SlideShare a Scribd company logo
1 of 56
MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN DISASTER (BENCANA)
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST,M.Kes
NIP. 19780420 200501 2 002
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
Clara Chintia H1E113057
M. Yasir Arafat H1E113058
Wendy Noviantoro H1E113225
Rifqi Maulid Rizki H1E113233
Rifda Iklila Amanada H1E113236
Betina Surya H1E113242
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya ,
sehingga makalah kami yang berjudul: “Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan ”.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan dalam
pengerjaan makalah ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc selaku Rektor Universitas Lambung
Mangkurat.
3. Bapak Dr. Ing. Yulian Firmana Arifin, ST. MT selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
4. Bapak Chairul Irawan, ST., MT., Ph.D selaku Dekan I Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
5. Ibu Maya Amalia, M.Eng selaku Dekan II Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lambung Mangkurat.
6. Bapak Nurhakim, ST.MT selaku Dekan III Fakultas Teknik Dekan Fakultas
Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
7. Bapak Dr. Rony Ridwan ST.MT selaku kepala prodi Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
8. Ibu Dr. Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp,ST,.M.Kes selaku dosen mata kuliah
Kesehatan Lingkungan.
9. Teman-teman yang mendukung penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
10.Semua Pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.
Banjarbaru, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Tujuan ....................................................................................... 1
1.2. Latar Belakang .......................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................ 28
BAB IV. PENUTUP ..................................................................................... 43
4.1.Kesimpulan .............................................................................. 43
4.2. Saran ........................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1. Siklus Managemen Disaster ............................................... 15
2. Gambar 2.2. Diagram Proses Pemulihan Pasca Bencana ...................... 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesehatan lingkungan
2. Memberi informasi tentang prinsip dan konsep dasar kesehatan lingkungan
sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana
1.2 Latar Belakang
Bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan
kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah
bencana yang disebabkan oleh alam . Bencana alam adalah konsekuensi dari
kombinasi aktivitas alami dan aktivitas manusia, seperti letusan gunung, gempa
bumi, tanah longsor dan lain-lain. Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang
baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang
keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan
tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya
tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul
bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidak berdayaan”. Dengan demikian,
aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa
ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut
bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi
kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang
mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang
berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard)
serta memiliki kerentanan / kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan
memberi dampak yang hebat / luas jika manusia yang berada disana memiliki
ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana
merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk
mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan
demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang
besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Terjadinya bencana alam tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan
surveilans untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana dilakukan
sebelum bencana terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu
yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam .
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan
pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang
dipicu oleh suatu kejadian. Bencana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Bencana merupakan hasil dari kombinasi:
pengaruh bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability) pada saat ini,
kurangnya kapasitas maupun langkah-langkah untuk mengurangi atau mengatasi
potensi dampak negative .9
Berikut ini adalah macam-macam bencana :
- Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
langsor.
- Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
- Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Kejadian
Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan
tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika
terjadi bencana pada tanggalyang sama dan melanda lebih dari satu wilayah,
maka dihitung sebagai satu kejadian.
- Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkanoleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas
gunung api atau runtuhan batuan.17
- Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah “erups”. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu vulkanik, lava, gas beracun, tsunami dan
banjir lahar.
- Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat tergangg
unya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. 12
- Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
(‘tsu’ berarti lautan, ‘nami’ berarti gelombang ombak). Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
- Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.
- Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air
yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
- Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi
dilahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung,kedelai dan lain-lain) yang
sedang dibudidayakan .
- Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
- Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis danatau nilai lingkungan. Kebakaran hutan
dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yangdapat mengganggu
aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
- Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan
40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam
waktu singkat (3-5 menit). 5
- Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan
karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan
berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan
siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat
terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
- Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus
laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.
Kerusakan garis pantai akibat abrasi inidipicu oleh terganggunya
keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan
oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama
abrasi.
- Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di
darat, laut dan udara.
- Kecelakaan industry adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor,
yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang
berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat
bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja
yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang
terlibat di dalamnya.
- Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.949/MENKES/SK/VII/2004.
- Konflik Sosial atau kerusuhan social atau huru hara adalah suatu gerakan
massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang
dipicu oleh kecemburuan sosial, budayadan ekonomi yang biasanya dikemas
sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
- Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan
suasana teror atau rasa takut terhadaporang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas publik internasional.
- Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui
subversi, penghambatan, pengacauan dan atau penghancuran. Dalam perang,
istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang
tidak berhubungan dengan militer, tetapidengan spionase. Sabotase dapat
dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, sepertiinfrastruktur, struktur
ekonomi, dan lain-lain .5
Komponen yang mempengaruhi bencana ada 4 (empat), yaitu:
1. Resiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia,
kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bahaya tertentu disuatu
daerah pada suatu waktu tertentu.2
2. Bahaya adalah sebuah kondisi atau peristiwa yang memiliki potensi untuk
menyebabkan cedera atau kerusakan/kerugian.Bahaya alam (natural hazards) dan
bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations
International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan
menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi
(hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya
teknologi(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan
(environmental degradation)
3. Kerentanan adalah sekumpulan kondisi/akibat keadaan yang berpengaruh buruk
terhadap upaya--‐upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan
juga bias diartikan sebagai kemungkinan terganggunya are geografis karena
dampak bahaya tertentu, misal: dengan dengan daerah rawab bencana. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kerentanan, meliputi: (1) Fisik: kekuatan struktur
bangunan rumah, jalan dan jembatan terhadap ancaman bencana; (2) sosial:
kondisi demografi jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat
terhadap ancama bencana; (3) ekonomi: kemampuan financial masyarakat dalam
menghadapi ancaman di wilayahnya; (4) lingkungan: tingkat
ketersediaan/kelangkaan sumber daya lahan, air, Dan udara, serta kerusakan
lingkungan. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur
serta elemen-elemen didalam kota/ kawasan yang berisiko bencana
4. Kapasitas adalah kemampuan, kekuatan, potensi dari perorangan, keluarga,
dan/atau masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap
siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pullih dari suatu situasi kedaruratan
dan kekacauan atau“chaos” akibat bencana. Kapasitas yang rendah dari berbagai
komponen di dalam masyarakat.2
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas komponen
ancaman (hazard) yang berupa fenomena alam dan atau buatan di satu pihak, dengan
kerentanan (vulnerability) komunitas di pihak lain. Bencana terjadi apabila
komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan
tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya. Ancaman menjadi bencana apabila
komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut,
atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut.15 Bencana alam (natural
disaster) seringkali dianggap sama dengan bahaya alam (natural hazard). Bahaya
alam merupakan satu kondisi atau peristiwa alam yang tidak normal seperti banjir,
gempa bumi, letusan gunung berapi, dll. Sebagai bagian dari lingkungan, bahaya
alam dapat terjadi dimana saja tidak selalu menimbulkan bencana alam. Bencana
alam dengan demikian merupakan suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh bahaya
alam dan atau perilaku manusia sehingga menyebabkan jatuhnya korban, kecelakaan,
atau kematian pada manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana
lingkungan hidup, kemerosotan mutu sumberdaya alam, serta berubahnya ekosistem
secara drastis.24
University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana sebagai “the
range of activities designed to maintain control over disaster and emergency
situation and to provide a framework for helping at-risk persons to avoid or recover
from the impact of disaster. Disaster management deals with situation that occurs
prior to, during, and after the disaster.(serangkaian kegiatan yang didesain untuk
mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka
untuk membantu orang yang rentan-bencana untuk menghindari atau mengatasi
dampak bencana tersebut. Manajemen bencana berkaitan dengan situasi yang terjadi
sebelum, selama, dan setelah bencana). Universitas British Columbia merumuskan
definisi bencana (disaster) dengan memperhatikan tiga hal. (1). Bencana
dipertentangakan dengan darurat (emergency). Bencana tidak sama dengan
emergensi. Istilah emergensi biasanya dikaitkan dengan bencana mini, seperti
kebakaran, robohnya sebuah rumah, dan sejenisnya. Sedangkan bencana dikaitkan
dengan kejadian yang tidak biasa, sulit direspon, dan dampaknya bisa sampai
beberapa generasi, (2). Bencana dikaitkan dengan kemampuan mereka yang
mengalami bencana untuk mengatasinya. Sesuatu disebut bencana bila yang
mengalami masalah atau masyarakat lokal tidak mampu menanganinya. Oleh karena
itu, perlu keterlibatan masyarakat secara regional atau nasional, bahkan internasional.
(3). Bencana berkaitan dengan isu yang luas, bukan saja masalah ekonomi, tetapi
masalah sosial, ekologi, bahkan merambah ke wilayah politik. Ketidakmampuan
menangani bencana bisa berakibat fatal terhadap kepercayaan masyarakat kepada
penguasa.
Dengan demikian, Universitas British Columbia mendefiniskan manajemen
bencana (disaster)sebagai “process of forming common objectives and common
value in order to encourage participants to plan for and deal with potential and
actual disaster” ( proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai
bersama (common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan)
untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun aktual).14
Siklus managemen disaster (bencana) terdiri dari pencegahan dan mitigasi;
kesiapsiagaaan; tanggap darurat; rehabilitasi dan rekonstruksi
1. Pencegahan dan Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencan. Proses mitigasi adalah beberapa tindakan yang
seharusnya diambil sebelum terjadinya suatu bencana dalam rangka pengurangan
resiko bencana yang terintegrasi dengan menggunakan system pengembangan
yang berkelanjutan /sustainable development (Haifani).Penanggulangan bencana
alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bencana dan dampak yang
ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus memperhatikan
prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu:
a. Cepat dan Tepat
Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan
berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
b. Prioritas
Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan
pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
c. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa
penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
d. Berdaya Guna dan Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil
guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang
waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
e. Transparansi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah
bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
f. Kemitraan
Penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah
dengan masyarakat luas termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
maupun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan,
kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar negeri
termasuk dengan pemerintahannya.
g. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi,
penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk
memberdayakan masyarakat agar mengurangi dampak dari bencana.
h. Non Diskriminatif
Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminatif adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberi perlakuan yang berbeda
terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun.
i. Non Proletisi
Yang dimaksud dengan prinsip proletisi adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Badan
Penanggulangan Bencana dan Daerah yang selanjutnya disebut BPBD adalah
merupakan unsur pendukung dan pelaksana tugas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di bidang penanggulangan bencana dan perlindungan
masyarakat terhadap bencana alam, non alam dan sosial.
Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan
meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi
dan rekonstruksi, baik sebelum bencana, pada saat terjadinya bencana maupun
setelah bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi. Upaya
penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan tanggap darurat
dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah bencana. Upaya penanggulangan
dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis, menyeluruh, efisien dalam
penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan bantuan kepada
kelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan
dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pelaksanaan penanggulangan dampak
bencana.1
2. Kesiap siagaan
Menurut Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007, kesiap siagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(Presiden Republik Indonesia, 2007). Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara
umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3)
mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6)
mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi atau simulasi.
Kesiap siagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya
suatu kabupaten kota melakukan kesiap siagaan. Kesiap siagaan menghadapi
bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun
kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi
bencana. Kesiap siagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
bencana secara terpadu. Kesiap siagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi
bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik
adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari
jangkauan banjir. Kesiap-siagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya
bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang
penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi
penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang
bertujuan untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua kegiatan yang
berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2010) bahwa pada
masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko,
meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan
sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam
menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan
disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan
pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang
memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana.
Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade
terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko
bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana
(mitigasi) dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006).
Kesiap siagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna.Kesiap siagaan menghadapi bencana adalah suatu
kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang
memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana
secara terpadu. Kesiap siagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi
bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik
adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari
jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya
bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Pada tingkat pengembangan dan pemeliharaan kesiapsiagaan, berbagai usaha
perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting seperti:
a. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap
koordinasi)
b. Fasilitas dan sistim operasional
c. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply
d. Pelatihan
e. Kesadaran masyarakat dan pendidikan
f. Informasi
g. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat
atau krisis.
Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir akan maksimal untuk itu
pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendidikan petugas merupakan faktor yang
menjadi perhatian dalam menghasilkan kesiapsiagaan yang baik dalam
menghadapi bencana banjir.1
3. Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BNPB, BPBD
serta LSM dan masyarakat baik lokal maupun internasional juga beberapa
instansi terkait di pusat. Tahap ini bertujuan membantu masyarakat yang terkena
bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling
minimal. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan
pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula
penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan
pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk
dari bencana. Contoh-contoh kegiatan pada tahap ini adalah:
a. Pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan
b. Penanaman pohon bakau atau mangrove di sepanjang pantai untuk
menghambat gelombang tsunami
c. Pembuatan tanggul untuk menghindari banjir
d. Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah
e. Reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir
Pada tahap tanggap darurat, hal yang paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap
darurat. Selain itu, tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena
bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling
minimal.
Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan
ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini
dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan makanan yang
cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. Secara operasional, pada
tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:
a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka
b. Penanganan pengungsi
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan
yang memadai untuk para korban 1
4. Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi
bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti
tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah,
infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat
diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki
pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi
ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan
aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pascabencana.Tahap ini bertujuan membangun kembali daerah
bencana dengan melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya
masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana haruslah
dimulai dari sejak selesainya penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di
tingkat kabupaten terutama di wilayah rawan gempa (daerah patahan aktif).
Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali masyarakat dan
kawasan wilayah bencana. 1
Gambar 2.1 Siklus managemen disaster
Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana (seperti terlihat dalam
Gambar Siklus Manajemen Bencana), yang bertujuan untuk (1) mencegah
kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi
masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan
infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.16
Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang
sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik
dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah:
a. Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan
harta bendanya
b. Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat,
dapur umum, dan lain-lain
c. Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun
besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya
serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
d. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang
dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program
rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi.
e. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor
kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi
terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh.
Disaster kesehatan (health disaster) adalah penurunan status kesehatan
masyarakat secara keseluruhan yang tidak sanggup diatasi. Ilmu kedokteran disaster
disebut juga humanitarian medicine yang merupakan cabang ilmu kedokteran dalam
artian bantuan kesehatan segera (emergency) dan aktivitas kesehatan pada
penanggulangan bencana tanpa memandang ideologi politik maupun kenegaraan.
Patofisiologi atau mekanisme kejadian disaster selalu dimulai dengan hazard untuk
menimbulkan bencana (event) dan apabila bencana tersebut mengalami kontak
dengan masyarakat dan lingkungan di tempat kejadian (impact) akan berakibat
kerusakan (damage) seperti pada algoritma berikut. Manifestasi hazard akan
berdampak pada kehidupan dan lingkungan yang disebut bencana. Hazard dapat
diartikan sebagai isyarat bahaya sebelum terjadi bencana seperti turunnya binatang
buas dari puncak gunung Merapi akibat temperatur di daerah tersebut meningkat
sebagai tanda gunung itu mulai aktif. Hazard dapat juga diartikan sesuatu yang
berakibat negatif terhadap kesehatan manusia, perumahan, aktivitas dan lingkungan
atau sesuatu yang membahayakan sehingga dapat digolongkan sebagai berikut.3
Dengan koondisi lingkungan, kelelalahan fisik, serta kecemasan psikologis,
pada saat terjadi banjir ataupun setelah banjir surut, umumnya akan muncul berbagai
jenis penyakit yang bisa menghinggapi masyarakat korban bajir. Penyakit-penyakit
tersebut, seperti: Diare, Cholera, Psikosomatik, Penyakit Kulit, Penyakit
Leptospirosis, Penyakit saluran Napas, dan banyak lagi lainnya.
a. Diare
Diare merupakan penyakit yang paling sering terjadi saat bencana banjir
datang. Diare dapat menjangkit semua orang, baik anak-anak, remaja, dewasa,
bapak-bapak, ibu-ibu, dan orang tua. Gejala diare diantaranya adalah mulut kering,
mata cekung, perut kram dan kembung, mual dan muntah, sakit kepala, keringat
dingin dan demam. Jika ada diantara keluarga korban yang menderita penyakit diare,
sebaiknya segera dilakukan Pertolongan Pertama Pada Diare, Memberikan cairan
gula dan garam agar dapat mengatasi dehidrasi. Memberikan suplemen makanan
yang dapat membantu stamina dan mengembalikan fungsi organ-organ tubuh secara
maksimal, Memberikan obat anti diare yang dapat membantu. Menormalkan
pergerakan saluran pencernaan pada saat diare, melawan dehidrasi dan mencegah
terjadinya kram perut, obat yang biasa digunakan, misalnyha immudium, dan
antibiotik.
b. Psikosomatik
Kondisi lingkungan yang berubah tiba-tiba dan merasakan kecemasan
orangtua. Demikian pula trauma karena kehilangan orang yang dicintai, atau harta
benda yang diperjuangkan dengan susa payah, meyebabkan perasaan pilu yang luar
biasa. Selanjutnya kondisi kecemsan itu akan menekan alam bawah sadar maryakat,
sehingga senantiasa merasa banjir akan datang lagi, dan berbagai kondisi psikologis
sebagai pencetus penyakit ini. Pencegahan dan pengobatan gangguan ini dapat
diatasi dengan pemberian makanan dan minuman sehat yang cukup, serta istrihat
yang cukup. Demikian pula dapat diberikan obat anticemas, misalnya: Valium,
Diazepam, dan berbagai suplemen lainnya.
c. Penyakit Kulit
Pada umumnya menghinggapi atau menjangkiti para korban banjir. Penyakit
kulit ini disebabkan oleh: Infeksi kulit karena bakteri, virus atau jamur. Demikian
pula dapat diakibatkan oleh Parasit, kutu, larva dan Alergi kulit.Pencegahannya
dapat dilakukan dengan: Seminimal mungkin menghindari kontak langsung dengan
air dengan menggunakan sepatu boot. Jagalah kebersihan dan selalu gunakan
pakaian yang kering.
d. Leptospirosis
Penyakit ini diakibatkan oleh parasit bernama Leptospyra Batavie.
Penyebarannya melaui air yang tergenang dan bersumber dari air kencing tikus, babi,
anjing, kambing kuda, kucing, kelelawar dan serangga tertentu. Penyakit ini terkenal
dengan penyakit kencing tikus, parasit ini berbentuk seperti cacing spiral yang sangat
kecil. Gejala Leptospirosis Stadium awal, demam tinggi, badan menggigil
(kedinginan), mual, muntah, iritasi mata, nyeri otot betis dan sakit bila tersentuh.
Stadium dua, parasit membentuk antibodi ditubuh sehingga mengakibatkan jantung
berdebar debar dan tidak beraturan, bahkan jantung bisa mengalami pembengkakan
dan gagal jantung. Pembuluh darah dapat mengalami perdarahan ke saluran
pernapasan dan pencernaan hingga bisa mengakibtkan kematian. Parasit dapat masuk
melalui bagian tubuh yang terbuka seperti luka. Pengobatan penyakit Leptospirosis
dengan pemberian antibiotik, misalya: doksisiklin, cephalosporin, dan obat-obat
antibiotik turunan quinolon. Demikian pula dapat diberikan penisilin, ampisilin atau
antibiotik lainnya yang serupa. Pemberian antibiotik sebaiknya secara intrevena
(infus).
e. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA juga sangat banyak diderita oleh masyarakat korban bencana banjir.
Kondisi lingkungan yang buruk dan cuaca yang tak menentu, membuat sejumlah
pengungsi korban banjir mulai terserang penyakit. Gangguan infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), berupa: flu, demam, dan batuk. Hal ini terjadi karena
asupan makanan, kurangnya air bersih, dan masih tingginya aktivitas pengungsi guna
mengecek rumah sekaligus mengambil barang-barang yang tertinggal membuat daya
tahan tubuh mereka cepat turun. Pada saat terserang penyakit ISPA, sebaiknya
penderita mengusahakan kondisi dalam keadaan yang hangat, serta makan-makanan
yang banyak mengandung energi, serta perlu diberikan beberapa obat lainnya seperti
: Parasetamol, Antihistamin, dan antibiotik jika terjadi infeksi bakteri.
f. Demam Berdarah
Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes
aegypti karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat-
tempat tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak
nyamuk tersebut.
g. Penyakit Saluran Cerna Lain
Penyakit yang dimaksud misalnya seperti demam tifoid. Dalam hal ini,
faktor kebersihan makanan memegang peranan penting.
h. Memburuknya penyakit kronis
Hal ini hanya terdapat pada korban yang mempunyai penyakit yang
sebelumnya sudah diderita. Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat
musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir yang terjadi selama berhari-hari .25
Gambar2.2 Diagram proses pemulihan pasca bencana
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) telah
mengembangkan suatu metodologi untuk perencanaan kedaruratan terpadu yang
dikenal dengan APELL (Awarness and Preparedness for Emergency at Local Level)
atau kepedulian dan kesiapsiagaan saat darurat di tingkat local (Gambar 1). APELL
adalah metode (alat) yang dikembangkan oleh UNEP bekerja sama dengan pihak
pemerintah dan industri dengan tujuan utama adalah meminimalkan jumlah kejadian
dan efek buruk akibat bencana (kecelakaan teknologi/industri). APELL dibentuk
tahun 1988 atas dasar banyaknya kejadian kecelakaan industri yang mengakibatkan
banyak korban gangguan kesehatan dan kerusakan lingkungan. Prinsip dasar APELL
berupaya meningkatkan (1) kesadaran, kepedulian dari masyarakat, industri/
usahawan dan pemerintah daerah maupun pusat, (2) meningkatkan kesiapsiagaan
penanggulangan bencana melibatkan seluruh masyarakat, bersama industri dan
pemerintah lokal apabila terjadi keadaan darurat akibat kecelakaan atau bencana
industri yang mengancam keselamatan lingkungan. Fokus APELL mengutamakan
peningkatan kesadaran menghadapi situasi darurat bersama-sama dengan semua
pihak stakeholder setempat (lokal) atas adanya dampak yang ditimbulkan.23
Kiat kiat mengahadapi bencana antara lain :
1. Gempa Bumi
Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang
dapat dijadikan pegangan di manapun kita berada.
 Di dalam rumah Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu,
anda harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda.
Masuklah ke bawah meja yang kokoh untuk melindungi tubuh anda dari
jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala anda
dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera
untuk mencegah terjadinya kebakaran.
 Di kantor Berlindunglah di bawah meja. Lindungi kepala, leher dan mata.
Hindari pembatas kaca, jendela, lemari dan barang-barang yang belum
diamankan. Jaga posisi hingga guncangan berhenti.
 Di sekolah Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas
atau buku, jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari
jarak yang terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat
gedung, tiang dan pohon.
 Di luar rumah Lindungi kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di
daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya
kaca-kaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan
menggunakan tangan, tas atau apapun yang anda bawa.
 Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall Jangan menyebabkan
kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau
satpam.
 Di dalam lift Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau
kebakaran. Jika anda merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam
lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat
keamanannya dan mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi
manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.
 Di kereta api Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak
akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap
tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap
informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
 Di dalam mobil Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-
akan roda mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil
dan susah mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di
kiri jalan dan berhentilah, tapi janganlah berhenti di bawah jembatan.
Matikan mesin dan gunakan rem tangan. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika
harus mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
 Di gunung/pantai Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung.
Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang
dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak,
cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
 Beri pertolongan Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera
saat terjadi gempa bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah
sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah
memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada di sekitar
anda.
 Dengarkan informasi Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul
kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang
bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda
dapat memperoleh informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau
polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas. 21
2. Banjir
Yang harus dilakukan sebelum banjir tiba sesuai tempat adalah sebagai
berikut :
Di Tingkat Warga :
 Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan
sekitar Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
 Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan
fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui
koordinasi dengan aparat terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan
Anda.
 Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim
penanggulangan banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung
Jawab Posko Banjir.
 Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk
pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi.
 Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan
mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.
Di Tingkat Keluarga :
 Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga
tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air.
 Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek
gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.
 Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras,
makanan bayi, gula, kopi, teh dan persediaan air bersih.
 Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza.
 Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku
tabungan, sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan
jahil.
Yang harus dilakukan saat banjir adalah :
 Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan
aliran listrik di wilayah yang terkena bencana,
 Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih
memungkinkan untuk diseberangi.
 Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir.
Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
 Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan
bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.
Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir adalah :
 Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup
lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.
 Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare
yang sering berjangkit setelah kejadian banjir.
 Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau
binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.
 Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan. 21
3. Kebakaran
Kiat Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan adalah :
Bagi Warga :
 Bila Melihat Kebakaran Hutan Dan Lahan, Segera Laporkan Kepada Ketua
RT dan/atau Pemuka Masyarakat Supaya Mengusahakan Pemadaman Api.
 Bila Api Terus Menjalar, Segera Laporkan Kepada Posko Kebakaran
Terdekat
 Bila Terjadi Kebakaran Gunakan Peralatan Yang Dapat mematikan api secara
cepat dan tepat
 Tidak Membuang Puntung Rokok Sembarangan.
 Matikan Api Setelah Kegiatan Berkemah Selesai
 Gunakan Masker Bila Udara Telah Berasap, Berikan Bantuan Kepada
Saudara-Saudara Kita Yang Menderita
Bagi Peladang :
 Hindari Sejauh Mungkin Praktek Penyiapan Lahan Pertanian Dengan
Pembakaran, Apabila Pembakaran Terpaksa Harus Dilakukan, Usahakan
Bergiliran (Bukan Pada Waktu Yang Sama), Dan Harus Terus Dipantau.
Bahan Yang Dibakar Harus Sekering Mungkin Dan Minta Pimpinan
Masyarakat Untuk Mengatur Giliran Pembakaran Tersebut 21
4. Kegagalan Teknologi
Kiat-kiat Penanganan dan Upaya Pengurangan Bencana sebagai berikut :
 Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diidentifikasikan
 Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material
bangunan ataupun peralatan yang tahan api.
 Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran
asap/pengurai asap.
 Tingkatkan fungsi sistem deteksi dan peringatan dini.
 Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman
kebakaran dan penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi
pegawai serta penduduk disekitar.
 Sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat
sekitarnya bekerja sama dengan instansi terkait.
 Tingkatkan Kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan.
 Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang
berbahaya dan mudah terbakar.
 Tingkatkan standar keselamatan di pabrik dan desain peralatan.
 Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik
 Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi.
 Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun.
 Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar
keselamatan tidak terlampaui.
 Persiapkan rencana evakuasi penduduk ke tempat aman. 21
5. Kerusuhan Sosial / Disintegrasi Bangsa
Kiat-kiat Penanggulangan kerusuhan sosial / disintegrasi bangsa. Adapun
kiat-kiat yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain
adalah :
 Menanamkan nilai-nilai bela negara, patriotisme, nasionalisme,nilai-nilai
Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta
kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
 Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit
pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
 Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha
pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
 Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi
butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan
kepada ideologi bangsa.
 Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
 Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan
Polri dalam memerangi separatis.
 Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk
menggunakan kekuatan massa.
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijaksanaan dan strategi
pertahanan disarankan :
 Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus
diselesaikan dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna
menghindari korban dikalangan masyarakat dengan memperhatikan aspek
ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang bersandar pada penegakan
hukum.
 Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui
pendekatan hukum dan HAM.
 Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor
perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan
memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.
 Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang
berdampak disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi
inteligen yang handal. 21
6. Letusan Gunung Api
Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi diantaranya :
 Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk
mengungsi.
 Membuat perencanaan penanganan bencana.
 Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
 Mempersiapkan kebutuhan dasar
Saat Terjadi Letusan Gunung Berapi yang perlu dilakukan adalah :
 Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah
aliran lahar.
 Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan
diri untuk kemungkinan bencana susulan.
 Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang,
celana panjang, topi dan lainnya.
 Jangan memakai lensa kontak.
 Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
 Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua
belah tangan.
Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi adalah :
 Jauhi wilayah yang terkena hujan abu
 Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau
meruntuhkan atap bangunan.
 Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa
merusak mesin 21
7. Tanah Longsor
Strategi dan upaya penanggulangan bencana tanah longsor diantaranya :
 Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan
fasilitas utama lainnya
 Mengurangi tingkat keterjalan lereng
 Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan
maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn dari lereng,
menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng
ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau
meresapkan air ke dalam tanah).
 Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling
 Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras - teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah)
 Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak
tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari
40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta
diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian
dasar ditanam rumput).
 Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat
 Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan
 Pengenalan daerah rawan longsor
 Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
 Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat
kedalam tanah.
 Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya
liquefaction(infeksi cairan).
 Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel
 Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan. 21
8. Tsunami
Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami
 Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat.
 Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati
pantai dan lautan.Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan
gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut
terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau
bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
 Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali,
jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya
akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban. 21
BAB 3
PEMBAHASAN
Apapun jenis bencana yang terjadi, selalu menimbulkan kerugian, baik
kerugian jiwa dan materi. Bencana juga mengakibatkan banyak masalah, seperti:
pengungsi, wabah penyakit, logistic tidak cukup, dan lain-lain. Maka, lembaga
pemerintah dan lembaga masyarakat yang terlibat sangat membutuhkan pengetahuan
tentang karakter, jenis, sifat bencana, dan manajemen bencana sebagai salah satu
upaya untuk mengelola dan menanggulangi bencana. Sejak tahun 2004 bencana
besar seolah-olah menjadi bagian yang tak terelakkan di Indonesia, di mulai dengan
terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, selanjutnya gempa bumi di
wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah pada Mei 2006, serta
beberapa kejadian bencana lainnya pada tahun 2007. Kejadian bencana tersebut
menuntut upaya tanggap darurat secara cepat dan menyeluruh bagi korban dan
wilayah yang terkena dampak bencana, serta upaya pemulihan kehidupan masyarakat
dan daerah pasca bencana.
Bencana alam merupakan keluaran dari interaksi antara bahaya alam dengan
kerentanan (vurnerability) suatu kawasan atau wilayah. Kerentanan suatu wilayah
dibentuk oleh kondisi fisik atau lingkungan, sosial, ekonomi, politik, kelembagaan,
dan sistem serta praktek yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan di wilayah
tersebut yang umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Selain kerentanan,
faktor lain yang sering berpengaruh terhadap bencana adalah capacities (kapasitas
atau ketahanan). Faktor ini merupakan aspek positif dari situasi yang ada yang bila
dimobilisasi dapat mengurangi kerentanan dan mengurangi resiko wilayah terhadap
bencana. Salah satu hal yang penting untuk dilakukan agar terhindar dari bencana
alam adalah dengan menjaga kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu
perencanaan matang dalam pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan fisik
Kerentanan suatu wilayah dibentuk oleh kondisi fisik atau lingkungan, sosial,
ekonomi, politik, kelembagaan, dan sistem serta praktek yang tidak memperhatikan
prinsip keberlanjutan di wilayah tersebut yang umumnya diakibatkan oleh kegiatan
manusia. Selain kerentanan, faktor lain yang sering berpengaruh terhadap bencana
adalah capacities (kapasitas atau ketahanan). Faktor ini merupakan aspek positif dari
situasi yang ada yang bila dimobilisasi dapat mengurangi kerentanan dan
mengurangi resiko wilayah terhadap bencana. Salah satu hal yang penting untuk
dilakukan agar terhindar dari bencana alam adalah dengan menjaga kualitas
lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu perencanaan matang dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pembangunan fisik.
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia danSamudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanicarc) yang memanjang dari Pulau
Sumatera, Jawa - Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi
tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi,
gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia
merupakansalah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia,
lebih dari 10 kali lipattingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Gempa
bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan
gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipenga
ruhi oleh pergerakanlempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami.
Tsunami yang terjadi di Indonesiasebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa
tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerahseismik aktif lainnya (Puspito,
1994). Selama kurun waktu 1600?2000 terdapat 105 kejadiantsunami yang 90 persen
di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusangunung berapi
dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia
merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat
Sumatera, pantaiselatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa
Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hamper seluruh
pantai di Sulawesi.
Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu
tahun 1600?2000, di daerah ini telah terjadi 32tsunami yang 28 di antaranya
diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah
laut.Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas
dan hujandengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup
ekstrim. Kondisi iklimseperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan
dan batuan yang relative beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan
kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisiitu dapat menimbulkan beberapa akibat
buruk bagi manusia seperti terjadinya bencanahidrometeorologi seperti banjir, tanah
longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan
meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidupcenderung semakin
parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana
hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih
berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana
tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek
dan beberapa daerah lainnya.
Indonesia dikenal sebagai negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, letusan
gunung berapi, dll. Sejarah bencana yang tergolong besar di Indonesia seperti, pada
27 Agustus 1983 terjadi bencana alam berupa meletusnya gunung Krakatau di selat
sunda. Selain itu sejarah baru ditorehkan yaitu bencana alam gempa besar di Aceh
pada 26 December 2004, mengakibatkan tsunami berskala 8,7 pada skala Richter di
barat Aceh dan oleh dua gempa besar di Kepulauan Nicobar dan Andaman, India,
yang terjadi dalam selang waktu dua jam kemudian. Bencana ini menewaskan sekitar
150.000 penduduk di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Siklus managemen disaster antara lain tahap pencegahan dan mitigasi; tahap
kesiapsiagan; tahap tanggap darurat; tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap
pencegahan dan mitigasi dilakukan sebelum terjadinya bencana (pra-bencana).
Tujuan dari mitigasi bencana gempabumi ini adalah untuk mengembangkan strategi
mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan manusia dan alam sekitarnya
serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang
diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bahaya
gempabumi.. Tindakan yang dapat dilakukan dalam tahap ini adalah memasang
rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana,
mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana, mengadakan pelatihan
penaggulangan bencana kepada warga, menyiapkan tempat penampungan sementara
di jalur-jalur evakuasi jiga bencana terjadi, memindahkan masyarakat yg tinggal di
wilayah bencana ke tempat yg aman.
Tahap kesiapsiagaan juga dilakukan seblum tejadinya bencana . Tahap ini
bertujuan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian
bencana.Tindakan yang dapat dilakukan dalam tahap kesiapsigaan adalah
penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana,
pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini,
pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat. Tahap tanggap darurat terjadi saat bencana itu terjadi, tahap ini sangat
penting dalam magemen peanggulangan bencana . Tahap tanggap darurat bertujuan
agar menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia, mengurangi penderitaan
korban bencana, meminimalkan kerugian material. Dalam tahapan ini serangkaian
kegiatan dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan. Kegiatan ini meliputi: penyelamatan dan evakuasi
korban maupun harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan saranaz. Tahap rehabilitasi
dan rekonstruksi merupakan tahap yg dilakukan setelah bencana tejadi (pasca
bencana) . Tahap ini berperan penting dalam pemulihan pasca bencana baik
infrastruktur maupun korban bencana.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu Cepat dan Tepat;
Prioritas; Koordinasi dan Keterpaduan; Berdaya Guna dan Berhasil Guna;
Transparansi dan Akuntabilitas; Kemitraan; Pemberdayaan; Non Diskriminatif; Non
Proletisi. Prinsip prinsip ini harus dilakukan agar proses penaggulangan bencana
berjalan baik dan lancer. Menurut laporan WHO, angka probabilitas kematian akibat
bencana setiap decade dari tahun 1951 sampai 2000 selalu menurun walaupun
jumlah kejadian bencana dan korban mengalami kenaikan. Demikian juga data
probabilitas kematian karena bencana gempa dari tahun 1960 sampai 2001 ikut
mengalami penurunan. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh perkembangan
kedokteran disaster berupa peningkatan aktivitas pencegahan, mitigasi dan system
koordinasi, perubahan variasi alam, atau kombinasi antara menajemen dan sistem
koordinasi dengan perubahan variasi alam, tetapi dapat juga akibat data laporan tidak
memadai.Prinsip dasar penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan cara
meniadakan bencana (preventif), meniadakan maupun mengurangi kerusakan yang
ditimbulkan bencana tersebut terhadap populasi dan lingkungan (terapi), atau
kombinasi preventif dan terapi. Untuk hal tersebut, tim harus memahami
patofisiologi atau mekanisme terjadinya disaster dari awal adanya hazard sampai
terjadinya disaster
Mereka harus dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
kedokteran disaster agar tercapai pengelolaan atau manajemen yang tepat, efektif
dan efisien. Oleh sebab itu, tujuan manajemen setelah terjadi bencana adalah
pengembalian status kesehatan korban seperti semula atau melawan dampak bencana
terhadap kesehatan korban ataupun mencegah tidak terjadi bencana. Strategi
menajemen disaster yang harus dimiliki oleh tim adalah: (1) memodifikasi hazard
agar tidak terjadi bencana atau mengurangi faktor risiko sehingga terjadi
penguranganefek negatif pada masyarakat dan lingkungan; (2) mengurangi
kerawanan (vulnerability) dan kerentanan masyarakat dan lingkungan untuk masa
depan; dan juga (3) memperbaiki kesiapan menghadapi disaster agar kerusakan
minimal.1,7-,9 Dapat disimpulkan bahwa tim harus dapat melakukan pencegahan,
mitigasi, menghilangkan faktor risiko agar tidak terjadi bencana atau menyiapkan
masyarakat dan lingkungan agar tidak terjadi korban atau mengurangi kerusakan
sehingga tidak menimbulkan disaster.
Pada prinsipnya, manajemen dilakukan sejak sebelum bencana terjadi, bukan
pada saat dan setelah bencana menimpa. Tujuan manajemen bencana yang baik
adalah:
1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara melalui
tindakan dini (sebelum bencana terjadi).
Tindakan ini termasuk pencegahan. Tindakan ini efektif sebelum
bencana itu terjadi. Dalam kaitan bencana gempa bumi yang terjadi di
Yogyakarta, atau tsunami di Aceh, tindakan ini sudah terlambat. Tetapi
tindakan ini masih tetap efektif untuk mengantisipasi bencana yang bisa
terjadi di kemudian hari, termasuk bencana yang mungkin lebih besar akibat
ulah Gunung Merapi. Tindakan penghindaran biasanya dikaitkan dengan
beberapa upaya. Pertama, penghilangan kemungkinan sebab. Kalau bencana
itu bisa disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan penghilangan sebab
tentunya bisa dilakukan. Tetapi hal ini akan sulit bila penyebabnya adalah
alam yang memiliki energi di luar kemampuan manusia untuk melakukan.
Pergeseran lempeng bumi yang menyebabkan gempa bumi tektonik,
misalnya, merupakan sebab yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh
manusia. Belum ada satu teknologi yang mampu menghambat pergeseran
lempeng bumi, atau mengatur pergeseran supaya bergerak pelan-pelan dan
tidak menimbulkan getaran hebat. Oleh karena itu, tindakan penghindaran
bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi,
yang dapat mewujudkan bencana. Contoh “kondisi” yang dimaksud adalah
struktur bangunan. Kondisi bangunan yang baik bisa meminimalisasi atau
menghilangkan risiko bencana.
Struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa menyebabkan
bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga kerugian manusia, fisik,
ekonomi, dan lingkungan bisa dihindari.
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara berupa
kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila
bencana tersebut terjadi.
Tindakan meminimalisasi kerugian akan efektif bila bencana itu telah
terjadi. Tetapi perlu diingat, piranti tindakan meminimalisasi kerugian itu
telah dilakukan jauh sebelum bencana itu sendiri terjadi. Contoh, bencana
alam dengan cepat akan menimbulkan masalah pada kesehatan akibat luka
parah, bahkan meninggal. Maka tindakan minimalisasi yang harus dilakukan
sejak dini adalah penyebaran pusat-pusat medis ke berbagai wilayah, paling
tidak sampai ke tingkat kecamatanan.
Di Inggris, pemadam kebakaran disebar hingga ke tingkat distrik dan
kota (setara dengan kabupaten) dengan koordinasi di tingkat county (setara
dengan propinsi). Bila terjadi bencana kebakaran di satu lokasi, pemadam
kebakaran di berbagai daerah bisa dengan cepat dikerahkan sehingga
kerugian bisa diminimalisasi.
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat
yang terkena bencana.
Ada juga yang menyebut tindakan ini sebagai pengentasan. Tujuan
utamanya adalah membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana
supaya bisa bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang
langsung dialami. Bantuan tenda, pembangunan kembali perumahan yang
hancur, memberi subsidi, termasuk dalam kategori ini. Tindakan yang juga
termasuk kategori ini adalah pemulihan kondisi psikis individu dan
masyarakat yang terkena bencana. Tujuannya adalah untuk mengembalikan
optimisme dan kepercayaan diri. Dengan sikap yang positif tersebut,
pemulihan individu dan masyarakat akan menjadi semakin cepat karena
korban secara aktif membangkitkan diri sendiri.
4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat
mengatasi permasalahan akibat bencana.
Perbaikan kondisi terutama diarahkan pada perbaikan infrastruktur
seperti jalan, listirk, penyediaan air bersih, sarana komunikasi, dan
sebagainya. Dalam kasus Yoygakarta, jalan merupakan salah satu
infrastruktur yang perlu mendapat perhatian sekalipun (tampaknya) tidak
terlalu parah. Selain itu, berbagai fasilitas masyarakat seperti pasar, terminal,
dan sejenisnya juga termasuk dalam tindakan ini untuk membuat perputaran
ekonomi masyarakat kembali bergulir.
5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan masyarakat
bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau bahkan mengejar ketinggalan dari
individu atau masyarakat lain yang tidak terkena bencana.
Perbaikan infrastruktur tidaklah cukup. Itu hanya mengembalikan ke
kondisi semula sehingga aktivitas ekonomi dan sosial berjalan sebagaimana
layaknya sebuah wilayah. Daerah yang terkena bencana menjadi jauh
tertinggal dibanding daerah lain. Kabupaten Bantul misalnya, telah
kehilangan banyak kesempatan untuk mengembangkan ekonominya. Itu
menyebabkan pertumbuhan ekonominya akan lambat. Apa yang perlu
dilakukan adalah penerapan berbagai kebijakan, termasuk kebijakan fiskal,
supaya orang tertarik untuk mengembangkan wilayah tersebut. Seperti yang
dilakukan pemerintah Jerman Bersatu pada saat baru menggabungkan diri
antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Salah satu bentuk tindakan yang
dilakukan pemerintah pada saat itu adalah memberi insentif pajak bagi
perusahaan yang bersedia menanamkan laba bersih mereka di wilayah Jerman
Timur. Pemerintah telah menetapkan bahwa yang memiliki tanggung jawab
terhadap pengelolaan bencana adalah lembaga pemerintah non departemen
(LPND) yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat
pusat. Sedangkan din tingkat daerah ada 29 buah BPBD di tingkat provinsi
dan 171 BPBD di tingkat Kabupaten / Kota. Untuk provinsi DKI, Papua dan
Riau belum ada BPBD Kabupaten / Kota. Sedangkan yang bertanggung
jawab terhadap masalah kesehatan pada korban bencana adalah kementerian
kesehatan : Krisis Center(Critical Center). Terdapat 9 regional (Jakarta,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Banjarmasin, Makasar
dan Manado) dan 2 subregional ( Padang dan Jayapura) krisis center.
Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh
presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah
korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area
yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi
dan kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya. Manajemen perkemahan
perlu didisain sebagai tempat pengungsian yang sehat, tertata rapih dan indah.
Lingkungan yang sehat yang memiliki sanitasi air, udara dan lingkungan pada
umumnya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tertata rapih dan indah yang
memungkinkan alur evakuasi dan transportasi korban serta penghuni pengungsian
melaksanakan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Pramuka sebagai masyarakat
awam khusus ditantang untuk dapat mengimplementasikan manajemen perkemahan
yang memenuhi syarat hidup sehat dan memudahkan mobilitas, bukan sekedar tenda
berdiri dan bisa digunakan untuk tidur. Aktivitas keseharian korban perlu segera
dinormalisasi, seperti warung atau pasar, sekolah, bekerja disamping aktivitas lain
yang juga besar yaitu membersihkan puing-puing reruntuhan atau material,
memperbaiki jalan dan sarana pembuangan limbah. Dapur umum dibuka untuk
melayani warga yang membutuhkan bantuan dengan tetap memperhatikan kearifan
lokal.
Reduksi stress atau trauma healing dilaksanakan sedini mungkin, terutama
pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui. Reduksi stres atau trauma healing
dilaksanakan sedini mungkin agar rehabibiltasi mental korban bencana bisa
dipulihkan untuk menerima kenyataan dan melakukann aktivitasnya yang baru.
Menanamkan nilai-nilai atau re-orientasi budaya termasuk didalam keterampilan
yang diperlukan untuk melanjutkan hidupnya.
Strategi re-orientasi budaya pada korban bencana dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Strategi akomodasi budaya
2. Strategi negosiasi budaya
3. Strategi restrukturisasi budaya
Strategi akomodasi budaya, dilakukan bila korban bencana telah memiliki
nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang positif untuk keberlanjutan hidupnya
dimasyarakat. Nilai, norma dan perilaku tersebut agar dipertahankan dan korban
bencana pada kategori ini perlu dilibatkan secara aktif dalam pemulihan korban
bencana yang lain. Pengalaman menolong korban bencana, mereka pada umumnya
memiliki persepsi yang menyempit, untuk itu bahasa yang mungkin tepat adalah
instruktif dengan persuasif yang santun. Strategi negosiasi budaya dilakukan bila
korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang kurang
menguntungkan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, terdapat
korban bencana yang mempunyai kebiasaan merokok, pemenuhan kebutuhan
membeli rokok yang kurang menguntungkan tersebut perlu diganti dengan membeli
bahan makanan untuk dirinya dan keluarganya. Petugas trauma healing
menegosiasikan contoh-contoh budaya seperti ini. Strategi restrukturisasi budaya,
dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku
yang merugikan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, kebiasaan
tangan dibawah, malas berusaha, hobi mencuri barang milik orang lain. Pada siatuasi
ini, petugas merestrukturisasi budaya korban bencana dengan budaya baru yang jauh
lebih baik.
Bila ketiga strategi ini dapat diterapkan oleh petugas bencana, maka saat
memasuki tahap rekonstruksi akan lebih tertib dan pada saat telah tertata masyarakat
korban bencana memiliki budaya baru yang lebih unggul. Pada sisi ini, kita
memandang bencana sebagai peluang emas menata kembali budaya Indonesia yang
sudah mulai runtuh. Re-orientasi budaya perlu menjadi pertimbangan membangunan
Indonesia yang lebih baik agar mampu mandiri dan bersaing sehat serta cerdas
hidupnya.
Strategi persiapan berarti menyiapkan masyarakat, tim dan rumah sakit untuk
mengelola korban pasca bencana, kemampuan untuk mitigasi sesegera mungkin
terhadap korban, kemampuan mengurangi penderitaan dan meningkatkan
penyembuhan serta rehabilitasi. Persiapan juga meliputi sistem peringatan, evakuasi
dan relokasi tempat yang aman, persiapan makanan, obat, air bersih, pembiayaan,
tenda untuk korban, tenaga, dan latihan-latihan simulasi oleh tim, masyarakat dan
rumah sakit. Contoh persiapan daerah gunung Merapi di Yogjakarta dengan
melakukan evakuasi penduduk dan menentukan daerah/relokasi bila terjadi
peningkatan aktivitas Merapi dengan latihan simulasi di Rumah Sakit Sardjito.
Menghilangkan faktor risiko adalah membebaskan kemungkinan terjadinya efek
negatif, karena dari itu tim harus dapat memahami cara menghilangkan faktor risiko.
Faktor risiko disebut risk maker, seperti tumpukan salju di puncak gunung dapat
menjadi banjir dan tanah longsor apabila salju tersebut mencair. Beberapa penelitian
atau observasi menunjukkan perubahan prilaku binatang di daerah gunung Merapi
adalah pertanda atau peringatan akan peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Tim
harus dapat menghilangkan faktor risiko yang dibentuk oleh behavior pribadi, gaya
hidup, kultur, faktor lingkungan, karakteristik keturunan masyarakat yang
berhubungan dengan kesehatan. Sebagai contoh kecelakaan bus terjadi akibat para
supir sering mengkonsumsi minuman alkohol yang berlebihan, karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan kadar alkohol dalam tubuh supir secara berkala agar
kecelakaan bus dapat dicegah atau dikurangi.
Tim perlu menentukan katagori korban pada pengelolaan disaster sebagai
berikut:
a. Korban Luka Ringan(walking wounded)
Umumnya korban luka ringan diakibatkan benturan atau himpitan benda
yang ringan. Korban meninggalkan daerah bencana ke tempat yang lebih aman atau
keluarga maupun masyarakat/relawan membawanya ke tempat pelayanan kesehatan
yang telah disediakan oleh tim maupun rumah sakit terdekat. Lesi kebanyakan adalah
kontusi, laserasi, fraktur maupun dislokasi, strain, sprain, trauma kepala ringan,
sindrom kompartemen dan adanya benda asing di luka seperti kayu, pasir atau
pecahan kaca. Tim harus dapat melakukan pengobatan pada korban seperti
perawatan luka, pemberian antibiotik, anti tetanus atau analgetik, immobilisasi dan
resusitasi serta pengobatan komorbiditas korban itu sendiri.
b. Korban Luka Berat atau Terhimpit oleh Benda Berat atau Bangunan
Korban luka berat atau korban terhimpit oleh benda berat atau bangunan
sangat memerlukan pertolongan resusitasi secepatnya. Artinya, tim harus mempunyai
ketrampilan melakukan resusitasi sebagai life-saving bersamaan dengan
pembebasankorban dari himpitan benda berat dan membawa ke tempat pelayanan
yang telah disiapkan. Khusus pada pembebasan korban yang terisolasi di tempat
reruntuhan akibat gempa harus selalu dibarengidengan prosedur resusitasi. Prosedur
ini memiliki beberapa kesulitan seperti posisi korban dan ruangan yang sangat
terbatas untuk melakukan manuver oksigenasi.
Oleh karena itu tim harus mempunyai ketrampilan dan alat khusus untuk
membebaskannya. Masalah lain yang perlu dipikirkan bila terhimpit bangunan
adalah stabilitas bangunan tersebut, karena sewaktu-waktu dapat roboh lagi. Bantul
adalah daerah dengan sistem arsitektur tradisional terdiri dari bambu dan kayu,
sebagian tembok tanpa beton bertulang. Kebanyakan korban kejatuhan bahan
tersebut atau tembok rumah yang lantai dasarnya beralas tanah sehingga terjadi
inhalasi debu pada korban. Keluarga korban atau tetangga yang tidak terluka secara
otomatis membebaskan korban dengan alat seadanya dan tanpa pengetahuan
kedokteran disaster. Korban segera dibawa ke tempat yang lebih aman atau ke
tempat pelayanan kesehatan yang telah dipersiapkan oleh tim tanpa memikirkan
resusitasi. Tim sebagai triase mengirim korban ke rumah sakit yang tidak sesuai
dengan pengetahuan life saving atau tanpa fasilitas yang memadai. Sebagian
masyarakat juga membawa korban ke rumah sakit dengan transportasi memakai
kendaraan pribadi, truk atau bus tanpa memikirkan pertolonganpertama. Terdapat
pula Isu yang mengakibatkan korban terlambat mendapatkan bantuan life saving,
seperti isu tsunami pada kejadian gempa di Yogyakarta,sehingga masyarakat yang
tidak terluka berusaha meninggalkan korban ke tempat yang lebih aman dan korban
meninggal tanpa pertolongan.
c. Masalah Jalan Napas dan Ventilasi
Tim harus segera mengamankan jalan napas (airway) dan ventilasi untuk
kebutuhan oksigen dan rehidrasi agar tidak terjadi komplikasi hidrasi. Menurut
laporan disaster di Kobe pada tahun 1995 dan gempa di Turki pada tahun 1999
ditemukan 12,9%-25% korban dengan trauma torak yang menimbulkan gangguan
pernapasan.Di Yogyakarta pada tahun 2006 ditemukan 63 korban akibat trauma
torak sehingga konsentrasi oksigen di jaringan berkurang. Tim harus dapat
mengidentifikasi adanya gas beracun, gas kimiawi, atau karbon monoksida maupun
inhalasi debu pada bencana gempa gunung berapi, gempa tektonik, tertimbun tanah
atau terperangkap di ruangan tertutup. Semua masalah tersebut dapat menimbulkan
kerusakan fungsi paru-paru atau gangguan pertukaran gas. Akibatnya korban
menjadi hipoksia, hiperkrabia, asidosis respirasi, syok, dan penurunan kesadaran
Korban harus diberi masker oksigen atau dilakukan intubasi dan mengukur
konsentrasi saturasi oksigen di perifer dengan oksimeter. Umumnya korban pada
posisi tertelungkup, ruang korban terbatas untuk melakukan intubasi, dan biasanya
korban tidak sadar (koma) atau setengah sadar tim harus mempunyai keterampilan
dan alat-alat khusus pada situasi tersebut. Banyak obat induksi pada intubasi
tergantung tekanan darah dan trauma kepala yang diderita korban. Tim sering
menggunakan thiopental, etomidate, ketamine dan succinylcholine. Obat-obat
tersebut perlu dipertimbangkan keuntungan dan kerugian terhadap komsumsi
oksigen di otak, aktivitas jantung dan respirasi serta kondisi vascular korban.
Penggunaan succinylcholine dapat menghasilkan paralysis, karena itu penggunaan
obat ini harus hati-hati.
d. Crush Syndrome
Tim harus memprediksi adanya crush syndrome pada korban akibat
kompressi dalam jangka waktu cukup lama oleh benda berat. Lebih dari 40% korban
disaster yang hidup menderita crush syndrome akibat tertimpa objek berat. Laporan
gempa di San Francisco, Armenia (1988), Iran (1990), gempa di Great Hanshin
Awaji, Jepang (1995), dan Marmara, Turki (1999) menemukan crush syndrome
sehingga ada yang membutuhkan dialisis dan meninggal. Ada juga laporan disaster
tidak menemukan kelainan tersebut seperti gempa di kota Meksiko pada tahun 1985
dan di Filipina pada tahun 1990.
Tim harus dapat mendiagnosis crush syndrome. Peningkatan keregangan otot
akan mempengaruhi permeabilitas sarkolema sehingga cairan ekstraselular dan hasil
metabolism masuk ke dalam sarkolema yang akan menimbulkan pembengkakan
selular dan gangguan fungsi sehingga berakhir kematian sel otot. Pembengkakkan
otot akanmenimbulkan sindrom kompartemen. Kematian intraselular dan otot masuk
kedalam sirkulasi. Akhir dari proses ini, korban akan mengalami hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik, dan myoglobinemia atau
myoglobinuria. Korban akan meninggal mendadak (cardiac arrest) atau gagal ginjal
akut (acute renal failure). Korban bencana gempa atau peperangan yang
menggunakan alat ledak hebat dapat menimbulkan crush syndrome, kerusakan berat
jaringan lunak dan otot, syok hipovolemik, dan infeksi. Oleh sebab itu, tujuan
manajemen korban crush syndrome adalah meningkatkan hidrasi dan pengeluaran
urin (diuresis) agar hasil metabolisme toksis dan mioglobin tidak menimbulkan gagal
ginjal akut dengan melakukan hemodialisis. Pengobatan rehidrasi adalah
memberikan cairan Ringer dengan dosis 20 ml/kg/jam untuk anak-anak dan dewasa
atau 10 ml/kg jam untuk orang tua atau 1 1.5 L pada jam pertama dikombinasi
dengan pemberian bikarbonas dengan dosis 44 mEg/per liter dan maksimum 300 ml
untuk korban yang mengalami anuri. Kadangkala dibutuhkan Mannitol bila
pengeluaran urin (output urine) < 200 ml/jam. Pemberian manitol 20% dengan
kombinasi Furosemide. Bila urin mulai keluar, infuse harus dikurangi. Tim harus
memonitor terapi dengan urin keluar, mengukur tekanan darah, dan memeriksa
konsentrasi oksigen perifer, respirasi dan auskultasi dada.
Tim harus dapat mengidentifikasi penyebab crush symdrome seperti
kerusakan otot masif akibat trauma, terlambatnya sampai di rumah sakit rujukan, dan
resusitasi tidak memadai selama transportasi dan di rumah sakit rujukan serta
ketrampilan personel tim sangat minimal.
e. Trauma Kepala
Trauma kepala akibat benturan atau terhimpit bangunan harus diprediksi
walaupun korban tak terlihat di dalam ruangan himpitan tersebut akan mengalami
hipoksia, hipertensi, dan dehidrasi. Tanda-tanda klinis trauma kepala adalah
penurunan kesadaran, tanda lateralisasi, dan konvulsi. Bila ada trauma kepala maka
tim selalu memperkirakan adanya trauma tulang belakang terutama daerah servikal
sampai tidak terbukti pada pemeriksaan berikutnya.
Tujuan pengobatan trauma kepala adalah mencegah agar tidak terjadi
hipoksemia dan menurunkan tekanan darah. Pengobatan prehospital trauma kepala
berat harus mencapai tekanan darah rata-rata 90-110 mmHg dengan saturasi (SaO2
=100%). Korban yang terhimpit benda berat perlu pemberian oksigen bahkan kalau
perlu dilakukan intubasi dengan prosedur hiperventilasi dengan menggunakan sedasi
narkotika. Bila terdapat gejala kejang-kejang, korban harus diberikan diazepam
intravenas 10 mg atau fenobarbital lebih dari 10 mg/kg dan diikuti 1mg/kg/ jam.
Menurunkan tekanan darah diberikan Mannitol intravenous 25-50 g dan Furosemide
20-40 mg tiap 4 jam. Obat antikovulsi jangan diberikan pada korban yang masih
terhimpit di bawah bangunan atau benda berat.
f. Hipotermia
Hipotermia perlu diperkirakan pada korban yang masih berada di bawah
himpitan benda berat atau bencana lainnya, karena sulit dikoreksi walaupun
temperatur lingkungan tinggi. Oleh karena itu, membuka pakaian korban untuk
melakukan pemeriksaan awal hanya dilakukan bila ada indikasi life-saving. Korban
harus segera diselimuti agar tidak terjadi hipotermia.
Hipotermia mempunyai keuntungan terhadap korban seperti daya pertahanan
tubuh korban meningkat tapi juga mempunyai kerugian terhadap kesehatan.
Temperature 32o - 33o C dapat mengurangi kerusakan neuronal setelah trauma
kepala, tetapi mempunyai efek negatif terhadap metabolisme dan fungsi hemostatik.
Kebutuhan oksigen meningkat, aktivasi platelet dan kerja enzim pembekuan darah
terhambat. Dapat disimpulkan hipotermia adalah faktor risiko independen kematian
awal korban disaster atau akibat himpitan. Penggunaan pemanasan, menyelimuti
korban, dan infuse cairan yang dipanaskan tidak dapat mencegah penurunan
temperatur korban.
g. Luka Bakar dan Inhalasi Debu
Luka bakar, inhalasi debu, dan kerusakan penglihatan mata pada korban yang
terhimpit atau akibat bencana ledakan gas dan listrik perlu jadi perhatian. Tim harus
dapat melakukan debridemen luka bakar kemudian menutup luka dengan kasa steril,
antibiotik dan profilaksis antitetanus seperti toksoid tetanus 0.5 ml dan life-saving.
h. Korban Mati
Kematian korban dan juga penyebab kematian merupakan dokumen yang
sangat beharga untuk dianalisis. Umumnya, penyebab kematian prehospital tidak
dapat ditentukan karena tim hanya terfokus pada morbiditas. Menurut Coupland 20
24% kematian mendadak dapat dicegah di lokasi disaster dengan manajemen yang
tepat dan terarah. Tim dan staf medis rumah sakit harus dapat mempersiapkan
transportasi mereka ke tempat yang disediakan guna mengurangi penumpukkan di
lokasi disaster tersebut.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Siklus managemen bencana terdiri dari pencegahan dan mitigasi;
kesiapsiagaaan; tanggap darurat; rehabilitasi dan rekonstruksi
3. Prinsip penanggulangan bencana antara lain cepat dan tepat; prioritas;
koordinasi dan keterpaduan; berdaya gunna dan berhasil guna; transparansi
dan akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; non diskrimatif; non prolitisi
4.2. Saran
1. Dalam penaggulangan dan pencegahan bencana sangat dibutuhkan sinergi
dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat, bahkan pihak swasta agar
tercapainya tujuan dari pencegahan dan penaggulangan bencana tersebut
2. Tindakan/kegiatan penanggulangan harus ditingkatkan lagi agar bisa
mengurangi dampak bencana tersebut
3. Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi harus benar-benar terealisasi dan
dilakukan sebaik-baiknya supaya dapat mengembalikan keadaan korban bisa
seperti semula, sebelum terjadinya bencana. Dan bahkan bisa menjadikan
korban menjadi pribadi yang lebih baik.
SOAL - SOAL
1. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis disebut ……..
a. Tsunami
b, Gempa bumi
c. Kerusuhan
d. Tanah longsor
e. Bencana
Jawaban : e. Bencana
Penjelasan :
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
2. Komponen-komponen yang mempengaruhi bencana atara lain, kecuali
a. Resiko
b. Bahaya
c. Pengungsi
d. Kerentanan
e. Kapasistas
Jawaban : c. Pengungsi
Penjelasan :
Komponen – komponen yang mempengaruhi bencana ada 4 antara lain Resiko,
bahaya, kerentanan, dan kapasitas
3. Sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas
membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu;
serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum,
pada saat, dan setelah terjadi bencana adalah ……..
a. KPK
b, BNPB
c. KPU
d. PSSI
e. MA
Jawaban : b. BNPB
Penjelasan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB) adalah
sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas
membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu;
serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum,
pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
penanganan darurat, dan pemulihan, dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
4. ………. adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencan.
a. Mitigasi
b. rehabilitasi
c. kesiapsiagaan
d. tanggap darurat
e. rekonstruksi
jawaban : b. rehabilitasi
Penjelasan :
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencan.
5. Lembaga Pemerintah Nonkementrian yang bertugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan adalah ……
a. BASARNAS
b. KPI
c. DPR
d. PERBASI
e. Komisi Yudisial
Jawaban : a. BASARNAS
Penjelasan :
Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah
Nonkementrian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pencarian dan pertolongan
6. Undang undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2007 mengatur tentang …….
a. Ketahanan Pangan
b. Penanggulangan Bencana
c. Pertahanan
d. Pengungsi bencana
e. Bantuan sosial
Jawaban : b. Penanggulangan bencana
Penjelasan :
Undang undang Republik Indonesia no 27 Tahun 2007 mengatur tentang
penanggulangan bencana
7. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana antara lain, kecuali ……….
a. Diskrimatif
b. Prioritas
c. Kemitraan
d. Pemberdayaan
e. Non proletisi
Jawaban : a. Diskrimatif
Penjelasan :
Prinsip penanggulangan bencana antara lain cepat dan tepat; prioritas; koordinasi
dan keterpaduan; berdaya gunna dan berhasil guna; transparansi dan
akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; non diskrimatif; non prolitisi
8. Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana disebut ……..
a. Rekonstruksi
b. Kerentanan
c. Rehablitasi
d. Bahaya
e.Disaster
Jawaban : c. Rehabilitasi
Penjelasan :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana
9. Kegiatan kesiapsiagaan yaitu, kecuali …………
a. Perencanaan siaga
b. mobilisasi sumberdaya
c. pendidikan dan pelatihan
d. galadi atau simulasi
e. pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
jawaban : e. pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
Penjelasan :
Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai
resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan
pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8)
gladi atau simulasi.
10. Tahap yang bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung
untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal serata sasaran
utama dari tahap ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Tahap
ini adalah tahap ………
a. Mitigasi
b. Kesiapsiagaan
c. Rekonstruksi
d. Tanggap darurat
e. Rehablitasi
Jawaban : d. Tanggap darurat
Penjelasan :
Tahap tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana
langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal.
Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan
pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula
penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan
pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk
dari bencana.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir, A . 2013. “Penanggulanagan bencana” . Makalah pada Universitas
Sumatera Utara: Medan
2. Anonim . 2011. Modul 5 Surveilans dan managemen bencana. Pusat Kebijakan
dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada : Yogyakarta
3. Anonim. 2009. “Kedokteran Disaster” . Jurnal dari Bagian Bedah Orthopaedi
dan Traumatologi RS Dr. Sardjito :Yogyakarta
4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Buku Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia . Jakarta :BNPB
5. Badan Nasional Penaggulangan Bencana (2012). Pedoman Pengelolaan Data
dan Informasi Bencana Indonesia. Jakarta : BNPB
6. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,RI (2009). Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
7. Elnasai, A.S., Kim, S.J. Yun, G.J., and Sidharta, D, 2010, “The Yogyakarta of
May 27, 2006”, MAE Center Report No. 07- 02, University of Illinois at
Urbana- Champaign, 57 pp.
8. Emami MJ, Tavakoli, AR, Alemzadeh H, Abdimejad F, et al. 2009. Strategies in
Evaluation and Management of Bam Earthquake Victims. J Prehosp and Disast
Med .20(5):327-30.
9. Fadillah, Adi Yanuar . 2010 . Penentuan Variabel Bencana pada Universitas
Indonesia Jakarta : Tidak Diterbitkan
10. Gunn SWA. 2010. Multilingual Dictionary of Disaster Medicine and
International Relief. Boston: Kluwer Academic Publishers.p. 23-24
11. Haifani, Akhmad Muktaf. 2009. “Managemen Resiko Bencana Gempa Bumi”.
Jurnal pada Seminar Nasional IV Sumber Daya Teknologi Nuklir :
Yogyakarta
12. Hidayat, Aep Nurul . 2014. “Pengertian Bencana”. Makalah pada Politeknik
TEDC Bandung : Bandung
13. Kertapati, E. K., Januari 2009; ”Aktivitas Gempabumi di Indonesia, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi”, Jurnal dari Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral : Jakarta
14. Oktiavenny, Rizky, 2010, “Definisi dan Jenis Bencana” ,Makalah pada
UNiversitas Negeri Yogyakarta , Yogyakarta
15. Paripurno, Eko Teguh. 2010. “Mereduksi Resiko Bencana dan Konflik dalam
Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam” Jurnal dari UPN Veteran
Yogyakarta : Yogyakarta
16. Rahmat, Agus. 2009. “Manajemen dan Mitigasi Bencana” Jurnal dari Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat : Bandung
17. Republik Indonesia . 2007 . Undang undang no 27 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Benacana.
18. Saunder KO, Birnbaum ML. 2009. Health disaster Management Guidelines for
Evaluation and Research in the Utstein Style. Prehospital and Disaster Medicine
19. Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik
Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi 2. Jakarta : BNPB
20. Smith J, Greaves I. 2009. Crush injury and crush syndrome: A review. J Trauma
;54:S226-S230.
21. Sudiharto,SKp.M.Kes. 2011. “Managemen disaster” . Jurnal dari Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan : Jakarta
22. UNISDR, 2009. ” Terminologi on Disaster Risk Reduction”. United Nations
International Strategy for Disaster Reduction: Geneva.
23. Widodo, Amien. 2010. “Belajar dari Bencana Luapan Lumpur Sidoarjo”. Jurnal
dari UPN Veteran Yogyakarta : Yogayakarta
24. Wilonoydho, Saratri. 2009. “Perencanaan Kota Berbasis Manajemen Bencana”.
Jurnal dari Universitas Negeri Semarang : Semarang
25. Wulan, Retno. 2014. “Epidemologi Bencana dan Kedaruratan" . Makalah pada
Universitas Jember : Jember
Indeks
A
Abrasi · 5
Aksi Teror · 6
Angin puting beliung · 5
B
Bahaya · 4, 6
Banjir · 4, 21, 22
bencana · 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 18, 19, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33,
34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49
Bencana alam · 3
Bencana nonalam · 3
Bencana sosial · 3
Berdaya Guna dan Berhasil Guna · 9, 31
biological hazards · 6
C
Cepat dan Tepat · 9, 31
chaos · 7
D
Demam Berdarah · 18
Diare · 16
disaster · 7, 8, 15, 16, 30, 31, 32, 37, 38, 39, 41, 42,
50
E
emergency · 7, 8, 16
environmental degradation · 6
erups · 4
F
fase pra bencana · 11
G
Gelombang pasang · 5
Gempa bumi · 4, 29, 50
geografis Indonesia · 29
geological hazards · 6
H
hazard · 3, 16, 32
hydrometeorological hazards · 6
I
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) · 18
K
Kapasitas · 7
Kebakaran · 4, 23
Kecelakaan industry · 5
Kecelakaan transportasi · 5
Kejadian Luar Biasa · 5
Kekeringan · 4
Kemitraan · 10, 31
Kerentanan · 6
Kesiap siagaan · 11, 12
Konflik Sosial · 5
Koordinasi dan Keterpaduan · 9, 31
L
Leptospirosis · 16, 17
Letusan gunung api · 4
M
man-made hazards · 6
Memburuknyapenyakit kronis · 18
mitigasi · 8, 10, 12, 30, 31, 32, 37, 43
N
natural hazards · 6
Non Diskriminatif · 10, 31
Non Proletisi· 10, 31
P
Pemberdayaan · 10, 31, 50
Penanggulangan Bencana · 9, 10, 31, 35, 49
Pencegahan dan Mitigasi · 8
Penyakit Kulit · 17
Penyakit Saluran Cerna Lain · 18
pijar · 4
Prioritas · 9, 31
Psikosomatik · 16, 17
R
Rekonstruksi· 14
Resiko · 6
S
Sabotase · 6
T
Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi · 14
Tahap Tanggap Darurat · 13
Tanah longsor · 4
technological hazards · 6
Transparansidan Akuntabilitas · 9, 31
Tsunami · 4, 27, 29, 50
V
vulnerability · 3, 7, 32

More Related Content

What's hot

KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATKESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATAsramid Yasin
 
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGANPeraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGANAdelina Hutauruk
 
Modul pelaksanaan penyelidikan klb
Modul pelaksanaan penyelidikan klbModul pelaksanaan penyelidikan klb
Modul pelaksanaan penyelidikan klbWiandhariEsaBBPKCilo
 
Penilaian risiko bencana
Penilaian risiko bencanaPenilaian risiko bencana
Penilaian risiko bencanaJoni Iswanto
 
Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersihPenyediaan air bersih
Penyediaan air bersihInha Rusdy
 
Konsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiKonsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiAnggita Dewi
 
Konsep kesehatan perkotaan
Konsep kesehatan perkotaanKonsep kesehatan perkotaan
Konsep kesehatan perkotaanJoni Iswanto
 
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULARBAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULARNajMah Usman
 
Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan
Pengaruh Lingkungan Terhadap KesehatanPengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan
Pengaruh Lingkungan Terhadap KesehatanjajarM
 
Survailance emergency
Survailance emergencySurvailance emergency
Survailance emergencyJoni Iswanto
 
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan LingkunganPerencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungannesyaazzura
 
Kb 1 advokasi dalam promosi kesehatan
Kb 1 advokasi dalam  promosi kesehatanKb 1 advokasi dalam  promosi kesehatan
Kb 1 advokasi dalam promosi kesehatanpjj_kemenkes
 
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)Dhenok Citra Panyuluh
 
Memahami Wabah, Epidemi, dan Pandemi
Memahami Wabah, Epidemi, dan PandemiMemahami Wabah, Epidemi, dan Pandemi
Memahami Wabah, Epidemi, dan PandemiLestari Moerdijat
 
Langkah langkah investigasi klb wabah
Langkah langkah investigasi klb wabahLangkah langkah investigasi klb wabah
Langkah langkah investigasi klb wabahrickygunawan84
 
Ppt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanPpt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanFKMAP13
 

What's hot (20)

KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURATKESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT
 
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGANPeraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah No. 66 tentang KESEHATAN LINGKUNGAN
 
Modul pelaksanaan penyelidikan klb
Modul pelaksanaan penyelidikan klbModul pelaksanaan penyelidikan klb
Modul pelaksanaan penyelidikan klb
 
Penilaian risiko bencana
Penilaian risiko bencanaPenilaian risiko bencana
Penilaian risiko bencana
 
Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersihPenyediaan air bersih
Penyediaan air bersih
 
Pokok bahasan SKD KLB
Pokok bahasan SKD KLBPokok bahasan SKD KLB
Pokok bahasan SKD KLB
 
Konsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologiKonsep dasar epidemiologi
Konsep dasar epidemiologi
 
Konsep kesehatan perkotaan
Konsep kesehatan perkotaanKonsep kesehatan perkotaan
Konsep kesehatan perkotaan
 
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULARBAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
 
Dasar surveilans
Dasar surveilansDasar surveilans
Dasar surveilans
 
Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan
Pengaruh Lingkungan Terhadap KesehatanPengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan
Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan
 
Survailance emergency
Survailance emergencySurvailance emergency
Survailance emergency
 
Sanitasi tempat
Sanitasi tempatSanitasi tempat
Sanitasi tempat
 
Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Sistem Kewaspadaan Dini KLBSistem Kewaspadaan Dini KLB
Sistem Kewaspadaan Dini KLB
 
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan LingkunganPerencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan
 
Kb 1 advokasi dalam promosi kesehatan
Kb 1 advokasi dalam  promosi kesehatanKb 1 advokasi dalam  promosi kesehatan
Kb 1 advokasi dalam promosi kesehatan
 
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
 
Memahami Wabah, Epidemi, dan Pandemi
Memahami Wabah, Epidemi, dan PandemiMemahami Wabah, Epidemi, dan Pandemi
Memahami Wabah, Epidemi, dan Pandemi
 
Langkah langkah investigasi klb wabah
Langkah langkah investigasi klb wabahLangkah langkah investigasi klb wabah
Langkah langkah investigasi klb wabah
 
Ppt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanPpt air & kesehatan
Ppt air & kesehatan
 

Similar to Kesehatan Lingkungan Bencana

MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docx
MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docxMAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docx
MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docxRaeMandoChannel
 
244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologiArdisAgustin
 
Makalah banjir
Makalah banjirMakalah banjir
Makalah banjirFherdyan
 
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganMakalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganN Kurniawaty
 
Makalah tsunami aceh 2004
Makalah tsunami aceh 2004Makalah tsunami aceh 2004
Makalah tsunami aceh 2004dikiiiey
 
Bab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadBab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadDheeaHmz
 
Makalah bencana alam
Makalah bencana alamMakalah bencana alam
Makalah bencana alamRohman Efendi
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Luhur Moekti Prayogo
 
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdfdhianwahyunirtanti6
 
Jurnal praktikum lomba
Jurnal praktikum lombaJurnal praktikum lomba
Jurnal praktikum lombadennyrirama
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Luhur Moekti Prayogo
 
Manusia dan bencana
Manusia dan bencanaManusia dan bencana
Manusia dan bencanaswirawan
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Luhur Moekti Prayogo
 
Fidel undp dishubkomintel1
Fidel undp dishubkomintel1Fidel undp dishubkomintel1
Fidel undp dishubkomintel1awakmila
 
Konsep Manajemen Bencana.pdf
Konsep Manajemen Bencana.pdfKonsep Manajemen Bencana.pdf
Konsep Manajemen Bencana.pdf3guna
 
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencana
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencanaManajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencana
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencanahelmut simamora
 
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)Tuti Rina Lestari
 
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)NandaBaskakara06
 

Similar to Kesehatan Lingkungan Bencana (20)

MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docx
MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docxMAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docx
MAKALAH EPID BENCANA ALAM (tugas kuliah unived rae ).docx
 
244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi
 
Makalah banjir
Makalah banjirMakalah banjir
Makalah banjir
 
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganMakalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
 
Makalah tsunami aceh 2004
Makalah tsunami aceh 2004Makalah tsunami aceh 2004
Makalah tsunami aceh 2004
 
Bab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadBab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nad
 
Makalah bencana alam
Makalah bencana alamMakalah bencana alam
Makalah bencana alam
 
Laporan Mitigasi bancana
 Laporan Mitigasi bancana Laporan Mitigasi bancana
Laporan Mitigasi bancana
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
 
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf
451410867-LAPORAN-PENELITIAN-GEOGRAFI-kelompok-pdf.pdf
 
Jurnal praktikum lomba
Jurnal praktikum lombaJurnal praktikum lomba
Jurnal praktikum lomba
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
 
Manusia dan bencana
Manusia dan bencanaManusia dan bencana
Manusia dan bencana
 
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
Makalah Mitigasi Bencana Pesisir - Potensi Bencana Pesisir dan Upaya Mitigasi...
 
Fidel undp dishubkomintel1
Fidel undp dishubkomintel1Fidel undp dishubkomintel1
Fidel undp dishubkomintel1
 
Paper pancasila
Paper pancasilaPaper pancasila
Paper pancasila
 
Konsep Manajemen Bencana.pdf
Konsep Manajemen Bencana.pdfKonsep Manajemen Bencana.pdf
Konsep Manajemen Bencana.pdf
 
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencana
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencanaManajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencana
Manajemen rencana preventif antisipatif dan mitigasi bencana
 
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
 
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)
348595170 makalah-peringatan-dini-berbasis-masyarakat (1)
 

Kesehatan Lingkungan Bencana

  • 1. MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DISASTER (BENCANA) DOSEN PEMBIMBING : Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST,M.Kes NIP. 19780420 200501 2 002 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 10 Clara Chintia H1E113057 M. Yasir Arafat H1E113058 Wendy Noviantoro H1E113225 Rifqi Maulid Rizki H1E113233 Rifda Iklila Amanada H1E113236 Betina Surya H1E113242 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU 2015
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya , sehingga makalah kami yang berjudul: “Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan ”. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan dalam pengerjaan makalah ini. 2. Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc selaku Rektor Universitas Lambung Mangkurat. 3. Bapak Dr. Ing. Yulian Firmana Arifin, ST. MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 4. Bapak Chairul Irawan, ST., MT., Ph.D selaku Dekan I Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 5. Ibu Maya Amalia, M.Eng selaku Dekan II Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 6. Bapak Nurhakim, ST.MT selaku Dekan III Fakultas Teknik Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 7. Bapak Dr. Rony Ridwan ST.MT selaku kepala prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 8. Ibu Dr. Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp,ST,.M.Kes selaku dosen mata kuliah Kesehatan Lingkungan. 9. Teman-teman yang mendukung penulis dalam menyelesaikan makalah ini. 10.Semua Pihak yang telah membantu penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Banjarbaru, Mei 2015
  • 3. Penulis DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1. Tujuan ....................................................................................... 1 1.2. Latar Belakang .......................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3 BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................ 28 BAB IV. PENUTUP ..................................................................................... 43 4.1.Kesimpulan .............................................................................. 43 4.2. Saran ........................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA INDEKS
  • 4. DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.1. Siklus Managemen Disaster ............................................... 15 2. Gambar 2.2. Diagram Proses Pemulihan Pasca Bencana ...................... 19
  • 5. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesehatan lingkungan 2. Memberi informasi tentang prinsip dan konsep dasar kesehatan lingkungan sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana 1.2 Latar Belakang Bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam . Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor dan lain-lain. Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidak berdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan / kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat / luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana
  • 6. merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup. Terjadinya bencana alam tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan surveilans untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana dilakukan sebelum bencana terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.
  • 7. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam . Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Bencana merupakan hasil dari kombinasi: pengaruh bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability) pada saat ini, kurangnya kapasitas maupun langkah-langkah untuk mengurangi atau mengatasi potensi dampak negative .9 Berikut ini adalah macam-macam bencana : - Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor. - Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. - Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Kejadian
  • 8. Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggalyang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian. - Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkanoleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.17 - Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erups”. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu vulkanik, lava, gas beracun, tsunami dan banjir lahar. - Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat tergangg unya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. 12 - Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (‘tsu’ berarti lautan, ‘nami’ berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. - Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. - Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai. - Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi dilahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung,kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan . - Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian. - Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
  • 9. menimbulkan kerugian ekonomis danatau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yangdapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar. - Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit). 5 - Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras. - Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi inidipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. - Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara. - Kecelakaan industry adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya. - Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.949/MENKES/SK/VII/2004. - Konflik Sosial atau kerusuhan social atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang
  • 10. dipicu oleh kecemburuan sosial, budayadan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA). - Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadaporang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional. - Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapidengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, sepertiinfrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain .5 Komponen yang mempengaruhi bencana ada 4 (empat), yaitu: 1. Resiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bahaya tertentu disuatu daerah pada suatu waktu tertentu.2 2. Bahaya adalah sebuah kondisi atau peristiwa yang memiliki potensi untuk menyebabkan cedera atau kerusakan/kerugian.Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) 3. Kerentanan adalah sekumpulan kondisi/akibat keadaan yang berpengaruh buruk terhadap upaya--‐upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan juga bias diartikan sebagai kemungkinan terganggunya are geografis karena dampak bahaya tertentu, misal: dengan dengan daerah rawab bencana. Faktor- faktor yang mempengaruhi kerentanan, meliputi: (1) Fisik: kekuatan struktur
  • 11. bangunan rumah, jalan dan jembatan terhadap ancaman bencana; (2) sosial: kondisi demografi jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat terhadap ancama bencana; (3) ekonomi: kemampuan financial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya; (4) lingkungan: tingkat ketersediaan/kelangkaan sumber daya lahan, air, Dan udara, serta kerusakan lingkungan. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen didalam kota/ kawasan yang berisiko bencana 4. Kapasitas adalah kemampuan, kekuatan, potensi dari perorangan, keluarga, dan/atau masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pullih dari suatu situasi kedaruratan dan kekacauan atau“chaos” akibat bencana. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.2 Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas komponen ancaman (hazard) yang berupa fenomena alam dan atau buatan di satu pihak, dengan kerentanan (vulnerability) komunitas di pihak lain. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya. Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut.15 Bencana alam (natural disaster) seringkali dianggap sama dengan bahaya alam (natural hazard). Bahaya alam merupakan satu kondisi atau peristiwa alam yang tidak normal seperti banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi, dll. Sebagai bagian dari lingkungan, bahaya alam dapat terjadi dimana saja tidak selalu menimbulkan bencana alam. Bencana alam dengan demikian merupakan suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh bahaya alam dan atau perilaku manusia sehingga menyebabkan jatuhnya korban, kecelakaan, atau kematian pada manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana lingkungan hidup, kemerosotan mutu sumberdaya alam, serta berubahnya ekosistem secara drastis.24 University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana sebagai “the range of activities designed to maintain control over disaster and emergency situation and to provide a framework for helping at-risk persons to avoid or recover from the impact of disaster. Disaster management deals with situation that occurs
  • 12. prior to, during, and after the disaster.(serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang rentan-bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut. Manajemen bencana berkaitan dengan situasi yang terjadi sebelum, selama, dan setelah bencana). Universitas British Columbia merumuskan definisi bencana (disaster) dengan memperhatikan tiga hal. (1). Bencana dipertentangakan dengan darurat (emergency). Bencana tidak sama dengan emergensi. Istilah emergensi biasanya dikaitkan dengan bencana mini, seperti kebakaran, robohnya sebuah rumah, dan sejenisnya. Sedangkan bencana dikaitkan dengan kejadian yang tidak biasa, sulit direspon, dan dampaknya bisa sampai beberapa generasi, (2). Bencana dikaitkan dengan kemampuan mereka yang mengalami bencana untuk mengatasinya. Sesuatu disebut bencana bila yang mengalami masalah atau masyarakat lokal tidak mampu menanganinya. Oleh karena itu, perlu keterlibatan masyarakat secara regional atau nasional, bahkan internasional. (3). Bencana berkaitan dengan isu yang luas, bukan saja masalah ekonomi, tetapi masalah sosial, ekologi, bahkan merambah ke wilayah politik. Ketidakmampuan menangani bencana bisa berakibat fatal terhadap kepercayaan masyarakat kepada penguasa. Dengan demikian, Universitas British Columbia mendefiniskan manajemen bencana (disaster)sebagai “process of forming common objectives and common value in order to encourage participants to plan for and deal with potential and actual disaster” ( proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama (common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun aktual).14 Siklus managemen disaster (bencana) terdiri dari pencegahan dan mitigasi; kesiapsiagaaan; tanggap darurat; rehabilitasi dan rekonstruksi 1. Pencegahan dan Mitigasi Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencan. Proses mitigasi adalah beberapa tindakan yang seharusnya diambil sebelum terjadinya suatu bencana dalam rangka pengurangan resiko bencana yang terintegrasi dengan menggunakan system pengembangan
  • 13. yang berkelanjutan /sustainable development (Haifani).Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu: a. Cepat dan Tepat Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa. b. Prioritas Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. c. Koordinasi dan Keterpaduan Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung. d. Berdaya Guna dan Berhasil Guna Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. e. Transparansi dan Akuntabilitas Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah
  • 14. bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. f. Kemitraan Penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat luas termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahannya. g. Pemberdayaan Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar mengurangi dampak dari bencana. h. Non Diskriminatif Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminatif adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberi perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun. i. Non Proletisi Yang dimaksud dengan prinsip proletisi adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Badan Penanggulangan Bencana dan Daerah yang selanjutnya disebut BPBD adalah merupakan unsur pendukung dan pelaksana tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang penanggulangan bencana dan perlindungan masyarakat terhadap bencana alam, non alam dan sosial. Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, baik sebelum bencana, pada saat terjadinya bencana maupun setelah bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi. Upaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan tanggap darurat dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah bencana. Upaya penanggulangan
  • 15. dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis, menyeluruh, efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan bantuan kepada kelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pelaksanaan penanggulangan dampak bencana.1 2. Kesiap siagaan Menurut Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007, kesiap siagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (Presiden Republik Indonesia, 2007). Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi atau simulasi. Kesiap siagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiap siagaan. Kesiap siagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiap siagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiap siagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiap-siagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
  • 16. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2010) bahwa pada masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko, meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana. Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana (mitigasi) dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006). Kesiap siagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.Kesiap siagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiap siagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Pada tingkat pengembangan dan pemeliharaan kesiapsiagaan, berbagai usaha perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting seperti: a. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi) b. Fasilitas dan sistim operasional c. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply d. Pelatihan e. Kesadaran masyarakat dan pendidikan
  • 17. f. Informasi g. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat atau krisis. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir akan maksimal untuk itu pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendidikan petugas merupakan faktor yang menjadi perhatian dalam menghasilkan kesiapsiagaan yang baik dalam menghadapi bencana banjir.1 3. Tahap Tanggap Darurat Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BNPB, BPBD serta LSM dan masyarakat baik lokal maupun internasional juga beberapa instansi terkait di pusat. Tahap ini bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk dari bencana. Contoh-contoh kegiatan pada tahap ini adalah: a. Pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan b. Penanaman pohon bakau atau mangrove di sepanjang pantai untuk menghambat gelombang tsunami c. Pembuatan tanggul untuk menghindari banjir d. Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah e. Reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir Pada tahap tanggap darurat, hal yang paling pokok yang sebaiknya dilakukan adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap darurat. Selain itu, tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan makanan yang
  • 18. cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan: a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan menangani korban yang luka-luka b. Penanganan pengungsi c. Pemberian bantuan darurat d. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih e. Penyiapan penampungan sementara f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan yang memadai untuk para korban 1 4. Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.Tahap ini bertujuan membangun kembali daerah bencana dengan melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana haruslah
  • 19. dimulai dari sejak selesainya penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat kabupaten terutama di wilayah rawan gempa (daerah patahan aktif). Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan wilayah bencana. 1 Gambar 2.1 Siklus managemen disaster Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana (seperti terlihat dalam Gambar Siklus Manajemen Bencana), yang bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.16 Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah: a. Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan harta bendanya b. Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat, dapur umum, dan lain-lain c. Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
  • 20. d. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi. e. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh. Disaster kesehatan (health disaster) adalah penurunan status kesehatan masyarakat secara keseluruhan yang tidak sanggup diatasi. Ilmu kedokteran disaster disebut juga humanitarian medicine yang merupakan cabang ilmu kedokteran dalam artian bantuan kesehatan segera (emergency) dan aktivitas kesehatan pada penanggulangan bencana tanpa memandang ideologi politik maupun kenegaraan. Patofisiologi atau mekanisme kejadian disaster selalu dimulai dengan hazard untuk menimbulkan bencana (event) dan apabila bencana tersebut mengalami kontak dengan masyarakat dan lingkungan di tempat kejadian (impact) akan berakibat kerusakan (damage) seperti pada algoritma berikut. Manifestasi hazard akan berdampak pada kehidupan dan lingkungan yang disebut bencana. Hazard dapat diartikan sebagai isyarat bahaya sebelum terjadi bencana seperti turunnya binatang buas dari puncak gunung Merapi akibat temperatur di daerah tersebut meningkat sebagai tanda gunung itu mulai aktif. Hazard dapat juga diartikan sesuatu yang berakibat negatif terhadap kesehatan manusia, perumahan, aktivitas dan lingkungan atau sesuatu yang membahayakan sehingga dapat digolongkan sebagai berikut.3 Dengan koondisi lingkungan, kelelalahan fisik, serta kecemasan psikologis, pada saat terjadi banjir ataupun setelah banjir surut, umumnya akan muncul berbagai jenis penyakit yang bisa menghinggapi masyarakat korban bajir. Penyakit-penyakit tersebut, seperti: Diare, Cholera, Psikosomatik, Penyakit Kulit, Penyakit Leptospirosis, Penyakit saluran Napas, dan banyak lagi lainnya. a. Diare Diare merupakan penyakit yang paling sering terjadi saat bencana banjir datang. Diare dapat menjangkit semua orang, baik anak-anak, remaja, dewasa, bapak-bapak, ibu-ibu, dan orang tua. Gejala diare diantaranya adalah mulut kering, mata cekung, perut kram dan kembung, mual dan muntah, sakit kepala, keringat dingin dan demam. Jika ada diantara keluarga korban yang menderita penyakit diare,
  • 21. sebaiknya segera dilakukan Pertolongan Pertama Pada Diare, Memberikan cairan gula dan garam agar dapat mengatasi dehidrasi. Memberikan suplemen makanan yang dapat membantu stamina dan mengembalikan fungsi organ-organ tubuh secara maksimal, Memberikan obat anti diare yang dapat membantu. Menormalkan pergerakan saluran pencernaan pada saat diare, melawan dehidrasi dan mencegah terjadinya kram perut, obat yang biasa digunakan, misalnyha immudium, dan antibiotik. b. Psikosomatik Kondisi lingkungan yang berubah tiba-tiba dan merasakan kecemasan orangtua. Demikian pula trauma karena kehilangan orang yang dicintai, atau harta benda yang diperjuangkan dengan susa payah, meyebabkan perasaan pilu yang luar biasa. Selanjutnya kondisi kecemsan itu akan menekan alam bawah sadar maryakat, sehingga senantiasa merasa banjir akan datang lagi, dan berbagai kondisi psikologis sebagai pencetus penyakit ini. Pencegahan dan pengobatan gangguan ini dapat diatasi dengan pemberian makanan dan minuman sehat yang cukup, serta istrihat yang cukup. Demikian pula dapat diberikan obat anticemas, misalnya: Valium, Diazepam, dan berbagai suplemen lainnya. c. Penyakit Kulit Pada umumnya menghinggapi atau menjangkiti para korban banjir. Penyakit kulit ini disebabkan oleh: Infeksi kulit karena bakteri, virus atau jamur. Demikian pula dapat diakibatkan oleh Parasit, kutu, larva dan Alergi kulit.Pencegahannya dapat dilakukan dengan: Seminimal mungkin menghindari kontak langsung dengan air dengan menggunakan sepatu boot. Jagalah kebersihan dan selalu gunakan pakaian yang kering. d. Leptospirosis Penyakit ini diakibatkan oleh parasit bernama Leptospyra Batavie. Penyebarannya melaui air yang tergenang dan bersumber dari air kencing tikus, babi, anjing, kambing kuda, kucing, kelelawar dan serangga tertentu. Penyakit ini terkenal dengan penyakit kencing tikus, parasit ini berbentuk seperti cacing spiral yang sangat kecil. Gejala Leptospirosis Stadium awal, demam tinggi, badan menggigil (kedinginan), mual, muntah, iritasi mata, nyeri otot betis dan sakit bila tersentuh. Stadium dua, parasit membentuk antibodi ditubuh sehingga mengakibatkan jantung
  • 22. berdebar debar dan tidak beraturan, bahkan jantung bisa mengalami pembengkakan dan gagal jantung. Pembuluh darah dapat mengalami perdarahan ke saluran pernapasan dan pencernaan hingga bisa mengakibtkan kematian. Parasit dapat masuk melalui bagian tubuh yang terbuka seperti luka. Pengobatan penyakit Leptospirosis dengan pemberian antibiotik, misalya: doksisiklin, cephalosporin, dan obat-obat antibiotik turunan quinolon. Demikian pula dapat diberikan penisilin, ampisilin atau antibiotik lainnya yang serupa. Pemberian antibiotik sebaiknya secara intrevena (infus). e. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ISPA juga sangat banyak diderita oleh masyarakat korban bencana banjir. Kondisi lingkungan yang buruk dan cuaca yang tak menentu, membuat sejumlah pengungsi korban banjir mulai terserang penyakit. Gangguan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), berupa: flu, demam, dan batuk. Hal ini terjadi karena asupan makanan, kurangnya air bersih, dan masih tingginya aktivitas pengungsi guna mengecek rumah sekaligus mengambil barang-barang yang tertinggal membuat daya tahan tubuh mereka cepat turun. Pada saat terserang penyakit ISPA, sebaiknya penderita mengusahakan kondisi dalam keadaan yang hangat, serta makan-makanan yang banyak mengandung energi, serta perlu diberikan beberapa obat lainnya seperti : Parasetamol, Antihistamin, dan antibiotik jika terjadi infeksi bakteri. f. Demam Berdarah Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat- tempat tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak nyamuk tersebut. g. Penyakit Saluran Cerna Lain Penyakit yang dimaksud misalnya seperti demam tifoid. Dalam hal ini, faktor kebersihan makanan memegang peranan penting. h. Memburuknya penyakit kronis Hal ini hanya terdapat pada korban yang mempunyai penyakit yang sebelumnya sudah diderita. Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir yang terjadi selama berhari-hari .25
  • 23. Gambar2.2 Diagram proses pemulihan pasca bencana Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) telah mengembangkan suatu metodologi untuk perencanaan kedaruratan terpadu yang dikenal dengan APELL (Awarness and Preparedness for Emergency at Local Level) atau kepedulian dan kesiapsiagaan saat darurat di tingkat local (Gambar 1). APELL adalah metode (alat) yang dikembangkan oleh UNEP bekerja sama dengan pihak pemerintah dan industri dengan tujuan utama adalah meminimalkan jumlah kejadian dan efek buruk akibat bencana (kecelakaan teknologi/industri). APELL dibentuk tahun 1988 atas dasar banyaknya kejadian kecelakaan industri yang mengakibatkan banyak korban gangguan kesehatan dan kerusakan lingkungan. Prinsip dasar APELL berupaya meningkatkan (1) kesadaran, kepedulian dari masyarakat, industri/ usahawan dan pemerintah daerah maupun pusat, (2) meningkatkan kesiapsiagaan penanggulangan bencana melibatkan seluruh masyarakat, bersama industri dan pemerintah lokal apabila terjadi keadaan darurat akibat kecelakaan atau bencana industri yang mengancam keselamatan lingkungan. Fokus APELL mengutamakan peningkatan kesadaran menghadapi situasi darurat bersama-sama dengan semua pihak stakeholder setempat (lokal) atas adanya dampak yang ditimbulkan.23 Kiat kiat mengahadapi bencana antara lain : 1. Gempa Bumi
  • 24. Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang dapat dijadikan pegangan di manapun kita berada.  Di dalam rumah Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah meja yang kokoh untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.  Di kantor Berlindunglah di bawah meja. Lindungi kepala, leher dan mata. Hindari pembatas kaca, jendela, lemari dan barang-barang yang belum diamankan. Jaga posisi hingga guncangan berhenti.  Di sekolah Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.  Di luar rumah Lindungi kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau apapun yang anda bawa.  Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau satpam.  Di dalam lift Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.  Di kereta api Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
  • 25.  Di dalam mobil Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan- akan roda mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan berhentilah, tapi janganlah berhenti di bawah jembatan. Matikan mesin dan gunakan rem tangan. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.  Di gunung/pantai Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.  Beri pertolongan Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada di sekitar anda.  Dengarkan informasi Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas. 21 2. Banjir Yang harus dilakukan sebelum banjir tiba sesuai tempat adalah sebagai berikut : Di Tingkat Warga :  Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.  Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda.
  • 26.  Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir.  Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi.  Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi. Di Tingkat Keluarga :  Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air.  Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.  Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi, gula, kopi, teh dan persediaan air bersih.  Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza.  Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan, sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil. Yang harus dilakukan saat banjir adalah :  Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana,  Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan untuk diseberangi.  Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.  Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat. Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir adalah :  Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.  Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang sering berjangkit setelah kejadian banjir.
  • 27.  Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.  Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan. 21 3. Kebakaran Kiat Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan adalah : Bagi Warga :  Bila Melihat Kebakaran Hutan Dan Lahan, Segera Laporkan Kepada Ketua RT dan/atau Pemuka Masyarakat Supaya Mengusahakan Pemadaman Api.  Bila Api Terus Menjalar, Segera Laporkan Kepada Posko Kebakaran Terdekat  Bila Terjadi Kebakaran Gunakan Peralatan Yang Dapat mematikan api secara cepat dan tepat  Tidak Membuang Puntung Rokok Sembarangan.  Matikan Api Setelah Kegiatan Berkemah Selesai  Gunakan Masker Bila Udara Telah Berasap, Berikan Bantuan Kepada Saudara-Saudara Kita Yang Menderita Bagi Peladang :  Hindari Sejauh Mungkin Praktek Penyiapan Lahan Pertanian Dengan Pembakaran, Apabila Pembakaran Terpaksa Harus Dilakukan, Usahakan Bergiliran (Bukan Pada Waktu Yang Sama), Dan Harus Terus Dipantau. Bahan Yang Dibakar Harus Sekering Mungkin Dan Minta Pimpinan Masyarakat Untuk Mengatur Giliran Pembakaran Tersebut 21 4. Kegagalan Teknologi Kiat-kiat Penanganan dan Upaya Pengurangan Bencana sebagai berikut :  Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diidentifikasikan  Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan ataupun peralatan yang tahan api.  Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran asap/pengurai asap.  Tingkatkan fungsi sistem deteksi dan peringatan dini.
  • 28.  Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi pegawai serta penduduk disekitar.  Sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitarnya bekerja sama dengan instansi terkait.  Tingkatkan Kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan.  Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan mudah terbakar.  Tingkatkan standar keselamatan di pabrik dan desain peralatan.  Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik  Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi.  Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun.  Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar keselamatan tidak terlampaui.  Persiapkan rencana evakuasi penduduk ke tempat aman. 21 5. Kerusuhan Sosial / Disintegrasi Bangsa Kiat-kiat Penanggulangan kerusuhan sosial / disintegrasi bangsa. Adapun kiat-kiat yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain adalah :  Menanamkan nilai-nilai bela negara, patriotisme, nasionalisme,nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.  Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.  Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.  Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.  Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.  Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam memerangi separatis.
  • 29.  Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan kekuatan massa. Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijaksanaan dan strategi pertahanan disarankan :  Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang bersandar pada penegakan hukum.  Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan HAM.  Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.  Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal. 21 6. Letusan Gunung Api Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi diantaranya :  Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.  Membuat perencanaan penanganan bencana.  Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.  Mempersiapkan kebutuhan dasar Saat Terjadi Letusan Gunung Berapi yang perlu dilakukan adalah :  Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.  Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.  Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya.  Jangan memakai lensa kontak.
  • 30.  Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung  Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan. Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi adalah :  Jauhi wilayah yang terkena hujan abu  Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan.  Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin 21 7. Tanah Longsor Strategi dan upaya penanggulangan bencana tanah longsor diantaranya :  Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya  Mengurangi tingkat keterjalan lereng  Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn dari lereng, menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).  Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling  Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras - teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah)  Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian dasar ditanam rumput).  Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat  Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan  Pengenalan daerah rawan longsor  Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
  • 31.  Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.  Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquefaction(infeksi cairan).  Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel  Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan. 21 8. Tsunami Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami  Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat.  Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.  Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. 21
  • 32. BAB 3 PEMBAHASAN Apapun jenis bencana yang terjadi, selalu menimbulkan kerugian, baik kerugian jiwa dan materi. Bencana juga mengakibatkan banyak masalah, seperti: pengungsi, wabah penyakit, logistic tidak cukup, dan lain-lain. Maka, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang terlibat sangat membutuhkan pengetahuan tentang karakter, jenis, sifat bencana, dan manajemen bencana sebagai salah satu upaya untuk mengelola dan menanggulangi bencana. Sejak tahun 2004 bencana besar seolah-olah menjadi bagian yang tak terelakkan di Indonesia, di mulai dengan terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, selanjutnya gempa bumi di wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah pada Mei 2006, serta beberapa kejadian bencana lainnya pada tahun 2007. Kejadian bencana tersebut menuntut upaya tanggap darurat secara cepat dan menyeluruh bagi korban dan wilayah yang terkena dampak bencana, serta upaya pemulihan kehidupan masyarakat dan daerah pasca bencana. Bencana alam merupakan keluaran dari interaksi antara bahaya alam dengan kerentanan (vurnerability) suatu kawasan atau wilayah. Kerentanan suatu wilayah dibentuk oleh kondisi fisik atau lingkungan, sosial, ekonomi, politik, kelembagaan, dan sistem serta praktek yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan di wilayah tersebut yang umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Selain kerentanan, faktor lain yang sering berpengaruh terhadap bencana adalah capacities (kapasitas atau ketahanan). Faktor ini merupakan aspek positif dari situasi yang ada yang bila dimobilisasi dapat mengurangi kerentanan dan mengurangi resiko wilayah terhadap bencana. Salah satu hal yang penting untuk dilakukan agar terhindar dari bencana alam adalah dengan menjaga kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu perencanaan matang dalam pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan fisik Kerentanan suatu wilayah dibentuk oleh kondisi fisik atau lingkungan, sosial, ekonomi, politik, kelembagaan, dan sistem serta praktek yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan di wilayah tersebut yang umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Selain kerentanan, faktor lain yang sering berpengaruh terhadap bencana
  • 33. adalah capacities (kapasitas atau ketahanan). Faktor ini merupakan aspek positif dari situasi yang ada yang bila dimobilisasi dapat mengurangi kerentanan dan mengurangi resiko wilayah terhadap bencana. Salah satu hal yang penting untuk dilakukan agar terhindar dari bencana alam adalah dengan menjaga kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu perencanaan matang dalam pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan fisik. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia danSamudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanicarc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa - Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakansalah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipattingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipenga ruhi oleh pergerakanlempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesiasebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerahseismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600?2000 terdapat 105 kejadiantsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusangunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantaiselatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hamper seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600?2000, di daerah ini telah terjadi 32tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas
  • 34. dan hujandengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklimseperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relative beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisiitu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencanahidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidupcenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Indonesia dikenal sebagai negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dll. Sejarah bencana yang tergolong besar di Indonesia seperti, pada 27 Agustus 1983 terjadi bencana alam berupa meletusnya gunung Krakatau di selat sunda. Selain itu sejarah baru ditorehkan yaitu bencana alam gempa besar di Aceh pada 26 December 2004, mengakibatkan tsunami berskala 8,7 pada skala Richter di barat Aceh dan oleh dua gempa besar di Kepulauan Nicobar dan Andaman, India, yang terjadi dalam selang waktu dua jam kemudian. Bencana ini menewaskan sekitar 150.000 penduduk di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Siklus managemen disaster antara lain tahap pencegahan dan mitigasi; tahap kesiapsiagan; tahap tanggap darurat; tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap pencegahan dan mitigasi dilakukan sebelum terjadinya bencana (pra-bencana). Tujuan dari mitigasi bencana gempabumi ini adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan manusia dan alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bahaya gempabumi.. Tindakan yang dapat dilakukan dalam tahap ini adalah memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana, mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana, mengadakan pelatihan penaggulangan bencana kepada warga, menyiapkan tempat penampungan sementara
  • 35. di jalur-jalur evakuasi jiga bencana terjadi, memindahkan masyarakat yg tinggal di wilayah bencana ke tempat yg aman. Tahap kesiapsiagaan juga dilakukan seblum tejadinya bencana . Tahap ini bertujuan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.Tindakan yang dapat dilakukan dalam tahap kesiapsigaan adalah penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana, pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini, pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat. Tahap tanggap darurat terjadi saat bencana itu terjadi, tahap ini sangat penting dalam magemen peanggulangan bencana . Tahap tanggap darurat bertujuan agar menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia, mengurangi penderitaan korban bencana, meminimalkan kerugian material. Dalam tahapan ini serangkaian kegiatan dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Kegiatan ini meliputi: penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan saranaz. Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tahap yg dilakukan setelah bencana tejadi (pasca bencana) . Tahap ini berperan penting dalam pemulihan pasca bencana baik infrastruktur maupun korban bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu Cepat dan Tepat; Prioritas; Koordinasi dan Keterpaduan; Berdaya Guna dan Berhasil Guna; Transparansi dan Akuntabilitas; Kemitraan; Pemberdayaan; Non Diskriminatif; Non Proletisi. Prinsip prinsip ini harus dilakukan agar proses penaggulangan bencana berjalan baik dan lancer. Menurut laporan WHO, angka probabilitas kematian akibat bencana setiap decade dari tahun 1951 sampai 2000 selalu menurun walaupun jumlah kejadian bencana dan korban mengalami kenaikan. Demikian juga data probabilitas kematian karena bencana gempa dari tahun 1960 sampai 2001 ikut mengalami penurunan. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh perkembangan kedokteran disaster berupa peningkatan aktivitas pencegahan, mitigasi dan system koordinasi, perubahan variasi alam, atau kombinasi antara menajemen dan sistem koordinasi dengan perubahan variasi alam, tetapi dapat juga akibat data laporan tidak
  • 36. memadai.Prinsip dasar penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan cara meniadakan bencana (preventif), meniadakan maupun mengurangi kerusakan yang ditimbulkan bencana tersebut terhadap populasi dan lingkungan (terapi), atau kombinasi preventif dan terapi. Untuk hal tersebut, tim harus memahami patofisiologi atau mekanisme terjadinya disaster dari awal adanya hazard sampai terjadinya disaster Mereka harus dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan kedokteran disaster agar tercapai pengelolaan atau manajemen yang tepat, efektif dan efisien. Oleh sebab itu, tujuan manajemen setelah terjadi bencana adalah pengembalian status kesehatan korban seperti semula atau melawan dampak bencana terhadap kesehatan korban ataupun mencegah tidak terjadi bencana. Strategi menajemen disaster yang harus dimiliki oleh tim adalah: (1) memodifikasi hazard agar tidak terjadi bencana atau mengurangi faktor risiko sehingga terjadi penguranganefek negatif pada masyarakat dan lingkungan; (2) mengurangi kerawanan (vulnerability) dan kerentanan masyarakat dan lingkungan untuk masa depan; dan juga (3) memperbaiki kesiapan menghadapi disaster agar kerusakan minimal.1,7-,9 Dapat disimpulkan bahwa tim harus dapat melakukan pencegahan, mitigasi, menghilangkan faktor risiko agar tidak terjadi bencana atau menyiapkan masyarakat dan lingkungan agar tidak terjadi korban atau mengurangi kerusakan sehingga tidak menimbulkan disaster. Pada prinsipnya, manajemen dilakukan sejak sebelum bencana terjadi, bukan pada saat dan setelah bencana menimpa. Tujuan manajemen bencana yang baik adalah: 1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara melalui tindakan dini (sebelum bencana terjadi). Tindakan ini termasuk pencegahan. Tindakan ini efektif sebelum bencana itu terjadi. Dalam kaitan bencana gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta, atau tsunami di Aceh, tindakan ini sudah terlambat. Tetapi tindakan ini masih tetap efektif untuk mengantisipasi bencana yang bisa terjadi di kemudian hari, termasuk bencana yang mungkin lebih besar akibat ulah Gunung Merapi. Tindakan penghindaran biasanya dikaitkan dengan beberapa upaya. Pertama, penghilangan kemungkinan sebab. Kalau bencana
  • 37. itu bisa disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan penghilangan sebab tentunya bisa dilakukan. Tetapi hal ini akan sulit bila penyebabnya adalah alam yang memiliki energi di luar kemampuan manusia untuk melakukan. Pergeseran lempeng bumi yang menyebabkan gempa bumi tektonik, misalnya, merupakan sebab yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh manusia. Belum ada satu teknologi yang mampu menghambat pergeseran lempeng bumi, atau mengatur pergeseran supaya bergerak pelan-pelan dan tidak menimbulkan getaran hebat. Oleh karena itu, tindakan penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi, yang dapat mewujudkan bencana. Contoh “kondisi” yang dimaksud adalah struktur bangunan. Kondisi bangunan yang baik bisa meminimalisasi atau menghilangkan risiko bencana. Struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa menyebabkan bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga kerugian manusia, fisik, ekonomi, dan lingkungan bisa dihindari. 2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi. Tindakan meminimalisasi kerugian akan efektif bila bencana itu telah terjadi. Tetapi perlu diingat, piranti tindakan meminimalisasi kerugian itu telah dilakukan jauh sebelum bencana itu sendiri terjadi. Contoh, bencana alam dengan cepat akan menimbulkan masalah pada kesehatan akibat luka parah, bahkan meninggal. Maka tindakan minimalisasi yang harus dilakukan sejak dini adalah penyebaran pusat-pusat medis ke berbagai wilayah, paling tidak sampai ke tingkat kecamatanan. Di Inggris, pemadam kebakaran disebar hingga ke tingkat distrik dan kota (setara dengan kabupaten) dengan koordinasi di tingkat county (setara dengan propinsi). Bila terjadi bencana kebakaran di satu lokasi, pemadam kebakaran di berbagai daerah bisa dengan cepat dikerahkan sehingga kerugian bisa diminimalisasi. 3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana.
  • 38. Ada juga yang menyebut tindakan ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya bisa bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. Bantuan tenda, pembangunan kembali perumahan yang hancur, memberi subsidi, termasuk dalam kategori ini. Tindakan yang juga termasuk kategori ini adalah pemulihan kondisi psikis individu dan masyarakat yang terkena bencana. Tujuannya adalah untuk mengembalikan optimisme dan kepercayaan diri. Dengan sikap yang positif tersebut, pemulihan individu dan masyarakat akan menjadi semakin cepat karena korban secara aktif membangkitkan diri sendiri. 4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana. Perbaikan kondisi terutama diarahkan pada perbaikan infrastruktur seperti jalan, listirk, penyediaan air bersih, sarana komunikasi, dan sebagainya. Dalam kasus Yoygakarta, jalan merupakan salah satu infrastruktur yang perlu mendapat perhatian sekalipun (tampaknya) tidak terlalu parah. Selain itu, berbagai fasilitas masyarakat seperti pasar, terminal, dan sejenisnya juga termasuk dalam tindakan ini untuk membuat perputaran ekonomi masyarakat kembali bergulir. 5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan masyarakat bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau bahkan mengejar ketinggalan dari individu atau masyarakat lain yang tidak terkena bencana. Perbaikan infrastruktur tidaklah cukup. Itu hanya mengembalikan ke kondisi semula sehingga aktivitas ekonomi dan sosial berjalan sebagaimana layaknya sebuah wilayah. Daerah yang terkena bencana menjadi jauh tertinggal dibanding daerah lain. Kabupaten Bantul misalnya, telah kehilangan banyak kesempatan untuk mengembangkan ekonominya. Itu menyebabkan pertumbuhan ekonominya akan lambat. Apa yang perlu dilakukan adalah penerapan berbagai kebijakan, termasuk kebijakan fiskal, supaya orang tertarik untuk mengembangkan wilayah tersebut. Seperti yang dilakukan pemerintah Jerman Bersatu pada saat baru menggabungkan diri antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Salah satu bentuk tindakan yang
  • 39. dilakukan pemerintah pada saat itu adalah memberi insentif pajak bagi perusahaan yang bersedia menanamkan laba bersih mereka di wilayah Jerman Timur. Pemerintah telah menetapkan bahwa yang memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan bencana adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat. Sedangkan din tingkat daerah ada 29 buah BPBD di tingkat provinsi dan 171 BPBD di tingkat Kabupaten / Kota. Untuk provinsi DKI, Papua dan Riau belum ada BPBD Kabupaten / Kota. Sedangkan yang bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan pada korban bencana adalah kementerian kesehatan : Krisis Center(Critical Center). Terdapat 9 regional (Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Banjarmasin, Makasar dan Manado) dan 2 subregional ( Padang dan Jayapura) krisis center. Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya. Manajemen perkemahan perlu didisain sebagai tempat pengungsian yang sehat, tertata rapih dan indah. Lingkungan yang sehat yang memiliki sanitasi air, udara dan lingkungan pada umumnya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tertata rapih dan indah yang memungkinkan alur evakuasi dan transportasi korban serta penghuni pengungsian melaksanakan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Pramuka sebagai masyarakat awam khusus ditantang untuk dapat mengimplementasikan manajemen perkemahan yang memenuhi syarat hidup sehat dan memudahkan mobilitas, bukan sekedar tenda berdiri dan bisa digunakan untuk tidur. Aktivitas keseharian korban perlu segera dinormalisasi, seperti warung atau pasar, sekolah, bekerja disamping aktivitas lain yang juga besar yaitu membersihkan puing-puing reruntuhan atau material, memperbaiki jalan dan sarana pembuangan limbah. Dapur umum dibuka untuk melayani warga yang membutuhkan bantuan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Reduksi stress atau trauma healing dilaksanakan sedini mungkin, terutama pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui. Reduksi stres atau trauma healing
  • 40. dilaksanakan sedini mungkin agar rehabibiltasi mental korban bencana bisa dipulihkan untuk menerima kenyataan dan melakukann aktivitasnya yang baru. Menanamkan nilai-nilai atau re-orientasi budaya termasuk didalam keterampilan yang diperlukan untuk melanjutkan hidupnya. Strategi re-orientasi budaya pada korban bencana dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Strategi akomodasi budaya 2. Strategi negosiasi budaya 3. Strategi restrukturisasi budaya Strategi akomodasi budaya, dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang positif untuk keberlanjutan hidupnya dimasyarakat. Nilai, norma dan perilaku tersebut agar dipertahankan dan korban bencana pada kategori ini perlu dilibatkan secara aktif dalam pemulihan korban bencana yang lain. Pengalaman menolong korban bencana, mereka pada umumnya memiliki persepsi yang menyempit, untuk itu bahasa yang mungkin tepat adalah instruktif dengan persuasif yang santun. Strategi negosiasi budaya dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang kurang menguntungkan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, terdapat korban bencana yang mempunyai kebiasaan merokok, pemenuhan kebutuhan membeli rokok yang kurang menguntungkan tersebut perlu diganti dengan membeli bahan makanan untuk dirinya dan keluarganya. Petugas trauma healing menegosiasikan contoh-contoh budaya seperti ini. Strategi restrukturisasi budaya, dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang merugikan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, kebiasaan tangan dibawah, malas berusaha, hobi mencuri barang milik orang lain. Pada siatuasi ini, petugas merestrukturisasi budaya korban bencana dengan budaya baru yang jauh lebih baik. Bila ketiga strategi ini dapat diterapkan oleh petugas bencana, maka saat memasuki tahap rekonstruksi akan lebih tertib dan pada saat telah tertata masyarakat korban bencana memiliki budaya baru yang lebih unggul. Pada sisi ini, kita memandang bencana sebagai peluang emas menata kembali budaya Indonesia yang sudah mulai runtuh. Re-orientasi budaya perlu menjadi pertimbangan membangunan
  • 41. Indonesia yang lebih baik agar mampu mandiri dan bersaing sehat serta cerdas hidupnya. Strategi persiapan berarti menyiapkan masyarakat, tim dan rumah sakit untuk mengelola korban pasca bencana, kemampuan untuk mitigasi sesegera mungkin terhadap korban, kemampuan mengurangi penderitaan dan meningkatkan penyembuhan serta rehabilitasi. Persiapan juga meliputi sistem peringatan, evakuasi dan relokasi tempat yang aman, persiapan makanan, obat, air bersih, pembiayaan, tenda untuk korban, tenaga, dan latihan-latihan simulasi oleh tim, masyarakat dan rumah sakit. Contoh persiapan daerah gunung Merapi di Yogjakarta dengan melakukan evakuasi penduduk dan menentukan daerah/relokasi bila terjadi peningkatan aktivitas Merapi dengan latihan simulasi di Rumah Sakit Sardjito. Menghilangkan faktor risiko adalah membebaskan kemungkinan terjadinya efek negatif, karena dari itu tim harus dapat memahami cara menghilangkan faktor risiko. Faktor risiko disebut risk maker, seperti tumpukan salju di puncak gunung dapat menjadi banjir dan tanah longsor apabila salju tersebut mencair. Beberapa penelitian atau observasi menunjukkan perubahan prilaku binatang di daerah gunung Merapi adalah pertanda atau peringatan akan peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Tim harus dapat menghilangkan faktor risiko yang dibentuk oleh behavior pribadi, gaya hidup, kultur, faktor lingkungan, karakteristik keturunan masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan. Sebagai contoh kecelakaan bus terjadi akibat para supir sering mengkonsumsi minuman alkohol yang berlebihan, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar alkohol dalam tubuh supir secara berkala agar kecelakaan bus dapat dicegah atau dikurangi. Tim perlu menentukan katagori korban pada pengelolaan disaster sebagai berikut: a. Korban Luka Ringan(walking wounded) Umumnya korban luka ringan diakibatkan benturan atau himpitan benda yang ringan. Korban meninggalkan daerah bencana ke tempat yang lebih aman atau keluarga maupun masyarakat/relawan membawanya ke tempat pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh tim maupun rumah sakit terdekat. Lesi kebanyakan adalah kontusi, laserasi, fraktur maupun dislokasi, strain, sprain, trauma kepala ringan, sindrom kompartemen dan adanya benda asing di luka seperti kayu, pasir atau
  • 42. pecahan kaca. Tim harus dapat melakukan pengobatan pada korban seperti perawatan luka, pemberian antibiotik, anti tetanus atau analgetik, immobilisasi dan resusitasi serta pengobatan komorbiditas korban itu sendiri. b. Korban Luka Berat atau Terhimpit oleh Benda Berat atau Bangunan Korban luka berat atau korban terhimpit oleh benda berat atau bangunan sangat memerlukan pertolongan resusitasi secepatnya. Artinya, tim harus mempunyai ketrampilan melakukan resusitasi sebagai life-saving bersamaan dengan pembebasankorban dari himpitan benda berat dan membawa ke tempat pelayanan yang telah disiapkan. Khusus pada pembebasan korban yang terisolasi di tempat reruntuhan akibat gempa harus selalu dibarengidengan prosedur resusitasi. Prosedur ini memiliki beberapa kesulitan seperti posisi korban dan ruangan yang sangat terbatas untuk melakukan manuver oksigenasi. Oleh karena itu tim harus mempunyai ketrampilan dan alat khusus untuk membebaskannya. Masalah lain yang perlu dipikirkan bila terhimpit bangunan adalah stabilitas bangunan tersebut, karena sewaktu-waktu dapat roboh lagi. Bantul adalah daerah dengan sistem arsitektur tradisional terdiri dari bambu dan kayu, sebagian tembok tanpa beton bertulang. Kebanyakan korban kejatuhan bahan tersebut atau tembok rumah yang lantai dasarnya beralas tanah sehingga terjadi inhalasi debu pada korban. Keluarga korban atau tetangga yang tidak terluka secara otomatis membebaskan korban dengan alat seadanya dan tanpa pengetahuan kedokteran disaster. Korban segera dibawa ke tempat yang lebih aman atau ke tempat pelayanan kesehatan yang telah dipersiapkan oleh tim tanpa memikirkan resusitasi. Tim sebagai triase mengirim korban ke rumah sakit yang tidak sesuai dengan pengetahuan life saving atau tanpa fasilitas yang memadai. Sebagian masyarakat juga membawa korban ke rumah sakit dengan transportasi memakai kendaraan pribadi, truk atau bus tanpa memikirkan pertolonganpertama. Terdapat pula Isu yang mengakibatkan korban terlambat mendapatkan bantuan life saving, seperti isu tsunami pada kejadian gempa di Yogyakarta,sehingga masyarakat yang tidak terluka berusaha meninggalkan korban ke tempat yang lebih aman dan korban meninggal tanpa pertolongan. c. Masalah Jalan Napas dan Ventilasi
  • 43. Tim harus segera mengamankan jalan napas (airway) dan ventilasi untuk kebutuhan oksigen dan rehidrasi agar tidak terjadi komplikasi hidrasi. Menurut laporan disaster di Kobe pada tahun 1995 dan gempa di Turki pada tahun 1999 ditemukan 12,9%-25% korban dengan trauma torak yang menimbulkan gangguan pernapasan.Di Yogyakarta pada tahun 2006 ditemukan 63 korban akibat trauma torak sehingga konsentrasi oksigen di jaringan berkurang. Tim harus dapat mengidentifikasi adanya gas beracun, gas kimiawi, atau karbon monoksida maupun inhalasi debu pada bencana gempa gunung berapi, gempa tektonik, tertimbun tanah atau terperangkap di ruangan tertutup. Semua masalah tersebut dapat menimbulkan kerusakan fungsi paru-paru atau gangguan pertukaran gas. Akibatnya korban menjadi hipoksia, hiperkrabia, asidosis respirasi, syok, dan penurunan kesadaran Korban harus diberi masker oksigen atau dilakukan intubasi dan mengukur konsentrasi saturasi oksigen di perifer dengan oksimeter. Umumnya korban pada posisi tertelungkup, ruang korban terbatas untuk melakukan intubasi, dan biasanya korban tidak sadar (koma) atau setengah sadar tim harus mempunyai keterampilan dan alat-alat khusus pada situasi tersebut. Banyak obat induksi pada intubasi tergantung tekanan darah dan trauma kepala yang diderita korban. Tim sering menggunakan thiopental, etomidate, ketamine dan succinylcholine. Obat-obat tersebut perlu dipertimbangkan keuntungan dan kerugian terhadap komsumsi oksigen di otak, aktivitas jantung dan respirasi serta kondisi vascular korban. Penggunaan succinylcholine dapat menghasilkan paralysis, karena itu penggunaan obat ini harus hati-hati. d. Crush Syndrome Tim harus memprediksi adanya crush syndrome pada korban akibat kompressi dalam jangka waktu cukup lama oleh benda berat. Lebih dari 40% korban disaster yang hidup menderita crush syndrome akibat tertimpa objek berat. Laporan gempa di San Francisco, Armenia (1988), Iran (1990), gempa di Great Hanshin Awaji, Jepang (1995), dan Marmara, Turki (1999) menemukan crush syndrome sehingga ada yang membutuhkan dialisis dan meninggal. Ada juga laporan disaster tidak menemukan kelainan tersebut seperti gempa di kota Meksiko pada tahun 1985 dan di Filipina pada tahun 1990.
  • 44. Tim harus dapat mendiagnosis crush syndrome. Peningkatan keregangan otot akan mempengaruhi permeabilitas sarkolema sehingga cairan ekstraselular dan hasil metabolism masuk ke dalam sarkolema yang akan menimbulkan pembengkakan selular dan gangguan fungsi sehingga berakhir kematian sel otot. Pembengkakkan otot akanmenimbulkan sindrom kompartemen. Kematian intraselular dan otot masuk kedalam sirkulasi. Akhir dari proses ini, korban akan mengalami hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik, dan myoglobinemia atau myoglobinuria. Korban akan meninggal mendadak (cardiac arrest) atau gagal ginjal akut (acute renal failure). Korban bencana gempa atau peperangan yang menggunakan alat ledak hebat dapat menimbulkan crush syndrome, kerusakan berat jaringan lunak dan otot, syok hipovolemik, dan infeksi. Oleh sebab itu, tujuan manajemen korban crush syndrome adalah meningkatkan hidrasi dan pengeluaran urin (diuresis) agar hasil metabolisme toksis dan mioglobin tidak menimbulkan gagal ginjal akut dengan melakukan hemodialisis. Pengobatan rehidrasi adalah memberikan cairan Ringer dengan dosis 20 ml/kg/jam untuk anak-anak dan dewasa atau 10 ml/kg jam untuk orang tua atau 1 1.5 L pada jam pertama dikombinasi dengan pemberian bikarbonas dengan dosis 44 mEg/per liter dan maksimum 300 ml untuk korban yang mengalami anuri. Kadangkala dibutuhkan Mannitol bila pengeluaran urin (output urine) < 200 ml/jam. Pemberian manitol 20% dengan kombinasi Furosemide. Bila urin mulai keluar, infuse harus dikurangi. Tim harus memonitor terapi dengan urin keluar, mengukur tekanan darah, dan memeriksa konsentrasi oksigen perifer, respirasi dan auskultasi dada. Tim harus dapat mengidentifikasi penyebab crush symdrome seperti kerusakan otot masif akibat trauma, terlambatnya sampai di rumah sakit rujukan, dan resusitasi tidak memadai selama transportasi dan di rumah sakit rujukan serta ketrampilan personel tim sangat minimal. e. Trauma Kepala Trauma kepala akibat benturan atau terhimpit bangunan harus diprediksi walaupun korban tak terlihat di dalam ruangan himpitan tersebut akan mengalami hipoksia, hipertensi, dan dehidrasi. Tanda-tanda klinis trauma kepala adalah penurunan kesadaran, tanda lateralisasi, dan konvulsi. Bila ada trauma kepala maka
  • 45. tim selalu memperkirakan adanya trauma tulang belakang terutama daerah servikal sampai tidak terbukti pada pemeriksaan berikutnya. Tujuan pengobatan trauma kepala adalah mencegah agar tidak terjadi hipoksemia dan menurunkan tekanan darah. Pengobatan prehospital trauma kepala berat harus mencapai tekanan darah rata-rata 90-110 mmHg dengan saturasi (SaO2 =100%). Korban yang terhimpit benda berat perlu pemberian oksigen bahkan kalau perlu dilakukan intubasi dengan prosedur hiperventilasi dengan menggunakan sedasi narkotika. Bila terdapat gejala kejang-kejang, korban harus diberikan diazepam intravenas 10 mg atau fenobarbital lebih dari 10 mg/kg dan diikuti 1mg/kg/ jam. Menurunkan tekanan darah diberikan Mannitol intravenous 25-50 g dan Furosemide 20-40 mg tiap 4 jam. Obat antikovulsi jangan diberikan pada korban yang masih terhimpit di bawah bangunan atau benda berat. f. Hipotermia Hipotermia perlu diperkirakan pada korban yang masih berada di bawah himpitan benda berat atau bencana lainnya, karena sulit dikoreksi walaupun temperatur lingkungan tinggi. Oleh karena itu, membuka pakaian korban untuk melakukan pemeriksaan awal hanya dilakukan bila ada indikasi life-saving. Korban harus segera diselimuti agar tidak terjadi hipotermia. Hipotermia mempunyai keuntungan terhadap korban seperti daya pertahanan tubuh korban meningkat tapi juga mempunyai kerugian terhadap kesehatan. Temperature 32o - 33o C dapat mengurangi kerusakan neuronal setelah trauma kepala, tetapi mempunyai efek negatif terhadap metabolisme dan fungsi hemostatik. Kebutuhan oksigen meningkat, aktivasi platelet dan kerja enzim pembekuan darah terhambat. Dapat disimpulkan hipotermia adalah faktor risiko independen kematian awal korban disaster atau akibat himpitan. Penggunaan pemanasan, menyelimuti korban, dan infuse cairan yang dipanaskan tidak dapat mencegah penurunan temperatur korban. g. Luka Bakar dan Inhalasi Debu Luka bakar, inhalasi debu, dan kerusakan penglihatan mata pada korban yang terhimpit atau akibat bencana ledakan gas dan listrik perlu jadi perhatian. Tim harus dapat melakukan debridemen luka bakar kemudian menutup luka dengan kasa steril, antibiotik dan profilaksis antitetanus seperti toksoid tetanus 0.5 ml dan life-saving.
  • 46. h. Korban Mati Kematian korban dan juga penyebab kematian merupakan dokumen yang sangat beharga untuk dianalisis. Umumnya, penyebab kematian prehospital tidak dapat ditentukan karena tim hanya terfokus pada morbiditas. Menurut Coupland 20 24% kematian mendadak dapat dicegah di lokasi disaster dengan manajemen yang tepat dan terarah. Tim dan staf medis rumah sakit harus dapat mempersiapkan transportasi mereka ke tempat yang disediakan guna mengurangi penumpukkan di lokasi disaster tersebut.
  • 47. BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2. Siklus managemen bencana terdiri dari pencegahan dan mitigasi; kesiapsiagaaan; tanggap darurat; rehabilitasi dan rekonstruksi 3. Prinsip penanggulangan bencana antara lain cepat dan tepat; prioritas; koordinasi dan keterpaduan; berdaya gunna dan berhasil guna; transparansi dan akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; non diskrimatif; non prolitisi 4.2. Saran 1. Dalam penaggulangan dan pencegahan bencana sangat dibutuhkan sinergi dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat, bahkan pihak swasta agar tercapainya tujuan dari pencegahan dan penaggulangan bencana tersebut 2. Tindakan/kegiatan penanggulangan harus ditingkatkan lagi agar bisa mengurangi dampak bencana tersebut 3. Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi harus benar-benar terealisasi dan dilakukan sebaik-baiknya supaya dapat mengembalikan keadaan korban bisa seperti semula, sebelum terjadinya bencana. Dan bahkan bisa menjadikan korban menjadi pribadi yang lebih baik.
  • 48. SOAL - SOAL 1. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis disebut …….. a. Tsunami b, Gempa bumi c. Kerusuhan d. Tanah longsor e. Bencana Jawaban : e. Bencana Penjelasan : Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2. Komponen-komponen yang mempengaruhi bencana atara lain, kecuali a. Resiko b. Bahaya c. Pengungsi d. Kerentanan e. Kapasistas Jawaban : c. Pengungsi Penjelasan : Komponen – komponen yang mempengaruhi bencana ada 4 antara lain Resiko, bahaya, kerentanan, dan kapasitas
  • 49. 3. Sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana adalah …….. a. KPK b, BNPB c. KPU d. PSSI e. MA Jawaban : b. BNPB Penjelasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan, dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. 4. ………. adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencan. a. Mitigasi b. rehabilitasi c. kesiapsiagaan d. tanggap darurat e. rekonstruksi jawaban : b. rehabilitasi Penjelasan :
  • 50. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencan. 5. Lembaga Pemerintah Nonkementrian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan adalah …… a. BASARNAS b. KPI c. DPR d. PERBASI e. Komisi Yudisial Jawaban : a. BASARNAS Penjelasan : Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Nonkementrian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan 6. Undang undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2007 mengatur tentang ……. a. Ketahanan Pangan b. Penanggulangan Bencana c. Pertahanan d. Pengungsi bencana e. Bantuan sosial Jawaban : b. Penanggulangan bencana Penjelasan : Undang undang Republik Indonesia no 27 Tahun 2007 mengatur tentang penanggulangan bencana 7. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana antara lain, kecuali ………. a. Diskrimatif b. Prioritas c. Kemitraan
  • 51. d. Pemberdayaan e. Non proletisi Jawaban : a. Diskrimatif Penjelasan : Prinsip penanggulangan bencana antara lain cepat dan tepat; prioritas; koordinasi dan keterpaduan; berdaya gunna dan berhasil guna; transparansi dan akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; non diskrimatif; non prolitisi 8. Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana disebut …….. a. Rekonstruksi b. Kerentanan c. Rehablitasi d. Bahaya e.Disaster Jawaban : c. Rehabilitasi Penjelasan : Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana 9. Kegiatan kesiapsiagaan yaitu, kecuali ………… a. Perencanaan siaga b. mobilisasi sumberdaya c. pendidikan dan pelatihan d. galadi atau simulasi e. pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih jawaban : e. pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih Penjelasan :
  • 52. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi atau simulasi. 10. Tahap yang bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal serata sasaran utama dari tahap ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Tahap ini adalah tahap ……… a. Mitigasi b. Kesiapsiagaan c. Rekonstruksi d. Tanggap darurat e. Rehablitasi Jawaban : d. Tanggap darurat Penjelasan : Tahap tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk dari bencana.
  • 53. DAFTAR PUSTAKA 1. Amir, A . 2013. “Penanggulanagan bencana” . Makalah pada Universitas Sumatera Utara: Medan 2. Anonim . 2011. Modul 5 Surveilans dan managemen bencana. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta 3. Anonim. 2009. “Kedokteran Disaster” . Jurnal dari Bagian Bedah Orthopaedi dan Traumatologi RS Dr. Sardjito :Yogyakarta 4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia . Jakarta :BNPB 5. Badan Nasional Penaggulangan Bencana (2012). Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia. Jakarta : BNPB 6. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,RI (2009). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. 7. Elnasai, A.S., Kim, S.J. Yun, G.J., and Sidharta, D, 2010, “The Yogyakarta of May 27, 2006”, MAE Center Report No. 07- 02, University of Illinois at Urbana- Champaign, 57 pp. 8. Emami MJ, Tavakoli, AR, Alemzadeh H, Abdimejad F, et al. 2009. Strategies in Evaluation and Management of Bam Earthquake Victims. J Prehosp and Disast Med .20(5):327-30. 9. Fadillah, Adi Yanuar . 2010 . Penentuan Variabel Bencana pada Universitas Indonesia Jakarta : Tidak Diterbitkan 10. Gunn SWA. 2010. Multilingual Dictionary of Disaster Medicine and International Relief. Boston: Kluwer Academic Publishers.p. 23-24 11. Haifani, Akhmad Muktaf. 2009. “Managemen Resiko Bencana Gempa Bumi”. Jurnal pada Seminar Nasional IV Sumber Daya Teknologi Nuklir : Yogyakarta 12. Hidayat, Aep Nurul . 2014. “Pengertian Bencana”. Makalah pada Politeknik TEDC Bandung : Bandung
  • 54. 13. Kertapati, E. K., Januari 2009; ”Aktivitas Gempabumi di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi”, Jurnal dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral : Jakarta 14. Oktiavenny, Rizky, 2010, “Definisi dan Jenis Bencana” ,Makalah pada UNiversitas Negeri Yogyakarta , Yogyakarta 15. Paripurno, Eko Teguh. 2010. “Mereduksi Resiko Bencana dan Konflik dalam Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam” Jurnal dari UPN Veteran Yogyakarta : Yogyakarta 16. Rahmat, Agus. 2009. “Manajemen dan Mitigasi Bencana” Jurnal dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat : Bandung 17. Republik Indonesia . 2007 . Undang undang no 27 tahun 2007 tentang Penanggulangan Benacana. 18. Saunder KO, Birnbaum ML. 2009. Health disaster Management Guidelines for Evaluation and Research in the Utstein Style. Prehospital and Disaster Medicine 19. Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi 2. Jakarta : BNPB 20. Smith J, Greaves I. 2009. Crush injury and crush syndrome: A review. J Trauma ;54:S226-S230. 21. Sudiharto,SKp.M.Kes. 2011. “Managemen disaster” . Jurnal dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan : Jakarta 22. UNISDR, 2009. ” Terminologi on Disaster Risk Reduction”. United Nations International Strategy for Disaster Reduction: Geneva. 23. Widodo, Amien. 2010. “Belajar dari Bencana Luapan Lumpur Sidoarjo”. Jurnal dari UPN Veteran Yogyakarta : Yogayakarta 24. Wilonoydho, Saratri. 2009. “Perencanaan Kota Berbasis Manajemen Bencana”. Jurnal dari Universitas Negeri Semarang : Semarang 25. Wulan, Retno. 2014. “Epidemologi Bencana dan Kedaruratan" . Makalah pada Universitas Jember : Jember
  • 55. Indeks A Abrasi · 5 Aksi Teror · 6 Angin puting beliung · 5 B Bahaya · 4, 6 Banjir · 4, 21, 22 bencana · 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49 Bencana alam · 3 Bencana nonalam · 3 Bencana sosial · 3 Berdaya Guna dan Berhasil Guna · 9, 31 biological hazards · 6 C Cepat dan Tepat · 9, 31 chaos · 7 D Demam Berdarah · 18 Diare · 16 disaster · 7, 8, 15, 16, 30, 31, 32, 37, 38, 39, 41, 42, 50 E emergency · 7, 8, 16 environmental degradation · 6 erups · 4 F fase pra bencana · 11 G Gelombang pasang · 5 Gempa bumi · 4, 29, 50 geografis Indonesia · 29 geological hazards · 6 H hazard · 3, 16, 32 hydrometeorological hazards · 6 I Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) · 18 K Kapasitas · 7 Kebakaran · 4, 23 Kecelakaan industry · 5 Kecelakaan transportasi · 5 Kejadian Luar Biasa · 5 Kekeringan · 4 Kemitraan · 10, 31 Kerentanan · 6 Kesiap siagaan · 11, 12 Konflik Sosial · 5 Koordinasi dan Keterpaduan · 9, 31 L Leptospirosis · 16, 17 Letusan gunung api · 4 M man-made hazards · 6 Memburuknyapenyakit kronis · 18
  • 56. mitigasi · 8, 10, 12, 30, 31, 32, 37, 43 N natural hazards · 6 Non Diskriminatif · 10, 31 Non Proletisi· 10, 31 P Pemberdayaan · 10, 31, 50 Penanggulangan Bencana · 9, 10, 31, 35, 49 Pencegahan dan Mitigasi · 8 Penyakit Kulit · 17 Penyakit Saluran Cerna Lain · 18 pijar · 4 Prioritas · 9, 31 Psikosomatik · 16, 17 R Rekonstruksi· 14 Resiko · 6 S Sabotase · 6 T Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi · 14 Tahap Tanggap Darurat · 13 Tanah longsor · 4 technological hazards · 6 Transparansidan Akuntabilitas · 9, 31 Tsunami · 4, 27, 29, 50 V vulnerability · 3, 7, 32