SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Oleh Kelompok III :
Adrianus Pandong Deden
Fredyrikus Carlokum Hendranus Suprianto
Irmawati Jessi Yores
Maria Immaculata C.B. Nuzulya Rahmadhani
Sri Nala Yovita Sela Parubang
S1 Keperawatan
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2012/2013
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem
Kardiovaskuler. Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Stenosis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi penyempurnaan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya kita selaku Mahasiswa Keperawatan.
Makassar, 10 Juni 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................
Bab I Pendahuluan............................................................................................
1. Latar Belakang.......................................................................................
2. Tujuan .....................................................................................................
Bab II Tinjauan Pustaka ...................................................................................
1. Konsep Medis
1.1. Definisi.........................................................................................
1.2. Etiologi ........................................................................................
1.3. Patofisiologi
1.4. Manifestasi Klinis.......................................................................
1.5. Pemeriksaan Penunjang..........................................................
1.6. Komplikasi dan Penatalaksanaan ..........................................
1.7. Pencegahan...............................................................................
2. Konsep Keperawatan ...........................................................................
2.1. Pengkajian..................................................................................
2.2. Diagnosa Keperawatan ............................................................
2.3. Perencanaan..............................................................................
2.4. Implementasi
2.5. Evaluasi ......................................................................................
Bab III Penutup ..................................................................................................
1. Kesimpulan.............................................................................................
2. Saran.......................................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian
penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit
katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna) dan
insufisiensi (menutup tidak sempurna), ini dapat terjadi baik pada katup
arteroventrikular maupun katup semilunar.
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup
aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri ke aorta.
Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit
utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan
penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul
setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80
tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan katup akibat demam rematik masih sering
terjadi.
Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi dan pembedahan/ insisi adalah upaya
yang terbaik. Dengan demikian, katup yang mengalami kelainan itu dapat
disembuhkan ataupun dikurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit
2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep medis dari Stenosis berupa :
Definisi
Etiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Kompikasi dan penatalaksanaan
Pencegahan
2. Untuk mengetahui konsep keperawatandari Stenosis berupa :
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Perencanaan
Evaluasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Medis Stenosis Aorta
a. Definisi
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup
aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-516).
Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic
valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada
penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup
signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang
mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic,
2004;25:185-187).
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup
aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara
maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.
Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan
membuka sehingga darah bisa melewatinya.
Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga
lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri
harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.
b. Etiologi
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga
menghalangi darah masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa
bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart
Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik. Berikut etiologi
stenosis katup aorta lebih lengkap :
1. Kelainan kongenital
Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup
aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya
mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta
dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti
sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga
membutuhkan penanganan medis.
2. Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium
(kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada
darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan
akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan
penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang
berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun
gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun.
3. Demam rheumatik
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya
kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan
sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai
katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati
ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat
menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan
pada lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung
dapat berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan
keduanya.
c. Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang
dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi
ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard
menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium
menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan
pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan
menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard.
Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang
hipertrofi.
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka
stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi
stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian.
Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of
left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin-
Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami
hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-
ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan
mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress=
(pressurexradius): 2x thickness. Namun bila tahanan aorta bertambah, maka
hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen
dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel, penurunan cadangan diastolic,
penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya performa
ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after
load mismatch. Gradien trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium
kiri meningkat menyebabkan sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,
iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal
miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari
kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat
dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari
tahanan katup aorta.
Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung
memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi
penurunan resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan
baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan
hipotensi dan sinkop.
Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada
stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani, foto toraks dan
enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan kekakuan
seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan
menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall
stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel
kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut
sebagai disfungsi sistolik
d. Manifestasi klinis
Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala
dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah.
Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal
ini dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup
aorta. Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta :
1. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan
akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada
pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang
dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease).
Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan
dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan
dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada
disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-
arteri koroner yang menyempit.
Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa
segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang
menebal harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah
melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot
jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada
(angina).
Ciri-ciri angina :
Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di
bawah tulang dada (sternum).
Nyeri juga bisa dirasakan di:
- Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.
- Punggung
- Tenggorokan, rahang atau gigi
- Lengan kanan (kadang-kadang).
Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak
nyaman dan bukan nyeri.
Yang khas adalah bahwa angina:
- dipicu oleh aktivitas fisik
- berlangsung tidak lebih dari beberapa menit
- akan menghilang jika penderita beristirahat.
Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan
kegiatan tertentu.
Angina seringkali memburuk jika:
- aktivitas fisik dilakukan setelah makan
- cuaca dingin
- stres emosional.
2. Pingsan (syncope)
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya
dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini
menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
(vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak
mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah.
Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan.
Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut
jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan
hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau
gejala-gejala syncope.
3. Sesak napas
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan.
Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan
yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang
meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan
yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas
terjadi hanya sewaktu aktivitas.
Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien
dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea).
Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang
disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.
e. Pemeriksaan penunjang
1. Electrocardiogram (EKG)
EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola
abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan
menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat.
2. Chest x-ray
Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang
normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir,
cairan di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-
daerah paru bagian atas seringkali terlihat.
3. Echocardiography
Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk
memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan
struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang
berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu
echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi
yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian
dari ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk
menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir
area klep aortic.
3. Cardiac catheterization
Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic
stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah
tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan
diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep
aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus.
f. Komplikasi dan penatalaksanaan
 Komplikasi
1. Gagal jantung
2. Hipertensi sisitemik
3. Nyeri dada (angina pectoris)
4. Sesak nafas
 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik,
tetapi begitu timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus
dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Dapat
dilakukan reparasi(repair) atau replace(mengganti katup dengan katup artificial).
Penderita asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan Doppler-Ekokardiografi.
Trans-valvular velocity lebih dari 4m/detik dianjurkan untuk menjalani operasi.
Selama katup aorta masih dalam tingkatan perkembangan, sulit memberikan nasihat
operasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Komisurotomi sederhana biasanya kurang menolong. Penyempitan katup
bawaan begitu keras, sehingga dengan melebarkan saja tidak dapat diharapkan
hasil yang memuaskan. Penggantian katup harus dipertimbangkan. Disinilah letak
kesukarannya untuk penggantian katup dengan profesa masih sangat mengerikan.
Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa indikasi operasi pada anak dan
remaja jika terdapat perbedaan tekanan lebih dari 70 mmHg pada katup yang
menyempit. Dari pihak lain tantangan terhadp anggapan tersebut bahwa stenosis
aorta membahayakan kehidupan. Pembatasan aktifitas serta larangan berolahraga
terpaksa diharuskan, tetapi kemudian akan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan dalam proses perkembangan rohani dan jasmani. Pada saat ini masih
masih tidak diketahui dengan pasti nasib katup buatan tersebut. Lebih mudah
menentukan sikap pada kelainan stenosis subvalvular dari pada membran murni,
yaitu dengan membelah membran diperoleh hasil optimal. Lebih sukar lagi dari pada
stenosis supavalvular yang mortalitas tinggi.
Sekarang terdapat teknik baru, yakni melebarkan daerah yang menyempit
dengan kateter yang dilengkapi dengan balon. Cara ini dilaporkan cukup efektif,
meskipun kemungkinan terjadinya penyempitan kembali sering.
Berikut beberapa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Teknik nonsurgical (tanpa tindakan operatif)
2. Balloon Valvuloplasty (valvulotomy).
Seringnya tindakan yang bertujuan untuk membenarkan kembali katup tanpa
menggantinya merupakan tindakan yang paling sering digunakan. Balloon
valvuloplasty dilakukan dengan kateter tipis dan lembut yang ujungnya diberi balon
yang dapat dikembangkan ketika mencapai katup. Balon yang mengembang
tersebut akan menekan katup yang menyempit sehingga dapat terbuka kembali dan
memungkinkan darah dapat mengalir dengan normal kembali. Balon valvuloplasty
merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan stenosis katup aorta beserta
manifestasi klinis yang timbul karenanya terutama efektif pada infant dan anak-anak.
Bagaimanapun juga pada dewasa metode ini tidak selalu berhasil karena stenosis
dapat muncul kembali setelah dilakukan balon valvuloplasty. Oleh karena alasan di
atas, untuk penyembuhan stenosis katup aorta pada dewasa jarang dilakukan balon
valvuloplasty terkecuali pada klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
operasi penggantian katup atau valvuloplasty.
1. Percutaneous aortic valve replacement.
Percutaneous aortic valve replacement atau Penempatan kembali katup aorta
percutan merupakan penatalaksanaan yang tersering yang dilakukan pada klien
dengan stenosis katup aorta. Pendekatan terbaru dengan metode ini memungkinkan
untuk melakukan metode ini dengan menggunakan kateter. Metode ini dilakukan jika
terjadi pada klien dengan resiko tinggi timbulnya komplikasi dari stenosis katup aorta
Pembedahan katup aorta dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
1. Penempatan kembali katup aorta.
Metode ini merupakan metode primer untuk menangani kasus stenosis katup
aorta. Pembedahan dilakukan dengan mengambil katup yang rusak dengan katup
mekanik baru atau bagian dari jaringan katup. Katup mekanik terbuat dari metal,
dapat bertahan lama tetapi dapat pula menyebabkan resiko penggumpalan darah
pada katup atau daerah yang dekat dengan katup. Oleh karena itu untuk
mengatasinya klien harus mengkonsumsi obat anti koagulan seperti warfarin
(caumadin) seumur hidup untuk untuk mencegah penggumpalan darah. Sedangkan
penggantian dengan katup jaringan ini dapat diambil dari babi, sapi atau berasal dari
cadaver manusia. Tipe lainnya menggunakan jaringan katup yang berasal dari katup
pulmonary klien itu sendiri jika dimungkinkan.
2. Valvuloplasty.
Dalam kasus yang jarang ditemui penggunaan metode valvuloplasty lebih baik
untuk dilakukan daripada penggunaan metode balon valvuloplasty. Seperti pada
bayi yang baru lahir yang mengalami kelainan dimana daun katup aorta menyatu.
Dengan menggunakan cara operasi bedah cardiac pada katup aorta untuk
memisahkan daun katup yang menyatu dan meningkatkan kembali aliran darah
yang melewati katup. Atau cara lain dengan memperbaiki katup yaitu menghilangkan
kalsium berlebih yang terdapat pada daerah sekitar katup.
g. Pencegahan
Stenosis katup dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam
rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep
throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
3. Konsep Medis Stenosis Mitral
1. Definisi
Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah
pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang
menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik.
(Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Stenosis Katup Mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
2. Etiologi
Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang
pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu
di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang
pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak
Mendapatkan antibiotik.
Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan
stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak.
Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian
bergabung menjadi satu.
Pada fase penyembuhan demam reumatik terjadi fibrosis dan fusi komisura
katup mitral, sehingga terbentuk sekat jaringan ikat tanpa pengapuran yang
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan.
Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun,
kecuali jika telah menjalani pembedahan.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel
kiri seperti Cor triatrium, Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah
(trombus) dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan
menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
3. Patofisiologi
Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan
terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh dia dianggap antigen yang membuat
tubuh membuat antibodinya.Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup
mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral
jantung.Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral tersebut. Pada proses
perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama
kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan
terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila
kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan
terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat
terjadi pembesaran atrium kanan.Keregangan otot-otot atrium ini akanmenyebabkan
terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan
terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulminalis,
selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru. Meningkatnya volume darah
pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya
meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan
perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru. Ini bisa kemuadian
menyebabkan sesak napas pada penderita
4. Manifestasi Klinis
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan
tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).Jika seorang wanita dengan
stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan
cepat.
Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan
sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas,
tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.Sebagian
penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa
buah bantal atau duduk tegak.
Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita
stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena
atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.
Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan
ventrikel kiri melewati katup mitral, penurunan orivisium katup (1,2 cm), peninggian
tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan,
fibrilasi atrium kronis.
4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular,
tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan
masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan
daun-daun katup.
6. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Komplikasi
Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat
dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan.
Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada
mitral valve replacement adalah 2-5%. (7,9)
PROLAPS KATUP MITRAL (Mitral Valve Prolapse (MVP)
Regurgitasi mitral dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung rematik,
penyakit jantung iskemik, atau gagal jantung kongestif. Namun, penyebab
terseringnya adalah prolaps katup mitral. Sekitar 2-5% dari populasi mengalami
prolaps katup mitral. Sebagian besar ditemuka pada usia 20 sampai 40 tahun dan
lebih sering mengnai perempuan. Pada Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolapse
(MVP)), selama ventrikel berkontraksi, daun katup menonjol ke dalam atrium kiri,
kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil
darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar
longgar di dalam daun dan korda katup mitral, yang menyebabkan katup menjadi
“floopy” dan inkompeten saat sistol. Prolaps katup mitral jarang menyebabkan
masalah jantung yang serius. Namun, bisa menjadi penyulit sindrom Marfan atau
penyakit jaringan ikat serupa, dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan
autosomal yang berkaitan dnegan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai
kasus yang sporadik.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang
menyempit , tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA)
keatas.Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-tanda gagal
jantung, aritmia ataupun reaktifitas reuma.
Obat-obatan sperti beta-blocker,digoxin dan verapamil dapat memperlambat
denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium.Jika terjadi gagal
jantung,digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.
Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi dapat
dikombinaskan penyehat beta atau antagonis kalsium.
Diuretic dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah untuk mengurangi kongesti.
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium
atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan ,mungkin
perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup.
Intervensi bedah,reparasi atau ganti katup :
a. Closed mitral commisurotomy
b. Open mitral valvotomy
c. Mitral valve replacement.
Pada prosedur valvulopasti balon,lubang katup diregangkan.Kateter yang pada
ujungnya terpasang balon,dimasukan melalui vena ke jantung.ketika berada didalam
katup balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang
menyatu.pemisahan daun katup yang menyatu juda bisa dilakukan melalui
pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah,bisa diganti dengan katup
mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.
Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan,kepada penderita
diberikan antibiotic pencegahan untuk mengurangi resiko terjadiinya infeksi katup
jantung.
7. Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya
demam rematik yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah
strep throath (infeksi) tenggorokan oleh streptokokkus yang tidak
diobati.Pencegahan eksaservasi demam rematik dapat dengan :
a. Benzatin penisilin 6,12 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur 40 tahun.
b. Eritromisin 2x250 mg/hari
Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walaupun sudah
dilakukan intervensi.Bila sudah berumur 25 tahun lebih masih terdapat tanda-tanda
reaktivitasi,maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi.Pencegahan terhadap
endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan
gigi,luka dan sebagainya.
3. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Riwayat penyakit sekarang
a. Dyspnea atau orthopnea
b. Kelemahan fisik (lelah)
2) Riwayat medis
Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas.
Data Obyektif
1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan
bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3,
bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya
hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat
terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat
meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia
ventrikal.
4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
2. Penyimpangan KDM
Stenosis
↓
Hambatan aliran darah → Kongestif pulmonal
↓ ↓
Perpindahan tekanan ← Pembekuan fase distolik Suplai O2 kejaringan
meningkat →
↓↓↓
Penufunan perfusi organ
Energi yang dihasilkan sedikit
Peningkatan retensi natrium
Peningkatan tekanan hisdrostatik Penurunan sirkulasi darah Kelemahan
↓
Penghentain aliran arteri
Penurunan curah
jantung ↓
Intilen aktivitas
Resiko kelebihan
cairan
Kebutuhan O2 meningkat
↓
Berkurangnya O2ke otak dan jaringan Perubahan membrane kapiler ↓
←
3. Diagnosa Keperawatan Utama Yang Akan Dibahas
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada
kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
4. Rencana Intervensi dan Rasional
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan
curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala
gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
 Kaji frekuensi nadi, RR, TD
secara teratur setiap 4 jam.
 Catat bunyi jantung.
o Memonitor adanya perubahan
sirkulasi jantung sedini
mungkin.
o Mengetahui adanya perubahan
Gangguan perfusi
jaringan
Resiko pertukaran
gas
 Kaji perubahan warna kulit
terhadap sianosis dan
pucat.
 Pantau intake dan output
setiap 24 jam.
 Batasi aktifitas secara
adekuat.
 Berikan kondisi psikologis
lingkungan yang tenang.
irama jantung.
o Pucat menunjukkan adanya
penurunan perfusi perifer
terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis terjadi
sebagai akibat adanya
obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
o Ginjal berespon untuk
menurunkna curah jantung
dengan menahan produksi
cairan dan natrium.
o Istirahat memadai diperlukan
untuk memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
 Stres emosi menghasilkan
vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang,
akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak
ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
 Monitor perubahan tiba-tiba
atau gangguan mental kontinu
 Perfusi serebral secara langsung
berhubungan dengan curah
(camas, bingung, letargi,
pingsan).
 Observasi adanya pucat,
sianosis, belang, kulit
dingin/lembab, catat
kekuatan nadi perifer.
Kaji tanda Homan (nyeri pada
betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, edema.
Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Pantau pernafasan.
Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
 Pantau masukan dan
perubahan keluaran urine.
jantung, dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.
 Vasokonstriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan curah
jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
 Indikator adanya trombosis
vena dalam.
 Menurunkan stasis vena,
meningkatkan aliran balik
vena dan menurunkan resiko
tromboplebitis.
 Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres
pernafasan. Namun dispnea
tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru.
 Penurunan aliran darah ke
mesentrika dapat
mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan peristaltik.
 Penurunan pemasukan/mual
terus-menerus dapat
mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada
perfusi dan organ.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat
beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
 Kaji toleransi pasien
terhadap aktifitas
menggunakan parameter
berikut: nadi 20/mnt di atas
frek nadi istirahat, catat
peningaktan TD, dispnea,
nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat,
pusing atau pinsan.
 Tingkatkan istirahat dan
batasi aktifitas.
 Batasi pengunjung atau
kunjungan oleh pasien.
 Kaji kesiapan untuk
meningaktkan aktifitas
contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
 Parameter menunjukkan
respon fisiologis pasien
terhadap stres aktifitas dan
indikator derajat penagruh
kelebihan kerja jnatung.
o Menghindari terjadinya
takikardi dan pemendekan
fase distole.
o Pembicaraan yang panjang
sangat mempengaruhi
pasien, naum periode
kunjungan yang tenang
bersifat terapeutik.
o Stabilitas fisiologis pada
istirahat penting untuk
menunjukkan tingkat
aktifitas individu.
perawatan diri.
 Dorong memajukan
aktifitas/toleransi
perawatan diri.
 Berikan bantuan sesuai
kebutuhan (makan, mandi,
berpakaian, eleminasi).
 Anjurkan pasien
menghindari peningkatan
tekanan abdomen,
mnegejan saat defekasi.
 Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari aktifitas,
contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak
pusing dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur,
belajar berdiri dst.
o Konsumsi oksigen miokardia
selama berbagai aktifitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah
peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
o Teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi
dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
o Aktifitas yang memerlukan
menahan nafas dan menunduk
(manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardia,
menurunkan curah jantung,
takikardia dengan peningaktan
TD.
o Aktifitas yang maju
memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada
kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume
cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
 Auskultasi bunyi nafas
untuk adanya krekels.
 Catat adanya DVJ, adanya
edema dependen.
 Ukur masukan/keluaran,
catat penurunan
pengeluaran, sifat
konsentrasi. Hitung
keseimbnagan cairan.
 Pertahankan pemasukan
total cairan 2000 cc/24 jam
dalam toleransi
kardiovaskuler.
 Berikan diet rendah
natrium/garam.
 Delegatif pemberian
diiretik.
o Mengindikaiskan edema paru
skunder akibat dekompensasi
jantung.
o Dicurigai adanya gagal jantung
kongestif.kelebihan volume
cairan.
o Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi
cairan/Na, dan penurunan
keluaran urine. Keseimbangan
cairan positif berulang pada
adanya gejala lain
menunjukkan klebihan
volume/gagal jantung.
o Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan pembatasan pada
adanya dekompensasi jantung.
o Na meningkatkan retensi
cairan dan harus dibatasi.
 Mungkin perlu untuk
memperbaiki kelebihan cairan.
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas
adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat
diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
 Auskultasi bunyi nafas,
catat krekels, mengii.
 Anjurkan pasien batuk
efektif, nafas dalam.
 Dorong perubahan posisi
sering.
 Pertahankan posisi
semifowler, sokong tangan
dengan bantal.
 Pantau GDA (kolaborasi
tim medis), nadi oksimetri.
 Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.
 Delegatif pemberian
diuretik.
o Menyatakan adanya
kongesti
paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
 Membersihkan jalan nafas
dan memudahkan aliran
oksigen.
o Membtau mencegah
atelektasis dan pneumonia.
o Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan
meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
 Hipoksemia dapat menjadi
berat selama edema paru.
o Meningkatkan konsentrasi
oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
 Menurunkan kongesti
alveolar, meningkatkan
pertukaran gas.
5. Evaluasi
a. Tidak terjadi penurunan curah jantung
b. Perfusi jaringan adekuat.
c. Klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur
d. Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
e. Pertukaran gas adekuat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari tiori diatas dapat disimpulkan bahwa stenosis merupakan penebalan
progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan
lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup
adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampi
selebar pensil ,penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis
rematik dan yang lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta
trombus
2. Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah dan askep (asuhan
keperawatan) ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar,
maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran
dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga, makalah ini
menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan dan
kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah memiliki ilmu dan
kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini dapat pula menambah
wawasan bagi mahasiswa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Kardiovaskuler stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.26 pm
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/Informasi%20Stenosis%20Katup%20Mitral%20(pen
yempitan%20katup%20mitral).htm
Nuzulul, 2012. Askep mitral stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.36 pm
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35443-Kep%20Kardiovaskuler-
Askep%20Mitral%20Stenosis.html
Nuzulul, 2012. Asuhan Keperawatan pada klien stenosis. Diakses pada 11 Juni 2013, 19.12
pm
http://infokomaccess.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-stenosis.html
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/NUZULUL%20ZULKARNAIN%20HAQ.htm
Muhammad, Ridzwan, 2013 Askep Stenosis Mitralis. Diakses pada 01 Juli 2012, 14.07pm
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/askep%20faringitis%20%20askep%20stenosis%20mitralis%2
0KDM.htm

More Related Content

What's hot

Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koronerTinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
Operator Warnet Vast Raha
 
Regurgitasi mitral
Regurgitasi mitralRegurgitasi mitral
Regurgitasi mitral
Salimah Aj
 
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasusMakalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
Selvia Agueda
 
Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitralInsufisiensi mitral
Insufisiensi mitral
gustians
 
Pembahasan aliran darah ikan
Pembahasan aliran darah ikanPembahasan aliran darah ikan
Pembahasan aliran darah ikan
Silil Inayrus
 

What's hot (20)

Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF)Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF)
 
Askep ima gadar
Askep ima gadarAskep ima gadar
Askep ima gadar
 
Makalah penyakit katup jantung
Makalah penyakit katup jantungMakalah penyakit katup jantung
Makalah penyakit katup jantung
 
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koronerTinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan klien dengan penyakit jantung koroner
 
Regurgitasi mitral
Regurgitasi mitralRegurgitasi mitral
Regurgitasi mitral
 
askep miokarditis
askep miokarditisaskep miokarditis
askep miokarditis
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
 
defek septal ventrikular
defek septal ventrikular defek septal ventrikular
defek septal ventrikular
 
50629130 asuhan-keperawatan-pasien-dengan-chf
50629130 asuhan-keperawatan-pasien-dengan-chf50629130 asuhan-keperawatan-pasien-dengan-chf
50629130 asuhan-keperawatan-pasien-dengan-chf
 
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasusMakalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
Makalah Infark Miokard Akut dan contoh kasus
 
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
 
Askep stenosis aorta
Askep stenosis aortaAskep stenosis aorta
Askep stenosis aorta
 
Asuhan keperawatan chf
Asuhan keperawatan chfAsuhan keperawatan chf
Asuhan keperawatan chf
 
Penyakit pada pembulu darah
Penyakit pada pembulu darahPenyakit pada pembulu darah
Penyakit pada pembulu darah
 
Askep chf
Askep chfAskep chf
Askep chf
 
Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitralInsufisiensi mitral
Insufisiensi mitral
 
Pembahasan aliran darah ikan
Pembahasan aliran darah ikanPembahasan aliran darah ikan
Pembahasan aliran darah ikan
 
Organ jantung (penyakit koroner)
Organ jantung (penyakit koroner)Organ jantung (penyakit koroner)
Organ jantung (penyakit koroner)
 

Viewers also liked

Viewers also liked (6)

Askep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma LaringAskep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma Laring
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
 
Askep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis UlseratifAskep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis Ulseratif
 
Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid dan Hipoparatiroid
Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid dan HipoparatiroidAsuhan Keperawatan Hiperparatiroid dan Hipoparatiroid
Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid dan Hipoparatiroid
 
Askep disentri
Askep disentriAskep disentri
Askep disentri
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
 

Similar to Stenosis nanda oleh kelompok III

Laporan pendahuluan chf unu
Laporan pendahuluan chf unuLaporan pendahuluan chf unu
Laporan pendahuluan chf unu
Khusnul Khotimah
 
Makalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koronerMakalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koroner
Warnet Raha
 
Bedah jantung
Bedah jantung Bedah jantung
Bedah jantung
eskelemen
 
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasyaTugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
NatasyaAngelieFirdau
 
Makalah gagal jantung kongestif (chf)
Makalah gagal jantung kongestif (chf)Makalah gagal jantung kongestif (chf)
Makalah gagal jantung kongestif (chf)
Sri Nala
 
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptxPPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
sriMulyani961517
 

Similar to Stenosis nanda oleh kelompok III (20)

Makalah penyakit katup jantung
Makalah penyakit katup jantungMakalah penyakit katup jantung
Makalah penyakit katup jantung
 
Laporan pendahuluan chf unu
Laporan pendahuluan chf unuLaporan pendahuluan chf unu
Laporan pendahuluan chf unu
 
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
 
Makalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koronerMakalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koroner
 
Makalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koronerMakalah penyakit jantung koroner
Makalah penyakit jantung koroner
 
Bedah jantung
Bedah jantung Bedah jantung
Bedah jantung
 
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasyaTugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
Tugas makalah anatomi cardiovaskular natasya
 
Askep lena pak yataba AKPER PEMKAB MUNA
Askep lena pak yataba  AKPER PEMKAB MUNA Askep lena pak yataba  AKPER PEMKAB MUNA
Askep lena pak yataba AKPER PEMKAB MUNA
 
Tipe tipe penyakit jantung
Tipe tipe penyakit jantungTipe tipe penyakit jantung
Tipe tipe penyakit jantung
 
Vsd pada anak
Vsd pada anakVsd pada anak
Vsd pada anak
 
Makalah gagal jantung kongestif (chf)
Makalah gagal jantung kongestif (chf)Makalah gagal jantung kongestif (chf)
Makalah gagal jantung kongestif (chf)
 
Sistem Cardiovaskuler_Materi Dosen IKM
Sistem Cardiovaskuler_Materi Dosen IKMSistem Cardiovaskuler_Materi Dosen IKM
Sistem Cardiovaskuler_Materi Dosen IKM
 
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptxPPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG (1) sri.pptx
 
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG.pptxPPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG.pptx
PPT PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG.pptx
 
Penyakit jantung iskemik
Penyakit jantung iskemikPenyakit jantung iskemik
Penyakit jantung iskemik
 
Booklet
Booklet Booklet
Booklet
 
Biologi bahan
Biologi bahanBiologi bahan
Biologi bahan
 
Anatomi jantung
Anatomi jantungAnatomi jantung
Anatomi jantung
 
Askep iccu mci citra
Askep iccu mci citraAskep iccu mci citra
Askep iccu mci citra
 
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
 

More from Sri Nala

More from Sri Nala (6)

Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Askep Chusing Sindrom
Askep Chusing SindromAskep Chusing Sindrom
Askep Chusing Sindrom
 
Askep addison disease
Askep addison diseaseAskep addison disease
Askep addison disease
 
Teknik mobilisasi pada pasien dekubitus
Teknik mobilisasi pada pasien dekubitusTeknik mobilisasi pada pasien dekubitus
Teknik mobilisasi pada pasien dekubitus
 
Narkolepsi dan sleep apnea
Narkolepsi dan sleep apneaNarkolepsi dan sleep apnea
Narkolepsi dan sleep apnea
 
Askep pada pasien apnea sleep
Askep pada pasien apnea sleepAskep pada pasien apnea sleep
Askep pada pasien apnea sleep
 

Stenosis nanda oleh kelompok III

  • 1. Oleh Kelompok III : Adrianus Pandong Deden Fredyrikus Carlokum Hendranus Suprianto Irmawati Jessi Yores Maria Immaculata C.B. Nuzulya Rahmadhani Sri Nala Yovita Sela Parubang S1 Keperawatan STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR 2012/2013
  • 2. KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem Kardiovaskuler. Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Stenosis. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini kedepan. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kita selaku Mahasiswa Keperawatan. Makassar, 10 Juni 2013 Penyusun
  • 3. DAFTAR ISI Kata Pengantar.................................................................................................. Daftar Isi.............................................................................................................. Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1. Latar Belakang....................................................................................... 2. Tujuan ..................................................................................................... Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 1. Konsep Medis 1.1. Definisi......................................................................................... 1.2. Etiologi ........................................................................................ 1.3. Patofisiologi 1.4. Manifestasi Klinis....................................................................... 1.5. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 1.6. Komplikasi dan Penatalaksanaan .......................................... 1.7. Pencegahan............................................................................... 2. Konsep Keperawatan ........................................................................... 2.1. Pengkajian.................................................................................. 2.2. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 2.3. Perencanaan.............................................................................. 2.4. Implementasi 2.5. Evaluasi ...................................................................................... Bab III Penutup .................................................................................................. 1. Kesimpulan............................................................................................. 2. Saran....................................................................................................... Daftar Pustaka ...................................................................................................
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna) dan insufisiensi (menutup tidak sempurna), ini dapat terjadi baik pada katup arteroventrikular maupun katup semilunar. Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan katup akibat demam rematik masih sering terjadi. Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi dan pembedahan/ insisi adalah upaya yang terbaik. Dengan demikian, katup yang mengalami kelainan itu dapat disembuhkan ataupun dikurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit 2. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep medis dari Stenosis berupa : Definisi Etiologi Manifestasi klinis Pemeriksaan penunjang
  • 5. Kompikasi dan penatalaksanaan Pencegahan 2. Untuk mengetahui konsep keperawatandari Stenosis berupa : Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Evaluasi
  • 6. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Medis Stenosis Aorta a. Definisi Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-516). Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic, 2004;25:185-187). Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya. Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta. b. Etiologi Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga menghalangi darah masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap :
  • 7. 1. Kelainan kongenital Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan penanganan medis. 2. Penumpukan kalsium pada daun katup Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun. 3. Demam rheumatik Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.
  • 8. c. Patofisiologi Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin- Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra- ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress= (pressurexradius): 2x thickness. Namun bila tahanan aorta bertambah, maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel, penurunan cadangan diastolic, penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope, iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
  • 9. Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop. Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani, foto toraks dan enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan kekakuan seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut sebagai disfungsi sistolik d. Manifestasi klinis Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta : 1. Nyeri dada Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri- arteri koroner yang menyempit.
  • 10. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina). Ciri-ciri angina : Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang dada (sternum). Nyeri juga bisa dirasakan di: - Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam. - Punggung - Tenggorokan, rahang atau gigi - Lengan kanan (kadang-kadang). Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan bukan nyeri. Yang khas adalah bahwa angina: - dipicu oleh aktivitas fisik - berlangsung tidak lebih dari beberapa menit - akan menghilang jika penderita beristirahat. Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan tertentu. Angina seringkali memburuk jika: - aktivitas fisik dilakukan setelah makan - cuaca dingin - stres emosional. 2. Pingsan (syncope) Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
  • 11. (vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau gejala-gejala syncope. 3. Sesak napas Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan. Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan. e. Pemeriksaan penunjang 1. Electrocardiogram (EKG) EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat. 2. Chest x-ray Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah- daerah paru bagian atas seringkali terlihat. 3. Echocardiography
  • 12. Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian dari ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir area klep aortic. 3. Cardiac catheterization Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus. f. Komplikasi dan penatalaksanaan  Komplikasi 1. Gagal jantung 2. Hipertensi sisitemik 3. Nyeri dada (angina pectoris) 4. Sesak nafas  Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik, tetapi begitu timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Dapat dilakukan reparasi(repair) atau replace(mengganti katup dengan katup artificial). Penderita asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan Doppler-Ekokardiografi. Trans-valvular velocity lebih dari 4m/detik dianjurkan untuk menjalani operasi. Selama katup aorta masih dalam tingkatan perkembangan, sulit memberikan nasihat operasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
  • 13. Komisurotomi sederhana biasanya kurang menolong. Penyempitan katup bawaan begitu keras, sehingga dengan melebarkan saja tidak dapat diharapkan hasil yang memuaskan. Penggantian katup harus dipertimbangkan. Disinilah letak kesukarannya untuk penggantian katup dengan profesa masih sangat mengerikan. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa indikasi operasi pada anak dan remaja jika terdapat perbedaan tekanan lebih dari 70 mmHg pada katup yang menyempit. Dari pihak lain tantangan terhadp anggapan tersebut bahwa stenosis aorta membahayakan kehidupan. Pembatasan aktifitas serta larangan berolahraga terpaksa diharuskan, tetapi kemudian akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses perkembangan rohani dan jasmani. Pada saat ini masih masih tidak diketahui dengan pasti nasib katup buatan tersebut. Lebih mudah menentukan sikap pada kelainan stenosis subvalvular dari pada membran murni, yaitu dengan membelah membran diperoleh hasil optimal. Lebih sukar lagi dari pada stenosis supavalvular yang mortalitas tinggi. Sekarang terdapat teknik baru, yakni melebarkan daerah yang menyempit dengan kateter yang dilengkapi dengan balon. Cara ini dilaporkan cukup efektif, meskipun kemungkinan terjadinya penyempitan kembali sering. Berikut beberapa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Teknik nonsurgical (tanpa tindakan operatif) 2. Balloon Valvuloplasty (valvulotomy). Seringnya tindakan yang bertujuan untuk membenarkan kembali katup tanpa menggantinya merupakan tindakan yang paling sering digunakan. Balloon valvuloplasty dilakukan dengan kateter tipis dan lembut yang ujungnya diberi balon yang dapat dikembangkan ketika mencapai katup. Balon yang mengembang tersebut akan menekan katup yang menyempit sehingga dapat terbuka kembali dan memungkinkan darah dapat mengalir dengan normal kembali. Balon valvuloplasty merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan stenosis katup aorta beserta manifestasi klinis yang timbul karenanya terutama efektif pada infant dan anak-anak. Bagaimanapun juga pada dewasa metode ini tidak selalu berhasil karena stenosis dapat muncul kembali setelah dilakukan balon valvuloplasty. Oleh karena alasan di atas, untuk penyembuhan stenosis katup aorta pada dewasa jarang dilakukan balon
  • 14. valvuloplasty terkecuali pada klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi penggantian katup atau valvuloplasty. 1. Percutaneous aortic valve replacement. Percutaneous aortic valve replacement atau Penempatan kembali katup aorta percutan merupakan penatalaksanaan yang tersering yang dilakukan pada klien dengan stenosis katup aorta. Pendekatan terbaru dengan metode ini memungkinkan untuk melakukan metode ini dengan menggunakan kateter. Metode ini dilakukan jika terjadi pada klien dengan resiko tinggi timbulnya komplikasi dari stenosis katup aorta Pembedahan katup aorta dilakukan dengan beberapa metode antara lain : 1. Penempatan kembali katup aorta. Metode ini merupakan metode primer untuk menangani kasus stenosis katup aorta. Pembedahan dilakukan dengan mengambil katup yang rusak dengan katup mekanik baru atau bagian dari jaringan katup. Katup mekanik terbuat dari metal, dapat bertahan lama tetapi dapat pula menyebabkan resiko penggumpalan darah pada katup atau daerah yang dekat dengan katup. Oleh karena itu untuk mengatasinya klien harus mengkonsumsi obat anti koagulan seperti warfarin (caumadin) seumur hidup untuk untuk mencegah penggumpalan darah. Sedangkan penggantian dengan katup jaringan ini dapat diambil dari babi, sapi atau berasal dari cadaver manusia. Tipe lainnya menggunakan jaringan katup yang berasal dari katup pulmonary klien itu sendiri jika dimungkinkan. 2. Valvuloplasty. Dalam kasus yang jarang ditemui penggunaan metode valvuloplasty lebih baik untuk dilakukan daripada penggunaan metode balon valvuloplasty. Seperti pada bayi yang baru lahir yang mengalami kelainan dimana daun katup aorta menyatu. Dengan menggunakan cara operasi bedah cardiac pada katup aorta untuk memisahkan daun katup yang menyatu dan meningkatkan kembali aliran darah yang melewati katup. Atau cara lain dengan memperbaiki katup yaitu menghilangkan kalsium berlebih yang terdapat pada daerah sekitar katup.
  • 15. g. Pencegahan Stenosis katup dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati. 3. Konsep Medis Stenosis Mitral 1. Definisi Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996). Stenosis Katup Mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. 2. Etiologi Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak Mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu. Pada fase penyembuhan demam reumatik terjadi fibrosis dan fusi komisura katup mitral, sehingga terbentuk sekat jaringan ikat tanpa pengapuran yang mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan. Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium, Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah (trombus) dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral. 3. Patofisiologi Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh dia dianggap antigen yang membuat
  • 16. tubuh membuat antibodinya.Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung.Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral tersebut. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan.Keregangan otot-otot atrium ini akanmenyebabkan terjadinya fibrilasi atrium. Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulminalis, selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru. Meningkatnya volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru. Ini bisa kemuadian menyebabkan sesak napas pada penderita 4. Manifestasi Klinis Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur. 5. Pemeriksaan Penunjang 1. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral, penurunan orivisium katup (1,2 cm), peninggian
  • 17. tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung. 2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral. 3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis. 4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal. 5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup. 6. Komplikasi dan Penatalaksanaan Komplikasi Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valve replacement adalah 2-5%. (7,9) PROLAPS KATUP MITRAL (Mitral Valve Prolapse (MVP) Regurgitasi mitral dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung rematik, penyakit jantung iskemik, atau gagal jantung kongestif. Namun, penyebab terseringnya adalah prolaps katup mitral. Sekitar 2-5% dari populasi mengalami prolaps katup mitral. Sebagian besar ditemuka pada usia 20 sampai 40 tahun dan lebih sering mengnai perempuan. Pada Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolapse (MVP)), selama ventrikel berkontraksi, daun katup menonjol ke dalam atrium kiri, kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan korda katup mitral, yang menyebabkan katup menjadi “floopy” dan inkompeten saat sistol. Prolaps katup mitral jarang menyebabkan masalah jantung yang serius. Namun, bisa menjadi penyulit sindrom Marfan atau penyakit jaringan ikat serupa, dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang berkaitan dnegan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus yang sporadik. Penatalaksanaan 1. Pengobatan Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit , tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA) keatas.Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifitas reuma.
  • 18. Obat-obatan sperti beta-blocker,digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium.Jika terjadi gagal jantung,digoxin juga akan memperkuat denyut jantung. Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi dapat dikombinaskan penyehat beta atau antagonis kalsium. Diuretic dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah untuk mengurangi kongesti. Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan ,mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Intervensi bedah,reparasi atau ganti katup : a. Closed mitral commisurotomy b. Open mitral valvotomy c. Mitral valve replacement. Pada prosedur valvulopasti balon,lubang katup diregangkan.Kateter yang pada ujungnya terpasang balon,dimasukan melalui vena ke jantung.ketika berada didalam katup balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu.pemisahan daun katup yang menyatu juda bisa dilakukan melalui pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah,bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan,kepada penderita diberikan antibiotic pencegahan untuk mengurangi resiko terjadiinya infeksi katup jantung. 7. Pencegahan Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throath (infeksi) tenggorokan oleh streptokokkus yang tidak diobati.Pencegahan eksaservasi demam rematik dapat dengan : a. Benzatin penisilin 6,12 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur 40 tahun. b. Eritromisin 2x250 mg/hari Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walaupun sudah dilakukan intervensi.Bila sudah berumur 25 tahun lebih masih terdapat tanda-tanda reaktivitasi,maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi.Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan gigi,luka dan sebagainya.
  • 19. 3. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Data Subyektif 1) Riwayat penyakit sekarang a. Dyspnea atau orthopnea b. Kelemahan fisik (lelah) 2) Riwayat medis Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas. Data Obyektif 1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek. 2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis. 3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal. 4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal. 2. Penyimpangan KDM Stenosis ↓ Hambatan aliran darah → Kongestif pulmonal ↓ ↓ Perpindahan tekanan ← Pembekuan fase distolik Suplai O2 kejaringan meningkat → ↓↓↓ Penufunan perfusi organ Energi yang dihasilkan sedikit Peningkatan retensi natrium Peningkatan tekanan hisdrostatik Penurunan sirkulasi darah Kelemahan ↓ Penghentain aliran arteri Penurunan curah jantung ↓ Intilen aktivitas Resiko kelebihan cairan
  • 20. Kebutuhan O2 meningkat ↓ Berkurangnya O2ke otak dan jaringan Perubahan membrane kapiler ↓ ← 3. Diagnosa Keperawatan Utama Yang Akan Dibahas a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas. c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal. d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan). e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli). 4. Rencana Intervensi dan Rasional a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung dapat diminimalkan. Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung. Rencana intervensi dan rasional: Intervensi Rasional  Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.  Catat bunyi jantung. o Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin. o Mengetahui adanya perubahan Gangguan perfusi jaringan Resiko pertukaran gas
  • 21.  Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.  Pantau intake dan output setiap 24 jam.  Batasi aktifitas secara adekuat.  Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang. irama jantung. o Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel. o Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium. o Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.  Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung. b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat. Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan. Rencana intervensi dan rasional: Intervensi Rasional  Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu  Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah
  • 22. (camas, bingung, letargi, pingsan).  Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. Dorong latihan kaki aktif/pasif. Pantau pernafasan. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.  Pantau masukan dan perubahan keluaran urine. jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.  Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.  Indikator adanya trombosis vena dalam.  Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.  Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.  Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltik.  Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
  • 23. c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur. Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering. Rencana intervensi dan rasional: Intervensi Rasional  Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.  Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.  Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien.  Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan  Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan kerja jnatung. o Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. o Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik. o Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
  • 24. perawatan diri.  Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.  Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).  Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mnegejan saat defekasi.  Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst. o Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung. o Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. o Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD. o Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan. d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan). Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.
  • 25. Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih. Rencana intervensi dan rasional: Intervensi Rasional  Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.  Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.  Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.  Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.  Berikan diet rendah natrium/garam.  Delegatif pemberian diiretik. o Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung. o Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan. o Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung. o Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung. o Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.  Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan. e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli). Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
  • 26. Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal. Rencana intervensi dan rasional: Intervensi Rasional  Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.  Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.  Dorong perubahan posisi sering.  Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.  Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.  Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.  Delegatif pemberian diuretik. o Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.  Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. o Membtau mencegah atelektasis dan pneumonia. o Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.  Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. o Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.  Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
  • 27. 5. Evaluasi a. Tidak terjadi penurunan curah jantung b. Perfusi jaringan adekuat. c. Klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur d. Kelebihan volume cairan tidak terjadi. e. Pertukaran gas adekuat.
  • 28. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari tiori diatas dapat disimpulkan bahwa stenosis merupakan penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampi selebar pensil ,penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis rematik dan yang lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta trombus 2. Saran Kami yakin dalam penyusunan makalah dan askep (asuhan keperawatan) ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga, makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini dapat pula menambah wawasan bagi mahasiswa lain.
  • 29. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kardiovaskuler stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.26 pm file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/Informasi%20Stenosis%20Katup%20Mitral%20(pen yempitan%20katup%20mitral).htm Nuzulul, 2012. Askep mitral stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.36 pm http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35443-Kep%20Kardiovaskuler- Askep%20Mitral%20Stenosis.html Nuzulul, 2012. Asuhan Keperawatan pada klien stenosis. Diakses pada 11 Juni 2013, 19.12 pm http://infokomaccess.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-stenosis.html file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/NUZULUL%20ZULKARNAIN%20HAQ.htm Muhammad, Ridzwan, 2013 Askep Stenosis Mitralis. Diakses pada 01 Juli 2012, 14.07pm file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/askep%20faringitis%20%20askep%20stenosis%20mitralis%2 0KDM.htm