Dokumen tersebut membahas tentang gempa besar yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 yang memicu terjadinya tsunami besar-besaran. Gempa tersebut disebabkan oleh pertemuan lempeng tektonik di wilayah Indonesia dan memiliki kekuatan 8,9 skala richter. Tsunami yang dihasilkan menghancurkan kota-kota pantai di Aceh dan Sumatera Utara serta menewaskan 230.000 jiwa.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Bab 1 tugas nad
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia tidak mungkin terlepas dari adanya gempa bumi. Gempa dapat terjadi
disemua daerah. Beberapa lempeng bumi bertemu dan beradu atau berbenturan sejak dahulu,
di kepulauan Indonesia ini. Banyak tempat rawan akan gempa dan tsunami di Indonesia. Hal
ini dikarenakan wilayah Indonesia secara geografis maupun geologi merupakan negara
kepulauan yang terletak pada empat lempeng tektonik yang bertemuan, yaitu: lempeng
Euroasia, Australia, Pasifik, dan Filipina. Bencana gempa bumi dan gelombang tsunami yang
melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara tanggal 26 Desember 2004 lalu
sangatlah luar biasa. Hempasan ombak yang merasuk jauh ke pantai menghancurkan daratan.
Kota-kota yang terletak di sepanjang pantai Barat Aceh dan Sumatra Utara, terutama dari
Banda Aceh hingga Meulaboh, dibuat porak poranda. Peristiwa ini menyebabkan kerusakan
yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Hampir 230,000 orang tewas — 160,000 di Provinsi
Aceh — kebanyakan mereka adalah wanita dan anak-anak.
Masyakarat terkoyak, mata pencaharian hilang, keluarga, sekolah dan fasilitas
kesehatan hilang terbawa arus besar. Selain itu, terdapat kerusakan skala besar dan sumber
daya yang besar pula. Sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama dalam rehabilitasi
daerah tersebut dan memulihkan dengan lebih baik. Tidak hanya Indonesia yang mengalami
kerusakan akibat gempa 8,9 skala richter dengan episentrum di sekitar Meulaboh itu, tetapi
juga negara-negara yang terletak di teluk Banggali dan juga jauh hingga Benua Afrika.
Gempa bumi ini tergolong terbesar keempat sepanjang sejarah. Efek dari gempa bumi
dan tsunami ini bukan hanya seketika, tetapi mendunia. Istilah tsunami begitu sering
diungkapkan oleh warga. Selain itu dampak buruk tsunami yang diakibatkan oleh gelombang
yang sangat dahsyat dengan ketinggian ketika masuk ke daratan bisa mencapai 15 meter dan
kecepatan bagai pesawat tempur. Keadaan pesisir pantai pasca tsunami mengalami kerusakan,
sebagian besar vegetasi pelindung kawasan pesisir mati akibat hantaman gelombang.
Vegetasi yang mati meliputi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan tropis
dataran rendah. Akibatnya, hutan kawasan pesisir yang rusak tersebut secara alami juga akan
mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena pusat terjadinya gempa berada di sekitar
Samudera Hindia (Suryawan dan Mahmud, 2005). Secara fisik hutan mangrove berfungsi
1
2. 2
sebagai peredam hempasan gelombang. Banyak orang menjadi sangat takut dengan tsunami,
seperti semua gempa yang terjadi segera dianggap dan dihubungkan dengan akan terjadinya
gelombang tsunami. Dari hal ini menjadi penting agar segera melakukan kegiatan edukasi dan
sosialisasi mengenai bencana alam yang benar kepada masyarakat. Masyarakat dipersiapkan
dan diwaspadai terhadap setiap ancaman yang akan terjadi. Akan tetapi, sikap ini harus disertai
dengan pemahaman yang benar. Saatnya secara sadar diberikan pengajaran kepada seluruh
masyarakat tentang apa-apa yang harus dilakukan apabila terjadi bencana, karena pemahaman
yang keliru bukan hanya merugikan, tetapi dapat membahayakan diri sendiri. Bencana berlalu,
namun masih menyisahkan duka yang mendalam menyelimuti Indonesia. Banyaknya korban
jiwa, yang telah terindetifikasi maupun hanyut dilaut luas. Bukan hanya itu, kehancuran sendi-
sendi perekonomian di Aceh serta permasalan lingkungan yang sangat kompleks. Upaya
pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan
kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana secara lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
Karya ilmiah ini akan dibagi beberapa pokok masalah berdasarkan uraian
latar belakang di atas, yaitu:
a. Siklus tsunami
b. Kerusakan pasca tsunami
c. Upaya-upaya penanggulangan pasca tsunami
d. Upaya perencanan tata ruang pasca tsunami
1.3 Tujuan
Berdasarkan pada latar belakang, maka makalah ini bertujuan untuk dapat memahami
bagaimana siklus tsunami, bagaimana karusakan pasca tsunami yang berdampak pada
kesehatan lingkungan serta kesehatan korban. Selain itu memberikan informasi upaya-upaya
penanggulangan pasca tsunami dan mengetahui upaya perencanan tata ruang pasca tsunami
Dengan demikian kita sebagai warga negara Indonesia dapat paham ataupun mengenal
kriteria bencana dalam negaranya sendiri. Selain itu, kita juga dapat menilai dan menganalisis
bagaimana perkembangan serta pengawasan akan bencana yang akan terjadi maupun yang
telah terjadi.
3. 3
1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diaharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pembaca atas
pemberikan informasi ini, serta memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih rinci kepada
pembaca terutama dengan adanya tafsir ilmi yang dapat menambah ketaqwaan kita kepada
Sang Pencipta atas tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT yang dapat dipahami oleh
orang-orang yang berakal.
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
Alamialah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Daerah rawan bencana yaitu Suatu daerah yang
memiliki risiko tinggi terhadap suatu bencana akibat kondisi geografis, geologis, dan
demografis serta akibat ulah manusia. Sedangkaan rawan bencana merupakan kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang Pedoman Teknis
xvi Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.
2.2. Sejarah singkat bencana alam terbesar di Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, maupun letusan
gunung berapi dll. Sejarah bencana yang tergolong besar di Indonesia seperti, pada 27 Agustus
1983 terjadi bencana alam berupa meletusnya gunung Krakatau di selat sunda. Selain itu
sejarah baru ditorehkan yaitu bencana alam gempa besar di Aceh pada 26 December 2004,
mengakibatkan tsunami berskala 8,7 pada skala Richter di barat Aceh dan oleh dua gempa
besar di Kepulauan Nicobar dan Andaman, India, yang terjadi dalam selang waktu dua jam
kemudian. Bencana ini menewaskan sekitar 150.000 penduduk di kawasan Asia Tenggara dan
Asia Selatan.
2.3. Jenis Kegiatan atau Upaya Penanggulangan Pasca Bencana
a. Penanggulangan Bencana adalah Serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi Penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana adalah Serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan
4
5. 5
(mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat,
mensiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, dan
memulihkan (rehabilitasi), serta membangun kembali (rekonstruksi) infrastruktur
kesehatan yang rusak akibat bencana secara lintas‐ program dan lintassektor.
b. Rehabilitasi adalah Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara Pedoman Teknis xxiv
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
c. Rekonstruksi adalah Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
2.4. Jenis-jenis kegiatan waspada bencana
a. Kegiatan Pencegahan Bencana adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana
dan/atau bila memungkinkan meniadakan sebagian atau seluruh bencana yang mungkin
terjadi.
c. Mitigasi adalah Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi bencana.
d. Kesiapsiagaan adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna.
e. Penilaian risiko adalah Suatu evaluasi terhadap semua unsure yang berhubungan
dengan pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap lingkungan tertentu
6. 6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gempa besar pemicu tsunami di NAD dan Sumut
Menurut peta sejarah kegempaan Badan Meteorologi dan Geofisika, gempa berskala
kecil dan besar banyak melanda Indonesia, mulai dari Nusa Tenggara hingga Sumatera. Pusat
gempa sebagian besar di perairan yang relatif dekat dengan pulau-pulau tersebut. Hal
ini berhubungan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut, dan diketahui bahwa
sebagai tempat bertemunya tiga lempeng benua terdapat di bawah perairan Indonesia. tiga
lempeng benua tersebut ialah, lempeng Hindia atau Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng
Eurasia di utara, dan lempeng Pasifik di timur Gempa yang terjadi di perairan barat Nanggroe
Aceh Darussalam, Nicobar, dan Andaman, hari minggu 26 Desember lalu merupakan akibat
dari interaksi lempeng Indo-Astralia dan Eurasia. Gempa-gempa besar pada skala magnitudo
5,8 hingga 9,0 berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilimeter tergolong gempa dangkal,
namun telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia
Tenggara dan Asia Selatan, yang berada di sekitar tiga pusat gempa tersebut Gempa berskala
besar, kata Dr.Prih Haryadi kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Geofisika Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), menimbulkan patahan berdimensi ratusan kilometer
jaraknya dari pusat gempa hingga memicu gempa lain. Gempa di Aceh menimbulkan dampak
kegempaan hingga radius 200 kilometer. Diantaranya memicu gempa di Kepulauan Nicobar di
sebelah utara pusat gempa pada jarak 550 kilometer serta mengguncang Pulau Andaman.
Selain menimbulkan getaran yang kuat, gempa kali ini juga menyebabkan timbulnya deformasi
vertikal di sumber gempa. Deformasi berupa penurunan permukaan dasar laut tersebut
mengakibatkan penjalaran energi kinetik menjadi gelombang tsunami di pantai. Daerah yang
rawan tsunami adalah daerah yang berpantai landai dan berupa teluk. Pada daerah teluk, energi
gelombang terperangkap hingga naik ke darat. Ancaman gempa tsunami berada sepanjang
pertemuan lempeng mulai dari timur kepulauan Maluku, selatan Nusa Tenggara dan Jawa,
hingga barat Sumatera. Umumnya, gempa subduksi di laut yang berkekuatan minimal 6,2 pada
skala Richter sudah dapat menimbulkan gelombang tsunami. Namun, yang lebih kecil dari
itupun dapat menimbulkan gelombang pasang, bergantung pada lokasinya dan pola subduksi
serta topografi dasar laut. Gempa di Meulaboh dilaporkan bukan saja telah menimbulkan
tsunami di daerah barat NAD, tetapi juga menerjang pulau Sabang. Gempa di Nicobar yang
berkekuatan 7,3 skala Richter ini yang dipicu oleh gempa meulaboh, dan gempa tersebut pula
6
7. 7
menyebabkan timbulnya tsunami di Songla dan Phuket (Thailand),menurut perkiraan Dr.Prih.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Dr. Heri Haryono, gempa yang posisinya
di dekat Pulau Simeulue (NAD) itu terjadi karena mekanisme kompresi atau subduksi, yaitu
lempeng Samudra Hindia menujam bagian bawah lempeng Asia Tenggara (yang merupakan
subduksi lempeng Benua Eurasia). Karena hal yang terjadi adalah gempa subduksi, yang
menyebabkan menunnya permukaan dasar laut di tempat pertemuan lempeng tersebut, maka
akan timbul gelombang laut yang merambat dan menerjang pantai di dekatnyaTerjadinya
keracunan dapat disebabkan oleh tercemarnya air yang digunakan untuk mengolah ataupun
mencuci bahan dan peralatan makanan/masak atau oleh faktor lain, seperti sarana dan prasarana
tempat pengolahan makanan, pemilihan bahan, serta cara penyajian yang tidak higienis.
Gambar 2. Gangguan Kesehatan Lingkungan( Penyebab Polusi Dan Penyakit Pascabencana
3.2 Upaya penanggulanagan dan pencegahan permasalahan kesehatan pasca tsunami
a. Penanganan jenazah Petugas yang menangani jenazah harus memerhatikan pencegahan
universal untuk menghindari tertular penyakit dari darah dan cairan tubuh ataupun
faktor lain-lain. Pengurus jenazah sebaiknya menggunakan alat pelindung diri, seperti
baju pelindung, sarung tangan, sepatu bot, topi, masker dan lainnya. Untuk menghindari
ancaman tertular hepatitis A, B, C, para petugas perlu mendapat vaksinasi terhadap
penyakit tersebut. Setelah mengurus maupun mengubur jenazah serta sebelum makan,
8. 8
petugas perlu mencuci tangan dengan sabun. Peralatan seperti usungan mayat dan
kendaraan harus dibersihkan dan diberi disinfektan secara rutin. Menurut panduan
teknis WHO mengenai penanganan jenazah setelah bencana, bahwa syarat lokasi
pemakaman sedikitnya 30 meter dari sumber air minum dan dasar kuburan 1,5 meter
di atas permukaan air tanah.
b. Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih
Dengan demikian, masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air
bersih yang memadai untuk memelihara kesehatannya. Pada tahap awal kejadian
bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih perlu mendapat perhatian, karena
tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan meningkatkan
risiko terjadinya penularan penyakit.
Pada situasi bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang
sudah memenuhi persyaratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi
syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis, perlu dilakukan:
c. buang atau singkirkan bahan pencemar;
1. lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan air yang ada cukup
tinggi;
2. lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan bahan bahan
desinfektan untuk air;
3. periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM;
4. lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik ‐titik distribusi. Tujuan
utama perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah timbulnya
risiko kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan. Bilamana
air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis
dapat dilakukan upaya perbaikan kualitas air antara lain sebagai berikut:
5. Penjernihan air cepat, menggunakan:
1) Alumunium sulfat (tawas) Cara penggunaan:
sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember 20 liter;
tuangkan/campuran tawas yang sudah digerus sebanyak ½ sendok teh dan
langsung diaduk perlahan selama 5 menit sampai larutan merata;
diamkan selama 10 – 20 menit sampai terbentuk gumpalan/flok dari
kotoran/lumpur dan biarkan mengendap. pisahkan bagian air yang jernih
9. 9
yang berada di atas endapan, atau gunakan selang plastik untuk
mendapatkan air bersih yang siap digunakan;
bila akan digunakan untuk air minum agar terlebih dahulu direbus sampai
mendidih atau didesinfeksi dengan aquatabs.
2) Poly Alumunium Chlorida (PAC) Lazim disebut penjernih air cepat yaitu polimer
dari garam alumunium chloride yang dipergunakan sebagai koagulan dalam proses
penjernihan air sebagai pengganti alumunium sulfat. Kemasan PAC terdiri dari:
a) Cairan yaitu koagulan yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran/ lumpur
yang ada di dalam air;
b) Bubuk putih yaitu kapur yang berfungsi untuk menetralisir Ph
Cara penggunaan:
sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember sebanyak 100 liter;
bila air baku tersebut ph nya rendah (asam), tuangkan kapur (kantung bubuk
putih) terlebih dahulu agar ph air tersebut menjadi netral (pH=7). bila ph air
baku sudah netral tidak perlu digunakan lagi kapur;
tuangkan larutan pac (kantung a) kedalam ember yang berisi air lalu aduk
perlahan lahan selama 5 menit sampai larutan tersebut merata;
setelah diaduk merata biarkan selama 5 – 10 menit sampai terbentuk
gumpalan/flok flok dari kotoran/lumpur dan mengendap. pisahkan air yang
jernih dari endapan atau gunakan selang plastik untuk mendapatkan air
bersih yang siap digunakan;
bila akan digunakan sebagai air minm agar terlebih dahulu direbus sampai
mendidih atau di desinfeksi dengan aquatabs.
c) Pengendalian kesehatan lingkungan pengungsian Pelaksanaan pengendalian
vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi adalah
pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida, serta pengawasan
makanan dan minuman. Pengendalian vektor penyakit menjadi prioritas dalam
upaya pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit sangat
besar seperti lalat, nyamuk, tikus, dan serangga lainnya. Kegiatan pengendalian
vektor dapat berupa penyemprotan, biological control , pemberantasan sarang
nyamuk, dan perbaikan lingkungan. Banyaknya tenda‐tenda darurat tempat
penampungan sementara para pengungsi yang diperkirakan belum dilengkap
dengan berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat diperlukan, akibatny banyak
10. 10
kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan akan menciptakan
breeding site terutama untuk lalat dan serangga pangganggu lain. Hal ini akan
menambah faktor resiko terjadinya penularan berbagai penyakit. Metode
pengendalian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Pengendalian lingkungan: breeding mengubah situs dengan mengeringkan
atau mengisi situs, pembuangan sampah secara teratur, menjaga tempat
penampungan bersih, dan kebersihan.
b) Pengendalian secara mekanis: menggunakan bednets, perangkap, penutup
makanan
c) Pengendalian biologis: menggunakan organisme hidup untuk pengendalian
larva, seperti ikan yang makan larva (misalnya, nila, ikan mas, guppies),
Bakteri (bacillus thuringiensis israelensis) yang menghasilkan racun
terhadap larva dan Pakis mengambang bebas yang mencegah pembiakan, dan
lain ‐ lain
d) Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman Dalam pengelolaan
makanan dan minuman pada bencana (untuk konsumsi orang banyak), harus
memperhatikan kaedah hygiene sanitasi makanan dan minuman (HSMM),
untuk menghindari terjadinya penyakit bawaan makanan termasuk diare,
disentri, korela, hepatitis A dan tifoid, atau keracunan makanan dan
minuman, berdasarkan pedoman
WHO Ensuring food safety in the aftermath of natural disasters antara lain
yaitu:
1) semua bahan makanan dan makanan yang akan didistribusikan harus
sesuai untuk konsumsi manusia baik dari segi gizi dan budaya;
2) makanan yang akan didistribusikan sebaiknya dalam bentuk kering dan
penerima mengetahui cara menyiapkan makanan;
3) stok harus dicek secara teratur dan pisahkan stok yang rusak;
4) petugas yang menyiapkan makanan harus terlatih dalam higiene dan
prinsip menyiapkan makanan secara aman;
5) petugas yang menyiapkan makanan sebaiknya tidak sedang sakit dengan
gejala berikut : sakit kuning, diare, muntah, demam, nyeri tenggorok
(dengan demam), lesi kulit terinfeksi atau keluarnya discharge dari
telinga, mata atau hidung;
11. 11
6) petugas kebersihan harus terlatih dalam menjaga dapur umum dan area
sekitarnya tetap bersih;
7) air dan sabun disediakan untuk kebersihan personal;
8) makanan harus disimpan dalam wadah yang melindungi dari tikus,
serangga atau hewan lainnya;
9) daerah yang terkena banjir, makanan yang masih utuh harus dipindahkan
ke tempat kering;
10) buanglah makanan kaleng yang rusak, atau bocor;
11) periksa semua makanan kering dari kerusakan fisik, tumbuhnya jamur
dari sayuran, buah dan sereal kering;
12) air bersih untuk menyiapkan makanan; dan
13) sarana cuci tangan dan alat makan harus disiapkan. Sebagai tambahan,
WHO juga mengeluarkan panduan kunci keamanan pangan (WHO Five
Keys for Safer Food) :
1) jaga kebersihan makanan;
2) pisahkan bahan mentah dan makanan yang sudah dimasak;
3) masak secara menyeluruh;
4) aga makanan pada suhu aman;
5) gunakan air dan bahan mentah makanan yang aman. Termasuk dalam
hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin
dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
3.4 Perencanaan NAD pasca tsunami
Untuk mengurangi dan meredam timbulnya korban dan kerugian harta benda
akibat proses geologi yang tidak berhenti tersebut, perlu dilakukan mitigasi. Upaya mitigasi
itu antara lain menyiapkan data dan informasi daerah rawan gempa dan tsunami, pemerintah
menata daerah rentan tinggi dengan menata ulang lokasi, menyosialisasi pemahaman
dan bencana gempa dan tsunami, masyarakat perlu menyadari bahwa mereka bertempat tingal
di derah rentan bencana, memehami aktivitas apa yang harus dihindarkan sesuai dengan sifat
serta jenis bencana tersebut, dan mengetahui cara menyelamatkan diri, Beberapa dosen dari
Institut Teknologi Bandung dari departemen Teknik Geologi, yaitu Deny Juanda, Budi
Brahmantyo, dan Bandono, serta dari Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, yaitu Johny
Patta dan Andi Oetomo, rabu (5/1) di gedung Rektorat ITB, menyampaikan sejumlah usulan
12. 12
dan pemikiran yang bisa dilakukan pemerintah serta semua pihak untuk membangun kembali
Banda Aceh. Budi mengatakan, Aceh merupakan daratan yang datar dengan tanah alluvial
yang terbentuk karena endapan. Derah yang datar menjadikannya ideal unuk dijadikannya ibu
kota karena daerah datar sangat baik untuk dibangun dan diakses diwilayah lain cenderung
terbuka. Namun, Banda Aceh juga rawan bencana. Selain itu, menurut Deny, Aceh diapit dua
patahan. Kedua daerah patahan lebih tinggi dari Aceh. Sehingga menjadi faktor penyebab
wilayah ini rawan gempa dan rawan tsunami karena terdapat pantai. Dengan demikian, apabila
Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang sebagai kota yang multi bahaya. Perencanaan
kota harus dirancang sebagai alat mitigasi atau alat memperkecil dampak bencana. Tata ruang
yang baik membentu memperkecil jumlah korban saat bencana terjadi dimasa mendatang.
Kontruksi tahan gempa Bilamana melihat ke negara Jepang yang sering dilanda gempa,
fondasi rumah penduduknya disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya. Pada
umumnya rumah-rumah disana terdiri dari bahan kayu dan kertas. Bentuj mejanya
dibuat rendah sampai mendekati lantai sehingga tidak memerlukan kursi. Lemarinya
pun kebanyakan menyatu dengan dinding dengan penutup yang dapat digeser.
Penerapan desain rumah serta isinya tersebut dibentuk sedemikian rupa agar bila terjadi
gempa, baik bahan bangunan maupun furniturnya sedapat mungkin tidak mencederai
penghuni rumah. Indonesia pun sebenernya merupakan negara dengan berbagai
intensitas genpa menengah sampai tinggi sehingga rancangan bangunan sepatutnya
memperhitungkan kemunginan itu. Menurut Dr. Ir Iwayan Sengara, dosen Departemen
Teknik Sipil ITB, sebenarnya ada peraturan yang membahas rancang bangun tahan
gempa. Rancangan bangun sesuai ketentuan yang dirumuskan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) tentang Peraturan Bangunan Tahan Gempa yang ditetapkan tahun
2002. Namun, peraturan ini relative baru sehngga sosialisasinya masih terbatas.
Penggalakkan penanaman Bakau Daerah yang mengalami bencana terbesar dari
tsunami adalah Banda Aceh, Lhok Nga, dan Meulabboh. Bencana tersebut selain
diakibatkan oleh tingginya gelombang tsunami, juga di perparah oleh tata ruang yang
kurang ramah bencana dan rusaknya lingkungan. Rumah dibangun dekat pantai. Tidak
ada sabuk hijau (green belt).
Mangrove hanya tinggal sedikit yang hanya tumbuh di beberapa tempat. Selain
itu, ada beberapa fakta-fakta mengenai keadaan gelombang pasang yang menghantam
Aceh. Pertama, gelombang tsunami akan semakin jauh masuk ke daratan jika kondisi
pesisir miskin mangrove.
13. 13
Kondisi gelombang bertolak pada wilayah pesisir dengan mangrove yang intensif.
ketebalan hutan mangrove sekitar 1200 meter mampu mengurangi gelombang tsunami
sekitar dua kilometer,‖ ujar widi. Kedua, gelombang tsunami semakin pendek masuk
ke daratan pada lahan pesisir dengan kebun ekstensif dan masa bangunan bertingkat
yang memenuhi persyaratan teknis bencana. Oleh karena itu, sudah saatnya
digalakkan penanaman bakau di sepanjang pesisir daerah yang potensi terkena
tsunami.
Hutan bakau memiliki perlindungan dan pengamanan kawasan pesisir yang
sangat baik. Setiap gelombang pasang yang dating mampu diredakan melalui hutan
yang lebat. Manfaat utama hutan mangrove di kawasan pesisir dan estuaria adalah
untuk mencegah erosi, penahan ombak, penahan angin, perangkap sedimen dan
penahan intrusi air asin dari laut. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai
perangkap sediment dan pemecah gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung
oleh formasi hutan mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih alami.
Kerapatan hutan mangrove yang cenderung menurun maka fungsinya sebagai peredam
gelombang juga akan cenderung menurun (Tjardhana dan Purwanto, 1995). Menurut
Widi A Pratikto, Direktur Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan
dan Perikanan, hutan bakau (mangrove) yang memiliki ketebalan 60 meter sampai 75
meter dari bibir pantai mampu mengurangi ketinggian gelombang laut sekitar 3,5 meter.
― Jika terjadi gelombang pasang setinggi 4,3 meter di suatu daerah yang memiliki
hutan bakau dengan lebar 65 meter dari bibir pantai, hamparan bakau itu ternyata
mampu menurunkan gelombang sehingga saat di bibir pantai, gelombang tsunami itu
semakin pendek, yakni tersisa satu meter ―, katanya.
Gambar 3. Hutan bakau Sebagai Peredam Ombak
14. 14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan
bahwa peristiwa besar yang dialami daerah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) 26
Desember 2004 lalu, tetutama dalam permasalahan kesehatan. Permasalahan yang ada
sangatlah beragam, seperti terganggunya kesehatan masyarakat Aceh maupun
kesehatan lingkungan setelah terjadinya tsunami. Upaya penanggulanagan dan
pencegahan permasalahan kesehatan pasca tsunami, yaitu penanganan jenazah yang
baik, perbaikan dan pengawasan kualitas air bersih, pengendalian kesehatan
lingkungan pengungsian, serta Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman.
Selain itu, Perencanaan NAD pasca tsunami sebagai upaya meminimalkan
dampak pasca tsunami maupun bencana yang akan terjadi di masa mendatang.
Misalnya penggalakkan hutan mangrove, kontruksi tahan gempa dan perencanaan
yang lainnya.
B. Saran
Setelah pemulihan korban maupun pengobatan pasca bencana tsunami. Barulah
sebaiknya dilakukan perencanaan rehabilitasi yang komprehensif dan terintegrasi.
Artinya pemulihan itu bisa dimulai dari pemetaan, analisis kerusakan, analisis risiko,
rencana restrukturisasi, dan perbaikan lingkungan. Maka dalam tahap rehabilitasi harus
dibuat sedemikian rupa agar mampu meredam tsunami di kemudian hari sehingga
dampaknya bisa diminimalkan. Apabila Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang
sebagai kota yang multi bahaya. Perencanaan kota harus dirancang sebagai alat
mitigasi atau alat memperkecil dampak bencana. Tata ruang yang baik membentu
memperkecil jumlah korban saat bencana terjadi dimasa mendatang. Upaya lainnya
yang tidak kalah pentingnya adalah dengan membuat tata ruang yang ramah bencana.
14