan budaya perusahaan.
Sebuah survey ditemukan mengenai hal yang mempengaruhi
perilaku diindikasikan bahwa responden percaya bahwa budaya
perusahaan merupakan faktor penting dalam kunci keberhasilan dalam
kapabilitas ini (Anonymous,1998) memberikan pentingnya budaya
perusahaan dan dampaknya pada perubahan organisasi.
Merujuk pada (Modway et.al,1979) komitmen organisasi terdiri dari
tiga faktor yaitu kepercayaan yang kuat dan penerimaan dalam tujuan dan
nilai perusahaan, kemauan yang keras dalam memperhatikan hasil tidak
setengah-tengah pada perusahaan, keinginan yang kuat dalam mengatur
keanggotaan dalam organisasi. Kepuasan kerja mempengaruhi dalam
tugas khusus pada lingkungan dimana karyawan bekerja (Modway,Porter
& Steers,1982), kepuasan dapat dilihat secara instrinsik, ekstrinsik dan
kepuasan total (Weiss,Dawis, England & Lofquist,1967).
Harris dan Mossholder (1996) menggarisbawahi bahwa budaya
perusahaan merupakan dasar dari seluruh faktor manajemen sumber
daya manusia. Ini juga mempengaruhi perilaku yang merujuk pada hasil
yaitu, komitmen, motivasi, moral dan kepuasan.
21. 2.5. Kinerja Perusahaan
2.5.1. Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja berasal dari kata .to perform. yang artinya melakukan suatu
kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan. Sementara itu dalam praktek
manajemen sumber daya manusia banyak terminologi yang muncul
dengan kata kinerja yaitu evaluasi kinerja (performance evaluation),
dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal,
performance rating, performance assessment, employe evaluation, rating,
efficiency rating, service rating) pada dasarnya merupakan proses yang
digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance.
Kinerja adalah suatu konsep dasar yang bersifat umum. Konsep ini
biasanya dipahami secara implisit sehingga sulit untuk diungkapkan
secara eksplisit. Kinerja yang terkait dengan konsep tertentu melahirkan
pendekatan atau pengukuran khusus (Chakravarthy, 1986).
Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat
diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari
berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai
maka dilakukan penilaian kinerja.
Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment.
Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh
22. suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar
yang ditetapkan. Dengan demikian penilaian kinerja perusahaan
(companies performance assessment) mengandung makna suatu proses
atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu
perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan
Norton, 2004).
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana
strategik, program dan anggaran organisasi. Penilaian kinerja juga
digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan,
melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik
yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran
keuangan dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil
tindakan yang telah dilakukan di masa lalu dan ukuran keuangan tersebut
dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan customer,
produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/intern serta
produktivitas dan komitmen personel yang akan menentukan kinerja
keuangan masa yang akan datang. Ukuran keuangan menunjukkan akibat
23. dari berbagai tindakan yang terjadi di luar masalah keuangan.
Peningkatan financial returns yang ditunjukkan dengan ukuran ROE
merupakan akibat dari berbagai kinerja operasional seperti:
1. Meningkatnya kepercayaan customer terhadap produk yang
dihasilkan perusahaan
2. Meningkatnya produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis
yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk
dan jasa
3. Meningkatnya produktivitas dan komitmen personel.
Jadi jika manejemen puncak berkehendak untuk melipatgandakan
kinerja keuangan perusahaannya, maka fokus perhatian seharusnya
ditujukan untuk memotivasi personel dalam melipatgandakan kinerja di
perspektif non keuangan atau operasional, karena disitulah terdapat
pemacu sesungguhnya (the real drivers) kinerja keuangan berjangka
panjang.
Pada perspektif penilaian kinerja yang lebih luas, Hansen dan
Mowen (1997) menyatakan sebagai berikut:
โActivity performance measure exist in both financial and non
financial forms. These measures are designed to assess how well
an activity was performed and the result achieved. They are also
designed to reveal if constant improvement is being realized.
Measures of activity performance center on three major dimension:
(1) efficiency, (2) quality, and (3) time.
Hal di atas menjelaskan bahwa aktivitas penilaian kinerja terdapat
dua jenis pengukuran yaitu; keuangan dan non keuangan. Pengukuran ini
dirancang untuk menaksir bagaimana kinerja aktivitas dan hasil akhir yang
24. dicapai. Ada juga penilaian kinerja yang dirancang untuk menyingkap jika
terjadi kemandekan perbaikan yang akan dilakukan. Penilaian kinerja
aktivitas pusat dibagi kedalam tiga dimensi utama, yaitu: (1) effisiensi, (2)
kualitas, (3) waktu.
Berdasar pada hasil penelitian terdahulu yang menyatakan adanya
hubungan antara perencanaan stratejik dengan kinerja perusahaan. Maka
berikut ini akan diuraikan penjelasan mengenai variabel dari kinerja
perusahaan seperti dibawah ini :
Pengukuran kinerja merupakan sesuatu yang kompleks dan
merupakan tantangan besar bagi para peneliti (Beal, 2000) karena sebuah
konstruk kinerja yang bersifat multidimensional dan oleh karena itu
pengukuran kinerja dengan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu
memberikan pemahaman yang komprehensif (Bhargava et al,1994).
Sehingga pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau
mengintegrasikan pengukuran yang beragam (multiple measures)
(Bhargava et al, 1994; Venkatraman & Ramunajam,1986).
Beal (2000) mengemukakan bahwa belum ada konsensus tentang
ukuran kinerja yang paling layak dalam sebuah penelitian dan ukuran-
ukuran obyektif kinerja yang selama ini dipakai dalam banyak penelitian
masih banyak kekurangan. Misalnya ukuran ROI (Return On Investment)
mempunyai kelemahan, karena terdapat berbagai macam metode
pengukuran depresiasi, persediaan dan nilai fixed cost (Wright et al,
1995). Lebih jauh Sapienza et al (1988) mengemukakan bahwa ukuran
25. kinerja organisasi berbasis akuntansi dan keuangan memiliki kekurangan
selain disebabkan oleh bervariasinya metode akuntansi, juga disebabkan
oleh adanya kecenderungan manipulasi angka dari pihak manajemen
sehingga pengukuran menjadi tidak valid.
Untuk menngantisipasi tidak tersedianya data-data kinerja obyektif
dalam sebuah penelitian, maka dimungkinkan untuk menggunakan ukuran
subyektif, yang mendasarkan pada persepsi manajer (Beal, 2000). Zahra
and Das (1993) membuktikan bahwa ukuran kinerja subyektif memiliki
tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi. Disamping itu penelitian Voss
& Voss (2000) menunjukkan adanya korelasi yang erat antara ukuran
kinerja subyektif dan ukuran kinerja obyektif.
Berdasarkan uraian diatas, kinerja perusahaan diukur dengan
menggunakan pengukuran subyektif yang mendasarkan pada persepsi
staf dan manajer perusahaan atas berbagai dimensi pengukuran kinerja
perusahaan. Dimensi pengukuran kinerja yang lazim digunakan dalam
berbagai penelitian adalah pertumbuhan (growth), kemampulabaan
(profitability) dan efisiensi.
Barkham, et.al (1996 dalam Wicklund (1999) menegaskan bahwa
pertumbuhan penjualan merupakan indikator kinerja yang sangat lazim
dan telah menjadi konsensus sebagai ukuran dimensi pertumbuhan
terbaik. Lebih lanjut, Wicklund (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan,
dipicu oleh naiknya atas permintaan produk yang ditawarkan perusahaan
yang berarti naiknya penjualan.
26. Indikator pertumbuhan yang dipilih adalah pertumbuhan pangsa
pasar (market share). Menurut Bhargava, et.al (1994) pertumbuhan
pangsa pasar bisa digunakan untuk mengkur efektivitas pasar, disamping
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencapai skala efisiensi
dan kekuatan pasar (market power).
2.6. Kerangka Pemikiran
Berangkat dari kajian teori sebagaimana diungkap sebelumnya,
maka kerangka penelitian dibangun bentuk diagram sebagai berikut.
e1 e2
X1
X2 X4
X5
X3
Gambar 1. Kerangka Penelitian
27. Keterangan :
X1 = Perencanaan Strategik
X2 = Manajerial
X3 = Lingkungan
X4 = Budaya Organisasii
X5 = Kinerja Perusahaan
e = Variabel Lain
2.7. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori sebagaimana diuraikan di atas, maka
dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh langsung perencanaan strategik terhadap kinerja
perusahaan di PT. XX.
2. Terdapat pengaruh langsung manajerial terhadap kinerja perusahaan
di PT. XX.
3. Terdapat pengaruh langsung lingkungan terhadap kinerja perusahaan
di PT. XXX.
4. Terdapat pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja
perusahaan di PT. XX.
5. Terdapat pengaruh tidak langsung perencanaan strategik terhadap
kinerja perusahaan di PT. XX, melalui budaya organisasi.
6. Terdapat pengaruh tidak langsung manajerial terhadap kinerja
perusahaan di PT. XX melalui budaya organisasi.
7. Terdapat pengaruh tidak langsung lingkungan terhadap kinerja
perusahaan di PT. XX melalui budaya organisasi.