Dokumen tersebut membahas tentang konsep medis dan konsep keperawatan gangguan kelenjar adrenal (sindrom Cushing). Secara ringkas, dibahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan penyimpangan keadaan kesehatan pada sindrom Cushing."
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
SINDROM CUSHING
1. KONSEP MEDIS DAN KONSEP KEPERAWATAN
GANGGUAN KELENJER ADRENAL
(SINDROM CHUSING)
OLEH
KELOMPOK III
Adrianus Pandong P1207001 Rusdin P1207026
Aisyah P1207003 Sri Nala P1207028
Iyan Tomia P1207018 Yovita Sela.P P1207031
Irmawati P1207016 Yulike Sarimanela P1207032
Nuzulya Rahmadhani P1207025
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2013 / 2014
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom Cushing disebabkan hormon kortisol dihasilkan secara berlebihan. Hormon
kortisol dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Secara biologinya, kelenjar berbentuk seakan-
akan topi ini terdiri daripada dua lapisan yang dikenali sebagai korteks (lapisan luar) dan
medula (lapisan dalam). Kelenjar adrenal menghasilkan antara 30 hingga 50 sebatian
steroid atau hormon. Tiga hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal ini ialah
hormon kortisol, adolsteron dan hormon androgen.
Sindrom Cushing pula selalunya terjadi pada kaum wanita. Pesakit biasanya juga
mempunyai masalah darah tinggi, peningkatan berat badan dengan rupa bentuk
‘cushingoid’.
Punca utama penyakit sindrom Cushing adalah adenoma korteks adrenal, hyperplasia
menyeluruh, hiperplasia makronodul dan kanser kelenjar adrenal. Rawatan penyakit
sindrom Cushing ialah dengan merawat puncanya. Feokromositoma adalah ketumbuhan
yang jarang ditemui dan ia merembeskan hormon katekolamin. Tanda penyakit adalah
peningkatan tekanan darah, massa abdomen dan serangan panik. Ketumbuhan boleh
berpunca dari satu kelenjar adrenal (74.2%), adrenal ekstra (16.1%) atau kedua-dua
kelenjar (9.6%).
Karsinoma korteks adrenal jarang ditemui, bersifat agresif dan mempunyai
ketumbuhan yang telah merebak. Penyakit ini boleh sembuh jika dikesan lebih awal dan
menjalani pembedahan dengan segera.
Sindrom Cushing juga biasa terdapat pada anjing peliharaan atau kuda, yang
menunjukkan simptom yang sama seperti manusia, di mana ia kelihatan bulu kerinting
rapat yang tidak gugur dan kehilangan berat badan dan laminitis.
3. 1.2. Tujuan
1). Tujuan umum : Untuk mengetahui dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
penderita sindrome cushing.
2) Tujuan Khusus :
Mampu melakukan pengkajian pada penderita sindrome cushing.
Mampu Merumuskan diagnosa keperawatan pada penderita sindrome
cushing.
Mampu membuat rencana keperawatan pada pasien gangguan sindrome
cushing.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien gangguan
sindrome cushing.
Mampu Mengevaluasi pelaksanaan askep pada pasien gangguan
sindrome cushing.
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Medis
1.1. Defenisi
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang
tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa –
senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1088).
1.2. Etiologi
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hyperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carcinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom Cushing.
Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH.
Syndrome Cushing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit Cushing. (buku ajar
ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).
Sindrom Cushing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang
dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada
gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan,
hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab
patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price;
Patofisiologi, hal 1091)
1.3. Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik
sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan
glikokorikoid.
5. Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
a. Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal
manusia adalah kortisol.
b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah
aldosteron.
c. Androgen.
d. Estrogen
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah
ini:
1. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada
protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein
untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada
jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
a. Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan
lambat.
b. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae).
c. Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
d. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
e. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
f. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer,
sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
g. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang
normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan
meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
6. h. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun
tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
2. Distribusi jaringan adiposa.
a) Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
b) Obesitas.
c) Wajah bulan (moon face).
d) Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal
(punguk bison).
e) Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan
Chusingoid.
3. Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum.
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan
retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia
dan alkalosis metabolik.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah
pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat
ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang
diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan
menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut
ini:
a. Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag.
b. Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten.
c. Produksi anti bodi.
d. Reaksi peradangan.
7. e. Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5. Sekresi lambung
a. Sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan.
b. Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
c. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor
ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan
episode depresi singkat.
7. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang
bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi
peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan
permeabilitas kapiler.
Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan
fagositosis.
Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan
reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang
dperantarai anti bodi.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti
inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin
tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima
dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090).
8. 1.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada pasien dengan sindrom
cushing antaralain:
Obesitas sentral.
Gundukan lemak pd punggung.
Muka bulat (moon face).
Striae.
Berkurangnya massa otot & kelemahan umum.
Tanda lain yg ditemukan pd Syndrom cushing seperti:
Atripi/ kelemahan otot sektermitas.
Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita).
Ammenorrhoe.
Impotensi.
Osteoporosis.
Akne.
Edema.
Nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka.
1.5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro
cushing.
b. Photo scanning.
c. Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara
intravena.
d. Pemeriksaan elektro kardiografi Untuk menentukan adanya hipertensi
(endokrinologi edisi hal 437).
e. Uji supresi deksametason.
Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab
sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
f. Pengambilan sampele darah.
9. Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol,
plasma.
g. Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid
yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.
1.6. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada ACTH yg tidak seragam. Apakah sumber ACTH ad
hipofis atau ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor
transfenoidal.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan
maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dg adrenolektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan o/ neoplasma disusul kemoterapi pada
penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang
bisa mensekresikan kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ).
1.7. Pencegahan
Untuk mengatasi gejala akibat hiperandrogen, dengan cara memberikan obat yang
berpotensi antiandrogenik, seperti Cyproterone acetate (CPA).
Dalam tubuh, CPA bekerja secara kompetitif mengikat reseptor androgen,
sehingga menurunkan kadar androgen bebas, mengurangi produksi minyak pada
kulit, dan mencegah timbulnya masalah kulit.
1.8. Komplikasi
Diabetes Militus.
Hipertensi.
Osteoporosis.
12. 2. Konsep Keperawatan
2.1 Pengkajian
Aktivitas/ istirahat .
Gejala : Insomnia, sensitivitas, otot lemah, gg koordinasi, kelelahan berat.
Tandanya : atrofi otot.
Sirkulasi .
Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tandanya: Distritnia, irama gallop, mur-mur, takikardia saat istirahat.
Eliminasi.
Gejala: Urine dlm jumlah banyak, perubahan dlm feces: diare.
Itegritas ego
Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik..
Tandanya : Emosi letal, depresi.
Makanan atau cairan
Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah.
Neorosensori
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti
binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
Pernafasan
Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri orbital, fotobia.
Keamanan
Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu
meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
Seksualitas
Tandanya : Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
Komplikasi
1. Krisis Addison.
2. Efek yang merugikan pd aktivitas korteks adrenal.
3. Patah tulang akibat osteoporosis.
13. Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST
P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri…? Apakah karena terkena ruda
paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering
terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga
menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..?
S : Skala Seviritas
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS ( Baca : Cara Mengukur
GCS (Glasgow’s Coma Scale) untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran lain
yang berkaitan dengan keluhan.
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering
keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau
bertahap..? Acut atau Kronis..?
2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein
serta respon inflamasi
2. Defisit perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan
perubahan pola tidur.
14. 3. Gangguan integritas kulit b/d edema, gangguan kesembuhan dan kulit yg tipis
serta rapuh.
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual
dan penurunan tingkat aktivitas.
5. Gangguan proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
6. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
7. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
2.3. Intervensi Keperawatan
1. Dx : Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme
protein serta respon inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi.
Kriteria Hasil : - Cedera jaringan lunak (-), Fraktur (-), Ekimosis (-)
Kelemahan (-)
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang protektif
/ aman.
Lingkungan yang protektif dapat
mencegah jatuh, fraktur dan cedera
lainnya pada tulang dan jaringan
lunak.
Bantu klien saat ambulansi Kondisi yang lemah sangat
beresiko terjatuh / terbentur saat
ambulasi
Berikan penghalang tempat tidur /
tempat tidur dengan posisi yang
rendah
Menurunkan kemungkinan adanya
trauma
Anjurkan kepada klien untuk
istirahat secara adekuat dengan
aktivitas yang sedang
Memudahkan proses penyembuhan
Anjurkan klien untuk diet tinggi Untuk meminimalkan pengurangan
15. protein, kalsium dan vitamin D massa otot
Kolaborasi pemberian obat-obatan
seperti sedative
Dapat meningkatkan istirahat
2. Dx : Defisit perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan
perubahan pola tidur.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
Kriteria Hasil : - Kelemahan (-), Keletihan (-), Klien ikut serta dalam
aktivitas perawatan diri, Klien mengalami peningkatan dalam
perawatan diri, Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas perawatan diri.
Dapat mengetahui kemampuan
klien dan memudahkan intervensi
selanjutnya.
Bantu klien dalam melakukan
aktivitas perawatan diri.
Pemenuhan kebutuhan perawatan
diri klien.
Libatkan keluarga dalam aktivitas
perawatan diri klien.
Keluarga merupakan orang
terdekat dalam pemenuhan
kebutuhan perawatan diri klien.
Rencanakan aktivitas dan latihan
klien.
Istirahat klien tidak terganggu
dengan adanya aktivitas dan
latihan yang terencana.
Berikan dorongan untuk melakukan
perawatan diri kepada klien dan
atur aktivitasnya.
Dapat mencegah komplikasi
imobilitas.
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan nyaman
Lingkungan yang tenang dan
nyaman dapat menaikan istirahat
dan tidur.
16. 3. Dx : Gangguan integritas kulit b/d edema, gangguan kesembuhan dan kulit
yang tipis serta rapuh.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Criteria Hasil : Penipisan kulit (-), Petechie (-), Ekimosis (-), Edema
pada ekstremitas (-), Keadaan kulit baik dan utuh, Striae (-)
Intervensi Rasional
.Kaji ulang keadaan kulit klien Mengetahui kelainan / perubahan
kulit serta untuk menentukan
intervensi selanjutnya
Ubah posisi klien tiap 2 jam Meminimalkan / mengurangi
tekanan yang berlebihan didaerah
yang menonjol serta melancarkan
sirkulasi
Hindari penggunaan plester Penggunaan plester dapat
menimbulkan iritasi dan luka pada
kulit yang rapuh
Berikan lotion non alergik dan
bantalan pada tonjolan tulang dan
kulit
dapat mengurangi lecet dan iritasi
4. Dx : Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi
seksual dan penurunan tingkat aktivitas.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan
Kriteria Hasil : Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap
perubahan penampilannya, Klien dapat mengutarakan perasaannya
tentang perubahan sexual, Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala
yang terjadi selama pengobatan, Klien dapat melakukan personal
hygine setiap hari.
17. Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang kondusif
dengan klien mengenai perubahan
body image yang dialami
Lingkungan yang kondusif dapat
memudahkan klien untuk
mengungkapkan perasaannya
Beri penguatan terhadap
mekanisme koping yang positif
Membantu klien dalam
meningkatkan dan
mempertahankan kontrol dan
membantu mengembangkan harga
diri klien
Berikan informasi pada klien
mengenai gejala yang berhubungan
dengan pengobatan
Dengan diberikan penjelasan
tersebut, klien dapat menerima
perubahan pada dirinya
Beri dukungan pada klien dan
jadilah pendengar yang baik
Memberikan dukungan dapat
memotivasi klien untuk
berinteraksi dengan lingkungan
sekitar
Kolaborasi dengan ahli psikolog Pasien mungkin membutuhkan
dukungan selama berhadapan
dengan proses jangka panjang
ketidakmampuan
5. Dx : Gangguan proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
Criteria Hasil : Klien mempraktekkan teknik relaksasi, Klien
mendiskusikan perasaannya dengan mudah, Klien dapat berorientasi
terhadap lingkungan.
18. Intervensi Rasional
Orientasikan pada tempat, orang
dan waktu
Dapat menolong mempertahankan
orientasi dan menurunkan
kebingungan.
Tetapkan jadwal perawatan rutin
untuk memberikan waktu istirahat
yang teratur.
Menaikkan orientasi dan
mencegah kelelahan yang
berlebihan.
Anjurkan klien untuk melakukan
perawatan diri sendiri sesuai
kemampuan.
Mempertahankan orientasi pada
lingkungan.
Ajarkan teknik relaksasi. Teknik relaksasi dapat
mempengaruhi proses pikir,
sehingga klien dapat lebih tenang.
Berikan tindakan yang stabil, terang
dan tidak menimbulkan stress.
Tindakan yang stabil, tenang dan
tidak menimbulkan stress
memperbaiki proses pikir.
6. Dx : Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
nyeri klien berkurang.
Kriteria Hasil : Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang,
menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur dengan tepat.
Intervensi Rasional
Catat keluhan nyeri, lokasi,
lamanya, intensitas (skala 0-10)
Nyeri tidak selalu ada tetapi bila
ada harus dibandingkan dengan
gejala nyeri pasien.
Kaji ulang faktor yang
meningkatkan dan menurunkan
nyeri
Membantu dalam membuat
diagnosa dan kebutuhan terapi.
19. Berikan makan sedikit tapi sering
sesuai indikasi untuk pasien
makanan mempunyai efek
penetralisir asam, juga
menghancurkan kandungan gaster.
Makanan sedikit mencegah
distensi dan haluaran gaster.
Berikan obat sesuai indikasi.
Misalnya, antasida.
menurunkan keasaman gaster
dengan absorbsi atau dengan
menetralisir kimia
7. Dx : Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio
laesa) tidak ada, Suhu normal : 36,5-37,1˚C, Hasil lab : Leukosit :
5000-10.000 gr/dL.
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda infeksi Adanya tanda-tanda infeksi
(tumor, rubor, dolor, calor, fungsio
laesa) merupakan indicator adanya
infeksi
Ukur TTV setiap 8 jam Suhu yang meningkat merupakan
indicator adanya infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
Mencegah timbulnya infeksi silang
Batasi pengunjung sesuai indikasi Mengurangi pemajanan terhadap
patogen infeksi lain
Tempatkan klien pada ruang isolasi
sesuai indikasi
Tehnik isolasi mungkin diperlukan
untuk mencegah penyebaran /
melindungi pasien dari proses
infeksi lain Kolaborasi
20. Pemberian antibiotik sesuai indikasi Terapi antibiotik untuk
mengurangi resiko terjadinya
infeksi nosokomial
Pemeriksaan lab (Leukosit) Leukosit meningkat indikasi
terjadinya infeksi
2.4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.
2.5. Evaluasi
1. Menurunkan resiko cedera dan infeksi
a. Bebas fraktur atau cedera jaringan lunak.
b. Bebas daerah ekimosis.
c. Tidak mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun
tanda-tanda lain infeksi serta inflamasi.
2. Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
a. Merencanakan aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan
periode istirahat.
b. Melaporkan perbaikan perasaan sehat.
c. Bebas komplikasi mobilitas.
3. Mencapai/mempertahankan integritas kulit.
a. Memiliki kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi.
b. Menunjukkan bukti berkurangnya edema pada ekstremitas dan badan.
c. Mengubah posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang
menonjol setiap hari.
4. Mencapai perbaikan citra tubuh.
a. Mengutarakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual
dan tingkat aktivitas.
b. Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat
dari pemberian kortikosteroid yang berlebihan.
5. Proses pikir klien kembali normal.
22. BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fungsi utamanya kelenjar endokrin adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-
hormon secara langsung ke dalam aliran darah.
Organ utama dari sistem kelenjar endokrin adalah:
1. hipotalamus
2. kelenjar hipofisa
3. kelenjar tiroid
4. kelenjar paratiroid
5. pulau-pulau pankreas
6. kelenjar adrenal
7. buah zakar
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan
kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.
1. Medula Adrenal
2. Korteks Adrenal
Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga mengambilnya dari sirkulasi.
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999)
1. Hiperfungsi kelenjar adrenal
Sindrom Cushing
Sindrom Adrenogenital
Hiperaldosteronisme
2. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
23. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Disfungsi Kelenjar Adrenal Sindrom
Cushing.
Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap
glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green
Span, 1998).
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira
70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita :
pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
2. Saran
Sebaiknya pasien menjalani operasi pengangkatan tumor hipofisis dahulu, kemudian
mungkin juga dapat dikombinasikan dengan obat – obatan penghambat sintesis hormone
adrenokortikal.